ptk ips
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi pembelajaran IPS di negara kita sampai saat ini masih banyak
diwarnai dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu
ceramah. Metode ceramah itu lebih menitikberatkan guru sebagai pusat
informasi atau guru hanya menyalurkan ilmu saja kepada siswanya (teacher
centre), sedangkan siswa hanya sebagai pendengar setia saja. Ditambah lagi
guru sering menugaskan siswa untuk menghapal atau menulis (mencatat)
semua materi dalam pembelajaran IPS.
Pada akhirnya sering kali kita mendengar bahwa pelajaran IPS itu
sangat membosankan, jenuh bahkan siswa menjadi pasif dalam proses
pembelajaran berlangsung. Siswa tidak antusias dalam proses pembelajaran
tersebut, yang berdampak tidak berhasilnya siswa dalam pembelajaran IPS.
Oleh karena itu, keberhasilan dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh
kemampuan guru dalam menggunakan strategi, metode dan teknik belajar
serta kreativitas guru dalam menggunakan metode-metode pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang akan disampaikan oleh guru selama proses
pembelajaran.
Salah satu faktor penentu keberhasilan dari proses pembelajaran adalah
faktor kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran. Proses pembelajaran yang efektif tidak dapat muncul dengan
sendirinya, tetapi guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat mencapai kompetensi tertentu yang telah
ditetapkan. Guru sebagai fasilitator bertugas sebagai pengelola pembelajaran
(instruktur/pengajar) sekaligus sebagai pengelola kelas (manager). Menurut
Wright (dalam Suciati, 2005 : 5.17), di samping bertugas mengelola
pembelajaan, guru dituntut menguasai materi pembelajaran sekaligus
menyajikan secara tepat, sehingga materi pembelajaran dapat dipahami siswa
dan kompetensi pembelajaran dapat tercapai.
Tingkat keberhasilan pembelajaran serta penguasaan materi yang
diajarkan guru dapat kita ketahui melalui nilai yang diperoleh siswa dalam
kegiatan evaluasi pembelajaran. Dari hasil evaluasi inilah seorang guru akan
menentukan tindak lanjut dari pembelajaran tersebut, apakah proses dan hasil
pembelajaran tersebut dilakukan pengayaan ataukah perbaikan. Perbaikan
akan dilakukan oleh seorang guru apabila hasil evaluasi yang diperoleh siswa
masih rendah.
Keberhasilan pembelajaran IPS konsep jual beli di kelas III SD
Negeri 2 Serayukaranganyar antara lain ditunjukkan dengan dikuasainya
materi pembelajan oleh siswa. Ketercapaian proses pembelajaran tersebut
dapat diukur dengan tes hasil belajar. Hasil test awal sebagai temuan awal
dari jumlah siswa kelas III sebanyak 20 siswa baru 7 orang siswa saja atau 35
% yang mempunyai nilai 7,00 ke atas. Batas ketuntasan minimal (KKM IPS
di SD Negeri 2 Serayukaranganyar adalah 7,00). Menyadari adanya
kesenjangan antara kenyataan pencapaian tujuan dengan harapan yang
dituangkan dalam tujuan pembelajaran, peneliti merasakan adanya masalah
yang menghambat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran tersebut.
Sadar akan adanya masalah dan bercermin dari pelaksanaan pembelajaran
yang telah dilaksanakan dengan gambaran ideal tentang pembelajaran yang
semestinya, maka selanjutnya peneliti merefleksi hal-hal yang kurang untuk
kemudian mengidentifikasi masalah yang ada. Hasil identifiasi dalam refleksi
tersebut akan ditindaklanjuti dalam kegiatan perbaikan pembelajaran melalui
penelitian tindakan kelas (PTK).
Berawal dari rekaman proses pembelajaran dan hasil belajar tersebut,
peneliti minta bantuan dosen pembimbing guna mengidentifikasi kekurangan
dari pembelajaran yang telah peneliti laksanakan. Dari hasil diskusi dengan
dosen pembimbing terungkap adanya masalah yang terjadi dalam
pembelajaran, yaitu:
1. Pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan rendah.
2. Siswa kurang berminat dalam belajar.
Berdasarkan masalah yang telah terindentifikasi tersebut, peneliti
mencoba melakukan analisis masalah, berdiskusi dengan teman sejawat dan
dosen pembimbing serta bertanya kepada siswa tentang pembelajaran yang
telah peneliti laksanakan selama ini. Dari rangkaian proses tersebut, akhirnya
dapat dianalisis beberapa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab
rendahnya hasil belajar siswa antara lain adalah: (1) model pembelajaran
yang dipilih guru terlalu didominasi oleh metode ceramah, sehingga
menyebabkan abstraksi konsep; (2) guru menjelaskan terlalu cepat; (3) guru
kurang memberikan contoh konkret yang mudah dipahami oleh siswa; (4)
guru tidak memberi kesempatan bertanya kepada siswa; (5) guru kurang
menggali potensi dan rasa ingin tahu dalam diri siswa; (6) guru kurang
memperhatian kognitif siswa; dan (7) guru tidak menggunakan peraga,
sehingga konsep yang diberikan terlalu abstrak.
Berangkat dari akar masalah tersebut atas saran dosen pembimbing,
peneliti memilih alternatif pemecahan masalah melalui penerapan metode
bermain peran (role playing) dengan mengoptimalkan penggunaan peraga
gambar. Melalui model pembelajaran ini diharapkan:
1. Siswa memperoleh pengalaman belajar yang nyata tentang
konsep jual beli.
Siswa dapat memperoleh pengalaman belajarnya sendiri tentang konsep
jual beli.
Hal tersebut mengingatkan kita, bagaimana seharusnya siswa belajar.
Janganlah siswa hanya mendengar ceramah saja dari gurunya, karena mudah
lupa dan terlupakan. Siswa diharuskan lebih aktif dan ikut terlibat langsung
dalam proses belajar mengajar IPS pada khususnya (student centre). Agar
pembelajaran tersebut lebih bermakna bagi siswa.
Apalagi sekarang ini dunia pendidikan disuguhkan dengan adanya
berbagai macam strategi, metode dan teknik pembelajaran. Adapun Metode-
metode pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: (1) Lesson Study, (2)
Examples Non Examples, (3) Picture and Picture, (4) Numbered Heads
Together, (5) Cooperative Script, (6) Pembelajaran Berdasarkan Masalah, (7)
Explicit Instruction (Pengajaran Langsung), (8) Inside-Outside-Circle
(Lingkaran kecil-Lingkaran besar), (9) Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC), (10) Student Facilitator and Explaining, (11) Course
Review Horay, (12) Talking Stick, (13) Bertukar Pasangan, (14) Snowball
Throwing, (15) Artikulasi, (16) Mind Mapping, (17) Student Teams –
Achievement Divisions (STAD), (18) Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi
dari Number Heads), (19) Scramble, (20) Word Square, (21) Kartu Arisan,
(22) Concept Sentence, (23) Make-A Match (Mencari Pasangan), (24) Take
and Give, (25) Tebak Kata, (26) Metode Diskusi, (27) Metode Jigsaw, (28)
Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation), (29) Metode Inquiry,
(30) Metode Debat, (31) Metode bermain peran (role playing), (32) Metode
Pemecahan Masalah (Problem Solving), (33) Metode Team Games
Tournament(TGT), dan lain-lain. (Dikutip dari www.google.com learning-
withme. blogspot.com/2011/09/pembelajaran.html - 91k).
Dari banyaknya metode pembelajaran tersebut, maka guru dapat
memilih strategi, metode dan teknik belajar itu dengan leluasa, dan dapat
menggunakannya sesuai dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa
dalam pembelajaran IPS. Sehingga diharapkan tujuan pendidikan nasional,
tujuan institusional, tujuan kurikuler maupun tujuan kompetensi dasar dapat
tercapai dengan maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Dan kegiatan
belajar mengajar merupakan kegiatan yang utama untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Untuk itu, agar siswa tertarik pada mata pelajaran IPS serta mampu
mengaplikasikannya. Diperlukan suatu metode pembelajaran IPS yang
berbeda dalam kegiatan proses belajar mengajarnya, yakni yang lebih
interaktif, tidak monoton, memberikan keleluasaan berfikir pada siswa serta
siswa ikut terlibat langsung dalam proses belajar mengajarnya. Agar proses
pembelajaran bagi siswa menjadi bermakna. Pembelajaran yang dapat
melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar mengajar adalah
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre). Guru tidak hanya
berperan sebagai penyampai informasi saja, tetapi sebagai fasilitator,
motivator dan pembimbing yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan pola fikirnya dan kemampuan dasarnya. Salah satu alternatif
pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPS pada topik
kegiatan jual beli di kelas III adalah dengan menggunakan metode bermain
peran (role playing). Metode ini dapat menggali kemampuan siswa dalam
kerjasama, komunikatif, sosialisasi dan dapat menginterpretasikan suatu
kejadian.
Menurut Mansyur yang dikutip oleh Sagala (2007:213) kebaikan-
kebaikan metode bermain peran (role playing) antara lain: (a) siswa melatih
dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi bahan yang akan di
perankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara
keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan
demikian daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama, (b) siswa akan
terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain para pemain
dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang
tersedia, (c) bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga
memungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran dari sekolah, (d)
kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya,
(e) siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung
jawab dengan sesamanya, (f) bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa
yang baik agar mudah dipahami orang lain.
Kelemahan metode bermain peran (role playing) antara lain: (a)
sebagian besar anak yang tidak ikut bermain peran mereka menjadi kurang
kreatif, (b) banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka
pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukkan, (c)
memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi
kurang bebas, (d) sering kelas lain terganggu oleh suara para pemain, dan lain-
lain.
Oleh karena itu, dalam memberikan materi pembelajaran IPS guru harus
pandai-pandai memilah dan memilih metode yang akan digunakan harus
disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan. Penyampaian materi yang
menggunakan metode bermain peran (role playing) diharapkan dapat
melibatkan siswa dan menarik minat siswa sehingga memudahkan siswa
dalam memahami materi pelajaran serta dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian terhadap pengaruh metode bermain peran (role playing) untuk
meningkatkan hasil belajar siswa SD. Maka penelitian ini diberi judul :
”Penggunaan Metode Bermain Peran (Role Playing) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa SD Kelas III Pada Topik Memahami Lingkungan dan
Melaksanakan Kerjasama di Sekitar Rumah dalam Pembelajaran IPS”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,
secara umum permasalahan penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan
hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas III SDN 02
Serayukaranganyar Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dengan
menggunakan metode bermain peran (role playing).
Penelitian ini dapat menjadi lebih terarah, maka permasalahan tersebut
dijabarkan kedalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran IPS
menggunakan metode bermain peran (role playing)?
2. Bagaimana respon siswa setelah pembelajaran IPS menggunakan metode
bermain peran (role playing)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode bermain peran
(role playing) di kelas III SDN 02 Serayukaranganyar kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga . Tujuan secara khusus dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui terjadinya peningkatan hasil belajar siswa setelah
pembelajaran IPS menggunakan metode bermain peran (role playing).
2. Mengetahui respon siswa setelah pembelajaran IPS menggunakan metode
bermain peran (role playing).
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bagi siswa
a. Melatih keberanian, keterampilan, dan rasa percaya diri siswa pada
saat melaksanakan pembelajaran IPS dengan menggunakan metode
bermain peran (role playing).
b. Memberikan pengalaman belajar dan mampu mengimplementasikan
konsep jual beli melalui permainan.
c. Meningkatkan mutu proses dan mutu hasil belajar
2. Bagi guru
a. Untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar.
b. Mengembangkan pembelajaran alternatif untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPS.
c. Memberikan pengalaman pada guru dalam merancang penggunaan
metode bermain peran (role playing) dalam pembelajaran IPS di SD.
d. Sebagai perbandingan dalam menggunakan metode pembelajaran.
3. Bagi Kepala Sekolah
Menambah wawasan dan pemikiran baru bagi kepala sekolah dalam
memberikan saran dan masukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
4. Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan yang sangat
berharga untuk menambah wawasan dalam bidang akademik.
5. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
dunia pendidikan pada umumnya, dan bagi SDN 2 Serayukaranganyar
pada khususnya dalam rangka meningkatkan hasil belajar dalam
pembelajaran IPS di SD dengan menggunakan salah satu metode
pembelajaran yaitu metode bermain peran (role playing).
E. Definisi Istilah
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap berbagai istilah.
Maka, beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penggunaan
Penggunaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara
menggunakan pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk
menggunakan peran dan tugas yang dimiliki oleh pihak-pihak tertentu dan
tingkah dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Metode
Metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru
menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa-siswa agar
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan
pembelajaran dapat tercapai dengan efektif (Suradisastra, dkk
1991/1992:91).
3. Bermain peran
Bermain peran adalah suatu teknik kegiatan belajar yang
menekankan pada kemampuan penampilan warga belajar untuk
memerankan suatu status atau fungsi suatu pihak-pihak lain yang terdapat
pada dunia kehidupan (Sujana 1983:77).
Menurut Wahab, A. A (2007:109) bermain peran (role playing)
adalah berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu
untuk tujuan-tujuan tertentu seperti menghidupkan kembali suasana
historis misalnya mengungkapkan kembali perjuangan para pahlawan
kemerdekaan, atau mengungkapkan kemungkinan keadaan yang akan
datang.
4. Metode bermain peran (role playing)
Menurut Surachman (1984:102) bahwa “metode bermain peran (role
playing) dalam pelaksanaannya sering disilihgantikan”. Bermain peran
(role playing) menekankan kenyataan dimana siswa diturutsertakan dalam
memainkan peranan dan mendramatisasikan masalah-masalah hubungan
sosial.
5. Hasil belajar
Menurut Wahab, A. A (2007:85) bahwa hasil belajar adalah
merupakan kerjasama antara guru dan siswa. Selain itu, hasil belajar
merupakan tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
belajar mengajar yang ditampilkan dalam beberapa bentuk hasil belajar.
6. Pembelajaran
Menurut Surya, M yang dikutip oleh Sukirman, D dan Djumhana, N
(2008:6) pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
7. Ilmu Pengetahuan Sosial
Djahiri yang dikutip oleh Sapriya, dkk (2006:7) mengemukakan
bahwa IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah
konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian
diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan
program pengajaran pada tingkat persekolahan.
Menurut Mulyasa, (2004:194) mata pelajaran ilmu pengetahuan
sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu sebagai penyederhana,
adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep
dan keterampilan-keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi
dan ekonomi.
F. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif dengan teknik penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research). Metode ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa atau kejadian yang terjadi pada saat
sekarang” (Sudjana & Ibrahim,1995:64). Pendekatan kualitatif adalah
pendekatan yang memandang bahwa kenyataan sebagai suatu yang berdimensi
jamak, utuh/merupakan kesatuan, dan berubah/open ended. Oleh karena itu
rancangan dalam penelitian ini tidak dapat disusun secara rinci dan baku
karena disesuaikan dengan perkembangan selama proses penelitian
berlangsung.
Untuk memperoleh data penelitian, maka diperlukan teknik
pengumpulan data dengan menggunakan instrumen-instrumen penelitian,
diantaranya : (1) Lembar Observasi. Yaitu alat untuk mengukur kegiatan
proses pembelajaran atau pada saat proses pembelajaran berlangsung yang
meliputi siswa, cara guru mengajar. Hasil observasi yang dilakukan oleh
observer dianalisis sebagai bahan refleksi untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan dari proses pembelajaran yang berlangsung sehingga pada
pembelajaran berikutnya dapat diperbaiki. (2) Wawancara. Wawancara
dilaksanakan antara peneliti dengan beberapa siswa serta antara peneliti
dengan observer melalui pedoman wawancara yang telah disediakan. Hasil
wawancara yang dilakukan menggunakan pedoman wawancara, kemudian
ditarik kesimpulan secara umum mengenai penggunaan metode bermain peran
(role palying) dalam pembelajaran IPS. (3) Angket. Angket adalah sejumlah
pertanyaan mengenai kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, yang
diberikan pada siswa setelah seluruh kegiatan dilakukan. (4) Tes Tulis. Data
tes berasal dari tes yang dilakukan setiap akhir siklus pembelajaran, data hasil
tes berupa jawaban-jawaban siswa dengan tipe soal pilihan ganda dan isian.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan
menggunakan metode bermain peran (role palying), maka data yang diperoleh
dari hasil tes dapat dilihat di setiap siklus.
Data yang terkumpul dari hasil tindakan dan observasi akan secepatnya
dianalisis dan diinterpretasi sehingga segera dapat diketahui apakah tindakan
yang telah dilakukan telah tercapai tujuan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.
BAB II
PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SD SD KELAS III
PADA TOPIK MEMAHAMI LINGKUNGAN DAN MELAKSANAKAN
KERJASAMA DI SEKITAR RUMAH
DALAM PEMBELAJARAN IPS
Fokus pembahasan pada bab ini adalah menjelaskan lebih lanjut mengenai
hal-hal yang menjadi dasar acuan teoritis yang berkaitan dengan judul dalam
penelitian ini. Pembahasan bab ini terbagi dalam 4 sub bab, diantaranya: (1)
membahas tentang konsep metode bermain peran (role playing). Yang
didalamnya memaparkan pengertian mengenai metode mengajar, metode bermain
peran (role playing) yang dikemukakan oleh berbagai para ahli serta membahas
langkah-langkah pelaksanaan dalam menggunakan metode bermain peran (role
playing). (2) Hasil belajar. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian
hasil belajar yang dikemukakan dari berbagai sumber dan hasil belajar dalam
pendidikan IPS. (3) Konsep dasar IPS.
Dalam sub bab ini penulis memaparkan pengertian IPS, fungsi dan tujuan
IPS, dan karakteristik pembelajaran IPS di Sekolah Dasar (SD). (4) Kegiatan jual
beli. Dalam sub bab ini akan membahas mengenai jenis kegiatan jual beli di
lingkungan rumah dan sekolah, mengelompokkan jenis barang, dan manfaat jual
beli. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu di bawah ini.
A. Konsep Metode Bermain Peran (Role Playing)
1. Pengertian Metode Mengajar
Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian umum, metode
diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan
pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara
sistematis. ‘Metode mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi
pelajaran kepada siswa’ (Tardif dalam Syah, M. 2004:201).
Menurut Dahlan (1984:21) bahwa “metode mengajar adalah suatu
rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur
materi pelajaran dan memberikan petunjuk pada pengajar di kelas dalam
pengajaran”. Menurut Wesley dan Wronski (1965) yang dikutip oleh
Wahab, A. A (2007:83) bahwa ‘metode mengajar adalah kata yang
digunakan untuk menandai serangkaian kegiatan yang diarahkan oleh guru
yang hasilnya adalah belajar pada siswa’. Dengan demikian metode dapat
pula diartikan sebagai proses atau prosedur yang hasilnya adalah belajar
atau dapat pula merupakan alat melalui makna belajar menjadi aktif.
Sudirman (1991:21) mengemukakan tentang metode mengajar berikut ini.
Metode mengajar merupakan upaya guru membantu memudahkan
proses belajar, sehingga diharapkan dalam jangka panjang para siswa
dapat meningkatkan kemampuan belajarnya secara efektif dan mudah
menyerap atau memperoleh informasi, gagasan, kemampuan, nilai-nilai,
berpikir serta dapat mengekspresikan dirinya.
Selain itu Sudjana (1983:76) mengungkapkan mengenai pengertian
metode mengajar seperti di bawah ini. Metode mengajar adalah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran. Jadi, peranan metode mengajar ialah sebagai
alat ukur menciptakan proses belajar mengajar, dan diharapkan dengan
metode yang baik akan tercipta interaktif edukatif antara guru sebagai
pembimbing dan siswa sebagai orang yang dibimbing.
Di lihat dari pengertian-pengertian di atas, metode mengajar banyak
macamnya. Oleh karena itu, pemilihan suatu metode mengajar yang baik
harus sesuai dengan tujuan pengajaran itu sendiri. Pada hakekatnya,
mengajarnya itu adalah suatu proses dimana pengajar dan siswa
menciptakan lingkungan yang baik agar terjadi kegiatan belajar yang
multiguna.
Setiap metode yang dipilih haruslah mengungkapkan berbagai
realitas yang sesuai dengan situasi kelas dan pandangan hidup, yang
dihasilkan dari kerjasama antar guru dan siswa. Dalam penciptaan metode-
metode mengajar, jika guru menginginkan siswa yang produktif dan
kreatif, maka guru haruslah membiarkan siswa untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan gayanya sendiri dan penerapan metode
mengajarpun haruslah mengikuti kebutuhan siswa.
Memilih dan menggunakan metode mengajar adalah merupakan kiat
guru berdasarkan pengetahuan metodologisnya serta pengalaman
mengajarnya yang sebenarnya telah menyatu dengan dirinya. Oleh sebab
itu, pada akhirnya tentu yang terbaik adalah mengkombinasikan berbagai
metode dan teknik mengajar disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan
keadaan siswa serta karakteristik materi pelajaran yang akan disampaikan.
2. Metode Bermain Peran (Role Playing)
Metode adalah salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam
setiap proses belajar mengajar. Sebagaimana Suradisastra, dkk
(1991/1992:91) mengungkapkan bahwa:
Metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa-siswa agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif.
Sebagai sebuah cara dan alat, maka akan sangat tergantung kepada
keterampilan pemakainya serta kondisi dan keadaan yang dihadapi. Untuk
mencapai suatu tujuan tertentu maka, sebuah alat harus difungsikan
dengan baik oleh pemakainya. Dalam hal ini guru sebagai orang yang
menggunakan alat atau metode dalam mengajar harus memilih metode
yang tepat dalam proses belajar mengajar, karena banyak sekali jenis-jenis
metode dalam pengajaran. Salah satu metode dalam proses belajar
mengajar adalah bermain peran (role palying).
Wahab, A. A (2007:109) mengemukakan dalam bukunya bahwa:
Bermain peran (role palying) adalah berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu seperti menghidupkan kembali suasana historis misalnya mengungkapkan kembali perjuangan para pahlawan kemerdekaan, atau mengungkapkan kemungkinan keadaan yang akan datang.
Banyak pendapat para ahli yang mengungkapkan tentang pengertian
metode bermain peran (role palying). Di bawah ini akan dipaparkan
sebagian pengertian metode tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1) Sagala (2007:213) mengungkapkan bahwa:
Metode bermain peran (role playing) merupakan cara menyajikan
bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau
mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Jadi,
metode bermain peran (role playing) ialah metode mengajar yang
dalam pelaksanaannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk
mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu
problem agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang muncul
dari situasi.
2) Fanie dan Shaftel yang di kutip oleh Wahab, A. A (2007:109)
mengungkapkan bahwa:
Metode bermain peran (role playing) dirancang khususnya untuk
membantu para siswa mempelajari nilai-nilai sosial dan
pencerminannya dalam perilaku. Dan bahwa metode bermain peran
(role playing) mempunyai berbagai fungsi namun dua fungsi utamanya
adalah “education for citizen” dan “group counseling” yang dilakukan
oleh guru di kelas.
3) Surachman (1984:102) mengemukakan bahwa:
Metode bermain peran (role playing) dalam pelaksanaannya sering
disilihgantikan. Bermain peran (role playing) menekankan kenyataan
dimana siswa diturutsertakan dalam memainkan peranan dan
mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
4) Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1996:107) bahwa:
Metode bermain peran (role playing) merupakan metode yang sering
digunakan nilai-nilai dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam hubungan sosial dengan orang-orang di lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Dalam melaksanakannya siswa-siswa
diberi berbagai peran tertentu dalam melaksanakan peran tersebut,
serta mendiskusikan di kelas.
Dari sekian banyaknya pendapat dari berbagai para ahli mengenai
metode bermain peran (role playing), maka dapat disimpulkan bahwa
metode tersebut merupakan salah satu metode yang dapat menyajikan
bahan pelajaran dengan cara memainkan peranan dan mendramatisasikan
suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, dengan harapan agar
peserta didik dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hubungan
sosial dengan orang-orang di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
Disamping itu, metode ini digunakan pula untuk membentuk para
siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu sosial,
mengembangkan empati terhadap orang lain dan berupaya memperbaiki
keterampilan sosial. Dalam metode ini para siswa dibimbing untuk
memecahkan berbagai konflik, belajar mengambil peranan orang lain dan
mengamati perilaku sosial. Dengan berbagai penyesuaian, metode ini
dapat digunakan untuk berbagai bidang studi peserta didik dari berbagai
usia (Winataputra, 1992:40).
Selain pengertian metode bermain peran (role playing), adapula
beberapa teknik yang dilakukan dalam bermain peran (role playing) yang
dapat membantu siswa untuk memiliki kemampuan diantaranya:
1. Mengembangkan kemampuan untuk melakukan hubungan
interpersonal (antar pribadi).
2. Mengapresiasi perspektif atau sudut pandang pendapat orang lain.
3. Mengetahui perspektif atau pendapat orang lain atau siswa lain.
4. Mengetahui dampak keputusan seseorang terhadap orang lain.
5. Menguasai materi atau bahan pelajaran. (Sudjana, 1983:78-79)
Sudjana (1983:78-79) mengemukakan bahwa teknik bermain peran
adalah suatu teknik kegiatan belajar yang menekankan pada kemampuan
penampilan warga belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi
pihak-pihak lain yang terdapat pada dunia kehidupan.
Adapun tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode bermain
peran (role playing) antara lain adalah:
1. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
2. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
3. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi
kelompok secara spontan.
4. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Bermain peran (role playing) selain mempunyai beberapa kelebihan
juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sebagai berikut:
1. Kelebihan Metode Bermain Peran (role playing):
a. Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi
bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami,
menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi
yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingat siswa
harus tajam dan tahan lama.
b. Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu
bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan
pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga
dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran dari
sekolah. Jika seni peran mereka dibina dengan baik, kemungkinan
besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.
d. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan
sebaik-baiknya.
e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi
tanggung jawab dengan sesamanya.
f. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar
mudah dipahami orang lain. (Djamarah dan Zain, 2006:100).
2. Kelemahan Metode Bermain Peran (role playing):
a. Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain peran mereka
menjadi kurang kreatif.
b. Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka
pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan
pertunjukkan.
c. Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit
menjadi kurang bebas.
d. Sering kelas lain terganggu oleh suara para pemain dan para
penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan dan sebagainya
(Djamarah dan Zain, 2006:100).
Disamping itu Clark dalam Wahab, A. A (2007:110) mengemukakan
beberapa kelemahan dalam menggunakan metode bermain peran (Role
playing) diantaranya:
1. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan
melakukan secara sungguh-sungguh.
2. Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana
kelas tidak mendukung.
3. Bermain peran tidak selamanya menuju pada arah yang diharapkan
seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan
berlawanan dengan apa yang diharapkannya.
4. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara
baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan
baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankannya.
5. Untuk berjalan dengan baik sebuah bermain peran, diperlukan
kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga
dapat bekerjasama dengan baik
3. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Bermain Peran (Role Playing).
Menurut Shaftel yang dikutip oleh Dahlan (1984:128) metode
bermain peran terdiri dari sembilan tahapan, yaitu:
a. Merangsang semangat kelompok,
b. Memilih peran,
c. Mempersiapkan pengamat,
d. Mempersiapkan tahap-tahap peran,
e. Pemeranan,
f. Mendiskusikan dan mengevaluasi peran dan sisinya,
g. Pemeranan ulang,
h. Mendiskusikan dan mengevaluasi pemeranan ulang,
i. Mengkaji kemanfataannya dalam kehidupan nyata melalui saling tukar
pengalaman dan penarikan generalisasi.
Menurut Roestiyah (2001:91) langkah-langkah pelaksanaan metode
bermain peran (Role playing) agar berhasil dengan baik yaitu dengan cara
sebagai berikut:
a. Guru harus menerangkan dan memperkenalkan kepada siswa tentang
teknik pelaksanaan metode bermain peran ini, bahwa dengan metode
ini siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial
yang aktual di masyarakat.
b. Guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan dimana masing-
masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya
sementara siswa lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu
pula.
c. Guru memilih masalah urgen, sehinggga menarik siswa.
d. Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus menceritakan
sambil mengatur adegan yang pertama.
e. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untu dapat
berperan, tetapi harus dipertimbangkan apakah ia tepat untuk perannya
itu. Bila tidak ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman seperti yang diperankan itu.
f. Siswa yang tidak turut menjadi penonton aktif, mendengarkan dan
melihat adegan yang dimainkan. Mereka harus bisa memberi saran dan
kritik pada apa yang dilakukan setelah adegan peranan selesai.
g. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu oleh guru dalam menimbulkan
kalimat pertama dalam dialog.
h. Setelah adegan itu dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan agar
kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan
secara umum. Sehingga siswa lain yang tidak berperan dapat
kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya.
Adegan peranan dapat dihentikan bila menemui jalan buntu.
i. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalah belum
terpecahkan, maka perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat
karangan yang berbentuk sandiwara.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang teknik bermain peran
agar berjalan efektif, maka secara garis besar langkah-langkah pelaksanaan
bermain peran (role playing), yaitu:
a. Penentuan topik dan tujuan bermai peran.
b. Guru memberikan gambaran secara garis besar situasi yang akan
dimainkan.
c. Guru memimpin pengorganisasian kelompok, peranan-peranan yang
akan dimainkan, pengaturan ruangan, pengaturan alat dan sebagainya.
d. Guru memberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada
kelompok dan pemegang peranan.
e. Pelaksanaan bermain peran (role playing).
f. Evaluasi dan pemberian balikan, baik berupa diskusi atau tanya jawab
(Roestiyah, 2001:91).
B. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Sebagai pendidik senantiasa ingin mengetahui keberhasilan proses
pembelajaran yang dilakukan telah mencapai tujuan pendidikan yang ada
dalam KTSP atau belum. Untuk itu harus ditentukan apa yang akan kita
nilai sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan yang di harapkan.
Menurut Wahab, A. A (2007:85) bahwa ’hasil belajar adalah
merupakan kerjasama antara guru dan siswa’. Namun demikian metode
atau teknik mengajar hanyalah salah satu komponen penting di dalam
keseluruhan interaksi belajar mengajar atau interaksi edukatif. Hasil
belajar adalah pola-pola perbuatan, nila-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan. Siswa memperoleh
informasi dan perubahan dari segi afektif, kognitif, dan psikomotor dari
pembelajaran yang dilakukan.
Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa setelah
mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang ditampilkan dalam
beberapa bentuk hasil belajar. Proses belajar mengajar yang optimal
memungkinkan hasil belajar optimal pula. Oleh karena itu, perlu
menggunakan metode atau teknik mengajar yang tepat agar mencapai
hasil belajar yang optimal.
Untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan belajar siswa
dapat dilakukan beragam teknik, baik berhubungan dengan proses belajar
maupun hasil belajar. Teknik untuk mengumpulkan informasi tersebut
pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar siswa terhadap
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian satu
kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian
hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Ada 7 (tujuh) teknik yang yang dapat digunakan, yaitu penilaian unjuk
kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian
produk, penggunaan portifolio dan penilaian diri (Pedoman Model
Penilaian Kelas, 2006:41).
Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada konsep jual beli dengan
menggunakan metode bermain peran (role playing), alat ukur atau teknik
penilaian yang digunakan salah satunya adalah penilaian unjuk kerja dan
penilaian tertulis. Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang
dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan
sesuatu, seperti bermain peran. Teknik penilaian unjuk kerja dapat
menggunakan alat atau instrumen seperti daftar cek (Check-list) atau skala
penilaian (rating scale). Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes
tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban diberikan
kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.
2. Hasil Belajar dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa setelah
mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang ditampilkan dalam
beberapa bentuk hasil belajar. Proses pengajaran yang optimal
memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Oleh karena itu,
penggunaan metode yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran dalam
proses belajar mengajar menunjukkan hasil belajar yang diperolehnya
pula. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran,
maka tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu.
Menurut Hamalik, O (2001:30) tingkah laku manusia terdiri dari
sejumlah aspek sehingga hasil belajar akan nampak pada setiap perubahan
pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek tersebut, adalah: (1)
Pengetahuan, (2) Pengertian, (3) Kebiasaan, (4) Keterampilan, (5)
Apresiasi, (6) Emosional, (7) Hubungan Sosial, (8) Jasmani, (9) Etis atau
budi pekerti, dan (10) Sikap.
Aspek-aspek tersebut di atas menunjukkan jika seseorang telah
melakukan perbuatan belajar, maka akan terlihat terjadinya perubahan
dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku sebagai hasil belajar
yang telah dilakukannya. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa hasil
belajar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diharapkan meliputi
aspek kehidupan siswa, yang harus ditampilkan dalam kehidupan sehari-
hari dengan berbagai bentuk kemampuan, baik kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotor. Namun yang terpenting dalam hasil belajar IPS,
tidak sekedar hasil yang diperoleh setelah mengikuti proses belajar
mengajar tetapi hasil diperoleh adalah bagaimana siswa mengikuti proses
belajar mengajar.
Hal yang terpenting dalam hasil belajar yang diperoleh adalah
diharapkan materi pelajaran IPS dapat diserap dan disosialisasikan secara
optimal dan mantap dengan berbagai keterampilan belajar kadar tinggi,
sehingga peserta didik mampu menampilkan sikap perilaku yang baik
dalam kehidupan sosial di lingkungan masyarakat.
C. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Di bawah ini ada beberapa pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
yang dikutip dalam buku yang berjudul “Pembelajaran dan Evaluasi Hasil
Belajar IPS” oleh Sapriya, dkk (2006).
a. Keller yang dikutip oleh Sapriya, dkk (2006:6), mengatakan bahwa:
IPS sebagai suatu panduan dari pada sejumlah ilmu-ilmu sosial dan
ilmu lainnya yang tidak terikat oleh ketentuan disiplin/struktur ilmu
tertentu melainkan bertautan dengan kegiatan-kegiatan pendidikan
yang berencana dan sistematis untuk kepentingan program pengajaran
sekolah dengan tujuan memperbaiki, mengembangkan dan memajukan
hubungan-hubungan kemanusiaan kemasyarakatan.
b. Dalam Kurikulum 2006 yang dikutip oleh Sapriya, dkk (2006:7)
mengemukakan IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS
mengkaji seperangkat isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran
IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui
mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga
negara Indonesia yang demokrasi dan bertanggung jawab, serta warga
dunia yang cinta damai.
c. Masson yang dikutip oleh Sapriya, dkk (2006:6) mengartikan bahwa:
”IPS sebagai suatu pengajaran yang membimbing para pemuda-
pemudi ke arah menjadi warga Negara yang cerdas, hidup fungsional,
efektif, produktif dan berguna”.
d. Somantri (1988) yang dikutip oleh Sapriya, dkk (2006:7)
mengemukakan bahwa: Pendidikan IPS adalah penyederhanaan
disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya
serta masalah-masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
e. Djahiri yang dikutip oleh Sapriya, dkk (2006:7) mengemukakan
bahwa: IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah
konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya
kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk
dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.
Mulyasa, E (2004:194) mengemukakan tentang pengertian mata
pelajaran IPS berikut ini. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
adalah suatu bahan kajian yang terpadu sebagai penyederhana, adaptasi,
seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan
keterampilan-keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi dan
ekonomi.
Pembelajaran IPS yang telah dilaksanakan sampai saat ini, baik pada
pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi, tidak menekankan
kepada aspek teoritis keilmuannya, melainkan lebih ditekankan kepada
segi praktis mempelajari, menelaah, mengkaji gejala dan masalah sosial,
yang tentu saja bobotnya sesuai dengan jenjang pendidikan masing-
masing. Pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang
melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan
cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya,
memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan
sumber daya yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta
mempertahankan kehidupan masyarakat manusia.
Sebenarnya IPS ini berinduk kepada ilmu sosial dengan pengertian
bahwa teori, konsep dan prinsip yang diterapkan pada ilmu pengetahuan
sosial adalah teori konsep prinsip yang ada dan berlaku pada ilmu sosial.
Ilmu sosial dengan keilmuannya, digunakan untuk melakukan pendekatan,
analisa, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial pada
pengkajian IPS (Nursid, 1984:10-11).
Menurut Suradisastra (1992:4-6) bahwa “IPS merupakan kajian
tentang manusia dan dunia sekelilingnya. Yang menjadi kajian pokok IPS
adalah tentang hubungan antar manusia. Latar telaahnya adalah kehidupan
nyata manusia”. Secara mendasar, pengajaran IPS berkenaan dengan
kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan
kebutuhannya. Ilmu Pengetahuan Sosial berkenaan dengan cara manusia
menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi
kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber daya yang ada di permukaan
bumi, mengatur kesejahteraannya dan pemerintahannya, dan lain
sebagainya yang mengatur serta mempertahankan kehidupan masyarakat
manusia.
Dari sekian banyaknya pendapat dari berbagai sumber tentang
pengertian IPS maka, dapat dirumuskan dalam ide pokok, yaitu sebagai
berikut:
a. Ilmu pengetahuan yang merupakan perpaduan dari ilmu sosial dan
ilmu lainnya.
b. Diorganisasikan secara selektif.
c. Prinsip pertimbangan ilmiah, psikologis dan praktis.
d. Untuk tujuan pendidikan di sekolah (Sapriya, dkk.,2006:15).
2. Fungsi dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi oleh Mulyasa, E (2004:195)
pengetahuan sosial di SD dan MI mempunyai fungsi untuk
mengembangkan pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan peserta
didik untuk dapat menelaah masalah sosial yang dihadapi sehari-hari serta
menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap perkembangan bangsa dan
negara Indonesia. “The Social Science Education Frame Work for
California School” dalam Djahiri yang dikutip oleh Sapriya, dkk
(2006:13) mengemukakan 5 tujuan pokok pembelajaran IPS adalah:
a. Membina siswa agar mampu mengembangkan pengertian/pengetahuan
berdasarkan data, generalisasi serta konsep ilmu tertentu maupun yang
bersifat interdisipliner/komprehensif dari berbagai cabang ilmu sosial.
b. Membina siswa agar mampu mengembangkan dan mempraktekkan
keanekaragaman keterampilan studi, kerja dan intelektualnya secara
pantas dan tepat sebagaimana diharapkan ilmu-ilmu sosial.
c. Membina dan mendorong siswa untuk memahami, menghargai dan
menghayati adanya keanekaragaman dan kesamaan kultural maupun
individual.
d. Membina siswa kearah turut mempengaruhi nilai-nilai kemasyarakatan
serta juga dapat mengembangkan-menyempurnakan nilai-nilai yang
ada pada dirinya.
e. Membina siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan
baik sebagai individu maupun sebagai warga negara.
Dalam Kurikulum 2004 tujuan mata pelajaran pengetahuan sosial
adalah sebagai berikut:
a. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi,
sejarah dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan
psikologis.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri,
memecahkan masalah dan keterampilan sosial.
c. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai social dan
kemanusiaan.
d. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Sedangkan menurut Wahab, A. A (2007:34) pengembangan
kurikulum IPS di Indonesia pada tahun 1972 paling tidak telah
menetapkan delapan tujuan umum pengajaran IPS di Indonesia
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesadaran ekonomi rakyat.
b. Meningkatkan kesejahteraan jasmani dan kesejahteraan rohani.
c. Meningkatkan efesiensi, kejujuran dan keadilan bagi semua warga
negara.
d. Meningkatkan mutu lingkungan.
e. Menjamin keamanan dan keadilan bagi semua warganegara.
f. Memberikan pengertian tentang hubungan internasional bagi
kepentingan bangsa Indonesia dan perdamaian dunia.
g. Meningkatkan saling pengertian dan kerukunan antar golongan dan
daerah dalam menciptakan kesatuan dan persatuan nasional.
h. Memelihara keagungan sifat-sifat kemanusiaan, kesejahteraan
rohaniah dan tata susila yang luhur.
3. Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di
Sekolah Dasar (SD)
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar bersifat
integratif, karena materi yang diajarkan merupakan akumulasi sejumlah
disiplin ilmu sosial. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pun lebih
menekankan aspek pendidikan dari pada transfer konsep. Karena melalui
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial siswa diharapkan memahami
sejumlah konsep, dan melatih sikap, nilai, moral dan keterampilannya
berdasarkan konsep yang telah dimilikinya.
Menurut Djahiri (1979) yang dikutip oleh Sapriya, dkk (2006:8)
mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran IPS adalah sebagai
berikut:
a. IPS berusaha mempertautkan teori, ilmu dengan fakta atau sebaliknya.
b. Penelaahan IPS bersifat komprehensif, integrated, broadfield,
multiresources dari berbagai ilmu sosial dan ilmu lainnya.
c. Mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inquiri agar
siswa mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional dan anlitis.
d. Berusaha menghubungkan teori dengan kehidupan nyata di
masyarakat.
e. IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil
(mudah berubah), sehingga titik berat pembelajaran adalah terjadinya
proses internalisasi secara mantap dan aktif pada diri siswa agar siswa
memiliki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan
kehidupan nyata pada masyarakatnya.
f. IPS mengutamakan hal-hal, arti dan penghayatan hubungan
antarmanusia yang bersifat manusiawi.
g. Pembelajaran tidak hanya mengutamakan pengetahuan semata, juga
nilai dan keterampilan.
h. Berusaha untuk memuaskan setiap siswa yang berbeda melalui
program maupun pembelajarannya.
i. Dalam pengembangan program pembelajaran senantiasa melaksanakan
prinsip-prinsip karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan
yang menjadi ciri IPS itu sendiri.
Pembelajaran sebagai suatu proses, menurut Surya (2004:8-9)
berlandaskan dari prinsi-prinsip, yaitu :
a. Sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku.
b. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan tingkah laku secara
keseluruhan.
c. Merupakan suatu proses.
d. Terjadinya karena adanya sesuatu pendorong atauu tujuan yang akan
dicapai.
e. Merupakan bentuk pengalaman.
Pada hakikatnya pembelajaran merupakan suatu proses dimana guru
dan siswa bersama-sama menciptakan lingkungan yang baik sehingga
tercipta kegiatan mengajar yang berdaya guna. Pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar didasarkan pada rencana pengajaran. Pengajaran yang
berhasil akan bergantung pada rencana pengajaran yang disusun guru.
Perencanaan yang baik tidak hanya dirancang untuk diaplikasikan dalam
bentuk aksi mengajar guru, tetapi harus dirancang agar tercipta suasana
interaksi yang lebih baik antara guru dan siswa.
Untuk itu diperlukan metode dan model pembelajaran yang
mengungkapkan berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas yang
dihasilkan dari kerjasama guru dan siswa. Sehubungan dengan itu, maka
guru dalam mengelola proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas
hendaknya mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
siswa dalam mempelajari bahan yang akan disampaikan oleh guru, serta
cara guru menjelaskan materi kepada siswa.
Dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar (KBM),
seorang guru harus pandai-pandai memotivasi siswanya untuk terbuka,
kreatif, responsif, interaktif, dan evaluatif. Sebab kegiatan belajar
mengajar itu sangat erat hubungannya dengan metode pembelajaran.
Dalam konteks tersebut, bahwa metode pembelajaran bermain peran (role
playing) dapat dijadikan salah satu alternatif, selain metode ceramah yang
hampir dijadikan sebagai satu-satunya metode pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
D. Memahami Lingkungan dan Melaksanakan Kerjasama di Sekitar
Rumah.
Penjabaran bahan pengajaran Memahami Lingkungan dan Melaksanakan
Kerjasama di Sekitar Rumah dalam standar isi, kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Mata pelajaran IPS kelas III sekolah dasar tahun 2006
(Depdiknas. , 2008 : 164) adalah :
Standar Kompetensi
1. Memahami lingkungan dan melaksanakan kerjasama di sekitar rumah dan
sekolah.
Kompetensi Dasar
1.2. Memelihara lingkungan rumah alam dan buatan di sekitar rumah
Materi pokok
Lingkungan Sekitar
Indikator
1.2.1. Menjelaskan cara memelihara/merawat lingkungan alam.
1.2.2. Menyebutkan cara-cara merawat/ memelihara lingkungan buatan.
Pembelajaran Memahami Lingkungan dan Melaksanakan Kerjasama di
Sekitar Rumah yang tercantum di dalam kurikulum akan dikembangkan oleh
peneliti dan diterapkan melalui metode Role Playing (bermain peran).
Langkah-langkah proses belajar mengajar yang dilakukan guru dalam
menggunakan pendekatan lingkungan yaitu :
1. Perencanaan
a. Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa berkaitan
dengan strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai
sasaran belajar, sumber belajar dan sarana belajar.
b. Menentukan obyek yang akan diamati keterkaitannya dengan tujuan
pembelajaran dan kemudahan-kemudahan dalam menggunakan
lingkungan seperti : biayanya murah, tidak terlalu memerlukan waktu
lama, keamanannya dan tersedianya sumber belajar yang harus
dipelajari.
c. Merumuskan cara belajar atau bentuk kegiatan yang harus dilakukan
selama proses belajar mengajar seperti : mengamati proses, mencatat
kejadian, melakukan wawancara dan mengkomunikasikan.
d. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok (5/6) orang dan setiap
kelompok diberi tugas untuk mengisi LKS dan melaporkan hasil
pekerjaannya di depan kelas.
2. Pelaksanaan
Langkah pelaksanaan yaitu melakukan kegiatan belajar di tempat
yang akan diamati siswa serta menempelkan alat peraga sesuai dengan
instrument yang telah disiapkan. Setiap kelompok mendiskusikan hasil
pengamatan untuk dilaporkan kepada guru dan kelompok lainnya
3. Tindak Lanjut (Follow Up)
Langkah tindak lanjut adalah langkah berupa kegiatan belajar di
dalam kelas untuk mendiskusikan hasil-hasil yang diperoleh dari
lingkungan. Setiap kelompok diminta untuk melaporkan hasil diskusi di
depan kelas, kelompok lain ditugaskan untuk menanggapi, pada akhirnya
guru memberikan penjelasan dan pembahasan akhir yang dikaitkan dengan
tujuan pembelajaran.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
kualitatif, yaitu pendekatan untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dan lain-lain, secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah. (Lexy J. Moleong, 2007 : 6)
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (Class Action Research), karena jenis penelitian ini mampu
menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan
profesionalisme pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas dengan
melihat kondisi siswa. (Suharsimi Arikunto, dkk, 2007 : 102)
B. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas pendidikan agama islam tentang ibadah
shalat fardhu, rancangan penelitian yang dibuat adalah sebagai
berikut:
1. Melihat kondisi riil hasil ulangan siswa melalui daftar nilai
serta tingkat ketercapaian dalam standar ketuntasan belajar
minimal (SKBM)
2. Menyiapkan media dan fasilitas pendukung
3. Menyusun rencana pembelajaran
4. Membuat panduan observasi untuk mengetahui tingkat pemahaman
siswa terhadap pembelajaran pendidikan agama islam pada materi
ibadah shalat fardhu
5. Menargetkan ketercapaian hasil pembelajaran 75% lebih siswa dapat
menguasai bahan pelajaran
C. Pelaksanaan Penelitian
Dalam melaksanakan PTK harus mengacu pada desain penelitian yang
telah dirancang sesuai dengan prosedur penelitian yang berlaku.Ada beberapa
ahli yang mengemukakan model penelitian dengan model yang berbeda,
namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang harus dilaluinya, yaitu:
(Suharsimi Arikunto, 2007 16-19)
1. Perencanaan (Planning). Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
2. Pelaksanaan (Acting). Tahap kedua dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan kelas.
3. Pengamatan (Observing). Tahan ketiga ini, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakuakn oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamat ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama.
4. Refleksi (Reflecting). Tahap keempat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan, jika penelitian ini kolaboratif. Adapun model penelitiannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar Alur Pelaksanaan Tindakan Penelitian Tindakan Kelas
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu. 2006. Metodik Khusus Pendidikan Agama (MKPA). Bandung: Armico.
Arief Armai. 2002. Pengantar Ilmu Dan Metologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.
Arifin Muzayyin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
As’ad Moh. 2001. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Daradjat Zakiyah. 2004. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Depag. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Intermasa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Fathurrohman Pupuh dan Sutikno, M. Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar:Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islam. Bandung: Refika Aditama.
Gintings Abdurahman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Humaniora.
Ghony Djunaidi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif. Malang: UIN Press.
Hamalik Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hall, Calvin S. dan Lindzey Gardner. 2003. Teori-Teori Holistik (Organik-Fenomenologis). Yogyakarta: Kanisius.
Khaeruddin dan Junaedi Mahfud. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Konsep dan Implementasinya di Madrasah. Jogjakarta: Pilar Media.
K, Roestiyah N. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Nazarudin Mgs. 2007. Manajemen Pembelajaran. Yogjakarta: Teras.
Prasetyo Bambang dan Jannah, Lina Miftahul. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN. 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam.
Purwanto Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sagala Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudijono Anas. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan Kualitatiif RD Bandung: Alfabeta.
Surakhmad Winarno. 2006. Metodologi Pengajaran Nasional. Jakarta: Jemmars.
Syah Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tafsir Ahmad. 2004. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tatapangarsa Humadi. 1974. Methodology Pendidikan Agama Islam. Malang: IKIP Malang.
Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yamin Martinis. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
Wahidmurni. 2008. Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan. Malang: UM Press.
Winkel, W.S. 2001. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Zuhairini, dkk. 2001. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.