proposal metpen compliance

22
-- Proposal Penelitian -- Perbedaan Efektivitas Teknik Compliance: Foot-in-the-door dan Door-in-the-face dalam Partisipasi Kegiatan Sosial Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian II Depok, Desember 2005

Upload: moccaberry

Post on 30-Jun-2015

366 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Metpen Compliance

-- Proposal Penelitian --

Perbedaan Efektivitas Teknik Compliance:Foot-in-the-door dan Door-in-the-face

dalam Partisipasi Kegiatan Sosial

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian II

Depok, Desember 2005

Page 2: Proposal Metpen Compliance

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai bentuk

kegiatan sosial yang menuntut partisipasi, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Di samping faktor kepedulian yang mencoba untuk dieksplorasi, pihak-

pihak yang berkepentingan dengan kegiatan sosial tersebut tak jarang juga

menerapkan strategi dalam memperoleh compliance dalam meminta kita untuk

ikut menunjukkan solidaritas kepedulian, menjadi donatur, bahkan bersedia

menjadi relawan dalam kegiatan sosial tersebut.

Di dalam buku Social Psychology, Baron & Byrne (2004) menyebutkan

ada beberapa teknik untuk mendapatkan compliancepersetujuan orang lain atas

permintaan kita. Beberapa teknik compliance yang sering dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari adalah foot-in-the-door technique dan door-in-the-face

technique. Foot-in-the-door technique adalah prosedur untuk mendapatkan

persetujuan dimana pihak yang meminta persetujuan memulai dengan permintaan

yang kecil dan setelah permintaan itu dikabulkan, meningkat pada permintaan

yang lebih besar (hal yang sebenarnya mereka inginkan dari semula). Sedangkan

door-in-the-face technique adalah prosedur untuk meminta persetujuan dimana

pihak yang meminta persetujuan memulai dengan permintaan yang besar, dan

ketika permintaan tersebut ditolak, intensitas permintaan diturunkan menjadi lebih

kecil atau lebih mudah diterima (hal yang sebenarnya mereka inginkan sejak

semula).

Dalam studi oleh Pliner, Hart, Kohl & Saari (1979), mereka menerapkan

teknik compliance: foot-in-the-door dalam meminta kesediaan responden untuk

menyumbang dalam kegiatan sosial. Terbukti, bahwa orang-orang yang pada

awalnya hanya membeli pin kepedulian terhadap kanker dan memakainya,

memiliki kecenderungan untuk turut menyumbang bagi yayasan kanker, bahkan

berpartisipasi sebagai relawan di dalamnya.

Studi lain oleh Robert Cialdini dan asistennya, melakukan penelitian

mengenai Door-in-the-face Technique pada siswa perguruan tinggi, dengan

Page 3: Proposal Metpen Compliance

mengajukan permintaan yang besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

Pada awalnya mereka diminta untuk menjadi konselor remaja pada Pusat

Kegiatan Remaja selama dua tahun. Secara umum, mereka menolak permintaan

tersebut dengan halus. Kemudian, ketika peneliti menurunkan permintaan menjadi

lebih kecil, yaitu dengan menjadi pengawas remaja di Pusat Kegiatan Remaja itu,

sebagian besar dari mereka menyetujuinya (DeJong, 1979 dalam Wrightsman,

2004).

Bertitik tolak dari kedua teknik yang terkesan berlawanan tersebut, peneliti

ingin mengetahui mana di antara dua teknik tersebut yang lebih efektif. Penelitian

ini membandingkan efektivitas kedua teknik compliance tersebut dalam meminta

kesediaan calon responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

I.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik compliance mana di

antara teknik foot-in-the-door dan door-in-the-face yang lebih efektif dalam

meminta kesediaan calon responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan

sosial.

I.3 Manfaat

Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk memperkuat atau

memperlemah teori-teori mengenai Compliance dan memberikan referensi bagi

studi di bidang Psikologi Sosial.

Penelitian ini bermanfaat dalam aplikasi praktisnya, yaitu menunjukkan

teknik yang lebih efektif di antara foot-in-the-door dan door-in-the-face

technique, sehingga memberikan kemudahan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam kegiatan sosial dalam meminta kesediaan orang lain untuk

turut berpartisipasi dalam kegiatan sosialnya .

Page 4: Proposal Metpen Compliance

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Compliance

Compliance dalam buku Social Psychology 11th Edition didefinisikan

sebagai ”a form of social influence involving direct request from one person to

another”suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan secara

langsung dari seseorang kepada orang lain (Baron & Byrne, 2006). Melalui salah

satu penelitiannya, Cialdini (1994) menyimpulkan bahwa teknik compliance

didasari oleh enam prinsip dasar, yaitu:

1. Friendship/Liking (pertemanan dan rasa suka)

Pada umumnya, orang akan cenderung lebih mengabulkan permintaan

dari seorang teman atau seseorang yang disukai, daripada permintaan dari

orang asing atau seseorang yang tidak disukai.

2. Commitment/Consistency (komitmen dan konsistensi)

Ketika seseorang telah berkomitmen terhadap sesuatu, mereka akan

cenderung menyetujui permintaan untuk melakukan sesuatu yang konsisten

dengan komitmen tersebut.

3. Scarcity (kelangkaan)

Pada umumnya orang menghargai dan berusaha untuk memiliki hal-

hal yang jarang ada atau menurun keberadaannya (langka), sebagai hasilnya

orang lebih mudah untuk menyetujui permintaan yang terfokus pada

kelangkaan daripada hal-hal yang lazim dijumpai.

4. Reciprocity (balas budi)

Pada umumnya orang akan menyetujui permintaan orang yang pernah

menolongnya (balas budi).

5. Social Validation (validasi sosial)

Orang pada umumnya akan menyetujui permintaan bila orang yang

dianggap ”sama” dengan orang tersebut diprediksikan akan menerima atau

mengabulkan permintaan tersebut.

6. Authority (kewenangan)

Page 5: Proposal Metpen Compliance

Pada umumnya, orang akan menyetujui permintaan orang yang

dianggap memiliki kuasa atas orang tersebut dibandingkan bila permintaan

tersebut datang dari orang yang tidak memiliki kuasa atasnya.

Teknik yang akan diujikan kefektivitasnya ini, teknik foot-in-the-door dan

door-in-the-face, didasari oleh dua prinsip yang berbeda. Teknik foot-in-the-door

didasari oleh prinsip dasar komitmen/konsistensi, sedangkan door-in-the-face

didasari oleh prinsip dasar resiprokal.

II.2 Foot-in-the-door Technique

DeJong & Musilli (1982) menyatakan bahwa teknik foot-in-the-door

berkaitan dengan prinsip konsistensi: sekali kita mengatakan ”iya” untuk

permintaan kecil maka kita cenderung untuk mengatakan ”iya” juga untuk

permintaan yang lebih besar, karena jika kita menolaknya hal itu akan

menunjukkan ketidakkonsistenan perilaku kita (dalam Baron & Byrne, 2004). Hal

ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita, misalnya ketika kita ingin

meminjam catatan pelajaran seorang teman. Mungkin kita akan memulai dengan

meminjam catatan satu mata pelajaran miliknya, dan setelah permintaan kita ini

dikabulkan, sangat mungkin bila kita meminjam catatan pelajarannya yang lain,

dia akan mengatakan ”iya”, sebab hal ini akan menandakan kekonsistenannya

dengan komitmen dia sejak awal.

II.3 Door-in-the-face Technique

Lain halnya dengan teknik compliance the-door-in-the-face. Teknik yang

dilatari oleh resiproksitas ini menjelaskan aturan tidak baku yang berlaku di

masyarakat, yaitu bahwa kita biasanya akan berlaku kepada seseorang

sebagaimana orang itu berlaku terhadap kita (Baron & Byrne, 2006).

Wrightsman (2004) dalam bukunya memuat pernyataan bahwa efek dari

teknik ini bergantung dari lingkungan tertentu. Pertama, permintaan awal haruslah

sangat menuntut pengorbanan sehingga orang yang menolak tidak akan

mempunyai kesimpulan negatif tentang diri mereka. Mereka yang menolak

permintaan pertama (yang terbesar) akan menyangka bahwa siapa saja pasti akan

Page 6: Proposal Metpen Compliance

menolak permintaan sebesar itu dan oleh karena itu, mereka tidak akan berpikir

bahwa mereka tidak lebih penolong dibanding orang lain. Kedua, permintaan

selanjutnya haruslah dilaksanakan oleh orang yang juga mengajukan permintaan

pertama. Menurut Cialdini (Wrightsman, 2003), responden memandang

permintaan tersebut sebagai pertimbangan khusus dan kemudian menimbulkan

perasaan tertekan untuk merespon balik pertimbangan khusus tersebut. Jika

permintaan kedua dilakukan oleh orang yang berbeda dengan permintaan pertama,

perilaku tersebut tidak penting sebab tidak tercapat perilaku respon-balik

(resiprokal).

II.4 Altruisme

Perilaku menolong dapat diartikan sebagai segala macam perilaku yang

dapat menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan keuntungan langsung yang

melakukan perbuatan menolong dan dapat mengikutsertakan resiko terhadap

orang yang menolong (Baron and Byrne, 2006). sedangkan altruisme diartikan

sebagai perilaku yang menunjukkan ketidakegoisan dengan memperhatikan

kesejahteraan orang lain.

Berdasarkan teori empati (Batson et al, 1995 dalam Baron & Byrne,

2006), seorang penolong berarti dapat memperkirakan baik apa yang dirasakan

orang yang mengalami musibah atau apa yang akan dirasakan oleh penolong jika

ia yang mengalami musibah tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku

menolong yang dilakukan oleh seseorang dapat dikarenakan simpati ataupun

egoisme. Perasaan simpati atau egoisme dapat pula tergabung dalam sebuah

tindakan menolong, sehingga dapat disebut empati.

Teori norma sosial juga menjelaskan tentang perilaku menolong.

Menurut teori ini, perilaku menolong disebabkan karena kewajiban yang

diharuskan oleh masyarakat atau kelompok sosial dimana seorang individu

berada. Perilaku menolong seseorang dapat dipicu karena keuntungan timbal balik

yaitu karena pada masa sebelumnya seseorang pernah ditolong atau ia berharap

agar pada masa yang akan datang bila ia membutuhkan pertolongan, seseorang

akan meolongnya. Seorang penolong dalam teori ini sangat dibutuhkan oleh

atribusi dirinya terhadap orang yang hendak ia tolong.

Page 7: Proposal Metpen Compliance

Menurut teori kognisi, perilaku menolong dipengaruhi oleh

perkembangan kognisi seseorang. Seorang yang berpikiran dewasa cenderung

memperhitungkan perilaku menolong berdasarkan untung dan rugi yang diperoleh

penolong baik keuntungan secara materiil maupun secara psikologis (rasa puas,

bangga atau balas budi).

Page 8: Proposal Metpen Compliance

BAB III

PERMASALAHAN PENELITIAN, HIPOTESIS DAN VARIABEL-

VARIABEL PENELITIAN

III.1 Permasalahan Penelitian

Permasalahan penelitian adalah pertanyaan tentang hubungan antara dua

variabel atau lebih. Permasalahan penelitian terdiri dari 3 jenis, yaitu

permasalahan umum, konseptual, dan operasional.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah

Permasalahan umum : Apakah ada perbedaan efektivitas di antara

teknik compliance?

Permasalahan konseptual : Apakah ada perbedaan efektivitas antara

teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face?

Permasalahan operasional : Apakah ada perbedaan skor tes yang

signifikan antara teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face

dalam memperoleh partisipasi mahasiswa Psikologi UI angkatan 2005 dalam

kegiatan sosial?

III.2 Hipotesis

Hipotesis menurut F.J McGuigan dalam buku Experimental “A

Methodologcal Approach” Psychology, 1960 adalah kalimat yang memberikan

kemungkinan hubungan antara dua atau lebih variabel-variabel.

Dalam buku Foundation of Behavioral Research, 4th, 2000 dikatakan

bahwa fungsi hipotesis adalah sebagai alat kerja suatu teori yang dapat diuji.

Selain itu. hipotesis merupakan suatu kemungkinan yang dapat mendukung atau

tidak mendukung teori penelitian. Yang terakhir, hipotesis juga merupakan suatu

alat terpercaya untuk kemajuan suatu pengetahuan karena hipotesis membuat

peneliti untuk bersikap objektif.

Hipotesis Alternatif menurut Fred N. Kerlinger dan Howard B. Lee dalam

buku Foundation of Behavioral Research, ed.4th (2000) adalah kalimat dugaan

dari hubungan antara dua atau lebih variabel.

Page 9: Proposal Metpen Compliance

Hipotesis Null menurut Fred N. Kerlinger dan Howard B. Lee dalam buku

Foundation of Behavioral Research, ed.4th (2000) adalah kalimat yang

menyatakan tidak adanya hubungan antara variabel-variabel atau menyangkal

hipotesis alternatif.

Fungsi Hipotesis alternatif dan hipotesis null adalah menjaga keobjektifan

penelitian atau menghindari adanya persepsi pribadi dari peneliti (subjektifitas).

III.2.1 Hipotesis Alternatif

Hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah ada perbedaan

efektivitas antara teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face

dalam memperoleh partisipasi responden dalam kegiatan sosial?

III.2.2 Hipotesis Null

Hipotesis null dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan

efektivitas antara teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face

dalam memperoleh partisipasi responden dalam kegiatan sosial?

III.3 Variabel Penelitian

Arti variabel menurut Ranjit Kumar dalam Research Metodology, 1999

adalah sebuah gambaran, persepsi atau konsep yang dapat diukur.

Variabel Independen adalah variabel yang menyebabkan perubahan dalam

suatu fenomena atau situasi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face.

Variabel dependen adalah hasil dari perubahan yang disebabkan oleh

perubahan pada variabel independen. Adapun variabel dependen dalam penelitian

ini adalah kesediaan responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

Dalam hal ini, kesediaan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yakni

kesediaan memakai pita solidaritas, kesediaan untuk membeli kupon donasi dan

kesediaan untuk menjadi relawan.

Extraneous variable adalah beberapa faktor dalam realitas yang mungkin

mempengaruhi perubahan pada variabel independen. Faktor-faktor ini, tidak

diukur dalam studi, tetapi dapat meningkatkan atau mengurangi besar atau

Page 10: Proposal Metpen Compliance

kekuatan dari hubungan antara varibel dependen dan independen. Dalam

extraneous variable ada variabel yang dapat dikontrol maupun variabel yang

tidak dapat dikontrol. Adapun extraneous variable dalam penelitian ini adalah

tingkat altruisme seseorang.

Intervening variable adalah variabel yang menghubungkan variabel

independen dan variabel dependen. Dalam situasi-situasi tertentu hubungan antara

variabel dependen dan variabel independen tidak ada tanpa adanya intervensi dari

variabel lain. Adapun intervening variable dalam penelitian ini adalah

Page 11: Proposal Metpen Compliance

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1. Sampel Penelitian

IV.1.1 Karakteristik sampel

Responden dalam penelitian adalah mahasiswa Psikologi UI angkatan

2005 dengan alasan mereka belum banyak mengetahui keorganisasian dalam

lingkungan kampus. Hal ini menghindarkan mereka akan adanya prior knowledge

atau pengetahuan awal, sehingga meminimalkan kesalahan akibat bias pada

responden penelitian.

IV.1.2 Jumlah sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan 40 orang, dengan

pembagian 20 orang yang diberi treatment penerapan teknik foot-in-the-door dan

20 orang sebagai kelompok orang dengan treatment penerapan teknik door-in-

the-face dalam meminta kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan

sosial . Jumlah responden ini dikatakan sebagai sampel besar (minimum 30 orang)

dan menghasilkan distribusi frekuensi yang mendekati normal, seperti yang

dikatakan oleh Guilford & Fruchter (1981).

IV.1.3 Teknik Sampling

Berdasarkan kriteria responden yang telah disebutkan diatas, ditetapkan

bahwa pengambilan sampel (sampling) akan dilakukan dengan menggunakan

teknik random sampling. Menurut Guilford (1978) dalam bukunya Fundamental

Statistics in Psychology and Education, cara terbaik dalam teknik random

sampling, adalah

Every individual in the population has an equal chance of being chosen. The selection of any one individual is also in no way tied to the selection of any other.

-Guilford, 1978-

Page 12: Proposal Metpen Compliance

Guilford mengatakan bahwa dalam random sampling setiap individu

dalam suatu populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Pemilihan

dari salah satu individu tidak berhubungan dengan pemilihan individu yang lain.

Peneliti memilih teknik random sampling agar penelitian ini memiliki

responden yang mempunyai karakteristik seragam.

IV.2. Peneliti

IV.2.1 Eksperimenter

Eksperimenter yang bertugas melakukan penelitian dalam penelitian ini

berjumlah empat orang, yaitu:

Vidia Kusumasari (0804007151) yang bertugas melakukan eksperimen

penerapan teknik compliance: foot-in-the-door dalam meminta kesediaan

responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

Yuki Fitriany (080400232X) yang bertugas melakukan eksperimen

penerapan teknik compliance: foot-in-the-door dalam meminta kesediaan

responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

Pradannayanti M (0804007127) yang bertugas melakukan eksperimen

penerapan teknik compliance: door-in-the-face dalam meminta kesediaan

responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

Rr. Nuraini S (0804007135) yang bertugas melakukan eksperimen

penerapan teknik compliance: door-in-the-face dalam meminta kesediaan

responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

IV.2.3 Observer

Observer ditugaskan untuk mengamati jalannya penelitian dan mencatat

hal-hal apa saja yang terjadi selama penelitian diadakan. Observer pada penelitian

ini adalah Aulia Rosemary (0804007046)

IV.3. Desain Penelitian

Menurut Larry B. Christensen dalam buku Experimental Psychology, 8th,

2001, desain penelitian eksperimental adalah

Page 13: Proposal Metpen Compliance

The experimental research approach is a quantitative approach designned to ferret ou cause and effect relationships.

Jadi, penelitian eksperimen adalah metode kuantitatif untuk mengetahui

hubungan antara penyebab dan efek.

Dalam Kerlinger (2004), disebutkan bahwa

Field Experiment is a research study conducted in realistic situation, in which one or more independent variables are manipulated by the experimenter under conditions as carefully controlled as the situation will permit

Field Experiment adalah eksperimen yang dilakukan pada setting

kehidupan sehari-hari. Kelemahan disain ini adalah pada kontrol yang kurang

ketat daripada Laboratory Experiment sehingga memungkinkan kurangnya presisi

dan kemungkinan terkontaminasi. Akan tetapi, dibandingkan dengan Laboratory

Experiment, memiliki efek variabel dan external validity yang lebih besar,

sehingga sesuai untuk masalah sehari-hari atau yang lebih kompleks (Kerlinger,

2004).

IV.4. Instrumen Ukur

Pita, kupon dan data responden adalah alat yang digunakan

eksperimenter untuk mengukur kesediaan responden dan catatan bentuk

kesediaan responden dalam berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

IV.5. Cara Skoring

Cara skoring yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

Nilai 1 : untuk kesediaan memakai pita solidaritas.

Nilai 2 : untuk kesediaan membeli kupon donasi.

Nilai 3 : untuk kesediaan menjadi relawan selama dua tahun

Langkah pertama, nilai yang didapat masing-masing responden ditotal

untuk tiga item tersebut. Kemudian nilai yang didapat masing-masing responden

tersebut ditotal untuk menjadi nilai kelompok eksperimen dan dicari nilai rata-

ratanya (mean). Mean kelompok (kelompok eksperimen teknik satu dan kelompok

eksperimen teknik dua) tersebut diperbandingkan dengan mentranformasikannya

ke nilai T-test Fisher dan dicari signifikasinya.

Page 14: Proposal Metpen Compliance

IV.6. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Quantitative research.

Pedersen, Keithly, dan Brady (1986) dalam Kerlinger (2004) menyatakan

bahwa dalam penelitian kuantitatif, peneliti harus menggunakan bantuan untuk

mengubah situasi. Dalam situasi responden-observer, peneliti menjadi bagian dari

lingkungan yang diteliti sehingga peneliti dapat melihat pengaruh atau efek dari

hal yang dimanipulasi

IV.7. Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode

independent samples t-test. Menurut John J. Shaughnessy dan Eugene B.

Zechmeister dalam buku Research Methods in Psychology (1990), independent

samples t-test adalah:

The independent samples t-test is used to determine whether two sample means are sufficiently different so as to be unlikely to have been drawn from the same population. This test is applicable for the analysis of two-group designs involving either the random groups design or the natural groups design, although the assumptions underlying the test strictly apply only to the random groups design.

-Zechmeister, 1990-

Jadi independent samples t-test digunakan untuk menentukan apakah rata-

rata dari dua kelompok sampel itu cukup berbeda yang diambil dari populasi yang

sama.

IV.8. Kontrol Penelitian

Pada penelitian ini akan dilakukan kontrol terhadap extraneous variable,

yaitu kemampuan persuasi eksperimenter yang berbeda. Variabel tersebut akan

dikontrol dengan pembuatan standardisasi (guideline) persuasi eksperimenter.

IV.9. Prosedur Penelitian

IV.9.1 Persiapan Penelitian

Page 15: Proposal Metpen Compliance

Membuat guideline persuasi yang berisi poin-poin yang harus disampaikan

kepada responden

Mempersiapkan instrumen ukur yang diperlukan selama penelitian seperti

pita dan kupon donasi.

Mempersiapkan blanko kosong yang akan menjadi catatan kesediaan

responden terhadap instrumen ukur.

IV.9.2 Pelaksanaan Penelitian

Eksperimenter yang akan melakukan eksperimen ini berjumlah empat orang

yang dibagi menjadi dua kelompok untuk masing-masing teknik compliance

yaitu RR Nuraini S dan Pradannayanti untuk teknik door-in-the-face dan

Vidia Kusumasari dan Yuki Fitriany untuk teknik foot-in-the-door.

Sedangkan satu observer, Aulia Rosemary, bertugas mengamati jalannya

eksperimen dan mengontrol distraktor-distraktor yang mungkin dapat

mengganggu jalannya eksperimen.

Eksperimenter mengecek ulang perlengkapan yang akan digunakan dalam

penelitian seperti pita, kupon donasi, dan blanko kesediaan responden.

Eksperimenter melakukan identifikasi sampel dengan memperhatikan

karakteristik sampel.

Kemudian, eksperimenter melakukan sampling dengan melakukan random

sampling terhadap mahasiswa Psikologi UI angkatan 2005.

Setelah menemukan responden yang sesuai dengan kriteria berdasarkan

teknik sampling, eksperimenter mulai mempersiapkan setting tempat yang

kondusif untuk melakukan eksperimen.

Pertama, eksperimenter memperkenalkan diri kepada responden sekaligus

memperkenalkan lembaga semu yang diberi nama PsychoAIDS sebagai

LSM yang menangani masalah psikologis penderita AIDS.

Setelah perkenalan diri dan perkenalan lembaga, eksperimenter bertanya

apakah ada yang perlu ditanyakan mengenai lembaga semu ini untuk

memperjelas pemahaman responden (jawaban yang diberikan adalah semu

belaka).

Kemudian, eksperimenter mulai melakukan teknik compliance.

Page 16: Proposal Metpen Compliance

Untuk teknik pertama, foot-in-the-door, eksperimenter meminta responden

agar bersedia memakai pita sebagai bentuk solidaritas terhadap AIDS. Jika

responden menjawab “ya”, eksperimenter menaikkan permintaan dengan

menawarkan kupon donasi. Jika responden menyetujui untuk membeli

kupon tersebut, eksperimenter meminta kesediaannya untuk menjadi

relawan dengan kontrak dua tahun. Namun, jika jawaban responden adalah

“tidak” pada setiap level permintaan, maka eksperimenter menghentikan

permintaannya (tidak menaikkan permintaan)

Untuk teknik kedua, door-in-the-face, ekperimenter mula-mula meminta

responden untuk menjadi relawan full time dengan kontrak dua tahun di

lembaga ini. Setelah mendapat jawaban dari responden, eksperimenter mulai

menurunkan permintaan dengan memperkenalkan kupon donasi. Yang

terakhir, responden diminta untuk memakai pita sebagai bentuk kepedulian

responden terhadap AIDS.

Page 17: Proposal Metpen Compliance

BAB V

PENUTUP

Demikianlah proposal ini kami buat dengan harapan dapat diterima untuk

kepentingan penelitian. Besar harapan kami agar proposal ini dapat diterima dan

penelitian dapat segera diselenggarakan. Kami juga berharap agar penelitian yang

didasarkan pada proposal ini dapat berjalan dengan baik, memenuhi semua tujuan

yang diharapkan serta dapat memenuhi semua manfaat yang diinginkan.