perkawinan beda agama perspektif tafsir al...

106
i PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: Suripto Bero 21214003 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

i

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR

AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Suripto Bero

21214003

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

Page 2: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

ii

Page 3: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

iii

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR

AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Suripto Bero

21214003

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

Page 4: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

iv

Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.

Dosen IAIN Salatiga

PENGESAHAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

KepadaYth.

Dekan FakultasSyari’ah IAIN Salatiga

Di Salatiga.

Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Denganhormat, setelah di laksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka

naskah skripsi mahasiswa :

Nama : Suripto Bero

NIM : 212-14-003

Judul : Perkawinan Beda Agama Perspektif Tafsir al-Misbah dan

Buku Fiqh Lintas Agama.

Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam

sidang munaqosyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 26 September 2018

Pembimbing,

Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.

NIP.197411232000032002

Page 5: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

v

PENGESAHAN

SkripsiBerjudul:

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH

DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

Oleh:

Suripto Bero

NIM 212-14-003

Telah di pertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum

Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga,

pada tanggal 28September 20186dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

Dewan Sidang Munaqosyah:

KetuaPenguji : Muh. Hafidz, M. Ag.

SekretarisPenguji : Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.

Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, M. SI.

Penguji II : Luthfiana Zahriani, S. H., M. H.

Salatiga, 1 Oktober 2018

DekanFakultasSyariah IAIN

Dr. SitiZumrotun, M.Ag

NIP. 19670115 199803 2002

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYRI’AH Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423 Salatiga5022

Website:www.iainsalatiga.ac.idEmail : [email protected]

Page 6: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawahini :

Nama : Suripto Bero

NIM : 212-14-003

Jurusan : HukumKeluarga Islam

Fakultas : Syariah

Judul : PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR

AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-bena rmerupakan hasil karya

saya sendiri, buka njiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 1 Oktober 2018

Yang menyatakan,

Suripto Bero

NIM21214003

Page 7: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Khoirunnas anfa’uhum linnas”

Persembahan

Untuk orang tuadan keluarga tercintaku

Page 8: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta

alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta

karuniaNya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi

Muhamad SAW. Nabi akhir zaman yang akan selalu menjadi suritauladan bagi

umat islam sampai yaumulqiyamah. Amin.

Manusia tida kada yang sempurna. Begitupun dengan penulis, penulis

hanyalah makhluk yang tiada mungkin tidak ada kekurangan. Penulis hanyalah

manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam , sehingga

merupakan anugerah yang luar biasa dengan bekal niat dan dukungan dari banyak

pihak yang pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul: Perkawinan Beda Agama Perspektif Tafsir al-Misbah dan Buku Fiqh

Lintas Agama. Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terima

kaasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. Sit iZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakults Syariah IAIN Salatiga.

3. Bapak Sukron Ma’mun, M.Si,selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam.

4. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag, selaku Pembimbing Skripsi

5. Ibu Luthfiana Zahriani, S. H., M. H,selaku dosenPembimbing Akademik.

6. Segenap Bapak Ibu petugas Perspustakaan IAIN Salatiga yang selalu setulus

hati memberikan pelayanan terbaiknya.

Page 9: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

ix

7. Orang tua dan istri tercinta atas segala doa, bimbingan, arahan dan juga

kesabarannya.

8. Teman-teman Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2014.

9. Pihak-pihak yang mendukungku dan memberikan banyak ilmu serta

pengalaman.

Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang

telah diberikan selamaini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga

Allah membalas amal shalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis

menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian,

oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan.

Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang

bermanfaat dunia dan akhirat.Trima kasih.

Salatiga, 1 Oktober 2018

Penulis

Page 10: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

x

ABSTRAK

Bero, Suripto. 2018. “Perkawinan Beda Agama Perspektif Tafsir al-Misbah dan

Buku Fiqh Lintas Agama”.Skripsi.FakultasSyari’ah. Jurusan Hukum

Keluarga Islam .Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

PembimbingTri Wahyu Hidayati, M.Ag.

Kata kunci: Perkawinan, Beda Agama.

Tidak dipungkiri lagi bahwa perkawinan beda agama semakin marak

terjadi di tengah kehidupan masyarakat, problematika ini menjadi akar

permasalahan yang kemudian akan dibahas dalam Kitab Tafsir al-Misbah dan

Buku Fiqh Lintas Agama. Penelitian ini bertujuan untuk (1)

mengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al-

Misbah, (2) mengetahui bagaimanahukum perkawinan beda agama menurut

Buku Fiqih Lintas Agama, (3) mengetahui apa persamaan dan perbedaan

pemikiran kitab Tafsir al-Misbah dan Buku FiqihLintas Agama tentang

perkawinan beda agama serta bagaimana relevansinya terhadap Peraturan

Perundang -undangan di Negara Indonesia.

Penelitian ini bersifat literatur atau kepustakaan yang menggunakan kajian

terhadap buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Dalam penelitian ini

menggunakan metode deskriptif-analitis yang penulis gunakan untuk mengungkap

permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Penelitian ini menunjukkan hukum nikah beda agama dalam Tafsir al-

Misbah adalahdibolehkan dengandasar QS. al-Maidah ayat 5 yang menyatakan

kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita Ahl al-Kitab dengan tujuan dakwah,

dan larangan pernikahan beda agama yang bersandar pada QS. al-Baqarah ayat

221 dengan alasan dikhawatirkan akan membuat runtuhnya bangunan rumah

tangga karena perbedaan iman. Kemudian menurut Buku Fiqh Lintas Agama

tentang pernikahan beda agama ini diperbolehkan berdasarkan QS. al-Maidah ayat

5 yang menyatakan kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita Ahl al-Kitab,

dan karena berkembangnya zaman serta adanya ijtihad yang seringkali melahirkan

produk hukum baru, maka bisa dimungkinkan wanita muslimah boleh menikah

dengan laki-laki Ahl al-Kitab. Selanjutnya persamaan antara pemikiran M.

Quraish Shihab dan Nur Cholis Madjid adalah keduanya membolehkan seorang

laki-laki muslim menikah denga wanita Ahl al-Kitab, sedang perbedaannya yakni

dalam pemikiran Nur Cholis Madjid ini lebih luas memaknai kebolehan wanita

muslimah menikah dengan laki-laki Ahl al-kitab yang dimungkinkan bisa

diperbolehkan karena perkembangan zaman dan ijtihad yang seringkali

melahirkan produk hukum baru. Terkait dengan relevansinya dengan Perundang-

undangan berdasarkan keempat penjelasan tersebut di atas terdapat kontrovesri

dan ketidak sinambungan satu sama lain. KarenaUU No. 1 Tahun

1974hanyamengaturtentangkeabsahansuatupernikahansajadantidakmengatursecar

arincimengenaipernikahanbeda agama, sedangkan menurut Kompilasi Hukum

Islam lebih melarang adanya perkawinan beda agama.

Page 11: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iv

PENGESAHAN .............................................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

ABSTRAK ...................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar BelakangPenelitian .......................................................... 1

B. RumusanMasalah ...................................................................... 4

C. TujuanPenelitian ........................................................................ 4

D. KegunaanPenelitian ................................................................... 5

E. TelaahPustaka ............................................................................ 5

F. Metode Penelitian ...................................................................... 7

1. PendekatanPenelitian ........................................................... 7

2. Sumber Data ........................................................................ 8

3. Analisis Data ...................................................................... 8

Page 12: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

xii

G. Penegasan Istilah . ................................................................... 10

H. SistematikaPenulisan ............................................................... 11

BAB IIKAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 13

A. Perkawinan dalam Hukum Islam ............................................. 13

B. Syarat dan Rukun Perkawinan dalam Hukum Islam .............. 15

C. Larangan Perkawinan dalam Hukum Islam ............................ 19

D. Syarat dan Rukun Nikah dalam Peraturan Perundang-

undangan dan Kompilasi Hukum Islam ................................... 21

BAB III HUKUM NIKAH BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL-

MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA.....................31

A. Biografi M. Quraish Shihab ...................................................... 31

B. Metode Tafsir al-Misbah .......................................................... 36

C. Pemikiran Beda Agama menurut M. Quraish Shihab .............. 37

D. Pemikiran Beda Agama menurut Buku Fiqh Lintas Agama .... 52

E. Makna Kata Musyrik dan Ahl al-Kitab dalam Pandangan M.

Quraish Shihab dan Nur Cholis Madjid ................................... 75

F. Perkawinan Beda Agama dalam UU. No. 1 Tahun 1974 dan

Kompilasi Hukum Islam ........................................................... 76

BAB IV ANALISA ........................................................................................ 79

A. Analisa tentang Hukum Beda Agamamenurut M. Quraish Shihab

.................................................................................................. 79

B. Analisa tentang Hukum Beda Agamamenurut Buku Fiqh Lintas

Agama ....................................................................................... 82

Page 13: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

xiii

C. Analisa Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al-

Misbah dan Buku Fiqih Lintas Agama serta Relevansinya terhadap

Peraturan Perundang-undangan di Negara Indonesia ............... 84

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 88

A. Kesimpulan .............................................................................. 88

B. Saran ........................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 92

Page 14: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rasulullah di utus oleh Allah SWT kemuka bumi ini sebagai rasul

penutup dan penyempurna akhlak mansuia, begitu pula al-Quran sebagai

sumber hukum yang pertama risalah yang dibawa Rasulullah juga

merupakan kitab penyempurna dari kitab sebelumnya ( Zabur, Taurat dan

Injil ). Rasul diutus mewujudkan ummat yang rahmatal lil alamin . “Rasa

cinta dan kasih sayanglah yang menjadikan bumi tercipta, ber-putar

menunjukkan setiap peradabannya.” Demikian Jalaluddin Rumi berujar.

Menurutnya cintalah yang menjadi sebab semuanya. Rasa yang

keberadaan-nya jauh di luar kuasa manusia, sejauh khayal yang terbang,

manusia hanya dapat mewakilkannya dengan kata. Ia adalah fitrah

pemberian Allah. Allah yang menganugerahkan rasa cinta dan kasih

sayang kepada makhluk-Nya, karena memang Dia adalah Dzat yang

selalu dipenuhi ribuan cinta. Ia ciptakan semburat rasa itu agar antara

makhluk saling berkasih sayang, bertemu se-bagai makhluk Allah atas

nama cinta, untuk suatu saat nanti kembali kepada-Nya karena cinta.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang

pluralistik dengan beragam suku dan agama. Ini tercermin dari semboyan

bangsa Indonesia “ BHINEKA TUNGGAL IKA “. Dalam kondisi

keberagaman seperti ini bisa saja terjadi interaksi sosial di antara

Page 15: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

2

kelompok kelompok masyarakat yang berbeda kemudian berlanjut ke

perkawinan.

Agama sebagai aturan atau ketentuan dari langit yang mengatur

hubungan antara makhluk dan Tuhannya atau sebagai sistem sosial

merupakan sebuah kebutuhan pokok bagi manusia. Agama akan lebih

dibutuhkan lagi bila kita pahami sebagai nilai nilai ruhaniah dan spiritual.

Tak terkecuali agama Islam memiliki pandangan luhur dan syariat

(aturan) berkaitan dengan pernikahan . Adanya pandangan suci terhadap

pernikahan ini melahirkan paradigma dan apresiasi tinggi dan mulia

terhadap pernikahan. Karena hanya dengan pernikahan relasi laki-laki dan

perempuan dapat dibedakan dari kehidupan binatang. Hanya dengan

pernikahan seseorang dianggap telah menempuh cara terbaik untuk

menyalurkan kebutuhan biologis dan memperoleh keturunan.

هما يا ها زوجها وبث من أي ها الناس ات قوا ربكم الذي خلقكم من ن فس واحدة وخلق من رجالا كثيرا ونساء وات قوا اللو الذي تساءلون بو والأرحام إن اللو كان عليكم رقيبا

Artinya:

“Wahai Manusia bertakwalah kamu kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamu dari diri yang satu ( Adam ) dan Allah

menciptakan pasangannya ( Hawa ) dari (diri) nya , dan dari

keduanya Allah memperkembang biakan laki laik dan perempuan

yang banyak. Bertakwalah Kepada Allah yang dengan nama-Nya

kamu saling meminta dan peliharalah hubungan kekeluargaan”

.(Qs An nisa :1)

Perkawinan adalah fitrah kemanusian, maka dari itu Islam

menganjurkan untuk menikah, karena nikah merupakan gharizah

insaniyah ( naluri kemanusiaan ) bila gharizah insaniyah ini tidak

terkecekupi dengan jalan yang sah maka akan mencari jalan jalan syetan

Page 16: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

3

yang menjeruskan kelembah hitam ( “Aturan Pernikahan dalam Islam “

Farid Fatcturohman ).

Indonesia mendasarkan Negara dengan Ideologi Pancasila dan

legitimasi atas agama di Indonesia mendapatkan perlindungan secara

konstitusional, dan secara jelas disebutkan dalam UUD 1945 pasal 29

yang berbunyi sebagai berikut (Rosadi & Rais, 2006:01):

1. Negara berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya

dan kepercayaannya itu.

Seiring dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang

terjadi kompleks. Berkaitan dengan perkawinan belakangan ini sering

tersiar dalam berbagai media terjadinya perkawinan yang dianggap

problematis dalam kehidupan bermasyarakat.

Sudah tidak dipungkiri lagi terkait pasangan yang berbeda agama

dan keyakinan yang semakin marak dalam kehidupan kita, mereka

mempertahankan agama dan keyakinan masing masing tetapi mereka

tetap mempertahankan cinta mereka ke jenjang pernikahan. Problematika

ini menjadi akar permasalahan yang akan kami bahas pada kesempatan

ini tentang pendapat M Quraish Shihab Dalam tafsir Al Misbahnya dan

Mohammad Monib, Ahmad Norcholish dalam Fiqh Lintas Agamanya.

Page 17: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

4

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti sampaikan

di atas, maka peneliti dapat merumuskan beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana Hukum Perkawinan Beda Agama menurut Tafsir al-

Misbah?

2. Bagaimana Hukum Perkawinan Beda Agama menurut Buku Fiqih

Lintas Agama ?

3. Apa Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al-Misbah dan

Buku Fiqih Lintas Agama tentang Perkawinan Beda Agama serta

Bagaimana Relevansinya terhadap Peraturan Perundang -undangan di

Negara Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap

kegiatan atau aktivitas yang dilakukan seseorang pasti mempunyai tujuan

yang ingin dicapai. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana hukum perkawinan beda agama menurut tafsir al-

Misbah

2. Bagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Buku Fiqh

Lintas Agama

3. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran kitab tafsir al-Misbah dan

Fiqih Lintas Agama tentang perkawinan beda agama serta bagaimana

relevansinya terhadap Peraturan Perundang-undangan di Negara

Indonesia.

Page 18: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

5

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini

diantaranya adalah:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara

teoritis bagi dunia akademik dan hukum yang ada di Indonesia.

2. Secara Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan di antaranya:

a. Memperkaya pemahaman ajaran hukum Islam sebagai hukum

yang rohmattan li al-alamin bagi penduduk Indonesia yang

dinamis.

b. Diharapkan menjadi bahan pertimbangan konsep hukum di

Indonesia yang sesuai dengan ideologi dan nilai-nilai luhur

bangsa Indonesia.

E. Telaah Pustaka

Fenomena Perkawinan Beda Agama akan selalu menjadi hal yang

kontroversi di tengah masyarakat luas, karena persoalan ini selain

menyangkut keperdataan antar manusia juga menyangkut masalah

keyakinan. Adapun penelitian ini sesungguhnya penelitian lanjutan,

karena sebelumnya terdapat banyak penelitian yang berbicara tentang

masalah Perkawinan Beda Agama diantaranya ada beberapa buku dan

skripsi yang penulis temukan.

Page 19: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

6

Pertama, di dalam skripsi yang disusun oleh Ahmad Hasan

Mafatih tahun 2006 STAIN Surakarta yang berjudul “Perkawinan Antar

Agama suatu Analisis Pandangan Muhammad Ali As-Shabuni tentang

perkawinan Al Musyrikah dengan Ahl al-kitab”. Kesimpulan dalam

skripsi ini menjelaskan bahwa As Shabuni memperbolehkan laki-laki

muslim menikah dengan wanita Ahl al-Kitab dan mengharamkan

terjadinya pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita musyrik.

Sedangkan pernikahan antara wanita uslimah dengan laki-laki non

muslim lain baik laki-laki Ahl al-kitab ataupun musyrik adalah haram.

Kedua, skripsi yang berjudul “Nikah Beda Agama (Studi

komparasi Pemikiran Nurcholish Madjid dan Siti Musdah Mulia)”.

Skripsi ini disusun oleh Mar Atur Robikhah pada tahun 2011 UIN Sunan

Kalijaga. di dalam skripsi ini membahas tentang hukum nikah beda

agama menurut Nurcholish Madjid dan Siti Musdah Mulia. Kesimpulan

dalam skripsi ini Nurcholish Madjid berpendapat bahwa pernikahan beda

agama antara pria muslim dengan wanita non muslim atau Ahl al-Kitāb

hukumnya boleh dengan pertimbangan dakwah untuk membentuk

keluarga sakinah mawaddah dan rohmah. Pendapat tersebut dipengaruhi

paham pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah jalan

yang sama-sama menuju Tuhan yang sama. Berbeda dengan pendapat Siti

Musdah Mulia yang membolehkan perempuan muslim menikah dengan

laki-laki non muslim atau Ahl al-Kitāb dengan alasan potensi perempuan

muslim dalam menentukan identitas agama anaknya lebih besar dari pada

Page 20: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

7

potensi laki-laki muslim. Sehingga perempuan muslim lebih berhasil

mengajak anak-anaknya ke lingkungan agama yang dianut ibunya.

Ketiga, skripsi yang berjudul “Pernikahan Beda Agama Dalam

Pemikiran Muslim (Studi Komparasi Antara Mahmud Syaltūt Dan M.

Quraish Shihab)”. Skripsi ini disusun oleh Basoruddin pada tahun 2004

UIN Sunan Kalijaga. Dalam skripsi ini membahas tentang hukum

pernikahan beda agama menururt Mahmud Syaltūt Dan M. Quraish

Shihab. Mahmud Syaltūt Dan M. Quraish Shihab sama-sama

mengharamkan nikah beda agama dengan dasar hukum Q.S al Baqarah

(2): 221 dan memperbolehkan laki-laki muslim nikah dengan perempuan

Ahl al-Kitab, hanya pemaknaan redaksi ayat “wa al-muḥṣanāh min al-

mu‟mināh wa al- muḥṣanāh min al-lażīn ūtu al-kitāb” saja yang dari

masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda, dengan metode yang

berbeda pula.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat literatur (kepustakaan), sehingga

penelitian ini menggunakan kajian terhadap buku-buku yang ada

kaitannya dengan judul skripsi ini, yaitu Tafsir Al Misbah karangan

M . Quraish Shihab Dan Fiqh Lintas Agama Karangan Mohammad

Monib dan Ahmad Nurcholish dan buku lain yang membahas tentang

Pernikahan beda Agama . Penelitian dilakukan dengan mencermati

sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku artikel atau

Page 21: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

8

lainnya yang berkaitan dengan Pernikahan Beda Agama (Nazir,

1998:62).

2. Sumber Data

Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini

menggunakan metode pencarian data berupa buku, artikel, dokumen

dan lain sebagainya. Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk

memberi gambaran penyajian laporan (Arikunto, 1987:135).

Sedangkan data-data tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama

digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini.

Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Tafsir Al

Misbah karangan M . Quraish Shihab dan Fiqh Lintas Agama

karangan Mohommad Monib dan Ahmad Nurcholish.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-

buku, artikel, dan sumber terkait lainnya.

3. Analisis Data

Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa

metode, yaitu:

a. Metode Deskriptif

Peneliti melakukan analisis data dengan metode deskripsi,

yaitu menggambarkan pemikiran-pemikiran M. Quraish Shihab

Page 22: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

9

Dan Mohammad Monib , Ahmad Nurcholish tentang materi

yang terkait dengan penelitian.

b. Metode Analisis

Analisis data merupakan cara penanganan terhadap obyek

ilmiah dengan jalan memilih-milih antara pengertian yang satu

dengan pengertian yang lain untuk mendapatkan pengertian yang

baru (Sumargono, 1989:21). Data yang terkumpul selanjutnya

peneliti analisa dengan menggunakan teknik analisa data, dengan

cara:

1) Kategorisasi

Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap

satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan

(Moleong, 2011: 288). Peneliti melakukan kategorisasi

dengan cara memilah setiap data yang didapatkan, data dari

dokumen atau buku-buku terkait penelitian ini. Kategorisasi

dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menyatukan

data-data tersebut.

2) Sintesisasi

Sintesisasi merupakan mencari kaitan antara satu

kategori dengan kategori yang lain agar bertemu titik

permasalahan (Moleong, 2011:289). Data yang telah

dikategorikan oleh peneliti kemudian dicari titik temu satu

Page 23: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

10

sama lain dan kemudian disatukan dalam pembahasan yang

sama sehingga menjadi sebuah penjelasan yang utuh.

3) Reflektif Thinking

Metode Reflektif thinking yaitu berfikir yang

prosesnya mondar-mandir antara yang empiris dengan yang

abstrak. Empiris yang khusus dapat saja menstimulasi

berkembangnya abstrak yang luas, dan menjadikan mampu

melihat relevansi empiris pertama dengan empiris-empiris

yang lain yang termuat dalam abstrak baru yang dibangunnya

(Muhadjir, 1991: 66-67). Metode ini digunakan untuk

melihat relevansi dalam kitab tafsir Al Misbah dan Fiqh

Lintas Agama terhadap pernikahan beda agama dalam

kehidupan sekarang dan Undang Undang Perkawinanan No

1 tahun 1974.

G. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul skripsi,

maka penulis memberikan pengertian dan batasan skripsi ini, yaitu:

1. Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin

yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan

jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan

disebut juga pernikahan, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa

artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk

Page 24: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

11

bersetubuh (wathi’). Kata nikah sendiri sering dipergunakan untuk

arti persetubuhan, juga untuk arti akad nikah (Gozali, 2003: 7).

Abdur Rahman Gazaly mengutip pendapat Muhammad Abu

Israh memberikan definisi yang lebih, pernikahan ialah akad yang

memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan

keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadaka tolong

menolong, dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan

kewajiban bagi masing-masing (Gozali, 2006: 1).

2. Perkawinan Beda Agama

Perkawinan yang dilakukan oleh sepasang laki - laki dan

perempuan yang berbeda agama atau pun kepercayaan.

H. Sistematika Penulisan

Bab I, dalam bab ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencakup

latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

telaah pustaka, metode penelitian, penegasan istilah dan diakhiri dengan

sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini berisikan penjelasan mengenai pernikahan

menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan.

BAB III, dalam bab ini berisikan Biografi M. Quraish Shihab,

Metode Tafsir al-Misbah, Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut

Tafsir Al Misbah, Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Buku Fiqh

Lintas Agama, Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al-

Misbah dan Fiqih Lintas Agama tentang Perkawinan Beda Agama serta

Page 25: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

12

Relevansinya terhadap Peraturan Perundang-undangan di Negara

Indonesia.

BAB IV, dalam bab ini merupakan bagian inti dari penelitian

skripsi yang berisikan Analisa Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut

Tafsir Al Misbah, Analisa Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut

Fiqh Lintas Agama, Analisa Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab

Tafsir al-Misbah dan Fiqih Lintas Agama tentang Perkawinan Beda

Agama serta Relevansinya terhadap Peraturan Perundang-undangan di

Negara Indonesia.

BAB V, dalam bab ini berisikan tentang penutup, meliputi

kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan saran.

Page 26: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perkawinan dalam Hukum Islam

Perkawinan juga disebut pernikahan yang berasal dari bahasa Arab

yaitu nakaha yang pempunyai arti mengumpulkan, saling memasukkan

dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi‟). Nikah menurut arti asli

adalah hubungan seksual, tetapi menurut arti majazi atau arti hukum

adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai

suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita (Idris, 2002: 1).

Kata nakaha banyak terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti nikah atau

kawin, seperti QS. An-Nisa’ ayat 22 di bawah ini:

ولا ت نكحوا ما نكح آباؤكم من النساء إلا ما قد سلف إنو كان فاحشة ومقتا

(۲۲) سبيلا وساء

Artinya:

”Janganlah kamu menikahi perempuan yang telah pernah

dinikahi oleh ayahmu kecuali apa yang telah berlalu” (QS.

An-Nisa’: 22)

Menurut Abu Yahya Zakariya Al-Anshari mendefinisikan Nikah

menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum

kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata

yang semakna dengannya.

Dari pengertian tersebut di atas dibuat hanya melihat dari satu segi

saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan

Page 27: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

14

seorang wanita yang semula dilarang menjadi halal (Rahman, 2003: 9).

Dari beberapa pendapat mengenai pengertian perkawinan tersebut banyak

beberapa pendapat yang satu sama lain berbeda. Tetapi perbedaan

tersebut sebetulnya bukan untuk memperlihatkan pertentangan yang

sungguh-sungguh antara pendapat satu dengan pendapat lainnya.

Perbedaan tersebut hanya keinginan para perumus untuk memasukkan

unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya dalam merumuskan pengertian

perkawinan di pihak yang lain. Dalam hukum Islam hukum perkawinan

ada lima yang semuanya dikembalikan pada calon suami istri, yang

adakalanya hukum menjadi (Soedarsono, 1994: 75):

1. Mubah (jaiz), sebagaimana asal hukumnya;

2. Sunnah, bagi orang yang sudah mampu baik secara dhohir

maupun secara batin (culup mental dan ekonomi);

3. Wajib, perkawinan hukumnya bisa menjadi wajib bagi mereka

yang sudah mampu secara dhohir dan batin serta dikwatirkan

terjebak dalam perbuatan zina;

4. Haram, pernikahan bisa menjadi raram hukumnya bagi mereka

yang berniat untuk menyakiti perempuan yang akan dinikahkan;

5. Makruh, pernikahan bisa berubah menjadi makruh bagi mereka

yang belum mampu member nafkah baik secara dhohir maupun

batin.

Page 28: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

15

B. Syarat dan Rukun Perkawinan dalam Hukum Islam

Sebelum menginjak lebih jauh tentang syarat dan rukun

perkawinan, maka harus dipahami apa makna syarat dan rukun itu sendiri.

Adapun syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau

tidaknya suatu pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah, tetapi pekerjaan

tersebut bukan ternasuk dalam rangkaian itu sendiri, seperti halnya

menutup aurat dalam shalat atau dalam perkawinan dalam Islam bahwa

calon suami atau istri harus beragama Islam. Sedangkan makna dari rukun

itu sendiri adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan

tidaknya suatu pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan pekerjaan

tersebut termasuk dalam rangkaian ibadah itu sendiri, seperti adanya

calon pengantin laki-laki dan calon perempuan dalam perkawinan

(Rahman, 2003: 46).

Adapun syarat dalam pernikahan adalah merupakan dasar bagi

sahnya perkawinan. Apabila syarat-syarat tersebut dipenuhi maka sah

perkawinan itu dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban

sebagai suami istri. Dalam hal hukum perkawinan, dalam menentukan

mana yang rukun dan mana yang syarat terdapat perbedaan di kalangan

ulama, yang mana perbedaan di antara pendapat tersebut disebabkan

karena berbeda dalam melihat fokus perkawinan itu. Semua ulama

sepakat dalam hal-hal yang terlibat dan harus ada dalam suatu perkawinan

yaitu (Amir, 2007: 59):

1. Akad nikah,

Page 29: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

16

2. Mempelai laki-laki dan perempuan,

Dalam kedua pempelai harus termasuk orang yang bukan muhrim,

seperti dalam surat An-Nisa’ ayat: 22-23 yaitu:

ولا ت نكحوا ما نكح آباؤكم من النساء إلا ما قد سلف إنو كان فاحشة ومقتا وساء (۲۲سبيلا )

اتكم وخالاتكم وب نات الأخ وب نات حرمت هاتكم وب ناتكم وأخواتكم وعم عليكم أمهات نسائكم وربائبكم هاتكم اللات أرضعنكم وأخواتكم من الرضاعة وأم الأخت وأم

جناح سائكم اللات دخلتم بن فإن ل تكونوا دخلتم بن فلاف حجوركم من ن عليكم وحلائل أب نائكم الذين من أصلابكم وأن تمعوا ب ي الأخت ي إلا ما قد سلف

(۲۳) إن اللو كان غفورا رحيما

Artinya:

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah

dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah

lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci

Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-

anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang

perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;

saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-

anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;

ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan

sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu

yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu

campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu

(dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu

mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak

kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam

perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang

telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Dari ayat tersebut, maka muhrim dapat dibagi menjadi, yaitu:

a) Ibu kandung;

Page 30: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

17

b) Anak perempuan;

c) Saudara perempuan baik saudara perempuan seibu-sebapak ;

d) Saudara perempuan dari bapak termasuk semua anak-anak

perempuan dari kakek atau nenek;

e) Saudara perempuan dari ibu;

f) Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki atau parempuan

g) Ibu sesusuan

h) Saudara sesusuan

i) Mertua perempuan

j) Anak tiri

k) Istri anak kandung sendiri dan istri anak-anak keturunannya

l) Dua saudara menjadi istri juga saudara perempuan bersama

saudara ibu/bapaknya.

3. Wali

Bagi mempelai perempuan harus ada izin atau persetujuan

dari wali, sedang bagi mempelai laki-laki izin atau persetujuan di

perlukan selama belum dewasa. Sedangkan yang menjadi wali

menurut urutan adalah (Samidjo, 1993: 125):

a) Bapak

b) Kakak

c) Saudara laki-laki seibu sebapak

d) Saudara laki-laki sebapak

e) Anak saudara laki-laki seibu sebapak

Page 31: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

18

f) Anak saudara sebapak

g) Saudara laki-laki dari bapak, yang seibu sebapak

h) Saudara laki-laki dari bapak, yang sebapak

i) Anak laki-laki dari saudara laki-laki dari bapak, yang seibu

sebapak

j) Anak laki-laki dari Saudara laki-laki dari bapak, yang

sebapak

4. Dua orang saksi

Dalam sahnya perkawinan harus ada sedikitnya dua orang

saksi, yang syarat-syaratnya sebagai berikut:

a) Seorang muslim

b) Seorang merdeka

c) Dewasa

d) Pikiran sehat

e) Kelakuan baik.

5. Mahar atau mas kawin.

Dalam Islam “Sadaq” berarti mas kawin dan juga disebut

mahar, dalam perkawinan harus ada mahar atau mas kawin yaitu

suatu pemberian dari pihak laiki-laki sesuai dengan permintaan

pihak perempuan. Sedangkan besarnya mahar tidak dibatasi,

Islam hanya memberikan prinsip pokok yaitu secara ma’ruf

artinya dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan kemampuan

suami.

Page 32: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

19

C. Larangan Perkawinan dalam Hukum Islam

Meskipun dalam pernikahan telah dipenuhi syarat dan rukun

perkawinan belum tentu perkawinan itu sah, karena pernikahan tersebut

harus lepas dari segala hal yang menghalanginya dan disebut juga

larangan perkawinan. Sedangkan larangan perkawinan dalam pembahasan

ini adalah orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan.

Menurut hukum syara’ larangan pernikahan dalam Islam

antaraseorang laki-laki dan seorang perempuan dibagi menjadi dua

yaitu larangan abadi atau selamanya dalam arti sampai kapan pun dan

dalam keadaan apapun laki-laki dan perempuan tidak boleh melakukan

perkawinan yang disebut juaga Mahram Muabbad.

Berdasarkan QS. an-Nisa ayat 23, wanita-wanita yang haram

dinikahi untuk selamanya (mahram muabbad) karena pertalian nasab,

yaitu (Tihami, 2009: 65):

1. Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan

garis ke atas, yaitu ibu, nenek (baik dari pihak ayah maupun ibu)

2. Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah

dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak perempuan, cucu

perempuan, baik dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan

dan seterusnya ke bawah.

3. Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja atau seibu

saja.

Page 33: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

20

4. Bibi, saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung

ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

5. Kemenakan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan

saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke

bawah.

Kemudian larangan yang kedua yaitu, larangan sementara waktu

tertentu, jika suatu ketika bila keadaan dan waktu tertentu sudah berubah

ia sudah tidak lagi menjadi haram dan pernikahan tersebut mahram

muaqqat atau di sebut juga mahram ghairu muabbad.

Mahram ghairu muabbad adalah larangan perkawinan yang

berlaku untuk sementara waktu yang di sebabkan oleh hal tertentu.

Larangan perkawinan (mahram ghairu muabbab) itu berlaku dalam hal-

hal tersebut dibawah ini:

a) Menikahi dua orang saudara dalam satu masa

b) Poligami di luar batas

c) Larangan karena ikatan perkawinan

d) Larangan karena talak tiga

e) Larangan karena ihram

f) Larangan karena perzinaan

g) larangan karena beda agama

Page 34: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

21

D. Syarat dan Rukun Nikah dalam Perundang-undangan dan Kompilasi

Hukum Islam

Syarat-syarat perkawinan juga diatur dalam Perundang-undangan

Indonesia yaitu dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam Undang-undang Nomor

1 Tahun 1974 diatur dalam Pasal 1 sampai dengan 12. Syarat-syarat yang

harus dilaksanakan sebelum pihak melangsungkan perkawinan terbagi

atas syarat materil dan formil. Syarat materil adalah mengenai diri pribadi

calon suami istri, sedangkan syarat formil adalah mengenai formalitas

atau prosedur yang harus diikuti oleh calon suami istri sebelum maupun

pada saat dilangsungkannya perkawinan (Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM Kementrerian Hukum dan HAM RI, hal 25). Dalam

pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan menyatakan:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

Dalam Pasal 2 ayat (2) menyatakan:

“Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.”

Pada dasarnya sahnya suatu perkawinan menurut Undang-undang

ialah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaan setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan, setelah

sah menurut agama dan kepercayaannya itu barulah Perkawinan tersebut

Page 35: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

22

dicatat untuk mendapatkan pengakuan dari Negara (Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM Kementrerian Hukum dan HAM RI, hal. 25).

Syarat materil terbagi menjadi 2 (dua) yaitu syarat materil umum

yang berlaku bagi pernikahan pada umumnya dan syarat materil

khusus bagi pernikahan tertentu. Syarat materil umum diatur pada pasal 6

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu:

(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai

umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang

tua.

(3) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau

dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehandaknya, maka

izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang

tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu

menyatakan kehendaknya.

(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam

keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin

diperoleh dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang

mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas

selama mereka masih hidup dalam keadaan menyatakan

kehendaknya.

(5) Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud

dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih

Page 36: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

23

diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan

dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan

perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan ijin

setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang tersebut dalam

ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.

(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai (5) pasal ini berlaku

sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya

itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Yang dimaksud dengan persetujuan kedua calon mempelai dalam

ayat 1 adalah adanya persetujuan bebas tanpa adanya paksaan lahir dan

bathin dari pihak manapun untuk melaksanakan perkawinan, karena pada

hakikatnya perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat

membentuk keluarga yang kekal dan bahagia (Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM Kementrerian Hukum dan HAM RI, hal. 26).

Undang-undang ini juga mengatur tentang persyaratan umur minimal bagi

calon suami dan calon istri serta beberapa alternatif lain untuk

mendapatkan jalan keluar apabila ketentuan umur minimal tersebut

belum terpenuhi. Mengenai masalah umur ini masih merupakan syarat

materil yaitu tercantum dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan yaitu:

(1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19

tahun (sembilan belas) tahun dan puhal wanita sudah mencapai

usia 16 (enam belas) tahun.

Page 37: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

24

(2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta

dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh

kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.

(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua

orang tua tersebut Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-Undang ini,

berlaku juga dalam permintaan dispensasi tersebut ayat (2) Pasal

ini dengan tidak mengurani yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat

(6).

Syarat materil khusus yang berisi izin melangsungkan perkawinan

dapat dilihat dalam pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan tersebut (Badan Penelitian dan Pengembangan

HAM Kementrian Hukum dan HAM RI, hlm. 27).

Syarat-syarat formil dalam perkawinan juga terbagi 2 (dua) yaitu:

1. Syarat formil yang dilakukan sebelum perkawinan dilangsungkan

adalah:

a. Perkawinan harus didahului oleh suatu pemberitahuan oleh

kedua calon mempelai kepada pegawai pencatat nikah

(pegawai Kantor Urusan Agama untuk yang beragama Islam

dan pegawai Kantor Catatan Sipil untuk yang beragama

selain Islam).

b. Pemberitahuan harus dilengkapi dengan surat-surat

pembuktian yang diperlukan sesuai dengan syarat-syarat

Page 38: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

25

yang ditentukan oleh Undang-undang untuk pelaksanaan

perkawinan.

c. Pelaksanaan perkawinan baru dapat dilaksanakan setelah

lampau tenggang waktu 10 (sepuluh) hari terhitung dari

tanggal pemberitahuan.

2. Syarat formil yang dilakukan pada saat dilangsungkannya

perkawinan adalah:

a. Perkawinan dilangsungkan oleh atau dilakukan di hadapan

pegawai pencatat nikah (pegawai Kantor Urusan Agama

untuk yang beragama Islam dan pegawai Kantor Catatan

Sipil untuk yang beragama selain Islam).

b. Perkawinan harus dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila telah

dipenuhi syarat-syaratnya, baik syarat materil maupun syarat formil maka

kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri. Apabila syarat-syarat

tersebut tidak dipenuhi maka dapat menimbulkan ketidakabsahan

perkawinan yang bisa saja akan mengakibatkan batalnya suatu

perkawinan (Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementrerian

Hukum dan HAM RI, hal. 28). Sebagaimana diatur dalam Pasal 22

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang

berbunyi:

“Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi

syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”.

Page 39: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

26

Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan diatur dalam

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

yaitu:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau

isteri

b. Suami atau isteri

c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan diputuskan

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang

ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara

langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah

perkawinan ini putus.

Kompilasi Hukum Islam juga mengatur tentang Rukun dan Syarat

Perkawinan dalam Pasal 14 sampai dengan pasal 38. Berbeda dengan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi

Hukum Islam membahas rukun perkawinan mengikuti sistematika fikih

yang mengaitkan rukun dan syarat sahnya perkawinan.

Pada bagian

kesatu Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam menyatakan, untuk

melaksanakan perkawinan harus ada:

a. Calon suami

b. Calon istri

c. Wali nikah

d. Dua orang saksi dan

e. Ijab Kabul

Page 40: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

27

Kompilasi Hukum Islam menjelaskan lima rukun perkawinan

sebagaimana fikih, dalam persyaratannya Kompilasi Hukum Islam

mengikuti Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang

melihat syarat hanya berkenaan dengan persetujuan kedua calon

mempelai dan batasan umur. Pasal-pasal berikutnya juga membahas

tentang wali (Pasal 19), saksi (Pasal 24), akad nikah (Pasal 27), namun

sistematikanya diletakkan pada bagian yang terpisah dari pembahasan

rukun. Kompilasi Hukum Islam tidak mengikuti skema fikih juga tidak

mengikuti Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang hanya

membahas persyaratan perkawinan menyangkut kedua calon mempelai.

Bagian mengenai wali nikah, Pasal-pasal Kompilasi Hukum Islam

menyatakan:

“Wali nikah alam perkawinan merupakan rukun yang harus

dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk

menikahkannya.

Dalam Pasal 20 dinyatakan:

1. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang

memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan balig.

2. Wali nikah terdiri dari:

a. Wali nasab

b. Wali hakim.

Pada Pasal 21 dibahas empat kelompok wali nasab yang

pembahasannya samadengan fikih Islam seperti pertama ,kelompok

Page 41: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

28

kerabat laki-laki garis keturunan keatas. Kedua, kelompok kerabat

saudara laki-laki kandung, seayah dan keturunan laki-laki mereka. Ketiga,

kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara

seayah dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-

laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-

laki mereka.

Menyangkut wali hakim dinyatakan pada Pasal 23 yang berbunyi:

1. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali

nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirinya atau tidak

diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau adlal atau enggan.

2. Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat

bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan

Agama tentang wali tersebut.

Mengenai saksi nikah Kompilasi Hukum Islam masih senada

dengan apa yang berkembang dalam fikih. Pada bagian keempat

Pasal 24 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa saksi nikah merupakan rukun

nikah dan setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi.

Mengenai syarat saksi terdapat pada Pasal 25 yang berbunyi:

“Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah

seorang laki-laki muslim, adil, akil, balig, tidak terganggu ingatan dan

tidak runa rungu atau tuli”.

Pada Pasal 26 berbicara tentang keharusan saksi menghadiri akad

nikah secara langsung dan menandatangani akta nikah secara langsung

Page 42: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

29

dan menandatangani akta nikah pada waktu dan tempat akad nikah

dilangsungkan (Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementrian

Hukum dan HAM RI, hlm. 30).

Bagian kelima Pasal 27 Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang

akad nikah, ijab kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas,

beruntun dan tidak berselang waktu. Pasal 28 mengatur tentang kebolehan

wali nikah untuk mewakilkan hak walinya kepada orang lain. Pasal 29

memberi ruang kepada calon mempelai pria dimana dalam keadaan

tertentu dapat mewakilkan dirinya kepada orang lain dengan syarat

adanya surat kuasa dan pernyataan bahwa orang yang diberi kuasa adalah

mewakili dirinya, diatur pula pada ayat (3), jika wali keberatan dengan

perwakilan calon mempelai pria maka akad nikah tidak dapat

dilangsungkan. Mahar sebagai syarat sah perkawinan juga diatur dalam

Kompilasi Hukum Islam yaitu pada Pasal 30 sampai 38, dalam Pasal 30

dinyatakan:

”Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon

mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua

belah pihak”.

Pasal yang juga sangat penting diperhatikan adalah terdapat dalam

Pasal 31 yang berbunyi:

“Penentuan Mahar berdasarkan atas asas kesederhanaan dan

kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran islam.”

Page 43: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

30

Dengan demikian meskipun mahar itu wajib, namun dalam

penentuannya tetaplah harus mempertimbangkan asas kesederhanaan dan

kemudahan. Maksudnya, bentuk dan harga mahar tidak boleh

memberatkan calon suami dan tidak pula boleh mengesankan asal ada

atau apa adanya, sehingga calon istri tidak merasa dilecehkan atau

disepelekan. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan, dalam Kompilasi Hukum Islam juga dikenal

batalnya suatu perkawinan apabila syarat-syarat perkawinan tidak

dipenuhi oleh suami isteri yang melangsungkan perkawinan maka

perkawinanya tersebut dapat dibatalkan.

Adapun perkawinan beda agama dalam Kompilasi Hukum Islam

secara ekspilisit dapat dilihat dari ketentuan empat pasal.

1. Pada pasal 40 KHI, dinyatakan; Dilarang melangsungkan perkawinan

antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:

a. Karena wanita yang bersangutan masih terikat satu perkawinan

dengan pria lain.

b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria

lain.

c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam (Departemen Agama

RI, Kompilasi Hukum Islam, 1993: 32).

2. Pasal 44 KHI; ”Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan

perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.”

(Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, 1993: 33).

Page 44: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

31

3. Pasal 61 KHI; ”Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk

mencegah perkawinan kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama

atau ikhtilaf al-din (Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum

Islam, 1993: 39).

4. Pasal 116 KHI; Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-

alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabok, pemadat,

penjudi dan lain sebaginya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun

berturut-turut tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara (lima) tahun, atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankannya sebagai suami atau istri.

e. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

f. Suami melanggar taklik talak.

g. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidak rukunan dalam rumah tangga (Departemen Agama RI,

Kompilasi Hukum Islam, 1993: 59).

Page 45: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

32

BAB III

HUKUM NIKAH BEDA AGAMA PERSPEKTIK TAFSIR AL-MISBAH

DAN FIQIH LINTAS AGAMA

A. Biografi M. Quraish Shibab

M. Quraish Shihab atau yang biasa dikenal dengan nama Quraish

Shihab lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang, Sulawesi Selatan

(Abuddin, 2005: 362). Beliau telah dilahirkan dan dibesarkan dalam

lingkungan keluarga muslim yang taat beragama, yang sebagian orang

menyebut sebagai keluarga Habib (Sayyid). Ayahnya bernama

Abdurrahman Shihab (1905-1986), seorang ulama yang memiliki

keturunan Arab yang terpelajar, guru besar tafsir di IAIN Alauddin,

Ujung Pandang, dan termasuk salah satu pendiri Universitas Muslim

Indonesia (UMI), Makasar (Junaidi, 2011: 24).

Sebagai seorang yang memiliki pikiran maju, Abdurrahman yakin

bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan

pandangannya yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang

pendidikannya, yaitu Jami'atul Khair, lembaga pendidikan Islam tertua di

Indonesia. Murid-murid belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-

gagasan pembaruan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga

ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di

Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-

guru yang didatangkan ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad

Page 46: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

33

Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika. M. Quraish Shihab

menyelesaikan sekolah dasarnya di kota Ujung pandang. Ia kemudian

melanjutkan sekolah menengahnya di kota Malang sambil belajar agama

di Pesantren Dar al-Hadits al-Fiqhiyah. Pada tahun 1958, ketika berusia

14 tahun, ia berangkat ke Kairo, Mesir untuk melanjutkan studi, dan

diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Setelah itu ia diterima sebagai

mahasiswa di Universitas Al-Azhar dengan mengambil Jurusan Tafsir

dan Hadis, Fakultas Ushuluddin hingga menyelesaikan Lc pada tahun

1967. Kemudian ia melanjutkan studinya di jurusan dan universitas yang

sama hingga berhasil mempertahankan tesisnya yang berjudul Al-

Ijazasyri'i li Alquranal-Karim pada tahun 1969 dengan gelar M.A.

Setelah menyelesaikan studinya dengan gelar M.A. tersebut, untuk

sementara ia kembali ke Ujung Pandang. Dalam kurun waktu kurang

lebih sebelas tahun (1969 sampai 1980) ia terjun ke berbagai aktivitas

sambil menimba pengalaman empirik, baik dalam bidang kegiatan

akademik di IAIN Alauddin maupun di berbagai institusi pemerintah

setempat. Dalam masa menimba pengalaman dan karier ini, ia terpilih

sebagai Pembantu Rektor III IAIN Ujung Pandang. Selain itu, ia juga

terlibat dalam pengembangan pendidikan perguruan tinggi swasta wilayah

Timur Indonesia dan diserahi tugas sebagai koordinator wilayah. Di

tengah-tengah kesibukannya itu, ia juga aktif melakukan kegiatan ilmiah

yang menjadi dasar kesarjanaannya. Beberapa penelitian telah

dilakukannya. Di antaranya, ia meneliti tentang “Penerapan Kerukunan

Page 47: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

34

Hidup Beragama di Timur Indonesia” (1975), dan “Masalah Wakaf di

Sulawesi Selatan” (1978) (Abuddin, 2005: 363). Pada tahun 1980, M.

Quraish Shihab kembali ke Mesir untuk meneruskan studinya di Program

Pascasarjana Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Al-

Azhar. Hanya dalam waktu dua tahun (1982) dia berhasil menyeiesaikan

disertasinya yang berjudul “Nazm al-Durar li al- Biqai Tahqiq wa

Dirasah” dan berhasil dipertahankan dengan nilai Suma Cum Laude.

Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi M. Quraish

Shihab untuk melanjutkan kariernya. Beliau pindah tugas dari IAIN

Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini beliau

aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Alquran di Program SI, S2 dan S3

sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai

dosen, beliau juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN

Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu

beliau dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama

kurang lebih selama dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian dia

diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik

Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap Negara

Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.

Kehadiran M. Quraish Shihab di Ibu kota Jakarta telah

memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini

terbukti dengan adanya berbagai kegiatan yang dijalankannya di tengah-

tengah masyarakat. Selain mengajar, beliau juga dipercaya untuk

Page 48: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

35

menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis

Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih

Alquran Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa

organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan

Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini berdiri.

Selanjutnya beliau juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu

Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang beliau lakukan

adalah sebagai Dewan Studia Islamika Indonesian Journal for Islamic

Studies, Ulumul Qur‟an, Mimbar Ulama, dan Refleksi Jurnal Kajian

Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta. Di samping

kegiatan tersebut di atas, M. Quraish Shihab juga telah dikenal sebagai

penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar belakang

keilmuan yang kokoh yang beliau tempuh melalui pendidikan formal

serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan

dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, kecenderungan

pemikiran yang moderat, beliau tampil sebagai penceramah penulis yang

bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini beliau

lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin

dan Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti Istiqlal serta di

sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di bulan

Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI, Metro TV

mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya.

Page 49: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

36

Di tengah-tengah berbagai aktivitas sosial, keagamaan tersebut, M.

Quraish Shihab juga tercatat sebagai penulis yang sangat prolifik. Buku-

buku yang telah beliau tulis antara lain berisi tentang kajian di sekitar

epistemologi al Qur’an hingga menyentuh permasalahan hidup dan

kehidupan dalam konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa

karya tulis yang telah dihasilkannya antara lain: disertasinya: Durar li al-

Biqa'i (1982), Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat (1992), Wawasan Al-Qur'am Tafsir Maudlu'i atas

Pelbagai Persoalan Umat (1996), Studi Kritis Tafsir al-Manar (1994),

Mu'jizat Alquran Ditinjau dari Aspek Bahasa (1997), Tafsir al-Mishbah

(hingga tahun 2004) sudah mencapai 14 jilid (Abuddin, 2005: 365).

Selain itu beliau juga banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan

dengan masalah kemasyarakatan. Di majalah Amanah beliau mengasuh

rubrik Tafsir al-Amanah", di Harian Pelita ia pernah mengasuh rubrik

"Pelita Hati", dan di Harian Republika dia mengasuh rubrik atas namanya

sendiri, yaitu M. Quraish Shihab Menjawab".

Dari karyah karya tulis M. Quraish Shibab yang dianalisis

Kusmana ditemukan kesimpulan bahwa secara umum karakteristik

pemikiran keislaman M. Quraish Shihab adalah bersifat rasional dan

moderat. Sifat rasional pemikirannya diabdikan tidak untuk, misalnya,

memaksakan agama mengikuti kehendak realitas kontemporer, tetapi

lebih mencoba memberikan penjelasan atau signifikansi khazanah agama

klasik bagi masyarakat kontemporer atau mengapresiasi kemungkinan

Page 50: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

37

pemahaman dan penafsiran baru tetapi dengan tetap sangat menjaga

kebaikan tradisi lama. Dengan kata lain, beliau tetap berpegang pada

adagium ulama al-muhafadzah bi al-qadim al-shalih wa al-akhdz hi al-

jadid al-ashlah (memilihara tradisi lama yang masih relevan dan

mengambil tradisi baru yang lebih baik) (Abuddin, 2005: 366).

B. Metode Tafsir al-Misbah

Adapun metode penyusunan Tafsir Al-Mishbah adalah

menggunakan metode tahlily. Dalam menggunakan metode tahlily, M.

Quraish Shihab terkesan menutupi kelemahan-kelemahan metode tahlily

dengan menggunakan metode maudhu‟I di dalamnya, yang kemudian

menjadi kelebihan tersendiri bagi ” Tafsir Al-Mishbah”. Hal ini terlihat

dari caranya membahas setiap surat atau ayat, di mana ia selalu

melakukan pengelompokan atas ayat-ayat dalam surat dimaksud sesuai

dengan tema pokoknya. Misalnya Surah Waqi’ah, ayat-ayat dalam surah

ini dikelompokkannya kedalam VI (enam) kelompok, yang jumlah ayat di

masing-masing kelompok tidak sama, tergantung pada sub topik yang

dikandungnya (Junaidi, 2011: 63). Sedangkan coraknya, Tafsir Al-

Mishbah dapat dipahami sebagai tafsir yang bercorak Adabi Ijtima‟i,

yaitu corak sastra/bahasa dan kemasyarakatan. Yang demikian karena

aspek-aspek tersebutlah yang cukup menonjol (Junaidi, 2011: 65).

Page 51: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

38

C. Pemikiran tentang Pernikahan Beda Agama menurut M. Quraish

Shihab

1. Surat Al Baqarah ayat 221 dan penafsiran dalam kitab al-

Misbah:

ر من مشركة ولو أعجبتكم ولا ولا ت نكحوا المشركات حت ي ؤمن ولأمة مؤمنة خي ر من مشرك ولو أعجبكم أولئك ت نكحوا المشركي حت ي ؤمنوا ولعبد مؤمن خي

آياتو للناس لعل هم يدعون إل النار واللو يدعو إل النة والمغفرة بإذنو وي ب ي

رون (۲۲۱) ي تذك

Artinya:

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak

yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun

Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan

orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang

mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia

menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah

mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan

Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)

kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.

(QS. Al Baqarah: 221)

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa pemilihan pasangan adalah batu

pertama pondasi bangunan rumah tangga. Ia harus sangat kukuh, karena

kalau tidak, bangunan tersebut akan roboh kendati hanya dengan sedikit

goncangan, apalagi jika beban yang ditampungnya semakin berat dengan

kelahiran anak-anak. Pondasi kokoh tersebut bukanlah kecantikan dan

ketampanan, karena keduanya bersifat relatif, sekaligus cepat pudar,

bukan juga harta benda, karena harta mudah didapat sekaligus mudah

lenyap, bukan pula status sosial atau kebangsawanan karena ini pun

Page 52: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

39

sementara, bahkan dapat lenyap seketika. Pondasi yang kokoh yang

dimaksud adalah yang bersandar pada iman kepada Yang Maha Esa

(Shihab, 2002: 472).

Untuk itu, setiap pemilihan pasangan haruslah yang berdasarkan

agama, keimanan yang kuat serta berlandaskan al qur’an supaya dalam

mengarungi bahtera rumah tangga bisa berjalan lurus sesuai ajaran islam.

Karena itu wajar jika dalam Tafsir Al-Mishbah pesan pertama kepada

mereka yang bermaksud membina rumah tangga adalah: Dan janganlah

kamu, wahai pria-pria muslim, menikahi, yakni menjalin ikatan

perkawinan, dengan wanita-wanita musyrik, walaupun dia, yakni wanita-

wanita musyrik itu, menarik hati kamu, karena ia cantik, bangsawan,

kaya, dan lain-lain. Dan janganlah kamu, wahai para wali, menikahkan

orang-orang musyrik para penyembah berhala, dengan wanita-wanita

mukmin sebelum mereka beriman dengan iman yang benar.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik

walaupun dia menarik hati kamu karena ia gagah, bangsawan atau kaya

dan lain-lain (Shihab, 2002: 473).

Jadi menurut penjelasan Tafsir Al-Mishbah bahwa larangan

pernikahan antara pria maupun wanita yang beragama islam dengan pria

atau wanita yang beragama selain islam. Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir

juga dijelaskan bahwa Allah mengharamkan atas orang-orang mukmin

menikahi wanita-wanita yang musyrik dari kalangan penyembah berhala.

kemudian jika makna yang dimaksud bersifat umum, berarti termasuk ke

Page 53: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

40

dalam pengertian setiap wanita musyrik kitabiyah dan wasaniyah. hal

yang sama juga dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair Mak-

hul, Al Hasan, Ad Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Ar Rabi' ibnu Anas, dan

lain-lainnya. Menurut pendapat yang lain, bahkan yang dimaksud oleh

ayat ini adalah orang-orang musyrik dari kalangan penyembah berhala,

bukan Ahli Kitab secara keseluruhan.

Makna pendapat ini berdekatan dengan pendapat yang pertama

tadi (Ad Dimasyqi, 2004: 418) Dalam penjelasan tafsir diatas dijelaskan

mengenai syirik. Sebagaimana dalam penjelas M. Quraish Shihab yang

dimaksud dengan syirik adalah mempersekutukan sesuatu dengan

sesuatu. Dalam pandangan agama, seorang musyrik adalah siapa yang

percaya bahwa ada Tuhan bersama Allah, atau siapa yang melakukan satu

aktivitas yang bertujuan utama ganda, pertama kepada Allah, dan kedua

kepada selain- Nya. Dengan demikian, semua yang mempersekutukan-

Nya dari sudut pandang tinjauan ini, adalah musyrik (Shihab, 2002: 473).

Orang-orang Kristen yang percaya tentang Trinitas, adalah musyrik, dari

sudut pandang di atas. Namun demikian, pakar-pakar al-Qur'an yang

kemudian melahirkan pandangan hukum, mempunyai pandangan lain.

Menurut pengamatan mereka, kata musyrik atau musyrikin dan

musyrikat, digunakan al-Qur'an untuk kelompok tertentu yang

mempersekutukan Allah. Mereka adalah para penyembah berhala, yang

ketika turunnya al-Qur'an masih cukup banyak, khususnya yang

bertempat tinggal di Mekah. Dengan demikian, istilah al-Qur'an berbeda

Page 54: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

41

dengan istilah keagamaan di atas. Walaupun penganut agama Kristen

percaya kepada Tuhan Bapa dan Tuhan Anak, namun al Qur'an tidak

menamai mereka orang-orang musyrik, tetapi menamai mereka Ahl al-

Kitab. Perhatikan antara lain firman-firman Allah berikut:

من خير من ربكم ما ي ود الذين كفروا من أىل الكتاب ولا المشركي أن ي ن زل عليكم

(۱۰٥) واللو يتص برحتو من يشاء واللو ذو الفضل العظيم Artinya:

“Orang-orang kafir dari Ahl al-Kitab dan orang-orang

musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan

kepadamu dari Tuhanmu” (QS. al-Baqarah [2]: 105).

نة ي حت تأتي هم الب ي فك (۱) ل يكن الذين كفروا من أىل الكتاب والمشركي من

Artinya:

“Orang-orang kafir, yakni Ahl al-Kitab dan orang-orang

musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan

meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka

buktiyang nyata”. (QS. al-Bayyinah [98]: 1).

Dari bacaan diatas orang kafir ada dua macam. Pertama, Ahl al-

Kitab dan kedua, orang-orang musyrik. Itu istilah yang digunakan al

Qur'an untuk satu substansi yang sama, yakni kekufuran dengan dua nama

yang berbeda yaitu Ahl al-Kitab dan al-musyrikun. Ini lebih kurang sama

dengan kata korupsi dan mencuri. Walau substansi keduanya sama, yakni

mengambil sesuatu yang bukan haknya, tetapi dalam penggunaan,

biasanya bila pegawai mengambil yang bukan haknya maka ia adalah

koruptor, dan bila orang biasa bukan pegawai maka ia dinamai pencuri

(Shihab, 2002: 474).

Page 55: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

42

Perbedaan kata ini menjadi sangat perlu karena diayat lain dalam

al Qur'an ditemukan izin bagi pria muslim untuk mengawini wanita-

wanita Ahl al Kitab (QS. al-Ma'idah [5]: 5). Mereka yang memahami kata

musyrik, mencakup Ahl al Kitab, menilai bahwa ayat al Ma'idah itu telah

dihapus hukumnya oleh ayat al Baqarah di atas. Tetapi pendapat itu

sangat sulit diterima, karena ayat al-Baqarah lebih dahulu turun dari ayat

al Ma'idah, dan tentu saja tidak logis jika sesuatu yang datang terlebih

dahulu menghapus hukum sesuatu yang belum datang atau yang datang

sesudahnya. Ini akan lebih sulit lagi bagi yang berpendapat bahwa tidak

ada ayat-ayat yang batal hukumnya. Belum lagi dengan riwayat-riwayat

yang mengatakan bahwa sekian banyak sahabat Nabi saw. dan tabi'in

yang menikah dengan Ahl al-Kitab. Khalifah Utsman Ibn 'Affan misalnya

kawin dengan wanita Kristen, walau kemudian istrinya memeluk Islam;

Thalhah dan Zubair, dua orang sahabat Nabi saw. terkemuka juga kawin

dengan wanita Yahudi (Shihab, 2002: 474).

Kalau penggalan ayat pertama ditujukan kepada pria muslim,

maka penggalan ayat kedua ditujukan kepada para wali. Para wali

dilarang mengawinkan wanita-wanita muslimah dengan orang-orang

musyrik. Paling tidak ada dua hal yang perlu digaris bawahi di sini.

Pertama, ditujukannya penggalan kedua tersebut kepada wali, memberi

isyarat bahwa wali mempunyai peranan yang tidak kecil dalam

perkawinan putri-putrinya atau wanita-wanita yang berada di bawah

perwaliannya. Peranan tersebut dibahas oleh para ulama dan

Page 56: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

43

menghasilkan aneka pendapat. Ada yang berpendapat sangat ketat,

sampai mensyaratkan persetujuan dan izin yang bersifat pasti dari para

wali dalam penentuan calon suami putrinya. Tidak sah perkawinan dalam

pandangan ini tanpa persetujuan itu. Tetapi ada juga yang hanya memberi

sekadar hak untuk mengajukan tuntutan pembatalan jika perkawinan

berlangsung tanpa restunya. Menurut penganut pandangan ini, tuntunan

tersebut pun tidak serta merta dapat dibenarkan, kecuali setelah

memenuhi sejumlah syarat. Bukan di sini tempatnya diuraikan (Shihab,

2002: 475).

Meskipun demikian, perlu diingat, bahwa perkawinan yang

dikehendaki Islam, adalah perkawinan yang menjalin hubungan yang

harmonis antar suami istri, sekaligus antar keluaraga, bukan saja keluarga

masing- masing, tetapi juga antar keluarga kedua mempelai. Dari sini,

perananan orang tua dalam perkawinan menjadi sangat penting, baik

dengan member wewenang besar kepada orang tua, maupun hanya

sekadar restu. Karena itu, walau Rasul saw. memerintahkan orang tua

untuk meminta persetujuan anak gadisnya, namun karena tolok ukur anak

tidak jarang berbeda dengan tolok ukur orang tua, maka tolok ukur anak,

ibu dan bapak, harus dapat menyatu dalam mengambil keputusan

perkawinan.

Kedua, larangan mengawinkan wanita-wanita muslimah dengan

orang orang musyrik. Walaupun pandangan mayoritas ulama tidak

memasukkan Ahl al Kitab dalam kelompok yang dinamai musyrik, tetapi

Page 57: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

44

muslimah. Larangan tersebut, menurut ayat di atas, berlanjut hingga

mereka beriman, sedang Ahl al Kitab, tidak dinilai beriman, dengan iman

yang dibenarkan Islam. Bukankah mereka walau tidak dinamai musyrik

tetapi dimasukkan dalam kelompok kafir? Apalagi dari ayat lain dipahami

bahwa wanita-wanita muslimah tidak diperkenankan juga mengawini atau

dikawinkan dengan pria Ahl al-Kitab, sebagaimana yang secara tegas

dinyatakan oleh QS. al Mumtahanah [60]: 10, “ Mereka, wanita-wanita

muslimah, tiada halal bagi orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itu

tiada halal pula bagi mereka."

Ayat ini, walaupun tidak menyebut kata Ahl al Kitab, tetapi istilah

yang digunakannya adalah “orang-orang kafir”, dan seperti dikemukakan

di atas, Ahl al Kitab adalah salah satu dari kelompok orang-orang kafir.

Dengan demikian, walaupun ayat ini tidak secara langsung menyebut Ahl

al-Kitab, namun ketidak halalan tersebut tercakup dalam kata "orang-

orang kafir". Alasan utama perkawinan beda agama adalah perbedaan

iman, hal inilah yang menjadi dasar utama larangan tersebut. Perkawinan

dimaksudkan agar terjalin hubungan yang harmonis, minimal antara

pasangan suami istri dan anak-anaknya. Bagaimana mungkin

keharmonisan tercapai jika nilai-nilai yang dianut oleh suami berbeda,

apalagi bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh istri? Nilai-nilai

mewarnai pikiran dan tingkah laku seseorang. Dalam pandangan Islam,

nilai Ketuhanan Yang Maha Esa adalah nilai tertinggi, yang bagaimana

pun tidak boleh dikorbankan. Ia harus dilestarikan dan diteruskan ke anak

Page 58: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

45

cucu. Kalau nilai ini tidak dipercayai oleh salah satu pasangan, maka

bagaimana ia dapat diteruskan kepada anak cucu? Di sisi lain, kalau

pandangan hidup ini tidak diwujudkan dalam kehidupan nyata, maka

apakah masih ada nilai lain yang akan diwujudkan dan dipraktekkan?

Dapatkah seseorang mentoleransi inti kepercayaan atau bahkan

mengorbankannya atas nama cinta, atau karena kekaguman pada

kecantikan atau ketampanan, harta dan status sosial? Semua yang

dikagumi itu tidak langgeng. Sedang perkawinan diharapkan langgeng.

Yang langgeng dan dibawa mati adalah keyakinan, karena itu untuk

langgengnya perkawinan, maka sesuatu yang langgeng harus menjadi

landasannya. Itu pula sebabnya ayat di atas berpesan: Wanita yang status

sosialnya rendah, tetapi beriman, lebih baik daripada wanita yang status

sosialnya tinggi, cantik dan kaya, tetapi tanpa iman. Pernyataan ini Allah

sampaikan dengan menggunakan redaksi pengukuhan sesungguhnya

(Shihab, 2002: 476). Sementara sejumlah ulama menggaris bawahi ada

faktor lain yang berkaitan dengan larangan perkawinan muslimah dengan

non-muslim, yakni faktor anak. Menurut Mutawalli asy-Sya'rawi, dalam

uraiannya tentang ayat ini menggaris bawahi, bahwa anak manusia adalah

anak yang paling panjang masa kanak- kanaknya. Berbeda dengan lalat

yang hanya membutuhkan dua jam, atau binatang lain yang hanya

membutuhkan sekitar sebulan. Anak membutuhkan bimbingan hingga ia

mencapai usia remaja. Orang tualah yang berkewajiban membimbing

anak tersebut hingga ia dewasa. Nah, berapa tahun ia akan dibimbing oleh

Page 59: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

46

orang tua yang tidak memiliki nilai-nilai ketuhanan, jika ibu atau

bapaknya musyrik? Kalau pun sang anak kemudian beriman, dapat

diduga bahwa imannya memiliki kekeruhan akibat pendidikan orang

tuanya di masa kecil. Karena itu, Islam melarang perkawinan tersebut

(Shihab, 2002: 476).

Setelah menjelaskan larangan di atas, ayat ini melanjutkan uraian

dengan menjelaskan lebih jauh sebab larangan itu, yakni karena Mereka

mangajak kamu, dan anak-anak kamu yang lahir dari buah perkawinan,

ke neraka dengan ucapan atau perbuatan dan keteladanan mereka, sedang

Allah mengajak kamu dan siapa pun menuju amalan-amalan yang dapat

mengantar ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

Penggalan ayat ini memberi kesan, bahwa semua yang mengajak

ke neraka adalah orang-orang yang tidak wajar dijadikan pasangan hidup.

Sementara pemikir muslim dewasa ini cenderung memasukkan semua

non- muslim termasuk Ahl al Kitab dalam kelompok yang mengajak ke

neraka, dan pada dasarnya mereka cenderung mempersamakan Ahl al

Kitab dengan musyrik. Hemat penulis, mempersamakan mereka dengan

musyrik bukan pada tempatnya, setelah al Qur'an membedakan mereka.

Memang, kita harus membedakan mereka dengan kaum musyrikin, atau

orang-orang komunis, karena paling sedikit Ahl al Kitab Yahudi dan

Nasrani memiliki kitab suci dengan norma-norma akhlak, serta ketentuan-

ketentuan yang bila mereka indahkan dapat mengantar kepada terciptanya

satu perkawinan yang tidak otomatis buruk. Nilai kepercayaan kepada

Page 60: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

47

Tuhan, mempunyai nilai yang sangat penting dalam mengarahkan

seseorang menuju nilai-nilai moral. Ini tidak ditemukan pada penyembah

berhala, apalagi di kalangan atheis. Namun demikian, kecenderungan

melarang perkawinan seorang muslim dengan wanita Ahl al Kitab atas

dasar kemaslahatan, bukan atas dasar teks al Qur'an, adalah pada

tempatnya, sehingga paling tidak perkawinan tersebut dalam sudut

pandangan hukum Islam adalah makruh. Sekali lagi digaris bawahi, ini

adalah antar pria muslin dengan wanita Ahl al Kitab, bukan wanita

muslimah dengan pria Ahl al Kitab, yang secara tegas dan pasti telah

terlarang dan haram hukumnya. Ayat ini ditutup dengan firman-Nya:

Allah menerangkan ayat-ayat-Nya, yakni tuntunan-tuntunan-Nya kepada

manusia. Itu dijelaskan- Nya supaya kamu dapat mengingat, yakni

mengambil pelajaran. Memang sungguh banyak pelajaran dari tuntunan di

atas (Shihab, 2002: 477).

2. Surat Al Maidah: 5

الكتاب حل لكم وطعامكم حل الي وم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من لم والمحصنات من المؤمنات

أخدان ومن ر مسافحي ولا متخذيق بلكم إذا آت يتموىن أجورىن مصني غي (٥) يكفر بالإيمان ف قد حبط عملو وىو ف الآخرة من الاسرين

Artinya:

“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan

(sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal

bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan

Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan

diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita

yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang

diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas

Page 61: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

48

kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan

maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-

gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak

menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya

dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”. (Q.S.

Al Maidah: 5)

Ayat diatas, sekali Iagi Allah mengulangi pernyataan ayat lalu

dan menambahkan bahwa penggalan arti dari ayat Pada hari ini

dihalalkan bagi kamu, maksudnya bahwa kaum muslimin

diperbolehkan memakan binatang sembelihan orang-orang non

muslim yang telah diberi kitab. Sebagaimana penjelasan M. Quraish

Shihab dalam tafsirnya, halal sembelihan orang-orang yang diberi al

Kitab itu halal bagi kamu memakannya dan makanan kamu halal

pula bagi mereka, sehingga kamu tidak berdosa bila memberinya

kepada mereka. Dan dihalalkan juga bagi kamu menikahi wanita-

wanita yang menjaga kebormatan di antara wanita- wanita yang

beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara

orang-orang yang diberi al-Kitab, yakni orang-orang Yahudi dan

Nasrani sebelum kamu, bila kamu telah membayar imbalan, yakni

mas kawin mereka, yakni telah melangsungkan akad nikah secara

sah, pembayaran dengan maksud memelihara kesucian diri kamu,

yakni menikahi sesuai tuntunan Allah, tidak dengan maksud

berwarna dan tidak pula menjadikannya pasangan-pasangan yang

dirahasiakan atau gundik-gundik. Dihalalkan kepada kamu

pernikahan itu, sambil kiranya kamu mengingat bahwa barang siapa

yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya. Jika

Page 62: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

49

kekafiran tersebut dibawa mati dan ia di hari akhirat termasuk orang-

orang merugi (Shihab, 2002: 29).

Dalam Tafsir Al-Mishbah kata tha'am atau makanan yang

dimaksud oleh ayat di atas adalah sembelihan, karena sebelum ini

telah ditegaskan hal-hal yang diharamkan, sehingga selainnya

otomatis halal, baik sebelum maupun setelah dimiliki Ahl al Kitab.

Juga karena, sebelum ini terdapat uraian tentang penyembelihan dan

perburuan, sehingga kedua hal inilah yang menjadi pokok masalah.

Ada juga yang memahami kata makanan dalam arti buah- buahan,

biji-bijian, dan semacamnya. Namun pendapat ini sangat lemah.

Meskipun demikian, hendaknya perlu diingat bahwa tidak

otomatis semua makanan Ahl al Kitab menjadi halal. Karena bias

dimungkinkan makanan yang mereka hidangkan, telah bercampur

dengan bahan-bahan haram, misalnya minyak babi atau minuman

keras, dan bias juga adanya bahan yang najis tercampur didalamnya.

Dalam konteks ini Sayyid Muhammad Tanthawi, mantan Mufti Mesir

dan Pemimpin Tertinggi al-Azhar, menukil pendapat sementara

ulama bermazhab Malik yang mengharamkan keju dan sebangsanya

yang diproduksi di negara non-Muslim, dengan alasan bahwa

kenajisannya hampir dapat dipastikan. Namun setelah menukil

pendapat ini, Tanthawi menegaskan bahwa mayoritas ulama tidak

berpendapat demikian, dan bahwa memakan keju dan semacamnya

yang diproduksi di negeri-negeri non-Muslim dapat dibenarkan,

Page 63: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

50

selama belum terbukti bahwa makanan tersebut telah bercampur

dengan najis (Shihab, 2002: 29).

Dijelaskan pula mengenai perbedaan pendapat ulama

tentang cakupan makna alladzina utu al kitab . Setelah para ulama

sepakat bahwa paling tidak mereka adalah penganut agama Yahudi

dan Nasrani, mereka kemudian berbeda pendapat apakah penganut

agama itu adalah generasi masa lalu dan keturunannya saja, atau

termasuk para penganut kedua agama itu hingga kini, baik yang

leluhurnya telah memeluknya maupun yang baru memeluknya. Ada

yang menolak menamai penganut Yahudi dan Nasrani dewasa ini

sebagai Ahl al Kitab. Kalau pendapat ini mempersempit pengertian

Ahl al Kitab, bahkan meniadakan wujudnya dewasa ini, maka ada

lagi ulama yang memperluas maknanya, sehingga memasukkan

dalam pengertian utu al - kitab, semua penganut agama yang

memiliki kitab suci atau semacam kitab suci hingga dewasa ini.

Sebagaimana pendapat Syeikh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha

misalnya, menilai halal sembelihan penganut agama Budha dan

Hindu (Shihab, 2002: 30). Menurut M. Quraish Shihab penegasan

kata ( و ) wa tha'amukum / makanan kamu setelahsebelumnya

ditegaskan kata) wa tha'amuhum / makanan mereka (Ahl al Kitab)

adalah untuk menggarisbawahi bahwa dalam soal makanan

dibenarkan hukum timbal balik, tetapi dalam soal pernikahan tidak

ada timbal balik itu, dalam arti pria Muslim dapat menikah dengan

Page 64: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

51

wanita Ahl al Kitab, tetapi pria Ahl al Kitab tidak dibenarkan

menikah dengan wanita Muslimah (Shihab, 2002: 30).

Secara gamblang membolehkan pernikahan antar pria Muslim

dengan wanita Ahl al Kitab, tetapi izin ini adalah sebagai jalan keluar

kebutuhan mendesak ketika itu, di mana kaum muslimin sering

bepergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga

mereka, sekaligus juga untuk tujuan dakwah. Bahwa wanita

Muslimah tidak diperkenankan nikah dengan pria non-Muslim, baik

Ahl al Kitab lebih-lebih kaum musyrikin, karena mereka tidak

mengakui kenabian Muhammad saw. Pria Muslim mengakui

kenabian Isa, serta menggarisbawahi prinsip toleransi beragama,

lakum dinukum wa liya din, Pria yang biasanya, bahkan seharusnya,

menjadi pemimpin rumah tangga dapat mempengaruhi istrinya,

sehingga bila suami tidak mengakui ajaran agama yang dianut sang

istri maka dikhawatirkan akan terjadi pemaksaan beragama baik

secara terang-terangan maupun terselubung (Shihab, 2002: 31).

Telah disebutkan dalam al-Qur’an kata wa al-muhshanat /

wanita-wanita yang menjaga, kehormatan merupakan isyarat bahwa

yang seharusnya dinikahi adalah wanita-wanita yang menjaga

kehormatannya, baik wanita mukminah maupun Ahl al Kitab. Ada

juga yang memahami kata tersebut ketika dirangkaikan dengan utu

al-kitab dalam arti wanita-wanita merdeka. Memang kata itu dapat

berarti merdeka, atau yang terpelihara kehormatannya, atau yang

Page 65: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

52

sudah nikah. Selanjutnya didahulukannya penyebutan wanita-wanita

mukminah memberi isyarat bahwa mereka yang seharusnya

didahulukan, karena betapapun, persamaan agama dan pandangan

hidup sangat membantu melahirkan ketenangan, bahkan sangat

menentukan kelanggengan rumah tangga. Ditutupnya ayat di atas

yang menghalalkan sembelihan Ahl al Kitab serta pernikahan pria

Muslim dengan wanita Yahudi dan Nasrani, dengan ancaman barang

siapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan

seterusnya, merupakan peringatan kepada setiap yang makan, dan

atau merencanakan pernikahan dengan mereka, agar berhati-hati

jangan sampai hal tersebut mengantar mereka kepada kekufuran,

karena akibatnya adalah siksa akhirat nanti.

Di sisi lain, ditempatkannya ayat ini sesudah pernyataan

keputusasaan orang-orang kafir dan sempurnanya agama Islam,

memberi isyarat bahwa dihalalkannya hal-hal tersebut antara lain

karena umat Islam telah memiliki kesempurnaan tuntunan agama dan

karena orang-orang kafir sudah sedemikian lemah, sehingga telah

berputus asa untuk mengalahkan kaum muslimin atau

memurtadkannya. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa izin tersebut

bertujuan pula untuk menampakkan kesempurnaan Islam serta

keluhuran budi pekerti yang diajarkan dan diterapkan oleh suami

terhadap para istri penganut agama Yahudi atau Kristen itu, tanpa

harus memaksanya untuk memeluk agama Islam. Atas dasar

Page 66: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

53

keterangan di atas, maka sangat pada tempatnya jika dikatakan bahwa

tidak dibenarkan menjalin hubungan pernikahan dengan wanita Ahl al

Kitab bagi yang tidak mampu menampakkan kesempurnaan ajaran

Islam, lebih-lebih yang diduga akan terpengaruh oleh ajaran non

Islam, yang dianut oleh calon istri atau keluarga calon istrinya

(Shihab, 2002: 32).

D. Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Buku Fiqih Lintas

Agama

Mengenai topik perkawinan beda agama ini, para ulama selalu

berpegang pada tiga ayat antara lain; QS. al-Baqarah ayat 221, QS. al-

Mumtahanah ayat 10, QS. al-Mâidah ayat 5, termasuk juga Nurcholish

dan para pemikir Paramadina dalam buku fikih lintas agama; membangun

masyarakat inklusif-pluralis yang menyepakatinya. Namun, disini ada

perbedaan mengenai cara pandang Nurcholish dan para pemikir

paramadina dalam istinbath hukum (pengambilan hukum) yang

membolehkan kawin beda agama justru atas dasar legitimasi QS. al-

Mâidah ayat 5 yang selanjutnya akan dikupas lebih mendalam. Ada

baiknya peneliti hadirkan kembali tiga ayat fenomenal tersebut.

Pertama, al-Qur an surat al-Baqarah ayat 221:

ر من مشركة ولو أعجبتكم ولا ت نكحوا المشركات حت ي ؤمن ولأمة مؤمنة خي ر من مشرك ولو أعجبكم ولا ت نكحوا المشركي حت ي ؤمنوا ولعبد مؤمن خي آياتو للناس أولئك يد عون إل النار واللو يدعو إل النة والمغفرة بإذنو وي ب ي

Page 67: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

54

رون لعلهم (٦٦۱) ي تذك Artinya:

“Janganlah kamu kawini perempuan-perempuan musyrik

sebelum mereka beriman. Perempuan budak yang beriman

lebih baik daripada perempuan musyrik sekalipun ia

menarik hatimu. Dan juga janganlah kamu mengawinkan

(perempuanmu) dengan laki-laki musyrik sebelum mereka

beriman. Seorang laki-laki budak beriman lebih baik

daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun ia menarik

hatimu. Mereka (kaum musyrik) akan membawa ke dalam

api (neraka)”.

Kedua, Al-Qur an surat al-Mumtahanah ayat 10:

يا أي ها الذين آمنوا إذا جاءكم المؤمنات مهاجرات فامتحنوىن اللو أعلم بإيمانن

ار لا ىن حل لم (۱۰) فإن علمتموىن مؤمنات فلا ت رجعوىن إل الكف Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-

perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka

hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah sungguh

mengetahui keimanan mereka. Bila kamu mengetahui

bahwa mereka benar-benar beriman, janganlah kamu

mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka

tidak halal bagi laki-laki kafir itu laki-laki kafir itu tak

halal bagi mereka (perempuan-perempuan mukmin)”.

Ketiga, al-Qur an surat al-Mâidah ayat 5:

أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل الي وم أحل لكم الطيبات وطعام الذين من ق بلكم لم والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب

ر مساف إذا (٥) حي ولا متخذي أخدانآت يتموىن أجورىن مصني غي Artinya:

“Pada hari ini dihalalkan bagi kamu semua barang yang

baik. Dan makanan (sembelihan) Ahli Kitab adalah halal

bagi kamu, dan makanan kamu juga halal bagi mereka.

Demikian pula (dihalalkan bagimu mengawini)

Page 68: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

55

perempuan-perempuan yang suci di antara perempuan-

perempuan mukmin, serta perempuan-perempuan yang suci

di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu jika

kamu berikan kepada mereka maskawin, bukan dengan

zina dan bukan dengan diam-diam mengambil mereka

sebagai gundik”.

Dua ayat yang pertama diatas menurut ar-Razi termasuk kedalam

ayat Madaniyah yang pertama kali turun dan membawa pesan khusus

agar orang-orang Muslim untuk tidak menikahi wanita musyrik atau

sebaliknya. Ayat tersebut sebagai ayat eksplisit yang menjelaskan hal-hal

yang halal (mâ yuhallu) dan hal-hal yang dilarang (mâ yu hramu) (Ar-

Razi, 1996: 65) dan menikahi orang musyrik merupakan salah satu perintah

Tuhan dalam kategori haram dan dilarang. Jika ayat tersebut dibaca

secara literal dapat disimpulkan seketika bahwa menikahi non-muslim

baik perempuan atau laki-laki hukumnya adalah haram. Cara pandang

demikian dikarenakan sebagian masyarakat muslim masih

beranggapan bahwa yang termasuk dalam kategori musyrik adalah non-

muslim, yang termasuk di dalamnya adalah Kristen dan Yahudi. Dalam

hal ini Nurcholish dan para pemikir Paramadina dalam buku tersebut

mempertanyakan mengenai apakah non-muslim (Kristen dan Yahudi)

termasuk kedalam kategori musyrik, jika tidak demikian, maka perlu

memperjelas maksud musyrik dalam Qur’an (Madjid, 2005: 155).

Sebagian ulama berpendapat bahwa dalam beberapa ayat di dalam

Al-Qur an menyebutkan Kristen dan Yahudi sebagai musyrik. Hal

demikian seperti halnya pada QS. at-Taubah ayat 30 dan 31 sebagai

berikut:

Page 69: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

56

وقالت الي هود عزي ر ابن اللو وقالت النصارى المسيح ابن اللو ذلك ق ولم بأف واىهم

(۳۰) يضاىئون ق ول الذين كفروا من ق بل قات لهم اللو أن ي ؤفكون وا ذوا أحبارىم ورىبان هم أربابا من دون اللو والمسيح ابن مرم وما أمروا إلا لي عبد ات

ا يشركون (۳۱) إلا واحدا لا إلو إلا ىو سبحانو عم

Artinya:

“Orang-orang Yahudi berkata Uzair putera Allah dan

orang Nasrani berkata Al-Masih itu putera Allah.

Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka,

meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati

Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling.”

(30)

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-

rahib mereka selain Tuhan selain Allah dan juga (mereka

mempertuhankan) Al-Masih putera maryam; padahal

mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Maha Esa,

tiada Tuhan yang berhak disembah selain Ia. Maka Suci

Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (31)

Kategori musyrik terhadap dua agama samawi tersebut

dikarenakan orang-orang Yahudi menganggap Uzair sebagai anak Tuhan,

sementara Kristen menganggap Isa Al-Masih sebagai anak Tuhan (Ar-

Razi, 2005: 61). Tetapi pandangan demikian menurut Nurcholish, tidak

serta merta dapat dijadikan peganggan, karena terdapat ayat lain yang

memberikan paradigma berbeda tentang musyrik (Madjid, 2005: 155)

misalnya dalam Surat al-Baqarah ayat 105 disebutkan:

ن أىل الكتاب ولا المشركي أن ي ن زل عليكم من خير من ربكم ما ي ود الذين كفروا م

(۱۰٥) واللو يتص برحتو من يشاء واللو ذو الفضل العظيم

Artinya:

“Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang

(kafir) musyrik tidak mengingikan diturunkannya suatu

kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan

Page 70: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

57

siapa yang dikehendaki Nya (untuk diberi) rahmat-Nya

(kenabian) dan Allah mempunyai karunia yang besar”.

Kemudian surat al-Bayyinah ayat 1 Allah juga

menyebutkan:

نة ي حت تأتي هم الب ي فك (۱) ل يكن الذين كفروا من أىل الكتاب والمشركي من

Artinya:

“Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang

kafir musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan

melepaskan (kepercayaan mereka) sebelum datang kepada

mereka bukti yang nyata”.

Menurut pandangan dalam buku fikih lintas agama, dua ayat ini

dan beberapa ayat-ayat lain, al-Qur an menyebutkan kata penghubung wa

(dan) antara kata kafir Ahli Kitab dengan kafir Musyrik. Hal ini berarti

bahwa kedua kata tersebut (baik Ahli Kitab dan Musyrik) mempunyai arti

dan makna yang berbeda. Syirik sebagai bentuk tindakan dari pelaku

(musyrik), hemat peneliti adalah mempersekutukan sesuatu dengan

sesuatu. Dalam pandangan seperti demikian, seorang musyrik adalah

siapa saja yang percaya bahwa ada Tuhan selain Tuhan. Jika hal demikian

dibawa pada hal yang lebih general, maka siapa saja yang

mempersekutukan Tuhan adalah musyrik. Orang-orang Kristen yang

percaya tentang Trinitas misalnya, maka mereka termasuk kedalam

kategori musyrik jika mengacu pada pandangan tersebut.

Lain halnya dengan Quraish Shihab yang memberi pengertian

yang sama namun dengan penyebutan yang berbeda terhadap dua ayat

diatas itu (Shihab, 2002: 474). Menurutnya, memang dua ayat ini

Page 71: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

58

menjelaskan ada dua macam orang kafir, pertama Ahli Kitab, dan kedua

orang-orang musyrik. Itu adalah istilah yang digunakan oleh al-Qur an

untuk satu substansi yang sama, yakni kekufuran dengan dua nama yang

berbeda, yaitu Ahli Kitab dan al-Musyrikun. Ini lebih kurang sama

dengan kata korupsi dan mencuri. Walaupun substansi keduannya sama,

yakni mengambil sesuatu yang bukan haknya, tetapi dalam

penggunaannya berbeda, seperti pegawai yang mengabil bukan haknya

disebut sebagai koruptor, sementara bila orang biasa bukan pegawai

dinamai dengan pencuri.

Untuk memperjelas polemik mengenai kafir dalam perbedaan

pendapat yang ada ini, ada baiknya kirannya dijelaskan lebih dulu

beberapa keterangan tentang klasifikasi dan makna kafir, dengan maksud

agar dapat menangkap gambaran yang jelas, apa dan siapa sebenarnya

yang dimaksud dengan kafir itu. Dengan demikian, diharapkan akan dapat

memberikan hipotesa sementara yang mungkin dapat mengarah pada

sebuah jawaban sebagai jawaban diatas. Kafir dalam pengertian etimologi

berarti menutupi, istilah-istilah kafir (kufr) dalam al-Qur an terulang

sebanyak 525 kali yang kesemuannya dirujukkan kepada arti menutupi.

Yaitu, menutup-nutupi nikmat dan kebenaran, baik kebenaran dalam arti

Tuhan (sebagai sumber kebenaran) maupun kebenaran dalam arti ajaran-

ajaran-Nya yang disampaikan melalui para rasul-Nya (Cawidu, 1991; 31).

Page 72: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

59

Dalam hal ini terdapat tingkatan kekafiran yang mempunyai bobot

yang berbeda-beda, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur an

sebagai berikut:

1. Kafir (kufr) ingkar, yaitu kekafiran dalam arti pengingkaran

terhadap eksistensi Tuhan, Rasul-rasulnya, dan seluruh ajaran

yang mereka bawa,

2. Kafir (kufr) juhud, yaitu kekafiran dalam arti pengingkaran

terhadap ajaran-ajaran Tuhan dalam keadaan tahu bahwa apa

yang diingkarinya itu adalah benar. Kafir juhud ini tidak jauh

berbeda dengan kafir ingkar, hanya saja kafir juhud subjek

hukum sebenarnya sadar akan kekliruannya,

3. Kafir munafik (kufr nifaq), yaitu kekafiran yang mengakui

Tuhan, Rasul dan ajaran-ajarannya dengan lidah tetapi

mengingkari dengan hati, menampakkan keimanan namun

sejatinya menyembunyikan kekafiran.

4. Kafir (kufr), syirik yang berarti mempersekutukan Tuhan dengan

menjadikan sesuatu selain dari-Nya sebagai sesembahan, objek

pemujaan, dan atau tempat menggantungkan harapan dan

dambaan. Syirik digolongkan sebagai bentuk kekafiran sebab

pebuatan tersebut mengingkari kekuasaan Tuhan disamping

mengingkari Nabi-nabi dan wahyu-Nya.

5. Kafir (kufr), nikmat yakni tidak mensyukuri nikmat Tuhan dan

menggunakan nikmat tersebut pada hal-hal yang tidak diridhoi-

Page 73: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

60

Nya. Dalam hal ini bisa jadi orang-orang muslim pun termasuk di

dalamnya sebagaimana disebutkan dalam al-Qur an sebagai

berikut, Surat Ali- Imrân ayat 97:

نات مقام إب راىيم ومن دخلو كان آمنا وللو على الناس حج الب يت فيو آيات ب ي

(۷۹) من استطاع إليو سبيلا ومن كفر فإن اللو غن عن العالمي

Artinya:

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (diantarannya)

Maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (Baitullah itu)

menjadi amanlah dia, mengerjakan haji adalah kewajiban

manusia terhadap Allah yaitu (bagi) orng yang sanggup

mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa yang

mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah

Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam

semesta”.

Dan surat al-Naml ayat 40

ا رآه قال الذي عنده علم من الكتاب أنا آتيك بو ق بل أن ي رتد إليك طرفك ف لما لون أأشكر أم أكفر ومن شكر فإن مستقرا عنده قال ىذا من فضل رب ليب

(٤۰) يشكر لن فسو ومن كفر فإن رب غن كرم

Artinya:

“Berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari Ahli

kita, Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum

matamu berkedip. Maka tatkala Sulaiman melihat

singgasana itu terletak dihadapannya, ia pun berkata: ini

termasuk karunia Tuhan untuk mencoba aku apakah aku

bersyukur atau mengingkari akan (nikmat-Nya). Dan

barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia

bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang

siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha

Kaya lagi Maha Mulia”.

6. Kafir (kufr) murtad, yaitu kembali menjadi kafir sesudah atau

beriman kepada Allah kemudian keluar dari Islam.

Page 74: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

61

7. Kafir Ahli Kitab, ialah non-muslim yang percaya kepada Nabi

dan kitab suci yang diwahyukan Tuhan melalui Nabi kepada

mereka.

Selain kategori tersebut diatas, sebenarnya masih ada lagi

beberapa jenis kekafiran yang lain. Dengan demikian dapat diambil

sebuah kesimpulan sementara, bahwa istilah kafir mencakup makna yang

cukup luas, dimana di dalamnya terdapat istilah-istilah yang lebih khusus

yang arti dan maknanya berbeda satu sama lain (Madjid, 2005: 157).

Allah secara jelas dan eksplisit, menyatakan dalam kitab suci-Nya tentang

Ahli Kitab, bahwa kepercayaan mereka didasarkan pada perbuatan syirik,

seperti yang mereka katakana. Hal demikian tertuang dalam firman-Nya

surat al-Mâidah ayat 17 sebagai berikut:

راد لقد كفر الذين قالوا إن اللو ىو المسيح ابن مرم قل فمن يملك من اللو شيئا إن أ و و ماوات والأرض أن ي هلك المسيح ابن مرم وأم يعا وللو ملك الس من ف الأرض ج

ن هما يلق ما يشاء واللو على كل شيء قدير (۱۹) وما ب ي

Artinya:

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata

sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putera Maryam

katakanlah: Maka siapakah (gerangan) yang dapat

menghalangi kehendak Allah, jika Ia hendak

membinasakan Al-Masih putera Maryam itu beserta ibunya

dan seluruh orang-orang yang berada di bumi

semuannya?. Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan

bumi dan apa yang di antara keduannya, Dia menciptakan

apa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Kuasa atas

segala sesuatu”.

Page 75: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

62

Pada surat yang sama ayat 73 juga disebutkan:

ا لقد كفر الذين قالوا إن اللو ثالث ثلاثة وما من إلو إلا إلو واحد وإن ل ي نت هوا عم

هم عذاب أليم ن الذين كفروا من (۹۳) ي قولون ليمس

Artinya:

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan

bahwasannya Allah salah satu dari yang tiga padahal

sekali-kali tidak ada Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak

behenti dari apa yang mereka katakan itu pasti orang-

orang yang kafir diantara meeka kan ditimpa siksaan yang

pedih”.

Begitu pula dengan orang-orang Yahudi yang disebutkan dalam

firman-Nya pada surat at-Taubah ayat 30 sebagai berikut:

وقالت الي هود عزي ر ابن اللو وقالت النصارى المسيح ابن اللو ذلك ق ولم بأف واىهم

(۳۰) ون يضاىئون ق ول الذين كفروا من ق بل قات لهم اللو أن ي ؤفك

Artinya:

“Orang-orang Yahudi berkata Uzair putera Allah dan

orang Nasrani berkata Al-Masih itu putera Allah.

Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka,

meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati

Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling”.

Perkataan Ahli Kitab ini (baik Nasrani dan Yahudi) adalah

merupakan perbuatan syirik kepada Tuhan, namun sebagai wahyu yang

datang langsung dari Allah telah memilih dan menempatkan kata dari

istilah yang berbeda, oleh karena al- Qur an tidak pernah menyebut

keduanya sebagai musyrik sebagai panggilan dan istilah bagi mereka,

yang ada di dalamnya adalah penyebutan Ahli Kitab (Madjid, 2005: 171).

Hal yang dapat dipahami dengan baik dari ayat-ayat al-Qur an

tersebut diatas menurut buku fikih lintas agama tersebut adalah bahwa

Page 76: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

63

setiap perbuatan syirik tidak berarti menjadikan secara langsung

pelakunya disebut sebagai musyrik. Hal demikian dikarenakan, pada

kenyataannya Yahudi dan Nasrani telah melakukan perbuatan syirik,

namun Allah tidak menyebut dan memanggil keduannya sebagai musyrik,

melainkan dengan menyebut Ahli Kitab (Madjid, 2005: 171). Hal ini

seperti firman-Nya pada QS. An-Nisa ayat 171:

ا المسيح عيسى ابن يا أىل الكتاب لا ت غلوا ف دينكم ولا ت قولوا على اللو إ لا الق إن ثلاثة مرم رسول اللو وكلمتو ألقاىا إل مرم وروح منو فآمنوا باللو ورسلو ولا ت قولوا

ا اللو إلو واحد سبحانو أن يك را لكم إن ماوات وما ف ان ت هوا خي ون لو ولد لو ما ف الس

(۱۹۱) وكفى باللو وكيلا الأرض

Artinya:

“Wahai Ahli Kitab janganlah kamu melampui batas dalam

agama mu, dan jangan kamu mengatakan terhadap Allah

kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-masih Isa putera

Maryam itu adalah utusan Allah da yang diciptakan

dengan kalimat-Nya yang disampaikannya kepada Maryam

(dan dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu

kepada Allah dan rasul-rasulnya, dan janganlah kami

mengatakan bahwa Tuhan itu tiga berhentilah dari

(ucapan) itu karena itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya

Allah Tuhan yang Maha Esa”.

Juga dalam QS. Ali- Imran ayat 64:

نكم ألا ن عبد إلا اللو ولا نشرك ن نا وب ي قل يا أىل الكتاب ت عالوا إل كلمة سواء ب ي بو شيئا ولا ي تخذ ب عضنا ب عضا أربابا من دون اللو فإن ت ولوا ف قولوا اشهدوا بأنا

(٦٤) مسلمون

Artinya:

“Katakanlah Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada

satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara

kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan

Page 77: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

64

tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak

(pula) sebagian kita menjadikan sebagaian yang lain

sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka

katakanlah kepada mereka: saksikanlah bahwa kami

adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.

Kemudian QS. al-Mâidah ayat 5:

وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لم الي وم أحل لكم الطيبات والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من ق بلكم إذا

ر مسافحي ولا م بالإيمان تخذي أخدان ومن يكفر آت يتموىن أجورىن مصني غي (٥) ف قد حبط عملو وىو ف الآخرة من الاسرين

Artinya:

“Pada hari ini dihalalkan bagi kamu semua barang yang

baik. Dan makanan (sembelihan) Ahli Kitab adalah halal

bagi kamu, dan makanan kamu juga halal bagi mereka.

Demikian pula (dihalalkan bagimu mengawini)

perempuan-perempuan yang suci di antara perempuan-

perempuan mukmin, serta perempuan-perempuan yang suci

di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu jika

kamu berikan kepada mereka maskawin, bukan dengan

zina dan bukan dengan diam-diam mengambil mereka

sebagai gundik”.

Menurut buku para pemikir Paramadina dalam buku tersebut,

mengatakan sebuah analogi logis dari fenomena diatas, dapat pula

dikembangkan bahwa orang- orang muslim pun bisa melakukan

perbuatan syirik, yang senyatannya memang ada, namun mereka tidak

dapat disebut sebagai musyrik (Madjid, 2005: 173). Sebab sebagai

konsekuensi logisnya, jika salah seorang dari suami-istri dari keluarga

muslim sudah disebut musyrik, maka perkawinan mereka batal dengan

sendirinya dan diwajibkan bercerai, akan tetapi kenyataan tersebut tidak

Page 78: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

65

pernah diterima. Teramat banyak dalam kenyataan hidup pada orang-

orang yang beragama termasuk orang-orang muslim, telah melakukan

perbuatan syirik dalam kehidupan sehari-harinya. Kemusyrikan demikian

telah disebutkan oleh Allah dalah firman-Nya, diantaranya QS. An-Nisa

ayat 36

والمساكي مىواعبدوا اللو ولا تشركوا بو شيئا وبالوالدين إحسانا وبذي القرب واليتابيل وما ملكت أيمانكم والار ذي القرب والار النب والصاحب بالنب وابن الس

ب من كان متالا فخورا (۳٦) إن اللو لا ي

Artinya:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu

mempersekutukannya dengan sesuatupun. Dan berbuat

baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-

anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan

tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba

sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-

orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”.

Ayat diatas memberi pengertian bahwa orang yang mempertuhan

hawa nafsu, harta, kedudukan, kehormatan dan lain sebagainnya, pada

hakikatnya ia telah melakukan perbuatan syirik kepada Allah. Dengan

demikian apakah pelaku-pelaku dari prilaku yang demikian dapat

dikategoikan sebagai kaum musyrik dan sebagai konsekuesnsi logisnya

diharamkan mengawininya oleh orang-orang Islam?. Para pemikir

Paramadina berpendapat tidak, hal ini dikarenakan dalam QS. al-Baqarah

ayat 221 tidak membicarakan perihal kemusyrikan sebagaimana yang

dimaksud tersebut diatas (Madjid, 2005: 159).

Page 79: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

66

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa setiap perbuatan

Syirik tidak secara langsung dapat menyebutkan pada pelakunya yang

teridentifikasi musyrik, tetapi sebaliknya bahwa setiap orang yang

terkategorikan musyrik sudah tentu ia adalah pelaku syirik. Oleh sebab

itu, untuk memperjelas identitas musyrik ini, maka sangat perlu untuk

mengidentifikasi mengenai orang-orang yang di kategorikan oleh al-Qur

an sebagai orang musyrik, yang di haramkan bagi orang muslim untuk

mengawininya. Dalam hal ini, buku fikih lintas agama memberikan

pembedaan sekaligus pendefinisian yang cukup jelas terhadap kosa-kata

Musyrik, Ahli Kitab dan Mukmin.

a. Musyrik

Dalam arti sesungguhnya tidak hanya mempersekutukan

Allah tapi juga tidak mempercayai salah satu dari kitab samawi,

baik yang telah mengalami penyimpangan ataupun masih asli, di

samping juga tidak ada seorang Nabi pun yang di percayainya.

b. Ahli Kitab

Sementara Ahli Kitab adalah orang yang mempercayai

salah seorang Nabi dari Nabi-nabi dan salah satu kitab dari kitab-

kitan samawi, baik sudah terjadi penyimpangan pada mereka

dalam bidang akidah maupun amalannya.

c. Mukmin

Sedangkan yang disebut sebagai orang mukmin adalah

orang-orang yang percaya kepada risalah Nabi Muhammad baik

Page 80: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

67

mereka terlahir dalam keadaan Islam atau pun tidak yang

kemudian memeluk Islam, baik berasal dari Ahli Kitab maupun

Musyrik, atau bisa jadi berasal dari agama mana saja.

Berdasar pada pengklasifikasian yang dibuat oleh mereka ini,

dengan memperhatikan beberapa ayat sebagaiamana yang mereka

sebutkan diatas, maka cukup jelas perbedaan antara orang-orang yang

terkategorikan musyrik dengan Ahli Kitab. Dengan demikian, seharusnya

tidak dapat dicampur-adukkan pengertian diantara keduannya, dimana

orang-orang Musyrik diartikan sebagai Ahli Kitab, dan sebaliknya, Ahli

Kitab diartikan sebagai Musyrik. Interpretasi itu mendapat dukungan dari

Abduh sebagai berikut, jika merujuk pada pengaharaman mengawini

perempuan musyrikah yang terdapat pada QS. al-Baqarah ayat 221,

Abduh berpendapat tidak tepat bila ayat tersebut dipahami bahwa yang

dimaksudkan dengan perempuan musyrikah adalah perempuan Ahli

Kitab. Selanjutanya ia berpendapat, bahwa perempuan yang haram

dikawini oleh orang-orang muslim dalam QS. al-Baqarah ayat 221

tersebut perempuan-perempuan musyrik Arab (Ridha, 93).

Dari pendapat ini, mereka mengambil kesimpulan, jika sampai

sekarang orang-orang musyrik Arab sebagaimana yang dimaksud oleh

Abduh masih ada, maka hukum mengenai pengharam untuk menikahinya

dapat diberlakukan. Tetapi jika tidak ada, maka dengan sendirinya tidak

ada satu kepercayaan dan agama pun yang menjadi kendala dalam

melakukan perkawinan ( dengan siapa saja termasuk Ahli Kitab).

Page 81: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

68

Selanjutnya berdasarkan argumentasi ini, maka pandangan yang

memasukkan non-muslim sebagai musyrik, menurut buku fikih lintas

agama ditolak dengan beberapa alasan, antara lain:

Pertama, dalam sejumlah ayat yang lain, al-Qur an membedakan

antara orang-orang musyrik dengan Ahli Kitab (Kristen dan Yahudi).

Dalam bebarapa ayat-Nya al-Qur an menggunakan huruf waw/wa yang

dalam gramatika bahasa Arab disebut athfun (athof), yang memberi arti

pembedaan antara kata sebelumnya dengan kata yang sesudahnya. Atas

dasar ini, terdapat perbedaan antara kata Musyrik dengan Ahli Kitab.

Pendapat demikian dikutip oleh mereka dari interpretasi yang dilakukan

oleh Abu Ja far ibn jari al-Thabari yang menafsirkan kata Musyrik

sebagai orang yang bukan Ahli Kitab. Musyrik yang dimaksud dalam QS.

al-Baqarah ayat 221 sama sekali bukan Kristen dan Yahudi, tetapi yang

dimaksud dengan musyrik pada ayat tersebut adalah orang-orang musyrik

Arab yang tidak mempunyai kitab suci.

Kedua, larangan menikahi Musyrik dikarenakan kekhawatiran

wanita musyrik atau laki-laki musyrik memerangi orang-orang Islam. Hal

ini dapat dilihat dari sebab penurunan (asbâb an-nuzul) ayat tersebut yang

diturunkan dalam situasi dimana terjadi ketegangan antara orang-orang

muslim dengan orang-orang musyrik Arab. Melihat konteks asbâb an-

nuzul tersebut memberi pengertian yang cukup jelas, bahwa yang

dimaksud dengan musyrik adalah orang-orang yang suka memerangi

kaum muslim. hal ini sesuai dengan pendapat Ar-Razi yang menolak

Page 82: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

69

makna musyrik yang ditujukan pada kalangan paganis Arab

(penyembah berhala) tetapi lebih tepat ditujukan bagi mereka yang

memerangi Islam, oleh karenanya kaum musyrik disini bukanlah dalam

pengertian ahl al-dzimmah.

Ketiga, membaca sosio-historis dalam masyarakat Arab pada

waktu itu terdapat tiga kelompok masyarakat yang disebut sebagai

kelompok lain (al-âkhar ), yaitu Musyrik, Kristen dan Yahudi. Yang

disebut musyrik adalah mereka yang mempunyai kedudukan yang tinggi

dan berada di posisi penting dalam masyarakat Arab yang kesemuannya

itu berpusat di Makkah. Mereka mempunyai sesembahan (patung) hibal

yang paling besar diantara semua kelompok yang terbuat dari batu akik

dan bentuknya menyerupai manusia. Di sekeliling patung tersebut

terdapat patung-patung kecil yang berjumlah 360 buah. Sedangkan

Kristen merupakan kekuatan yang sangat besar di dataran Arab. Mereka

adalah kelompok orang Kristen Syam yang lari ke Arab sebagai jalan

keluar kezaliman Romawi. Mereka menempati puncak gunung dan bukit-

bukit melalui padang Afrika. Kedatangan orang-orang Kristen ini

menyebabkan sejumlah Kabilah Arab memeluk agama Kristen,

diantaranya; Kabilah Ghassan, Taghallub, Tanukh, Lakhm, Kharam dan

lain sebagainnya.

Dan yang dimaksud dengan Yahudi adalah mereka yang juga lari

dari Syam, karena kediktatoran Romawi dan Persia, namun mereka

berpusat di Madinah. Jumlah mereka teramat besar hingga hampir

Page 83: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

70

menyamai separuh penduduk Madinah. Di antaranya adalah keturunan

Qaynaqa, Nadhir dan Qurayzah. Sebagian mereka ada yang mengikuti al-

Khumayri yang pergi menuju wilayah selatan Arab besama orang-orang

Yahudi, sehingga mereka menyebarkan agamanya di Yaman. Dari sini,

lalu mereka tersebar diantara Yatsrib, Khaybar, Tabuk, Tayma dan

Yaman.

Komposisi masyarakat demikian menunjukkan bahwa ada

distingsi (perbedaan) yang jelas antara kaum Musyrik, Kristen dan

Yahudi. Yang membedakan antara musyrik dengan Kristen dan Yahudi,

adalah terletak pada ajaran monoteisme. Musyrik sepertinya murni

sebagai kekuatan politik yang diantara ambisinya adalah kekuasaan dan

kekayaan. Sedangkan Yahudi dan Kristen adalah mereka yang sedikit

banyak mempunyai persinggungan teologis dengan Islam. Walaupun

terdapat ketegangan antara mereka dengan komunitas muslim, tetapi

setidaknya terdapat beberapa upaya bersama untuk membangun sebuah

kepahaman bersama yang dibuktikan dengan diterbitkannya Piagam

Madinah yang merupakan kesepakan antara komunitas muslim, Kristen

dan Yahudi (Madjid, 2005: 161).

Bahkan ketiga agama samawi telah bersepakat untuk menjadi

umat yang satu (ummatan wâhidatan ). Dalam beberapa ayat al-Qur an pun

secara eksplisit menyebut mereka yang beragama Yahudi, Kristen dan

kaum Shabi ah dan mereka yang beramal saleh akan mendapatkan

Page 84: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

71

imbalan yang setimpal dihari kiamat nanti sebagaimana penjelasan pada

(QS. al-Baqarah ayat 62)

ابئي من آمن باللو والي وم الآخر إن الذين آمنوا والذين ىادوا والنصارى والصم ولا خوف عليهم ولا ىم يزنون (٦۲) وعمل صالا ف لهم أجرىم عند رب

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang

Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin,

siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman

kepada Allah, hari kemudian, dan beramal shaleh, maka

mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak

ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka

bersedih hati”.

Pada ayat yang lain juga disebutkan sejumlah Pendeta dan Pastor

yang tidak sombong, dan apabila mereka mendengar ayat-ayat Tuhan

yang disampaikan oleh rasul mereka mengeluarkan air mata. Hal

demikian menunjukkan sikap kebenaran terhadap Islam sebagai ajaran.

QS. al-Mâidah ayat 82-83.

Keempat, alasan yang cukup fundamental dibolehkannya nikah

beda agama terutama dengan non-muslim adalah berdasarkan QS. al-

Mâidah ayat 5:

الي وم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لم والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من ق بلكم إذا

ر مسافحي ولا متخذي أخدان ومن يكفر بالإيمان آت يتموىن أجورىن مصني غي (٥) ف قد حبط عملو وىو ف الآخرة من الاسرين

Page 85: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

72

Artinya:

“Pada hari ini dihalalkan bagi kamu semua barang yang

baik. Dan makanan (sembelihan) Ahli Kitab adalah halal

bagi kamu, dan makanan kamu juga halal bagi mereka.

Demikian pula (dihalalkan bagimu mengawini)

perempuan-perempuan yang suci di antara perempuan-

perempuan mukmin, serta perempuan-perempuan yang suci

di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu jika

kamu berikan kepada mereka maskawin, bukan dengan

zina dan bukan dengan diam-diam mengambil mereka

sebagai gundik”.

Ayat ini merupakan ayat Madaniyah yang diturunkan setelah

ayat yang melarang pernikahan orang muslim dengan orang musyrik,

sehingga mereka beriman. Para pemikir Paramadina dalam buku tersebut

mensinyalir ayat ini bisa disebut ayat revolusi karena secara eksplisit

menjawab beberapa keraguan bagi masyarakat muslim pada saat itu.

Namun, ayat ini mulai membuka ruang bagi perempuan Kristen dan

Yahudi (Ahli Kitab) untuk melakukan pernikahan dengan orang-orang

muslim (Madjid, 2005: 152).

Menurut pandangan dalam buku itu, ayat ini bisa berfungsi dua hal

sekaligus. Pertama, sebagai ayat yang kedudukannya menghapus

(nasikh), kedua, sebagai ayat pengkhususan (mukhashish) dari ayat

sebelumnya yang melaranag pernikahan dengan orang-orang musyrik.

Dalam kaidah fiqh bisa diambil kesimpulan, bila terdapat dua ayat yang

bertentangan antara satu dengan yang lainnya, maka diambil ayat yang

paling akhir turunnya. Salah satu legitimasi yang cukup untuk dijadikan

sandaran mengenai pembolehan perkawinan beda agama (orang-orang

muslim dengan non-muslim) oleh mereka dalam buku fikih lintas agama

Page 86: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

73

ini, adalah berdasarkan tindakan kasus-kasus yang dialami oleh Sahabat-

sahabat Nabi yang menikah dengan perempuan Yahudi atau Kristen.

Namun Sayyid Sabiq mencatat diantara sekian sahabat yang menyikapi

diam dengan fenomena itu, ada satu Sahabat yang mengharamkannya,

yakni Ibnu Umar (Sabiq, 1985: 106).

Dengan demikian, pandangan buku itu selanjutnya berkaitan

dengan persoalan pernikahan laki-laki non-muslim dengan perempuan

muslimah, yang merupakan wilayah ijtihadi dan terkait dengan konteks-

konteks tertentu, diantarannya adalah konteks dakwah pada waktu itu,

sehingga perkawinan antar agama adalah sesuatu yang terlarang. Namun

demikian, Karena kedudukan hukum kerapkali dilahirkan melalui proses

ijitihad, maka bisa dimungkinkan jika dicetuskan pendapat baru, bahwa

wanita muslimah boleh menikah dengan laki-laki non-muslim atau

perkawinan beda agama secara lebih luas sangat diperbolehkan, apapun

aliran dan kepercayaannya (Madjid, 2005: 154). Hal demikian merujuk

pada spirit (semangat) yang dibawa al-Qur an itu sendiri.

Pertama, bahwa Pluralitas Agama adalah merupakan sunnatullah

yang tidak bisa dihindarkan. Tuhan menyebut agama-agama Samawi

dan mereka membawa ajaran amal saleh sebagai orang-orang yang akan

bersamanya di surga nanti, sebagaimana firman-Nya pada QS. al-

Baqarah ayat 62

ابئي من آمن باللو والي وم الآخر إن الذين آمنوا والذين ىادوا والنصارى والصم ولا خوف عليهم ولا (٦۲) ىم يزنون وعمل صالا ف لهم أجرىم عند رب

Page 87: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

74

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang

Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin,

siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman

kepada Allah, hari kemudian, dan beramal shaleh, maka

mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak

ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mere

bersedih hati”.

Tuhan juga menyebutkan secara eksplisit perbedaan jenis kelamin

dan suku sebagai tanda agar satu dengan lainnya saling mengenal.

Dengan demikian, perkawinan beda agama dapat dijadikan salah satu

ruang diamana antar penganut agama dapat saling berkenalan secara lebih

dekat.

Kedua, bahwa tujuan dari diberlangsungkannya pernikahan adalah

untuk membangun tali kasih (al-mawaddah) dan tali sayang (al-rahmah).

Dengan demikian, pernikahan beda agama justru dapat dijadikan wahana

untuk membangun toleransi dan kesepahaman antara masing-masing

pemeluk agama yang dimulai dengan tali kasih dan tali sayang melalui

hubungan keluarga.

Ketiga, semangat yang dibawa Islam adalah pembebasan, bukan

sebaliknya yakni belenggu. Adanya tahapan-tahapan yang dilakukan oleh

al-Qur an sejak adanya larangan pernikahan orang muslim dengan orang

musyrik, kemudian membuka jalan bagi pernikahan dengan Ahli Kitab

merupakan sebuah tahapan yang evolutif (Madjid, 2005: 163). Oleh

karennya agama lain terlebih pemeluknya bukan diposisikan sebagai

kelas kedua atau Ahl al-Dzimmah tetapi lebih disejajrkan sebagai warga

Negara. Tidak dapat dipungkiri, bahwa terutama Nurcholish secara

Page 88: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

75

pribadi sebagai seorang pemikir modern sekaligus para aktor intelektual

komunitas Paramadina, memandang kehadiran masalah-masalah yang ada

tentunya dengan kaca mata modern pula, sehingga tidak jarang (dan bisa

ditebak secara langsung), refrensi yang ia dan mereka gunakan sebagai

legitimasi atas ide dan gagasan tersebut selalu mengacu pada konsepsi

maupun hasil dari para pemikir kontemporer.

E. Makna Kata Musyrik dan Ahl al-Kitab dalam Pandangan M.

Quraish Shihab dan Nur Cholis Madjid.

Sebagaimana dalam penjelasan M. Quraish Shihab yang dimaksud

dengan syirik adalah mempersekutukan sesuatu dengan sesuatu. Dalam

pandangan agama, seorang musyrik adalah siapa yang percaya bahwa ada

Tuhan bersama Allah, atau siapa yang melakukan satu aktivitas yang

bertujuan utama ganda, pertama kepada Allah, dan kedua kepada selain-

Nya. Dengan demikian, semua yang mempersekutukan-Nya dari sudut

pandang tinjauan ini, adalah musyrik (Shihab, 2002: 473). Sedangkan ahl

al-kitab adalah semua penganut agama Yahudi dan Nasrani, kapan, di

manapun, dari keturunan siapa pun mereka (Shihab, 368).

Pengertian musyrik menurut Nur Cholis Madjid, dalam arti

sesungguhnya tidak hanya mempersekutukan Allah tapi juga tidak

mempercayai salah satu dari kitab samawi, baik yang telah mengalami

penyimpangan ataupun masih asli, di samping juga tidak ada seorang

Nabi pun yang di percayainya. Sementara Ahli Kitab adalah orang yang

mempercayai salah seorang Nabi dari Nabi-nabi dan salah satu kitab dari

Page 89: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

76

kitab-kitan samawi, baik sudah terjadi penyimpangan pada mereka dalam

bidang akidah maupun amalannya (Madjid, 2005: 159).

F. Perkawinan Beda Agama dalam UU. No. 1 Tahun 1974 dan

Kompilasi Hukum Islam

Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan menyatakan: “Perkawinan adalah sah, apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya

itu.”

Dalam Pasal 2 ayat (2) menyatakan: “Tiap-tiap Perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pada dasarnya sahnya suatu perkawinan menurut Undang-undang

ialah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaan setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan, setelah

sah menurut agama dan kepercayaannya itu barulah Perkawinan tersebut

dicatat untuk mendapatkan pengakuan dari Negara (Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM Kementrerian Hukum dan HAM RI, hal. 25).

Adapun perkawinan beda agama dalam Kompilasi Hukum Islam

secara ekspilisit dapat dilihat dari ketentuan empat pasal.

1. Pada pasal 40 KHI, dinyatakan: Dilarang melangsungkan perkawinan

antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:

a. Karena wanita yang bersangutan masih terikat satu perkawinan

dengan pria lain.

Page 90: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

77

b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria

lain.

c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam (Departemen Agama

RI, Kompilasi Hukum Islam, 1993: 32).

2. Pasal 44 KHI; ”Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan

perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.”

(Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, 1993: 33).

3. Pasal 61 KHI; ”Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk

mencegah perkawinan kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama

atau ikhtilaf al-din (Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum

Islam, 1993: 39).

4. Pasal 116 KHI; Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-

alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabok, pemadat,

penjudi dan lain sebaginya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun

berturut-turut tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara (lima) tahun, atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankannya sebagai suami atau istri.

Page 91: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

78

e. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

f. Suami melanggar taklik talak.

g. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidak rukunan dalam rumah tangga (Departemen Agama RI,

Kompilasi Hukum Islam, 1993: 59).

Jadi perspektif mengenai perkawinan beda agama dalam UU. No.

1 Tahun 1974 memang tidak secara detail menyebutkan keabsahan

tentang perkawinan beda agama. Hanya menyebutkan “Perkawinan

adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya

dan kepercayaannya itu” (dalam Pasal 2 ayat 1) dan “Tiap-tiap

Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku” ( Pasal 2 ayat 2). Kemudian berbeda dengan pandangan dalam

Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan larangan menikah antara pria

muslim dengan wanita non muslim (Pasal 40 KHI) dan wanita muslimah

dengan laki-laki non muslim (Pasal 44 KHI).

Page 92: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

79

BAB IV

ANALISA

A. Analisa tentang Hukum Perkawinan Beda Agama menurut Tafsir

al-Misbah

1. Alasan kebolehan

Dalam surat Al Maidah ayat 5 membolehkan pernikahan

antar pria Muslim dengan wanita Ahl al-Kitab, tetapi izin ini adalah

sebagai jalan keluar kebutuhan mendesak ketika itu, dimana kaum

muslimin sering bepergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu

kembali ke keluarga mereka, sekaligus juga untuk tujuan dakwah.

Akan tetapi wanita Muslimah tidak diperkenankan menikah dengan

pria non-Muslim, baik Ahl al-Kitab lebih-lebih kaum musyrikin,

karena mereka tidak mengakui kenabian Nabi Muhammad Saw.

Sedangkan Laki-laki Muslim mengakui kenabian Isa, serta

menggaris bawahi prinsip toleransi beragama “lakum dinukum wa

liya din”. Laki-laki non muslim bilamana menjadi pemimpin rumah

tangga dapat mempengaruhi istrinya, sehingga bila suami tidak

mengakui ajaran agama yang dianut sang istri maka dikhawatirkan

akan terjadi pemaksaan beragama baik secara terang-terangan

maupun terselubung (Shihab, 2002: 31).

Di sisi lain, ditempatkannya ayat ini sesudah pernyataan

keputusasaan orang-orang kafir dan sempurnanya agama Islam. Ini

Page 93: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

80

memberi isyarat bahwa dihalalkannya hal-hal tersebut antara lain

karena umat Islam telah memiliki kesempurnaan tuntunan agama

dan karena orang-orang kafir sudah sedemikian lemah, sehingga

telah berputus asa untuk mengalahkan kaum muslimin atau

memurtadkannya. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa izin tersebut

bertujuan pula untuk menampakkan kesempurnaan Islam serta

keluhuran budi pekerti yang diajarkan dan diterapkan oleh suami

terhadap para istri penganut agama Yahudi atau Kristen itu, tanpa

harus memaksanya untuk memeluk agama Islam. Atas dasar

keterangan di atas, maka sangat pada tempatnya jika dikatakan

bahwa tidak dibenarkan menjalin hubungan pernikahan dengan

wanita Ahl al Kitab bagi yang tidak mampu menampakkan

kesempurnaan ajaran Islam, lebih-lebih yang diduga bisa

terpengaruh oleh ajaran non Islam yang dianut oleh calon istri atau

keluarga calon istrinya (Shihab, 2002: 32).

2. Alasan Keharaman

Dalam tafsir surat Al Baqarah ayat 221, Allah secara tegas

melarang pernikahan antara orang muslim dengan non muslim. Hal

ini dipicu karena mereka memiliki beda prinsip dengan agama

islam. Sehingga apabila mereka menikah maka dikhawatirkan

mereka akan bercampur dan menjadi keruh imannya. M. Quraish

Shihab melarang pernikahan antara orang Muslim dengan non

Muslim, Ahl al-Kitab, dan lain-lainnya. Sebagaimana dijelaskan

Page 94: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

81

dalam tafsirnya: Dan janganlah kamu wahai laki-laki muslim

menikahi yakni menjalin ikatan perkawinan, dengan wanita-wanita

musyrik, walaupun wanita-wanita musyrik itu menarik hati kamu.

Karena ia cantik, bangsawan, kaya, dan lain-lain. Dan janganlah

kamu wahai para wali, menikahkan orang-orang musyrik para

penyembah berhala, dengan wanita-wanita mukmin sebelum

mereka beriman dengan iman yang benar Sesungguhnya budak

yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia

menarik hati kamu karena ia gagah, bangsawan atau kaya dan lain-

lain (shihab, 2002: 473).

Jadi dari uraian di atas secara gamblang menerangkan dua

alasan yang membolehkan maupun melarang adanya pernikahan

beda agama. Pertama, berdasarkan QS. al-Maidah ayat 5 yang

menerangkan kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita Ahl al-

Kitab, perizinan ini sebagai alternatif keadaan mendesak pada saat

itu dimana para muslimin yang melakukan jihad tidak bisa pulang

kepada keluarga mereka di kampung halaman, sekaligus sebagai

tujuan dakwah. Disisi lain juga untuk menampakan kesempuranaan

islam di tengah melemahnya orang kafir serta untuk menunjukkan

keluhuran budi pekerti yang diajarkan dan diterapkan oleh suami

terhadap para istri penganut agama Yahudi atau Kristen itu, tanpa

harus memaksanya untuk memeluk agama Islam. Akan tetapi

perizinan ini tidak dibenarkan bagi mereka yang hendak melakukan

Page 95: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

82

pernikahan beda agama bilamana tidak kuat imannya maupun tidak

mampu untuk menampakkan budi pekerti luhur serta kesempurnaan

agama Islam. Kedua, QS. al-Baqarah ayat 221 yang secara tegas

melarang pernikahan antara orang muslim dengan non muslim.

Yang mana dalam hal ini karena mereka memiliki beda prinsip

dengan agama islam. Kemudian bila dilakukan pernikahan diantara

mereka, dikhawatirkan mereka akan bercampur dan menjadi keruh

imannya serta tidak menutup kemungkinan akan terjadi runtuhnya

bangunan rumah tangga karena keharmonisan yang semestinya

didapati ini tidak tercapai.

B. Analisa tentang Hukum Perkawinan Beda Agama menurut Buku

Fiqih Lintas Agama

QS. Al-Maidah Ayat 5, ini merupakan ayat Madaniyah yang

diturunkan setelah ayat yang melarang pernikahan orang muslim

dengan orang musyrik, sehingga mereka beriman. Ayat ini bisa disebut

ayat revolusi karena secara eksplisit menjawab beberapa keraguan bagi

masyarakat muslim pada saat itu. Namun, ayat ini mulai membuka

ruang bagi perempuan Kristen dan Yahudi (Ahli Kitab) untuk

melakukan pernikahan dengan orang-orang muslim (Madjid, 2005:

152).

Menurut pandangan dalam buku Fiqh Lintas Agama, ayat ini

bisa berfungsi dua hal sekaligus. Pertama, sebagai ayat yang

kedudukannya menghapus (nasikh), kedua, sebagai ayat pengkhususan

Page 96: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

83

(mukhashish) dari ayat sebelumnya yang melaranag pernikahan dengan

orang-orang musyrik. Dalam kaidah fiqh bisa diambil kesimpulan, bila

terdapat dua ayat yang bertentangan antara satu dengan yang lainnya,

maka diambil ayat yang paling akhir turunnya. Salah satu legitimasi

yang cukup untuk dijadikan sandaran mengenai pembolehan

perkawinan beda agama (orang-orang muslim dengan non-muslim) oleh

mereka dalam buku fikih lintas agama ini, adalah berdasarkan tindakan

kasus-kasus yang dialami oleh Sahabat-sahabat Nabi yang menikah

dengan perempuan Yahudi atau Kristen. Namun Sayyid Sabiq mencatat

diantara sekian sahabat yang menyikapi diam dengan fenomena itu, ada

satu Sahabat yang mengharamkannya, yakni Ibnu Umar (Sabiq, 1985:

106).

Dengan demikian, pandangan buku Fiqh Lintas Agama ini

selanjutnya berkaitan dengan persoalan pernikahan laki-laki non-

muslim dengan perempuan muslimah, yang merupakan wilayah ijtihadi

dan terkait dengan konteks-konteks tertentu, diantarannya adalah

konteks dakwah pada waktu itu, sehingga perkawinan antar agama

adalah sesuatu yang terlarang. Namun demikian, Karena kedudukan

hukum kerapkali dilahirkan melalui proses ijitihad, maka bisa

dimungkinkan jika dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita muslimah

boleh menikah dengan laki-laki non-muslim atau perkawinan beda

agama secara lebih luas sangat diperbolehkan, apapun aliran dan

kepercayaannya (Madjid, 2005: 154).

Page 97: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

84

Dari pemaparan di atas didapati argumen yang menyatakan

kebolehan adanya pernikahan beda agama, berbeda dengan apa yang di

sampaikan dalam tafsir al-Misbah bahwasannya kebolehan pernikahan

beda agama ini diperuntukkan bagi laki-laki muslim, bukan untuk

wanita muslimah. Sedang pemikiran dalam Fiqih Lintas Agama ini

lebih luas lagi pemaknaannya, seiring berkembangnya zaman dan

sering kali didapati proses ijtihad yang kemudian melahirkan hukum

baru maka bisa dimungkinkan jika dicetuskan pendapat baru, bahwa

wanita muslimah boleh menikah dengan laki-laki non-muslim atau

perkawinan beda agama secara lebih luas sangat diperbolehkan.

C. Analisa Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al-

Misbah dan Fiqh Lintas Agama serta Relevansinya terhadap

Peraturan Perundang-undangan di Negara Indonesia

Dari kedua pemikiran baik Tafsir al-Misbah maupun Fiqh Lintas

Agama mengenai perkawinan beda agama terdapat persamaan dan

perbedaan dari keduanya. Pertama, persamaan dari keduanya adalah

kebolehan seorang laki-laki muslim menikah dengan wanita Ahl al-

Kitab. Lebih lanjut dijelaskan dalam Tafsir al-Misbah perizinan

pernikahan beda agama ini ditujukan bagi mereka laki-laki muslim

yang mampu dan kuat imannya untuk menunjukkan budi pekerti yang

luhur dan kesempurnaan agama Islam. Bilamana tidak mampu dalam

hal yang disebutkan tadi maka perizinan dibolehkannya laki-laki

muslim menikahi wanita Ahl al-Kitab ini tidak dibenarkan.

Page 98: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

85

Kedua, dalam Tafsir al-Misbah cenderung tidak

memperkenankan pernikahan beda agama. Dikhawatirkan karena

adanya perbedaan keimanan akan menimbulkan permasalahan yang

kemudian dapat meruntuhkan bangunan rumah tangga, karena tujuan

keharmonisan yang didamba dalam rumah tangga tidak didapati.

Selanjutnya dalam pemikiran Fiqh Lintas Agama cenderung lebih

memberikan kebolehan pernikahan beda agama, yang tidak saja laki-

laki muslim boleh menikahi wanita Ahl al-Kitab akan tetapi sebaliknya

seiring berkembangnya zaman dan sering kali didapati proses ijtihad

yang kemudian melahirkan produk hukum baru maka bisa

dimungkinkan jika dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita muslimah

boleh menikah dengan laki-laki non-muslim atau perkawinan beda

agama secara lebih luas sangat diperbolehkan.

Selanjutnya dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 1

menyebutkan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

Dalam Pasal 2 ayat (2) menyatakan: “Tiap-tiap Perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pada dasarnya sahnya suatu perkawinan menurut Undang-undang

ialah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaan setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan, setelah

sah menurut agama dan kepercayaannya itu barulah Perkawinan tersebut

Page 99: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

86

dicatat untuk mendapatkan pengakuan dari Negara (Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM Kementrerian Hukum dan HAM RI, hal. 25).

Adapun perkawinan beda agama dalam Kompilasi Hukum Islam

secara ekspilisit dapat dilihat dari ketentuan empat pasal.

1. Pada pasal 40 KHI, dinyatakan: Dilarang melangsungkan perkawinan

antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:

a. Karena wanita yang bersangutan masih terikat satu perkawinan

dengan pria lain.

b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria

lain.

c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam (Departemen Agama

RI, Kompilasi Hukum Islam, 1993: 32).

2. Pasal 44 KHI; ”Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan

perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.”

(Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, 1993: 33).

Jadi, berdasarkan keempat penjelasan yang tersebut diatas

terdapat kontrovesri dan ketidak sinambungan satu sama lain. Karena

menurut pemikiran M. Qurasih Shibab cenderung tidak

memperkenankan perkawinan beda agama, menurut Nur Cholis Madjid

lebih memberikan kebolehan perkawinan beda agama, UU No. 1 Tahun

1974 hanya mengatur tentang keabsahan suatu pernikahan saja dan

tidak mengatur secara rinci mengenai pernikahan beda agama,

Page 100: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

87

sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam lebih melarang adanya

perkawinan beda agama.

Page 101: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

88

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hukum nikah beda agama dalam Kitab Tafsir al-Misbah

menjelaskan dua alasan yakni kebolehaan dan larangan pernikahan

beda agama. Pertama, kebolehan pernikahan beda agama

didasarkan pada QS. al-Maidah ayat 5 yang menjelaskan kebolehan

laki-laki muslim menikahi wanita Ahl al-Kitab, sedang ini tidak

berlaku bagi wanita muslimah menikah dengan laki-laki Ahl al-

Kitab. Yang mana ini merupakan salah satu jalan keluar dari sebuah

keterpaksaan pada waktu itu dimana para mujahid tidak bisa

kembali pulang kepada keluarga mereka, sekaligus untuk tujuan

dakwah, serta untuk menunjukkan kesempurnaan islam di tengah

melemahnya orang-orang kafir dan menunjukkan budi pekerti luhur

bagi mereka yang mampu dan kuat imannya kepada orang-orang

Ahl al-Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Namun, perizinan

ini tidak dibenarkan bilamana mereka yang hendak melakukan

pernikahan beda agama tidak mempunyai iman yang kuat dan tidak

mampu menampakkan budi pekerti luhur serta kesempurnaan

agama Islam.

Kedua, larangan pernikahan beda agama yang disandarkan

pada QS. al-Baqarah ayat 221 yang menjelaskan adanya larangan

Page 102: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

89

seorang muslim menikah dengan non muslim. Hal ini karena

dikhawatirkan keduanya berbebeda prinsip dan akan terjadi keruh

imannya dan dimungkinkan runtuhnya bangunan rumah tangga

karena pondasi iman yang lemah dan keharmonisan dalam rumah

tangga tidak tercapai.

2. Hukum nikah beda agama menurut Buku Fiqih Lintas Agama

menyatakan kebolehan pernikahan beda agama yang disandarkan

pada QS. al-Maidah ayat 5, bahwasannya laki-laki muslim boleh

menikahi wanita Ahl al-Kitab. Dan seiring berkembangnya zaman

serta adanya kedudukan hukum yang kerapkali dilahirkan oleh

proses ijtihad. Maka, dimungkinkan jika dicetuskan pendapat baru,

bahwa wanita muslimah boleh menikah dengan laki-laki non-

muslim atau perkawinan beda agama secara lebih luas sangat

diperbolehkan, apapun aliran dan kepercayaannya.

3. Dari pemikiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah dan

dalam pemikiran Fiqh Lintas Agama, keduanya membolehkan

pernikahan beda agama yang didasarkan pada QS. al-Maidah ayat

5. Akan tetapi dalam tafsir al-Misbah memberikan kebolehan

pernikahan beda agama bagi mereka laki muslim yang kuat

imannya dan mampu dalam menampakkan kesempurnaan Islam

dan budi pekerti luhur kepada mereka Ahl al-Kitab dari kalangan

Yahudi dan Nasrani. Dan tidak dibenarkan kebolehan bagi mereka

laki-laki muslim yang tidak mampu menampakkan budi pekerti

Page 103: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

90

luhur dan kesempurnaan Islam untuk menikah dengan mereka

wanita Ahl al-Kitab. Selanjutnya dalam UU No. 1 Tahun 1974

menyebutkan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Pada

dasarnya sahnya suatu perkawinan menurut Undang-undang ialah

apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaan setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan,

setelah sah menurut agama dan kepercayaannya itu barulah

Perkawinan tersebut dicatat untuk mendapatkan pengakuan dari

Negara. Kemuduian menurut Kompilasi Hukum Islam berdasarkan

Pasal 40 dan Pasal 44 menyatakan adanya larangan perkawinan

beda agama antara pria muslim dengan wanita non muslim maupun

sebaliknya. Jadi, berdasarkan keempat penjelasan yang tersebut

diatas terdapat kontrovesri dan ketidak sinambungan satu sama lain.

Karena menurut pemikiran M. Qurasih Shibab cenderung tidak

memperkenankan perkawinan beda agama, menurut Nur Cholis

Madjid lebih memberikan kebolehan perkawinan beda agama, UU

No. 1 Tahun 1974 hanya mengatur tentang keabsahan suatu

pernikahan saja dan tidak mengatur secara rinci mengenai

pernikahan beda agama, sedangkan menurut Kompilasi Hukum

Islam lebih melarang adanya perkawinan beda agama.

Page 104: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

91

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca

dan masyarakat luas adalah sebagai berikut:

1. Semoga dengan penelitian ini dapat memberikan wacana bagi

pembaca sekalian serta masyarakat luas untuk mempertimbangkan

dalam memutuskan pernikahan yang bersangkutan dengan beda

keyakinan dan segala resikonya.

2. Untuk pembaca dan masyarakat luas agar lebih bijak dalam

menanggapi beberapa pendapat mengenai pernikahan beda agama

yang tertulis dalam penelitian ini.

Page 105: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

92

DAFTAR PUSTAKA

Ad Dimasyqi, Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir. 2004. Tafsir Al Qur‟an Al

„Adhim (Tafsir Ibnu Kasir). Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Abidin , Ahmad Zaenal. 2014. Pernikahan Antar Agama Menurut M. Quraish

Shihab. Kontemplasi Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 1.

Amir, Syarifuddin. 2007. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta:

Kencana.

Arikunto, Suharsimi. 1987. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek).

Jakarta: Rineka Cipta.

Ar-Razi, Muhammad. 1996. Tafsir Al-Kabîr wa Mafâtih Al-Ghayb. Beirut: Dâr al-

Fikr.

Basorudin. 2004. Pernikahan Beda Agama dalam Pemikiran Muslim (Studi

Komparasi antara Mahmūd Syalţuţ Dan Quraish Shihab)”. Skripsi: Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Cawidu, Harifuddin. 1991. Konsep Kufr dalam Al-Qur an. Jakarta: Bulan

Bintang.

Junaidi, Mahbub. 2011. Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab telaah pemikiran

kalam dalam tafsir al mishbah. Solo Sukoharjo: CV Angkasa Solo.

Madjid, Nurcholish dkk. 2005. Fiqih Lintas Agama; Membangun Masyarakat

Inklusif-Pluralis. Jakarta: Paramadina.

Mafatih, Ahmad Hasan Mafatih. 2006. Perkawinan Beda Agama Suatu Analisis

Pandangan Muhammad Ali As-Shabuni tentang Perkawinan Al-Musyrikah

dengan Al-Kitab. Skripsi: STAIN Surakarta.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Mohd Idris, Ramulyo.2002. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Al_Qur‟an Dan Terjemahannya, Jakarta: 1971.

Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di

Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Page 106: PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6597/1/21214003.pdfmengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al Misbah, (2)

93

Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghaha Indonesia.

Rahman, Ghazali Abd. 2006. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana.

Rais, Isnawati. 2006. Hukum Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: Departemen

Agama RI Badan Litbang dan Diklat.

Ridha, Rasid. Tafsîr al-Manâr jilid VI . Beirut: Dâr al-Ma rifah.

Robikhah, Mar Atur. 2011. Nikah Beda Agama (Studi komparasi Pemikiran

Nurcholish Madjid dan Siti Musdah Mulia). Skripsi: Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Rosyadi R, & Ahmad Rois. 2006. Formalisasi Syari‟at Islam Dalam Prespektif

Tata Hukum Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sabiq, Sayyid. 1985. Fiqh al- Sunnah Juz. II . Bairut: Dâr al-Kitab al-Arabi.

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

Soemargono, Soegono. 1989. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Nur

Cahaya

Soemiati. Hukum Perkawinwn Islam Dan Undang-undang Perkawinan.

Yogyakarta: Liberty.

Sudarsono. 1991. Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Samidjo. 1993. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung: CV Armico.

Tihami, Sahrani Sohari. 2009. Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap.

Jakarta: Rajawali pres.