proses pasca panen hap2
DESCRIPTION
Fikologi LaporanTRANSCRIPT
PROSES PASCA PANEN / PENGERINGAN RUMPUT LAUT
Oleh:
Nama : Suminar Sudari Maharani HapsariNIM : B1J009013Kelompok : 2Rombongan : IAsisten : Siti Novianti Eka Putri
LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor rumput
laut yang cukup penting di Asia. Produksi rumput laut lima tahun terakhir. Saat
ini pengembangan rumput laut di Indonesia semakin pesat, dan Rumput laut akan
bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya
penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai pada penggeringan
saja. Rumput laut kering masih merupakan bahan pengelolaan yang harus diolah
lagi. Pengolahan rumput laut kering dapat menghasilkan agar-agar, keraginan atau
algin tergantung kandungan yang terdapat di dalam rumput laut.
Rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia tidak semuanya
bermanfaat bagi manusia. Rumput laut yang bernilai ekonomis penting
kebanyakan dari jenis Rhodophyta, khususnya Eucheuma sp. dan Gracillaria sp..
jenis rumput laut yang paling banyak dimanfaatkan dan dibudidayakan serta
merupakan suatu usaha yang sangat bagus dalam dunia perdagangan adalah jenis
rumput laut Eucheuma cotonii. Jenis rumput laut ini banyak dimanfaatkan karena
penggunaannya sangat luas dalam bidang industri seperti industri makanan,
kosmetik, obat-obatan bahkan sebagai komoditas ekspor. Pemanfaatan rumput
laut E. cotonii dalam bidang industri makanan dan minuman dapat diolah menjadi
manisan, dodol, minuman sari buah dan es rumput laut.
Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat
penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan
mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan.
Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan,
pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanan.
Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya
jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Rumput laut dapat diolah
menjadi bahan setengah jadi seperti ATC (Alkali Treated Cottonii), ataupun SRC
(semirefined carrageenan) baik dalam bentuk chip atau tepung.
B. Tujuan
Mengetahui tahapan proses pascapanen rumput laut serta langkah-langkah
pengeringan dan pemutihan
C. Tinjauan Pustaka
Makroalga yang berasal dari laut sangat penting dan memiliki nilai
komersial yang tinggi, terutama untuk bahan baku makanan dan lainnya. Agar
memiliki sifat khas yaitu tidak larut dalam air namun larut dalam air panas
(Jagadeesan, 2010). Jenis-jenis rumput laut yang banyak dimanfaatkan oleh
manusia pada umumnya dari kelas rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput
laut merah juga terkandung pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan
fikosianin (Darmawan et al., 2004).
Rumput laut (seaweed) termasuk salah satu anggota alga yang merupakan
tumbuhan berklorofil. Rumput laut terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk
koloni, hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir,
berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah pesut, jernih dan biasanya
menempel pada karang mati, potongan karang dan substrat kasar lainnya, baik
terbentuk secara alamiah atau buatan (Sediadi dan Budihardjo, 2000).
Rumput laut banyak diproduksi karena memiliki nilai ekonomi yang
cukup tinggi yaitu dapat menghasilkan agar. Agar merupakan polisakarida yang
disusun dari dua fraksi utama yaitu agarosa dan agaropektin. Agar memiliki sifat
yang khas yaitu tidak mudah larut dalam air dingin, namun larut dalam air panas.
Sifat yang menonjol dari agar adalah sifat gelasi, viskositas dan melting point.
Fungsi utama agar adalah sebagai bahan pemantap, bahan pembuat emulsi, bahan
pengisi, dan bahan pembuat gel. Agar memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sering
digunakan dalam berbagai industri misalnya industri makanan, farmasi, tekstil dan
lain-lain. Agar juga dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba (Malik
2004).
Tidak hanya teknik budidaya, kualitas rumput laut juga dipengaruhi oleh
umur tanaman, cara panen, dan keadaan cuaca pada saat panen. Umumnya,
rumput laut akan cukup baik untuk dipanen pada umur tanaman berkisar 4-6
minggu setelah tanam. Apabila panen kurang dari umur tersebut maka akan
dihasilkan rumput laut berkualitas rendah. Hal ini dikarenakan kandungan
agar/karaginan yang dikandungnya menjadi rendah dan kekuatan gel (gelstrength)
dari agar/karaginan juga rendah, tetapi kadar airnya tinggi. Kondisi seperti ini
tidak dikehendaki oleh industri pengolahan rumput laut, sehingga akan dihargai
lebih rendah, atau bahkan tidak dibeli (Fahrul, 2006).
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan yaitu alas/wadah untuk melakukan fermentasi,
plastik, oven, ember. Bahan yang digunakan yaitu Gracillaria gigas, kapur tohor,
air tawar, air laut.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
1. Penjemuran langsung dikeringkan :
- Rumput laut dibersihkan
- Rumput laut dijemur diatas alas / dioven
- Dijemur 1-3 hari (Eucheuma 2-3 hari dengan kadar 30-35 % dan
Gracillaria 1-2 hari dengan kadar 20-25%)
- Setelah kering, disimpan
2. Penjemuran dengan pencucian air tawar :
- Rumput laut dibersihkan
- Rumput laut dijemur 1-2 hari / dioven
- Dicuci dengan air untuk melarutkan garam yang menempel
- Dijemur 1-2 hari sampai putih, kalau belum putih cuci lagi dengan air
tawar
- Dijemur 1-2 hari sampai putih kekuningan
- Disimpan, kadar air mencapai 15-20%
3. Penjemuran dengan direndam dengan kapur tohor :
- Rumput laut dibersihkan
- Dicuci dengan air untuk melarutkan garam yang menempel
- Direndam dengan air kapur tohor 1-2 jam
- Dijemur 1-2 hari sampai putih/kekuningan
- Disimpan, kadar air mencapai 15-20%
4. Penjemuran dengan difermentasi / dipigmentasi
- Rumput laut dibersihkan
- Dibungkus plastik dan direndam dalam bak berisi air laut/tawar selama 2-3
hari
- Rumput laut yang sudah menjadi putih transparan / jernih, dijemur diatas
alas selama 2-3 hari
- Disimpan, kadar air mencapai 20-25%
Di bawah ini adalah diagram alir penjemuran dengan difermentasi:
Dibungkus plastic dan direndam air laut/tawar selama 2-3 hari
Rumput Laut dibersihkan
Dijemur diatas alas selama 2-3 hari setelah putih transparan
Disimpan hingga kadar airnya mencapai 20-25 %
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Kelompok 1: Penjemuran langsung dikeringkan
penjemuran hari ke-1 penjemuran hari ke -2
Kelompok 2 : Penjemuran dengan pencucian air tawar
Sebelum perlakuan setelah perlakuan hari ke-1
Setelah perlakuan hari ke-2
Kelompok 3 : Penjemuran dengan direndam dengan kapur tohor.
Per end ama n
dengan kapur tohor penjemuran hari ke-1
penjemuran hari ke-2
B. Pembahasan
Spesies rumput laut yang banyak dijumpai di Indonesia menurut Winarno
(1990) dibagi menjadi tiga kelas dan setiap kelas dibagi menjadi beberapa genus.
Tiga kelas tersebut adalah Chlorophyta (alga hijau), Rhodophyta (alga merah) dan
Phaeophyta (alga coklat). Rumput laut seperti namanya tersebut memiliki
bermacam-macam warna yang disebabkan oleh adanya kandungan pigmen yang
terdapat dalam tiap spesies.
Teknik penanganan pasca panen yang pertama kita mencuci bersih rumput
laut yang sudah di panen, fungsinya agar rumput laut terbebas dari lumpur dan
kotoran sesaat sebelum diangkat dan dikeringkan, lalu ditiriskan di atas korang
yang berada di dalam baskom, setelah itu baskom yang berisikan rumput laut pun
ditutup dengan menggunakan plastik bening agar kandungan garam yang ada pada
rumput laut tidak menguap, terakhir di jemur disinar matahari terik sampai
berwarna cerah. Kualitas rumput laut pasca panen yang dihasilkan dari
penjemuran langsung tidak sebaik hasil fermentasi, warna rumput laut hitam,
kandungan dalam rumput laut tersebut banyak yang hilang. Rumput laut yang
setelah panen langsung dijemur di bawah sinar matahari terkadang membuat
rumput laut tersebut kotor, terkadang tercampur dengan pasir atau debu,
sedangkan kebersihan dari rumput laut itu mempengaruhi kualitas rumput yang
dipanen (Malik, 2004)
Kelebihan dari pasca panen dengan cara fermentasi adalah menghasilkan
warna yang bagus, rumput laut yang dihasilkan dari bersih dan bermutu tinggi. Di
samping itu sistem fermentasi ini memiliki kelemahan yaitu terkadang
mengeluarkan bau yang tidak diharapkan, dan juga memakan waktu lama.
Sedangkan hasil pasca panen rumput laut dengan metode penjemuran langsung
memiliki kelebihan yaitu tidak memakan waktu yang lama, tidak menimbulkan
bau yang tidak diinginkan, tetapi memiliki kekurangan yaitu rumput laut yang
dihasilkan kadang masih kotor dan warnanya tidak bagus dan mutu tidak sebaik
fermentasi (Handayani, 2006).
Langkah-langkah Pengolahan menjadi bahan baku atau rumput laut kering
adalah sebagai berikut (Sipuk, 2010) :
1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan, kemudian
dipisahkan dari jenis yang satu dengan yang lain.
2. Setelah bersih rumput laut dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik
penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi,
rumput laut dijemur di atas para-para di lokasi yang tidak berdebu dan tidak
boleh bertumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan telah
keluarnya garam.
3. Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan baku agar
rumput laut kering dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk bahan baku
karagenan dicuci dengan air laut. Setelah bersih rumput laut dikeringkan lagi
kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar
28%.Bila dalam proses pengeringan hujan turun, maka rumput laut dapat
disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga
tidak saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karagenannya tidak boleh
terkena air tawar, karena air tawar dapat melarutkan karaginan.
4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk
menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.
Untuk memperoleh hasil yang berkualitas tinggi dan bermutu ekspor, perlu
penanganan pascapanen yang baik. Menurut Hidayat (1994), dalam penanganan
pascapanen rumput laut ada tujuh kegiatan yang harus dikerjakan, yaitu :
1. Pengeringan I
Pengeringan ini dilakukan diatas para-para atau rak dan diberi atap yang bisa
dibuka dan ditutup. Atap ini supaya rumput laut yang dikeringkan tidak
terkena hujan dan embun malam. Karena air hujan dapat merusak dan
mempengaruhi kualitas rumput laut. Para-para atau rak bertujuan agar rumput
laut tetap bersih dan tidak tercampur dengan pasir dan kotoran lainnya.
Lokasi penjemuran ditempat terbuka, jauh dari pemukiman penduduk, tetapi
dekat dengan pantai.
2. Perendaman I
Setelah 3-4 hari, rumput laut dicuci dan direndam menggunakan air laut
sealma 1-2 jam.
3. Pengeringan II
Dilakukan ± 7 jam sampai warna kekuning-kuningan.
4. Penyortiran
Dilakukan pemisahan antara kotoran dan bahan kering, juga menurut
jenisnya. Proses ini kadar air rumput laut masih tinggi, sekitar 30-35%, jadi
harus diturunkan mencapai 25-27%.
5. Perendaman II
Setelah disortir, rumput laut direndam dan dibilas lagi dengan air untuk
membebaskan garam dan mengurangi kotoran yang masih melekat.
Perendaman dengan larutan 0,25% atau dengan larutan kapur tohor, 5 kg
kapur tohor untuk 100 kg rumput laut. Hal ini dapat mempercepat proses
pemucatan. Kemudian rumput laut dibilas dengan air bersih sampai bau
kaporitnya hilang.
6. Pengeringan III
Rumput laut selanjutnya dijemur, dikeringkan kembali untuk yang ketiga
kalinya selama 1-2 hari, sampai rumput laut benar-benar kering dengan kadar
air 25-27%.
7. Pengepakan
Merupakan akhir dari seluruh proses pascapanen ini. Rumput laut dikemas
dengan kemasan yang cukup aman, terhindar dari hujan dan sebagainya.
Sedangkan menurut Matanjun (2008), kualitas rumput laut dipengaruhi
oleh tiga hal penting, yaitu teknik budidaya, umur panen dan penanganan
pascapanen. Penanganan pascapanen merupakan kegiatan atau proses yang
dimulai sejak setelah tanaman dipanen yaitu meliputi pencucian, pengeringan,
pembersihan kotoran atau garam (sortasi), pengepakan, pengangkutan, dan
penyimpanan.
Gracilaria merupakan rumput laut yang termasuk dalam kelas alga merah
(Rhodophyceae) (Winarno 1996). Gracilaria sp. menghasilkan metabolit primer
senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Klasifikasi Gracilaria menurut
Anggadiredja et al. (2006) yaitu:
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Gracilariaceae
Genus : Glacilaria
Jenis : Glacilaria gigas.
Ciri umum dari Gracilaria gigas. adalah mempunyai
bentuk thallus silindris atau gepeng dengan percabangan mulai dari yang
sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun, di atas percabangan umumnya
bentuk thalli (kerangka tubuh tanaman) agak mengecil, permukaannya halus atau
berbintil-bintil, diameter thallus berkisar antara 0,5 – 2 mm. Panjang dapat
mencapai 30 cm atau lebih dan Glacilaria gigaz tumbuh di rataan terumbu karang
dengan air jernih dan arus cukup dengan salinitas ideal berkisar 20-28 per mil
(Anggadiredja et al. 2006).
Untuk mendapatkan rumput laut kering yang berkualitas baik maka usia
dariumput laut yang akan dipanen harus diperhatikan. Pemanenan yang terlalu
cepat atau terlambat akan mengakibatkan turunnya kualitas rumput laut. Hal ini
dikarenan panen merupakan tahapm akhir dari sebuah proses budidaya, oleh
karena itu harus dilaksanakan pada waktu dan dengan cara yang tepat agar dapat
memenuhi permintaan pasar baik secara kualitan maupun kuantitas (Mubarak et
al, 1990)
Di alam Gracilaria hidup dengan cara menempel pada substrat dasar
perairan atau benda lainnya pada daerah pasang surut. Bahkan di daerah Sulawesi
pada musim-musim tertentu rumput laut jenis ini banyak terdampar di pantai
karena hempasan gelombang dalam jumlah yang sangat besar dan berakibat over
produksi. Gracilaria tersebar luas di sepanjang pantai daerah tropis. (Anggadiredja
dkk, 2006)
Gracilaria umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu
karang melekat pada substrat karang mati atau kulit kerang ataupun batu gamping
di daerah intertidal dan subtidal. Tumbuh tersebar hampir diseluruh perairan
Indonesia. Di Indonesia umumnya yang dibudidayakan di tambak adalah jenis
Gracilaria verrucosa. dan G. gigas , Jenis ini berkembang di perairan Sulawesi
Selatan (Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bulukumba, Wajo, Paloppo, Bone, Maros);
Pantai utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang,
Tuban dan Lamongan); Lombok Barat. Gracilaria selain dipanen dari hasil
budidaya juga dipanen dari alam. Panen dari alam kualitasnya kurang baik karena
tercampur dengan jenis lain
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Penanganan pascapanen merupakan kegiatan atau proses yang
dimulai sejak setelah tanaman dipanen yaitu meliputi pencucian, pengeringan,
pembersihan kotoran atau garam (sortasi), pengepakan, pengangkutan, dan
penyimpanan.
2. Langkah yang dapat dilakukan dalam proses pengeringan hasil
panen yaitu : penjemuran langsung dikeringkan, penjemuran dengan
pencucian air tawar, penjemuran dengan direndam dengan kapur tohor,
penjemuran dengan difermentasi / dipigmentasi.
3. Metode fermentasi lebih baik daripada metode jemur langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, JT, A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta
Aslan L., 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta
Darmawan, M., Tazwir dan H. E. Irianto. 2004. Fortifikasi Kue Keik menggunakan Bubuk Gracilaria sp dan Sargassum filipendula Sebagai Sumber Asam Lemak Omega-3 dan Iodium. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Vol 10, No.3, Hal. 85-93.
Fahrul. 2006. Pelatihan Budidaya Laut, Panen dan Pasca panen. Yayasan Mattirotasi, Makassar.
Handayani, T. 2006. Protein pada Rumput Laut. Oseania, Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta
Hidayat. 1994. Budi Daya Rumput Laut. Usaha Nasional, Surabaya.
Jagadeesan et al,. 2010. Assessment of Ammonium Uptake by Marine Macroalga Gracilaria verrucosa (Rhodophyta). Current Research Journal of Biological Sciences 2(2): 150-153, 2010
Malik, H. 2004. Kandungan Kimiawi Beberapa Jenis Rumput Laut di Indonesia. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur. Vol. 3, No.2.
Matanjun. Patricia, et al,. 2008. Nutrient Content of Tropical Edible Seaweed, Eucheuma cotonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polycystum. Bussines Media B.V
Mubarak H, Soegiarto A, Sulistyo, Atmadja WS. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbangkan. IDRC-INFIS. 34 hlm.
Sediadi, A dan U. Budihardjo. 2000. Rumput Laut Komoditi Unggulan. PT Grasindo, Jakarta.
Serdiati, N. Widiastitu, I. M. 2010. Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Kedalaman Penanaman Yang Berbeda. Media Litbang Sulteng III (1) : 21 – 26, Mei 2010. ISSN : 1979 - 5971
Sipuk. 2010. Pasca Panen Dan Mutu Rumput Laut. http://www.bi.go.id/sipuk/id /?id=4&no=40317&idrb=43701. Akses tanggal 17 April 2012.
Winarno, F.G . 1990 . Teknologi Pengolahan Rumput Laut . Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Winarno FG., 1996, Teknologi Pengolahan Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.