recurrent aphtous stomatitis
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
1/40
1
BAB I
PENDAHULUAN
Stomatitis Aphtous Rekuren (SAR) merupakan lesi ulseratif yang sering
ditemui pada 20% dari populasi dan prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok
social-ekonomi menengah ke atas (Scully dan Felix, 2008). Ulser sendiri merupakan
kerusakan pada epitel rongga mulut yang biasanya mengekspos ujung saraf dibawah
lamina propia, sehingga menimbulkan rasa sakit terutama pada saat memakan
makanan yang pedas dan buah-buahan yang asam (Scully dan Felix, 2005).
Untuk menentukan diagnosis dari SAR anamnesa dengan detail harus
dilakukan baik mengenai pola makan dan asupan gizi pasien maupun penyakit-
penyakit sistemik yang dapat terkait dengan adanya lesi dalam rongga mulut. Selain
anamnesa, temuan-temuan klinis juga harus dicermati untuk menegakkan diagnosis
SAR. Pada pasies SAR perlu ditanyakan apakah terdapat lesi lain yang timbul pada
daerah mata, genital atau kulit. Biopsi biasanya jarang dilakukan untuk kasus ini,
namun diperlukan jika diagnosis bandingnya merupakan suspek (Scully dan Felix,
2005).
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
2/40
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1.Status Klinik IPM
2.1.1. Status Umum Pasien
Nama : Ny. SN
No Rekam Medik : 2011-02xxx
No Telp :
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 25 th
Alamat : jl. Sekemirung Kaler no 58 RT 4 / RW 9
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
2.1.2.
Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan sakit hingga tidak bisa makan pada
bibir bawah di bagian dalam terdapat sariawan sejak 1 minggu lalu.
Terasa perih pada saat makan. Belakangan ini pasien makan tidak
teratur dan kurang vitamin. tidak terdapat riwayat demam, hingga saat
ini belum diobati. Pasien mengeluhkan sering sariawan hampir setiap
bulan, hal ini timbul sejak SMA dan biasanya timbul karena aktvitas
yang banyak dan pola makan kurang teratur.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
3/40
3
Lokasi yang sering terdapat sariawan pada daerah bibir dan pipi. Pada
keluarga pasien terdapat riwayat sering sariawan. Biasanya sariawan
diobati dengan vitamin IPI (vitamin C) dan diminum 1 kali sehari
kemudian akan sembuh 1 minggu kemudian. Pasien ingin sariawannya
dirawat.
2.1.3. Riwayat Penyakit Sistemik
Penyakit jantung : YA/TIDAK
Hipertensi : YA/TIDAK
Diabetes Melitus : YA/TIDAK
Asma/Alergi : YA/TIDAK
Penyakit Hepar : YA/TIDAK
Kelainan GIT : YA/TIDAK
Penyakit Ginjal : YA/TIDAK
Kelainan Darah : YA/TIDAK
Hamil : YA/TIDAK
Kontrasepsi : YA/TIDAK
Lain-lain : YA/TIDAK
2.1.4. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnosa suspek TB 3
tahun lalu
2.1.5. Kondisi Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
4/40
4
Suhu : Afebris
Tensi : 100/70 mmHg
Pernafasan : 16 x / menit
Nadi : 68 x / menit
2.1.6. Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe :
Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Mata :
Pupil : Isokhor
Konjungtiva : Non-AnemisSklera : Non-Ikterik
TMJ : Tidak ada kelainan
Bibir : Tidak ada kelainan
Wajah : Simetri/Asimetri
Sirkum Oral : Tidak ada kelainan
Lain-lain : -
2.1.7. Pemeriksaan Intra Oral
Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/-
Kalkulus +/- stain +/-
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
5/40
5
Gingiva : Makula difus kecoklatan di labial rahang atas
dan rahang bawah, kemerahan pada region 1
Mukosa Bukal : Tidak ada kelainan
Mukosa Labial :Ulcer dengan diameter 5mm, bulat, tepi
erythema ireguler, dasar cekung, jumlah 1 buah
Palatum Durum : Tidak ada kelainan
Palatum mole : Tidak ada kelainan
Frenulum : Tidak ada kelainan
Lidah Terdapat selaput putih pada dorsum lidah,
macula kecoklatan di 2/3 dorsum
Dasar Mulut Tidak ada kelainan
Keadaan gigi geligi
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 2.1 Stomatitis Aphtosa Rekuren pada mukosa labial daerah regio 4
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
6/40
6
Gambar 2.2 Lidah berselaput (coated tongue) pada 2/3 dorsum lidah
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi : Tidak dilakukan
Darah : Tidak dilakukan
Patologi Anatomi : Tidak dilakukan
Mikrobiologi : Tidak dilakukan
2.1.9. Diagnosis
D/ Recurrent Aphtous Stomatitis minor e.c suspek defisiensi nutrisi
asam folat dan vitamin B12 di regio 4
D/ Coated tongue DD/ Kandidiasis
D/ Pigmentasi fisiologis pada gusi dan lidah
2.1.10.Rencana Perawatan
Pro Aplikasi kenalog orabase
Pro pemberian vitamin B 12
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
7/40
7
Pro instruksi penggunaan tongue scrapper
R/ Kenalog Orabaseno I
S U C
R/ Vitamin B complex tab no X
1 dd 1
saran : untuk mengurangi rekurensi pasien disarankan untuk mengatur
pola makan, istirahat dan minum air putih yang cukup. Jika mulai
terasa perih pada awal kemunculan lesi, maka diberikan obat kumur
antiseptik dan meningkatkan konsumsi vitamin B12 menjadi 2 kali
sehari.
2.2.Status Kontrol IPM
2.2.1.
Status Umum
Nama : Ny. SN
No Rekam Medik : 2011-02xxx
No Telp :
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 25 th
Alamat : jl. Sekemirung Kaler no 58 RT 4 / RW 9
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
8/40
8
2.2.2. Anamnesa
Pasien datang 5 hari kemudian untuk kontrol. Pasien sudah tidak
merasakan sakit sejak 2 hari yang lalu. Pasien telah mengaplikasikan
kenalog selama 3 hari setelah kunjungan pertama namun belum secara
rutin mengkonsumsi vitamin B 12. Pasien juga telah menggunakan
sikat lidah. Namun pada kunjungan kontrol, pasien mengeluhkan
adanya rasa sakit pada ujung lidah sejak 1 hari yang lalu dikarenakan
tergigit.
2.2.3. Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe :
Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Bibir : Tidak ada kelainan
Wajah : Simetri/Asimetri
Sirkum Oral : Tidak ada kelainan
Lain-lain : -
2.2.4. Pemeriksaan Intra Oral
Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/- stain +/-
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
9/40
9
Debris index
16
+
11
+
26
+
46
X
31
+
36
+
Kalkulus index
16
-
11
-
26
-
46
-
31
-
36
-
Gingiva : Makula difus kecoklatan di labial rahang atas
dan rahang bawah
Mukosa Bukal : Tidak ada kelainan
Mukosa Labial : makula putih bulat tepi eritem ireguler
diameter +- 3 mm
Palatum Durum : Tidak ada kelainan
Palatum mole : Tidak ada kelainan
Frenulum : Tidak ada kelainanLidah Terdapat selaput putih pada dorsum lidah,
macula kecoklatan di 2/3 dorsum dan
pembesaran papilla diameter kurang dari 1mm
Dasar Mulut Tidak ada kelainan
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
10/40
10
Gambar 2.3 Pada kontrol pertama ulser masoh ada namun dalam tahap
penyembuhan
Gambar 2.4 terdapat Traumatic papillapada ujung lidah
2.2.5. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
2.2.6. Diagnosis
D/ post Recurrent Apthous Stomatitis minor suspek defisiensi nutrisi
vitamin B12 dan asam folat di regio 4
D/ Coated tongue DD/ Kandidiasis
D/ Traumatic papilla
D/ Pigmentasi fisiologis pada gusi dan lidah
2.2.7. Rencana Perawatan
Pro pemberian kenalog orabasedan chlorhexidine gluconate0.2%
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
11/40
11
Pro pemberian vitamin B complex
Pro menghilangkan bagian yang kasar di bagian palatal I1 rahang atas
Pro instruksi penggunaan tongue scraper
Pro instruksi untuk mengatur pola makan, istirahat, dan nutrisi yang
cukup
Pro kontrol 1 minggu
R/ Kenalog Orabaseno I
S U C
R/ Surbex Z no VI
1 dd 1 p c
R/ chlorhexidine gluconate0.2% fls no I
coll oris
2.3.Status Kontrol IPM 2
2.3.1. Status Umum
Nama : Ny. SN
No Rekam Medik : 2011-02xxx
No Telp :
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 25 th
Alamat : jl. Sekemirung Kaler no 58 RT 4 / RW 9
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
12/40
12
2.3.2.
Anamnesa
Pasien datang 20 hari kemudian untuk kontrol. Setelah penggunaan
kenalog selama kurang lebih 1 minggu pasien sudah tidak merasakan
sakit dan sudah menggunakan sikat lidah. Tidak ada keluhan lainnya.
2.3.3. Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe :
Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-
Bibir : Tidak ada kelainan
Wajah : Simetri/Asimetri
Sirkum Oral : Tidak ada kelainan
Lain-lain : -
2.3.4. Pemeriksaan Intra Oral
Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/-
stain +/-
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
13/40
13
Debris index
16
+
11
+
26
+
46
X
31
+
36
X
Gingiva : Makula difus kecoklatan di labial rahang atas
dan rahang bawah
Mukosa Bukal : Tidak ada kelainan
Mukosa Labial : makula putih bulat tepi eritem ireguler
diameter +- 3 mm
Palatum Durum : Tidak ada kelainan
Palatum mole : Tidak ada kelainan
Frenulum : Tidak ada kelainanLidah :Terdapat macula kecoklatan di 2/3 dorsum
Dasar Mulut Tidak ada kelainan
Gambar 2.5 Pada kontrol kedua ulser sudah sembuh
Kalkulus index
16
-
11
-
26
-
46
X
31
-
36
X
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
14/40
14
Gambar 2.6 Pada kontrol kedua pasien sudah menggunakan sikat lidah dan lesipada ujung lidah sudah sembuh
2.3.5. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
2.3.6. Diagnosis
D/ post Recurrent Apthous Stomatitis minor suspek defisiensi nutrisi
vitamin B12 dan asam folat di regio 4
D/ Pigmentasi fisiologis pada gusi dan lidah
2.3.7. Rencana Perawatan
Instruksi kepada pasien : menggunakan tongue scraper apabila lesi
putih kembali muncul pada lidah, dan menggunakan obat kumur
antiseptik.
Saran kepada pasien : mengatur pola makan, istirahan dan nutrisi yang
cukup dan konsumsi vitamin B12 secara teratur apabila sudah terjadi
peradangan atau kemerahan sebagai tanda awal sariawan.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
15/40
15
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
16/40
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.Stomatitis Aphtosa Rekuren
3.1.1. Definisi, Etiologi, dan Gambaran Klinis
Stomatitis aphtosa rekuren (SAR) merupakan suatu kelainan dengan
adanya lesi ulseratif secara berulang tanpa diikuti tanda penyakit lainnya
(Greenberg, 2008). Penggunaan kata aphtosa berasal dari Bahasa Yunani
yaitu aphtai yang sering digunakan untuk mendeskripsikan kelainan dalam
mulut). SAR merupakan suatu lesi ulseratif pada mukosa oral yang sering
ditemui (Volkov, et. al, 2009).
Ulcer merupakan suatu defek pada epitel yang terdapat sebuah depresi
yang menyebabkan hilangnya lapisan epidermal. Ulcer yang terdapat pada
SAR biasanya berbentuk bulat atau ovoid dengan dasar kekuningan dan
ditandai adanya halo kemerahan (Scully, 2004).
Menurut Cawson dan Odel (2008), etiologi dari SAR yaitu :
Faktor genetik
Adanya bukti bahwa factor genetik merupakan factor
predisposisi dalam terjadinya SAR. Factor genetic sar
berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigen),
namun masih terdapat pertentangan mengenai hal ini.
Infeksi
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
17/40
17
Banyak penelitian yang membahas peran mikroorganisme pada
Stomatitis Aphthous Rekuren diantaranya adalah herpes
simplex virus, varicella zoster virus, cytomegalovirus dan
streptococcus. Tetapi hal ini belum terbukti bahwa suatu
infeksi dapat menyebabkan SAR secara langsung (Cawson dan
Odell, 2008).
Trauma
Beberapa pasien mungkin berfikir SAR terjadi akibat trauma.
Trauma tersebut dapat mengawali terjadinya SAR pada pasien
yang telah memiliki kelainan ini sebelumnya.
Kelainan sistem imun
Salah satu penelitian menjelaskan bahwa, adanya respon imun
yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan
ulserasi local mukosa oral. Respon imun tersebut berupa aksi
sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa dimana
pemicunya tidak diketahui (Nisa, 2011 cit Casiglia, 2010).
Penyakit gastrointestinal
Lesi SAR sering dihubungkan dengan penyakit gastrointestinal
yang biasanya berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 dan
asam folat dikarenakan adanya malabsorbsi. Pada 5% dari
pasien aphtae berhubungan dengan penyakit usus besar.
Defisiensi hematologi
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
18/40
18
Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi dapat
ditemukan sebagai etiologi dari 20% pasien dengan SAR.
Factor hormonal
Pada beberapa wanita, SAR berkaitan dengan fase stress dari
luteal pada saat siklus menstruasi. Pada 2 hari menjelang
menstruasi terjadi peurunan estrogen dan progesterone secara
mendadak. Penurunan estrogen ini menyebabkan kurangnya
suplai alirand arah ke perifer yang kemudian terjadi gangguan
pada keseimbangan sel, termasuk sel-sel rongga mulut dan
juga memperlambat proses keratinisasi sehingga jaringan
mulut rentan terhadap iritasi local yang memudahkan
terjadinya SAR. Sedangkan progesterone berfungsi dalam
mengatur pergantian epitel mukosa mulut. (Nisa, 2011).
Stress
Penelitian menunjukkan adanya korelasi antara stress dengan
munculnya lesi SAR. Stress dinyatakan berperan secara tidak
langsung terhadap episode SAR (Nisa, 2011 cit Lubis, 2005).
Pada kondisi stress, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang
aksis HPA (Hypothalamus-ptituary-adrenal cortex). Adrenal
cortex mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen
dari respon imun. Kortisol akan melepaskan glukokortikoid
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
19/40
19
dan katekolamin yang akan menyebabkan penurunan produksi
sitokin tipe satu dan meningkatkan produksi sitokin tipe 2,
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sitokin tipe 1 dan 2.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ketidakseimbangan
antara sitokin tipe 1 dan 2 berperan penting dalam hubungan
antara stress dan system imun. (Nisa, 2011 cit Agawal, 2001).
Stress yang diakibatkan stressor psikologis akan menakibatkan
perubahan berbagai tingkat molekul pada sel-sel
imunokompeten. Perubahan yang terjadi dapat mengakibatkan
adanya keadaan patologis pada sel epitel rongga mulut,
sehingga sel lebih peka terhadap rangsang (Nisa, 2011 cit
Sulistyani, 2003).
Infeksi HIV
SAR dikenal sebagai salah satu ciri dari infeksi HIV. Frekuensi
dan derajat keparahannya berkaitan dengan tingkat keparahan
dari defisiensi imun. Ulser yang menyerupai aphtous besar
biasanya terlihat pada pasien positif HIV, dan pasien yang
tidak terinfeksi HIV namun terdapat gangguan imunodefisiensi
lain seperti myelodysplastic sindrom dan neutropenia jinak
(Scully, et. al, 2003).
Merokok
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
20/40
20
Terdapat hubungan terbalik antara perilaku merokok degan
SAR. Pasien yang menderita SAR biasanya bukan perokok.
Prevalensi SAR pada perokok berat lebih kecil dibandingkan
dengan moderate smoker (Scully, et. al, 2003). Terdapat
laporan bahwa perokok berat yang berhenti merokok
mengalami SAR.
SAR memiliki gambaran klinis berupa ulcer yang dikelilingi halo
eritem, terasa sakit, sering berulang pada rentang waktu 3-4 minggu hingga
beberapa bulan. Mukosa non keratinisasi seperti mukosa bukal, bagian lateral
lidah.
3.1.2. Klasifikasi
3.1.3. Recurrent Aphtous Stomatitis Minor
Menurut Scully (2003), RAS minor merupakan tipe RAS yang sering
terjadi (75-85% kasus). Memiliki gambaran klinis lesi yang dangkal, dasar
kekuningan dan kemerahan pada tepinya, berbentuk bundar dengan diameter
5-10 mm, biasanya sembuh dalam waktu 10-14 hari dan tidak meninggalkan
bekas luka. RAS minor biasanya terdapat pada mukosa tidak berkeratin
seperti mukosa bukal dan labial, dasar mulut, dan bagian ventral atau sentral
dari lidah.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
21/40
21
Gambar 3.1 Stomatitis Aphtosa rekuren Minor (Scully, C.,2003)
3.1.4.
Recurrent Aphtous Stomatitis Mayor
SAR mayor merupakan tipe yang jarang terjadi. Pada tipe ini ulser
memiliki gambaran klinis yang hamper sama dengan SAR minor namun
diameternya 1 sentimeter atau bahkan lebih. Lesi SAR mayor biasanya
bertahan hingga beberapa bulan dan rasa sakitnya diperparah ketika pasien
makan. Lesi SAR mayor sering terdapat pada dorsum lidah, gingiva, dapat
juga mengenai palatum lunak. Pada saat penyembuhannya, SAR mayor akan
meninggalkan jaringan parut.
Gambar 3.2 Stomatitis Aphtosa Rekuren Mayor (Nisa, 2011)
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
22/40
22
3.1.5.
Recurrent Aphtous Stomatitis Herpetiform
SAR tipe ini juga jarang terjadi. Lesi yang terdapat pada SAR tipe ini
biasanya berdiameter 1-2 mm namun pada satu episode terdapat banyak lesi
dan biasanya mengenai mukosa yang tidak berkeratin. Ulser-ulser kecil pada
SAR tipe ini dapat bergabung menjadi suatu ulser irregular.
Gambar 3.3 Stomatitis Aphtosa Rekuren Herpetiform (Scully,
C.,2008)
3.1.6. Tahap Perkembangan ulser
Menurut Greenberg dan Glick (2008), beberapa fase perkembangan
ulcer adalah :
1. Tahap prodromal
Tahap ini merupakan suatu tahap yang jarang terjadi pada semua pasien.
Tahap ini berlangsung 2-48 jam. Pasien merasakan tidak enak di dalam
mulut, dapat disertai dengan gejala demam seperti malaise.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
23/40
23
2. Tahap pre-ulseratif
Pada tahap ini terdapat pembengkakan dan kemerahan pada mukosa.
3. Tahap ulseratif
Pada tahap ini pasien biasanya merasakan adanya nyeri local pada mukosa
mulut. Terlihat pula adanya lesi cekung berbentuk bulat atau oval regular
dengan margin tajam dan jelas serta dikeliling daerah yang eritem dan
odema. Tahap ini merupakan tahap yang dominan.
4.
Tahap penyembuhan
Pada tahap ini pasien merasakan nyerinya sudah berkurang, dan terlihat
adanya pseudomembran serta adanya gambaran granulasi.
5. Tahap remisi
Lama pasien melewati masa ini tergantung factor etiologinya.
3.1.7. Diagnosis dan Terapi
Untuk menegakkan diagnosis dalam kasus SAR diperlukan anamnesis
apakah lesi tersebut sering terjadi berulang kali, riwayat dalam keluarga yang
menderita hal yang sama, kejadian yang menyertai ketika timbul lesi, serta
kapan pertama kali terjadi lesi tersebut. Selain anamnesis, diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dengan melihat ciri-ciri, diameter, serta
lokasi distribusi ulser. Selain itu dilihat pula apakah terdapat jaringan parut
pada daerah yang diduga sering terdapat lesi RAS mayor. Untuk membantu
menegakkan diagnosis perlu juga ditanyakan apakah terdapat kelainan
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
24/40
24
sistemik yang diderita pasien, penyakit gastrointestinal, kekurangan darah,
dan lain-lain.
Terapi yang dilakukan pada kasus RAS yang tidak terkait dengan
penyakit sistemik adalah terapi yang bersifat paliatif. Beberapa terapi yang
dapat diberikan untuk mengurangi keluhan pasien menurut Cawson dan Odell,
(2008) :
Kortikosteroid
Kortiko steroid topical seperti pasta triamsinolon dapat digunakan
untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi inflamasi yang
terjadi pada ulser.
Obat kumur tetrasiklin
Dapat digunakan dalam pengobatan RAS tipe herpetiform yaitu
dengan melarutkan kapsul tetrasiklin 250 mg dengan air dan
digunakan sebagai obat kumur selama 2-3 menit, 3 kali sehari.
Chlorhexidine
Chlorhexidine gluconate 0.2% sering digunakan sebagai obat
kumur dalam kasus aphtae. Digunakan 3 kali sehari setelah makan
dan dikumur selama 1 menit. Chlorhexidine dapat mengurangi
durasi dan ketidaknyamanan pasien dengan RAS.
Preparat topical salisilat
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
25/40
25
Berguna sebagai antiinflamasi dan juga memiliki efek local.
Preparat dalam bentuk gel sehingga mudah diaplikasikan pada lesi.
3.1.8. Diagnosa Banding
3.1.8.1. Traumatic Ulcer
Lesi traumatic ulcer biasanya disebabkan oleh tergigit, adanya
trauma dari gigi tiruan atau bahan-bahan kimia. Lesi ini biasa muncul
pada daerah yang rawan trauma, seperti bibir, mukosa bukal, atau pada
bagian yang berlawanan dari sayap gigi tiruan. Lesi trauma yang terjadi
diakibatkan bagian tajam pada gigi atau restorasi sering terdapat pada
lidah atau mukosa bukal. Adanya luka tergigit pada mukosa bukal juga
dapat disebabkan karena pasien tergigit setelah prosedur dental yang
menggunakan anastesi local.
Lesi traumatic ulcer berwarna kuning keabuan pada dasarnya
namun kemerahan pada tepiannya. Selain itu terdapat juga inflamasi,
pembengkakan jaringan dan eritema, namun kejadian ini tergantung
kepada etiologi yang menyebabkan trauma. Lesi ini akan sembuh sekitar
7-10 dan apabila kausa dihilangkan. Namun apabila lesi menetap lebih
dari 10 hari dan terdapat kecurigaan etiologi tertentu, maka biopsy dapat
dilakukan.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
26/40
26
Lesi traumatic ulcer dibedakan dari lesi SAR yaitu dengan melihat
bentuk lesi. Pada kasus SAR tepian lesi oval atau bular regular, sedangkan
pada traumatic ulcer bentuk lesi adalah irregular.
3.1.8.2. Infeksi Herpes Simplex Virus
Infeksi virus herpes simplex merupakan kelainan oral yang
memiliki tanda klinis mirip dengan SAR. Anamnesa riwayat pasien yang
lengkap dan pemeriksaan klinis memiliki peranan penting untuk
menentukan diagnosa SAR atau infeksi virus herpes simplex. Manifestasi
lesi infeksi herpes biasanya bermula dari sekelompok vesikel berwarna
putih keabuan yang ruptur menjadi ulcer. Ulcer yang terjadi biasanya
berjumlah beberapa buah, dangkal, dan berupa titik-titik kecil dengan
diameter 1 mm atau kurang. Ulcer-ulcer tersebut dapat bersatu hingga
mencapai diameter 1.5 mm. Terlihat halo eritema tipis tidak beraturan
pada tepi lesi. Lokasi yang sering terdapat lesi ini biasanya di gusi cekat,
palatum keras, dan vermillion border. Pada SAR lesi tidak menular,
namun pada infeksi virus herpes simplex lesi yang masih dalam tahapan
berupa vesikel dan ulcer memiliki kemungkinan untuk menular kepada
host yang rentan.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
27/40
27
Gambar 3.5 Infeksi Herpes Virus
3.1.8.3. Bechets syndrome
Pada sindrom ini, ulser merupakan salah satu manifestasi oral yang
nampak. Selain ulser yang terdapat pada oral, ulser lainnya juga terdapat
pada genital, untuk itu perlu ditanyakan pada saat anamnesa, apakah ulser
hanya terdapat pada oral atau terdapat pula di bagian tubuh lainnya.
Sindrom ini merupakan suatu penyakit multisystem yang banyak
menyerang laki-laki. 3 tanda primer yang menjadi karakteristik dari
penyakit ini adalah iridocyclitis yang berulang, ulserasi pada daerah
genital, dan lesi pada membrane mukosa oral. Lokasi yang sering terdapat
ulserasi pada daerah oral adalah bibir, mukosa bukal, gingiva, dan lidah.
Beberapa ulser yang terjadi pada mukosa oral dapat menyatu menjadi lesi
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
28/40
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
29/40
29
sendiri merupakan deposit melanin pada jarinan ikat tanpa penambahan
melanosit. Lesi dari pigmentasi biasanya berupa makula berwarna kecoklatan dan
sering terdapat pada mukosa berkeratin seperti gingiva.
Tidak terdapat efek klinis dari adanya pigmentasi ini karena masih termasuk
dalam variasi normal, namun sering kali mengganggu secara estetis. Perawatan
yang dapat dilakukan untuk pigmentasi adalah bedah gingivektomi atau terapi
dengan laser. Diganosa banding untuk pigmentasi fisiologis adalah pigmentasi
yang disebabkan oleh obat, melanosis yag disebabkan oleh kebiasaan merokok
(smoking-induced melanosis).
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
30/40
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan sakit hingga tidak bisa makan pada
bibir bawah sejak 1 minggu lalu dan belum pernah diobati. Diketahui tidak
ada riwayat demam, akhir-akhir ini pasien memiliki pola makan dan istirahat
yang kurang teratur. Pasien sering mengalami sariawan hampir setiap bulan
sejak SMA, biasanya berdekatan dengan waktu haid. Lokasi sariawan
berpindah-pindah, namun sering terdapat pada bibir dan pipi. Tidak ada
kelainan ekstra oral dan pada pemeriksaan intra oral didapat lesi 1 buah ulcer
berbentuk bulat dengan diameter 5mm, tepi eritem ireguer, dasar cekung.
Pada temuan intra oral juga didapatkan selaput putih pada 2/3 dorsum dan
makula kecoklatan pada gingiva rahang atas dan bawah. Pasien berusaha
mengurangi keluhan dengan mengkonsumsi vitamin C namun sariawan tidak
sembuh.
Berdasarkan anamnesa, pasien mengaku bahwa sering mengalami
sariawan yang berulang yang timbul apabila banyak aktivitas dan pola makan
yang kurang teratur. SAR lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan
pria, pada orang kulit putih, dan tidak merokok. SAR terjadi pada semua
umur namun lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan biasanya dimulai
pada dekade kedua kehidupan. Sariawan pada pasien timbul tidak disertai
dengan adanya demam hal ini mengarah pada diagnosis SAR. Demam yang
terjadi pada pasien dapat membantu membedakan apakah lesi sariawan
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
31/40
31
tersebut hasil dari infeksi virus. Lesi yang terjadi akibat infeksi virus
biasanya diawali dengan demam atau malaise.
Tingginya aktivitas pasien menyebabkan asupan makanan yang
kurang teratur dan kurangnya asupan vitamin. Pasien mengaku kurang
memakan sayuran dan suplemen vitamin serta sering memakan gorengan.
Menurut Cawson dan Odell (2008), 20% pasien penderita SAR etiologinya
disebabkan kekurangan asam folat, vitamin B12 dan zat besi. Diduga,
defisiensi vitamin menyebabkan menurunnya kualitas mukosa sehingga
bakteri mudah melekat pada mukosa dan terjadi penurunan sintesis protein
yang menghambat metabolisme sel (Tyldesley, 2003). Selain asupan gizi
yang berkurang, pola makan dan istirahat yang tidak teratur juga dapat
menyebabkan ras dengan menurunkan imunitas pasien.
Faktor predisposisi lain dari RAS adalah faktor hormonal. Pada
beberapa wanita RAS terjadi pada fase luteal dari siklus menstruasi (Cawson
dan Odell, 2008). Pada fase awal menstruasi (fase folikular atau proliferatif)
terjadi peningkatan level estrogen, dan pada saat bersamaan hormon
luteinizing (LH) memicu sekresi progesteron dan mulai memasuki fase luteal.
Pada fase luteal dan jika sel telur tidak dibuahi maka korpus luteum akan
mengalami kematian sel serta terjadi penurunan plasma level progesteron dan
estradiol (Mascarenhas, et al, 2003). Kadar progesteron yang rendah pada
saat fase ini menyebabkan kurangnya efek self limiting process, penurunan
polimorphonuclear leukocytes dan permeabilitas vaskuler (Soetiarto, et al,
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
32/40
32
2009). Hal tersebut diduga sebagai faktor yang berkontribusi menyebabkan
SAR pada siklus menstruasi.
Etiologi autoimun atau reaksi hipersensitif terhadap mikroba dalam
mulut merupakan salah satu faktor etiologi SAR. Mekanisme SAR belum
diketahui secara pasti, namun diperkirakan sel mediator imun seperti sel T,
makrofag, dan mast cell yang memproduksi THF . THF kemudian
menyebabkan inflamasi akibat efek adhesi dari sel endotel dan kemotaksis
neutrofil (Vivek, 2011).
Tanda klinis yang didapat pada pasien adalah adanya 1 buah ulser
pada mukosa labial dengan diameter 5mm, bulat, tepi erythema ireguler,
dasar cekung. Tanda klinis yang ditemukan pada pasien sesuai dengan
kriteria SAR menurut Scully (2003), yaitu SAR tipe minor memiliki
karakteristik ulser yang terdapat pada mukosa tidak berkeratin (mukosa
labial, mukosa bukal, dan dasar mulut) dengan ukuran 5-10 mm. Lesi SAR
tipe minor memiliki bentuk bulat dengan dasar cekung dan tepi eritem
ireguler (erythematous halo). Porter, et al. (2000), juga menjelaskan lesi SAR
juga terdapat pada palatum dan dorsum lidah dan lesi dapat sembuh dalam
waktu 1-2 minggu tanpa meninggalkan bekas luka.
Kurangnya asupan vitamin yang menyebabkan rentannya mukosa oral
terhadap infeksi bakteri, dan pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan
penurunan self limiting process, serta rekasi hipersensitif terhadap mikroba
merupakan faktor-faktor yang saling berkontribusi satu sama lain dalam
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
33/40
33
proses terjadinya SAR. Pada pasien tidak ditemukannya faktor lokal yang
dapat memicu terjadinya SAR, seperti tambalan yang overhang, kalkulus,
atau sisa akar yang tajam.
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis diagnosa yang
dapat ditegakkan adalah pasien menderita SAR tipe minor dengan suspek
defisiensi nutrisi asam folat. Untuk menegakkan diagnosis ini, diperlukan
pemeriksaan penunjang yaitu tes serologi dan histopatologi untuk
memastikan etiologi dari SAR, namun pada kasus ini pemeriksaan penunjang
tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas dan biaya pasien.
Tujuan dari perawatan SAR adalah untuk mengurangi gejala,
mengurangi jumlah dan ukuran dari ulcer, dan meningkatkan durasi dari
waktu tidak terjadinya SAR pada pasien dengan efek samping yang minimal
(Vivek, 2011). Terapi empirik dilakukan pada pasien ini dikarenakan adanya
diagnosa dengan suspek defisiensi nutrisi dan tidak dilakukan tes imunologi
dan serologi untuk menentukan etiologi SAR secara tepat. Pada kunjungan
pertama, pasien diberikan kenalog orabase untuk meringankan keluhan
pasien. Pasien juga diberikan vitamin B12 yang dikonsumsi satu kali sehari
untuk membantu menyeimbangkan nutrisi dalam tubuh yang diduga menjadi
penyebab terjadinya SAR.
Untuk mengurangi rekurensi terjadinya SAR pasien disarankan untuk
mengatur pola makan, istirahat dan meminum air putih. Pasien juga diberikan
edukasi apabila terjadi gejala awal SAR maka disarankan untuk kompres
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
34/40
34
dengan obat kumur antiseptik (chlorhexidine gluconate 0.2 %) dan
mengkonsumsi vitamin B12 dua kali sehari. Kompres dengan antiseptik
chlorhexidine gluconate 0.2% bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri yang dapat memperparah inflamasi pada SAR.
Kenalog orabase diberikan dengan tujuan untuk mengurangi
inflamasi, meredakan nyeri dan memperkecil ulser. Kenalog orabase
merupakan salah satu merek dagang dari kortikosteroid topikal yaitu
triamsinolon asetonid yang termasuk dalam golongan glukokortikoid.
Orabase menunjukkan bahwa obat ini digunakan di dalam mulut. Kenalog
orabase mengandung triamcinolon acetonida 0.1%. Kenalog orabase
berbentuk pasta, yang jika dioleskan pada lesi akan membentuk lapisan dan
melindungi ulser sehingga pasien merasa lebih nyaman. Kenalog orabase
yang diaplikasikan pada lesi akan melepaskan kandungan kortikosteroidnya
dan berperan sebagai anti inflamasi, sehingga dapat meredakan inflamasi dari
ulser pasien (Cawson dan Odell, 2008). Pemberian obat kortikosteroid
kepada pasien perlu diperhatikan karena pemakaian yang berkepanjangan
dapat menyebabkan pertumbuhan jamur candidayang tidak terkendali.
Pemeriksaan klinis pada dorsum lidah pasien ditemukan selaput putih
yang dapat diangkat dan tidak berdarah ketika diangkat. Penilian oral
hygienedan pengetahuan tentang kebersihan mulut sedang. Ditanyakan pula
mengenai kebiasaan pasien membersihkan lidah dengan sikat lidah, dan
pasien mengaku belum pernah menggunakan sikat lidah.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
35/40
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
36/40
36
kortikosteroid. Berdasarkan temuan klinis pada lidah dan anamnesa,
ditegakkan coated tongue atau lidah berselaput sebagai diagnosa penyerta
dari kasus SAR pasien. Diagnosis banding dari coated tonguepada kasus ini
adalah candidosis tipe pseudomembran. Perawatan yang dapat dilakukan
untuk diagnosis coated tongue adalah dengan menyarankan pasien menjaga
oral hygiene dan menggunakan sikat lidah setiap hari. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi penumpukan plak pada lidah.
Diagnosis penyerta lainnya adalah pigmentasi fisiologis pada gusi dan
lidah. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan temuan klinis adanya makula
keccoklatan di gingiva bagian labial rahang atas dan bawah, serta pada lidah
di 2/3 dorsum. Menurut Greenberg (2003), pigmentasi fisiologis dapat
ditemukan pada gingiva bagian fasial dan lingual serta pada lidah, dan jarang
ditemukan pada permukaan mukosa lainnya. Penampakan klinis dari
pigmentasi fisiologis yaitu terdapat makula kecoklatan yang difus dan
multipel. Pigmentasi fisiologis biasa terdapat pada ras kulit hitam, asia, dan
ras kaukasian berkulit gelap. Hal ini masih termasuk dalam variasi normal
namun belum mengganggu secara estetis. Apabila pasien terganggu secara
estetik dapat dilakukan intervensi bedah.
Pasien datang untuk kontrol 5 hari kemudian. Berdasarkan anamnesa,
pasien mengaplikasikan kenalog orabase pada 3 hari pertama dan sudah
mengkonsumsi vitamin namun belum teratur dan sudah menggunakan sikat
lidah. Pada pemeriksaan klinis terlihat lesi makula pada mukosa labial
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
37/40
37
terlihat berukuran 3mm dan memiliki tepi eritem ireguler. Pasien juga
mengeluhkan rasa sakit di ujung lidah. Pada temuan klinis didapat
pembesaran papila kurang dari 1mm dan pada bagian palatal 11 terdapat
bagian tambalan yang kasar.
Menurut Greenberg (2003), lesi SAR yang ringan berukuran 3-10 mm
akan sembuh dalam waktu 1 minggu dan akan sembuh total tanpa
meninggalkan luka dalam 10-14 hari. Lesi ulser yang ditemukan pada
kunjungan ini merupakan lesi penyembuhan dari SAR. Pemeriksaan klinis
menunjukkan adanya pengurangan diameter lesi yang semula 5mm menjadi 3
mm dan pasien mengaku rasa sakitnya berkurang pada hari ketiga
pengaplikasian kenalog orabase. Hal ini menunjukkan terapi yang diberikan
dapat mengurangi keluhan pasien dan mempercepat penyembuhan lesi ulser.
Pada kunjungan kontrol pertama pasien juga mengeluhkan adanya rasa
sakit pada ujung lidah. Pemeriksaan klinis pada daerah lawan dari ujung lidah
terdapat bagian kasar pada regio gigi 11 dan diduga melukai ujung papila
lidah. Pasien mengaku sedang dalam perawatan saluran akar pada gigi 11.
Diagnosa penyerta yang dapat ditegakkan adalah traumatic papilla.
Perawatan yang diberikan pada kunjungan kontrol adalah melanjutkan
pemberian kenalog orabase dan obat kumur chlorhexidine gluconate 0.2%
dengan tujuan untuk mengurangi inflamasi lesi dan mempercepat
penyembuhan lesi. Pasien disarankan untuk tetap mengkonsumsi vitamin B
kompleks yang diganti menjadi multivitamin Surbex Z. Penggantian vitamin
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
38/40
38
B kompleks dengan multivitamin Surbex Z bertujuan untuk melengkapi
nutrisi tubuh pasien, dikarenakan multivitamin Surbex Z juga mengandung
asam folat. Sebanyak 15% pasien SAR mengalami defisiensi asam folat
(Nisa, 2011). Pemberian multivitamin B kompleks yang disertai asam folat
akan mempercepat penyembuhan lesi SAR dan memperpanjang waktu lesi
SAR untuk rekuren. Perawatan yang sebaiknya diberikan pada kasus
traumatik papila adalah menghilangkan etiologi trauma, seperti
menghaluskan permukaan tambalan atau gigi tiruan. Pada kasus ini yaitu
menghaluskan permukaan tambalan pada gigi 11. Jika hal ini dapat
dilakukan, lesi dapat hilang dalam 7-10 hari (Jordan, 2004). Pasien juga
disarankan untuk tetap menjaga kondisi tubuh dengan makan yang teratur
dan istirahat yang cukup. Pasien disarankan untuk melakukan kontrol 1
minggu kemudian.
Setelah 20 hari, pasien kembali datang untuk kunjungan kontrol
kedua. Pasien mengaku keluhan telah hilang setelah menggunakan kenalog
orabase selama 1 minggu. Pasien telah menjaga oral hygiene dan sudah
makan dengan teratur. Pada kunjungan ketiga sudah tidak terlihat adanya lesi
pada mukosa labial, selain itu pada ujung papila lidah juga sudah tidak
terlihat adanya pembesaran papila akibat trauma restorasi pada gigi 11. Pada
pemeriksaan klinis, terdapat makula kecoklatan pada 2/3 dorsum lidah dan
gingiva rahang atas dan bawah, namun pasien tidak memiliki keluhan
terhadap lesi tersebut.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
39/40
39
Pada kunjungan ketiga, pasien telah melewati masa penyembuhan lesi
SAR, yaitu 10-14 hari. Pasien mengaku setelah 1 minggu pemberian kenalog
orabase lesi ulser sudah hilang. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
kenalog orabase dengan didukung pemberian multivitamin B kompleks
secara per oral dapat membantu mempercepat penyembuhan lesi dalam
waktu 1 minggu. Pasien telah menjaga oral hygiene dengan mulai rajin
mnyikat lidah, sehingga pada kunjungan ini sudah tidak terlihat plak
keputihan pada dosrsum lidah. Pasien hanya diberikan saran untuk menjaga
pola makan, nutrisi dan istirahat yang cukup serta menjaga oral hygiene
dengan penggunaan sikat lidah dan obat kumur antiseptik untuk mengurangi
rekurensi terjadinya SAR. Pasien juga diinstruksikan untuk mengkonsumsi
vitamin B12 secara teratur jika sudah terjadi kemerahan sebagai tanda awal
rekurensi SAR. Perawatan bedah untuk diagnosa pigmentasi fisiologis tidak
dilakukan karena tidak ada keluhan estetis dari pasien.
-
8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS
40/40
BAB V
KESIMPULAN
SAR merupakan lesi ulseratif yang sering ditemukan pada masyarakat. Untuk
dapat membedakan lesi ulseratif SAR dengan lesi lainnya diperlukan anamnesa dan
pemeriksaan klinis yang baik dan menyeluruh. Kebiasaan pasien, riwayat penyakit,
dan pola hidup pasien juga perlu diketahui untuk membantu menegakkan diagnosis.
Penatalaksanaan SAR bertujuan untuk menghilangkan etiologi dan memperpanjang
masa rekurensi. Jika pemeriksaan penunjang tidak dapat dilakukan maka pilihan
terapi adalah bersifat empirik. Temuan klinis dan keluhan lainnya perlu diperhatikan
sehingga terapi yang diberikan dapat bersifat menyeluruh dan tidak terbatas pada
keluhan pasien saja.