kuplak new banget

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limfoma adalah suatu proliferasi klonal pada sel- sel limfoid yang berasal dari kelenjar getah bening atau jaringan limfoid lainnya. Limfoma merupakan sekelompok gangguan yang heterogen (Hoffbrand, Mehta, 2006). Dua tipe dari utama dari limfoma adalah Limfoma Hodgkin (LH) dan Limfoma Non Hodgkin (LNH). Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limforetikular yaitu limfoma malignum. Kedua penyakit tersebut dibedakan secara histopatologis, di mana pada limfoma Hodgkin ditemukan sel Reed Sternberg. Pada laporan referat ini akan lebih lanjut membahas mengenai Limfoma Hodgkin. Setiap tahun diperkirakan ada 7.900 kasus baru penyakit Hodgkin dengan angka kematian sebanyak 1.600 (Otto, 1996). Tidak seperti limfoma lain yang meningkat seiring bertambahnya usia, limfoma hodgkin memiliki kurva insiden yang meningkat pada dua kelompok usia, yaitu pada dewasa muda sekitar usia 15– 35 tahun dan yang kedua pada usia diatas 55 tahun. Terdapat predominansi pria sebesar hampir 2:1, artinya limfoma hodgkin, umumnya terjadi pada laki–laki, kecuali jenis sklerosis nodular yang insidensinya 1

Upload: m-faddhil-wasi-pradipta

Post on 16-Jan-2016

259 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

WBNKJIWFIO IFIHIH FJWIOQJ QWIOFH QFWOIH FWQIOH VDHCXN FAIHI IAHIO EWIHIFH VIHI IOHVIOHS VHIOWH HWQIOHB

TRANSCRIPT

Page 1: Kuplak New Banget

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limfoma adalah suatu proliferasi klonal pada sel-sel limfoid yang berasal

dari kelenjar getah bening atau jaringan limfoid lainnya. Limfoma merupakan

sekelompok gangguan yang heterogen (Hoffbrand, Mehta, 2006). Dua tipe dari

utama dari limfoma adalah Limfoma Hodgkin (LH) dan Limfoma Non Hodgkin

(LNH). Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limforetikular yaitu

limfoma malignum. Kedua penyakit tersebut dibedakan secara histopatologis, di

mana pada limfoma Hodgkin ditemukan sel Reed Sternberg. Pada laporan referat

ini akan lebih lanjut membahas mengenai Limfoma Hodgkin.

Setiap tahun diperkirakan ada 7.900 kasus baru penyakit Hodgkin dengan

angka kematian sebanyak 1.600 (Otto, 1996). Tidak seperti limfoma lain yang

meningkat seiring bertambahnya usia, limfoma hodgkin memiliki kurva insiden

yang meningkat pada dua kelompok usia, yaitu pada dewasa muda sekitar usia

15–35 tahun dan yang kedua pada usia diatas 55 tahun. Terdapat predominansi

pria sebesar hampir 2:1, artinya limfoma hodgkin, umumnya terjadi pada laki–

laki, kecuali jenis sklerosis nodular yang insidensinya tinggi pada wanita.

Limfoma Hodgkin terjadi pada 1:25.000 orang, dan total penyakit ini kurang dari

1% dari seluruh kasus kanker di seluruh dunia. Insiden limfoma hodgkin

meningkat pada pasien dengan infeksi HIV.

Sebagian besar pasien penderita datang dengan pembesaran kelenjar getah

bening superifisial yang tidak nyeri, tidak nyeri tekan, asimetris, padat, berbatas

tegas, dan kenyal. Kelenjar getah bening leher terkena pada 60-70% pasien,

kelenjar aksila pada 10-15%, dan inguinal pada 6 – 12% (Rotter, 2011).

Survey yang dilakukan oleh National Cancer Institute menyatakan bahwa

sebanyak 13,13 % pasien yang mengidap Limfoma Hodgkin meninggal. Angka

kematiannya memang kecil, namun hal ini tidak menutup kemungkinan bisa

1

Page 2: Kuplak New Banget

meningkatnya angka tersebut. Etiologi utama dari penyakit ini adalah EBV

(Epstein-Barr Virus) dan kelainan genetik pada sel imun.

B. Tujuan

1. Mengetahui prevalensi limfoma hodgkin di dunia

2. Mengetahui penyebab dari penyakit Limfoma Hodgkin dari

3. Mengetahui tata laksana untuk penyakit Limfoma Hodgkin

4. Mengetahui hubungan penyakit limfoma Hodgkin dengan genetik dan faktor

lingkungan.

2

Page 3: Kuplak New Banget

BAB II

ISI

A. Definisi

Limfoma Hodgkin sebelumnya disebut penyakit Hodgkin, adalah kanker

jaringan limfoid, biasanya kelenjar limfe dan limpa. Penyakit ini adalah salah

satu jenis kanker yang paling sering dijumpai pada dewasa muda, terutama pria

muda. Penyakit hodgkin merupakan gangguan klonal yang berasal dari satu sel

abnormal. Populasi sel abnormal diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang,

dari sel T atau monosit. Sel-sel neoplastik pada penyakit Hodgkin disebut sel

Reed-Sternberg. Sel-sel ini terselip di antara jaringan limfoid normal yang

terdapat di organ limfoid (Corwin, 2009).

Analisis PCR menunjukan bahwa sel Reed-Sternberg berasal dari folikel

sel B yang mengalami gangguan struktur pada imunoglobulin, sel ini juga

mengandung suatu faktor transkripsi inti sel, kedua hal tersebut menyebabkan

gangguan apoptosis (Sumantri, 2009). Gambaran khas dari penyakit Hodgkin

yaitu adanya sel Reed-Sternberg yang merupakan sel berinti dua atau banyak,

besar, maligna yang mengandung dua atau lebih nukleoli besar (Baldy, 2005).

B. Epidemiologi

Terdapat 7.500 kasus baru Penyakit Hodgkin setiap tahunnya di Amerika.

Rasio kekerapan jumlah penderita menurut kelamin antara pria dan wanita adalah

1,3-1,4 berbanding 1. Lalu untuk usia, terdapat distribusi bimodal, yaitu usia 15-

34 tahun dan usia diatas 55 tahun (Sumantri, 2010). Saat ini di Amerika, tahun

2012 ini saja menurut National Cancer Institute sudah ditemukan kasus baru

sebanyak 9.060 dan kematian yang disebabkan penyakit ini sebanyak 1.190.

Limfoma Hodgkin penyakit yang relatif jarang dijumpai, jumlahnya

hanya sekitar 1% dari seluruh kanker. Di negara barat insidennya dilaporkan

3,5/100.000/tahun pada laki-laki, dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di

Indonesia, belum ada laporan angka kejadian limfoma Hodgkin. Berdasarkan

3

Page 4: Kuplak New Banget

jenis kelamin, limfoma Hodgkin lebih banyak di jumpai pada laki-laki dengan

perbandingan laki-laki : wanita = 1,2 : 1. Penyakit ini terutama ditemukan pada

orang dewasa antara usia 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun

(Handayani, 2008).

Angka kejadian Penyakit Hodgkin yang berdasarkan populasi di

Indonesia belum ada. Pada KOPAPDI II di Surabaya tahun 1973 dilaporkan

bahwa di bagian penyakit dalam RS. Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1963-

1972 (9 tahun) telah dirawat 26.815 pasien, dimana 81 di antaranya adalah

limfoma malignum dan 12 orang adalah penyakit Hodgkin. Pada KOPAPDI VIII

tahun 1990 di Yogya dilaporkan bahwa selama 1 tahun di bagian penyakit dalam

RSUP Dr. Sardjito dirawat 2246 pasien, 32 di antaranya adalah

limfoma malignum dan semuanya adalah limfoma Hodgkin. Dari laporan-

laporan tersebut di atas terlihat bahwa di Indonesia limfoma non-Hodgkin lebih

banyak dari penyakit Hodgkin, dan pria selalu lebih banyak daripada wanita.

Pada limfoma non Hodgkin terdapat peningkatan insidensi yang linear

seiringdengan usia. Sebaliknya, pada penyakit Hodgkin di Amerika Serikat dan

di negara-negara barat yang telah berkembang, kurva insidensi spesifik umur

berbentuk bimodaldengan puncak awal pada orang dewasa muda (15-35 tahun).

Dan puncak kedua setelah 50 tahun.

Penyakit Hodgkin  prevalen pada pria  dan bila kurva insidensispesifik

umur dibandingkan dengan distribusi jenis kelamin pasien, maka peningkatan

prevalensi laki-laki lebih nyata pada dewasa muda.

Pada penyakit Hodgkin anak, predominasi laki-laki ini lebih mencolok

dengan lebih mencolok dengan lebih dari 80% pasien adalah laki-laki.

Hal ini menyebabkan beberapa peneliti beranggapan bahwa terdapat peningkatan

kerentan yang berhubungan dengan faktor genetik terkait seks dan hormonal.

Faktor resiko penyakit ini adalah infeksi virus. Infeksi virus onkogenik diduga

berperan menimbulkan lesi genetik, lalu virus memperkenalkan gen asing ke sel

target. Virus-virus tersebut adalah virus Epstein-Barr, HIV, Sitomegalovirus, dan

Human Herpes Virus-6 (HHV-6). Faktor resiko lain yaitu keluarga dari pasien

4

Page 5: Kuplak New Banget

hodgkin (adik-kakak). Kemudian defisiensi imun juga merupakan suatu faktor

resiko, misalnya pada pasien transplantasi organ dengan pemberian obat

imunosupresif atau pada pasien cangkok sumsum tulang (Sumantri, 2010).

Hodgkin dapat dibedakan dengan non hodgkin dikarenakan adanya sel

Reed-Sternberg pada Hodgkin. Namun tempat sel ini berasal masih belum jelas

diketahui (di sumber lain disebutkan sel Reed-Sternberg berasal dari germinal-

centre limfosit B). Sel Reed-Sternberg merupakan sel yang besar dan binukleat

(di sumber lain disebutkan sel Reed-Sternberg memiliki banyak inti). Setiap

nukleusnya menampakkan nukleolus yang menonjol sehingga terlihat seolah-

olah seperti owl’s eyes.

Gambar 2.1 Owl’s eyes (University of Virginia, 2010)

C. Etiologi

Penyebab penyakit Hodgkin masih belum dapat dipastikan. Namun ada

beberapa faktor yang mungkin berkaitan dengan penyakit ini. Berikut ini adalah

hal-hal yang memiliki kaitan dengan penyakit Hodgkin. Adanya kemungkinan

penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr. Sebab beberapa dari

penderita Hodgkin diketahui telah terinfeksi virus ini. Orang-orang yang telah

terinfeksi HIV, biasanya cenderung lebih mudah menderita penyakit Hodgkin.

Orang-orang yang menerima terapi obat imunosupresan setelah transplantasi

orang juga berpeluang menderita penyakit ini.

Penelitian belakangan ini telah menetapkan adanya hubungan pasti antara

malfungsi sistem imun dengan insidensi penyakit Hodgkin. Contohnya, beberapa

5

Page 6: Kuplak New Banget

penelitian terhadap orang dengan infeksi HIV dan AIDS yang memiliki

penurunan sistem imun menunjukkan adanya peningkatan insidensi limfoma

Hodgkin sebesar 10 kali lipat dibandingkan populasi umum (Rotter, 2011).

Sementara itu pada penggunaaan obat, terutama obat imunosupresan

untuk kasus transplantasi menunjukkan adanya peningkatan kecenderungan

terhadap limfoma Hodgkin. Obat yang digunakan untuk pengobataan arthritis

rheumtoid juga dicurigai memperbesar faktor resiko (Rotter, 2011).

Selain faktor penurunan dan riwayat konsumsi obat, beberapa pendapat

menyatakan adanya hubungan antara Limfoma Hodgkin dengan genetik.

Beberapa pendapat ilmiah berbeda mengenai mengenai hal ini. Studi pada

pasangan kembar, menunjukkan adanya kerentanan genetik yang signifikan

terhadap limfoma hodgkin pada usia dewasa muda. Studi tersebut mempelajari

366 pasang kembar dimana salah satu dari kembar telah didiagnosis Limfoma

Hodgkin. Pada kembar fraternal tidak satu pun dari 187 kembar menunjukkan

tanda–tanda Hodgkin. Pada kembar identik, sepuluh dari 179 kembar

menunjukkan adanya Limfoma Hodgkin (Rotter, 2011).

Ahli lain percaya genetik tidak mempengaruhi limfoma hodgkin. Menurut

Dr Alan C. dari Departemen Hematologi dan Onkologi, Massachusetts General

Hospital, Limfoma Hodgkin sama seperti jenis kanker lainnya. Dia berpendapat

sekitar empat sampai lima kali lipat peningkatan limfoma hodgkin pada kembar

identik lebih menunjukkan adanya faktor lingkunga, bukan faktor genetik

(Rotter, 2011).

Pendapat lain mengatakan paparan terhadap karsinogen, khususnya di

tempat kerja, dapat meningkatkan resiko limfoma Hodgkin. Polutan lingkungan

lainnya seperti pestisida, herbisida dan berbagai virus juga memiliki peran dalam

peningkatan insidensi limfoma hodgkin (Rotter, 2011).

D. Patomekanisme

Limfoma hodgkin terjadi akibat adanya sel B yang menjadi abnormal

karena adanya Virus Epstein-Barr yang mengandung banyak NF-κB. NF-κB

6

Page 7: Kuplak New Banget

merupakan salah satu faktor transkrip yang bisa merangsang proliferasi sel B

terus menerus terjadi. Selain itu, NF-κB juga melindungi sel B dari sinyal

apoptotik, sel abnormal ini miripsel raksasa neoplastik khas yang disebut sel

Reed-sternberg (Robbins, 2011).

$

Gambar 2.2 Mekanisme pembentukan limfoma Hodgkin

Sel Reed-Sternberg merupakan sel ganas yang masih belum jelas asalnya

dari mana. Sel tersebut diperkirakan berasal dari early lymphoid cell atau

histiosit. Penelitian terakhir menyebutkan dengan melihat rearrangement gen

imunoglobulin, sel Reed-Sternberg bersifat B-lymphoid lineage. Akan tetapi, ada

yang mengatakan sel Reed-Sternberg berasal dari sel B dari germinal centre.

Penyakit ini disusun dalam suatu setting yang terdiri atas sel ganas (sel Reed-

Sternberg) yang dikelilingi oleh sel radang pleomorf. Perbandingan jumlah sel

ganas dengan sel radang bergantung pada derajat respon imunologik penderita.

Jika terjadi respon sel radang yang kuat sehingga sel-sel limfosit lebih dominan

dibandingkan dengan sel Reed-Sternberg maka orang itu memiliki status

imunologik yang baik, sedangkan orang yang memiliki status imunologik yang

7

Page 8: Kuplak New Banget

kurang baik akan memberikan respon imunologik yang rendah sehingga sel-sel

limfosit tidak terlalu banyak (depleted). Perbandingan sel Reed-Sternberg dengan

limfosit ini akan menentukan klasifikasi histologik penyakit Hodgkin dan akan

berpengaruh terhadap prognosis (Bakta, 2007).

Sel Reed-Sternberg menjadi tanda patologi yang khas untuk limfoma

hodgkin dimana pada limfoma non hodgkin tidak diketemukan sel tersebut

(Kuppers, 2009).

E. Patofisiologi

Limfoma hodgkin dibagi menjadi 5 tipe. 4 diantaranya digolongkan pada

limfoma hodgkin klasik. Golongan yang ke 5, penyakit predominan limfosit

hodgkin, menunjukkan tanda klinis unik dan butuh treatmen yang berbeda. Pada

limfoma hodgkin klasik, sel neoplasma yaitu sel Reed-Sternberg (RS). Sel Reed-

Sternberg hanya sekitar 1 – 2% total sel tumor. Peningkatan pada berbagai

variasi reaktif, dan sel inflammatori seperti limfosit, plasma sel, neutrofil,

eosinofil, dan histosit. (Bradley, 2012)

Umumnya Sel Reed-Sternberg adalah sel B original, derivat dari sentrum

germinativum limfenodi namun tidak lagi mampu menghasilkan antibodi.

Beberapa kasusk Limfoma Hodgkin teridentifikasi keberadaan sel Reed-

Sternberg berasal dari sel T original, tapi kasus seperti ini termasuk langka,

terhitung sekitar 1 -2% dari kasus Limfoma Hodgkin klasik (Bradley, 2012).

Sel Reed-Sternberg mengekspresikan antigen CD-30 dan CD-15. CD-30

merupakan marker aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel limfoid reaktif

dan malignant, dan khusus diekspresikan oleh sel Reed-Sternberg. CD-15 adalah

marker bagi granulosit akhir, monosit, dan sel T teraktivasi yang secara normal

di ekspresikan oleh sel B (Bradley, 2012).

1. Nodular Sclerosis Hodgkin disease

Pada nodular sclerosis hodgkin disease (NSHD), 60 – 80% dari seluruh

kasus Limfoma Hodgkin, morfologinya menunjukkan adanya nodular. NSHD

8

Page 9: Kuplak New Banget

umumnya muncul pada remaja dan dewasa muda. Biasanya terlokasi di

mediastinum dan lokasi supradiaphragmatic lainnya (Bradley, 2012).

Gambar 2.3 nodular sclerosis hodgkin disease

(University of Virginia, 2010)

Gambar 2.4 Gambaran histologis nodular sclerosis hodgkin disease

(University of Virginia, 2010)

2. Mixed-cellularity Hodgkin disease

Pada Hodgkin penyakit tipe campuran (MCHD), dengan angka kejadian

15 – 30%, infiltrasi biasanya berupa difuse. Sel Reed sternberg juga memiliki

ciri tipe klasik, besar, bilobate, ganda atau multiple nukleus, dan eosinofilic

nukleus. MHCD umumnya terjadi pada limfenodi di abdominal dan spleen.

Pasien dengan tipe histologi seperti itu berada pada stadium akhir dengan

sistemik simptoms. MCHD merupakan tipe histologi yang umumnya ada pada

9

Page 10: Kuplak New Banget

pasien dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Bradley,

2012).

Gambar 2.5 Gambaran histologis mixed cellularity Hodgkin disease

(University of Virginia, 2010)

3. Lymphocyte-depleted Hodgkin disease

Kejadian kasus Lymphocyte-depleted Hodgkin disease (LDHD) hanya

berkisar 1% dari semua kasus. Infiltrasi pada penyakit ini berupa difusi dan

sering menunjukkan hiposelular. Sejumlah banyak dari Reed-Sternberg cells

and jenis jenis sarkoma aneh kadang terlihat. LDHD berhubungan dengan usia

lanjut dan status positif HIV. Pasien kadangkala muncul dengan gejala

stadium lanjut. Epstein-Barr virus (EBV) proteins diekspresikan oleh banyak

sel tumor ini. Mayoritas penyakit yang terdeteksi di masa lampau adalah

limfoma yang golongan non Hodgkin biasanya merupakan pembesaran sel

anaplastik (Bradley, 2012).

10

Page 11: Kuplak New Banget

Gambar 2.6 Gambaran histologi Lymphocyte-depleted Hodgkin disease. (A) Limfosit

kecil tidak ada/ non Lymphoma Hodgkin. (B) Gambaran variasi diffuse fibrosis.

(University of Virginia, 2010)

4. Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease

Kejadian kasus Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease (LDHD)

berkisar 5 % dari semua kasus Dalam LRHD, Reed-Sternberg sel dari jenis

klasik atau lacunar diamati, dengan latar belakang infiltrasi limfosit. Hal ini

membutuhkan diagnosis imunohistokimia. Beberapa kasus mungkin memiliki

pola nodular. Secara klinis, pola presentasi dan pola survival mirip dengan

MCHD (Bradley, 2012).

Gambar 2.7 Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease

(University of Virginia, 2010)

11

(A) (B)

Page 12: Kuplak New Banget

5. Nodular lymphocyte-predominant Hodgkin disease

Kasus nodular dominan limfosit-Hodgkin disease (NLPHD) merupakan

5% dari total kasus. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed-

Sternberg tidak selalu ada di NLPHD. Sebaliknya, limfositik dan histiocytic

(L & H) sel, atau "sel popcorn" (inti mereka menyerupai popcorn) terlihat

dalam latar belakang sel inflamasi, yang didominasi limfosit jinak. Tidak

seperti Reed-Sternberg sel, L & H sel positif untuk B-sel antigen, seperti

CD19 dan CD20, dan negatif untuk CD15 dan CD30.

Gambar 2.8 Popcorn cell pada Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease

(University of Virginia, 2010)

Diagnosis NLPHD harus didukung oleh penelitian imunohistokimia,

karena dapat muncul kemiripan dengan LRHD atau bahkan dengan beberapa

non-Hodgkin limfoma (Bradley, 2012).

F. Penegakan Diagnosis

1. Prosedur penentuan derajat penyakit

a. Evaluasi awal, terdiri atas:

i. Anamnesis dan pemeriksaan fisik;

ii. Laboratorium: darah rutin, faal hati, faal ginjal, dan fosfatase alkali;

iii. Aspirasi atau biopsi sumsum tulang.

b. Evaluasi toraks, terdiri atas:

i. Foto toraks PA dan lateral;

ii. Tomografi paru atau CT scan otak.

12

Page 13: Kuplak New Banget

c. Evaluasi abdomen, terdiri atas:

i. Bipedal lymphangiography; atau

ii. CT scan abdomen;

iii. Staging laparatomi.

d. Prosedur-prosedur pemeriksaan hematologis:

i. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis;

ii. Pemeriksaan LED;

iii. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang.

e. Prosedur biokimiawi:

i. Tes faal hati

ii. Serum albumin, LDH, Ca

f. Prosedur untuk hal-hal khusus:

i. Laparatomi (diagnostic dan staging)

ii. USG abdomen

iii. MRI

iv. Gallium Scanning

v. Technetium Bone Scan

vi. Scan hati dan limpa

2. Diagnosis klinik

a. Klinis (Anamnesis)

Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di

leher, aksila atau pun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan

kadang-kadang disertai demam, keringat dan gatal (Tohar, 2007).

b. Pemeriksaan Fisik

Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama

supraklavikular, aksiler dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba

membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan

kemungkinan cincin waldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlihat, perlu

diperiksa gastrointestinal sebab sering terlihat bersama-sama (Tohar,

2007).

13

Page 14: Kuplak New Banget

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan

bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi

keterangan tentang luas penyakit atau keterlibatan organ spesifik. Pada

pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik

lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat

sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat

besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum

tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada

pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.

Eosinofilia absolute perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada

pasien yang menderita priritus, juga dijumpai monositosis absolute

limfositopenia absolut (<1000 sel per milimeter kubik) biasanya terjadi

pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi

terhadap banyak pemeriksaan sebagai indikator keparahan penyakit.

Sampai saat ini, LED masih merupakan pemantau terbaik, tetapi

pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun

masih terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah

peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali,

lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam

serum (Tohar, 2007).

d. Sitologi Biopsi Aspirasi

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis

pendahuluan limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut

seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma

dan limfoma malignum. Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi

aspirasi LH atau pun LNH adalah adanya negatif palsu dianjurkan

melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan

tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan

14

Page 15: Kuplak New Banget

gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi

(Tohar, 2007).

e. Histopatologi

Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi

subtype histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas LH ataupun

LNH. Biopsi dilakukan bukan sekadar mengambil jaringan, namun harus

diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi

yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar

getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submadibular tidak

dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi dilakukan di

bawah anastesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik lokal

terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan

jaringan (Tohar, 2007).

f. Radiologi

Termasuk di dalamnya:

i. Foto toraks untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening

(KGB) mediastinal.

ii. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah

bening (KGB) di daerah iliaka dan pasca aortal.

iii. Ultrasonography (USG) banyak digunakan melihat pembesaran

KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun biopsi aspirasi jarum

halus untuk konfirmasi sitologi.

iv. Computerized Tomography (CT-scan) sering dipergunakan untuk

diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH (Tohar, 2007).

v. Laparotomil aparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat

kondisi KGB pada iliaka para aortal dan mesenterium dengan

tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi radiologi

misalnya USG dan CT-scan ditambah sitologi biopsi aspirasi

jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurang-

kurangnya diminimalisasi (Tohar, 2007).

15

Page 16: Kuplak New Banget

3. Pemeriksaan penunjang

a. Secara patologi anatomi didapatkan gambaran khas yang merupakan

gambaran sel keganasan.

i. Sel Reed-Sternberg: merupakan sel berukuran besar, berinti banyak,

dan polipoid. Ciri khas limfoma Hodgkin adalah adanya sel datia

Reed-Sternberg, meskipun kadang-kadang tidak dijumpai. Sel lain

yang juga merupakan ciri khas adalah sel lakunar (menyerupai sel

datia Reed-Sternberg, tetapi lebih kecil) dan sel mononuklear Hodgkin.

Sel datia Reed Sternberg mempunyai gambaran khas, tampak besar

dengan 2 inti yang saling berhadapan atau disebut mirror image,

karena letak kedua inti sel seperti bayangan objek pada cermin.

Kadang-kadang ditemukan sel tumor yang dikelilingi oleh zona halo

dan nukleus yang jelas sehingga dinamakan owl’s eye (Sudiono et al.,

2001).

ii. Sel Hodgkin: H-cell yang merupakan sel pre-Sternberg lacunar.

1) Varian L dan H

2) Varian pleomorf

b. Pada pemeriksaan darah didapatkan anemia yang bersifat normositer

normokromik, leukositosis moderat yang disebabkan oleh netrofilia,

eosinofilia, limfopenia, LED meningkat, serta Lactate Dehydrogenase

serum (LDH) meningkat (Sudiono et al., 2001).

Pemeriksaan terhadap limfonodi dilakukan untuk mendeteksi dan mendiagnosa

penyakit Limfoma Hodgkin pada orang dewasa.

Pengujian dan prosedur yang dapat digunakan:

a. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit: pemeriksaan ini dilakukan untuk

memeriksa tanda umum keadaan kesehatan, termasuk memeriksa tanda

penyakit seperti bengkak atau segala sesuatu yang terlihat abnormal.

Riwayat penyakit terdahulu pasien dan perawatan yang akan digunakan.

b. Complete Blood Count (CBC ): prosedur ini dilakukan pada sampel darah

yang tergambar dengan disertai pemeriksaan:

16

Page 17: Kuplak New Banget

i. Jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

ii. Banyaknya hemoglobin (protein yang membawa oksigen) dalam sel

darah merah.

iii. Porsi sampel yang terbuat dari sel darah merah.

c. Studi kimia darah: prosedur di mana sampel darah diperiksa untuk

mengukur jumlah substansi yang dilepaskan ke darah oleh organ dan

jaringan di tubuh. Jumlah abnormal (lebih tinggi atau lebih rendah dari

nilai normal) substansi dapat menjadi tanda penyakit pada organ atau

jaringan yang memproduksinya.

d. Kecepatan sedimentasi: prosedur di mana sample darah digambarkan dan

diperiksa untuk mengetahui kecepatan sel darah merah menuju dasar

tabung yang digunakan untuk memeriksa.

e. Biopsi limfonodi: pembersihan seluruh bagian limfonodi. Beberapa tipe

pemeriksaan yang dapat dilakukan:

i. Biopsi penghilangan (Excisional biopsy): pembersihan seluruh

limfonodi.

ii. Biopsi irisan (Incisional biopsy): pembersihan beberapa bagian

limfonodi.

iii. Biopsi inti (Core biopsy): pembersihan bagian limfonodi

menggunakan jarum yang lebar.

Pemeriksaan berikut dapat dilakukan pada jaringan yang telah dibersihkan:

Immunofenotip (Immunophenotyping): pemeriksaan terhadap sel yang ada di

dalam sampel darah atau sumsum tulang yang dilihat di bawah mikroskop

untuk mencari limfosit maligna (kanker) mulai dari Limfosit B atau Limfosit

T (NCI, 2012).

4. Diagnosis Banding

Diagnosis banding serupa dengan dijelaskan untuk limfoma non-

Hodgkin pada pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya

faringitis bakteri atau virus, mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis

harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya Limfoma Non Hodgkin, kanker

17

Page 18: Kuplak New Banget

nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher lokal.

Adenopati ketiak harus dibedakan dengan Limfoma Non Hodgkin dan kanker

payudara (Tohar, 2007).

Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan

tumor lain. Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan

mediastinum, terutama karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Mediastinis

reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma,

karena penyakit tersebut timbul pada pasien simtomatik. Penyakit abdomen

primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati massif jarang

ditemukan, dan penyakit neoplastik lain, terutama Limfoma Non Hodgkin

harus disingkirkan dalam keadaan ini (Tohar, 2007).

G. Penatalaksanaan

Pasien dengan penyakit tahap awal (IA atau IIA) secara efektif diobati

dengan terapi radiasi atau kemoterapi. Pilihan pengobatan tergantung pada usia,

jenis kelamin, massal dan subtipe histologis penyakit. Pasien dengan penyakit

tahap lanjut (III, IVA, atau IVB) diobati dengan kombinasi kemoterapi saja.

Pasien dengan massa besar di dada biasanya diobati dengan kombinasi

kemoterapi dan terapi radiasi.

Tabel 2.1 Penatalaksanaan Limfoma Hodgkin

ABVD Stanford V BEACOPP

Saat ini, ABVD rejimen

kemoterapi adalah standar emas

untuk pengobatan penyakit

Hodgkin. ABVD merupakan

singkatan untuk Adriamycin, obat

empat bleomycin, vinblastine,

dan dacarbazine. Dikembangkan

di Italia pada 1970-an,

pengobatan ABVD biasanya

memakan waktu antara enam dan

delapan bulan, meskipun

Bentuk lain dari pengobatan yang

lebih baru adalah Stanford V

rejimen, yang hanya setengah

selama ABVD tetapi yang

melibatkan jadwal kemoterapi

lebih intensif dan

menggabungkan terapi radiasi.

Bentuk lain dari pengobatan

diatas tahap II adalah BEACOPP.

Tingkat penyembuhan dengan

escudo BEACOPP. rejimen

sekitar 10-15% lebih tinggi

dibandingkan dengan ABVD

standar dalam stadium lanjut.

Meskipun hal ini ditunjukkan

dalam The New England Journal

of Medicine (Diehl et al.), Para

dokter AS masih mendukung

18

Page 19: Kuplak New Banget

pengobatan mungkin diperlukan

lagi.

ABVD, yang mungkin karena

beberapa dokter berpikir bahwa

menginduksi BEACOPP

menginduksi leukimia. Namun,

hal ini diabaikan dibandingkan

dengan tingkat kesembuhan lebih

tinggi. BEACOPP juga lebih

mahal karena kebutuhan untuk

pengobatan bersamaan dengan

GCSF untuk meningkatkan

produksi sel darah putih. Saat ini,

Kelompok Studi Jerman Hodgkin

mendapati bahwa terdapat tes 8

siklus (8x) BEACOPP yaitu

BEACOPP esc esc BEACOPP 6x

vs vs 8x BEACOPP-14 awal

(HD15-sidang).

Doksorubisin Doksorubisin Doksorubisin

Bleomycin Bleomycin Bleomycin

Vinblastine Vinblastine, vincristine Vincristine

Dacarbazine Mechlorethamine Cyclophosphamide, prokarbazin

Etoposid Etoposid

Prednisone Prednisone

Tingkat kesembuhan yang tinggi dan kelangsungan hidup yang panjang

banyak pasien dengan limfoma Hodgkin telah menyebabkan perhatian tinggi,

termasuk penyakit jantung dan keganasan kedua seperti leukemia akut, limfoma,

dan tumor padat dalam bidang terapi radiasi. Kebanyakan pasien dengan

penyakit tahap awal sekarang diobati dengan kemoterapi dan melibatkan terapi

radiasi, bukan dengan terapi radiasi saja. Penelitian klinis sedang mengeksplorasi

pengurangan durasi, dosis kemoterapi, dan volume dari terapi radiasi dalam

upaya untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akhir pengobatan dengan

mempertahankan tingkat kesembuhan tinggi (Anonim, 2012).

Pemberian terapi pada penyakit Limfoma Hodgkin ini tergantung dari

clinical staging penderita dan faktor risikonya. Untuk stadium I atau II dengan

19

Page 20: Kuplak New Banget

faktor resiko secara inisial harus diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan

penyinaran. Dewasa ini terapi kombinasi kemoterapi dan penyinaran juga

dilakukan untuk stadium I dan II penderita tanpa faktor resiko tambahan.Alasan

untuk ini adalah bahwa misalnya sebagai akibat penyinaran lapangan mantel

sesudah 10-15 tahun, juga terdapat kenaikan kemungkinan timbul masalah

kardial.

Faktor risiko menurut German Hodgkin’s Lymphoma Study Group

(GHSG) antara lain (Sum antri, 2009):

a. Massa mediastinal yang besar

b. Ekstranodal

c. Peningkatan laju endap darah ≥ 50 untuk penderita tanpa gejala, dan ≥30

jika dengan gejala.

d. Tiga atau lebih regio yang terkena

Stadium IIIA: Jika dalam stadium III perluasannya hanya terbatas, radiasi

memang mungkin, misalnya dalam situasi klinis stadium klinik II pada

laparotomi terdapat perluasan terbatas di limpa atau perut atas. Penyinaran harus

terdiri dari radiasi lapangan mantel dan radiasi Y terbalik (radiasi total node).

Pada stadium klinik III lebih dipilih penanganan dengan kemoterapi. Penderita

ini diterapi sebagai pasien dalam stadium IIIB ± IV. Stadium IIIB ± IV:

Penderita dalam stadium ini diterapi dengan kemoterapi (Longo, 1990). Skema

moppyang telah lama sebagai pilihan pertama tampaknya digeser oleh skema

MOPP/ABV. Dalam hal ini pada hari ke-1 dan ke-8 dapat diberikan berbagai

obat. Dari penelitian ternyata bahwa dengan pilihan ini kemungkinan

penyembuhan lebih besar daripada dengan MOPP saja. Pada penderita yang lebih

tua juga digunakan skema chlvpp, yang pada umumnya lebih baik ditoleransi.

Mengenai efek samping kemoterapi disamping efek akut yang terjadi (misalnya

nausea, vomitus, depresi sumsum tulang, dan kerontokan rambut), juga harus

diperhatikan efek samping yang timbul kemudian.

20

Page 21: Kuplak New Banget

Untuk saat ini, terapi yang masih diteliti adalah imunoterapi dengan

antibodi monoklonal anti CD 20, imunotoksin anti CD 25, bispesifik monoklonal

antibodi 16/CD 30 bispesifik antibodi, dan radio immunoconjugates.

H. Prognosis

Penyakit ini awalnya meragukan untuk terobati. Tetapi semakin dapat

diatasi dengan obat yang lebih efektif, De Vita, dan rekan NCL mempelopori

pengobatan yang baru menunjukkan 50% pasien yang level yang sudah parah

dengan menggunakan kombinasi MOPP (Mechlorethamine, Oncovin,

Procarbazine, Prednisone). Pengobatan dengan C-MOPP, seperti chemotherapy

dapat menyebabkan azoospermia pada 50-100% pria. Sedangkan pada wanita

akan menyebabkan amenorrhea ke 50% jumlah wanita. Tetai pada terapi ABVD

hanya sedikit dan sementara menyebabkan toksisitas pada sel induk di pria dan

jarang menyebabkan amenorrhea (Michael, 2009).

Ada tujuh faktor acuan untuk prognosis penyakit ini, yaitu:

1. Albumin≤ 4 gr/dl

2. Hemoglobin ≤ 10,5 gr/dl

3. Leukosit> 15.000/mm3

4. Lymphopenia≤ 600/mm3

5. Jenis kelamin

6. Umur≥ 45 tahun

7. Penyakit sudah masuk stadium IV

Skor prediksi dalam 5 tahun yang rata-rata bebas dari peningkatan pada

level penyakit ini ada 84% yang tidak ada, 77% untuk satu faktor resiko, 67%

untuk dua faktor resiko, 60% untuk tiga faktor resiko, 51% untuk empat faktor

resiko, dan 42% untuk lima atau lebih faktor resiko (Michael, 2009).

Sedangkan pada wanita hamil, prognosis ditentukan oleh:

1. Harapan dari pasien

2. Umur fetus

21

Page 22: Kuplak New Banget

Limfoma Hodgkin pada orang dewasa biasanya dapat disembuhkan jika

tidak telat ditemukan dan diobati (NCI, 2012)

Tabel 2.2

Regimen Kemoterapi Penyakit Hodgkin

RegimenDosis

(mg/m2)Pemberian Jadwal (hari)

Siklus

(hari)

MOPP 21

Mechloretamine 6 IV 1,8

Oncovin 1,4 IV 1,8

Procarbazine 100 PO 1-14

Prednisone 40 PO 1-14

COPP 28

Cyclophosphamide 650 IV 1,8

Oncovin 1,4 IV 1,8

Procarbazine 100 PO 1-14

Prednisone 40 PO 1-14

ABVD 28

Adriamycin 25 IV 1,15

Bleomycin 10 IV 1,15

Vinblastine 6 IV 1,15

Dacarbazine 375 IV 1,15

Stanford V 12 minggu

Mechlorethamine 6 IV Minggu 1,5,9

Adriamycin25 IV Minggu 1,3,5,9,11

Vinblastine

6 IV Minggu 1,3,5,9,11

Vincristine 1,4 IV Minggu

22

Page 23: Kuplak New Banget

2,4,6,8,10,12

Bleomycin5 IV

Minggu

2,4,6,8,10,12

Etoposide 60 x 2 IV Minggu 3,7,11

Prednisone40 PO

Minggu 1-9,

tapering

G-CSF - SC Minggu 10-12

Tabel. 2.3

Rekomendasi Terapi Untuk Limfoma Hodgkin Relaps dan Progresif Primer

Relaps Terapi

Relaps setelah radioterapi Kemoterapi

Nodal relaps CS I-II tanpa gejala

B, tanpa radioterapi sebelumnyRadioterapi salvage

Progresif primer High dose chemotherapy (HDCT)

diikuti transplantasi sel asalRelaps dini

Relaps lanjut “Autologous Stem Cell

Transplantation” (ASCT)

23

Page 24: Kuplak New Banget

BAB III

KESIMPULAN

1. Limfoma hodgkin jarang ditemukan pada daerah Indonesia, hal ini disebabkan

karena etiologi utama dari limfoma Hodgkin jarang ditemukan di Indonesia.

2. Penelitian terbaru menjelaskan bahwa penyakit Limfoma Hodgkin disebabkan

tidak hanya oleh kelainan genetik tetapi juga karena adanya invasi dari EBV

(Epstein-Barr Virus) yang menyebabkan abnormalitas dari sel limfosit B.

3. Pada Limfoma Hodgkin stadium I dan II, tatalaksana kombinasi kemoterapi

dan penyinaran harus diberikan dengan mempertimbangkan faktor resiko

secara inisial. Saat ini terapi kombinasi kemoterapi dan penyinaran juga

dilakukan untuk penderita stadium I dan II tanpa faktor resiko tambahan.

4. Sampai saat ini, hubungan antara genetik dan penyakit limfoma Hodgkin

masih menjadi perdebatan, karena pada kembar fraternal tidak satu pun dari

187 kembar menunjukkan tanda–tanda Hodgkin, sedangkan pada kembar

identik, sepuluh dari 179 kembar menunjukkan adanya limfoma Hodgkin.

24

Page 25: Kuplak New Banget

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pengobatan Limfoma Hodgkin. Available at: http://www.news-medical.net/health/Hodgkins-Lymphoma-Treatment-(Indonesian).aspx (diakses pada 18 September 2012)

Anonim. 2012. Hodgkin Lymphoma. Available at:http://www.cancer.gov/cancertopics/types/hodgkin (diakses pada 16 september 2012)

Baldy, Catherine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiogi. Jakarta: EGC

Handayani, Wiwik, Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Isselbacher K J, Braunwald E, Asdie, et al.  2000. HARRISON : Prinsip- prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Volume 4. Edisi 13. Jakarta : EGC

Kupper. 2009. Epidemiology Principles and Quantitative Methods. New York : Van Nostrand Reunhold Company Inc.

Lash, Bradley W. 2012. Hodgkin Lymphoma:Pathophysiology. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview#a0104 (diakses pada 25 september 2012)

Mehta Atul, Hoffbrand Victor. 2006. At a Glance Hematologi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga

NCI (National Cancer Institute). 2012. General Information About Adult Hodgkin Lymphoma. USA: National Institute of Health.

Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, et all. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

O’Dell, Michael, dan Michael Stubblefield. 2009. Cancer Rehabilitation: Principles and Practice. US: Demos Medical Publishing.

Otto, Shirley E. 1996. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: ECG

25

Page 26: Kuplak New Banget

Rotter, Kimberly. 2011. Hodgkin's Disease Causes: Genetic & Viral. Available at: http://www.news-medical.net/health/Hodgkins-Lymphoma-History.aspx (diakses pada 25 September 2012)

Robbins, Stanley L, Cotran, Ramzi S., and Kumay V. 2011. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC

Tohar, Billy A. 2007. Limfoma Hodgkin. Available at: http://www.scribd.com/doc/24025699/Limfoma-Hodgkin (diakses pada 24 September 2012)

Sudoyo, Aru. et all. 2010. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta : InternaPublishing.

Sumantri Rachmat. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: InternaPublishing

26