ptk asli banget

Upload: gunawan-pelecing-lombok

Post on 29-May-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    1/30

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya

    dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan

    berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara,

    peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas

    sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara

    juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu

    melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami.Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan

    yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan,

    pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis.

    Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa

    depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi

    dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang

    berbicara. Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan berbicara di kalangan

    siswa Kelas V MI Perwanida, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas

    dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam

    membantu siswa terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang lebih

    memprihatinkan, ada pihak yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada

    mata pelajaran Bahasa Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini,

    asalkan mereka diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru (Depdiknas

    2004:9).

    Sementara itu, hasil observasi empirik di lapangan juga menunjukkan

    fenomena yang hampir sama. Keterampilan berbicara siswa kelas V MI Perwanida

    berada pada tingkat yang rendah; diksi (pilihan kata)-nya payah, kalimatnya tidak

    efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif.

    1

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    2/30

    Berdasarkan hasil observasi, hanya 20% (8 siswa) dari 40 siswa yang dinilai

    sudah terampil berbicara dalam situasi formal di depan kelas. Indikator yang

    digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, di antaranya

    kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan

    (penalaran), dan kontak mata.

    Ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa

    dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasukFaktor

    Eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan

    keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga

    yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di

    lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia ditengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana

    komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada

    umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar.

    Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan

    situasi tutur.

    Dari Faktor Internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber

    pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan

    terhadap tingkat keterampilan berbicara bagi siswa Kelas V MI Perwanida. Pada

    umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang

    konvensional dan miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan

    berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk

    belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang

    disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan

    situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya,

    keterampilan berbicara hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang

    rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional dan afektif. Ini

    artinya, rendahnya keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan serius bagi siswa

    untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya.

    2

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    3/30

    Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia

    telah menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara tentang

    bahasa (talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using

    language). Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa

    (form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata

    bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata

    (Nurhadi, 2000).

    Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak

    mungkin keterampilan berbicara di kalangan siswa Kelas V MI Perwanida akan terus

    berada pada aras yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan

    dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi)yang tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang

    masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan

    interaktif pada saat berbicara.

    Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan

    berbicara yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung

    aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar tentang

    bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih

    dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis,

    interaktif, menarik, dan menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan

    terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan.

    Pembelajaran keterampilan berbicara pun menjadi sajian materi yang selalu

    dirindukan dan dinantikan oleh siswa.

    Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengatasi faktor internal

    yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan siswa kelas V MI

    Perwanida, dalam berbicara, yaitu kurangnya inovasi dan kreativitas guru dalam

    menggunakan pendekatan pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran

    keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan.

    3

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    4/30

    Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi

    pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah

    pendekatan pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik, siswa diajak untuk berbicara

    dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian

    bahasa secara komprehensif.

    Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan kesempatan kepada

    siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan

    situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui

    pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam

    situasi dan konteks komunikasi alamiah senyatanya.

    Prinsip-prinsip pemakaian bahasa yang diterapkan dalam pendekatanpragmatik, yaitu :

    Penggunaan bahasa dengan memperhatikan aneka aspek situasi ujaran;

    Penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesantunan;

    Penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kerja sama; dan

    Penggunaan bahasa dengan memperhatikan faktor-faktor penentu tindak

    komunikatif.

    Melalui prinsip-prinsip pemakaian bahasa semacam itu, pendekatan pragmatik

    dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke

    dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan

    berbicara mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif,

    emosional, dan afektif.

    Melalui penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan

    berbicara, para siswa Kelas V MI Perwanida akan mampu menumbuhkembangkan

    potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak

    mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara matang, arif, dan

    dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan

    perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan

    kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi

    berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

    4

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    5/30

    Yang tidak kalah penting, para siswa juga akan mampu berkomunikasi secara

    efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis,

    mampu menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

    persatuan dan bahasa negara, serta mampu memahami bahasa Indonesia dan

    menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

    B. Rumusan Masalah

    1.Perumusan Masalah

    1.1 Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan

    pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa

    kelas V MI Perwanida?1.2 Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa

    Indonesia dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa Kelas V MI

    Perwanida?

    2. Tujuan Penelitian

    3.1 Untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

    menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan

    berbicara bagi siswa Kelas V MI Perwanida ;

    3.2 Untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa Kelas V MI

    Perwanida setelah pendekatan pragmatik digunakan dalam kegiatan

    pembelajaran bahasa Indonesia.

    3.Manfaat Penelitian

    Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    4.1 Para guru bahasa Indonesia dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu

    dilakukan dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran

    keterampilan berbicara, khususnya bagi siswa Kelas V MI Perwanida;

    4.2 Keterampilan berbicara siswa kelas V MI Perwanida kota Blitar, yang

    menjadi subjek penelitian ini mengalami peningkatan yang signifikan;

    4.3 Para guru bahasa Indonesia MI diharapkan menggunakan pendekatan

    pragmatik dalam menyajikan aspek keterampilan berbicara, bahkan guru

    5

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    6/30

    bahasa Indonesia di tingkat satuan pendidikan yang lebih tinggi, seperti

    SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA, diharapkan juga menggunakan hasil

    penelitian ini dalam upaya melakukan inovasi pembelajaran Bahasa

    Indonesia.

    6

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    7/30

    BAB II

    KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA

    Untuk mengkaji penggunaan pendekatan pragmatik dalam meningkatkan

    keterampilan berbicara bagi siswa Kelas V MI Perwanida digunakan teori yang

    berkaitan dengan keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di

    Kelas V MI Perwanida dan teori yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik

    sebagai inovasi tindakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan keterampilan

    berbicara bagi siswa Kelas V MI Perwanida.

    Keterampilan berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di MI saat

    ini, arah pembinaan bahasa Indonesia di sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaranbahasa Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Secara garis

    besar, tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah agar anak-anak dapat

    berbahasa Indonesia dengan baik. Itu berarti agar anak-anak mampu menyimak,

    berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan media bahasa Indonesia

    (Samsuri, 1987 dan Sadtono, 1988).

    Melalui harapan tersebut, pengajaran bahasa Indonesia dikelola agar anak-

    anak memiliki keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesia, seperti

    1. Menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan

    2. Membuat surat lamaran pekerjaan

    3. Berbicara di depan umum atau berdiskusi

    4. Berpikir kritis dan kreatif dalam membaca

    5. Membuat karangan-karangan bebas untuk majalah, koran, surat-surat

    pembaca, brosur-brosur, dan sebagainya.

    Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

    Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan

    Menengah, khususnya tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata

    pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI secara eksplisit dinyatakan bahwa bahasa

    memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

    didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

    7

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    8/30

    Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya,

    budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,

    berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan

    serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

    Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

    peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar,

    baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya

    kesastraan manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia

    merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan

    penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa

    dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didikuntuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Dengan

    standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia semacam itu diharapkan:

    1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,

    kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap

    hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;

    2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa

    peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber

    belajar;

    3. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan

    kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta

    didiknya;

    4. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan

    program kebahasaan dan kesastraan di sekolah;

    5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan

    kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang

    tersedia; dan

    6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan

    kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap

    memperhatikan kepentingan nasional.

    8

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    9/30

    Adapun tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki

    kemampuan:

    1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

    baik secara lisan maupun tulis;

    2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

    persatuan dan bahasa negara;

    3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif

    untuk berbagai tujuan;

    4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

    serta kematangan emosional dan sosial;

    5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

    berbahasa;

    6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya

    dan intelektual manusia Indonesia.

    Sedangkan, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakupi

    komponen- kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-

    aspek:

    (1) mendengarkan;

    (2) berbicara;

    (3) membaca; dan

    (4) menulis.

    Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa keterampilan

    berbicara merupakan salah salah satu aspek kemampuan berbahasa yang wajib

    dikembangkan di MI. Keterampilan berbicara memiliki posisi dan kedudukan yang

    setara dengan aspek keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis.

    Sementara itu, standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan

    berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD kelas V semester I

    berdasarkan Standar Isi dalam lampiran Peraturan Mendiknas Nomor 22/2006

    Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan Berbicara Mata Pelajaran

    9

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    10/30

    Bahasa Indonesia SD/MI Kelas V Semester I. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

    Berbicara

    Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan berbicara dan

    menyampaikan pengumuman

    Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan

    pilihan kata dan kalimat efektif

    Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan

    kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana

    Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut dapat

    disimpulkan bahwa pada semester I, siswa kelas V MI diharapkan mampu

    mengembangkan dua kompetensi dasar, yaitu:(1) menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan

    pilihan kata dan kalimat efektif; dan

    (2) menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan

    kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana.

    Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengembangkan kompetensi

    dasar siswa kelas V semester I dalam menceritakan pengalaman yang paling

    mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

    Fokus penelitian ini relevan dengan kegiatan pembelajaran aspek

    keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di MI yang diarahkan

    agar siswa memiliki kemampuan untuk:

    1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku

    secara lisan;

    2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

    persatuan dan bahasa

    negara;

    3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan

    kreatif untuk berbagai tujuan;

    4.Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

    intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

    10

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    11/30

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed. 1996:144)

    dijelaskan bahwa berbicara adalah berkata; bercakap; berbahasa, atau melahirkan

    pendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb.) atau berunding. Sementara itu, Tarigan

    (1983:15) dengan menitikberatkan pada kemampuan pembicara menyatakan bahwa

    berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata

    untuk mengekspresikan, menyatakan, seta menyampaikan pikiran, gagasan, dan

    perasaan. Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan sebagai

    suatu alat untuk mengomunikasikan gagasangagasan yang disusun serta

    dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.

    Hal senada juga dikemukakan oleh Mulgrave (1954:3-4). Dia menyatakan

    bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau katakatauntuk mengekspresikan pikiran. Selanjutnya, dinyatakan bahwa berbicara merupakan

    sistem tanda yang dapat didengar dan dilihat yang memanfaatkan otototot dan

    jaringan otot manusia untuk mengomunikasikan ide-ide. Berbicara juga dipahami

    sebagai bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikis, neurologis,

    semantik, dan linguistik secara ekstensif sehingga dapat digunakan sebagai alat yang

    sangat penting untuk melakukan kontrol sosial.

    Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa

    berbicara pada hakikatnya merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang

    dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Dalam konteks demikian, keterampilan berbicara

    bisa dipahami sebagai keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau

    mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,

    gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada,

    tekanan, dan penempatan jeda. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka,

    aktivitas berbicara dapat diekspresikan dengan bantuan mimik dan pantomimik

    pembicara.

    Merujuk pada pendapat tersebut, keterampilan berbicara pada hakikatnya

    merupakan keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan

    kata-kata untuk menceritakan, mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan

    pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain.

    11

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    12/30

    Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di MI

    Menurut Halliday (1975) siswa itu belajar berbahasa, belajar melalui bahasa, dan

    belajar tentang bahasa. Pengembangan bahasa pada anak memerlukan kesempatan

    menggunakan bahasa. Oleh karena itu, kita membutuhkan lingkungan pendidikan

    yang memberikan kesempatan yang banyak atau kaya bagi siswa untuk menggunakan

    bahasa di dalam cara-cara yang fungsional (Gay Su Pinnel dan Myna L. Matlin,

    1989:2).

    Guru yang memberi siswa kesempatan mengembangkan keterampilan

    berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks akan meningkatkan

    pembelajaran karena mereka (guru) memberi siswa pelatihan di dalam keterampilan

    yang terintegrasi dengan literasi tingkat tinggi. Komunikasi adalah inti pengajaranlanguage arts, sementara itu tugas-tugas komunikasi yang

    kompleks adalah inti kemahirwacanaan tingkat tinggi (high literacy) (CED, 2001).

    Selanjutnya, guru yang memberi pengalaman kepada siswa dengan

    pembelajaran terpadu melalui lingkungan mahir literasi (literate environment)

    ternyata dapat meningkatkan pembelajaran karena mereka (siswa) menggunakan

    proses-proses yang saling berkaitan antara membaca, menulis, berbicara, dan

    mendengarkan untuk komunikasi alamiah senyatanya (authentic commmunication)

    (Salinger, 2001).

    Namun, secara jujur harus diakui bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia di

    MI belum berlangsung seperti yang diharapkan. Pembelajaran Bahasa Indonesia lebih

    cenderung bersifat teoretis dan kognitif daripada mengajak siswa untuk belajar

    berbahasa Indonesia dalam konteks dan situasi yang nyata. Akibatnya, apa yang

    diperoleh siswa di kelas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia tidak bisa diterapkan

    secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pembelajaran Bahasa

    Indonesia terlepas dari konteks pengalaman dan lingkungan siswa. Hal ini bisa

    menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap keterampilan siswa dalam

    menggunakan bahasa Indonesia dalam peristiwa dan konteks komunikasi.

    Apa yang kita amati dari hasil pembelajaran di sekolah dasar dan menengah di

    Indonesia adalah ketidakmampuan anak-anak menghubungkan antara apa yang

    12

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    13/30

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    14/30

    satu pendekatan komunikatif yang mulai digunakan dalam pengajaran bahasa sejak

    munculnya penolakan terhadap paham behaviorisme melalui metode Drill-nya.

    Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa dirintis oleh Michael Halliday dan

    Dell Hymes. Hymes menciptakan istilah communicative competence, yaitu

    kompetensi berbahasa yang tidak hanya menuntut ketepatan gramatikal, tetapi juga

    ketepatan dalam konteks sosial (Zahorik dalam Kurikulum 2004: Naskah Akademik

    Mata pelajaran Bahasa Indonesia 2004:4).

    Proses pemerolehan bahasa mempersyaratkan adanya interaksi yang bermakna

    dalam bahasa sasaran. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi proses

    pemerolehan bahasa dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu faktor eksternal dan

    faktor internal (Chaika, l982). Faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan bahasaseseorang, sedangkan faktor internal berkaitan dengan keadaan intern di dalam diri

    pelahar bahasa. Faktor eksternal masih dipilah menjadi dua macam lagi, yaitu

    lingkungan bahasa makro dan lingkungan bahasa mikro. Lingkungan makro terdiri

    atas:

    1. Kealamiahan bahasa,

    1. Peranan anak-anak dalam berkomunikasi,

    2. Tersedianya sumber yang dapat membetulkan untuk menjelaskan makna, dan

    3. Ketersediaan model atau contoh yang bisa ditiru.

    Lingkungan mikro adalah keadaan lingkungan kelas tempat anak-anak belajar,

    yaitu bagaimana guru bisa menciptakan kelas agar anak-anak bisa belajar

    keterampilan berbahasa, bukan hanya tahu tentang bahasa saja. Dari berbagai

    penelitian tentang pengajaran bahasa disimpulkan bahwa keterampilan berbahasa

    anak, khususnya keterampilan berbicara, dikembangkan melalui tiga cara, yaitu:

    (1) Anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan memproduksi

    ujaran dalam bahasa target secara lebih sering, lebih tepat, dan dalam variasi

    yang luas;

    (2) Anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan cara mengolah input

    dari ujaran orang lain; dan

    (3) Anak-anak mengembangkan bahasa keduanya melalui pelibatan diri dalam

    14

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    15/30

    tugas atau interaksi yang menuntut adanya kemampuan kreatif berkomunikasi

    dengan orang lain (Ellis, 1986).

    Hal itulah yang kemudian menjadi cacatan penting dalam penelitian

    pengajaran bahasa, yaitu pengikutsertaan anak-anak dalam latihan komunikasi itu

    amat penting. Anak-anak dengan tingkat pembangkitan input yang tinggi (high input

    generating) memperoleh kemampuan berbahasanya dari bertanya, menjawab,

    menyanggah, dan beradu argumen dengan orang lain. Anak-anak yang lambat belajar,

    berarti ia juga pasif dalam berlatih berbahasa nyata atau pasif dalam berkomunikasi

    menggunakan bahasa.

    Inti dari temuan itu adalah bahwa keaktifan anak-anak di kelas dalam

    pembelajaran bahasa perlu dilakukan melalui aktivitas berlatih berujar secara nyata.Penelitian-penelitian itu pada akhirnya menghasilkan sejumlah hipotesis baru tentang

    pembelajaran bahasa. Secara umum ada korelasi antara perilaku aktif ini dengan

    perolehan belajar anak. Dengan kata lain, hasil penelitian dalam bidang pengajaran

    bahasa menyarankan adanya program pengajaran bahasa yang menekankan pada

    pembangkitan input anak-anak (latihan bercakap-cakap, membaca, atau menulis yang

    sebenarnya).

    Pembelajaran kompetensi komunikatif yang menjadi muara akhir pencapaian

    pembelajaran bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri:

    1. makna itu penting, mengalahkan struktur dan bentuk;

    2. konteks itu penting, bukan item bahasa;

    3. belajar bahasa itu belajar berkomunikasi;

    4. target penguasaan sistem bahasa itu dicapai melalui proses mengatasi

    hambatan berkomunikasi;

    5. kompetensi komunikatif menjadi tujuan utama, bukan kompetensi

    kebahasaan;

    6. kelancaran dan keberterimaan bahasa menjadi tujuan, bukan sekedar ketepatan

    bahasa. Siswa didorong untuk selalu berinteraksi dengan siswa lain (Brown,

    2001:45).

    Penggunaan pendekatan paragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga

    15

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    16/30

    dilandasi oleh semangat pembelajaran kontruktivistik yang memiliki ciri-ciri:

    perilaku dibangun atas kesadaran diri

    keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman;

    hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri, berdasarkan motivasi

    intrinsik;

    seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan

    bermanfaat bagi dirinya;

    pembelajaran bahasa dilakukan dengan pendekatan komunikatif, yaitu siswa

    diajak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks nyata;

    siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam

    mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, membawa skemata

    masing-masing ke dalam proses pembelajaran;

    pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri,

    dengan cara memberi makna pada pengalamannya. Oleh karena ilmu

    pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara

    manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah

    stabil, selalu berkembang (tentative & incomplete);

    siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi;

    hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber;

    pembelajaran terjadi di berbagai konteks dan setting ( Zahorik dalam

    Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia

    2004:21-22).

    Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga

    didasari oleh prinsip bahwa guru mengajarkan bahasa Indonesia sebagai sebuah

    keterampilan, antara lain pengintegrasian antara bentuk dan makna, penekanan pada

    kemampuan berbahasa praktis, dan interaksi yang produktif antara guru dengan

    siswa.

    16

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    17/30

    Prinsippertama menyarankan agar pengetahuan dan keterampilan berbahasa

    yang diperoleh, berguna dalam komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata

    lain, agar dihindari penyajian materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat

    dalam komunikasi sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata bahasa bahasa Indonesia

    yang sangat linguistis.

    Prinsip kedua menekankan bahwa melalui pengajaran bahasa Indonesia, siswa

    diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa Indonesia, baik

    lisan maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan dalam bahasa Indonesia,

    baik secara lisan maupun tertulis. Penilaian hanya sebagai sarana pembelajaran

    bahasa, bukan sebagai tujuan.

    Prinsip ketiga mengharapkan agar di kelas terjadi suasana interaktif sehinggatercipta masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang produktif. Tidak ada peran guru

    yang dominan. Guru diharapkan sebagai pemicu kegiatan berbahasa lisan dan tulis.

    Peran guru sebagai orang yang tahu atau pemberi informasi pengetahuan bahasa

    Indonesia agar dihindari.

    Ciri lain yang menandai adanya penggunaan pendekatan pragmatik dalam

    pembelajaran keterampilan berbicara adalah penggunaan konteks tuturan. Hal ini

    dimaksudkan agar peserta didik memperoleh gambaran penggunaan bahasa Indonesia

    dalam konteks dan situasi yang nyata.

    Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana pemerjelas suatu maksud. Sarana

    itu meliputi dua macam, yaitu:

    1. berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud; dan

    2. berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian.

    Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan

    maksud disebut koteks (co-text), sedangkan konteks yang berupa situasi yang

    berhubungan dengan suatu kejadian disebut konteks (contex) (Rustono 1999:20).

    Makna sebuah kalimat baru dapat dikatakan benar apabila diketahui siapa

    pembicaranya, siapa pendengarnya, kapan diucapkan, dan lain-lain (Lubis 1993:57).

    Menurut Alwi et al. (1998:421), konteks terdiri dari unsur-unsur, seperti

    situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat,

    17

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    18/30

    kode, dan sarana. Bentuk amanat sebagai unsur konteks, antara lain dapat berupa

    surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya.

    Di dalam peristiwa tutur, ada sejumlah faktor yang menandai keberadaan

    peristiwa itu. Menurut Hymes (196 (melalui Rustono 1999:21), faktor-faktor itu

    berjumlah delapan, yaitu:

    1. Latar atau scene, yaitu tempat dan suasana peristiwa tutur;

    2. Participant, yaitu penutur, mitra tutur, atau pihak lain;

    3. Endatau tujuan;

    4. Act, yaitu tindakan yang dilakukan penutur di dalam peristiwa tutur;

    5. Key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan di dalam

    mengekspresikan tuturan dan cara mengekspresikannya;6. Instrument, yaitu alat melalui telepon atau bersemuka;

    7. Norm atau norma, yaitu aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap

    peserta tutur; dan ( genre, yaitu jenis kegiatan, seperti wawancara, diskusi,

    kampanye, dan sebagainya.

    8. Lebih lanjut dikemukakan bahwa ciri-ciri konteks itu mencakupi delapan hal,

    yaitu penutur, mitra tutur, topik tuturan, waktu dan tempat bertutur, saluran

    atau media, kode (dialek atau gaya), amanat atau pesan, dan peristiwa atau

    kejadian.

    Di dalam novel, konteks tuturan tampak pada dialog antar tokoh yang

    memenuhi ciri-ciri konteks sebagaimana dikemukakan oleh Hymes (1968). Menurut

    Rustono (1999:26), situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyataan

    ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi

    tutur merupakan sebabnya. Di dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi tutur.

    Memperhitungkan situasi tutur amat penting di dalam pragmatik.

    Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi

    tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud tuturan tanpa mengalkulasi situasi

    tutur merupakan langkah yang tidak akan membawa hasil yang memadai. Pertanyaan

    apakah yang dihadapi itu berupa fenomena pragmatis atau fenomena semantis dapat

    dijawab dengan kriteria pembeda yang berupa situasi tutur. Komponen-komponen

    18

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    19/30

    situasi tutur menjadi kriteria penting di dalam menentukan maksud suatu tuturan.

    Menurut Leech (1983:13-15), situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu

    penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai bentuk

    tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.

    Komponen situasi tutur yangpertama adalah penutur dan mitra tutur.Penutur

    adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan tuturan tertentu di dalam

    peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tuturadalah orang yang menjadi sasaran

    sekaligus kawan penutur di dalam peristiwa tutur.Di dalam peristiwa komunikasi,

    peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti. Yang semula berperan

    sebagai penutur pada tahap berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian pula

    sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan penutur dan mitra tutur antara lain usia,latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat keakraban.

    Komponen situasi tutur yang kedua adalah konteks tuturan. Di dalam tata

    bahasa, konteks tuturan mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan

    dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan

    dengan tuturan lain yang biasa disebut dengan ko-teks, sedangkan konteks latar sosial

    lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik, konteks berarti semua latar belakang

    pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks

    berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan

    oleh penutur.

    Komponen situasi tutur yang ketiga adalah tujuan tuturan, yaitu apa yang

    ingin dicapai oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini

    menjadi hal yang melatarbelakangi tuturan. Semua tuturan orang normal memiliki

    tujuan. Hal ini berarti tidak mungkin ada tuturan yang tidak mengungkapkan suatu

    tujuan. Di dalam peristiwa tutur, berbagai tuturan dapat diekspresi untuk mencapai

    suatu tujuan.

    Komponen situasi tutur yang keempat adalah tindak tutur sebagai bentuk

    tindakan atau aktivitas. Komponen ini mengandung maksud bahwa tindak tutur

    merupakan tindakan juga tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang.

    Yang berbeda adalah bagian tubuh yang berperan. Jika mencubit yang berperan

    19

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    20/30

    adalah tangan dan menendang yang berperan adalah kaki, pada tindakan bertutur alat

    ucaplah yang berperan. Tangan, kaki, dan alat ucap adalah bagian tubuh manusia.

    Komponen situasi tutur yang kelima adalah tuturan sebagai produk tindak

    verbal. Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia dibedakan

    menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Mencubit dan menendang

    adalah tindakan nonverbal, sedangkan berbicara atau bertutur adalah tindakan verbal,

    yaitu tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Karena tercipta melalui tindakan

    verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Komponen lain yang dapat

    menjadi unsur situasi tutur antara lain waktu dan tempat pada saat tuturan itu

    diproduksi. Tuturan yang sama dapat memiliki maksud yang berbeda akibat

    perbedaan waktu dan tempat sebagai latar tuturan.Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

    penggunaan pendekatan pragmatik sebagai inovasi dalam pengajaran keterampilan

    berbicara di MI dimaksudkan untuk melatih dan membiasakan siswa untuk berbicara

    sesuai dengan konteks dan situasi tutur senyatanya sehingga siswa dapat memperoleh

    manfaat praktis untuk diterapkan dalam peristiwa komunikasi sehari-hari.

    20

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    21/30

    BAB III

    METODOLOGI

    A. Metode Penelitian

    Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah atau refleksi

    awal terhadap rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa kelas IV MI

    Perwanida Kota Blitar Berdasarkan refleksi awal ditemukan penyebab rendahnya

    tingkat keterampilan berbicara siswa kelas IV MI Perwanida, yaitu penggunaan

    pendekatan pembelajaran yang tidak mampu membawa siswa ke dalam situasi

    penggunaan bahasa secara nyata atau terlepas dari konteks dan situasi tuturan.

    Akibatnya, proses pembelajaran berlangsung monoton dan membosankan. Olehkarena itu, diperlukan pendekatan pembelajaran yang diduga mampu membawa siswa

    ke dalam situasi penggunaan bahasa secara nyata sehingga siswa memperoleh

    manfaat praktis untuk diterapkan dalam peristiwa komunikasi sehari hari.

    Berdasarkan penggunaan pendekatan pragmatik yang ditawarkan sebagai solusi,

    dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu:

    1. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan

    pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa

    MI; dan

    2. Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran Bahasa

    Indonesia dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa MI.

    Selanjutnya, dirumuskan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

    1. Untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam

    menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan

    berbicara bagi siswa MI; dan

    2. Untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa MI setelah pendekatan

    pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia.

    Berdasarkan rumusan tujuan, dilakukan kajian teori sehingga pendekatan yang

    ditawarkan sebagai solusi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

    Teori yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan aspek keterampilan

    21

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    22/30

    berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di MI dan teori yang berkaitan

    dengan pendekatan pragmatik sebagai inovasi tindakan yang dilakukan dalam upaya

    dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa MI.

    Dari hasil kajian teori dirumuskan hipotesis tindakan, yaitu penggunaan

    pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa MI.

    Berdasarkan rumusan hipotesis tindakan, dilakukan perencanaan tindakan yang akan

    dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa kelas IV MI

    Perwanida. Langkah selanjutnya adalah melaksanakan tindakan sesuai dengan

    rencana dengan melibatkan seorang kolaborator untuk melakukan observasi terhadap

    tindakan yang dilakukan.

    Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan dan observasi, dilakukan analisis datayang diperoleh dari hasil keterampilan berbicara siswa kelas V MI Perwanida Kota

    Blitar. Data tersebut dibandingkan dengan indikator keberhasilan penggunaan

    pendekatan pragmatik, yaitu 70% (28 siswa) dari 40 siswa klas V MI Perwanida Kota

    Blitar terampil berbicara berdasarkan aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan

    kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Bersama

    kolaborator, peneliti melakukan refleksi terhadap hasil analisis data. Jika hasil analisis

    data belum menunjukkan hasil yang signifikan, dilakukan refleksi untuk memperbaiki

    langkah-langkah yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya.

    Langkah selanjutnya adalah menyusun replanning (rencana tindakan) untuk

    siklus II berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan bersama kolaborator. Pada siklus

    II, peneliti melakukan tindakan sesuai dengan replanning yang telah disusun dengan

    melibatkan kolaborator untuk mengamati efektivitas pelaksanaan tindakan.

    Selanjutnya, dilakukan analisis terhadap data keterampilan berbicara

    Siswa kelas V MI Perwanida Kota Blitar dibandingkan dengan indikator

    keberhasilan untuk direfleksi bersama kolaborator. Jika hasilnya belum signifikan,

    dilakukan replanning untuk siklus III. Jika penggunaan pendekatan pragmatik sudah

    menunjukkan hasil yang signifikan dengan indikator keberhasilan, tidak perlu

    dilanjutkan ke siklus berikutnya. Ini artinya, penggunaan pendekatan pragmatik dapat

    meningkatkan keterampilan berbicara siswa MI seperti yang telah dirumuskan dalam

    22

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    23/30

    hipotesis tindakan.

    A.1. Lokasi dan Subjek Penelitian

    Lokasi penelitian adalah IV MI Perwanida Kota Blitar. Subjek penelitian

    adalah siswa kelas V MI Perwanida Kota Blitar yang terdiri atas 30 siswa, dengan

    rincian 18 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.

    A.2 Pemecahan Masalah

    Seperti telah peneliti kemukakan bahwa masalah yang diteliti dalam penelitian

    ini adalah rendahnya tingkat keterampilan berbicara, khususnya keterampilan siswa

    kelas V MI Perwanida Kota Blitar, dalam menceritakan pengalaman yang palingmengesankan dengan pilihan kata yang tepat dan kalimat yang efektif.

    Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan refleksi awal, siswa kelas V MI

    Perwanida Kota Blitar yang dinilai sudah mampu menceritakan pengalaman yang

    paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif baru

    sekitar 20% (8 siswa) dari 30 siswa. Data ini masih jauh dari standar ketuntasan

    belajar minimal secara nasional, yaitu 75%.

    Materi pembelajaran berseumber dari standar isi dalam lampiran Peraturan

    Mendiknas No. 22/2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata

    pelajaran Bahasa Indonesia MI/SD Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

    Menceritakan Pengalaman yang Paling Mengesankan dengan Menggunakan

    Pilihan Kata dan Kalimat Efektif

    Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Berbicara

    1.Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan berbicara dan

    menyampaikan pengumuman

    2 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan

    pilihan kata dan kalimat efektif.

    Masalah rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam menceritakan

    pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat

    efektif akan dipecahkan dengan menggunakan pendekatan pragmatik melalui enam

    23

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    24/30

    langkah, antara lain sebagai berikut:

    7.2.1 Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin

    diceritakan.

    7.2.2 Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang

    terlibat dalam pengalaman yang akan diceritakan.

    7.2.3 Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang

    dimiliki penutur dan mitra tutur.

    7.2.4 Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur

    berdasarkan pengalaman yang akan diceritakan.

    7.2.5 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan hal-hal yang

    telah dicatat sebelumnya. Bentuk tindakan verbal berupa tindak tutur yangdihasilkan oleh alat ucap, berupa kata-kata dan kalimat.

    7.2.6 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas

    tindakan verbal yang telah dilakukan. Tindakan nonverbal berupa tindak tutur

    yang dihasilkan melalui kontak mata, mimik, gerak tangan, atau gerak anggota

    badan yang lain. Secara garis besar, alur penggunaan pendekatan pragmatik

    yang digunakan untuk memecahkan masalah rendahnya tingkat keterampilan

    siswa kelas V MI Perwanida Kota Blitar.

    Melalui alur penggunaan pendekatan pragmatik tersebut, siswa diharapkan

    dapat menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan pilihan

    kata yang tepat dan kalimat yang efektif sesuai konteks dan situasi tutur. Artinya,

    pilihan kata dan struktur kalimat yang digunakan dalam berbicara sangat ditentukan

    oleh konteks dan situasi tutur yang telah ditentukan oleh siswa. Pendekatan ini

    memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih dan menentukan pengalaman

    yang hendak diceritakan, sedangkan guru hanya memberikan rambu-rambu sebagai

    pedoman bagi siswa dalam berbicara.

    A.3 Rencana Tindakan

    Rencana tindakan yang akan dilakukan dalam menggunakan pendekatan

    pragmatik untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas V MI Perwanida Kota Blitar

    24

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    25/30

    dalam menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan pilihan kata dan

    kalimat yang efektif, antara lain sebagai berikut.

    A.3.1 Guru menyusun silabus berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar

    keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia MI/SD semester I

    seperti yang tercantum dalam Standar Isi (lampiran Permendiknas No.

    22/2006). Dalam silabus dicantumkan nama sekolah, identitas mata

    pelajaran (nama mata pelajaran, kelas/semester, komponen, aspek, dan standar

    kompetensi), kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan belajar, indikator,

    penilaian (teknik, bentuk, dan contoh instrumen), alokasi waktu, dan

    sumber/media belajar.

    A.3.2 Guru mengembangkan silabus Menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) yang memuat komponen: nama sekolah, identitas mata pelajaran (nama

    mata pelajaran, kelas/semester, komponen, aspek, standar kompetensi,

    kompetensi dasar, indikator, alokasi waktu), tujuan pembelajaran, materi

    pembelajaran, metode pembelajaran, langkahlangkah kegiatan pembelajaran,

    sumber belajar, penilaian dan pedoman penilaian.

    A.3.3 Guru melaksanakan tindakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan

    Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Pada tahap ini, peneliti melibatkan

    kolaborator untuk mengamati pelaksanaan tindakan.

    A.3.4 Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam berbicara mengenai

    pengalaman mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat

    efektif.

    A.3.5 Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui

    efektiktivitas penggunaan pendekatan pragmatik. Langkah selanjutnya adalah

    melakukan refleksi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh

    kolaborator. Jika penggunaan pendekatan pragmatik dinilai belum

    memberikan hasil yang signifikan, kolaborator memberikan masukan dan

    bersama-sama dengan peneliti melakukan langkah-langkah perbaikan untuk

    dilaksanakan pada siklus berikutnya.

    25

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    26/30

    A.3.6 Peneliti melakukan replanning untuk merencanakan tindakan yang akan

    dilakukan pada siklus berikutnya berdasarkan hasil refleksi bersama

    kolaborator.

    A.3.7 Peneliti melaksananakan tindakan pada siklus II sesuai dengan rencana

    tindakan yang telah disusun.

    A.3.8 Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam menceritakan

    pengalaman mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat

    efektif.

    A.3.9 Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes siklus I untuk mengetahui

    efektiktivitas penggunaan pendekatan pragmatik. Langkah selanjutnya adalah

    melakukan refleksi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan olehkolaborator. Jika penggunaan pendekatan pragmatik dinilai sudah memberikan

    hasil yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan, penelitian

    dinyatakan selesai dan tinggal melakukan tindakan pemantapan kepada siswa

    (subjek penelitian). Namun, jika hasil analisis data belum menunjukkan hasil

    yang signifikan, peneliti kembali melakukan refleksi bersama kolaborator

    untuk merencanakan tindakan perbaikan (replanning) yang akan dilaksanakan

    pada siklus berikutnya.

    A.4 Tahap Pelaksanaan

    Tahap-tahap yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan terinci sebagai

    berikut.

    A.4.1 Tahap Persiapan Tindakan

    Pada tahap persiapan tindakan, peneliti yang sekaligus sebagai guru

    menyiapkan silabus, RPP, instrumen, sumber belajar, dan media belajar yang

    digunakan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan.

    A.4.2 Pelaksanaan Tindakan

    Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai

    rencana yang tersusun dalam RPP. Secara garis besar, tindakan yang

    dilaksanakan pada setiap siklus sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara

    26

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    27/30

    lain sebagai berikut.

    A.4.2.1 Tindakan Awal

    A.4.2.1.1 Apersepsi: peneliti mengaitkan materi pembelajaran tentang dengan

    pengalaman siswa.

    A.4.2.1.2 Motivasi: peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar gemar

    menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada orang lain.

    A.4.2.2 Tindakan Inti

    A.4.2.2.1 Siswa menyimak contoh cerita pengalaman yang mengesankan yang

    disampaikan oleh peneliti.

    A.4.2.2.2 Siswa melakukan tanya jawab dengan guru dan teman sekelas untuk

    menentukan langkah-langkah menceritakan pengalamanmengesankan berdasarkan contoh cerita yang disimak.

    A.4.2.2.3 Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin

    diceritakan.

    A.4.2.2.4 Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang

    yang terlibat dalam pengalaman yang akan diceritakan.

    A.4.2.2.5 Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan

    yang dimiliki penutur dan mitra tutur.

    A.4.2.2.6 Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh

    penutur berdasarkan pengalaman yang akan diceritakan.

    A.4.2.2.7 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan

    hal hal yang telah dicatat sebelumnya.

    A.4.2.2.8 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk

    memperjelas tindakan verbal yang telah dilakukan.

    A.4.2.3Tindakan Akhir

    A.4.2.3.1 Siswa bersama peneliti menyimpulkan cara menceritakan

    pengalaman mengesankan dengan pilihan kata yang tepat dan

    kalimat yang efektif.

    A.4.2.3.2 Siswa bersama peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui kesan

    27

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    28/30

    siswa ketika menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan

    menggunakan pendekatan pragmatik.

    A.4.3 Pelaksanaan Pengamatan

    Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti sebagai kolaborator

    melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan

    pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh

    kolaborator dalam lembar observasi, di antaranya:

    1. respon siswa,perubahan yang terjadi selama proses pembelajaran;

    2. keterampilan guru dalam menggunakan pendekatan pragmatik, baik dalam

    tindakan awal, tindakan inti, maupun tindakan akhir;

    3. dan kesesuaian antara rencana dan implementasi tindakan.A.4.4 Analisis dan Refleksi

    Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang diperoleh berdasarkan unjuk

    kerja yang dilakukan siswa ketika menceritakan pengalaman yang

    mengesankan dengan pilihan kata dan kalimat yang efektif. Unsur-unsur yang

    dianalisis, yaitu kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata, keefektifan

    kalimat, kelogisan penalaran, dan kemampuan menjalin kontak mata.

    Berdasarkan hasil analisis data akan diketahui unsur-unsur mana saja yang

    masih menjadi hambatan siswa dalam menceritakan pengalamannya yang

    mengesankan.

    Hasil analisis data tersebut juga sangat penting dan berharga sebagai bahan

    untuk melakukan refleksi bersama kolaborator. Pada saat melakukan refleksi,

    kolaborator memberikan masukan kepada peneliti berdasarkan hasil pengamatan

    yang telah dicatat untuk melakukan langkah-langkah perbaikan pada siklus

    berikutnya.

    Penelitian tidak perlu dilakukan lagi pada siklus berikutnya jika hasil analisis

    data menunjukkan pengingkatan yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan

    penelitian yang telah ditetapkan, yaitu 70% (28 siswa) dari 40 siswa kelas IV MI

    Perwanida Kota Blitar terampil berbicara berdasarkan aspek kelancaran berbicara,

    ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak

    28

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    29/30

    mata.

    A.5 Cara Pengumpulan Data

    Untuk memperoleh data yang valid, data dikumpulkan melalui cara/teknik

    berikut ini:

    A.5.1 Tes

    Teknik tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterampilan siswa dalam

    menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada orang lain. Aspek-

    aspek yang dinilai, yaitu kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi),

    struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata.

    A.5.2 NontesTeknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain sebagai

    berikut:

    A.5.2.1 Observasi (pengamatan):

    Teknik ini digunakan oleh kolaborator untuk mengobservasi pelaksanaan

    tindakan yang dilakukan oleh peneliti.

    A.5.2.2 Wawancara:

    Teknik ini digunakan oleh peneliti dan kolaborator untuk mengetahui respon

    siswa secara langsung dalam berbicara dengan menggunakan pendekatan

    pragmatik. Wawancara terutama dilakukan kepada siswa yang menonjol

    karena kelebihan atau kekurangannya. Pelaksanaan wawancara dilakukan di

    luar kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pedoman wawancara.

    A.5.2.3 Jurnal:

    Teknik ini digunakan oleh peneliti setiap kali selesai mengimplementasikan

    tindakan. Jurnal tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi diri bagi peneliti

    untuk mengungkap aspek:

    1. respon siswa terhadap penggunaan pendekatan pragmatik;

    2. situasi pembelajaran; dan

    3. kekurang puasan peneliti terhadap pelaksanaan tindakan yang telah

    dilakukan. Selain peneliti, siswa juga membuat jurnal setiap kali

    29

  • 8/9/2019 ptk asli banget

    30/30

    mengikuti kegiatan pembelajaran yang digunakan untuk mengungkapkan:

    respon siswa (baik yang positif maupun negatif) terhadap penggunaan

    pendekatan pragmatik;

    metode pembelajaran yang disukai siswa;

    dan kemampuan peneliti dalam menciptakan pembelajaran yang aktif,

    inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

    A.6 Teknik Analisis Data

    Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi data secara

    kuantitatif berdasarkan hasil tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus. Hasil

    tindakan pada setiap siklus dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui

    persentase peningkatan keterampilan siswa kelas V MI Perwanida Kota Blitar dalam

    menceritakan pengalaman yang mengesankan.

    Pada setiap siklus dideskripsikan jumlah skor yang diperoleh semua siswa,

    daya serap, dan rata-rata skor untuk aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan

    kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Selain itu, juga

    dideskripsikan jumlah skor, jumlah nilai, rata-rata nilai, dan tingkat daya serap, dan

    ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus.