proposal sosiologi

Upload: ratri-kusuma

Post on 11-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mekanisme pengawasan

TRANSCRIPT

A. JUDULJudul dari penelitian ini adalah Mekanisme Pengawasan dalam Rehabilitasi Wanita Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta.

B. LATAR BELAKANG MASALAHDewasa ini pelaksanaan pembangunan mulai digiatkan oleh banyak negara termasuk Indonesia. proses pembangunan nasional yang digulirkan pemerintah ditandai dengan munculnya konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Operasionalisasi dari doktrin pembangunan tersebut muncul dalam bentuk pesatnya pertumbuhan aspek materiil dan imateriil. Dalam rangka menggiatkan pelaksanaan pembangunan, ternyata banyak faktor yang menjadi penghambat utama pelaksanaan pembangunan yaitu kemiskinan dan pengangguran. Kedua hal tersebut dapat berdampak pada masalah sosial, ekonomi, budaya dan bahkan dapat memunculkan kemiskinan moral dalam masyarakat. Seseorang dalam melangsungkan kehidupan berawal dari hasrat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling pokok dan masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya akan terdorong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku. Tindakan menyimpang tersebut kemudian disebut sebagai suatu tindakan kejahatan. Secara sosiologis kejahatan adalah perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi diri pelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat. Banyak realitas dalam masyarakat yang menunjukkan bahwa orang miskin terdesak kebutuhan ekonomi, maka kejahatan merupakan jalan terpendek untuk menghasilkan uang.Pembangunan memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat, namun tidak jarang hal itu juga mengakibatkan kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekonomi merupakan masalah yang serius dan berdampak luas dalam masyarakat, hal ini timbul karena ada jurang pemisah antara yang miskin dan yang kaya. Adanya kesenjangan ekonomi menyulitkan kehidupan masyarakat terutama perempuan, banyak dari mereka yang terjun dalam kegiatan prostitusi, Fenomena prostitusi bukanlah masalah baru dalam kehidupan masyarakat, praktek kegiatan tersebut sudah ada sejak dahulu hingga sekarang. Banyak sekali istilah yang digunakan untuk menyebutkan pelaku dari prostitusi atau pelacuran, namun pada umumnya mereka sering disebut sebagai wanita tuna susila (WTS) atau pekerja seks komersial (PSK). Prostitusi harus ditanggulangi bukan saja karena akibat-akibat yang membahayakan tetapi juga agar gejala ini tidak diterima oleh masyarakat sebagai pola budaya. Dengan kata lain pelacuran yang dibiarkan tanpa dicegah dan ditanggulangi lambat laun akan melembaga sebagai suatu hal yang dianggap patut, oleh karena itu pemerintah harus berusaha terus menerus untuk menanggulanginya. Faktor utama yang menjadi penyebab munculnya WTS adalah kondisi ekonomi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pemicunya, seperti lingkungan pergaulan yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku menyimpang. Terlepas dari segala hal yang melatarbelakanginya, masalah WTS memerlukan perhatian khusus dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan seluruh lapisan masyarakatSalah satu upaya untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan melakukan upaya rehabilitasi terhadap para wanita tuna susila melalui lembaga-lembaga sosial yang ada. Para eks-WTS membutuhkan penanganan agar nantinya dapat kembali diterima oleh masyarakat. Selain berbagai pendidikan dan ketrampilan, hal yang harus mereka dapatkan adalah pembinaan moral agar mereka dapat bersikap dan berperilaku baik, tidak hanya memahami norma-norma yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.Pada dasarnya rehabilitasi berfungsi untuk memberikan pelayanan agar seseorang yang cacat atau bermasalah dapat dikembalikan ke keadaan semula, sehingga orang tersebut menjadi manusia yang berguna di masyarakat. Panti Sosial Karya Wanita merupakan salah satu lembaga yang bertugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik dan tingkah laku, pelatihan ketrampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi Eks.WTS agar dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan menjadi anggota masyarakat secara normatif.Sejak dulu Panti Sosial Karya Wanita sudah ada sebagai tempat penampungan bagi orang-orang yang mengalami permasalahan sosial. Pelaksanaan rehabilitasi panti tersebut bertujuan untuk memulihkan harga diri dan kepercayaan para Eks. WTS sehingga timbul rasa kemandirian dan tanggung jawab terhadap masa depan diri dan keluarganya, serta membina tata kehidupan mereka agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Pada umumnya para penghuni panti merupakan Eks. WTS yang terlibat kegiatan prostitusi dan terjaring oleh razia Satpol PP, namun ada juga penghuni yang masuk ke panti karena berperilaku menyimpang dan diserahkan oleh keluarganya untuk dibina.Meskipun demikian mayoritas masyarakat dan penghuni panti masih belum memahami tujuan dan fungsi dari panti rehabilitasi. Bahkan sebagian masyarakat menyebut panti tersebut sebagai penjara wanita, tempat dikurungnya para perempuan nakal. Para penghuninya sendiri mayoritas masuk ke panti tersebut karena terpaksa bukan karena kesadaran untuk berubah, mereka tidak punya pilihan lain karena terjaring razia Satpol PP yang kemudian mengharuskan mereka untuk dikirim ke Panti Sosial Karya Wanita untuk direhabilitasi. Kebanyakan dari mereka menganggap proses rehabilitasi di panti seperti kungkungan karena selama pelaksanaan rehabilitasi mereka tidak bebas keluar masuk panti, mereka harus tinggal di Panti selama proses rehabilitasi karena mereka wajib mengikuti seluruh program pembinaan sebelum dikembalikan ke masyarakat. Berdasarkan data dari Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama (2009), Dalam pelaksanaannya proses rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita diperlukan beberapa tahap mulai dari tahap pendekatan awal, tahap penerimaan, tahap resosialisasi, tahap bimbingan lanjut, hingga kerjasama dengan instansi terkait. program tersebut biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 4 bulan. Selama rehabilitasi mereka akan mendapatkan berbagai bimbingan, mulai dari bimbingan fisik/mental, sosial, hingga ketrampilan yang dapat mereka manfaatkan setelah keluar dari panti. Jadwal bimbingan pun diatur secara sistematis dan setiap penghuni panti wajib untuk mengikuti seluruh proses bimbingan tersebut.Dari gambaran umum mengenai rehabilitasi wanita tuna susila di atas dapat dilihat mekanisme pengawasan yang melingkupinya. Mekanisme pengawasan dilakukan oleh semua pengurus panti terhadap para penghuninya selama proses rehabilitasi berlangsung sebagai tindak lanjut penertiban dan pendisiplinan. Sejak awal masuk ke panti, para wanita yang menjadi penghuni ditempatkan di kamar-kamar panti seperti di asrama, namun mereka tidak memiliki akses untuk keluar masuk panti dengan bebas tanpa pengawasan para petugas. Mekanisme pengawasan pada para penghuni panti selama pelaksanaan rehabilitasi merupakan upaya untuk terhindar dari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi. Apabila terdapat pelanggaran terhadap tata tertib panti, akan ditindaklanjuti secara tegas oleh para petugas. Berdasarkan informasi dari Panti Karya Wanita Wanita Utama Surakarta, tidak sedikit penghuni yang mencoba melarikan diri, beberapa dari mereka ada yang berhasil melarikan diri, namun ada juga yang berhasil digagalkan oleh petugas. Beberapa dari mereka yang keluar dari panti biasanya akan terjun kembali dalam kegiatan prostitusi, bahkan beberapa dari mereka ada yang kembali terjaring oleh razia Satpol PP dan dikembalikan lagi ke panti. Banyak sekali hambatan dalam proses rehabilitasi wanita tuna susila, bahkan para penghuni yang mau mengikuti program rehabilitasi dari awal hingga akhir pun ada juga yang kembali menjadi pekerja seks komersial. Untuk mengantisipasi berbagai bentuk pelanggaran yang mungkin terjadi, para petugas panti melakukan pengawasan secara ketat agar proses rehabilitasi berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta dalam pelaksanaannya diupayakan agar terlaksana dengan disiplin dan tertib. Indikasi dari upaya pendisiplinan tersebut melalui peraturan dan tata tertib yang harus dipatuhi oleh para penghuni panti selama menjalani seluruh program rehabilitasi.Bertolak dari uraian di atas, peneliti melakukan penelitian dengan judul Makanisme Pengawasan dalam Rehabilitasi Wanita Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta.

C. PERUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu:1. Bagaimana pelaksanaan mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta?2. Bagaimana bentuk pendisiplinan melalui mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta?3. Bagaimana dampak mekanisme pengawasan bagi para mantan wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta?

D. TUJUAN PENELITIANDari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Mendeskripsikan pelaksanaan mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta.2. Menjelaskan bentuk pendisiplinan melalui mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta.3. Menjelaskan dampak mekanisme pengawasan bagi para mantan wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta.

E. MANFAAT PENELITIANHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:1. Manfaat Teoritisa. Menambah wawasan mengenai mekanisme pengawasan yang tercermin dalam pelaksanaan rehabilitasi wanita tuna susila.b. Memberikan kontribusi terhadap berkembangnya ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu sosial.c. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai masalah sosial masyarakat terutama mengenai wanita tuna susila di daerah perkotaan.2. Manfaat Praktisa. Hasil penelitian ini dapat memberi gambaran mengenai unsur-unsur yang terdapat dibalik pelaksanaan rehabilitasi wanita tuna susila.b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pelaksana program rehabilitasi wanita tuna susila.c. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi kepada lembaga-lembaga yang terkait dengan rehabilitasi wanita tuna susila dalam mencermati lebih dalam mengenai aspek-aspek yang terkandung dalam program tersebut.

F. TINJAUAN PUSTAKA1. Rehabilitasi Wanita Tuna Susila Sebagai Bentuk Pemulihana. Pengertian RehabilitasiMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:827) rehabilitasi yaitu pemulihan kepada kedudukan (keadaan) yang dahulu (semula). Rehabilitasi juga diartikan sebagai perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu supaya menjadi manusia yang berguna.Dalam UU No. 14 Tahun 1970 adalah pemulihan hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh pengadilan. Kemudian menurut Pasal 1 butir 22 KUHAP, rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU ini.

b. Pengertian Wanita Tuna SusilaWanita Tuna Susila dikenal dengan nama lain wanita pelacur, prostitusi, dan dalam istilah pers lebih dikenal dengan nama pekerja seks komersial (PSK). Menurut Soedjono (1982:112) wanita pelacur adalah wanita yang menjual dirinya kepada laki-laki (dengan menerima bayaran atas service yang diberikannya).Prostitusi berasal dari kata Prostituere (bahasa latin) yang berarti menonjolkan diri dalam hal-hal yang buruk atau tercela atau menyerahkan diri secara terang-terangan kepada umum. Pelacuran dapat diartikan sebagai penyerahan badan wanita dengan pembayaran, kepada orang laki-laki guna pemuasan nafsu seksuil orang-orang itu. (Soedjono, 1982:122-123).Peraturan daerah tingkat II Kabupaten Karanganyar No. 3 Tahun 1979 tentang penanggulangan pasal 1 mengartikan pelacuran adalah perbuatan oleh siapapun baik laki-laki maupun perempuan, yang menyediakan diri kepada umum untuk melakukan zina.Dari beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian prostitusi, pelacuran atau Wanita Tuna Susila (WTS) adalah wanita yang menjual diri kepada laki-laki dan menyerahkan diri kepada umum untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.Adapun bentuk-bentuk pelacur bermacam-macam, ada yang langsung tersedia di tempat-tempat (di rumah-rumah), yang dinamakan rumah bordil, biasanya pelacur-pelacur yang berada di rumah bordil dipelihara oleh germo yang mengatur, ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak ke pesanggrahan girl (gadis panggilan) jenis ini bisa dipanggil dari tempat penampungan yang diusahakan germo, atau dari rumah sendiri (melakukan dengan diam-diam). Call girl ini jaringannya cukup rapi hingga agak sulit untuk diketahui, biasanya ada perantara-perantaranya yang umumnya dari kalangan tukang becak, sopir taksi dan lain-lain. Yang paling mencolok adalah yang dinamakan pelacur jalanan, para wanita tuna susila berkeliaran di pojok-pojok jalan secara mencolok, seolah-olah menjajakan diri secara terang-terangan. Melihat bentuk-bentuk di atas maka pelacur dapat dibagi dalam tiga jenis, antara lain:1) Pelacuran di bordil-bordil2) Pelacuran panggilan3) Pelacuran jalananAdapula yang mengkategorikan pelacuran dengan kelas-kelas seperti:1) Pelacuran kelas rendahan (jalanan, bordil-bordil murahan).2) Pelacuran menengah yang berada di bordil-bordil tertentu yang cukup bersih dan pelayanannya baik.3) Pelacuran kelas tinggi, biasanya pelacur tinggal di rumah sendiri (terselubung tersembunyi) dan hanya menerima panggilan dengan perantara yang cukup rapi sehingga sulit diketahui dan bayarannya cukup mahal (Soedjono, 1982:124).Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi wanita tuna susila berfungsi untuk memulihkan kedudukan dan martabat mereka.

2. Mekanisme Pengawasan Sebagai Sarana PendisiplinanMekanisme pengawasan dapat menjadi sarana untuk mendisiplinkan seseorang, Foucault (1997:74) menyebut disiplin sebagai anatomi politis yang baru. Didalam rezim ini tubuh tidak lagi disiksa, melainkan dilatih, diatur dan dibiasakan untuk melaksanakan aktivitas yang berguna, individu dicatat, dikelompokkan dan dipantau (diawasi) terus menerus, supaya menjadi individu yang patuh dan berguna.a. Pengertian PengawasanSebelum sampai pada pelaksanaan pengawasan maka perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian pengawasan. Agar lebih memahami pengertian pengawasan itu sendiri, berikut ini diuraikan beberapa pandangan para ahli mengenai pengawasan. Menurut Harold Koontz dan Cyril O Donnell bukunya berjudul Principle of Management yang dikutip oleh Sarwoto (1985:94), sebagai berikut:Pengawasan adalah penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau jaminan bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang digunakan untuk mencapainya dilaksanakan.

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pengawasan adalah penilikan dan penjagaan; penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan (organisasi) (E.M. Zul Fajri, 2003:95). Menurut Foucault pengawasan (kontrol sosial) adalah alat untuk mendepolitisasikan ketidakpuasan sosial dengan memenjarakan individu yang non-kompromis dan meregulasikan mereka dengan sebuah alat penjagaan dan managemen psikologis (Ruhullah, 2008:2). Kemudian George R. Terry, dalam bukunya Principle of Management yang dialihbahasakan oleh Winardi (1986:395) menyatakan bahwa pengawasan berarti mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif, sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana.Pengontrolan merupakan ekspansi dalam kekuasaan berperan menilai sesuatu yang lain yaitu ketidakpatuhan daripada kejahatan, yang dikenal dengan jiwa kriminal. Walhasil aparatus memiliki posisi untuk menilai normalitas dan juga menentukan aksi yang akan menyebabkan normalisasi dinilai abnormal (George Ritzer, 2006:101)Dapat disimpulkan pengertian pengawasan adalah penjagaan, pengarahan sebagai ekspansi kekuasaan untuk mendepolitisasikan ketidakpuasan sosial dengan memenjarakan individu melalui melalui mekanisme pengontrolan yang memproduksi norma-norma, dan merupakan kepentingan dan membentuk perilaku.

b. Prinsip-Prinsip PengawasanAgar pengawasan dapat berjalan sesuai dengan rencana atau berjalan dengan efektif, dalam arti memenuhi fungsi-fungsi pengawasan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip tertentu. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh George R. Terry dalam bukunya Principle of Management yang dialihbahasakan oleh Winardi (1986:396) mengemukakan bahwa prinsip pengawasan adalah pengawasan efektif membantu usaha-usaha kita untuk mengatur pekerjaan yang direncanakan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut berlangsung sesuai dengan rencana. Sedangkan Manullang (1992:173) mengemukakan bahwa dua prinsip pokok yang merupakan suatu condition sine quanon bagi suatu sistem pengawasan yang efektif ialah adanya pemberian instruksi-instruksi, serta wewenang kepada bawahan.Selain kedua prinsip pokok diatas, menurut Manullang (1992:173) maka suatu sistem pengawasan haruslah mengandung prinsip-prinsip berikut:1) Dapat mereflektir sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang diawasi.2) Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan.3) Fleksibel4) Dapat mereflektir pola organisasi5) Ekonomis6) Dapat dimengerti7) Dapat menjamin diadakannya tindakan korektif

Kemudian Lembaga Administrasi Negara (1993:148-149) menjelaskan bahwa prinsip pengawasan adalah:1) Obyektif dan menghasilkan fakta. Pengawasan harus bersifat obyektif dan menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhi.2) Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan, untuk dapat menilai dan mengetahui ada tidaknya kesalahan-kesalahan dan penyimpangan, harus bertolak pangkal dari keputusan pimpinan, yang tercermin dalam:a) Tujuan yang ditetapkanb) Rencana kerja yang telah ditentukanc) Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang telah digariskand) Perintah yang telah diberikane) Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan3) Preventif, karena pengawasan pada dasarnya adalah untuk terjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang efisien dan efektif, maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan, berkembangnya dan terulangnya kesalahan.4) Bukan tujuan, tetapi sasaran, pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan, tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi.5) Efisiensi, pengawasan haruslah dilakukan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi pelaksanaan pekerjaan.6) Menemukan kesalahan. Pengawasan terutama harus ditujukan mencari apa yang salah, penyebab kesalahan, bagaimana sifat kesalahannya.7) Tindak lanjut, hasil temuan dari pelaksanaan pengawasan harus diikuti dengan tindak lanjut.

c. Fungsi PengawasanSecara umum dapat dikatakan bahwa fungsi pengawasan adalah mengusahakan agar seluruh kegiatan organisasi selalu mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan, mencegah terjadinya penyimpangan serta melakukan perbaikan terhadap suatu kesalahan yang ada. Pengawasan menurut Lembaga Administrasi Negara (1993:145) memiliki fungsi sebagai berikut:1) Menghentikan dan meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.2) Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.3) Mencari cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai tujuan dan melaksanakan tugas-tugas organisasi.

Sedangkan team Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980:148) menjelaskan bahwa fungsi pengawasan adalah:1) Mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan.2) Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dan menindak penyalahgunaan serta penyelewengan.3) Mendinamisasi organisasi serta segenap kegiatan manajemen.4) Mempertebal rasa tanggung jawab.5) Mendidik pegawai atau pelaksana.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, jelas bahwa mekanisme pengawasan memainkan fungsi penting dalam kegiatan-kegiatan manajemen dan organisasi. Dengan demikian pengawasan mengarahkan kegiatan organisasi berlangsung secara efisien, efektif, produktif dan ekonomis dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adanya pengawasan dalam kegiatan manajemen suatu organisasi memberi masukan melalui sistem umpan balik, sehingga mendorong organisasi selalu aktif menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan, melalui perencanaan. Dengan demikian fungsi pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

d. Bentuk Mekanisme Pengawasan 1) Mekanisme Pengawasan Pada UmumnyaDi dalam setiap manajemen dan administrasi dapat ditemui rumusan tentang pengawasan. Menurut Soewarno Handayaningrat (1986:147-149) mekanisme atau metode pengawasan terdiri dari:a) Pengawasan langsungb) Pengawasan tidak langsungc) Pengawasan formald) Pengawasan Informale) Pengawasan administratiff) Pengawasan teknis

Untuk lebih jelasnya penulis akan menjelaskan mengenai metode pengawasan yang telah disebutkan diatas, sebagai berikut:a) Pengawasan langsungMetode ini dilakukan oleh aparat pengawas atau pimpinan dengan mengadakan pemeriksaan langsung di tempat pelaksanaan pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif, maupun dengan sistem investigatif. Metode ini dimaksudkan agar segera dapat dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pekerjaan. Pengawasan langsung dapat pula dikatakan sebagai tindakan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara on the spot di tempat pekerjaan dan menerima laporan-laporan langsung dari pelaksana.b) Pengawasan tidak langsungPengawasan ini dilakukan oleh aparat pengawas atau pimpinan organisasi dengan melaksanakan pemeriksaan hanya melalui pelaporan-pelaporan yang masuk padanya. Laporan tersebut dapat berupa uraian kata-kata, deretan angka-angka atau statistik yang berisi gambaran atas kemajuan yang telah dicapai sesuai sesuai pengeluaran biaya atau anggaran yang telah direncanakan sebelumnya.c) Pengawasan formalPengawasan ini dilakukan secara formal oleh unit atau aparat pengawas yang bertindak atas nama pimpinan organisasi itu. Dalam pengawasan ini biasanya telah ditentukan prosedur, hubungan dan tata kerjanya. Misalnya periode waktu pemeriksaan, periode wakru pertanggungjawaban dan periode waktu laporan. Aparat pengawas ini harus melaporkan secara periodik perkembangan dari hasil pekerjaan yang telah dilaksanakannya terhadap pimpinan. Laporan ini harus disertai pendapat atau saran-saran perbaikan atau penyempurnaannya.d) Pengawasan informalPengawasan ini dilakukan tidak melalui saluran yang formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan ini biasanya dilakukan oleh pimpinan dengan melalui kunjungan tidak resmi (pribadi), atau secara incognito. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan kekuatan dalam hubungan antar atasan dan bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki keterbukaan dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul atau saran perbaikan dan penyempurnaan dari bawahannya.e) Pengawasan administratifPengawasan administratif ini meliputi bidang keuangan, kepegawaian, materiil.1. Pengawasan keuangan menyangkut tentang pos-pos anggaran (rencana anggaran), pelaksanaan anggaran yang meliputi pengurusan-pengurusan administratif dan pengurusan bendaharaan. 2. Pengawasan kepegawaian (personal) menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan administrasi kepegawaian, yaitu perihal prosedur penerimaan (umur, pendidikan atau keahlian, pengalaman, bakat dan sebagainya). Syarat-syarat pengangkatan dan penempatan, uraian pekerjaan, kerajinan, ketekunan dan kedisiplinan, pengembangan karier, penilaian, prestasi, kesejahteraan dan jaminan hari tua. Pengawasan kepegawaian ini disamping penilaian terhadap kewajiban-kewajiban mereka yang harus dilaksanakan juga menyangkut hak-hak mereka yang harus dipenuhi (gaji, kenaikan pangkat dan fasilitas-fasilitas lainnya).3. Pengawasan materiil untuk mengetahui apakah barang-barang yang disediakan atau dibeli sesuai dengan rencana pengadaannya. Hal ini menyangkut prosedur pengadaannya, harganya, kuantitas dan kualitasnya, penyimpanan, pengangkutan dan pemeliharaannya. Pengawasan materiil ini harus disertai dengan standar barang yang telah ditentukan.f) Pengawasan teknisPengawasan ini dilaksanakan terhadap hal-hal yang bersifat fisik, misalnya pemeriksaan terhadap bangunan gedung. Pemeriksaan ini meliputi jenis kuantitatif dan kualitatif serta biaya yang dikeluarkan setiap satuannya. Pengawasan ini dilakukan dengan ukuran-ukuran/satuan atau standar tertentu, misalnya standar harga, standar kualitas, standar kuantitas dan sebagainya, yang telah ditentukan oleh pemerintah dan yang berlaku sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Pengawasan dengan cara ini biasanya disertai dengan seorang ahli dibidang tersebut agar dapat mengadakan penilaian secara obyektif.Pada dasarnya mekanisme atau metode pengawasan untuk semua bidang kegiatan adalah sama. Begitu juga pengawasan yang dilakukan oleh Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama dalam rehabilitasi wanita tuna susila.

2) Pengawasan Bentuk Penoptikon Michel FoucaultPengawasan Michael Foucault terkait dengan bentuk panoptikon. Penoptikon adalah penemuan yang luar biasa yang menghubungkan kepala pengawas dengan setiap bagian, yang di dalamnya Bentham menyatakan pengawasan tersebut dilakukan bukan saja pada setiap individu, melainkan juga pada kelompok-kelompok kecil. Pada akhirnya, sungguh penting menegaskan yang menjadi batas-batas teks Bentham sesungguhnya. Perlu sekali bagi setiap individu untuk terus-menerus diawasi oleh penjaga, ini berarti menghilangkan kekuasaan dan mencegah dari tindakan yang salah. Di sini kita berada di jantung Revolusi: mencegah orang dari kesalahan dan keinginan mereka untuk melakukan kesalahan.Dengan panoptikon, pengawasan bisa menyeluruh. Pendisiplinan terlaksana lebih mudah. Mekanisme panoptikon mendasarkan arsitektur bangunan penjara. Di pinggir berdiri sel-sel tahanan dengan jendela berjeruji besi, melingkari menara pengawas. Bukan hanya individu yang kelihatan, seluruh gerak pun terpantau jelas dari menara pengawas. Pengawasan yang memeriksa adalah suatu pengawasan dimana setiap individu membawa pengawasan tersebut ke dalam dirinya sendiri, setiap individu melakukan pengawasan tersebut dalam melawan dirinya sendiri.Sistem panoptikon menjadi bentuk pengawasan yang memungkinkan untuk mendapat kepatuhan dan keteraturan dengan meminimalkan tindakan yang sulit diramalkan. Prinsipnya, pengawasan bisa dilakukan secara diskontinu, efek kesadaran diawasi kontinu. Kekuatan sistem panoptikon terletak dalam kemampuan mendorong terjadinya internalisasi pengawasan. Obyek kekuasaan menjadi pembawa potensi situasi dominasi. Sistem ini merupakan model berfungsinya penegakan disiplin yang dapat diterapkan di segala bidang. Ia menjadi bentuk pengawasan yang tidak membutuhkan lagi kekerasan fisik.Menurut Foucault (2002:196) jelas bahwa aparat institusi, termasuk institusi pendidikan, sistem kekuasaan berbentuk piramida. Oleh karenanya, terdapat sebuah puncak. Mekipun begitu, meski kasus-kasus tersebut sederhana saja sifatnya, puncak tersebut tidaklah berbentuk sumber atau prinsip yang darinya semua kekuasaan berasal, seolah-olah bersal dari fokus pencahayaan (gambaran yang dengan monarki mempresentasikan dirinya sendiri). Elemen-elemen bagian atas dan bawah hierarki berada dalam relasi yang saling mendukung dan mengkondisikan, sebuah penyanderaan yang saling menguntungkan.Keuntungan sistem panoptikon itu ada tiga. Pertama, dari segi ekonomi, membuat pelaksanaan kekuasaan atau pendisiplinan lebih murah. Kedua, dari segi politik, merupakan bentuk kontrol yang tidak kelihatan dan mencegah perlawanan, dampak kekuasaan sosial ini menjangkau secara intensif dan luas dengan risiko kegagalan rendah. Ketiga, memaksimalkan manfaat sarana pedagogi dengan tekanan memaksimalkan peran unsur-unsur dalam sistem.

c. Disiplin Sebagai Tujuan Pengawasan Foucault1) DisiplinDisiplin merupakan bentuk latihan yang bukan menghapus individu yang kurang bermutu atau yang tidak sempurna, melainkan melatih menjadi elemen patuh dan berguna. Tetapi disiplin tidak bermaksud menjadikan semuanya sebagai elemen yang seragam, melainkan justru memilahnya, mengubah prosedurnya menjadi unit tunggal yang memadai. Disiplin membentuk individu-individu. Disiplin merupakan teknik kuasa yang menempatkan individu sebagai objek sekaligus sebagai perangkat pelaksanaan mekanisme-mekanismenya.Disiplin merupakan mekanisme kontrol yang teliti atas tubuh. Melalui disiplin tubuh dilatih hingga menjadi tubuh yang terampil. Namun juga terus-menerus diuji dan dikoreksi sehingga ketrampilan, kecekatan dan kesiapsediaan, ini akhirnya menjadi mekanisme yang dengan begitu saja bekerja dalam tubuh itu sendiri. Disiplin sekaligus meningkatkan ketrampilan, kekuatan, dan daya guna tubuh, tetapi juga meguasai dan menempatkan tubuh ke dalam relasi tunduk dan berguna. Disiplin di satu pihak meningkatkan kekuatan tubuh, di lain pihak pada gilirannya memutar balik arah dari kekuatan itu ke dalam relasi penaklukan yang ketat, dan dengan bigitu disiplin mengikat dengan dominasi yang semakin ketat terhadapnya.Foucault mengidentifikasi tiga instrumen kekuasaan disipliner atas masyarakat, yang sebagian besar diambil dari model militer, yaitu observasi hierarki, penilaian penormalan, dan pengujian. Lebih luas, kontrol atas masyarakat bisa dicapai hanya dengan mengamati mereka. Jadi misalnya, susunan duduk berbaris di stadium tidak hanya memudahkan bagi para penonton untuk menyaksikan pertandingan tetapi juga memudahkan penjaga atau kamera keamanan untuk mengintai mereka

2) Konsekuensi dari KetidakdisiplinanMenurut Foucault (2002:162) kekuasaan dan kebenaran ada di dalam praktik-praktik, tempat di mana ucapan, tindakan, aturan-aturan yang diterapkan, alasan-alasan yang diberikan bertemu dan saling berhubungan, serta benar dan salah ditentukan di dalamnya. Hal terpenting adalah bahwa kebenaran tidak pernah berada di luar kekuasaan, atau tidak memiliki kekuasaan. Kebenaran hanyalah sesuatu yang ada didunia ini: ia hanya diproduksi oleh kebijakan bermacam bentuk ketegangan. Dan ia menginduksi efek-efek kekuasaan secara teratur. Setiap masyarakat memiliki rezim kebenarannya sendiri, suatu politik umum kebenaran: yakni tipe-tipe wacana yang diterima dan difungsikan sebagai sesuatu yang benar; berbagai mekanisme dan instansi yang memampukan orang membedakan pernyataan-pernyataan yang benar dan keliru, dimana setiap penilaian itu memiliki hukumannya sendiri-sendiri: teknik-teknik dan prosedur-prosedur yang mencatat nilai dalam buku besar kebenaran; memberikan status bagi mereka yang berani mengatakan sesuatu yang dianggap benar.Bangunan kebenaran kekuasaan dan mekanisme kontrol dalam hal pengawasan untuk mencapai tujuan yaitu kedisiplinan, memiliki konsekunsi dalam hal pelaksanaanya. Konsekuensi tersebut diartikan sebagai akibat dari suatu perbuatan atau sikap yang keluar dari tata tertib kedisiplinan dan kebenaran (keliru). Jadi disini lahirlah bentuk hukuman sebagai konsekuensi dari kekuasaan dan kontrol pengawasan yang terjadi.Foucault menunjukkan bahwa dalam hukuman akhirnya efek yang harus perhatikan adalah segi kemungkinannya untuk diulang. Ketidakpatuhan telah memasukan ketidakteraturan ke dalam tubuh sosial, maka pengulangan kejahatan oleh orang lain harus dicegah. Hukuman harus memiliki pengaruh terhadap mereka yang tidak pernah melakukannya. Jadi orang harus menghukum secara tepat untuk mencegah pengulangannya oleh orang lain.

G. KERANGKA PEMIKIRANPanti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah, yang bertugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik dan tingkah laku, pelatihan ketrampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi Eks.WTS agar dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan menjadi anggota masyarakat secara normatif. Dalam hal ini pelaksanaan rehabilitasi bersifat represifRehabilitasi memiliki fungsi represif mekanisme pengawasan yang ditunjukkan dengan bentuk panoptikon sebagai bentuk pendisiplinan.. Rehabilitasi tidak dapat dipisahkan dari suatu bentuk mekanisme pengawasan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dilakukan pada pelaksanaan rehabilitasi wanita tuna susila yang di lakukan di panti sosial karya wanita dengan mengkaji mekanisme pengawasan yang tercermin di dalamnya.Dalam rehabilitasi, mekanisme pengawasan sebagai strategi kekuasaan melalui bentuk panoptikon merupakan bentuk suatu pendisiplinan. Dengan panoptikon, pengawasan bisa menyeluruh. Pendisiplinan terlaksana lebih mudah. Mekanisme panoptikon mendasarkan arsitektur bangunan penjara, sistem pengawasan ini merupakan bentuk pengawasan yang memungkinkan adanya kedisiplinan dan kepatuhan, yang juga mampu mendorong internalisasi pengawasan. Sistem ini merupakan model berfungsinya penegakan disiplin yang dapat diterapkan di segala bidang. Ia menjadi bentuk pengawasan yang tidak membutuhkan lagi kekerasan fisik.Tujuan utama pengawasan adalah disiplin. Menurut Foucault individu yang sudah terlatih membutuhkan sistem perintah yang tepat. Seluruh aktivitas individu disiplin harus didukung oleh perintah yang singkat dan jelas. Jadi disiplin merupakan bentuk latihan yang bukan menghapus individu yang kurang bermutu atau yang tidak sempurna, melainkan melatih menjadi elemen patuh dan berguna.Mekanisme kontrol dalam pengawasan untuk mencapai kedisiplinan memiliki konsekuensi sebagai akibat dari suatu perbuatan atau sikap yang keluar dari tata tertib kedisiplinan dan kebenaran. Dari pelaksanaan mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila tersebut akan diketahui dampaknya bagi para mantan wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta.Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini skema kerangka berpikir yang akan mempermudah dalam memahaminya.

Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta

Tahap pendekatan awalTahap PenerimaanTahap BimbinganTahap ResosialisasiTahap Bimbingan lanjutKerjasama dengan instansi terkait

Rehabilitasi Wanita Tuna Susila

Mekanisme PengawasanPengawasan langsungPengawasan tidak langsungPengawasan formalPengawasan informalPengawasan administratifPengawasan teknis

PendisiplinanMekanisme Panoptikon(Michel Foucault)

Pelaksanaan Mekanisme PengawasanDampak Mekanisme Pengawasan bagi wanita tuna susila

Gambar 1. Skema Kerangka BerpikirH. METODOLOGI PENELITIAN1. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Jalan Dr. Radjiman No. 624 Surakarta. Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian yaitu lima bulan dari bulan Januari 2011 sampai bulan Juli 2011.2. Bentuk dan Strategi Penelitiana. Bentuk Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian yang diajukan, maka peneliti memilih penelitian berbentuk deskriptif kualitatif. Untuk lebih jelasnya akan penulis bahas pengertian metode deskriptif dari para ahli. Menurut H. Hadari Nawawi (1995:63) metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki yang menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Menurut Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi (2002:44) menyatakan bahwa penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-datanya.Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah suatu cara untuk memecahkan masalah dan menjawab permasalahan pada obyek penelitian penelitian pada saat sekarang berdasarkan pada fakta yang ada di lapangan. Adapun penulis menggunakan metode deskriptif dengan pertimbangan bahwa:a. Dengan metode penyelidikan deskriptif, penulis dapat menggambarkan dengan jelas tentang penelitian ini.b. Metode penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah-masalah sekarang.c. Dengan metode penyelidikan deskriptif tidak hanya sekedar mengumpulkan data saja, melainkan juga menyusun, menyajikan kemudian menganalisa data.d. Data yang diambil terjadi pada saat penelitian terjadi.Menurut Lexy J. Moleong (2002:3) mengutip pendapat Bogdan dan Taylor Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Berdasarkan pendapat diatas, maka bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang mengambil masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dengan menggambarkan obyek yang menjadi pokok permasalahannya dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan lalu menganalisa dan menginterpretasikan. Hasil dari bentuk penelitian ini akan member gambaran yang terorganisir mengenai mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Surakarta.

b. Strategi PenelitianStrategi merupakan bagian dari desain penelitian yang dapat menjelaskan bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana berbagai masalah yang dihadapi dalam penelitian akan dikaji dan dipecahkan agar dapat dipahami. Strategi penelitian adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisis data. (H.B Sutopo, 2002:123).Adapun strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. H.B Sutopo (2002:41-42) menjelaskan bahwa:Walaupun dalam penelitian kualitatif ditemui adanya bentuk penelitian terpancang (embedded research) yaitu penelitian yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan tujuan dan minat penelitiannya sebelum peneliti ke lapangan studinya. Dalam proposal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian yang peneliti tetap diusahakan pada posisi keterkaitan dengan bagian-bagian konteks keseluruhannya guna menemukan makna yang lengkap.

Jadi maksud dari strategi desain studi kasus tunggal terpancang dalam penelitian ini adalah, tunggal artinya hanya ada satu lokasi yaitu di Panti Sosial Karya Wanita Wanita Utama Jalan Dr. Radjiman No. 624 Surakarta. Terpancang artinya pada tujuan yaitu untuk mengetahui mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila.

3. Sumber DataUntuk memperkuat kajian dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data. Menurut H.B. Sutopo (2002:50-53) mengatakan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif bisa berupa narasumber (informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar dan rekaman. Sedangkan menurut Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2002:112) mengemukakan bahwa: Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Menurut Marzuki (2001:55), informasi atau data dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan sekunder". Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) informan, (b) tempat dan peristiwa, (c) arsip dan dokumen. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang yang dapat memberikan keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Informan tersebut meliputi: ketua dan para pegawai panti karya wanita utama, serta para penghuni panti karya wanita utama.Dalam penelitian ini penulis mengambil tempat di Panti Karya Wanita Utama yang berlokasi di Jalan Dr. Radjiman No. 624 Surakarta. Sumber data peristiwa atau aktivitas dalam penelitian ini berupa mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila dan kegiatan yang berhubungan dengan penelitian. Sedangkan dokumen yang merupakan sumber data dalam penelitian ini berupa laporan kegiatan, buku-buku laporan, buku literatur, catatan rapat, proposal, foto tape dan sebagainya. Sedangkan arsip dapat berupa data yang meliputi peraturan-peraturan, surat keputusan, catatan kegiatan, catatan organisasi, daftar nama pengurus dan peserta didik dan laporan pertanggungjawaban pengurus yang ada di Panti Karya Wanita Utama. Semua dokumen dan arsip yang dikumpulkan berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu tentang mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila yang dilakukan oleh panti sosial karya wanita wanita utama Surakarta.

4. Teknik Cuplikan (Sampling)Teknik cuplikan/sampling adalah teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2005: 52). Teknik cuplikan/sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik porposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik mendapatkan sample dengan memilih individu-individu yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data (Goetz Le Compte dalam H.B. Sutopo, 2002: 185). Dalam teknik purposive sampling, peneliti tidak menjadikan semua orang sebagai informan, tetapi peneliti memilih informan yang dipandang tahu dan cukup memahami tentang mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila oleh panti sosial karya wanita wanita utama Surakarta dan bisa diajak bekerja sama, misalnya bersikap terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini sampelnya adalah para wanita tuna susila, para pegawai panti karya wanita utama, serta masyarakat setempat.5. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara semiterstruktur/mendalam (in-depth interview), teknik pengamatan langsung dan teknik analisis dokumen.a. Wawancara Semiterstruktur/Mendalam (in-depth interview)Esterberg dalam Sugiyono (2005: 72) mendefinisikan interview sebagai berikut, a meeting of two persons to exchange information and idea throught queation and responses, resulting in communication and joint construktion of meaning about particular topic. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Tujuan wawancara semistruktur/mendalam (in-depth interview) adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam penelitian, sumber data yang paling penting adalah informan. Wawancara dilakukan secara bebas, dalam suasana informal dan pertanyaan tidak yang tidak terstruktur namun tetap mengarah pada fokus masalah penelitian. Informan yang dipilih adalah informan yang dianggap tahu tentang topik permasalahan yang bersangkutan. Peneliti menerapkan teknik face to face sehingga peneliti dapat mengungkap secara langsung keterangan dari informan tanpa melalui perantara.Fungsi utama dari wawancara adalah deskripsi dan eksplorasi. Deskripsi di sini adalah informasi yang diperoleh dari wawancara bermanfaat dalam menetapkan pemahaman ke dalam lingkungan terbatas dari realitas sosial. Data yang diperoleh dari wawancara sangat berguna sebagai alat pengurai dan memperluas wawasan sosiologis terhadap fakta-fakta dari data yang ada. Sedangkan eksplorasi di sini adalah memberikan pemahaman dalam dimensi-dimensi yang belum tergali dari suatu topik. Jadi, di sini peneliti bertugas untuk mengeksplorasi suatu topik yang belum tergali dan terkesan ditutupi sehingga akan mendapatkan informasi baru yang sangat mendukung data yang diperoleh.Dalam penelitian ini, informan yang dapat memberikan keterangan secara langsung antara lain para wanita tuna susila dan pegawai panti karya wanita utama.

b.Pengamatan Langsung (observasi)Marshall dalam Sugiyono (2005: 64) menyatakan bahwa through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.Observasi adalah mengamati (watching) dan mendengar (listening) perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi/pengendalian, serta mencatat penemuan yang memungkinkan/memenuhi syarat untuk digunakan ke dalam tingkat penafsiran analisis (James A.Black & Dean J.Champion, 1992:286). Menurut Winarno Surachmad (1990: 174) observasi adalah cara yang sangat langsung untuk mengenal peristiwa atau gejala yang penting dalam suatu penyelidikan. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman mengenai proses dan tindakan suatu objek yang diteliti yaitu manusia, tempat dan situasi sosial. Sutopo (2002:64) menjelaskan bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data berupa peristiwa, tempat/lokasi, benda dan rekaman gambar.Dalam penelitian ini peneliti mengunakan teknik observasi partisipan atau peneliti berperan serta dan terlibat secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian. Susan Stainback dalam Sugiyono (2005:65) menyatakan in participant observation, the researches observes what people do, listent to what they say, and participates in their activities. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

c. Teknik Analisis DokumenDokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen berbentuk karya misalnya karya seni, dan dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. (Sugiyono, 2005: 82)Dokumen atau data sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas/peristiwa tertentu (Sutopo, 2002: 54).Sumber data sekunder merupakan sumber data yang dibatasi oleh ruang dan waktu (Festinger dalam James A.Black, 1992:348). Artinya, penelitian dalam menggunakan data sekunder tidak perlu hadir, kapan dan di mana pun data dikumpulkan. Sumber data sekunder ada dua macam yaitu sumber data sekunder pribadi dan data sekunder masyarakat.Sumber data sekunder pribadi dalam penelitian ini adalah foto-foto dan rekaman hasil wawancara. Sedangkan sumber data sekunder masyarakat yaitu buku-buku yang relevan dan mendukung penelitian.

I. VALIDITAS DATAUntuk meningkatkan kesahihan data, diperlukan tehnik pemeriksaan. Pelaksanaan tehnik data dalam penelitian didasarkan pada sejumlah kriteria tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua standar utama guna menjamin validitas hasil penelitian, yaitu: standar kredibilitas dan transferabilitasStandar kredibilitas identik dengan validitas internal. Agar hasil penelitian kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai dengan fakta di lapangan (Burhan Bungin, 2003: 59). Dalam penelitian ini standar kredibilitasnya dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut:a. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan.b. Melakukan observasi secara terus-menerus dan sungguh-sungguh, sehingga peneliti semakin mendalami fenomena sosial yang diteliti yaitu mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila seperti apa adanya.c. Melakukan trianggulasi, baik trianggulasi data maupun trianggulasi metode.d. Melibatkan dosen pembimbing (yang tidak ikut melakukan penelitian) untuk berdiskusi, memberikan masukan, bahkan kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hail penelitian.e. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis.Sedangkan standar trasferabilitas merupakan modifikasi validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Menurut Burhan Bungin (2003:61) pada prinsipnya, standar trasferabilitas ini merupakan pertanyaan empirik yang tidak dapat dijawab oleh peneliti kualitatif itu sendiri, tetapi dijawab dan di nilai oleh para pembaca laporan penelitian. Hasil penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas yang tinggi bilamana para pembaca laporan penelitian ini memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.

J. TEKNIK ANALISIS DATA Analisis Data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Bogdan& Biklen dalam Moleong (2006: 248) menyatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Sedangkan Miles and Huberman dalam Sugiyono (2005: 91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.Ada dua model pokok dalam melaksanakan analisis data di dalam penelitian kualitatif yaitu model analisis jalinan mengalir/ flow model of analysis dan model analisis interaktif atau interaktif model of analysis . Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan verifikasi data/penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Keterkaitan tiga komponenen itu dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data sehingga kegiatan dilakukan secara continue sehingga proses analisis merupakan rangkaian interaktif yang bersifat siklus. Selanjutnya model interaktif dalam model analisa data ditunjukkan pada gambar 2. berikut:

Data Collection

Data Display

Data Reduction

Clonclusions: Drawing/veryfying

Gambar 2. analisis data model interaktif

Adapun tahapan analisis interaktif adalah sebagai berikut:1. Pengumpulan DataDalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber antara lain buku-buku relevan, informasi, dan peristiwa di lapangan. Sedangkan pengumpulan data melalui teknik observasi, dan wawancara.2. Reduksi Data (Reduction)Tahap ini merupakan proses seleksi, pemofokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang terdapat field note. Dengan reduksi data, data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai cara, seperti melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan/uraian singkat, menggolongkan dalam suatu uraian yang lebih luas, abstraksi data kasar dari field note, dan sebagainya. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian baik sebelum atau sesudah pengumpulan data. Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian sampai pada proses verifikasi data. Pada saat reduksi data, peneliti menentukan beberapa informan untuk mendeskripsikan mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila di panti karya wanita utama. Selain itu peneliti juga mendapatkan data dari buku-buku yang relevan dengan masalah penelitian.3. Sajian Data (Display)Sajian data dilakukan merangkai data atau informasi yang telah direduksi dalam bentuk narasi kalimat, gambar/skema, maupun tabel yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis sehingga bila dibaca akan mudah dipahami mengenai berbagai hal yang terjadi dalam penelitian, yang memungkinkan peneliti untuk melakukan sesuatu pada analisis/tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut.Pada awal pengumpulan data hingga penyajian data, peneliti melakukan pencatatan dan membuat pernyataan untuk membuat kesimpulan. Penyajian data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan wawancara mendalam (in-depth interview). Adapun penyajian data ini untuk mendeskripsikan mekanisme pengawasan dalam rehabilitasi wanita tuna susila di panti sosial karya wanita wanita utama Surakarta.

4. Verifikasi Data/Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing) Dari awal pengumpulan data, peneliti sudah harus memahami apa arti dari berbagai hal yang ditemuinya dengan melakukan pencatatan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan berbagai preposisi untuk membuat kesimpulan akhir. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai waktu proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan harus diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali, melihat lagi field note sehingga kesimpulan penelitian menjadi kokoh dan lebih bisa dipercaya.

K. PROSEDUR KEGIATAN PENELITIANProsedur kegiatan penelitian adalah rangkaian tahap demi tahap kegiatan penelitian dari awal sampai akhir penelitian. Prosedur kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi empat tahap, yaitu: persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian (H.B.Sutopo, 2002:187-190). Untuk lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut:1. Persiapana. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.b. Mengumpulkan bahan/sumber materi penelitian.c. Menyusun proposal penelitian.d. Mengurus perizinan penelitian.e. Menyiapkan instrumen penelitian/alat observasi.2. Pengumpulan Data (Observasi)a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara mendalam, dan teknik analisis dokumen.b. Membuat field note.c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.3. Analisis Dataa. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian.b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di recheckkan dengan temuan di lapangan.c. Melakukan verifikasi dan pengayaan dengan pembimbing.d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Penyusunan Laporan Penelitiana. Penyusunan laporan awal.b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan orang yang cukup memahami penelitian.c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusid. Penyusunan laporan akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Black, A. James & Dean, J. Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: PT. Eresco Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta: Prasetya Widya Pratama.

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.

Cholid Narbuko & Abu Achmadi. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Manajemen. Jakarta: Bagian Proyek Pengadaan Buku Sekolah Ekonomi.

Foucault, Michel.1997. Disiplin Tubuh. Yogyakarta: LKis.

Handayaningrat, Suwarno. 1986. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Gunung Agung.

Lembaga Administrasi Negara.1993. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia Jilid II. Jakarta: Haji Masagung.

Manullang, M.1992. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta: Prasetya Widya Pratama

Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya.

Ritzer, George. Douglas J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

S. Nasution. 1999. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Sutopo, H.B.2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori Dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Winardi. 1986. Asas-Asas Manajemen. Bandung: Alumni.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iDAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iJUDUL. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1LATAR BELAKANG MASALAH. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1PERUMUSAN MASALAH. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5TUJUAN PENELITIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5MANFAAT PENELITIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6TINJAUAN PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6KERANGKA PEMIKIRAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19METODOLOGI PENELITIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21VALIDITAS DATA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28TEKNIK ANALISIS DATA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29PROSEDUR KEGIATAN PENELITIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35

33