metpen pendahuluan
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan gigi geligi di dalam rongga mulut memiliki banyak fungsi, mulai dari
fungsi mastikasi sampai fungsi estetika seseorang. Di dalam rongga mulut, gigi geligi tidak
dapat berdiri secara mandiri namun harus didukung oleh jaringan penyangga gigi atau yang
biasa disebut dengan jaringan periodontal. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva (gusi),
sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. Oleh karena itulah, keberadaan jaringan
periodontal sangat penting untuk mempertahankan gigi geligi. Jaringan periodontal yang
tidak dipelihara akan mengalami kerusakan yang bila tidak ditangani dapat menyebabkan
tanggalnya gigi.
Gingivitis merupakan penyakit periodontal yang memiliki prevalensi tertinggi (Preto,
2004). Gingivitis pada hakekatnya adalah peradangan pada jaringan gingiva yang
dikarenakan akumulasi plak baik plak supragingivia maupun plak subgingiva. Bakteri-bakteri
yang berada di dalam plak akan mengeluarkan toksin-toksin tertentu yang pada akhirnya
mengundang respon inflamasi dari jaringan gingiva tersebut. Secara klinis, gingivitis ditandai
dengan adanya inflamasi pada tepi atau margin gingiva tanpa disertai kehilangan tulang dan
perlekatan periodontal. Gingiva akan tampak berwarna merah (terjadi eritema), membengkak
(edema), dan mudah berdarah. Seraca histologis gingiva yang mengalami gingivitis akan
menunjukkan peningkatan vaskularisasi dan adanya infiltrasi sel-sel imun.
Gingivitis merupakan penyakit yang bersifat reversibel. Pembersihan plak sehari-hari
mapuan pembersihan dan kalkulus dengan perawatan scaling dan root planing umumnya
akan menghentikan perjalanan penyakit gingivitis yang ada (Prahasanti, 2009). Kondisi
gingivitis dapat bertahan selama bertahun-tahun tanpa berkembang menjadi penyakit yang
lebih parah. Namun apabila komposisi bakteri berubah atau terjadi penurunan sistem
kekebalan tubuh penjamu, gingivitis dapat berkembang mejadi periodontitis (Carranza,
2011). Periodontitis merupakan kelanjutan dari gingivitis namun sudah disertai adanya
kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan periodontal. Periodontitis merupakan penyakit
yang ireversibel dan memerukan penanganan yang lebih kompleks tentunya. Oleh sebab
itulah, keberadaan gingivitis tidak boleh dianggap sebelah mata. Pendidikan kesehatan gigi
dan mulut masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi untuk menyadarkan masyarakat tentang
pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Selain itu, adanya inovasi-inovasi bahan yang
dapat mengelimasi etiologi gingivitis juga dapat berkontribusi untuk menurunkan insidensi
terjadinya gingivitis dan meningkatkan penyembuhan gingivitis.
Salah satu bahan yang saat ini tengah dikembangkan untuk mencegah timbulnya
gingivitis adalah Triclosan. Triclosan adalah phenylether atau chlorinated bisphenol yang
merupakan broad spectrum antibacterial agent sintetik. Sebagai salah satu antibacterial
agent, triclosan mampu membunuh berbagai bakteri termasuk bakteri yang banyak terdapat
dalam plak mulut yaitu streptococci. Melihat fungsi ini, triklosan diduga memodulasi
jalannya penyakit gingivitis yang disebabkan oleh bakteri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap penyembuhan
gingivitis?
2. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap pencegahan penyakit
gingivitis?
Submalasah:
1. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap akumulasi plak gigi?
2. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap akumulasi kalkulus?
3. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap index bleeding on
probing?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui efek penggunaan triclosan terhadap penyembuhan gingivitis
2. Mengetahui efek penggunaan triclosan terhadap pencegahan gingivitis
1.4 Manfaat
Manfaat Metodologis:
1. Mengembangkan ilmu kedokteran gigi dalam bidang periodontologi
Manfaat Aplikatif:
1. Memberikan informasi mengenai keefektivan triclosan terhadap percepatan
penyembuhan gingivitis terhadap masyarakat.
2. Memberikan informasi mengenai keefektivan triclosan dalam mencegah gingivitis
terhadap masyarakat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi
linggir (ridge alveolar), yang merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi,
periodonsium, dan membentuk hubungan dengan gigi. Gingiva dapat beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan dan rongga mulut yang merupakan bagian pertama dari
saluran pencernaan dan daerah awal masuknya makanan dalam sistem pencernaan.
Jaringan rongga mulut terpapar terhadap sejumlah besar stimulus, temperatur dan
konsistensi makanan dan minuman, komposisi kimiawi, asam dan basa sangat bervariasi.
Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti pisau seseuai dengan kontur
gigi geligi (Manson dan Eley, 1993).
2.2. Gingivitis
2.2.1. Pengertian gingivitis
Salah satu kelainan dalam rongga mulut yang prevalensinya paling tinggi adalah
penyakit periodontal yang paling sering dijumpai, yaitu gingivitis. Gingivitis atau
keradangan gingiva merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang hampir selalu
tampak pada segala bentuk kelainan jaringan penyangga gigi yang hampir selalu
tampak pada segala bentuk kelaianan gingiva (Musaikan, et al, 2003).
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan bakteri dengan tanda-
tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gingiva bengkak dan berdarah
pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gingiva. Gingivitis
bersifat reversible yaitu jaringan gingiva dapat kembali normal apabila dilakukan
pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis menunjukkan
peradangan sudah sampai ke jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini
bersifat progresif dan irreversible dan biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun.
Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi, ini menunjukkan kegagalan
dalam mempertahankan keberadaan gigi di rongga mulut sampai seumur hidup yang
merupakan tujuan dari pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Nield, 2003).
2.2.2. Macam-macam gingivitis
2.2.2.1. Gingivitis marginalis
Gingivitis yang paling sering kronis dan tanpa sakit, tapi episode akut, dan sakit
dapat menutupi keadaan kronis tersebut. Keparahannya seringkali dinilai
berdasarkan perubahan-perubahan dalam warna, kontur, konsistensi, adanya
perdarahan. Gingivitis kronis menunjukkan tepi gingiva membengkak merah dengan
interdental menggelembung mempunyai sedikit warna merah ungu. Stippling hilang
ketika jaringan-jaringan tepi membesar. Keadaan tersebut mempersulit pasien untuk
mengontrolnya, karena perdarahan dan rasa sakit akan timbul oleh tindakan yang
paling ringan sekalipun (Langlais dan Miller, 1998).
2.2.2.2. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis
ANUG ditandai oleh demam, limfadenopati, malaise, gusi merah padam, sakit
mulut yang hebat, hipersalivasi, dan bau mulut yang khas. Papilla-papilla interdental
terdorong ke luar, berulcerasi dan tertutup dengan pseudomembran yang keabu-
abuan.
2.2.2.3. Pregnancy Gingivitis
Biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa kehamilan, meningkat pada bulan
kedelapan dan menurun setelah bulan kesembilan. Keadaan ini ditandai dengan
gingiva yang membengkak, merah dan mudah berdarah. Keadaan ini sering terjadi
pada regio molar, terbanyak pada regio anterior dan interproximal (Susanti, 2003).
2.2.2.4. Gingivitis scorbutic
Terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene jelek, peradangan terjadi
menyeluruh dari interdental papill sampai dengan attached gingival, warna merah
terang atau merah menyala atau hiperplasi dan mudah berdarah (Sea, 2000).
2.2.3. Tanda-tanda gingivitis
Menurut Be Kien Nio (1987), gingivitis merupakan tahap awal dari penyakit
periodontal, gingivitis biasanya disertai dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Gingiva biasanya berwarna merah muda menjadi merah tua sampai ungu karena
adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi suplay darah berlebihan
pada jaringan yang meradang.
2. Bila menggosok gigi biasanya pada bulu sikat ada noda darah oleh karena adanya
perdarahan pada gingiva di sekitar gigi.
3. Terjadinya perubahan bentuk gingiva karena adanya pembengkakan.
4. Timbulnya bau nafas yang tidak enak.
5. Pada peradangan gingiva yang lebih parah tampak adanya nanah di sekitar gigi
dan gingival.
2.2.4. Penyebab gingivitis
Kelainan yang terjadi dalam rongga mulut disebabkan oleh ketidakseimbangan
faktor-faktor yaitu : host, agent, environment, psikoneuroimunologi. Penyebab
gingivitis sangat bervariasi, mikroorganisme dan produknya berperan sebagai
pencetus awal gingivitis. Gingivitis sering dijumpai karena akumulasi plak supra
gingiva dan tepi gingiva, terdapat hubungan bermakna skor plak dan skor gingivitis
(Musaikan, 2003, Nurmala, 2010).
Lapisan plak pada gingiva menyebabkan gingivitis atau radang gingiva, umur plak
menentukan macam kuman dalam plak, sedangkan macam kuman dalam plak
menentukan penyakit yang ditimbulkan oleh plak. Plak tua adalah plak yang umurnya
tujuh hari mengandung kuman coccus, filament, spiril dan spirochaeta. Plak tua ini
menyebabkan gingivitis (Be, 1987, anonim, 2010).
Plak gigi terbukti dapat memicu dan memperparah inflamasi gingiva. Secara
histologis, beberapa tahapan gingivitis menjadi karakteristik sebelum lesi berkembang
menjadi periodontitis. Secara klinis, gingivitis dapat dikenali (anonim, 2009).
Menurut Sriyono et al, (2005) , faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
gingivitis adalah sebagai berikut :
2.2.4.1. Faktor internal
1. Lapisan karang gigi dan noda atau zat-zat pada gigi
2. Bahan makanan yang terkumpul pada pinggiran gingiva tidak dibersihkan oleh air
liur dan tidak dikeluarkan oleh sikat.
3. Gigi berjejal secara abnormal sehingga makanan yang tertinggal tidak
teridentifikasi, kadang-kadang terbentuk ruangan dikarenakan pembuangan gigi.
4. Kebiasaan seperti menempatkan peniti, kancing, buah pinang dan kawat dalam
mulut. Bahan ini melukai gusi dan menyebabkan infeksi.
2.2.4.2. Faktor external
Makanan yang salah dan malnutrisi. Pada umumnya seseorang yang kurang gizi
memiliki kelemahan, gejala yang tidak diharap tersebut dikarenakan faktor sosial
ekonomi yang berperan sangat penting.Faktor-faktor yang berperan adalah latar
belakang pendidikan, pendapatan dan budaya. Golongan masyarakat berpendapatan
rendah tidak biasa melakukan pemeriksaan kesehatan yang bersifat umum. Diet
dengan hanya makan sayuran tanpa unsur serat di dalamnya juga biasa menjadi faktor
penambah.
2.2.5. Proses terjadinya gingivitis
Plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental yang terlindung,
inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla interdental dan menyebar
dari daerah ini ke sekitar leher gigi. Pada lesi awal perubahan terlihat pertama kali di
sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, di sebelah apikal dari epithelium
fungsional khusus yang merupakan perantara hubungan antara gingiva dan gigi yang
terletak pada dasar leher gingiva), tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari
perubahan jaringan pada tahap ini. Bila deposit plak masih ada perubahan inflamasi
tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva.
Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papilla
interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak serta mudah berdarah pada
sondase, dalam waktu dua sampai seminggu akan terbentuk gingivitis yang lebih
parah. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah (Manson dan
Eley, 1993).
2.2.6. Akibat gingivitis
Menurut Be Kien Nio (1987), Anonim (2010), apabila gingivitis tidak segera
ditangani maka akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : Sulcus gingiva akan
tampak lebih dalam dari keadaan normal, akibat pembengkakan gingival ,gingiva
mudah berdarah, gingiva berwarna merah, nafas bau busuk, dan gigi goyang
2.2.7. Pencegahan gingivitis
Menurut Depkes RI. (2002), untuk mencegah terjadinya gingivitis, kita harus
berusaha agar bakteri dan plak pada permukaan gigi tidak diberi kesempatan untuk
bertambah dan harus dihilangkan, sebenarnya setiap orang mampu, tetapi untuk
melakukannya secara teratur dan berkesinambungan diperlukan kedisiplinan pribadi
masing-masing. Caranya :
1. Menjaga kebersihan mulut, yaitu : sikatlah gigi secara teratur setiap sesudah
makan dan sebelum tidur.
2. Mengatur pola makan dan menghindari makan yang merusak gigi, yaitu
makanan yang banyak gula.
3. Periksalah gigi secara teratur ke dokter gigi, Puskesmas setiap enam bulan
sekali.
2.2.8. Perawatan gingivitis
Menurut J.D. Manson dan B.M. Eley (1998), Mediresource clinical team (2010),
perawatan gingivitis terdiri dari tiga komponen yang dapat dilakukan bersamaan
yaitu :
1. Interaksi kebersihan mulut
2. Menghilangkan plak dan calculus dengan scaling
3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak.
Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan calculus
tidak dapat dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plak diperbaiki. Membuat mulut
bebas plak ternyata tidak memberikan manfaat bila tidak dilakukan upaya untuk
mencegah rekurensi deposit plak atau tidak diupayakan untuk memastikan
pembersihan segera setelah deposit ulang.
2.2.9. Indeks untuk mengukur gingivitis
Gingivitis diukur dengan gingival indeks. Indeks adalah metoda untuk mengukur
kondisi dan keparahan suatu penyakit atau keadaan pada individu atau populasi.
Indeks digunakan pada praktek di klinik untuk menilai status gingiva pasien dan
mengikuti perubahan status gingiva seseorang dari waktu ke waktu, pada penelitian
epidemiologis, gingiva indeks digunakan untuk membandingkan prevalensi gingivitis
pada kelompok populasi, dan untuk menilai efektivitas suatu pengobatan atau alat.
Gingiva indeks pertama kali diusulkan pada tahun 1963 untuk menilai tingkat
keparahan dan banyaknya inflamasi gingiva pada seseorang atau pada subjek
dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat area gingiva pada masing-
masing gigi (fasial,mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat inflamasinya dan diberi
skor dari 0 sampai 4.
Penilaiannya adalah ;
0 = Gingiva normal, tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna dan tidak
ada perdarahan.
1 = Peradangan ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit edema,
tetapi tidak ada perdarahan saat probing.
2 = Peradangan sedang : warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi perdarahan
saat probing
3 = Peradangan berat : warna merah terang, atau merah menyala, adanya edema,
ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan (Wilkins dan Ester, 2005).
2.3 Triklosan
Agen antimikroba (zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri, fungi, atau protozoa) merupakan bahan yang banyak
terdapat di dalam produk rumah tangga, perawatan diri, dan consumer. Telah timbuh
kekhawatiran mengenai dampak zat kimiawi ini terhadap lingkungan dan potensi efek
negative terhadap kesehatan manusia dan hewan. Triclosan adalah agen antimikroba
sintesis dengan spectrum yang besar yang akhir-akhir ini banyak terdapat di pasaran
dalam bentuk sabun anti bakteri, deodorant, pasta gigi, kosmetik, kain, plastic, dan
produk-produk lainnya.
Terdapat perdebatan mengenai keamanan, efektifitasm dan regulasi penggunaan
triclosan. Dibawah ini, akan dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan masalah ini
yaitu: (i) mode of action triclosan; (ii) penggunaan triclosan; (iii) potensi dampak
triclosan pada kesehatan manusia dan binatang; (iv) kemungkinan asosiasi penggunaan
triclosan dengan resistensi antibiotic; (v) ptensi dampak triclosan terhadap lingkungan;
(vi) regulasi pengawasan triclosan; dan (vii) alternative potensial dan tahap-tahap
selanjutnya.
2.3.1 Introduksi
Triclosan utamanya memiliki sifat antibakteri (membunug atau memperlambat
pertumbuhan bakteri), namun triclosan juga memiliki beberapa sifat anti jamur dan anti
virus. Triclosan paling umumnya digunakan untuk membunuh bakteri di kulit dan
permukaan lain, walaupun terkadang ia juga digunakan untuk mengawetkan suatu
produk agar tidak membusuk karena mikroba. Penggunaan triclosan pertama kali
dimulai di Amerika Serika sekitar tahun 1970 pada sabun, dan penggunaannya
meningkat drastis pada beberapa tahun kebelakang ini. Triclosan, seperti agen
antibakteri lainnya, sekarang ditemukan di lingkungan, termasuk permukaan air,
tanahm jaringan ikan, dan ASI. American Medical Association (AMA) memiliki
beberapa kekhawatiran mengenai penggunaan bahan kimiawi ini dan telah:
Mendorong U.S Food and Drug Administration untuk mempelajari masalah ini lebih
lanjut,
menyatakan bahwa AMA akan mengawasi progress dari evaluasi FDA saat ini tentang
keamanan dan efektifitas antimikroba untuk penggunaan konsumen,
mendukung penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan antimikroba sebagai bahan
dalam produk-produk konsumen dan dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan, dan
masalah besar kesehatan masyarakat mengenai kekebalan antimikroba.
Pada tahun 2009, American Public Health Association (APHA) mengusulkan
pelarangan penggunaan triclosan untuk penggunaan rumah tangga dan non-medis.
Pada saat penulisan tulisan ini, usulan APHA ini belum ditindak lanjutkan.
Dibalik usaha-usaha untuk melihat ulang dan meregulasi penggunaan yang tepat
untuk triclosan, debat ilmiah terus berlanjut menyangkut adanya potensi dampak
negative triclosan terhadap kesehatan manusia, lingkungan, dan resistensi terhadap
antibiotic.
2.3.2 Apa Itu Triclosan dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Triclosan merupakan phenlether, atau chlorinated bisphenol, dengan spectrum luas
aksi antimikroba yang diklasifikasikan oleh FDA sebagai obat Kelas III (kompon
dengan solubilitas tinggi dan permeabilitas rendah).
Triclosan dimanufacture oleh Ciba Specialty Chemical Products dibawah nama
dagang Irgasan® dan Irgacare®. Triclosan (generic) juga diproduksi beberapa pabrik
diluar Amerika Serikat yaitu di Switzerland, Belanda, Cina, India, Korea Selatan, dan
sebagainya. Triclosan biasanya tampak sebagai bubuk berwarna putih. Triclosan
memiliki sedikit aroma phenol. Triclosan dapat hadir dalam bentuk ether atau fenol,
dimana fenol lebih pipler digunakan karena memiliki sifat antibakteri. Sebagai
tambahan, dibawah merk dagang Microban®, triclosan digunakan sebagai antimikroba
pada produk-produk yang built-in.
Sebagai hasil potensi terjadinya formasi produk sampingan lain yang tidak diinginkan
yang dapat mempengaruhi keamanan dan efisiensi triclosan, United States
Pharmacopeia (USP) telah menbuat monograf untuk pengujian spesifik triklosan.
Selain menetapkan spesifikasi standar produk dan prosedur untuk menguji kemurnian
dan identitas fisik triclosan, monograf ini juga menetapkan batas dan metode pengujian
produk sampingan yang tidak diinginkan ini yang dapat muncul.
2.3.2.1 Organisme Target
Triclosan memiliki aktivitas yang luas yang dapat membunuh kebanyakan, tapi
tidak semua, bakteri gram positif dan bakteri gram-negatif non-sporulasi, serta
beberapa jamur, Plasmodium falciparum, dan Toxoplasma gondii. Ia bersifat
bakteriostatis (menghentikan pertumbuhan bakteri) pada konsentrasi rendah, tetapi pada
konsentrasi tinggi ia bersifat bakterisidal (membunuh mikroorganisme) organisme yang
paling sensitive terhadap triclosan adalah staphylococci, beberapa streptococci,
beberapa mycobacteria, Escherichia coli dan Proteus spp. (triclosan efektif pada range
0,01 – 0,1 mg/L). Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) juga sensitive
terhadap triclosan, dan dapat atau tidak memiliki peningkatan resistensi terhadap
triclosan (sensitive terhadap triclosan 0,1-2 mg/L). mandi dengan2% triclosan telah
dibuktikan efektif untuk dekolonisasi pada pasien yang mengandung MRSA pada
kulitnya. Enterococci tidak serentan staphylococci, dan Pseudomonas aeruginosa
sangat resisten.
Clostridium difficile menghadirkan situasi yang sulit diatasi di rumah sakit.
Bentuknya yang non-infeksius, yaitu spora, dapat bertahan di rumah sakit, nursing
homes, fasilitas perawatan-lanjutan, dan ruang khusus bayi yang baru lahor. Spora ini
tidak dapat menimbulkan infeksi, namun jika tertelan, mereka berubah menjadi bentuk
virulen aktif. Dalam kasus-kasus parah, C. difficile dapat menyebabkan sakit parah dan
kematian pada pasien lanjut usia dan pasien immune-compromised. Penelitian
menunjukan bahwa terapat spora pada beberapa benda di rumah sakit seperti over-bed
tables, tirai, jas lab, sikat, tanaman, linen, telefon, stetoskop, perhiasan, diaper pails,
dan dibawah kuku; bahkan dasi pun dapat terkontaminasi C. difficile.
Beberapa peneliti seperti Dr. Dale Gerding, asosiasi kepala penelitian staf dan
koordinator pembangunan di Edward Hines Jr VA Hospital, di Hines, Illinois, telah
menbgusulkan bahwa, seperti spora anthrax, spora C. difficile memiliki
“exosporium”, yaitu rantai lengket berupa substansi yang mengandung protein,
yang memberikan semacam perlekatan, dan ia dapat melekat pada tangan. Dr.
Gerding dan rekan-rekan telah membuat beberapa sabun cuci tangan yang dapat
menghilangkan spora C. difficile, dan menyimpulkan bahwa harus ada suatu
tindakan yang dapat menentukan kemampuan spora C. difficile, dari pabrik hand-
hygiene yang mungkin tidak dapat dibuktikan secara ilmuah. Dalam analisisnya,
satu-satunya agen yang berhasil mengurangi spora C. difficile yaitu pembersih
tangan dari tinta. Jadi, jelas bahwa diperlukan suatu cara ynag efektif untuk
melawan lengketnya C. difficile.
Tabel 1. Kuman-kuman yang dapat dihancurkan oleh triklosan
Staphylococci
Streptococci
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Proteus spp
Acinetobacter spp
Mycobacteria
Enterococci: Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Klebsiella spp,Enterobacter spp
Proteus mirabilis
2.3.2.2 Mekanisme kerja
Triklosan bekerja dengan menghambat situs aktif enzim ENR (enoyl-acyl carrier
protein reductase), yang merupakan enzim yang sangat penting dalam sintesis asam
bakteri. Dengan menghambat situs aktif tersebut, triklosan menghambat enzim dan
mencegah bakteri untuk mensintesis asam lemak, yang sangat penting untuk membuat
membran sel dan reproduksi bakteri. Dikarenakan manusia tidak memiliki enzim ENR,
telah lama dipercaya bahwa triklosan cukup berbahaya terhadap enzim tersebut.
Triklosan merupakan inhibitor yang kuat, dan hanya sejumlah kecil triklosan yang
diperlukan untuk menghasilkan aksi antibakteri yang kuat.
2.3.2.3 Penggunaan Triklosan
Triklosan telah digunakan sejak tahun 1972,dan hingga kini telah banyak ditemukan
dalam berbagai produk, antara lain:
- Sabun mandi
- Sabun pencuci tangan
- Sabun pencuci piring
- Detergen dan pengharum pakaian
- Plastik (seperti pada mainan anak-anak dan peralatan dapur)
- Deodoran
- Kosmetik dan krim pencukur bulu
- Produk perawatan wajah
- Hair conditioner
- Pakaian (seperti kaos kaki dan pakaian dalam)
- Mebel
- Pestisida
- Surgical scrubs
- Peralatan medis imlplan
Triklosan telah digunakan pada banyak produk komersil. Saat ini, di Amerika
Serikat, produsen produk yang mengandung triklosan harus menyertakan
keterkandungan triklosan pada kemasannya. Sehingga, jika ada yang mengklaim
produknya merupakan produk antibakteri, kita dapat mengecek kebenarannya dengan
memastikan apakah label triklosan tercantum pada kemasannya. Triklosan digunakan
sebagai produk perlindungan antimikroba, dengan merk dagang Microban®, dengan
solusi antimikroba untuk konsumen, industri, dan pruduk medis di seluruh dunia.
Teknologi Microban® telah dikembangkan secara luas dan terdapat pada material
seperti: polimer, tekstil, pelapis, keramik, kertas, dan perekat. Microban® mengontrol
pertumbuhan mikroba di dalam permukaan tetapi tidak menyediakan perlindungan
yang spesifik terhadap mikroba menular pada permukaan luar ‘benda’ tersebut. Hal ini
berpotensi menciptakan pengertian yang salah dengan menyebabkan konsumen merasa
terlindungi, dan menyebabkan konsumen tidak mengupayakan tindakan lain untuk
menjaga kebersihan permukaan.
2.3.2.4 Pertimbangan Efektivitas
Berbagai metode tersedia untuk mengevaluasi aktivitas antimikroba pada agen
antiseptik dan disinfektan. Variabel yang penting namun sering diabaikan pada jenis
studi seperti ini adalah netralisasi yang adekuat pada komponen kimia. Netralisasi
penting untuk menghentikan aktivitas antimikroba dan interpretasi hasil yang
menyesatkan. Triklosan sangat sulit untuk dinetralkan, oleh katena itu netralisasi yang
tidak sempurna dapat melebih-lebihkan keefektifan produk yang mengandung triklosan.
Sementara semua sabun cuci tangan antimikroba telah mendemonstrasikan tingkat
efektivitas yang baik sesuai dengan Topical Antiseptic Drug Monograph yang diukur
dengan tes Healthcare Personnel Handwash, semuanya terhambat pada beberapa
derajat oleh interaksi bahan aktif dengan surfaktan (atau agen pembersih) yang
digunakan. Molekul-molekul triklosan terkurung oleh molekul-molekul pembersih
surfaktan, yang membantu untuk menjaga triklosan aktif untuk mengendap di dalam
larutan. Selama proses penyabunan, sebagian kecil dari bahan aktif dikirimkan ke kulit,
tetapi sisanya hanya terbawa ke bawah saluran, terperangkan di dalam struktur yang
seperti kurungan ini. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan yang disebut "triklosan
yang diaktifkan” telah diterapkan untuk sabun yang mengandung triklosan untuk
meningkatkan kinerja mereka. Triklosan yang diaktifkan menggunakan sebuah
kombinasi dari surfaktan-surfaktan yang berbeda—sodium xylenesulfonate dan
dipropylene glycol—untuk menjaga triklosan di dalam larutan dan mencegahnya
mengendap di sabun.
2.3.3 Dampak terhadap Kesehatan
Data dari Survey Kesehatan Nasional dan Pemeriksaan Gizi pada tahun 2003-2004
menunjukkan bahwa triklosan terkandung pada 75% sampel urin yang dianalisa.
Triklosan juga ditemukan di sungai-sungai serta aliran air dan limbah lumpur yang
digunakan untuk pertanian. Beberapa penelitian menghasilkan temuan yang
kontroversial terkait dengan hubungan antara triklosan dengan efek yang merugikan
terhadap kesehatan pada manusia dan hewan.
Acute Toxicity Dalam istilah toksikologis klasik, triklosan biasanya tidak beracun
kepada manusia kehidupan mamalia lainnya. Namun, telah ada laporan tentang
dermatitis, atauiritasikulit, daritriklosan yang terkena kepada kulit.Ada bukti lainnya
dimana triclosan bisa menjadi penyebab Photoallergic Contact Dermatitis (PACD),
yang terjadi ketika kulit terkena triklosan, serta terkena sinar matahari. PACD juga
dapat menjadi penyebab ruameczematous, yang biasanya terjadi di muka, leher, dibalik
telapak tangan, serta bagian tangan yang terekspos sinar matahari. Perusahaan pasta
gigi dan sabun yang menggunakan triklosan sebagai bahan produk mereka mengatakan
bahwa bahan aktif dari produk mereka bekerja selama 12 jam setelah digunakan.
Sementara itu dibutuhkan kurang lebih 20 detik untuk consumer terekspos dengan
triklosan, kurang lebih waktu yang dibutuhkan untuk menggosok gigi.
Chronic Health Effects. Penelitian Swedia menemukan adanya triklosan
berkandungan tinggi di dalam 3 dari 5 produk susu yang diperuntukan untuk manusia,
menunjukan bahwa triklosan dapat diserap ke dalam tubuh, dan kebanyakan dalam
kuantitas tinggi. Ditambah lagi, triklosan bersifat lipophilic, dimana itu bisa berbio
akumulatif dalam jaringan lemak.
Triclosan belum jelas apakah memiliki kandungan karsinogenik, efek mutagenik, atau
teratogenik. Kekhawatiran atas triclosan mengganggu metabolisme hormon tubuh tiroid
menyebabkan penelitian yang menemukan bahwa triclosan memiliki efek hipotermia,
menurunkan suhu tubuh,dan secara keseluruhan menyebabkan-spesifik efek depresan
pada sistemsaraf pusat. Lain halnya dengan terkait studi untuk tingkat rendah(0,03mcg/
L) dari triclosan dengan tiroid mengganggu hormon terkait ekspresi gen pada berudu,
yang mendorong mereka untuk berubah menjadi katak prematur, sementara yang lain
paparan terkait triclosan dengan produksi sperma pada tikus jantan. Hipotesis yang
diajukan adalah bahwa triclosan menghalangi metabolisme hormon tiroid, karena
secara kimiawi meniru hormon tiroid, danmengikat situs reseptor hormon, sehingga
menghalangi mereka, sehingga hormon endogen tidak dapat digunakan. Meskipun
struktur kimia mirip estrogen triclosan, sebuah studi di Jepang spesies ikan tidak
menunjukkan efeke strogenik. Namun, hal itu menemukan bahwa triclosan adalah
androgenik yang lemah, menyebabkan perubahan panjang sirip dan rasio seks. Sebuah
makalah yang lebih baru dalam Lingkungan Internasional menunjukkan triclosan yang
dapat menghambat estrogen sulfotransferase pada domba plasenta, yaitu enzim yang
membantu metabolisme hormon dan transportasi ke janin. Kecurigaan adalah
bahwatriclosan akan berbahaya pada kehamilan jika cukup banyak mendapatkan
melalui ke plasenta untuk mempengaruhi enzim.
Meskipun informasi pada manusia dari penggunaan kronis dariproduk perawatan
pribadi tidak tersedia, triclosan telah dipelajari secara ekstensif di laboratorium hewan.
Ketika dievaluasi dalam studi oncogenicity kronispada tikus, tikus, dan hamster, terkait
pengobatan tumor ditemukan hanya dalam hati mencit jantan dan betina. Penerapan
pada Kerangka Manusia menunjukkan adanya Relevansi bahwa tumor ini muncul
melalui sebuah modus tindakan yang dianggap tidak relevan dengan manusia.
Bidang lain memperdebatan melibatkan hipotesis bahwa triclosan meningkatkan
produksi kloroform. Sebuah studi yang diterbitkanpada tahun 2007 menggambarkan
bahwa, dalam kondisi tertentu, triclosan memicu produksi kloroform dalam jumlah
sampai 40% lebih tinggi dari tingkat latar belakang dalam klorin yang diobati air keran.
Namun studi lain yang diterbitkan tahun yang sama menunjukkan tidak ada
pembentukan tingkat kloroform terdeteksi pada rentang yang diharapkan menyikat gigi
jangka waktu antara subyek menggunakan pasta gigi dengan triclosan dan normal
diklorinasi air keran. US EPA mengklasifikasikan kloroform sebagai penyebab kanker
pada manusia mungkin. Akibatnya, triclosan menjadi sasaran peringatan kanker
Inggris, meskipun penelitian menunjukkan bahwa jumlah kloroform dihasilkan kurang
dari biasanya hadir dalam diobati, air yang mengandung klor dan diperlukan menyikat
gigi atau mencuci tangan untuk kali di urutan dua jam atau lebih.
Dioxin Link.Telah ada sejumlah kekhawatiran tentang triclosan dan link untuk dioxin.
Dioksin dapat sangat karsinogenik dan dapat menyebabkan masalah kesehatan yang
parah seperti melemahnya sistem kekebalan tubuh, penurunan kesuburan, hormon seks
yang berubah, keguguran, cacat lahir, dan kanker. Ini perlu diluruskan bahwa dioksin-‖
tidak satu senyawa. Dari senyawa dioksin 210, hanya 17 yang dianggap menjadi
perhatian kesehatan masyarakat. Dua dioxin, 2,8-dichlorodibenzo-p-dioxin (2,8-
DCDD) dan 2,4-dichlorophenol (2,4-DCP), diproduksi setelah degradasi fotokimia
triclosan, ketika kimia oleh-produk yang terkena UV radiasi setelah reaksi triclosan
dengan air klorin. Ini dioxin dapat dibentuk di dalam air sungai setelah paparan sinar
matahari dari triclosan terklorinasi, atau bahkan dalam pengobatan triclosan yang
tercemar air pada pengolahan air yang didukung oleh hibah pendidikan tak terbatas dari
Perusahaan Clorox.
2.3.4. Antibiotic Resistance
Para ilmuwan di seluruh dunia khawatir bahwa pemakaian yang berlebihan dan
penyalahgunaan antibiotik dan antimikroba dapat menyebabkan peningkatan resistensi
antara bakteri untuk agen ini. Berdasarkan hasil penelaahan tentang studi triclosan
dapat, atau mungkin tidak, mendorong perkembangan resistensi antibiotik pada bakteri
patogen.
2.3.4.1. Bakteri resistensi terhadap triclosan
Di laboratorium, triclosan bakteri resisten dapat diproduksi cukup mudah dalam
konsentrasi triklosan meningkat atau dengan isolasi koloni tahan dalam zona inhibisi
pertumbuhan di sekitar cakram kertas yang mengandung triclosan. Dalam resistensi E.
coli mungkin karena kelebihan produksi dari enzim reduktase enoyl, atau perubahan
permeabilitas selular. Sementara bakteri resisten yang tumbuh lebih lambat dari
bakteri sensitif, strain E. coli yang resisten terhadap triclosan sebenarnya telah
meningkatkan tingkat pertumbuhan. Dalam P. aeruginosa, yang secara intrinsik tahan
terhadap triclosan, resistensi bisa disebabkan oleh reduktase enoyl non-rentan (baik
triclosan-rentan dan non-rentan enzim telah ditemukan, sebuah penghalang
permeabilitas membran luar atau pemompaan obat dari bagian sel ke bagian luarnya.
Yang terakhir ini telah dinyatakan sebagai alasan utama untuk triclosan non-
kerentanan strain MRSA mungkin atau mungkin tidak menunjukkan penurunan
sensitivitas terhadap triclosan. Fan dan koleganya menemukan bahwa semua strain S.
aureus dengan penurunan sensitivitas dioverproduksi yang FABI enzim oleh tiga
sampai lima kali lipat, dan strain yang paling resisten memiliki mutasi di FABI.
2.3.4.2. Kemungkinan hubungan antara triclosan dan resistensi antibiotik
Sejumlah studi terbaru telah menyuarakan keprihatinan serius bahwa triclosan dan
produk sejenis lainnya dapat merangsang munculnya bakteri resisten terhadap
antibiotik. Satu kekhawatiran adalah bahwa bakteri akan menjadi resisten terhadap
produk antibakteri seperti triclosan, rendering produk tidak berguna bagi mereka yang
benar-benar membutuhkannya, seperti orang dengan sistem kekebalan tubuh
berkompromi. Para ilmuwan juga khawatir bahwa karena modus triclosan tentang
tindakan dan situs target dalam bakteri mirip dengan antibiotik, bakteri yang menjadi
resisten terhadap triclosan juga akan menjadi resisten terhadap antibiotik. Triclosan
tidak benar-benar menyebabkan mutasi pada bakteri, tetapi dengan membunuh bakteri
normal, menciptakan sebuah lingkungan dimana bakteri bermutasi yang tahan
terhadap triclosan lebih mungkin untuk bertahan hidup dan bereproduksi.
2.3.5 Triclosan dalam lingkungan kehidupan
Triclosan, agen-agen antibakterial lainnya, serta produk sampingan dari olahan
bahan kimia ini dapat ditemukan di lingkungan kehidupan manusia termasuk di dalam
air, tanah, jaringan tubuh ikan, dan pada air susu ibu(1). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti asal Swiss mengemukakan tiga dari lima sampel air susu
ibu mengandung triclosan dalam kadar yang cukup tinggi(konsentrasi lebih dari 30
μg/kg lipid weight). Lebih dari 95% penggunaan triclosan oleh masyarakat akan
dibuang melalui saluran pembuangan limbah rumah tangga. Survei geologis di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa triclosan adalah salah satu bahan yang paling sering
ditemukan pada limbah rumah tangga. Survei pada beberapa sungai dan danau di
Swisss juga menunjukkan tingginya konsentrasi triclosan di dalamnya. Telah banyak
dilakukan survey terhadap kandungan triclosan dalam air limbah rumah tangga.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh U.S Geological Survey pada tahun 1999-2000,
triclosan ditemukan pada 57% dari 139 jalur air, baik air permukaan maupun air
limbah, di Amerika Serikat. Hal ini tentunya dapat memberikan dampak negatif bagi
lahan pertanian dan kehidupan masyarakat luas. Sumber-sumber air permukaan
mencakup stormwater di perkotaan, stormwater di pedesaan, dan produk limbah
pertanian.
Air limbah domestic akan diproses sebelum dikeluarkan ke air permukaan, lebih dari
95% triclosan dibuang melalui proses pengolahan air limbah.
Peneliti asal Swiss menemukan 94% laju pembuangan triclosan melalui pengolahan
air limbah klarifikasi secara mekanis, proses biologis atau proses nitrifikasi, flookulasi,
dan filtrasi. Para peneliti memperkirakan 79% triclosan dibuang melalui proses
degradasi biologis, sedangkan 15% akan diserap ke dalam lumpur, dan 6% sisanya
tetap terkandung dalam air limbah sehingga menghasilkan konsentrasi akhir 42
ng/Liter.
Triclosan akan diolah dalam pengolahan limbah, hal ini terjadi ketika seseorang
mencuci tangan dengan sabun antibakteri, sabun cuci piring yang mengandung bahan
antibakteri, mandi menggunakan sabun ataupun sampo antibakteri, menggosok gigi
menggunakan pasta gigi yang mengandung bahan antibakteri, dan lain sebagainya .
Tidak seperti air limbah, air yang masuk ke pembuangan tidak lagi mengalami
pengolahan dan langsung mengalir ke sungai hingga akhirnya berakhir di laut.
Triclosan dapat ditransportasikan ke dalam air limbah melalui pencucian alat-alat yang
digunakan di luar ruangan menggunakan sabun antibakteri.
Triclosan terbukti bersifat toksik terhadap biota air. Keberadaan triclosan dapat
mempengaruhi bentuk struktur dan fungsional tumbuhan alga pada ekosistem air yang
mengalami pengolahan. Berdasarkan literatur yang disusun oleh Danish Environmental
Protection Agency, bahan triclosan terakumulasi di dalam tubuh hewan air, khususnya
pada ikan, dan konsentrasi triclosan pada tubuh ikan ribuan kali lebih besar daripada
yang ditemukan di dalam air. Lebih lanjut lagi, ditemukan suatu transformasi poroduk
dari triclosan yang bersifat stabil di lingkungan juga dapat mengalami bioakumulasi.
Ketika terjadi metilasi, lipophilicity dari triclosan akan meningkat, hal ini berarti
bahwa itu akan lebih mudah untuk menumupuk di jaringan lemak dan tidak terjadi
fotodegradasi. Berdasarkan studi yang pernah dilakukan di Swiss, konsentrasi lipid-
based dari methy triclosan yang terdapat di dalam tubuh ikan lebih tinggi dibandingkan
yang terdapat di dalam air danau, hal ini menunjukkan bioakumulasi yang signifikan
terjadi dalam senyawa tersebut. Bagi organisme yang hidup di dalam air, kontaminasi
dari senyawa ini dapat terjadi melalui organ-organ yang berkontak dengan lingkungan
misalnya insang pada ikan, dan senyawa triclosan yang terkandung dalam makanan
organisme tersebut.
2.3.6 Peraturan dalam penggunaan triclosan
Penggunaan triclosan diawai dengan ketat. Pada bulan Maret 2010, European Union
melarang penambahan bahan triclosan pada berbagai produk yang digunakan oleh
masyarakat sehari-hari yang mungkin dapat berkontak dengan makanan, dan pada
bulan Agustus 2009, Canadian Medical Association meminta kepada pemerintahan
Canada agar melarang penggunaan triclosan pada produk rumah tangga dengan alasan
dapat menimbulkan resistensi bakteri dan dapat menghasilkan produk sampingan yang
berbahaya. Sedangkan, di Amerika Serikat, agen-agen federal meninjau keamanan
bahan triclosan, namun belum ada perubahan dalam peraturan penggunaannya.
Di Amerika Serikat, jika produk yang mengandung bahan antibakteri digunakan
dalam tubuh manusia, hal ini akan dibawa ke meja pengadilan yang diatur oleh Food
and Drug Administration (FDA). FDA mengkatagorikan triclosan berdasarkan
penggunaan dan klaim produk. Jika klaim produk tersebut berhubungan dengan
kesehatan, contohnya untuk membunuh kuman(sabun, krim,dsb.), maka FDA
menggolongkan produk tersebut ke dalam kategori obat. Jika tidak terdapat klaim
produk atau klaim produk tersebut untuk kosmetik (misalnya deodorant, makeup,dsb.)
maka produk tersebut terdaftar sebagai kosmetik. Semua produk yang tidak digunakan
pada tubuh manusia, contohnya pembersih kamar mandi atau disinfektan rumah sakit,
maka produk ini dikategorikan sebagai pestisida. FDA mengatur obat-obatan serupa
dengan cara FDA mengatur pestisida, yaitu menggunakan analisis risiko dibandingkan
dengan manfaat berdasarkan data yang didapat dari penelitian terhadap tubuh hewan
atau penelitian terhadap tubuh manusia.
Produsen harus menjamin bahwa obat yang dihasilkannya aman dan efektif dalam
mencapai keberhasilan penggunaannya, dan manfaat dari obat yang dihasilkannya
tersebut harus lebih besar manfaatnya dibanding dengan risiko atau efek samping yang
mungkin dihasilkannya. Selain itu, metode pembuatan produk obat tersebut harus dapat
menjaga kualitas, identitas, kekuatan, dan keaslian obat.
Di lain sisi, FDA hanya dapat mengatur produk setelah produk tersebut telah beredar di
pasaran. Jadi, tidak dilakukan peninjauan terlebih dahulu terhadap komposisi produk
sebelum produk tersebut dijual di pasar.
FDA tidak dapat meminta kepada produsen suatu produk agar melakukan tes keamanan
untuk produk kosmetik sebelum barang tersebut dijual. Tetapi, produk yang belum
dilakukan peninjauan atas kandungannya,dsb. terdapat peringatan yang dituliskan pada
label produk tersebut. Peringatan yang biasa tertulis pada label adalah sebagai berikut:
―WARNING:
The safety of this product has not been determined.‖ FDA does not require, but
maintains a voluntary data collection program. If cosmetic products are found to
present a hazard, recalls are also voluntary.
Pada tanggal 8 Desember 2010, EPA mempublikasikan sebuah petisi yang diisi oleh
82 lembaga kesehatan masyarakat dan komunitas pencinta lingkungan, yang dipimpin
oleh Beyond Pesticides and Food and Water Watch, untuk melarang penggunaan
triclosan pada produk nonmedis.