proposal bab 2

Upload: kuroganesai

Post on 10-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUANPUSTAKA

2.1. Pengolahan Bahan Galian Mineral Processing, dan terkadang disebut ore dressing, mineral dressing atau milling, sejalan dengan kegiatan penambangan dan preparasi bijih dilakukan untuk mengekstraksi kandungan metal berharga. Terlepas dari proses mengatur ukuran bijih, mineral processing juga merupakan suatu proses fisik dalam memisahkan butiran-butiran mineral berharga dari mineral pengotornya, untuk menghasilkan konsentrat, yang kaya akan mineral berharga, dan tailing yang banyak mengandung mineral pengotor (Wills, 1978,6). Pengolahan bahan galian terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu preparasi, konsentrasi dan dewatering (Sukamto dkk, 2001, 3). 1. Preparasi Merupakan proses persiapan sebelum dilakukan proses konsentrasi. Dalam preparasi terdapat beberapa tahap, yaitu : a. Kominusi, adalah proses mereduksi ukuran butir sehingga menjadi lebih kecil dari ukuran semula, hal ini dapat dilakukan dengan peremukan (crushing) dalam proses kering dan penggilingan (grinding) yang digunakan untuk proses basah ataupun kering. Selain untuk mereduksi ukuran butir, kominusi juga berfungsi untuk melibrasi bijih. b. Sizing, merupakan pengelompokan mineral yang dapat dilakukan dengan cara screening dan classifying. 2. Konsentrasi Merupakan suatu proses pemisahan antara mineral berharga dengan mineral tidak berharga, sehingga didapatkan kadar yang lebih tinggi dan menguntungkan. 3. Dewatering Merupakan proses pemisahan cairan dengan padatan. Proses ini tidak dapat dilakukan sekaligus tetapi secara bertahap, yaitu dengan cara thickening, filtrasi dan drying. Beberapa keuntungan melakukan pengolahan bahan galian yaitu sebagai berikut (Sukamto dkk, 2001, 5): 1. Secara ekonomis a. Mengurangi ongkos angkut tiap ton logam dari lokasi penambangan ke pabrik peleburan, karena sebagai mineral tak berharga (waste) telah terbuang selama proses pengolahan dan juga kadar bijih telah ditingkatkan.b. Mengurangi jumlah flux yang ditambahkan kedalam peleburan serta mengurangi metal yang hilang bersama slag. c. Menurunkan biaya peleburan tiap ton logam yang dihasilkan, sebab dalam peleburan tonase logam yang dihasilkan akan lebih banyak (dalam waktu yang sama) bila dibandingkan dengan peleburan tanpa diawali dengan pengolahan bahan galian. 2. Secara teknis a. Bila dilakukan pengolahan akan dihasilkan konsentrat yang mempunyai kadar mineral berharga relatif tinggi, sehingga lebih memudahkan untuk diambil metalnya. b. Ada kemungkinan konsentrat mengandung lebih dari satu mineral berharga, maka ada kemungkinanya dapat diambil logam yang lain sebagai hasil sampingan. Material balance adalah suatu neraca kesetimbangan pada pengolahan bahan galian dimana jumlah partikel umpan yang masuk dalam alat pengolahan jumlahnya akan sama dengan jumlah material yang keluar. F = C + T Keterangan: F= berat material umpan (ton) C= berat konsentrat (ton) T= berat tailing (ton)

2.2. Preparasi Batubara Tujuan utama preparasi batubara adalah untuk meningkatkan kualitas batubara agar siap jual, di antaranya menyiapkan kondisi batubara sesuai dengan keinginan pengguna, misalnya menyesuaikan ukuran butir, membuat agar batubara lebih relatif, mengurangi kadar sulfur, mengurangi kadar abu. Dalam beberapa operasi penanganan material, proses pengolahan merupakan sebuah sumber utama pemakaian yang paling besar. Di samping sifat termal batubara, kemurnian dan kelembaban serta kualitas produk juga mencakup distribusi ukuran batubara seperti yang telah ditetapkan oleh pelanggan. Hanya dengan kominusi yang baik pada crushing plant yang memungkinkan untuk menghasilkan saleable coal sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Proses untuk memperkecil material umumnya disebut kominusi (Comminution). Operasi pengecilan ukuran bertujuan pertama untuk menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan ukuran yang dapat diterima oleh operasi pencucian, kedua agar ukuran partikel batubara sesuai dengan permintaan pasar. Operasi pengecilan ukuran harus dilakukan secara bertahap, karena tidak mungkin atau sampai saat ini belum ada alat yang dapat memperkecil ukuran batuan yang semula berukuran 50 cm menjadi langsung ukuran 1 cm dalam satu kali peremukkan. Apabila material yang elati dari tambang berukuran katakanlah 50 cm, maka pada tahap pertama harus dilakukan pengecilan ukuran menjadi misalnya 10 cm, kemudian pada tahap kedua dilakukan pengecilan ukuran menjadi 2cm. mengingat sifat batubara yang relative lunak tetapi liat, maka tahap pertama dan kedua ini biasanya dilakukan dengan menggunakan suatu peremukan roll (roll crusher). Tahap selanjutnya adalah memperkecil ukuran butiran batubara sampai diperoleh derajat liberasi pengotor yang diinginkan. Dalam melaksanakan tahap kominusi, pengecilan ukuran harus dilakukan sampai pada ukuran yang diperlukan saja, tanpa harus memperkecil sehingga menjadi terlalu halus (berlebihan), karena akan menambah biaya tahap kominusi yang umunya relative mahal. (Sudarsono A, 2003, 90) 2.3. Kominusi Banyaknya mineral yang tersebar dan berasosiasi dengan pengotor, maka harus dibebaskan sebelum proses pemisahan dilakukan. Hal tersebut dapat dicapai dengan tahapan kominusi, dimana ukuran partikel bijih terus dikurangi sampai partikel mineral bersih dapat dipisahkan oleh sebagaimana metode yang cocok digunakan. Secara umum kominusi adalah proses pengecilan ukuran butir agar bisa digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya (Wills, 1978, 87). Kominusi terbagi dalam tiga tahap, yaitu : 1. Primary crushing, merupakan tahap penghancuran yang pertama, dimana umpan berupa bongkah-bongkah besar berukuran 84 inchi dan produknya berukuran 4 inchi, alat yang digunakan dalam primary crushing adalah jaw crusher dan gyratory crusher. 2. Secondary crushing, merupakan tahapan penghancuran dari kelanjutan primary crushing dimana ukuran umpan lebih kecil dari 6 inchi dan produktannya berukuran 0,5 inchi. Alat yang digunakan adalah jaw crusher ukuran kecil, gyratory crusher ukuran kecil, cone crusher, hammer crusher, dan roll crusher. 3. Fine crushing (Grinding Mill), Milling merupakan lanjutan dari proses primary crushing dan secondary crushing. Proses penghancuran pada milling menggunakan shearing stress. Alat yang digunakan adalah roll crusher, dry ball mill. Proses peremukan atau pengecilan ukuran butir batuan harus dilakukan secara bertahap karena keterbatasan kemampuan alat untuk mereduksi batuan berukuran besar sampai menjadi butiranbutiran kecil seperti yang dikehendaki (Sukamto dkk, 2001, 7).2.3.1. Jaw Crusher Alat ini mempunyai dua rahang (jaw) , yang satu dapat digerakkan (swing jaw) dan lainnya tidak dapat digerakkan (fixed jaw). Jaw crusher diklasifikasikan berdasarkan poros dari swing jaw (Gambar 2.1.), yaitu blake crusher dengan letak porosnya diatas , dodge jaw crusher yang mempunyai letak poros di bawah dan universal crusher dimana porosnya terdapat di tengah-tengah (Wills, 1978, 97).

Gambar 2.1. Tipe Poros Jaw Crusher (Wills, 1978, 97).Pecahnya batuan dari alat peremuk rahang karena adanya daya tahan batuan lebih kecil daripada gaya yang menekan, nip angel, dan resultan gaya yang arahnya ke bawah. Gaya-gaya yang ada pada alat peremuk rahang adalah gaya tekan (aksi), gaya gesek, gaya gravitasi, dan gaya yang menahan (reaksi). Araharah gaya tergantung dari kemiringan atau sudutnya. Resultan gaya akhir arahnya harus ke bawah, yang berarti material itu dapat dihancurkan. Tapi jika gaya itu arahnya ke atas maka material itu hanya meloncat-meloncat ke atas saja. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi jaw crusher: 1. Lebar lubang pengeluaran 2. Variasi dari throw 3. Kecepatan 4. Ukuran umpan 5. Reduction ratio (RR) 6. Kapasitas yang dipengaruhi oleh jumlah umpan per jam dan berat jenis umpan. 2.3.2. Roll Crusher Alat ini terdiri dari dua buah silinder baja dan masing-masing dihubungkan pada poros sendiri-sendiri. Silinder ini hanya satu saja yang berputar dan lainnya diam, tetapi karena adanya material yang masuk dan pengaruh silinder lainnya maka silinder ini ikut berputar pula. Putaran masing-masing silinder tersebut berlawanan arahnya sehingga material yang ada di atas roll akan terjepit dan hancur. Bentuk dari roll crusher ada dua macam, yaitu (Sukamto dkk, 2001, 14):1. Rigid Roll Alat ini pada porosnya tidak dilengkapi dengan pegas sehingga kemungkinan patah pada poros sangat memungkinkan. Roll yang berputar hanya satu saja tetapi ada juga yang keduanya ikut berputar.2. Spring Roll. Alat ini dilengkapi dengan pegas, sehingga kemungkinan porosnya patah sangat kecil sekali. Dengan adanya pegas maka roll dapat mundur dengan sendirinya bila ada material yang sangat keras, sehingga tidak dapat dihancurkan dan material itu akan jatuh.

Gambar 2.2 roll crusher Double roll crusher ialah jenis crusher yang memecahkan material dengan cara menghimpitkan material tersebut di antara dua silinder logam, dengan sumbu sejajar satu sama lain dan dipisahkan dengan spasi sama dengan ukuran produk yang diinginkan. Menggunakan kompresi untuk menghancurkan materi. Apabila menggunakan double roll crusher maka harus diperhatikan agar gigi-gigi dari kedua permukaan roller tidak saling beradu atau bersinggungan. Bentuk gigi akan sangat mempengaruhi bentuk partikel yang dihasilkan dari peremukan. Tingkat keausan gigi tergantung pada jenis material umpan. Bijih logam bersifat lebih abrasif dari batubara, karena itu peremuk roller jarang digunakan untuk operasi peremukan bijih logam. (Sudarsono A, 2003) Kapasitas roll crusher tergantung pada kecepatan roller, lebar permukaan roller, diameter dan jarak antara roller yang satu dengan lainnya. Roll crusher biasanya digunakan untuk bantuan lunak seperti lempung, lanau dan material lengket sampai setengah keras. Kapasitas roll crusher dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: C = 188,5 x w x D x W x G x L Keterangan: C = kapasitas (ton/jam) w = kecepatan (rpm) D = diameter roll (m) W= lebar permukaan roll (m) G = berat jenis material (ton/m) L = jarak antar roll (m)

Hancurnya material pada roll crusher dibedakan menjadi: a. Choke Crushing Yaitu penghancuran material tidak saja dilakukan oleh permukaan roll tapi juga oleh sesama material b. Free Crushing Yaitu material yang masuk langsung dihancurkan oleh roll. Kecepatan crushing tergantung pada kecepatan pemberian umpan (feed rate). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan produksi crusher adalah sebagai berikut : 1. Sifat fisik material yang akan direduksi, sifat fisik ini meliputi kekerasan, berat jenis, dan kandungan air. 2. Impirities yaitu ada tidaknya pengotor yang terdapat pada batubara.3. Kondisi roll crusher. 4. Kemampuan feeding batubara baik dari tambang maupun ROM stockpile ke hopper. 2.3.3. Reduction Ratio Reduction ratio merupakan perbandingan antara ukuran umpan dan produk pada operasi pemecahan batuan. Nilai reduction ratio sangat berguna sebagai tolak ukur keberhasilan suatu proses peremukan, sebagai indikator kondisi mekanikal pada proses peremukan, salah satu faktor penentu kapasitas alat peremuk, dan juga sebagai penentu efisiensi alat peremuk (Taggart,1944, 4-09). Reduction ratio merupakan perbandingan antara ukuran umpan dengan ukuran produk. Reduction ratio yang baik untuk primary crushing adalah 4 7, sedangkan untuk secondary crushing adalah 14 20 dan fine crushing (mill) adalah 50 100. 2.3.4. Recovery Recovery adalah perbandingan antara berat konsentrat dibandingkan dengan berat umpan. Recovery berguna untuk mengetahui perolehan atau hasil dari suatu proses peremukan yang dinyatakan dalam persen (Sukamto dkk,2001, 6).

Keterangan: R = recovery (%) C = konsentrat (ton)F = umpan (ton) 2.4. Sizing Sizing merupakan proses pengelompokan material, terbagi dalam dua cara, yaitu : 1. Screening adalah proses pengelompokan material berdasarkan ukuran lubang ayakan sehingga ukurannya seragam.2. Classifying adalah proses pengelompokan material yang mendasarkan pada kecepatan jatuh material dalam suatu media (air atau udara), dipengaruhi oleh densitas, volume dan bentuk material. Ukuran butir yang dipisahkan secara classifying berukuran lebih kecil dari 20 mesh, sedangkan cara screening untuk ukuran lebih besar dari 20 mesh (Sukamto dkk, 2001, 25). 2.4.1. Screening Tujuan dilakukan screening adalah :1. Mempertinggi kapasitas unit operasi lainnya 2. Mencegah terjadinya over crushing atau over grinding 3. Memenuhi permintaan pasar Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan untuk menerobos lubang ayakan adalah: 1. Ukuran bukaan ayakan. Semakin besar diameter lubang bukaan ayakan semakin banyak material yang lolos. 2. Ukuran relatif partikel. Material yamg mempunyai diameter sama akan memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila posisinya berbeda, yaitu satu melintang dan lainnya membujur. 3. Pantulan dari material Pada waktu material jatuh ke screen maka material akan membentur kisi kisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada posisi yang tidak teratur. 4. Kandungan air. Kandungan air yang banyak akan sangat membantu, tapi bila hanya sedikit akan menyumbat screen. 2.5. Belt Conveyor Conveyor loading atau conveyor muat adalah suatu alat yang terdiri dari banyak roll yang di atasnya terdapat putaran ban/karet berjalan. Conveyor loading banyak membantu di dalam pekerjaan pemuatan barang. Dalam hal ini kami membicarakan conveyor loading untuk pemuatan batubara ke stockpile. Sistem conveyor digunakan apabila kita ingin memindahkan suatu material dalam jumlah yang banyak dari suatu tempat ke tempat lain yang melewati suatu jalur tertentu yang tetap (fixed path), dimana perpindahan material yang terjadi yaitu secara kontinyu. Sebagian besar conveyor menggunakan daya untuk memindahkan beban sepanjang lintasannya, namun ada juga yang menggunakan gaya gravitasi yaitu bila kita ingin memindahkan beban dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Adapun karakteristik dari conveyor secara umum yaitu: dapat digerakkan secara mekanik maupun secara otomatis, mempunyai posisi yang tepat sesuai dengan lintasan yang akan dilaluinya, dan bisa terletak di dasar maupun di atas (mempunyai jarak dari tanah) (Anonim, 2010) Keuntungan dalam menggunakan conveyor adalah : 1. Menurunkan biaya dan waktu dalam memindahkan material 2. Meningkatkan efisiensi pemindahan material 3. Menghemat ruang 4. Meningkatkan kondisi lingkungan kerja Kapasitas teoritis dari ban berjalan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Church, 1981):T = A x V x Bi x 60 Keterangan : T = kapasitas teoritis ban berjalan ( ton/jam ) A = luas penampang melintang muatan diatas ban berjalan (m23 ) V = kecepatan ban berjalan ( m/menit ) Bi = bobot isi material yang diangkut ( ton/m).

Gambar 2.3. Penampang melintang luas pemuatan pada ban berjalan (Church,1981, 13-99)

Tabel 2.2. Luas penampang melintang bahan untuk ban berjalan yang dimuati (Church, 1981, 13-99)

Keterangan : A = lebar belt ( inchi ) B = 0,05 w + 1 ( inchi ) C = luas muatan rata rata ( ft ) D = luas tambahan ft untuk sudut lereng (0) E = luas keseluruhan ft untuk sudut lereng (0)

2-10