bab iv analisis perkawinan beda agama a. perkawinan

18
64 BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan Pasangan Beda Agama Perkawinan adalah suatu hubungan yang sakral antara dua manusia yang setara. Mereka sama, paling tidak dalam empat aspek. Sama hidup, sama manusia, sama dewasa dan sama-sama saling cinta. Yang berbeda adalah yang satu laki-laki dan yang satu perempuan. Semakin banyak kesamaan atau kesetaraan, semakin besar pula peluang untuk dapat bersama dan membina rumah tangga yang baik dan bahagia. Pemilihan pasangan adalah batu pertama fondasi bangunan rumah tangga, ia harus sangat kokoh, karena kalau tidak, bangunan tersebut akan roboh kendati hanya dengan sedikit goncangan. Apalagi jika beban yang di tampungnya semakin berat dengan kelahiran anak-anak. Fondasi kukuh tersebut bukan kecantikan atau ketampanan, karena keduanya bersifat relatif, sekaligus cepat pudar, bukan juga harta, karena harta mudah didapat sekaligus lenyap, bukan pula status sosial atau kebangsawanan, karena yang ini pun sementara bahkan dapat lenyap seketika. Fondasi yang kukuh adalah nilai-nilai spiritual yang dianut.

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

64

BAB IV

ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA

A. Perkawinan Pasangan Beda Agama

Perkawinan adalah suatu hubungan yang sakral antara dua manusia

yang setara. Mereka sama, paling tidak dalam empat aspek. Sama hidup,

sama manusia, sama dewasa dan sama-sama saling cinta. Yang berbeda

adalah yang satu laki-laki dan yang satu perempuan. Semakin banyak

kesamaan atau kesetaraan, semakin besar pula peluang untuk dapat bersama

dan membina rumah tangga yang baik dan bahagia.

Pemilihan pasangan adalah batu pertama fondasi bangunan rumah

tangga, ia harus sangat kokoh, karena kalau tidak, bangunan tersebut akan

roboh kendati hanya dengan sedikit goncangan. Apalagi jika beban yang di

tampungnya semakin berat dengan kelahiran anak-anak. Fondasi kukuh

tersebut bukan kecantikan atau ketampanan, karena keduanya bersifat relatif,

sekaligus cepat pudar, bukan juga harta, karena harta mudah didapat

sekaligus lenyap, bukan pula status sosial atau kebangsawanan, karena yang

ini pun sementara bahkan dapat lenyap seketika. Fondasi yang kukuh adalah

nilai-nilai spiritual yang dianut.

Page 2: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

65

Seperti sabda Nabi Muhammad SAW dalam memilih calon istri:

Dari Abu Hurairah R.A. dari Nabi saw, beliau bersabda:“ perempuan

dikawini karena empat perkara: karena hartanya, karena

keturunannya, karena kecantikannya, karena agamanya; maka

hendaklah engkau memilih yang beragama, agar engkau bahagia”. 1

Alasan utama larangan perkawinan dengan orang yang berbeda

agama adalah perbedaan iman. Perkawinan dimaksudkan agar terjalin

hubungan yang harmonis, minimal antara pasangan suami istri dan anak-

anaknya. Hubungan suami istri bukan hanya sekedar tentang hubungan

jasmani saja, tetapi juga hubungan rohani, pikiran dan perasaan. Perkawinan

bukan hanya menjadikan suami istri “sebadan” tetapi juga harus menjadi

sehati, sepikiran, dan seperasaan. Bagaimana mungkin akan terjalin kesatuan

rasa dan pikiran. jika pandangan hidup berbeda, bagaimana mungkin

keharmonisan tercapai jika nilai-nilai yang dianut oleh suami berbeda,

apalagi bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh istri. Nilai-nilai

mewarnai pikiran dan tingkah laku seseorang.2

1Al Imam Al Bukhary, Shahih Bukhari jilid IV. (Kuala Lumpur:Klang Book Centre, 1978),

hal. 10. 2M.Quraish Shihab, M.quraish Shihab Menjawab.(Tangerang:Lentera Hati,2010). Hal.92-93

Page 3: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

66

1. Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam

Penganut agama harus patuh tunduk pada apa yang telah di anjurkan

dan telah di buat oleh masing-masing agamanya. Begitu pun juga agama

islam. Umat islam semestinya harus patuh dan tunduk pada perintah Allah

dan Rasul-Nya.

Umat muslim pun mempunyai pedoman yaitu Kalamullah (Al-

Qur’an) dan Sabda Rasulullah SAW (Hadits) dan Ijtihad-ijtihad para ulama

terdahulu. Sesuai dalam ayat Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 59, yang

berbunyi :

“Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah danta'atilahRasul(-Nya),

danulilamri di antarakamu. Kemudianjikakamuberlainanpendapattentangsesuatu,

makakembalikanlahiakepada Allah (al-Qur'an) danRasul (sunnahnya),

jikakamubenar-benarberimankepada Allah danharikemudian. Yang

demikianituadalahlebihutama (bagimu) danlebihbaikakibatnya.” (QS. An-

Nisa:59)3

Dengan demikian sumber hukum dalam hukum islam ialah wahyu illahi yang

terdapat dalam Al-Qur’an, kemudian yang kedua adalah Hadits Rasul dan yang ketiga

adalah ijtihad ulil amri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam

Al-Qur’an Surat An-nisa ayat 59 diatas.

3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:CV Nala Dana 2006), hal.

114.

Page 4: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

67

Sudah dijelaskan di atas bahwa sumber hukum Islam ialah Al-Qur’an Hadits

dan ijtihad para ulama, dan umat Islam wajib menempuh hidup sesuai dengan ketiga

sumber hukum Islam tersebut. Tidak terkecuali dengan masalah perkawinan. Nikah

secara bahasa berarti mengumpulkan, atau sebuah pengibaratan akan sebuah

hubungan intim dan akad sekaligus.4 Sedangkan secara syara’ berarti sebuah akad

yang mengandung pembolehan bersenang-senang dengan perempuan, dengan

berhubungan intim, menyentuh, mencium, memeluk dan sebagainya.5

Perkawinan menurut pandangan Hukum Islam adalah merupakan ikatan yang

suci. Dia adalah sebuah bangunan yang terhormat, yang tidak boleh di campur

adukan dengan suatu penyakit dan tangan-tangan jahil yang dapat

membinasakannya.6

Hukum Islam menggambarkan sifat yang luhur bagi ikatan yang dijalin oleh

dua orang berbeda jenis yakni ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan dalam Hukum

Islam dinamakan dengan mitsyaaqan gholiidho, yaitu suatu ikatan janji yang kokoh.

Oleh karenanya suatu ikatan perkawinan tidak begitu saja dapat terjadi tanpa melalui

beberapa ketentuan.7 Bertujuan pula untuk membentuk suatu rumah tangga yang

sakinah, mawaddah dan rahmah. Maksud dari membentuk suatu rumah tangga yang

sakinah mawaddah dan rahmah yaitu kehidupan rumah tangga yang saling mencintai

dan menyayangi agar dapat tercipta kehidupan rumah tangga yang tentram.

4Wahbah Az Zuhaili, fiqih islam wa adillatuhu, (Jakarta : Gema Insani, 2011), hal. 38-39.

5Wahbah Az Zuhaili, fiqih islam wa .......hal. 39

6Sohari Sahrani, fiqih keluarga, (Banten : Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2011), hal. 4.

7Titik Triwulan Titik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Sosial, (Jakarta:Prenada Media

Group, 2010), hal. 103.

Page 5: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

68

Dalam Pandangan Islam pernikahan itu merupakan sunnah Allah dan Sunnah

Rasul. Sunnah Allah berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam

ini, sedangkan sunnah Rasul berarti sesuatu tradisi yang telah ditetapkan oleh Rasul

untuk dirinya sendiri dan untuk ummatnya.8

Perkawinan juga merupakan sunnah Rasul yang pernah di lakukannya selama

hidupnya dan menghendaki umatnya berbuat yang sama. Hal ini terdapat dalam

hadits yang berasal dari Anas bin Malik sabda Nabi yang bunyinya:9

“Tetapi aku sendiri melakukan shalat,tidur, aku berpuasa, dan juga aku

berbuka, dan mengawini perempuan. Siapa yang tidak senang dengan

sunnahku, maka ia bukanlah dari kelompokku”.10

Ayat – ayat Al-Qur’an yang mengatur hal ihwal perkawinan itu ada sekitar 85

ayat di antara lebih dari 6000 ayat yang tersebar dalam sekitar 22 surat dari 114 surat

dalam Al-Qur’an.11

Pada Ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 221 telah menguraikan tentang

hukum perkawinan beda agama, dan dengan jelas melarang menikah dengan orang

yang berlainan agama.

8Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih,( Jakarta: prenada media group,2003), hal. 76.

9Amir Syarifuddin, Garis-Garis ......... hal. 78.

10A. Hasan, Bulughul Maram terjemah, ( Bandung: CV. Penerbit di Ponegoro, 2006), Hal.

431. 11

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 6.

Page 6: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

69

Al-Baqoroh Ayat 221 :

yrik, sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik,

walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamumenikahkan orang-orang

musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang-orang musyrik

walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah

mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan

ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka

mengambil pelajaran"12

Ayat diatas menjelaskan bahwa Al-Qur’an melarang perkawinan beda agama,

dan dilarang kawin seorang laki-laki dan perempuan muslim menikahi dengan laki-

laki dan perempuan musrik atau kafir.

Menurut Doktor Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram dalam

Islam menyatakan, “ kalau jumlah muslimin di suatu negeri termasuk minoritas,

maka menurut pendapat yang lebih kuat laki-laki muslim di negeri tersebut haram

menikahi perempuan nonmuslimah”.13

Karena menikah dengan perempuan

nonmuslimah dalam kondisi seperti ini di samping karena muslimah dilarang kawin

12

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:CV Nala Dana 2006),hal. 43. 13

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, (Bandung: Angkasa Bandung, 2005). hal.157.

Page 7: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

70

dengan laki-laki nonmuslim, juga karena akan merusak kondisi perempuan-

perempuan muslimah itu sendiri.14

Menurut para ulamaberpendapat seorang laki-laki muslim boleh menikahi

wanita nasrani/yahudi dengan syarat bahwa ayah/ibu wanita tersebut ahli kitab

(taurat/injil), jika nenek/kakek si perempuan awalnya menyembah berhala lalu

memeluk agama nasrani/yahudi, maka si wanita tersebut tidak boleh di nikahi. Dan

juga alasan kenapa laki-laki muslim boleh menikahi perempuan ahli kitab ialah karna

seorang laki-laki tabiatnya adalah seorang pemimpin jadi ia mempunyai hak dan

dapat mendidik, mengajarkan lalu mengajak istri dan anaknya mengikuti untuk

masuk Islam.

Tetapi sebaliknya, wanita muslimah tidak boleh di nikahi oleh seorang laki-

laki ahlu kitab karna di khawatirkan dapat di pengaruhi oleh suaminya untuk

memasuki agama yang di anut suami.

B. Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Beda Agama

Kenyataan di Indonesia masyarakatnya yang heterogen, yang terdiri

dari berbagai macam-macam suku bangsa, juga adanya agama yang beraneka

ragam di Indonesia. Hal ini sangat berpengaruh dalam pergaulan sehari-hari,

dalam kehidupan bermasyarakat, bergaul begitu erat dan tidak membedakan

agama yang satu dengan yang lainnya.

14

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, ..., ...hal.157.

Page 8: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

71

Dengan makin majunya zaman, makin banyak anggota masyarakat

yang dapat menikmati pendidikan, dan makin banyak sekolah yang

menggunakan sistem campuran dalam hal agama, yang berarti adanya

batasan agama tertentu.

Makin Usang di rasakan terhadap pendapat bahwa keluarga

mempunyai peranan penting dalam menentukan calon pasangan bagi anak-

anaknya, bahwa mereka harus menikah dengan orang yang memiliki agama

yang sama.

Makin meningkatnya pendapat bahwa adanya kebebasan memilih

pasangan, dan pemilihan tersebut atas dasar cinta saja, jika cinta yang telah

mendasari seorang laki-laki dan perempuan untuk berhubungan bahkan

agamapun kurang dapat peranan.

Dan ketika penulis menganalisis tentang apa saja faktor penyebab

terjadinya perkawinan antar agama, penulis menemui beberapa pasangan

yang memiliki keterkaitan dengan masalah tersebut.

Penulis mewawancarai pasangan yang melakukan perkawinan beda

agama, pasangan perempuannya, menjelaskan bahwa: “awal kita kenal pas

kita kerja di salah satu kantor yang sama, kita saling kenal dan saling

mempunyai ketertarikan dan menjalani hubungan selama 2 tahun, saat itu

kita berdua memutuskan menikah, memang di keluarga saya sejujurnya

Page 9: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

72

kurang tentang sisi agamanya, jadi keluarga juga mengizinkan aja saya

melakukan perkawinan tersebut dengan pasangan saya”.15

Selanjutnya, penulis melakukan wawancara dengan pasangan yang

juga melakukan perkawinan tersebut, ia mengatakan:“saya melakukan

perkawinan ini karena kemauan saya sendiri dan suami saya, dulu kita

pernah pacaran udah pengen nikah tapi saya masih pikir-pikir tentang

agama waktu itu, tapi setelah 3 tahun pacaran dan bareng-bareng saya

mutusin buat nerima pacar saya buat nikah, saya bilang ke keluarga dan

mereka memang tidak setuju, saya berontak waktu itu karena memang saya

udah ngerasa nyaman sama pasangan saya, sampai saya mengekang

keluarga dan orangtua saya, mereka mengancam tidak akan datang di acara

perkawinan nanti. Saya nyerahin semua acara prosesi perkawinan itu

kepada suami dan keluarganya. Dan hubungan saya dengan keluarga juga

sampe sekarang belum terlalu membaik, hanya ibu saya saja yang mulai

mau faham biarpun sebenarnya saya tau beliau juga gak setuju sama

sekali”.16

Wawancara selanjutnya dilakukan oleh penulis dengan seorang istri,

dia memaparkan: “saya menikah dengan dia sebenernya bukan karena rasa

cinta aja, tapi karena kita melanggar perbuatan yang dilarang, saya juga

15

Wawancara dengan D.N. selaku pasangan yang menikah beda agama. 19 Mei

2015, (20:00 WIB) 16

Wawancara dengan A.R. selaku pasangan yang menikah beda agama. 19 Mei

2015, (16:00 WIB)

Page 10: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

73

awalnya gak ada niat buat nikah sama dia, tapi karena semua udah

kejadian, dan orang tua saya tau hal itu jadi maksa dia buat nikahin saya

padahal kita sama-sama tau kalau kita beda keyakinan”.17

Ketika penulis menanyakan tentang faktor apa yang menyebabkan

ibu melakukan perkawinan beda agama, kemudian ia menjawab:“suami saya

menikahi saya karena memang kita saling menyayangi dan menurut saya

dan suami semua agama itu sama untuk itu gak masalah nikah beda

keyakinan yang penting kita sama-sama senang dan bisa rukun aja, setiap

agama kan baik yang penting saat menikah masing-masing meyakini sesuai

dengan kemantapaannya, dan setiap agama juga punya tujuan sama utuk

hidup yang bahagia Cuma caranya aja yang berbeda. Jadi mutusin buat

nikah sama orang yang bisa buat saya nyaman dan ngerti satu sama lain,

tapi emang ada resiko, resikonya hubungan saya dan keluarga engga

harmonis karena keputusan saya”.18

Jadi menurut penulis, dapat diambil kesimpulan dari beberapa

keterangan diatas, bahwa faktor penyebab terjadinya perkawinan beda agama

adalah antara lain: pemahaman agama yang kurang, keinginan Pribadi tanpa

dorongan siapapun, Hamil di luar nikah, rasa cinta dan juga kurangnya

17

Wawancara dengan F selaku pasangan yang menikah beda agama. 20 Mei 2015,

(10:00 WIB)

18 Wawancara dengan S.A. Selaku pasangan yang menikah beda agama. 20 Mei

2015, (13:00 WIB)

Page 11: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

74

pemahaman tentang hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia sehingga

menyamaratakan pemahaman tentang perkawinan dari berbagai agama.

C. Pandangan Tokoh Masyarakat tentang Perkawinan Beda Agama

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa banyak pendapat mengenai

Perkawinan yang memiliki perbedaan dalam keyakinan (Perkawinan Beda

Agama), karena dalam ajaran agama Islam hal ini (perkawinan beda agama)

tidak dibolehkan, karena perkawinan Beda agama dapat melanggar ketentuan

dan syariat agama, oleh karena nya, penulis mengumpulkan data melalui

penyebaran quesioner kepada para Tokoh Masyarakat Kecamatan Cikande.

Dari beberapa pertanyaan yang di ajukan peneliti, dapat diperoleh jawaban

sebagai berikut :

1. Menurut pendapat dari Bapak Jaenal Arifin selaku Tokoh Masyarakat yang

berada di Kecamatan Cikande, ketika diberikan beberapa pertanyaan tentang

Perkawinan Beda Agama, beliau menjelaskan:

“perkawinan beda agama adalah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan

yang berbeda keyakinan dan aqidah, dan beliau juga berpendapat bahwa

selama pasangan perkawinan bisa saling menghormati akidah masing-

masing tidak ada masalah untuk melakukan perkawinan yang berbeda

agama, dampaknya yang dapat terjadi jika perkawinan itu dilakukan ialah

Page 12: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

75

kepada anak-anak mereka yang akan bingung memilih agama yang akan

dianut olehnya”.19

2. Pendapat kedua dari Bapak Ustadz Pepen Efendi, beliau juga selaku Tokoh

Masyarakat Kecamatan Cikande, ketika di mintai pendapat tentang

perkawinan beda agama, beliau menjelaskan:

“perkawinan yang di lakukan oleh pasangan yang berlainan keyakinan

aqidah,dan beliau sangat tidak setuju terhadap adanya praktek perkawinan

ynag di lakukan antar agama, karena sangat bertentangan dengan hukum

Allah (Al-Qur’an) pada surat Al-Baqoroh ayat 221, Al-Maidah ayat 5 dan

Aal-Mumtahanah ayat 10, dan dampak yang terjadi terhadapnya

(perkawinan beda agama) menurut ilmu fiqih dampaknya ialah hilangnya

hak waris dan nasab untuk anak”.20

3. Pendapat selanjutnya di berikan oleh Bapak Bambang Pujiono, ia pun selaku

Tokoh Masyarakat di Kecamatan Cikande, berpendapat :

“pernikahan yang di dasarkan pada beda keyakinan terhadap Tuhan YME.

Melakukam perkawinan beda agama menurut saya jelas tidak boleh dan

dilarang baik itu secara hukum yang berlaku dinegara kita juga secara adat

kebiasaan yang ada di dalam masyarakat kita, dan akan terjadi keingungan

dalam keluarga yang melakukan perkawinan beda agama, dalam

19

. pendapat /wawancara dengan Bapak Jaenal Arifin, selaku Tokoh Masyarakat di

Kecamatan Cikande, 29 Maret 2015 (09: 00 WIB) 20

. Pendapat/wawancara dengan Bapak Ustadz Pepen Efendi, selaku Tokoh Masyarakat

diKecamatan Cikande 29 Maret 2015 (10:30 WIB).

Page 13: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

76

menentukan suatu kebijakan dalam berumah tangga dan pasti tidak akan

ada keharmonisan dikarenakan akan sering terjadi benturan akibat dari

berbedanya keyakinan”.21

4. Pendapat selanjutnya diberikan oleh Bapak Muhammad Haikal, berpendapat

tentang melakukan perkawinan beda agama, menurut beliau :

“perkawinan yang di lakukan oleh pasangan berlainan keyakinan,beliau

tidak sangat setuju dengan adanya perkawinan beda agama, karena itu

sangat melanggar aturan agama Islam. Dampak yang dapat di rasakan oleh

pasangan ialah mereka akan banyak melalui perdebatan-perdebatan

karena banyak hal yang tidak satu sepahaman”.22

Sesuai dengan pendapat para Tokoh Masyarakat yang penulis uraikan di atas

bahwa, perkawinan beda agama adalah perkawinan pasangan yang berbeda

keyakinan, dan para Tokoh Masyarakat pun setuju bahwa perkawinan yang di

lakukan antar agama itu tidak boleh, karena dalam ajaran agama Islam

kawin/menikah dengan orang yang lain agama itu di haramkan.

Dan juga akan ada beberapa madharat yang terjadi jika perkawinan itu

terlaksana. Dan keturunannya kelak akan merasa bingung, untuk mengikuti dan

memilih agama mana yang harus mereka anut nantinya.

21

. Pendapat/Wawancara dengan Bapak Bambang Pujiono, selaku Tokoh Masyarakat di

Kecamatan Cikande 29 Maret 2015 (14:00 WIB). 22

Pendapat/wawancara dengan Bapak Muhammad Haikal, selaku Tokoh Masyarakat

diKecamatan Cikande 29 Maret 2015 (16:00 WIB).

Page 14: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

77

D. Pendapat Masyarakat Kecamatan Cikande Terhadap Perkawinan Beda

Agama

Dalam istilah bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin”

yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,

melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.

Dalam konteks Hukum Islam, definisi menurut perkawinan menurut

syara’ adalah akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-

senang antara laki-laki dan perempuan dan menghalalkan bersenang-

senangnya perempuan dengan laki-laki.

Perkawinan merupakan perbuatan yang sakral karena itu landasan

hukum agama dalam melaksanakan sebuah perkawinan merupakan hal yang

paling penting. Sehingga penentuan boleh atau tidaknya perkawinan

tergantung pada ketentuan agama. Oleh karenanya, jika perkawinan

dilakukan oleh orang yang berlainan agama itu tidak boleh.

Lalu bagaimana pendapat para masyarakat tentang adanya prosesi

perkawinan orang-orang yang berbeda agama?. Disni penulis telah

mewawancarai beberapa warga yang berada di Kecamatan Cikande untuk

memberikan pendapatnya terhadap perkawinan beda agama, dan adakah

dampak yang terjadi jika perkawinan antar agama itu terlaksana.

1) Menurut Ibu Niken Widyaningsih seorang Tenaga Pengajar yang

berada di Kecamatan Cikande, beliau berpendapat tentang perkawinan

Page 15: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

78

beda agama. Menurut beliau, “ perkawinan beda agama ialah suatu

hubungan pernikahan dimana, mempelai pria dan wanita memiliki

agama yang berbeda. Beliau sangat tidak setuju dengan adanya

perkawinan beda agama, karena akan ada dampak yang terjadi yaitu

dampak terhadap anak”23

2) Pendapat kedua di berikan oleh Bapak Nurdin Lubis, salah satu warga

yang berada di Kecamatan Cikande. Berpendapat, “perkawinan beda

agama itu perkawinan yang dilakukan oleh orang yang berbeda

keyakinan, menurut saya pernikahan beda agama itu tidak

diperbolehkan karena di semua ajaran agama pada dasarnya tidak di

perbolehkan untuk menikah dengan pasangan yang berbeda

keyakinan, dan pasti ada dampak yang terjadi pada pernikahan yang

berbeda keyakinan, yang pasti anak yang akan merasakan

dampaknya”.24

3) Pendapat selanjutnya, di sampaikan oleh Nufusl Iklimah, seorang

mahasiswa yang berada di Kecamatan Cikande. Menjelaskan,

“perkawinan beda agama ialah perkawinan yang terjadi dengan yang

berbeda keyakinan, dan itu tidak boleh di lakukan, haram hukumnya

melakukan perkawinan beda agama, dan hukum Islam pun melarang

23

wawancara dengan Ibu Niken Widyaningsih, salah satu masyarakat yang tinggal di

kecamatan Cikande. 30 Maret 2015 ( 14:00) 24

Wawancara dengan Bapak Nurdin Lubis, salah satu masyarakat yang tinggal di Kecamatan

Cikande. 30 Maret 2015 (15:00).

Page 16: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

79

dan tidak membolehkan, karena banyak dampak yang terjadi seperti

warisan, menganut agama (terhadap anak), dan asumsi pola

makan”.25

4) Selanjutnya dari Bpak Opik Hidayat, seorang apoteker yang berada di

Kecamatan Cikande. Menjelaskan, “perkawinan beda agama adalah

perkawinan yang yang di lakukan oleh dua pihak yang memiliki

keyakinan (kepercayaan/ agama), yang berbeda. Menurut saya,

perkawinan beda agama terjadi akibat kurangnya kefahaman atas

agamanya sendiri. Seseorang akan menentukan pilihan yang baik

ketika ia tau apa yang di jalankannya sesuai dengan agama yang di

peluknya, dan hal ini akan berdampak negatif terhadap keharmonisan

rumah tangga, dan masa depan anaknya”.26

5) Pendapat selanjutnya dari Tita Kusniati, seorang mahsiswa dan

pegawai asuransi. Berpendapat, “ perkawinan yang di lakukan oleh 2

pasangan yang berbeda keyakinan, dan tidak boleh di lakukan jika

perkawinan itu ada yang berbeda apa lagi soal keyakinan agama,

karena mempunyai sebuah perbedaan yang sangat kuat dan tidak

boleh di langgar, dan pasti ada dampak terhadap anak ketika anak

25

Wawancara dengan Nufusul iklimah, salah satu mayarakat di kecamatan Cikande 30 maret

2015 ( 16:00) 26

Wawancara dengan Bapak Opik Hidayat, salah satu mayarakat di kecamatan Cikande 30

maret 2015 (17:00).

Page 17: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

80

mendapat warisan dan membuat anak bingung akan mengikuti agama

yang mana yang harus di anut”.27

Para masyarakat mayoritas berpendapat sama tentang perkawinan

beda agama, mereka berpendapat bahwa tidak setuju adanya menikah dengan

orang yang berlainan agama, terutama yang melakukan itu adalah orang yang

beragama Islam menikah dengan orang yang berlainan agama. Karena

menurut mereka, dalam agama Islam sudah jelas melarang adanya

pernikahan beda agama, dan ada dinding penghalang kuat bagi mereka untuk

melakukan hal itu. Dalam agama Islam pun hal yang terpenting untuk

mencari pasangan adalah di lihat dari agamanya.

Kemudian, penulis juga mewawancarai salah seorang warga

kecamatan Cikande yang beragama Kristen Protestan, yaitu Bapak

R.Simarmata. Ia menjawab dan berpendapat tentang adanya perkawinan

beda agama. Menurutnya :

“perkawinan beda agama adalah perkawinan antara orang Hindu

dengan Kristen. Semua agama itu bagus dan baik tergantung

bagaimana kita yang menjalankannya, tapi kalau bisa pilihlah agama

yang sesuai dengan keyakinan kita. Dan dampaknya menurut saya,

27

Wawancara dengan Ibu Tita Kusniati, salah satu mayarakat di kecamatan Cikande 30 maret

2015 ( 20:00).

Page 18: BAB IV ANALISIS PERKAWINAN BEDA AGAMA A. Perkawinan

81

anak kita nantinya pasti bisa bingung mau ikut siapa dan menganut

agama apa”.28

Pada dasarnya, penjelasan dari Bapak R.Simarmata adalah ia juga

menyarankan hendaknya memilih pasangan yang satu keyakinan dengan

kita, agar kita dapat mudah menjalankan hubungan rumah tangga nantinya,

biarpun ia mengatakan bahwa menurutnya semua agama itu bagus dan baik,

tergantung bagaimana diri kita yang menyikapi dan menjalankan perbedaan

itu sendiri dalam rumah tangga kita nantinya.

Jadi penulis berpendapat dan bisa mengambil kesimpulan bahwa

sanya, menurut para Masyarakat Kecamatan Cikande juga sangat tidak

menyukai atau bahkan tidak setuju dengan adanya perkawinan beda agama

itu sendiri, baikpun itu di lakukan oleh laki-laki muslim dengan perempuan

ahli kitab. Karena dapat menimbulkan Madharat pula bagi laki-laki muslim

tersebut. Begitu pun menurut Bapak R.Simarmata menyatakan seperti apa

yang penulis telah sampaikan diatas.

28 Wawancara dengan Ibu Tita Kusniati, salah satu mayarakat di kecamatan Cikande 31

Maret 2015 (14:30).