problematika perkawinan di indonesia, by arz3n

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan oleh setiap manusia dewasa (akil baligh), siap secara lahir dan batin, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun rumah tangga. Setiap orang yang telah memenuhi persyaratan tersebut dianjurkan agar menginjakkan kakinya ke jenjang pernikahan. Jenjang inilah yang menandai sebuah fase kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seseorang pada masa mendatang. Dibandingkan dengan hidup sendirian (membujang atau melajang), kehidupan berkeluarga memiliki banyak tantangan dan sekaligus mengandung sejumlah harapan positif. Tidak dimungkiri dalam pernikahan 1

Upload: arzen-mutakin

Post on 24-Jun-2015

2.184 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

MAKALAH TENTANG PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA

TRANSCRIPT

Page 1: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan

oleh setiap manusia dewasa (akil baligh), siap secara lahir dan batin, serta

memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun rumah tangga. Setiap orang

yang telah memenuhi persyaratan tersebut dianjurkan agar menginjakkan

kakinya ke jenjang pernikahan. Jenjang inilah yang menandai sebuah fase

kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seseorang pada masa

mendatang.

Dibandingkan dengan hidup sendirian (membujang atau melajang),

kehidupan berkeluarga memiliki banyak tantangan dan sekaligus mengandung

sejumlah harapan positif. Tidak dimungkiri dalam pernikahan terdapat banyak

manfaatnya jika kita dapat mengelolanya dengan baik. Kata “nikah” dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti sebagai berikut:

a. Perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami-istri (dengan

resmi atau sah).

b. Perkawinan.

c. Hubungan seksual.

1

Page 2: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Berdasarkan kenyataan diatas, penulis tertarik untuk membahas

tentang bagaimana perkawinan. Pembahasan tersebut penulis wujudkan dalam

makalah yang berjudul “Problematika Perkawinan Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Yang Dimaksud Dengan Perkawinan?

2. Apa Saja Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974?

3. Apa Saja Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam?

4. Apa saja Tujuan dari Perkawinan?

5. Apa saja Problematika Perkawinan di Indonesia?

C. Tujuan Makalah

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan

mendeskripsikan:

1. Pengertian Perkawinan.

2. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

2

Page 3: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

3. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam.

4. Tujuan Perkawinan.

5. Problematika Perkawinan Di Indonesia.

D. Kegunaan Makalah

Kegunaan penyusunan makalah ini bagi penulis yakni sebagai wahana

penambah pengetahuan dan konsep keilmuan tentang perkawinan dan bagi pihak

lain (pembaca) yang berkaitan dengan perkawinan.

3

Page 4: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan

Definisi Perkawinan pada dasarnya memiliki pengertian yang berbeda-

beda, namun tujuan isinya tidak berbeda jauh satu sama lainnya. Seperti halnya

Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

diambil kutipan dari

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17605/3/Chapter%20II.pdf),

yaitu sebagai berikut: “Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa)”.

Tidak berbeda jauh dengan pengertian nikah diatas menurut kutipan dari

(http://ahdabina.staff.umm.ac.id/archives/150), yaitu sebagai berikut:

“Perkawinan yaitu sebuah akad yang bermanfaat menghalalkan hubungan intim

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, kerjasama di antara keduanya,

serta menentukan hak dan kewajiban masing-masing”.

4

Page 5: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian

Perkawinan adalah Suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974

Syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 meliputi :

1. Syarat-Syarat Materiil, yang meliputi:

1) Syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut:

a) Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai.

Arti persetujuan yaitu tidak seorang-pun dapat memaksa calon

mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, tanpa persetujuan

kehendak yang bebas dari mereka. Persetujuan dari kedua belah pihak

calon mempelai adalah syarat yang relevan untuk membina keluarga.

b) Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah mencapai 19

tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah berumur 16 tahun.

c) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain.5

Page 6: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

2) Syarat materiil secara khusus adalah sebagai berikut:

a) Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 pasal 8, pasal 9 dan pasal 10, yaitu larangan

perkawinan antara dua orang yaitu:

(1) Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas.

(2)Hubungan darah garis keturunan ke samping.

(3)Hubungan semenda.

(4)Hubungan susuan.

(5)Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi.

(6)Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan yang berlaku

dilarang kawin.

(7)Telah bercerai untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masingmasing

agama dan kepercayaan tidak menentukan lain.

b) Memperoleh Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum

berumur 21 tahun. Yang berhak memberi izin kawin yaitu:

(1) Orang tua dari kedua belah pihak calon mempelai.

6

Page 7: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Jika kedua orang tua masih ada, maka izin diberi bersama

oleh kedua orang tua calon mempelai. Jika orang tua laki-laki telah

meninggal dunia, pemberian izin perkawinan beralih kepada orang

tua perempuan yang bertindak sebagai wali. Jika orang tua

perempuan sebagai wali, maka hal ini bertentangan dengan

perkawinan yang diatur Hukum Islam karena menurut Hukum

Islam tidak boleh orang tua perempun bertindak sebagai wali.

(2) Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia

atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya

disebabkan :

(a) oleh karena misalnya berada di bawah kuratele.

(b) berada dalam keadaan tidak waras.

(c) tempat tinggalnya tidak diketahui.

Maka izin cukup diberikan oleh orang tua yang masih hidup

atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

(3) Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau kedua-duanya

dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin

diperoleh dari :

(a) wali yang memelihara calon mempelai.

7

Page 8: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

(b) keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis

keturunan ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan dapat

menyatakan kehendaknya.

(4) Jika ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2), (3)

dan (4) atau seorang atau lebih diantara orang-orang tidak ada

menyatakan pendapatnya, Pengadilan dalam daerah hukum tempat

tinggal orang yang hendak melangsungkan perkawinan bertindak

memberi izin perkawinan. Pemberian izin dari Pengadilan

diberikan:

(a) atas permintaan pihak yang hendak melakukan perkawinan.

(b) setelah lebih dulu Pengadilan mendengar sendiri orang yang

disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 6

ayat (2), (3) dan (4).

2. Syarat-Syarat Formil, yang meliputi:

1) Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepada pegawai

pencatat perkawinan.

2) Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan.

8

Page 9: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

3) Pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan

masingmasing.

4) Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.

C. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam

Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat

perkawinan. Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan

unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Perkawinan sebagai perbuatan

hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu.

Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu

melangsungkan perkawinan. Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat

perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak terpenuhi maka tidak

terjadi suatu perkawinan.

Rukun nikah adalah :

a. Calon mempelai laki-laki dan perempuan.

b. Wali bagi calon mempelai perempuan.

c. Saksi.

d. Ijab dan kabul.

9

Page 10: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu

perkawinan dinyatakan sah adalah :

a. Syarat Umum

Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan

dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat (221) tentang larangan perkawinan

karena perbedaan agama dengan pengecualiannya dalam AlQur’an surat Al-

Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam boleh mengawini perempuan-

perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24) tentang

larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan.

b. Syarat Khusus

1) Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan

Calon mempelai laki-laki dan perempuan adalah suatu syarat

mutlak (conditio sine qua non), absolut karena tanpa calon mempelai

laki-laki dan perempuan tentu tidak akan ada perkawinan. Calon

mempelai ini harus bebas dalam menyatakan persetujuannya tidak

dipaksa oleh pihak lain. Hal ini menuntut konsekuensi bahwa kedua

calon mempelai harus sudah mampu untuk memberikan persetujuan

untuk mengikatkan diri dalam suatu perkawinan dan ini hanya dapat

dilakukan oleh orang yang sudah mampu berpikir, dewasa, akil baliqh.

10

Page 11: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Dengan dasar ini Islam menganut asas kedewasaan jasmani dan rohani

dalam melangsungkan perkawinan.

2) Harus ada wali nikah

Menurut Mazhab Syafi’i berdasarkan hadist Rasul SAW yang

diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Siti Aisyah, Rasul SAW pernah

mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Hanafi dan Hambali

berpandangan walaupun nikah itu tidak pakai wali, nikahnya tetap sah.

Syarat-syarat wali adalah :

a) Islam.

b) Akil baliqh.

c) Berakal.

d) Laki-laki.

e) Adil.

f) Tidak sedang ihram atau umrah.

3) Saksi

Kesaksian untuk suatu perkawinan hendaklah diberikan oleh dua

orang laki-laki dewasa dan adil dan dapat dipercaya. Sebuah hadist

11

Page 12: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Rasul SAW dengan riwayat Ahmad yang berbunyi : “Tidak sah nikah

melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil”, dijadikan dalil

atas pendirian yang sedemikian.

Syarat-syarat kedua orang saksi tersebut adalah:

a) Islam.

b) Dewasa (akil baliqh).

c) Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatan sehari-hari.

4) Ijab kabul

Ijab yaitu pernyataan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk

perkawinan dan dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-

laki calon suami. Sedangkan Kabul yaitu pernyataan penerimaan

mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan pihak laki-laki.

Ijab kabul dilakukan di dalam suatu majelis dan tidak boleh ada jarak

yang lama antara ijab dan kabul yang merusak kesatuan aqad dan

kelangsungan aqad, dan masing-masing ijab dan kabul dapat didengar

dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi.

Syarat-syarat Ijab Kabul adalah:

a) Ada pernyataan mengawinkan dari wali (ijab).

12

Page 13: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

b) Ada pernyataan penerimaan dari calon mempelai laki-laki (qabul).

c) Menggunakan kata-kata nikah (tazwij).

d) Antara ijab dan qabul diucapkan bersambungan.

e) Antara ijab dan qabul harus jelas maksudnya.

f) Tidak dalam ihram haji atau umrah.

g) Majelis ijab dan qabul harus dihadiri minimal empat orang.

D. Tujuan Perkawinan

Setidaknya ada empat macam dari tujuan perkawinan. Keempat macam

tujuan perkawinan itu hendaknya benar-benar dapat dipahami oleh calon suami

atau istri, supaya terhindar dari keretakan dalam rumah tangga yang biasanya

berakhir dengan perceraian yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Berikut adalah

tujuan dari perkawinan, yaitu sebagai berikut:

1. Menentramkan Jiwa.

2. Mewujudkan (melestarikan) keturunan.

3. Memenuhi kebutuhan biologis.

4. Latihan memiliki tanggung jawab.

13

Page 14: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Keempat faktor yang terpenting (menentramkan jiwa, melestarikan

keturunan, memenuhi kebutuhan biologis dan latihan bertanggung jawab) dari

tujuan perkawinan perlu mendapat perhatian dan direnungkan matang-matang,

agar kelangsungan hidup berumah tangga dapat berjalan sebagaimana yang

diharapkan.

E. Problematika Perkawinan Di Indonesia

Ada beberapa macam problematika perkawinan di Indonesia yaitu

sebagai berikut:

1. Nikah Siri

Pengertian Nikah Sirri

Sirri itu artinya rahasia, jadi nikah sirri adalah nikah yang di rahasiakan,

dirahasiakan karena takut dan malu di ketahui umum. Padahal nikah itu

harus di maklumatkan, di umumkan, di ketahui oleh orang banyak supaya

menghilangkan Fitnah dan menjaga nama baik dan kehormatan.

14

Page 15: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Macam-Macam Nikah Sirri

Diantaranya adalah;

- Pertama, nikah yang dialakukan tanpa adanya wali. Pernikahan seperti

ini jelas halnya bahwa pernikahan yang dilakuakan tanpa wali adalah

tidak sah. Sebab wali merupakan rukun sahnya pernikahan. Seperti

halnya Rasulullah SAW bersabda: 

"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali." [HR yang lima

kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul AutharVI:

230 hadits ke 2648].

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa

pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah

melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi

di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi

bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali.

-Kedua, Adalah pernikahan yang dialakukan tanpa dicatatkan oleh

petugas PPN yang ada dibawah wewenang KUA atau disebut juga nikah

dibawah tangan. Pernikahan seperti ini menurut agama hukumnya sah

akan tetapi dari segi hukum formal atau undang-undang bahwa

perrnikahan tersebut tidak sah. 

15

Page 16: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan

sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk

membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan

dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai

bukti syar'iy (bayyinah syar'iyyah) adalah dokumen resmi yang

dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga

pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen

resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan

majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan

pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti

waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.

-Ketiga, Adalah pernikahan yang dilakukan tanpa adanya saksi,

pernikahan seperti ini jelas halnya bahwa perkawinanya tidak sah.

Seperti halnya Rasulullah SAW bersabda:

Artinya;

Dari Aisyah bahwa rasul allah saw berkata tidak ada nikah kecuali

denagan wali dan dua orang saksi yang adil (HR. Al-Daraquthniy)

-Keempat, Pernikahan yang dihadiri saksi dan wali akan tetapi tidak di

I'lankan kekhalayak (penyampaian berita kepada khlayak) atau disebut

juga walimah. Sebagian ulama berkata bahwa melaksanakan walimah di

16

Page 17: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

dalam pernikahan itu wajib hukumnya. Akan tetapi tidak semua

mengatakan bahwa hal tersebut wajib. Seperti halnya hadis dibawah ini:

اٍة� ِب�َش� َل�ْو َو� َل�ْم َوَأ� َّد�َث�َن�ا َح�

"Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing".[HR. Imam Bukhari dan Muslim].

2. Kawin atau Nikah Gantung

Kawin gantung adalah mengawinkan dua anak manusia yang masih

berusia anak-anak, 6 hingga 7 tahun, baik perempuan dan laki-laki atas

kesepakatan orang tua masing-masing. Atau Kawin gantung adalah

pernikahan sejak dini tanpa harus didaftarkan di Kantor Urusan Agama

(KUA). Hal ini dimaksudkan untuk mengikat keduanya agar tidak menikah

dengan pihak lain saat mereka sudah dewasa. Menurut pandangan Islam hal

ini sah.

Tujuan orangtua untuk melakukan praktek ini adalah untuk

mempererat silaturahmi, dan mensejahterakan kehidupan, karena pada

umumnya orang-orang yang terlibat dalam praktek kawin gantung adalah

orang–orang yang memiliki hubungan kekerabatan.

Namun begitu, diakuinya, praktek kawin gantung  dapat menyebabkan

gangguan pada perkembangan psikologis si anak tersebut, meski alasan utama

17

Page 18: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

orangtua untuk melakukan hal ini adalah untuk melakukan hal yang terbaik

bagi anaknya.

Namun hal ini kembali lagi kepada anaknya, apakah nantinya hal ini

tidak mengganggu psikologis si anak. Alangkah baiknya jika para pelaku

praktek kawin gantung lebih memprioritaskan masalah psikologi anak.

3. Kawin atau Nikah Campuran

Perkawinan campuran berasal dari kata campur yang berarti

beraduk dan berbaur menjadi satu (bercampur baur). Bercampur itu

mengandung arti, berkumpulnya sesuatu yang tidak sama atau seragam

antara lain dalam bidang agama atau keagamaan. Jadi perkawinan

campuran itu adalah perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan

yang berlainan agama.

Menurut Abu al-A’la al-Maududi bahwa perkawinan antara orang

yang berlainan agama ialah perkawinan antara laki-laki muslim dengan

perempuan yang bukan muslimah, baik memiliki kitab suci maupun tidak.2

Menyangkut masalah ini penulis membedakan kedalam tiga kategori, yang

sistematika di rumuskan sebagai berikut:

Perkawinan antara lak-laki muslim dengan perempuan non ahl al-Kitab

Perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahl al-Kitab

18

Page 19: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Perkawinan antara perempuan muslimah dengan laki-laki ahl al- Kitab.

Pembahasan ketiga bentuk perkawinan tersebut merupakan

keharusan dalam kondisi kekinian untuk memberi pemahaman secara

optimal bagi masyarakat sehingga mereka tidak terjebak pada perbuatan

yang menyebabkan mereka terlibat dalam kesesatan. Hukum Islam

melarang perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan non

islam.

4. Kawin Kontrak (Mut’ah)

Kawin kontrak merupakan sebuah fenomena terselubung dalam

masyarakat sekarang ini. Pelaksanaan kawin kontrak sangat bertentangan

dengan UU No.1 Tahun 1974, karena dalam kawin kontrak yang

ditonjolkan hanya nilai ekonomi, dan perkawinan ini hanya bersifat

sementara. Menurut UU No.1 Tahun 1974, perkawinan haruslah bersifat

kekal untuk selama-lamanya. Pelaksanaan kawin kontrak juga bertentangan

dengan hukum agama islam, perkawinan yang bersifat sementara dan

hanya menonjolkan sisi-sisi keduniawian dilarang dalam islam, perkawinan

harus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dunia dan juga untuk

akhirat

Pelaksanaan kawin kontrak yang bertentangan dengan hukum agama Islam

dan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tentu saja menimbulkan

19

Page 20: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

banyak permasalahan yang menarik untuk dibahas. Namun dalam

pembahasan ini permasalahan yang diuraikan hanya meliputi pengertian,

sejarah, hukum dan syarat-syarat mut’ah atau kawin kontrak ditinjau dari

kaca mata hukum Islam dan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974

Kawin kontrak, pernikahan dengan batas waktu tertentu, yang

dilakoni oleh sebagian masyarakat adalah bentuk penyimpangan terhadap

prinsip-prinsip Islam. Kawin kontrak itu hubungan pernikahan yang

disepakati berlangsung dalam batas waktu tertentu. Kalau konteksnya

hanya untuk pemenuhan kebutuhan biologis dan berakhir dalam waktu

yang telah disepakati, maka hal ini tidak dibolehkan dalam ajaran Islam.

Menurutnya, hubungan antara laki-laki dan perempuan yang

dibangun melalui pernikahan substansinya bukan sekadar pemenuhan

kebutuhan biologis semata, melainkan juga untuk membangun struktur

sosial yang baik, melahirkan generasi penerus yang berakhlak dan

berkualitas serta hubungan suami istri yang membawa ketenangan.

Intinya, ada konteks yang lebih besar daripada sekedar perkawinan

untuk memuaskan kebutuhan biologis, sehingga dalam konteks ini kawin

kontrak dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap ajaran Islam.

20

Page 21: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

5. Kawin atau Nikah Lari

Kawin lari merupakan tindakan melarikan seorang wanita tanpa

izin, yang bertujuan untuk hidup bersama maupun menikah. Dapat juga

berarti penculikan gadis di bawah umur atas persetujuannnya, namun tak

disukai oleh orang tuanya. Ini juga bisa diartikan dengan menculik

pengantin wanita, baik dengan taktik, paksaan, maupun ancaman. Di

Indonesia kebiasaan ini masih ada di beberapa tempat, seperti di Lampung,

Bali, Sumatera Utara, dsb.

6. Kawin Di Bawah Umur (Kawin AlaSyeh Puji)

Menikah sebelum cukup usia, ternyata masih banyak terjadi di kota

maupun di daerah-daerah di Indonesia. Budaya perjodohan bahkan sejak

anak perempuan belum lulus SD atau SMP, masih dilakukan  banyak

orangtua, terutama yang tinggal di pedesaan.

Dari penelitian yang dilakukan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)

Cabang Rembang, pernikahan dini yang dilakukan anak-anak usia sekolah

masih terbilang tinggi. Pada 2006 - 2010, jumlah anak menikah usia dini

(menikah di bawah usia 17 tahun) masih meningkat walaupun

persentasenya naik turun.

21

Page 22: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Namun dari fakta yang didapat, perlu diketahui, pernikahan dini

memiliki dampak negatif. “Bukan sekadar dampak psikis dan fisik,” kata

Iin.

Dampak- dampak dari pernikahan anak usia dini yaitu sebagai

berikut:

Kekerasan terhadap anak

Anak bisa mengalami kekerasan dari orangtua atau keluarga bila

menolak untuk dinikahkan. Seperti kasus di desa Tegaldowo rembang

dan Desa Ngiri, orangtua sampai melakukan kekerasan fisik, seperti

menendang, dan memukul dengan sapu, sehingga anak kabur dari

rumah. Bahkan ada kasus, setelah pernikahan, anak mencoba bunuh diri

dengan minum cairan pestisida.

Tingkat perceraian tinggi

Lebih dari 50 persen pernikahan anak tidak berhasil, dan akhirnya

bercerai. Bahkan ada juga kasus yang menjalani pernikahan hanya

dalam hitungan minggu lalu berpisah. Dan, biasanya hal ini terjadi

karena anak perempuan tidak mau melakukan kewajiban sebagai istri

dan kurangnya kesiapan dari masing-masing pasangan yang mau

menikah.

22

Page 23: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

Kemiskinan meningkat, karena belum siap secara ekonomi

Traffiking/eksploitasi dan seks komersial anak

Setelah menikah maka perempuan akan dibebaskan oleh orangtuanya.

Mereka akan keluar dari desanya atau rumahnya dan memilih bekerja.

Beberapa kasus anak bekerja sebagai penyanyi karaoke bahkan ada juga

yang menjadi wanita penghibur.

23

Page 24: PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Pengertian Perkawinan adalah Suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

2. Syarat – Syarat Perkawinan Yang Diatur Dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974, yaitu sebagai berikut:

a. Syarat-syarat Materil

b. Syarat-syarat formil

3. Syarat – Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam, yaitu sebagai berikut:

a. Syarat umum

b. Syarat khusus

4. Tujuan perkawinan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Menentramkan Jiwa.

b. Mewujudkan (melestarikan) keturunan.

c. Memenuhi kebutuhan biologis.

d. Latihan memiliki tanggung jawab.

24