nano proposal 2
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH EFISIENSI MODAL KERJA,
LIKUIDITAS, DAN SOLVABILITAS TERHADAP
PROFITABILITAS
(Studi Kasus Pada Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Jakarta)
SKRIPSI
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Pada Universitas Negeri Semarang
oleh
Ima Hernawati
3352402131
Manajemen Keuangan
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang
Panitia Ujian Skripsi pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I
Drs. Fachrurrozie, M.Si NIP. 131813667
Pembimbing II
Amir Mahmud, S.pd, M.Si NIP. 132205936
Mengetahui,
Ketua Jurusan Manajemen
Drs. Sugiharto, M.Si NIP. 131286682
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Mukhammad Khafid, S.Pd, M.Si NIP. 132243641
Anggota I
Drs. Fachrurrozie, M.Si NIP. 131813667
Anggota II
Amir Mahmud, S.Pd, M.Si NIP. 132205936
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ekonomi
Drs. Agus Wahyudin, M.Si NIP. 131658236
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Februari 2007
Ima HernawatiNIM. 3352402131
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
1. Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali orang-orang yang khusuk (Albaqarah :
46)
2. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (Qs Al-Insyiroh : 6)
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan ibu tercinta,yang selalu mendo’akan dan telah
bersusah payah untuk menjadikan penulis manusia yang
berguna.
2. Kakak-kakakku tercinta Indah Setyati, Wahyu Hidayat, yang
selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis
untuk menjadi orang yang sukses.
3. Agus Budi yang selalu memberikan motivasi, semangat,
bantuan dan hari-hari yang penuh warna.
4. Sahabat dan rekan-rekan yang pernah hadir dalam hari-hari
yang telah penulis lewati. Aku bangga punya kalian.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“PENGARUH STRUKTUR AKTIVA DAN PROFITABILITAS TERHADAP
STRUKTUR MODAL” (Studi Kasus Pada Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek
Jakarta).
Dalam kesempatan yang baik ini, penulis dengan ketulusan dan kerendahan hati
ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas
memberikan masukan dan kontribusi berarti dalam proses penelitian dan penyusunan
skripsi ini, antara lain:
1. Drs. Agus Wahyudin, M.Si Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang
2. Drs. Sugiharto, M.Si Ketua Jurusan Manajemen yang dengan baik hati
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. Fachrurrozie, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing, dan mengarahkan penulis selama menyusun
skripsi ini.
4. Amir Mahmud, S.Pd, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, dan mengarahkan penulis selama
menyusun skripsi ini.
vi
5. Muhammad Khafid, S.Pd, M.Si, selaku dosen penguji terimakasih atas
bimbingan dan masukannya.
6. Seluruh dosen di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang yang telah menularkan ilmu pengetahuannya.
7. Orang Tua dan keluarga besarku yang telah memberikan segalanya.
8. Sahabat-sahabatku Dyna, Wulan, Retno, Yuli, Duma, Dwi, Farida, Bayu,
Tandang yang selalu memberikan keceriaan dalam hari-hariku dan telah
banyak memberikan bantuan kepada penulis. Serta teman-teman Manajemen
lainnya.
9. Teman-teman ‘Bali Cost’, dan teman-teman lainnya yang dengan tulus
memberikan bantuannya dan selalu menemani hari-hariku.
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang menjadi
bagian dari setiap peristiwa yang penulis alami.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata, semoga Allah
senantiasa bersama kita dan meridhoi jalan hidup kita. Amin.
Semarang, Februari 2007
Penulis
vii
SARI
Ima Hernawati. 2007. Analisis Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas dan Solvabilitas terhadap Profitabilitas (Studi Kasus pada Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Jakarta). Skripsi. Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Drs. Fachrurrozie M.Si, Pembimbing II. Amir Mahmud, S.Pd, M.Si. 81 h. Kata Kunci: Efisiensi modal kerja, likuiditas, solvabilitas, profitabilitas
Indikator adanya manajemen modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi modal kerja. Makin pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat perputarannya sehingga perputaran modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas meningkat. Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan di hadapkan pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas. Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun pada akhirnya berdampak pada menurunnya profitabilitas. Selain masalah tersebut diatas perusahaan juga dihadapkan pada masalah penentuan sumber dana. Jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di tanggung juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas. Permasalahan yang diungkap: adakah pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas baik secara parsial maupun simultan? Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruh efisiensi modal kerja, likuditas dan solvabilitas terhadap profitabilitas baik secara parsial maupun simultan pada perusahaan-perusahaan industri barang konsumsi yang go public di BEJ tahun 2002-2005.
Populasi dalam penelitian ini perusahaan kelompok industri barang konsumsi yang sudah go public di BEJ periode tahun 2002-2005. sampel yang diteliti sebanyak 20 perusahaan dengan cara purposive sampling. Variabel yang diteliti meliputi efisiensi modal kerja (WCT), likuiditas (CR), solvabilitas (DTA) sebagai variabel bebas dan profitabilitas (ROI) sebagai variabel terikat. Data diperoleh melalui data sekunder dari BEJ dan dianalisis menggunakan regresi berganda.
Hasil analisis regresi menunjukkan efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di BEJ dari tahun 2002-2005 yaitu sebesar 87,3% terbukti dari pvalue = 0,000 < 0,05. Secara parsial efisiensi modal kerja berpengaruh positf dan signifikan terhadap profitabilitas, namun likuiditas dan solvabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan kepada pihak manajemen untuk mempertahankan efisiensi modal kerjanya dan perusahaan harus mengelola likuiditas dan solvabilitasnya secara efektif dan efisien untuk menghasilkan laba usaha yang memadai.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................. iii
PERNYATAAN...................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
SARI .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 9
1.3 Tujuan penelitian................................................................... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 11
2.1 Profitabilitas Perusahaan ...................................................... 11
2.2 Modal Kerja .......................................................................... 14
2.2.1 Pengertian Modal Kerja ............................................... 14
ix
2.2.2 Siklus Modal Kerja ...................................................... 15
2.2.3 Fungsi Modal Kerja ..................................................... 16
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Modal Kerja ....... 17
2.2.5 Sumber Modal Kerja .................................................... 19
2.3 Efisiensi Modal Kerja .......................................................... 19
2.4 Likuiditas Perusahaan .......................................................... 23
2.5 Solvabilitas Perusahaan........................................................ 27
2.6 Penelitian Terdahulu............................................................ 29
2.7 Kerangka Berfikir ................................................................ 33
2.8 Hipotesis............................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 38
3.1 Populasi dan Sampel ............................................................. 38
3.2 Variabel Penelitian ............................................................... 39
3.3 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 43
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................... 43
3.5 Metode Analisis Data............................................................ 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................ 49
4.1 Hasil Penelitian .................................................................... 49
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ............................ 49
4.1.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian ........................ 51
4.1.3 Uji Asumsi Klasik ....................................................... 54
4.1.4 Uji Hipotesis................................................................ 58
4.2 Pembahasan........................................................................... 61
x
BAB V PENUTUP.................................................................................. 64
5.1 Simpulan ............................................................................... 64
5.2 Saran...................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 66
LAMPIRAN........................................................................................... 67
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Tahun Berdiri Perusahaan pada Industri Barang Konsumsi
di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2005................................ 49
Tabel 4.2 Status Perusahaan pada Industri Barang Konsumsi
di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2005 ............................... 49
Tabel 4.3 Jenis Usaha pada Industri Barang Konsumsi
di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2005 ................................ 50
Tabel 4.4 First Issue perusahaan pada Industri Barang Konsumsi
di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2005 ................................ 50
Tabel 4.5 Umur Perusahaan pada Industri Barang Konsumsi
di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2005 ................................ 51
Tabel 4.6 Gambaran Umum efisiensi Modal Kerja ............................... 52
Tabel 4.7 Gambaran Umum Likuiditas.................................................. 53
Tabel 4.8 Gambaran Umum Solvabilitas ............................................... 53
Tabel 4.9 Gambaran Umum Profitabilitas ............................................. 54
Tabel 4.10 Uji Skewnes dan Kurtosis ..................................................... 56
Tabel 4.11 Uji Multikolinieritas.............................................................. 57
Tabel 4.12 Uji Hipotesis ......................................................................... 59
Tabel 4.13 Uji Simultan (Uji F) .............................................................. 60
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir................................................................ 36
Gambar 4.1 P-P Plot (Pengujian Normalitas Model Regresi)................ 55
Gambar 2.1 Scatterplot (Pengujian Heteroskedastisitas Model Regresi) 58
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Tabel Kondisi Efisiensi Modal Kerja pada Industri Barang
Konsumsi di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2005........... 68
Lampiran 2 Tabel Kondisi Likuiditas pada Industri Barang Konsumsi
di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2005........................... 69
Lampiran 3 Tabel Kondisi Solvabilitas pada Industri Barang Konsumsi
di BursaEfek Jakarta Tahun 2002-2005............................ 70
Lampiran 4 Tabel Kondisi Profitabilitas pada Industri Barang Konsumsi
di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2005........................... 71
Lampiran 5 Tabel Perhitungan Working Capital Tunover (WCT)....... 72
Lampiran 6 Tabel Perhitungan Current Ratio (CR) ............................. 73
Lampiran 7 Tabel Perhitungan Total Debt To Total Assets (DTA) ..... 74
Lampiran 8 Tabel Perhitungan Return On Invesment (ROI)................ 75
Lampiran 9 Hasil Pengolahan Data dengan Program SPSS ............... 76
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian .......................................................... 80
Lampiran 11 Surat Ijin Penelitian dari Pojok Bursa Efek Jakarta
Universitas Diponegoro .................................................. 81
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Modal kerja merupakan masalah pokok dan topik penting yang sering kali
dihadapi oleh perusahaan, karena hampir semua perhatian untuk mengelola modal kerja
dan aktiva lancar yang merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva. Modal kerja
dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk membelanjai operasinya sehari-hari, misalnya :
untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membiayai upah gaji pegawai,
dan lain-lain, dimana uang atau dana yang dikeluarkan tersebut diharapkan dapat
kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu singkat melalui hasil penjualan
produksinya. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk selalu meningkatkan efisiensi
kerjanya sehingga dicapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan yaitu mencapai laba
yang optimal.
Salah satu masalah kebijaksanaan keuangan yang dihadapi perusahaan adalah
masalah efisiensi modal kerja. Manajemen modal kerja yang baik sangat penting dalam
bidang keuangan karena kesalahan dan kekeliruan dalam mengelola modal kerja dapat
mengakibatkan kegiatan usaha menjadi terhambat atau terhenti sama sekali. Sehingga,
adanya analisis atas modal kerja perusahaan sangat penting untuk dilakukan untuk
mengetahui situasi modal kerja pada saat ini, kemudian hal itu dihubungkan dengan
situasi keuangan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Dari informasi ini
dapat ditentukan program apa yang harus dibuat atau langkah apa yang harus diambil
untuk mengatasinya.
2
Pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan,
karena meliputi pengambilan keputusan mengenai jumlah dan komposisi aktiva lancar
dan bagaimana membiayai aktiva ini. Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan
tingkat modal kerja yang memuaskan, maka perusahaan kemungkinan mengalami
insolvency (tak mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin
terpaksa harus dilikuidasi. Aktiva lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang
lancar sedemikian rupa, sehingga menggambarkan adanya tingkat keamanan (margin
safeti) yang memuaskan. Sementara itu, jika perusahaan menetapkan modal kerja yang
berlebih akan menyebabkan perusahaan overlikuid sehingga menimbulkan dana
mengaggur yang akan mengakibatkan inefisiensi perusahaan, dan membuang
kesempatan memperoleh laba.
Modal kerja memiliki sifat yang fleksibel, besar kecilnya modal kerja dapat
ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan perusahaan. Menetapkan modal kerja yang
terdiri dari kas, piutang, persediaan yang harus dimanfaatkan seefisien mungkin.
Besarnya modal kerja harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan, karena baik kelebihan
atau kekurangan modal kerja sama-sama membawa dampak negatif bagi perusahaan.
Modal kerja yang berlebihan terutama modal kerja dalam bentuk uang tunai dan
surat berharga dapat merugikan perusahaan karena menyebabkan berkumpulnya dana
yang besar tanpa penggunaan secara produktif. Dana yang mati, yaitu dana-dana yang
tidak digunakan menyebabkan diadakannya investasi dalam proyek-proyek yang tidak
diperlukan dan yang tidak produktif. Disamping itu kelebihan modal kerja juga akan
menimbulkan inefisiensi atau pemborosan dalam operasi perusahaan.
Indikator adanya manajemen modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi
modal kerja (Tunggal,1995:165). Modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja
3
(working capital turnover), perputaran piutang (receivable turnover), perputaran
persediaaan (inventori turnover). Perputaran modal kerja dimulai dari saat kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin
pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat perputarannya sehingga perputaran
modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas
semakin meningkat.
Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan
pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas
(Van Horne,1997: 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam
jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan
untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada
menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan
profitabilitas, kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Makin
tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena
terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar
kewajibannya tepat pada waktunya. Di lain pihak ditinjau dari segi sudut pemegang
saham, likuiditas yang tinggi tak selalu menguntungkan karena berpeluang
menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat digunakan untuk
berinvestasi dalam proyek-proyek yang menguntungkan perusahaan (Tunggal,1995 :
157).
Selain masalah tersebut di atas perusahaan juga dihadapkan pada masalah
penentuan sumber dana. Pemenuhan kebutuhan dana suatu perusahaan dapat dipenuhi
dari sumber intern perusahaan, yaitu dengan mengusahakan penarikan modal melalui
penjualan saham kepada masyarakat atau laba ditahan yang tidak dibagi dan digunakan
4
kembali sebagai modal. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dapat juga dipenuhi
dari sumber ekstern yaitu dengan meminjam dana kepada pihak kreditur seperti bank,
lembaga keuangan bukan bank, atau dapat pula perusahaan menerbitkan obligasi untuk
ditawarkan kepada masyarakat.
Pembiayaan dengan utang atau leverage keuangan menurut Brigham dan
Houston (2001: 84) memiliki tiga implikasi penting, yaitu: Pertama, memperoleh dana
melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas
perusahaan dengan investasi yang terbatas. Kedua, kreditur melihat ekuitas atau dana
yang disetor pemilik untuk memberikan marjin pengaman, sehingga jika pemegang
saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan
sebagian besar ada pada kreditur. Ketiga, Jika perusahaan memperoleh pengembalian
yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding
pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar. Sementara
itu Sawir (2001: 11) menyebutkan bahwa leverage dapat digunakan untuk meningkatkan
hasil pengembalian pemegang saham, tetapi dengan risiko akan meningkatkan kerugian
pada masa-masa suram.
Jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri
maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di tanggung
juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas.
Pada dasarnya, jika perusahaan meningkatkan jumlah utang sebagai sumber
dananya hal tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat
mengelola dana yang diperoleh dari utang secara produktif, hal tersebut dapat
memberikan pengaruh negatif dan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas
perusahaan. Sebaliknya jika utang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan
5
untuk proyek investasi yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang
positif dan berdampak terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan.
Siwi (2005) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh efisiensi modal
kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas pada perusahaan property dan
real estate yang go publik dibursa efek Jakarta pada tahun 1998–2002. Rasio-rasio yang
digunakan adalah rasio working capital turnover (WCT), current ratio, debt to equity
ratio(DTA) dan return on investment (ROI). Sampel yang digunakan sebanyak 37
perusahaan property dan real estate yang sudah listing dari tahun 1998-2002. Dalam
penelitiannya Siwi (2005) menggunakan analisis regresi berganda linier yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel efisiensi modal kerja (working capital
turnover) dan solvabilitas (total debt to total capital assets) yang mempunyai pengaruh
terhadap profitabilitas (return on investment) sedangkan variabel likuiditas (current
ratio) tidak mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas (return on investment).
Sedangkan secara simultan semua variabel berpengaruh terhadap profitabilitas. Dalam
penelitian ini yang membedakan dengan penelitian Siwi (2005) terletak pada sampel
dari perusahaan yang digunakan. Penelitian ini menggunakan industri barang konsumsi
di Bursa Efek Jakarta tahun 2001-2005 dengan sampel sebanyak 34 perusahaan.
Faurani (2004) malakukan penelitian tentang analisis pengaruh modal kerja
terhadap profitabilitas dan rentabilitas pada Koperasi Dharma Wanita “Mandalika”
Mataram Nusa Tenggara Barat. Dalam penelitian ini menggunakan rasio-rasio
profitabilitas (profit margin on sales ratio), rentabilitas (profit margin ratio), modal
kerja (profit margin ratio). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode statistik deskriptif, metode statistik inferensial dan metode
analisa korelasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa modal kerja tidak begitu
6
berpengaruh terhadap profitabilitas dan rentabilitas pada Koperasi Mandalika akan tetapi
dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Dani (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh likuiditas, leverage dan
efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas (studi kasus pada PT Modern Toolsindo
Bekasi). Rasio keuangan yang digunakan adalah Current Ratio, Debt to Equyity Ratio
(DER), Working Capital Turnover (WCT) dan Return On Invesment. Alat analisis yang
digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Menggunakan 1 sampel perusahaan
dengan menganalisis neraca dan laporan laba rugi tahun 1997-2002. Dalam
penelitiannya Dani (2003) menggunakan analisis regresi linier berganda yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara simultan faktor likuiditas, leverage dan efisiensi modal kerja
terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat profitabilitas PT
Modern Toolsindo. Sedangkan secara parsial hanya variabel leverage yang tidak
berpengaruh positif terhadap variabel profitabilitas. Dalam penelitian ini yang
membedakan dengan penelitian Dani (2003) terletak pada rasio-rasio yang digunakan.
Dalam penelitian ini rasio-rasio yang digunakan yaitu Working Capital Turnover
(WCT), Debt to Total Asset (DTA), Current Ratio dan Return On Invesment (ROI).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dani (2003) menggunakan rasio yang sama
dengan penelitian ini kecuali pada variabel solvabilitas, pada variabel solvabilitas
penelitian ini menggunakan rasio Debt to Earning Ratio (DER).
Indri Astuti (2003) melakukan penelitian mengenai pengaruh manajemen modal
kerja terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go public di
BEJ. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Rasio yang digunakan antara lain likuiditas menggunakan rasio current ratio, tingkat
7
hutang menggunakan rasio leverage ratio, efisiensi modal kerja menggunakan rasio
working capital turnover (WCT), tingkat kecukupan kas menggunakan rasio cash ratio,
tingkat perubahan hutang lancar menggunakan rasio perubahan hutang lancar. Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak dibidang sektor
industri automotive and allied products yang terdaftar di BEJ, yaitu sebanyak 18
perusahaan. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier
berganda. Hasilnya bahwa variabel independent likuiditas, leverage ( tingkat hutang),
efisiensi modal kerja, tingkat kecukupan kas (cash ratio), perubahan hutang lancar
diduga mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen yaitu Return On Invesment
(ROI) industri automotive and allied product tahun 2000-2003. Sedangkan secara
simultan terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan dan secara parsial terbukti
bahwa variabel efisiensi modal kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap
profitabilitas dan perubahan hutang lancar berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap profitabilitas (ROI). Dalam penelitian ini yang membedakan dengan penelitian
Indri Astuti (2003) terletak pada variable, rasio-rasio dan populasi. Indri Astuti
menggunakan variabel yang lebih banyak yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Sedangkan dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel yaitu efisiensi modal
kerja menggunakan rasio working capital turnover, likuiditas menggunakan rasio
current ratio, solvabilitas menggunakan rasio debt to equity ratio (DTA) dan
profitabilitas menggunakan rasio return on investment (ROI). Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak di sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEJ yaitu sebanyak 35 perusahaan dari tahun 2001-2005.
8
Sedangkan alat analisis dalam penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Indri Astuti (2003).
Berdasarkan studi pendahuluan pada industri barang konsumsi dapat diketahui
bahwa terdapat beberapa perusahaan yang memiliki jumlah modal kerja (WCT) yang
tinggi tetapi memiliki tingkat profitabilitas yang rendah dan beberapa perusahaan
memiiliki modal kerja (WCT) yang rendah tetapi memiliki tingkat profitabilitas yang
tinggi. Kenyataan tersebut menyimpang dari teori yang ada, dimana secara teori apabila
perusahaan industri barang konsumsi yang memiliki tingkat modal kerja (WCT) yang
tinggi maka tingkat profitabilitasnya juga tinggi.
Industri barang konsumsi menjadi industri yang penting bagi perkembangan
perekonomian bangsa. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya perusahaan-perusahaan
yang bergerak dalam industri barang konsumsi di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri
bahwasanya dalam proses produksi barang konsumsi dibutuhkan banyak sumber daya
termasuk di dalamnya sumber daya manusia. Oleh karena itu, industri barang kosumsi
memiliki peranan dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan pada
suatu negara.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dan
calon investor untuk merumuskan kebijakan dalam melakukan investasi pada
perusahaan dalam sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Jakarta supaya tingkat
pengembalian dari penanaman investasi tersebut memperoleh hasil yang maksismum.
Berdasarkan gambaran tersebut menarik untuk diteliti mengenai “PENGARUH
EFISIENSI MODAL KERJA, LIKUIDITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP
PROFITABILITAS “(Studi Kasus Pada Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek
Jakarta).
9
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang permasalahan maka masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas industri barang
konsumsi di BEJ dan seberapa besar pengaruhnya ?
2. Adakah pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEJ
dan seberapa besar pengaruhnya?
3. Adakah pengaruh solvabilitas terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di
BEJ dan seberapa besar pengaruhnya?
4. Adakah pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, solvabilitas terhadap profitabilitas
industri barang konsumsi di BEJ dan seberapa besar pengaruhnya?
1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk dapat melaksanakan penelitian ini dengan baik dan mengenai
sasaran, maka peneliti harus mempunyai tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini
adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, dan
solvabilitas terhadap profitabilitas, baik secara simultan maupun secara parsial
pada pada perusahaan-perusahaan industri barang konsumsi yang go public di
BEJ tahun 2002 dan 2005.
b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efisiensi modal kerja likuiditas
solvabilitas terhadap profitabilitas, baik secara simultan maupun secara parsial
10
pada pada perusahaan-perusahaan industri barang konsumsi yang go public di
BEJ tahun 2002 dan 2005.
2. Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, antara lain:
1. Kegunaan secara teoritis
a. Bagi penulis sebagai bahan pembanding antara teori yang didapat di bangku
kuliah dan fakta di lapangan.
b. Bagi peneliti berikutnya penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
penelitian sejenis dan sebagai pengembangan penelitian lebih lanjut.
c. Bagi pembaca merupakan bahan informasi tentang pengaruh efisiensi modal
kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas pada perusahaan
yang tergabung dalam industri barang konsumsi di Bursa Efek Jakarta.
2. Kegunaan secara praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi calon investor
sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi di Bursa Efek Jakarta.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Profitabilitas Perusahaan
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998:
130). Jumlah laba bersih kerap dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi
keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai
kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi
Perbandingan ini disebut rasio profitabilitas (profitability ratio). Berikut ini
adalah beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah sebagai
berikut :
1. Gross Profit Margin
Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk
mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross
profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok
penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula
sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok
atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk
berproduksi secara efisien.
Formulasi dari gross profit margin atau GPM adalah sebagai berikut:
Penjualan – harga Pokok Penjualan GPM = X 100%
Penjualan (Sawir,2001: 18)
12
2. Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh
perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain ratio ini
mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Formulasi dari net profit
margin adalah sebagai berikut:
Laba Setelah Pajak NPM = X 100%
Penjualan (Sawir,2001: 18) 3. Return on Investment
Return on Investment atau return on assets menunjukkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui
rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan
aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan
ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas
manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan.
Analisa Return On Investment (ROI) dalam analisa keuangan mempunyai arti
yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat
menyeluruh/komprehensif. Analisa Return On Investment (ROI) ini sudah
merupakan tehnik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk
mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return On Investment
(ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan
untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan. Dengan demikian Return On Investment (ROI)
13
menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (Net Operating
Income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan operasi tersebut (Net Operating Assets). Sebutan lain untuk ROI adalah
“Net Operating profit Rate Of Return” atau “Operating Earning Power” (Munawir,
1995: 89).
Formulasi dari return on investment atau ROI adalah sebagai berikut:
Laba Setelah Pajak ROI = X 100%
Total Aktiva (Munawir,2001: 89) 4. Return on Equity
Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan
memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk
mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah
modal dari pemilik. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan,
apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Formulasi
dari return on equity atau ROE adalah sebagai berikut:
Laba Setelah Pajak ROE = X 100%
Modal sendiri (Sawir,2001: 20)
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilitas :
1. Profit margin, yaitu perbandingan antara “net operating income’ dengan “Net
Sales”.
2. Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha), yaitu kecepatan
berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu.
14
2.2. Modal Kerja
2.2.1. Pengertian Modal Kerja
Mengenai pengertian modal kerja terdapat beberapa konsep yaitu (Riyanto,
1995: 57-58):
1. Konsep Kuantitatif
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-
unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali
dalam bentuk semula atau aktiva dimulai dari yang tertanam di dalamnya akan dapat
bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian modal kerja dalam konsep
ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar.
2. Konsep Kualitatif
Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah
utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Dengan demikian maka sebagian
dari aktiva lancar itu harus disediakan untuk memenuhi kewajiban financial yang
harus segera dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk
membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu modal
kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat
digunakan untuk membayar operasi perusahaan mampu mengganggu likuiditasnya
yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar.
Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja memo (non working
capital)
3. Konsep Fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan.
Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk
15
menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu
periode accounting (current income) bukan periode berikutnya (future income)
Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak menghasilkan
current income atau kalau menghasilkan tidak sesuai dengan misi perusahaan yaitu
non working capital, sehingga besarnya modal kerja adalah:
a. Besarnya kas
b. Besarnya persediaan
c. Besarnya piutang (dikurangi bersarnya laba)
d. Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap (besarnya adalah
sejumlah dana yang berfungsi untuk menghasilkan current income tahun yang
bersangkutan)
Sedangkan bagian piutang yang merupakan keuntungan adalah tergolong dalam
modal kerja potensial dan sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap yang
menghasilkan future income (pendapatan tahun-tahun sesudahnya) termasuk dalam
non working capital.
2.2.2. Siklus Modal Kerja
Proses pemutaran modal kerja akan selalu berjalan selama perusahaan masih
beroperasi, modal kerja berputar terus-menerus dalam perusahaan karena dipakai untuk
membiayai operasi sehari-hari. Proses pemutaran modal kerja itu dinamakan lingkaran
modal kerja, yang akan selalu berputar selama perusahaan merupakan “going concern”
atau masih berjalan (Tunggal, 1995: 91)
Analisis tentang lingkaran modal kerja dimulai dengan kas uang kas ditanam
dalam persediaan dan berbagai alat dan jasa, disamping dibiayai dari para pemasok
dengan kredit, yang kemudian memerlukan pembiayaan dengan kas. Barang perusahaan
16
dijual pada para pembeli dengan tunai atau kredit biasa atau dengan pembayaran
wesel/promes dari debitor dan dari wesel/promes diterima kas (Tunggal, 1995: 91). Jadi,
proses kas persediaan-piutang-uang merupakan lingkaran modal kerja dana akan
berputar terus-menerus selama perusahaan itu berjalan.
2.2.3. Fungsi Modal Kerja
Fungsi modal kerja adalah sebagai berikut:
1. Modal Kerja itu menampung kemungkinan akibat buruk yang ditimbulkan karena
penurunan nilai aktiva lancar seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan
yang tidak dapat ditagih atau penurunan nilai persediaan.
2. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar semua utang
lancarnya tepat pada waktunya dan untuk memanfaatkan potongan tunai ; dengan
menggunakan potongan tunai maka jumlah yang akan dibayarkan uttuk pembelian
barang menjadi berkurang.
3. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk memelihara “Credit
standing” perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank dan para kreditor
akan kelayakan perusahaan untuk memelihara kredit. Disamping itu modal kerja
yang mencukupi memungkinkan perusahaan untuk menghadapi situasi darurat
seperti dalam hal terjadi : pemogokan banjir dan kebakaran.
4. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit kepada para pembeli.
Kadang-kadang perusahaan harus memberikan kepada para pembelinya syarat kredit
yang lebih lunak dalam usaha membantu para pembeli yang baik untuk membiayai
operasinya.
5. Memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan persediaan pada suatu jumlah yang
mencukupi untuk melayani kebutuhan para pembeli dengan lancar.
17
6. Memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menyelenggarakan perusahaan lebih
efisien dengan jalan menghindarkan kelambatan dalam memperoleh bahan, jasa dan
alat-alat yang disebabkan karena kesulitan kredit.
7. Modal kerja yang mencukupi, memungkinkan pula perusahaan untuk menghadapi
masa resesi dan depresi dengan baik.
2.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja
Kebutuhan perusahaan akan modal tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut
(Tunggal, 1995: 96-101) :
1. Sifat atau Jenis Perusahaan
Kebutuhan modal kerja tergantung pada jenis dan sifat dari usaha yang
dijalankan perusahaan.
2. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi dan memperoleh barang yang akan
dijual.
Ada hubungan langsung antara jumlah modal kerja dan jangka waktu yang
diperlukan untuk memproduksi barang yang akan dijual pada pembeli. Makin lama
waktu yang diperlukan untuk memperoleh barang, atau makin lama waktu yang
diperlukan untuk memperoleh barang dari luar negeri, jumlah modal kerja yang
diperlukan makin besar.
3. Cara-cara atau syarat-syarat pembelian dan penjualan
Kebutuhan modal kerja perusahaan dipengaruhi oleh syarat pembelian dan
penjualan. Makin banyak diperoleh syarat kredit untuk membeli bahan dari pemasok
maka lebih sedikit modal kerja yang ditanamkan dalam persediaan. Sebaliknya,
semakin longgar syarat kredit yang diberikan pada pembeli maka akan lebih banyak
modal kerja yang ditanamkan dalam piutang.
18
4. Perputaran persediaan
Makin cepat persediaan berputar maka makin kecil modal kerja yang diperlukan.
Pengendalian persediaan yang efektif diperlukan untuk memelihara jumlah, jenis,
dan kualitas barang yang sesuai dan mengatur investasi dalam persediaan.
Disamping itu biaya yang berhubungan dengan persediaan juga berkurang.
5. Perputaran piutang
Kebutuhan modal kerja juga dipengaruhi jangka waktu penagihan piutang.
Apabila penagihan piutang dilakukan secara efektif maka tingkat perputaran piutang
akan tinggi sehingga modal kerja tidak akan terikat dalam waktu yang lama dan
dapat segera digunakan dalam siklus usaha perusahaan.
6. Siklus Usaha (Konjungtur)
Dalam masa “prosperti” (konjungtur tinggi), perusahaan akan berupaya untuk
membeli barang mendahului kebutuhan untuk memperoleh harga yang rendah dan
memastikan adanya persediaan yang cukup, sehingga dalam masa tersebut
diperlukan modal kerja yang besar.
Sebaliknya, dalam masa “depresi” (konjungtor menurun) maka volume usaha
turun dan banyak perusahaan harus menukar persediaan dan piutang menjadi uang.
7. Musim
Apabila perusahaan tidak dipengaruhi musim, maka penjualan tiap bulan rata-
rata sama. Tetapi jika pipengaruhi musim, perusahaan memerlukan sejumlah modal
kerja yang maksimum untuk jangka relatif pendek.
Ada 2 macam musim :
a Musim dalam hal produktif hanya dilakukan dalam bulan-bulan tertentu saja
sedangkan dalam bulan lain tidak ada produksi atau sedikit produksinya.
19
b Musim dalam hal penjualan, yaitu penjualan hanya dilakukan dalam bulan-bulan
tertentu saja, sedangkan dalam bulan lain penjualan tidak begitu banyak.
2.2.5. Sumber Modal Kerja
Sumber modal kerja meliputi hal-hal sebagai berikut (Tunggal, 1995 : 104):
1. Operasi rutin perusahaan
2. Laba yang diperoleh dari penjualan surat-surat berharga dan penanaman sementara
lainnya.
3. Penjualan aktiva tetap, penanaman jangka panjang/aktiva tak lancar dan lain-
lainnya.
4. Pengembalian pajak dan keuntungan luar biaya lainnya.
5. Penerimaan yang diperoleh dari penjulan obligasi dan saham dan penyetoran dana
oleh para pemilik perusahaan.
6. Penerimaan pinjaman jangka panjang dan jangka pendek yang diperoleh dari Bank
atau pihak lain.
7. Pinjaman yang dijamin dengan hipotek atas aktiva tetap atau aktiva tak lancar.
8. Penjualan piutang dengan jalan penjualan biasa/dengan “factoring” (penjualan
dengan cara penjualan faktur, pemberian kredit, diserahkan pada lembaga
keuangan).
2.3. Efisiensi Modal Kerja
Manajemen atau pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting
agar kelangsungan usaha sebuah perusahaan dapat dipertahankan (Hanafi, 2005: 125).
Kesalahan atau kekeliruan dalam pengelolaan modal kerja akan menyebabkan buruknya
20
kondisi keuangan perusahaan sehingga kegiatan perusahaan dapat terhambat atau
terhenti sama sekali.
Adanya kesalahan atau kekeliruan dalam pengelolaan modal kerja dapat
menimbulkan kelebihan atau kekurangan dalam penyediaan modal kerja (Tunggal,
1995: 92). Adanya kelebihan modal kerja dalam sebuah perusahaan dapat disebabkan
oleh :
1. Pengeluaran obligasi/saham dalam jumlah yang lebih dari yang diperlukan.
2. Penjualan aktiva tak lancar yang tak diganti.
3. Terjadinya laba operasi yang tidak digunakan untuk pembayaran dividen, untuk
pembelian aktiva tetap atau untuk tujuan lain yang serupa.
4. Konversi atau perubahan aktiva tetap ke dalam modal kerja.
Konversi perubahan bentuk yang tak disertai dengan penggantian dari aktiva tetap
ke dalam modal kerja dengan jalan proses depresiasi, deplesi dan amortisasi.
5. Karena akumulasi atau penimbunan sementara dari berbagai dana yang disediakan
untuk investasi-investasi dan sebagainya.
Sedangkan terjadinya kekurangan modal kerja menurut Wijaya (1995: 93-96) dapat
disebabkan oleh :
1. Karena kerugian usaha, antara lain diakibatkan oleh:
a Volume penjualan yang tidak mencukupi, jadi terlalu kecil untuk dapat menutup
biaya perusahaan.
b Penurunan harga jual yang disebabkan karena persaingan tanpa adanya
penurunan dalam harga pokok penjualan.
c Terlalu banyak piutang yang tidak dapat ditagih.
21
d Kenaikan biaya yang tidak diimbangi dengan bertambahnya penjualan atau
pendapatan .
e Bertambahnya biaya, sedang penjualan atau pendapatan menurun.
2. Adanya kerugian luar biasa (Extraordinary Losses).
Kerugian luar biasa adalah kerugian yang tidak disebabkan karena operasi rutin
perusahaan.
3. Kebijakan dividen yang kurang baik
Hal ini terjadi karena perusahaan memutuskan membayarkan dividen meskipun
kondisi keuangan perusahaan tidak memungkinkan untuk memberikan dividen pada
para pemegang saham.
4. Penggunaan modal kerja untuk memperoleh aktiva tak lancar.
Kekurangan modal kerja kadang terjadi karena dilakukannya investasi dari aktiva
lancar untuk memperoleh aktiva tak lancar. Hal ini terjadi apabila suatu aktiva yang
tua harus diganti dengan yang baru atau apabila dibeli aktiva tetap lain yang baru
atau karena pembelian saham perusahaan lain sebagai investasi.
5. Kenaikan tingkat harga umum
Kekurangan modal kerja dapat disebabkan karena kenaikan harga yang memerlukan
investasi jumlah rupiah yang telah banyak untuk memelihara kuantitas persediaan
dan aktiva pada tingkat fisik yang sama dan untuk membiayai penjualan kredit pada
tingkat penjualan yang sama.
Indikasi pengelolaan modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi modal kerja
yang dilihat dari perputaran modal kerja (Husnan, 1997: 98) yang dimulai dari aset kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin
22
pendek periode perputarannya, makin cepat perputarannya sehingga perputaran
modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisiens yang pada akhirnya rentabilitas
semakin tinggi.
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi modal kerja adalah :
1. Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)
Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat
diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Formulasi dari Working Capital
Turnover (WCT) adalah sebagai berikut :
Penjualan WCT = X 100%
(Aktiva Lancar – Utang Lancar) (Sawir,2001: 16) 2. Perputaran persediaan (Inventory Turnover)
Rasio ini mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio ini
merupakan indikasi yang cukup popular untuk menilai efisisensi operasional, yang
memperlihatkan seberapa baiknya manjemen mengontrol modal yang ada pada
persediaan Formulasi dari Inventory Turnover adalah sebagai berikut :
Harga Pokok Penjualan Inventory Turnover = X 100%
Rata-Rata Persediaan (Sawir,2001: 15) 3. Perputaran Piutang (Receivable Turnover)
Rasio ini menunjukkan efisiensi pengelolaan piutang perusahaan. Semakin
tinggi rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah.
Formulasi dari receivable turnover (RT) adalah :
Piutang RT = X 100%
Penjualan Perhari (Sawir,2001: 16)
23
Kebijakan modal kerja yang efisien menghadapkan pihak manajemen pada
keputusan yang mengakibatkan adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan
profitabilitas (Van Horne,1997: 217). Keputusan untuk menetapkan jumlah modal kerja
yang besar modal kerja memungkinkan tingkat likuiditas terjaga namun dapat
menurunkan profitabilitas. Sebaliknya keputusan yang cenderung untuk memaksimalkan
profitabilitas dapat mengganggu tingkat kelancaran likuiditas.
2.4.Likuiditas Perusahaan
Likuiditas (Riyanto, 1995: 25) adalah berhubungan dengan masalah kemampuan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.
Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada
suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu
perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan
tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan
membyar-nya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban
finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar
itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak
dengan kewajiban-kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekutan membayar sedemikian besarnya
sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi,
dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak
mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
24
Sedangkan menurut Munawir (2001:31) likuiditas adalah menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus
segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan
pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus
dipenuhi.
Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan,
yaitu :
1. Current Ratio
Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan
likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui
dan menduga sampai dimanakah kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka
pendek kepada seorang nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan
tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat
kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk
melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah
ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu
cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya
diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva
lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun
masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi
uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal,
1995: 154).
25
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh
karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan
dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan
menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak
ditinjau dari sudut pemegag saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling
menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah
piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung
risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang sutau current
ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva
lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja
dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maxsimum.
Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari
jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin
dan pengeluaran darurat (Tunggal, 1995: 157).
Munawir (2001:72) menyatakan current ratio 200% kadang sudah
memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio
tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat
ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan
kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk
mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor
jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang
tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu
26
menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena
proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya
jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang
akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan
adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang
besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
(Riyanto, 1995: 26) menyatakan bahwa bagi perusahaan bukan kredit,
current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun
misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi
menutup utang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1, sebenarnya hanya didasarkan
pada prinsip “hati-hati”. Pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman mutlak.
Apabila pedoman current ratio 2 : 1 atau 200% sudah ditetapkan sebagai
ratio minimum yang akan dipertahankan oleh suatau perusahaan, maka perusahaan
dalam penarikan kredit jangka pendeknya juga harus selalu didasarkan pada
pedoman tersebut. Setiap saat perusahaan harus mengetahui berapa kredit jangka
pendek maksimum yang boleh ditarik supaya pedoman current ratio tersebut tidak
dilanggar. Batas maksimum kredit jangka pendek yang boleh diambil supaya tidak
mengganggu atau melanggar pedoman current ratio tertentu ialah apa yang disebut
“the line of credit” atau “maximum current indebtedness”
Apabila perusahaan menetapkan bahwa current ratio yang harus
dipertahankan adalah 3:1 atau 300% ini berarti bahwa setiap utang lancar sebesar
Rp.1,00 harus dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp.3,00 atau dijamin dengan
net working capital sebesar Rp.2,00. Dengan demikian maka ratio modal kerja
27
dengan utang lancar adalah 2:1, karena modal kerja tak lain adalah kelebihan aktiva
lancar diatas utang lancar.
Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
Aktiva Lancar Current Ratio = X 100%
Hutang Lancar (Sawir,2001: 8) 2. Quick Ratio
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara
aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar (Munawir 2001: 74). Rasio
ini merupakan ukuran kemampuan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena menganggap
persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada
kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih tajam
dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. Jika
current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi
yang sangat besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut :
Aktiva Lancar – Persediaan Quick Ratio = X 100%
Utang Lancar (Sawir,2001: 10) 2.5.Solvabilitas Perusahaan
Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila perusahaan sekiranya saat ini
dilikuidasikan (Riyanto, 1995: 32). Pengertian solvabilitas dimaksudkan sebagai
28
kemampuan perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek
dan jangka panjang). Sedangkan menurut Munawir (2002: 32) solvabilitas adalah
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan
tersebut dilikuidasikan, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengertian solvabilitas dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar
semua utang-utangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Suatu perusahaan yang solvabel berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai
aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua utang-utangnya, tetapi tidak
dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan tersebut likuid. Sebaliknya perusahaan
yang insolvabel (tidak solvabel) tidak dengan sendirinya bahwa perusahaan tersebut
adalah juga likuid. Dalam hubungan antara likuiditas dan solvabilitas terdapat 4
kemungkinan yang dapat dialami perusahaan yaitu (Riyanto, 1995: 32):
1. Perusahaan yang likuid tetapi insolvable.
2. Perusahaan yang likuid dan solvable.
3. Perusahaan yang solvabel tetapi illikuid
4. Perusahaan yang insolvabel dan illikuid
Baik perusahaan yang insolvabel maupun illikuid, kedua-duanya pada suatu
waktu akan menghadapi kesukaran finansiil yaitu pada waktu tiba saatnya untuk
memenuhi kewajibannya.
Perusahaan yang insolvabel tetapi likuid tidak segera dalam keadaan kesukaran
finansiil, tetapi perusahaan yang illikuid akan segera dalam kesukaran karena segera
menghadapi tagihan-tagihan dari krediturnya. Perusahaan yang insolvable tapi likuid
masih dapat bekerja dengan baik, dan sementara itu masih mempunyai kesempatan atau
29
waktu untuk memperbaiki solvabilitasnya. Tetapi apabila usahanya tidak berhasil, maka
pada akhir perusahaan tersebut akan menghadapi kesukaran juga (Riyanto, 1995: 33).
Solvabilitas dapat diukur dengan rasio antara lain:
1. Debt to Equity Ratio
Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk
memenuhi seluruh kewajibannya. Formulasi dari debt to equity ratio adalah sebagai
berikut:
Total Utang Debt Equity Ratio = X 100%
Modal Sendiri (Sawir,2001: 13) 2. Debt to Total Assets
Menunjukkan beberapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang
dibelanjai dengan utang atau beberapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk
menjamin utang. Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin
rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam
peristiwa likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang
lebih besar karena akan dapat meningkatkan laba yang diharapkan.
Total Utang Debt to Total Assets = X 100%
Total Aktiva (Sawir,2001: 13) 2.6.Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dari penelitian ini dikemukakan hasil-hasil penelitian yang telah
dilaksanakan sebelumnya yaitu :
30
Siwi (2005) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh efisiensi modal kerja,
likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas pada perusahaan property dan real
estate yang go publik dibursa efek Jakarta pada tahun 1998–2002. Rasio-rasio yang
digunakan adalah rasio working capital turnover (WCT), current ratio, debt to equity
ratio(DTA) dan return on investment (ROI). Sampel yang digunakan sebanyak 37
perusahaan property dan real estate yang sudah listing dari tahun 1998-2002. Dalam
penelitiannya Siwi (2005) menggunakan analisis regresi berganda linier yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel efisiensi modal kerja (working capital
turnover) dan solvabilitas (total debt to total capital assets) yang mempunyai pengaruh
terhadap profitabilitas (return on investment) sedangkan variabel likuiditas (current
ratio) tidak mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas (return on investment).
Sedangkan secara simultan semua variabel berpengaruh terhadap profitabilitas. Dalam
penelitian ini yang membedakan dengan penelitian Siwi (2005) terletak pada sampel
dari perusahaan yang digunakan. Penelitian ini menggunakan industri barang konsumsi
di Bursa Efek Jakarta tahun 2001-2005 dengan sampel sebanyak 34 perusahaan.
Faurani (2004) malakukan penelitian tentang analisis pengaruh modal kerja
terhadap profitabilitas dan rentabilitas pada Koperasi Dharma Wanita “Mandalika”
Mataram Nusa Tenggara Barat. Dalam penelitian ini menggunakan rasio-rasio
profitabilitas (profit margin on sales ratio), rentabilitas (profit margin ratio), modal
kerja (profit margin ratio). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode statistik deskriptif, metode statistik inferensial dan metode
analisa korelasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa modal kerja tidak begitu
berpengaruh terhadap profitabilitas dan rentabilitas pada Koperasi Mandalika akan tetapi
dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
31
Dani (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh likuiditas, leverage dan
efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas (studi kasus pada PT Modern Toolsindo
Bekasi). Rasio keuangan yang digunakan adalah Current Ratio, Debt to Equyity Ratio
(DER), Working Capital Turnover (WCT) dan Return On Invesment. Alat analisis yang
digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Menggunakan 1 sampel perusahaan
dengan menganalisis neraca dan laporan laba rugi tahun 1997-2002. Dalam
penelitiannya Dani (2003) menggunakan analisis regresi linier berganda yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara simultan faktor likuiditas, leverage dan efisiensi modal kerja
terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat profitabilitas PT
Modern Toolsindo. Sedangkan secara parsial hanya variabel leverage yang tidak
berpengaruh positif terhadap variabel profitabilitas. Dalam penelitian ini yang
membedakan dengan penelitian Dani (2003) terletak pada rasio-rasio yang digunakan.
Dalam penelitian ini rasio-rasio yang digunakan yaitu Working Capital Turnover
(WCT), Debt to Total Asset (DTA), Current Ratio dan Return On Invesment (ROI).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dani (2003) menggunakan rasio yang sama
dengan penelitian ini kecuali pada variabel solvabilitas, pada variabel solvabilitas
penelitian ini menggunakan rasio Debt to Earning Ratio (DER).
Indri Astuti (2003) melakukan penelitian mengenai pengaruh manajemen modal
kerja terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go public di
BEJ. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Rasio yang digunakan antara lain likuiditas menggunakan rasio current ratio, tingkat
hutang menggunakan rasio leverage ratio, efisiensi modal kerja menggunakan rasio
working capital turnover (WCT), tingkat kecukupan kas menggunakan rasio cash ratio,
32
tingkat perubahan hutang lancar menggunakan rasio perubahan hutang lancar. Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak dibidang sektor
industri automotive and allied products yang terdaftar di BEJ, yaitu sebanyak 18
perusahaan. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier
berganda. Hasilnya bahwa variabel independent likuiditas, leverage ( tingkat hutang),
efisiensi modal kerja, tingkat kecukupan kas (cash ratio), perubahan hutang lancar
diduga mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen yaitu Return On Invesment
(ROI) industri automotive and allied product tahun 2000-2003. Sedangkan secara
simultan terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan dan secara parsial terbukti
bahwa variabel efisiensi modal kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap
profitabilitas dan perubahan hutang lancar berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap profitabilitas (ROI). Dalam penelitian ini yang membedakan dengan penelitian
Indri Astuti (2003) terletak pada variable, rasio-rasio dan populasi. Indri Astuti
menggunakan variabel yang lebih banyak yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Sedangkan dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel yaitu efisiensi modal
kerja menggunakan rasio working capital turnover, likuiditas menggunakan rasio
current ratio, solvabilitas menggunakan rasio debt to equity ratio (DTA) dan
profitabilitas menggunakan rasio return on investment (ROI). Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak di sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEJ yaitu sebanyak 35 perusahaan dari tahun 2001-2005.
Sedangkan alat analisis dalam penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Indri Astuti (2003).
33
2.7.Kerangka Berfikir
Tunggal (1995:165) menyebutkan indikasi pengelolaan modal kerja yang baik
adalah adanya efisiensi modal kerja yang dapat dilihat dari perputaran modal kerja yang
dimiliki dari asset kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali
menjadi kas. Efisiensi modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja (working
capital turnover), perputaran persediaan (inventory turnover), dan perputaran piutang
(receivable turnover). Perputaran modal kerja dimulai dari saat kas dinvestasikan dalam
komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode
peputaran modal kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi
dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas meningkat.
Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi
modal kerja. Pengukuran efissiensi modal kerja umumnya diukur dengan melihat
perputaran modal kerja (working capital turnover), Jika perputaran modal kerja semakin
tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja
kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima.
Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan tingkat modal kerja yang
memuaskan, maka perusahaan kemungkinan mengalami insolvency (tak mampu
memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi.
Aktiva lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang lancar sedemikian rupa,
sehingga menggambarkan adanya tingkat keamanan (margin safeti) yang memuaskan.
Sementara itu, jika perusahaan menetapkan modal kerja yang berlebih akan
menyebabkan perusahaan overlikuid sehingga menimbulkan dana mengaggur yang akan
mengakibatkan inefisiensi perusahaan, dan membuang kesempatan memperoleh laba.
34
Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan pada
masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas (Van
Horne, 1997: 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah
yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk
memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada
menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan
profitabilitas, kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Makin
tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena
terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar
kewajibannya tepat pada waktunya. Di lain pihak ditinjau dari segi sudut pemegang
saham, likuiditas yang tinggi tak selalu menguntungkan karena berpeluang
menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat digunakan untuk
berinvestasi dalam proyek-proyek yang menguntungkan perusahaan (Tunggal,1995 :
157).
Selain masalah tersebut di atas perusahaan juga dihadapkan pada masalah
penentuan sumber dana. Jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibanding
modal sendiri maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di
tanggung juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas.
Pada dasarnya, jika perusahaan meningkatkan jumlah utang sebagai sumber
dananya hal tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat
mengelola dana yang diperoleh dari utang secara produktif, hal tersebut dapat
memberikan pengaruh yang negatif dan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas
perusahaan. Sebaliknya jika utang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan
35
untuk proyek investasi yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang
positif dan berdampak terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan.
Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to total asset.
Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin
utang. Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio
ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa
likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih besar
karena akan dapat meningkatkan laba yang diharapkan.
Rasio profitabilitas adalah ukuran untuk mengetahui seberapa jauh aktivitas
manajemen dalam mengelola perusahaannya. Efektifititas manajemen meliputi kegiatan
fungsional manajemen, seperti keuangan, pemasaran, sumber daya manusia dan
operasional. Jadi banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas yang
kemudian meningkatkan atau menurunkan laba. Meskipun demikian, analisis rasio
keuntungan dapat memberikan gambaran keuntungan yang diperoleh perusahaan
(Rangkuti, 2004: 79).
Metode yang umum digunakan dalam evaluasi kinerja perusahaan adalah
membandingkan seluruh sumber yang digunakan dengan laba yang diperoleh. Model
pengukuran yang dipakai adalah analisis pengembalian investasi atau return on
investment (ROI). Rasio ini membandingkan hasil yang dipeoleh dari operasi
perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan tersebut.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu apabila dikaitkan dengan teori yang
diungkapkan oleh Tunggal, Van Horne dan Sawir menunjukkan adanya suatu masalah
36
atau gap antara teori dengan kenyataan. Masalah tersebut dapat dilihat dari hasil
penelitian yang tidak konsisten.
Berdasarkan masalah yang ada, maka dapat dibuat suatu kerangka berfikir dari
pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas terhadap terhadap
profitabilitas secara sistematis pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Profitabilitas Return on
Investment (Y)
SolvabilitasTotal Debt to Total Capital Assets (X3)
Likuiditas Current Ratio (X2)
Efisiensi Modal KerjaWorking Capital Turnover (X1)
2.8.Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya adalah suatu anggapan yang mungkin benar dan sering
digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan, pemecahan persoalan maupun dasar
penelitian lebih lanjut (J.Supranto, 2001), anggapan sebagai satu hipotesis juga
merupakan data tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila akan digunakan sebagai
dasar pembuatan keputusan harus diuji dahulu dengan memakai data hasil observasi.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Hipotesis 1 : Ada pengaruh efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas secara parsial.
Hipotesis 2 : Ada pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas secara parsial.
37
Hipotesis 3 : Ada pengaruh solvabilitas terhadap profitabilitas secara parsial.
Hipotesis 4 : Ada pengaruh antara efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas
terhadap profitabilitas secara simultan.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik
kuantitatif maupun kualitatif, dari pada karakteristik tertentu mengenai sekelompok
obyek yang lengkap dan jelas (Usman, 2003: 181). Adapun populasi dalam penelitian
ini adalah perusahaan-perusahaan kelompok industri barang konsumsi yang sudah go
public di Bursa Efek Jakarta periode waktu 2002-2005 di mana data diperoleh dari
sumber data sekunder. Sumber data sekunder adalah data-data yang dikumpulkan oleh
peneliti melalui pihak kedua atau tangan kedua (Usman, 2003: 20).
Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat
menggambarkan populasinya (Soehartono, 1999: 57). Teknik penentuan sampel dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Teknik ini ditentukan
untuk memilih anggota sampel secara khusus berdasarkan tujuan penelitian dan
kesesuaian kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Adapun kriteria-kriteria dipilihnya anggota populasi menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kelompok industri
barang konsumsi dan listing di Bursa Efek Jakarta, yang mencantumkan laporan
keuangannya berturut-turut dari tahun 2002-2005. Berdasarkan kriteria-kriteria di atas,
dari tahun 2002-2005, ternyata terdapat 43 perusahaan, namun untuk memenuhi
kebutuhan analisis yaitu syarat distribusi normal maka perusahaan-perusahaan yang
memiliki laporan keuangan terlalu ekstrim tidak masuk dalam sampel penelitian. Dari
43 perusahaan tersebut terdapat 17 perusahaan yang memiliki laporan keuangan yang
tidak ekstrim.
39
3.2. Variabel Penelitian
Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan penelitian (Suryabrata, 2003: 25). Ada dua variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu variabel independen atau variabel bebas yang selanjutnya
dinyatakan dengan simbol X dan variabel dependen atau variabel tidak bebas yang
selanjutnya dinyatakan dengan simbol Y.
1. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variabel
terikat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Efisiensi Modal Kerja (X1)
Modal kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah modal kerja
konsep kualitatif yaitu kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar yang harus
dibayar. Variabel efisiensi modal kerja ini diukur dengan melihat tingkat
perputaran modal kerja (working capital turnover).
Rasio perputaran modal kerja (working capital turnover) menunjukkan
banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap
rupiah modal kerja. Indikator-indikator dari working capital turnover adalah
sebagai berikut :
1). Penjualan bersih
2). Aktiva lancar
Aktiva lancar adalah aktiva perusahaan yang berupa kas atau aktiva yang
lain yang diharapkan dapat dicairkan menjadi kas, dijual atau dipakai habis
dalam satu tahun atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan jika
melampaui satu tahun. Pos-pos neraca yang masuk dalam perkiraan aktiva
40
lancar adalah kas, investasi jangka pendek, piutang wesel, piutang dagang,
piutang penghasilan, persediaan, dan biaya dibayar di muka.
3). Utang lancar
Utang atau kewajiban lancar adalah kewajiban keuangan perusahaan
yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca). Pos-pos neraca yang masuk ke
dalam perkiraan utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang pajak,
biaya yang masih harus dibayar, utang jangka panjang yang segera jatuh
tempo, pendapatan diterima di muka.
Untuk mengukur besarnya Working Capital Turnover (WCT)
digunakan formula :
Penjualan Bersih WCT = X 100% Aktiva Lancar – Hutang Lancar
b. Likuiditas (X2)
Variabel likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio (CR). Rasio
ini menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.
Indikator-indikator dari current ratio adalah sebagai berikut :
1). Aktiva lancar
Aktiva lancar adalah aktiva perusahaan yang berupa kas atau aktiva yang
lain yang diharapkan dapat dicairkan menjadi kas, dijual atau dipakai habis
dalam satu tahun atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan jika
melampaui satu tahun. Pos-pos neraca yang masuk dalam perkiraan aktiva
41
lancar adalah kas, investasi jangka pendek, piutang wesel, piutang dagang,
piutang penghasilan, persediaan, dan biaya dibayar di muka.
2). Utang lancar
Utang atau kewajiban lancar adalah kewajiban keuangan perusahaan
yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca). Pos-pos neraca yang masuk ke
dalam perkiraan utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang pajak,
biaya yang masih harus dibayar, utang jangka panjang yang segera jatuh
tempo, pendapatan diterima di muka.
Untuk mengukur besarnya current ratio digunakan formula :
Aktiva Lancar Current Ratio = X 100%
Hutang Lancar
c. Solvabilitas (X3)
Variabel solvabilitas dalam penelitian ini diukur dengan Total debt to
total capital assets ratio. Total debt to total capital assets merupakan rasio yang
menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang.
Indikator-indikator dari Total debt to total capital assets adalah sebagai
berikut:
1). Utang Lancar
Utang/kewajiban lancar adalah kewajiban keuangan perusahaan yang
pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek
(satu tahun sejak tanggal neraca). Pos-pos neraca yang masuk ke dalam
perkiraan utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang pajak, biaya
42
yang masih harus dibayar, utang jangka panjang yang segera jatuh tempo,
pendapatan diterima di muka.
2). Utang Jangka Panjang
Utang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu
pembayarannya masih panjang atau lebih dari satu tahun. Utang jangka
panjang meliputi utang obligasi, utang hipotik, dan pinjaman jangka panjang
lainnya.
3). Total Aktiva
Aktiva adalah kekayaan perusahaan yang berwujud dan tak berwujud, serta
pengeluaran yang belum dialokasikan atau biaya yang masih harus
dialokasikan pada penghasilan yang akan datang. Secara umum, aktiva
dibagi menjadi dua:
Untuk mengukur besarnya solvabilitas digunakan formula :
Total Utang Debt to Total Assets = X 100%
Total Aktiva 2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah profitabilitas yang diwakili oleh return
on investment (ROI). Return on Investment merupakan rasio yang digunakan untuk
membandingkan hasil usaha yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating
income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan tersebut. (Rangkuti, 2004: 80).Indikator-indikator dari return on
investment adalah sebagai berikut:
a. Laba setelah pajak
43
b. Total aktiva
Dengan demikian pengukuran variabel tersebut menggunakan skala rasio. Untuk
mengukur besarnya ROI digunakan formulasi :
Laba Setelah Pajak ROI = X 100%
Total Aktiva 3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai adalah data sekunder, berupa data-data laporan keuangan
perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-
2005 yang diperoleh dari pihak kedua atau tangan kedua.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
perusahaan industri barang konsumsi yang terdapat pada Indonesian Capital Market
Directory yang diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta, JSX Statistics, laporan hasil
penelitian ilmiah dan jurnal penelitian ilmiah.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek
penelitian (Suhartono, 1999:70). Metode ini dilakukan dengan mencatat atau
mengumpulkan data-data yang tercantum pada Indonesian Capital Market Directory
yang berupa data laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam
industri barang konsumsi yang listing di BEJ tahun 2002-2005
3.5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian agar dapat diinterpretasikan
dan mudah dipahami adalah:
44
1. Analisis Deskriptif
Penggunaan analisis deskriptif ini ditujukan untuk mengetahui gambaran kondisi
efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas melalui
return on investment perusahaan yang dikomparasikan secara eksternal, yaitu
melibatkan satu perusahaan yang dibandingkan dengan kondisi rata-rata dari seluruh
objek penelitian.
2. Analisis Regresi Berganda
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
berganda. Regresi berganda berguna untuk meramalkan pengaruh dua variabel
prediktor atau lebih terhadap satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada
atau tidaknya hubungan fungsional antara dua buah variabel bebas (X) atau lebih
dengan sebuah variabel terikat (Y) (Usman, 2003: 241). Analisis regresi berganda
dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh working capital
turnover, current assets, dan total debt to total capital assets terhadap return on
investment pada industri barang konsumsi yang go publik di BEJ periode waktu
2003 dan 2004.
Formulasi persamaan regresi berganda sendiri adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana:
Y : Return On Investment
a : Bilangan Konstanta
b1 – b3 : Koefisien Regresi
X1 : Working Capital Turnover
X2 : Current Ratio
45
X3 : Debt to Total Assets
E : Variabel Pengganggu
3. Uji t atau Uji Parsial
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependen, yaitu pengaruh dari masing-masing variabel independen
yang terdiri atas efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap
profitabilitas yang merupakan variabel dependennya. Seperti halnya dengan uji
hipotesis secara simultan, pengambilan keputusan uji hipotesis secara parsial juga
didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data
melalui program SPSS Statistik Parametrik (Santoso 2004:168) sebagai berikut:
a). Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima.
b). Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak.
Pada uji t, nilai probabilitas dapat dilihat pada hasil pengolahan dari program SPSS
pada tabel coefficients kolom sig atau significance.
4. Uji F atau Uji Simultan
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara bersama-
sama terhadap variabel dependen dari suatu persamaan regresi dengan menggunakan
hipotesis statistik. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas yang
didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS Statistik Parametrik
(Santoso 2004:168) sebagai berikut:
a). Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima.
b). Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak.
Nilai probabilitas dari uji F dapat dilihat pada hasil pengolahan dari program
SPSS pada tabel ANOVA kolom sig atau significance
46
5. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) dari hasil regresi berganda menunjukkan seberapa besar
variabel dependen bisa dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya (Santoso
2004:167).
Dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda maka masing-
masing variabel independent yaitu efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas
secara parsial dan secara simultan mempengaruhi variabel dependen yaitu
profitabilitas yang dinyatakan dengan R2 untuk menyatakan koefisien determinasi
atau seberapa besar pengaruh variabel efisiensi modal kerja, likuiditas, dan
solvabilitas terhadap variabel profitabilitas. Sedangkan r2 untuk menyatakan
koefisien determinasi parsial variabel independent terhadap variabel dependen.
Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Semakin mendekati
nol, maka semakin kecil pula pengaruh semua variabel independent terhadap nilai
variabel dependen (dengan kata lain semakin kecil kemampuan model dalam
menjelaskan perubahan nilai variabel dependen). Sedangkan jika koefisien
determinasi mendekati 1 maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut dalam
menerangkan variasi variabel independent terhadap variabel terikat. Angka dari R
square didapat dari pengolahan data melalui program SPSS yang bisa dilihat pada
tabel model summery kolom R square.
6. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi benar-
benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif. Ada empat
pengujian dalam uji asumsi klasik, yaitu:
a. Uji Multikolinieritas
47
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen) (Ghozali, 2001:
57). Apabila terjadi korelasi antara variabel bebas, maka terdapat problem
multikolinieritas (multiko) pada model regresi tersebut.
Deteksi adanya multikolineriaritas
1). Besaran VIF (variance inflation faktor) dan Tolerance
Model regresi yang bebas multikolinearitas adalah :
1. Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1.
2. Mempunyai angka tolerance mendekati 1.
2). Besaran kolerasi antar variabel independen
Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien
korelasi antar variabel independent haruslah lemah di bawah 0,05. Jika
korelasi kuat maka terjadi problem multiko (Santoso 2004:207).
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastis dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2001: 69). Model regresi yang baik adalah
yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel
terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) di mana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y
48
sesungguhnya). Dasar analisis dari uji heteroskedastis melalui grafik plot adalah
sebagai berikut:
1). Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2). Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal,
dan ploting data akan dibandingkan dengan dengan garis diagonal. Jika
distribusi data adalah normal, maka garis yang menghubungkan data
sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali 2001:83). Deteksi
normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik. Menurut Santoso (2004:214), dasar pengambilan keputusan
dari uji normalitas adalah:
1). Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2). Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini obyek yang diteliti merupakan perusahaan-perusahaan
industri barang konsumsi. Perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEJ
yang menjadi sampel penelitian sebanyak 20 perusahaan. Dilihat dari tahun berdirinya,
menunjukkan bahwa
Tabel 4.1 Distribusi Tahun Berdiri Perusahaan
No Tahun berdiri Frekuensi Persentase 1 1933-1950 1 5 2 1951-1967 3 15 3 1968-1983 12 60 4 1984-2000 4 20 Jumlah 20 100
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan
industri barang konsumsi berdiri antara 1968-1983 yaitu mencapai 60%, selebihnya
20% beridiri antara tahun 1984-2000, 15% antara 1951-1967 dan 5% beridiri antara
tahun 1933-1950.
Status perusahaannya, sebagian besar perusahaan dalam negeri. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Status Perusahaan
No. Status Perusahaan Jumlah Persentase 1 PMDN 15 75 2 PMA 5 25 Jumlah 20 100
50
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa status perusahaan yang
menjadi sampel penelitian adalah PMA sebanyak 5 perusahaan atau 25% dan PMDN
sebanyak 15 perusahaan atau 95%. Dengan demikian menunjukkan bahwa sebagian
perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini berstatus PMDN.
Jenis usaha yang dijalankan perusahaan sebagian besar bergerak di bidang
makanan, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Jenis Usaha
No Jenis usaha Frekuensi Persentase
1 Minuman 3 15 2 Makanan 6 30 3 Industri Rokok 2 10 4 Industri kimia 1 5 5 Obat-obatan 2 10 6 Industri farmasi 3 15 7 Kosmetik 3 15
Jumlah 20 100
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa 30% perusahaan bergerak di
bidang makanan, 15% dalam bidang minuman, 15% industri farmasi, 15% industri
kosmetik, 10% obat-obatan, 10% industri rokok dan 5% industri kimia. Sedangkan,
gambaran tentang tahun masuk di BEJ dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4
Distribusi First Issue Perusahaan
First Issue Perusahaan Frekuensi Persentase 1971-1979 2 10 1980-1986 5 25 1987-1994 7 35 1995-2001 6 30
Jumlah 20 100
51
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan
manufaktur yang menjadi sampel penelitian ini memiliki first issue antara 1987-1994
sebanyak 7 perusahaan atau 35%, selebihnya 6 perusahaan (30%) antara tahun 1995-
2001, sebanyak 5 perusahaan (25%) antara 1980-1986 dan 2 perusahaan (10%) antara
1971-1979.
Gambaran tentang usia perusahaan sampel dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Distribusi Usia Perusahaan
Usia perusahaan (th) Frekuensi Persentase 7-24 4 20 25-41 12 60 42-57 3 15 58-74 1 5
Jumlah 20 100
Terlihat pada Tabel 4.5 diatas, sebanyak 12 perusahaan (60%) berumur 25-41
tahun, selebihnya 4 perusahaan (20%) antara 7-24 tahun, 3 perusahaan (15%) berumur
42-57 tahun dan hanya 1 perusahaan (5%) telah berumur antara 58-74 tahun.
4.1.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian
4.1.2.1 Efisiensi Modal Kerja
Efisiensi modal kerja dalam kajian penelitian ini diukur menggunakan
perputaran modal kerja atau working capital turnover. Modal kerja yang dipakai
merupakan modal kerja konsep kualitatif yaitu kelebihan aktiva lancar di atas hutang
lancar yang harus dibayar. Rasio perputaran modal kerja ini menunjukkan banyaknya
penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal
kerja. Working capital turnover (WCT) merupakan perbandingan penjualan bersih
52
dengan selisih aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan kata lain dinyatakan dengan
WTC = Lancar Hutang -Lancar Aktiva
BersihPenjualan X 100%
Hasil perhitungan WTC selengkapnya dapat dilihat pada lampiran dan
terangkum pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Gambaran Umum Efisiensi Modal Kerja
Frekuensi Persentase Interval 2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 2005
1.16 < WCT < 5.33 12 11 12 13 70.6 64.7 70.6 76.55.33 < WCT < 9.50 2 5 4 3 11.8 29.4 23.5 17.69.50 < WCT < 13.68 2 1 1 0 11.8 5.9 5.9 0.0
13.68 < WCT < 17.85 0 0 0 0 0.0 0.0 0.0 0.017.85 < WCT < 22.02 1 0 0 1 5.9 0.0 0.0 5.9
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.6 diatas sebagian besar perusahaan baik dari tahun 2002
hingga 2005 memiliki WCT antara 1,16 sampai dengan 5,33.
4.1.2.2 Likuiditas
Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio (CR). Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancarnya. Current Ratio ini merupakan perbandingan aktiva lancar
dengan hutang lancar atau dinyatakan dengan Lancar HutangLancar Aktiva CR = X 100%
Hasil perhitungan CR selengkapnya dapat dilihat pada lampiran dan terangkum
pada tabel 4.7.
53
Tabel 4.7 Gambaran Umum Likuiditas
Frekuensi Persentase Interval
2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 2005117.66 < CR < 290.46 9 7 9 8 52.9 41.2 52.9 47.1290.46 < CR < 463.26 5 4 4 5 29.4 23.5 23.5 29.4463.26 < CR < 636.06 2 4 4 1 11.8 23.5 23.5 5.9636.06 < CR < 808.86 1 1 0 3 5.9 5.9 0.0 17.6808.86 < CR < 981.66 0 1 0 0 0.0 5.9 0.0 0.0
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.7 diatas sebagian besar perusahaan memiliki CR antara
117,66 sampai dengan 290,46 dan sebagian lagi antara 290,46 sampai dengan 463,26.
4.1.2.3 Solvabilitas
Solvabilitas dalam penelitian ini diukur dengan total debt to total assets ratio.
Solvabilitas ini menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin
utang. Dept to total assets ini merupakan perbandingan total hutang dengan total aktiva
atau Aktiva Total UtangTotal DTA = X 100%
Hasil perhitungan solvabiltias selengkapnya dapat dilihat pada lampiran dan
terangkum pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Gambaran Umum Solvabilitas
Frekuensi Persentase Interval
2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 200510.46 < DTA < 22.41 7 7 6 6 41.2 41.2 35.3 35.322.41 < DTA < 34.37 2 1 5 3 11.8 5.9 29.4 17.634.37 < DTA < 46.33 5 6 3 6 29.4 35.3 17.6 35.346.33 < DTA < 58.29 1 2 2 0 5.9 11.8 11.8 0.058.29 < DTA < 70.24 2 1 1 2 11.8 5.9 5.9 11.8
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.8, sebagian besar memiliki DTA pada interval 10,46 sampai
dengan 22,41 dan sebagian pada interval 34,37 sampai 46,33.
54
4.1.2.4 Profitabilitas
Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan return on in investment (ROI).
ROI dihitung dengan perbandingan laba setelah pajak dengan total aktiva.
aktiva Totalpajaksetelah Laba ROI = X 100%
Hasil perhitungan profitabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran dan
terangkum pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Gambaran Umum Profitabilitas
Frekuensi Persentase Interval
2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 20050.01 < ROI < 0.08 5 6 5 7 29.4 35.3 29.4 41.20.08 < ROI < 0.16 7 6 6 5 41.2 35.3 35.3 29.40.16 < ROI < 0.24 4 3 3 2 23.5 17.6 17.6 11.80.24 < ROI < 0.32 1 1 2 2 5.9 5.9 11.8 11.80.32 < ROI < 0.40 0 1 1 1 0.0 5.9 5.9 5.9
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.9 diatas, sebagian besar persuahaan memiliki profitabilitas
antara 0,01 sampai dengan 0,24 yang berarti bahwa nilai ROI lebih banyak pada kisaran
1% hingga 24%.
4.1.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis regresi ganda. Dalam uji asumsi
klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas.
Apabila data tidak berdistribusi normal dan mengandung heteroskedastisitas maka perlu
adanya perbaikan model regresi dengan cara mentransformasi data dalam bentuk
logaritma. Data hasil transformasi tersebut selanjutnya dianalis kembali menggunakan
analisis regresi. Apabila data masih mengandung multikolinieritas maka salah satu
variabel bebas dihilangkan.
55
4.1.3.1 Uji Normalitas
Hasil uji normalitas dalam kajian penelitian ini menggunakan P-P plot. Apabila
grafik yang diperoleh dari output SPSS ternyata titik-titik mendekati garis diagonal,
dapat disimpulkan bahwa model regresi berdistribusi normal. Lebih jelasnya hasil uji
normalitas data dapat dilihat pada grafik berikut.
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Expe
cted
Cum
Pro
b
Dependent Variable: ROI
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Gambar 5 P-P Plot pengujian normalitas model regresi
Terlihat dari grafik di atas, titik-titik mendekati garis diagonal yang berarti
bahwa model regresi berdistribusi normal. Di samping dari P-P plot, kenormalan model
regresi dapat dilihat dari nilai skewnes dan kurtosis. Imam Ghozali (2005:28)
56
menyatakan bahwa secara statistik ada dua komponen normalitas yaitu nilai skewnes
dan kurtosis. Skewnes berkaitan dengan simetri distribusi, sedangkan kurtosis berkaitan
dengan puncak dari distribusi. Dengan menggunakan program SPSS akan diperoleh
nilai skewnes dan kurtosis, sedangkan pengujiannya dengan rumus sebagai berikut.
Z skew =
N60S− dan
Z kurt =
N24
0K −
Apabila nilai Z skew dan Z Kurt > Z tabel dapat disimpulkan model regresi tidak
berdistribusi normal. Hasil uji skewnes dan kurtosis selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.10.
Tabel 4.10 Hasil Uji Skewnes dan Kurtosis
Descriptive Statistics
68 .719 .291 .165 .574Unstandardized ResidualStatistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
N Skewness Kurtosis
Terlihat dari Tabel 4.10, diperoleh nilai skewnes sebesar 0,719 dan nilai kurtosis
sebesar 0,165. Dengan kedua rumus di atas, maka diperoleh:
Z skew =
686
719,0 = 0,988
Z kurt =
6824165,0 = 0,057
57
Nilai Z skewnes dan Z kurtosis tersebut < Z tabel (1,96) yang berarti bahwa
model regresi tersebut berdistribusi normal.
4.1.3.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah antara variabel bebas
memiliki hubungan yang sempurna atau tidak. Syarat diterimanya model regresi ganda
apabila antara variabel bebas tidak mengandung korelasi yang sempurna. Pengujian
multikolinieritas dapat dilihat dari nilai variance inflance faktor (VIF) berdasarkan hasil
output SPSS. Apabila nilai VIF < 10 dan mendekati 1 dapat disimpulkan bahwa asumsi
adanya multikolinieritas ditolak. Hasil analisis multikolinieritas selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11. Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
.612 1.635
.617 1.620
.728 1.373
WCTCRDTA
Model1
Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: ROIa.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai VIF untuk variabel efisiensi modal
kerja (WCT) sebesar 1,006, untuk likuiditas (CR) sebesar 1,620 dan untuk variabel
solvabiltas (DTA) sebesar 1,373. Ketiga nilai VIF < 10 yang berarti bahwa model
regresi tidak mengandung multikolinieritas.
4.1.3.3 Uji Heterokedastisitas
Secara grafis dapat dilihat dari multivariate standardized Scatterplot. Dasar
pengambilannya apabila sebaran nilai residual terstandar tidak membentuk pola tertentu
58
namun tampak random dapat dikatakan bahwa model regresi bersifat homogen atau
tidak mengandung heteroskedastisitas. Lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik berikut.
-2 -1 0 1 2 3 4
Regression Standardized Predicted Value
-2
-1
0
1
2
3
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
Dependent Variable: ROI
Scatterplot
Gambar 6 Uji Heteroskedastisitas
Terlihat dari grafik 6, titik-titik tersebar di sekitar nol pada sumbu vertikal dan
tidak membentuk pola tertentu atau terlihat acak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas atau bersifat homogen.
4.1.4 Uji Hipotesis
Analisis pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas terhadap
profitabilitas dapat dilihat dari analisis regresi berganda yang selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran dan terangkum pada tabel berikut.
59
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Analisis Regresi
Coefficientsa
.083 .048 1.744 .086
.008 .004 .316 2.055 .044 .249
.000 .000 .225 1.468 .147 .180-.001 .001 -.141 -1.002 .320 -.124
(Constant)WCTCRDTA
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. PartialCorrelations
Dependent Variable: ROIa.
Sumber: Data Primer yang diolah
Berdasarkan hasil analisis regresi seperti tertera pada ringkasan Tabel 4.12 di
atas diperoleh persamaan model regresi yang distandarkan yaitu:
Profitabilitas = 0,316WTC + 0,225CR - 0,141 DTA
Model regresi tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan working
capital turnover (WCT) satu satuan akan diikuti kenaikan profitabilitas sebesar 0,316.
4.1.4.1 Uji Hipotesis Secara Parsial
1. Pengaruh Efisiensi Modal Kerja terhadap Profitabilitas
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial pengaruh efisiensi modal kerja
terhadap profitabilitas dengan menggunakan program SPSS diperoleh thitung sebesar
2,055 dengan nilai p value 0,044. Karena nilai p value 0,044 < 0,05 dapat disimpulkan
Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan efisiensi
modal kerja terhadap profitabilitas. Dengan meningkatnya efisiensi modal kerja diikuti
dengan meningkatnya profitabilitas pada industri barang konsumsi
2. Pengaruh Likuiditas terhadap Profitabilitas
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan program SPSS diperoleh
thitung sebesar 1,468 dengan nilai signifikansi 0,147. Karena nilai p value > 0,05 dapat
disimpulkan Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh likuiditas
60
terhadap profitabilitas. Dengan meningkatnya likuiditas tidak menjamin akan diikuti
dengan meningkatnya profitabilitas.
3. Pengaruh Solvabilitas terhadap Profitabilitas
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan program SPSS diperoleh
thitung sebesar -1002 dengan nilai signifikansi 0,320. Karena nilai p value > 0,05 dapat
disimpulkan Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh solvabilitas
terhadap profitabilitas. Dengan meningkatnya solvabilitas tidak menjamin akan diikuti
dengan meningkat atau menurunnya profitabilitas.
4.1.4.2 Uji Hipotesis Secara Simultan
Pengujian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh secara simultan efisiensi
modal kerja, likuiditas, solvabilitas dapat dilihat dari hasil uji F seperti pada tabel 4.12.
Tabel 4.13 Uji Simultan (Uji F)
ANOVAb
.044 3 .015 1.735 .169a
.545 64 .009
.589 67
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Predictors: (Constant), DTA, CR, WCTa.
Dependent Variable: ROIb.
Hasil uji F diperoleh F hitung = 1,735 dengan nilai p value = 0,169 > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, yang berarti tidak ada pengaruh yang
signifikan efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas secara simultan terhadap
profitabilitas.
61
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa secara parsial efisiensi
modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas, terbukti dari hasil uji t dengan
nilai p value = 0,044 < 0,05. Dari hasil analisis regresi diperoleh koefisien β yang
bertanda positif yaitu 0,3328 yang berarti bahwa setiap terjadi kenaikan satu persen
efisiensi modal kerja akan diikuti dengan kenaikan profitabilitas sebesar 0,316 Hal ini
dapat terjadi karena perputaran modal kerja itu sendiri dimulai dari saat kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin
pendek periode perputaran modal kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal
kerja semakin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas
meningkat (Tunggal, 1995 : 165). Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat
dilihat dari efisiensi modal kerja. Jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka
semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi
kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima.
Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan
pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas
(Van Horne, 1997 : 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam
jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan
untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak
menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan
profitabilitas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena
terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar
kewajibannya tepat pada waktunya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Indri
Astuti (2003) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh manajemen modal kerja
terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go public di BEJ
62
yang memberikan kesimpulan bahwa efisiensi modal kerja berpengaruh positif terhadap
profitabilitas.
Berdasarkan hasil analisis regresi melalui uji parsial ternyata likuditas tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini ditunjukkan dari p value = 0,147
> 0,05. Hal ini berarti pula bahwa likuiditas yang tinggi tidak selalu menguntungkan
karena berpeluang menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat
digunakan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang menguntungkan perusahaan
(Van Horne,1997: 217). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari penelitian Siwi
(2005) menunjukkan bahwa secara parsial likuiditas (current ratio) tidak mempunyai
pengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan property dan real estate yang go public
di BEJ dari tahun 1998-2002.
Dari hasil analisis regresi melaui uji parsial ternyata solvabilitas juga tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini ditunjukkan dari p value = 0,320
> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan solvabilitas tidak berdampak pada
perubahan profitabilitas.
Dalam penentuan sumber dananya, perusahaan dapat menerapkan kebijakan
leverage tinggi yaitu menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri atau
menggunakan kebijakan leverage rendah yaitu menggunakan modal sendiri dibanding
hutang. Kebijakan leverage tinggi akan menyebabkan tingginya beban bunga yang harus
ditanggung sehingga hal ini berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.
Sedangkan secara simultan dapat diketahui bahwa variabel independen yang
digunakan yaitu variabel efisiensi modal kerja (WCT), likuiditas (CR), dan solvabilitas
(DTA) tidak berpengaruh terhadap profitabilitas (ROI) perusahaan industri barang
konsumsi di BEJ.
63
Hal ini dapat dilihat dari nilai F yang dihasilkan yaitu 1735 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,169 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan
yaitu 0,005. Nilai Adjusted R Square hanya sebesar 0,032 yang memiliki arti bahwa
perubahan profitabilitas (ROI) perusahaan industri barang konsumsi dapat dijelaskan
oleh variabel independen yaitu efisiensi modal kerja (WCT), likuiditas (CR), dan
solvabilitas (DTA) yaitu sebesar 3,2 persen saja. Sedangkan sisanya sebesar 94,8 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.Hal ini tidak konsisten dengan teori yang
menyatakan bahwa profitabilitas (ROI) dipengaruhi oleh efisiensi modal kerja (WCT),
likuiditas (CR), dan solvabilitas (DTA).
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan:
1. Secara parsial efisiensi modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di BEJ dari
tahun 2002-2005.
2. Secara parsial likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas pada
perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di BEJ dari tahun 2002-2005.
3. Secara parsial solvabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas pada
perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di BEJ dari tahun 2002-2005.
4. Secara simultan efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas tidak berpenagruh
terhadap profitabilitas pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di
BEJ dari tahun 2002-2005, karena hanya sebesar 3,2%.
5.2 Saran
1. Untuk peneliti selanjutnya, diusahakan perusahaan yang menjadi sampel penelitian
bisa dibedakan dari penelitian ini. Mungkin dengan berbedanya sampel penelitian
yang diambil, maka variabel likuiditas, dan solvabilitas bisa berpengaruh terhadap
variabel profitabilitas. Meskipun dalam penelitian ini ternyata likuiditas dan
solvabilitas tidak berpengaruh terhadap profitabilitas.
2. Pihak manajemen perusahaan hendaknya mampu mempertahankan modal kerjanya
secara efisien. Karena apabila modal kerja dalam perusahaan menunjukkan tingkat
efisiensi yang tinggi/stabil maka profitabilitas akan meningkat. Selain itu
manajemen perusahaan harus menjaga likuiditasnya secara baik, karena apabila
65
likuiditasnya terlalu tinggi justru akan menyebabkan profitabilitas menurun. Selain
itu juga, manajemen perusahaan harus memperhatikan solvabilitasnya. Jika
perusahaan dalam membiayai solvabilitasnya dengan menggunakan dana
pinjaman/hutang dari pihak luar maka akan menyebabkan profitabilitas menurun.
Untuk itu manajemen perusahaan harus menjaga modal kerja, likuiditas dan
solvabilitas secara baik dan efisien agar perusahaan mampu menghasilkan
profitabilitas/laba yang diharapkan perusahaan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Indri. 2003. ” Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Automotive and Allied Product Yang Go Publik di BEJ”.
Brigham, F, Eugene, dan Houston, F, Joel. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta:
Erlangga. Dani. 2003. ”Pengaruh Likuiditas, Leverage dan Efisiensi Modal Kerja Terhadap
Profitabilitas (Studi Kasus Pada PT Modern Toolsindo Bekasi)”. Faurani I Santi Singangerda. 2004. ”Analisis Pengaruh Modal Kerja Terhadap
Profitabilitas dan Rentabilitas Pada Koperasi Dharma Wanita Mandalika Mataram Nusa Tengggra Barat. Jurnal manajemen keuengan, volume 2, no.1. 2004
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariante dengan Program SPSS Edisi 2.
Semarang: UNDIP. Hanafi, M, Mamduh, Dr, MBA dan Halim, Abdul, Prof, Dr, MBA., Akt. 2005. Analisis
Laporan Keuangan. Yogyakarta: AMP-YKPN. Husnan, Suad. 1997. Manajemen Keuangan teori dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang). Yogyakarta: BPFE. Indonesian Capital Market Directory 2001-2005, Jakarta : Bursa efek Jakarta.
Nurgraeni, Siwi. 2005. ”Analisis Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas, dan Solvabilitas Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Property And Real Estate Yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta”.
Riyanto, Bambang, Prof, Dr. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan.
Yogyakarta: BPFE. Rangkuti, Freddy. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Santoso, Singgih. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo Sawir, Agnes. 2001. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sartono, Agus, R. Drs, MBA. 1998. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: BPFE.
67
Soehartono, Irawan. 1999. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Tunggal, Widjaja, Amin. 1995. Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta :
Rhineka Cipta. Usman, Husaini, M.Pd. dan Akbar, Setiadi, Purnomo, S.Pd, M. Pd. 2003. Pengantar
Statistika. Jakarta: PT Bumi Aksara. Van Horne, James, C dan John, M, Machowicz, Jr. 1998. Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan. Weston, J. Fred dan Thomas E. Copeland, 1997, Manajemen Keuangan, Edisi
Kedelapan, Jakarta : Erlangga.