problematika kelas 5

43
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN DI KELAS V SDN BARENG 3 MALANG MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Problematika Pembelajaran Yang dibina oleh Bapak I Made Suwardana Oleh: Kiki Niken Saptri 109151420271 Shely Nur Pramita R 109151422298 Dian Novianti 109151415407 Novia Anjarwati 109151415414 Lukman Nur Hidayat 109151422297 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR Oktober 2012

Upload: niken-ituw-kiki

Post on 12-Jul-2015

2.803 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Problematika kelas 5

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN

DI KELAS V SDN BARENG 3 MALANG

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Problematika Pembelajaran

Yang dibina oleh Bapak I Made Suwardana

Oleh:

Kiki Niken Saptri 109151420271

Shely Nur Pramita R 109151422298

Dian Novianti 109151415407

Novia Anjarwati 109151415414

Lukman Nur Hidayat 109151422297

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

Oktober 2012

Page 2: Problematika kelas 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan sekolah merupakan salah satu bagian dari Tri Pusat

Pendidikan. Sekolah sebagai tempat proses belajar mempunyai kedudukan yang

sangat penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu pendidikan di sekolah

memegang peranan penting dalam rangka mewujudkan tercapainya pendidikan

nasional secara optimal seperti yang diharapkan. Dalam proses belajar mengajar

tersebut guru menjadi pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang

edukatif, yakni interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan

sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar.

Sebagai pendidik, guru juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai orang

tua para siswa di lingkungan sekolah. Sebagai seorang guru yang setiap hari

mengajar, guru tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami

kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi

pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung yang merupakan

kebutuhan dasar yang akan dipelajari pada saat sekolah dasar. Hal ini terkadang

membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak

seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki

kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai,

mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka, kerika

melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar. Akan tetapi

yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami

kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang

sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai

anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal tanpa memahami dan menelusuri

latar belakang, sebab akibat kenapa anak tersebut mengalami kegagalan dalam

belajar.

Page 3: Problematika kelas 5

Permasalahan- permasalahan pada lingkungan sekolah juga ditemui di

SDN Bareng 03 khususnya pada siswa kelas V. Dalam makalah ini terdapat 10

permasalahan disertai dengan landasan teori masalah serta alternatif pemecahan

masalah.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:

1. Apa sajakah bentuk permasalahan yang terjadi di kelas V SDN Bareng 3

Kota Malang?

2. Bagaimanakah kesesuaian antara permasalahan di kelas V dengan teori?

3. Bagaimanakah alternatif pemecahan dari masalah yang muncul di kelas V

SDN Bareng 3 Kota Malang?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari makalah ini antara

lain:

1. Menjabarkan permasalahan pembelajaran yang muncul di kelas V SDN

Bareng 3 Kota Malang

2. Menjabarkan kesesuian antara permasalahan di kelas V dengan teori

3. Menjelaskan alternatif pemecahan masalah dari permasalahan yang

muncul di kelas V SDN Bareng

Page 4: Problematika kelas 5

BAB II

PEMBAHASAN

1. Anak Hiperaktif dan Distruptive Behavior

a. Landasan teori

Setiap pendidik mempunyai keinginan membangun keberhasilan

dalam proses belajar yang menimbulkan sikap atau perilaku yang baik.

Namun, dengan beragamnya karakteristik para peserta didik memunculkan

banyaknya ragam tingkah laku yang sejalan maupun menyimpang dengan

tujuan pembelajaran. Sering sekali ditemui permasalahan belajar karena

gangguan sosial emosional yang dapat ditemui dalam proses pembelajaran.

Hyperaktif dan distruptive behavior merupakan bagian didalam

permasalahan belajar tersebut. Menurut Kurnia (2008:6-19) Hyperaktif

adalah kecenderungan sikap anak yang tidak bisa diam, bergerak terus

menerus, suka berlarian, melompat-lompat bahkan berteriak-teriak di kelas.

Anak tipe ini sulit di kontrol dalam bertindak terutama dalam hal

mengganggu teman dan gurunya.

Sedangkan menurut Kurnia (2008: 6.20) distruptive behavior adalah

anak yang sering mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan dengan

nada mengejek serta menentang guru.

Menurut teori Individual Physchologie dalam Yatim (2008: 108), anak

yang memiliki sifat tersebut, dikarenakan anak pada masa ini menderita rasa

rendah diri yang timbul sebagai akibat membandingkan dirinya dengan

orang dewasa, dimana dirinya selalu kalah dalam perbandingan itu.

Sehingga memunculkan aksi melagak atau jual aksi.

Tindakan anak seperti itu juga dapat dipengaruhi oleh faktor

perkembangan kepribadian. Menurut Kurnia (2008 : 3.31) ada tiga faktor

yang menentukan perkembangan kepribadian peserta didik, yaitu :

1. Faktor bawaan, termasuk sifat-sifat yang diturunkan secara genetik

dari orang tua kepada anaknya.

Page 5: Problematika kelas 5

2. Pengalaman awal, terjadi pada lingkungan keluarga yang membuat

pengalaman membentuk konsep diri primer yang sangat berpengaruh

pada kepribadian anak.

3. Pengalaman kehidupan, memperkuat konsep diri dan dasar

kepribadian yang sudah ada.

b. Permasalahan

Permasalahan hyperaktif dan distruptive behavior juga ditemui di

SDN Bareng 3 Malang pada siswa kelas V. Anak yang bernama Nazar

selalu membuat ulah di dalam kelas. Mulai dari awal masuk yang tidak

mengikuti berdoa seperti teman lainnya sampai pada proses pembelajaran.

Nazar mempunyai sifat temperamental, serta sikap yang hyperaktif dan

distruptive behavior. Setiap pembelajaran dimulai, hanya beberapa detik

saja Nazar memusatkan perhatiannya. Namun, tidak lama kemudia dia akan

berteriak-teriak tidak jelas. Seringkali Nazar bermain sendiri tiarap-tiarapan

di bawah meja. Sehingga, terkadang jika ada temannya yang tertarik melihat

dia bermain maka temannya akan terpengaruh untuk mengikutinya bermain

tiarap-tiarapan. Tidak jarang sekali Nazar tiba-tiba keluar kelas dan berlari

kekamar mandi tanpa ada ijin terlebih dahulu kepada guru.

Sebenarnya guru sudah memberikan peraturan-peraturan kepada

siswa, serta memberikan penjelasan tentang hukuman yang akan didapat

bila melanggar peraturan tersebut. Mengetahui peraturan tersebut, Nazar

tidak menggubris sama sekali. Dia melakukan apa yang dia inginkan

Gambar 1.1 Nazar membuat ulah dengan berteriak-teriak tidak sopan

Page 6: Problematika kelas 5

sendiri. Suatu hari, ketika guru meminta berdiskusi dengan kelompok

yang sudah ditentukan sebelumnya Nazar malah tidak mau ikut

berdiskusi. Nazar bermain anjing-anjingan saat yang lain berdiskusi. Guru

sudah menasehati dan mengajaknya untuk berdiskusi bersama tetapi

hasilnya tidak mempan. Ketika guru memberi hukuman, Nazar seringkali

tidak melaksanakan hukuman tersebut. Akhirnya, saat itu guru memakai

cara mendiamkan Nazar. Nazar melakukan tindakan sesuai dengan

keinginannya. Dia tetap bermain-main di kelas di saat temannya

berdiskusi. Selain sering membuat ulah di kelas, Nazar juga sering

berbiacara tidak sopan kepada guru. Jika diajari untuk berkata sopan, dia

malah menolak dan mengejek gurunya.

Tingkah laku yang luar biasa pada Nazar tidak hanya di kelas saja,

sewaktu istirahat dia sering bermain-main di tempat guru PPL berkumpul.

Berteriak-teriak dan mengejek guru PPL merupakan cara dia mencari

perhatian. Nazar juga tidak tanggung-tanggung sering membuat temannya

menangis. Namun dari semua sikapnya yang cenderung bersifat tercela,

ada sisi yang perlu diberi nilai plus dari tindakanya menjaga adiknya.

Nazar merupakan kakak dari Nizar, Nizar merupakan kembaran Nazar

yang mempunyai sikap berkebalikan dari Nazar. Sekilas tentang Nizar,

yaitu seorang anak yang pendiam, penurut, dan pintar. Setiap melihat

adiknya di luar kelasnya, Nazar langsung menemuinya dan dengan bahasa

kasarnya Nazar berkata kepada Nizar,” Lapo nang njobo... cepetan

mlebun kelaso kono lo...” (kenapa kamu di luar... cepatlah masuk kelas).

Kadang sewaktu kelas Nizar sudah istirahat duluan dan kelas Nazar

belum istirahat, Nazar sering melihat adiknya dengan penuh perhatian.

Bahkan ketika guru bertanya kenapa dia di dekat pintu, Nazar menjawab

ingin melihat adiknya. Jika ada yang berbuat jahat pada adiknya, maka

dialah anak yang pertama kali akan menolong adiknya sebaliknya juga

pada Nizar. Walaupun pendiam, Nizar juga membantu kakaknya jika

sedang bertengkar dengan temannya walaupun jelas sekali kakaknya yang

membuat kesalahan.

Page 7: Problematika kelas 5

Masalah tersebut merupakan salah satu contoh masalah belajar

berupa hyperaktif dan distruptive behavior yang terjadi pada siswa kelas

V SDN Bareng 3. Permasalahn tersebut membuat proses pembelajaran

terhambat serta dapat mempengaruhi temannya yang lain untuk mengikuti

tindakan yang tidak seharusnya terjadi dalam kelas.

c. Alternatif pemecahan masalah

Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan permasalahan

belajar pada anak yang hyperaktif dan distruptive behavior akan

dipaparkan beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:

1) Pemberian perhatian lebih khusus pada anak tersebut, sehingga

penggunaan team theacing sangat efektif dilakukan agar anak tersebut

mendapatkan pelayanan yang lebih dari anak lain. Anak yang

mempunyai sikap hyperaktif dan distruptive behavior tidak dapat di

beri perlakuan keras. Perlu motivasi secara langsung agar anak tersebut

melakukan proses pembelajaran dengan baik.

2) Memberikan label baik dihadapan anak tersebut ketika berbicara

dengan orang lain. Hal tersebut bukan berarti membohongi kondisi

anak yang sebenarnya, melainkan agar anak mempunyai motivasi

bahwa dia adalah anak yang mempunyai kelakuan baik sehingga tidak

mau mengecewakan orang yang telah memujinya.

3) Mendekati anak di luar jam pelajaran. Anak dibuat senyaman mungkin

dengan kita, sehingga ketika kita bertanya dia akan menjawab secara

jujur. Ketika anak sudah percaya kepada kita, buatlah sebuah

perjanjian yang disepakati oleh anak tersebut. Menurut Santrock

(2008: 278) menggunakan perjanjian merupakan salah satu cara efektif

untuk menanamkan sikap disiplin pada anak.

4) Jika anak tetap tidak mengurangi tingkah laku yang berlebihan maka

guru dapat mengambil cara terakhir yaitu memberikan punishment.

Menurut Slavin, 1997; Eggen & Kauchak, 2004 dalam Imanuel (2009 :

41) hasil studi yang dilakukan menunjukkan penggunaan punishment

bisa berdampak negative pada perkembangan tingkahlaku anak.

Page 8: Problematika kelas 5

Punishment yang diberikan sebelumnya sudah disepakati oleh kelas,

yaitu dengan cara yang digunakan guru masing-masing. Misalnya saja,

guru membuat peraturan disertai kartu kuning dan kartu merah.

Siapapun yang melanggar peraturan yang telah disepakati, maka akan

dikenakan kartu kuning. Dua kali melakukan kesalahan berarti juga

mendapatkan dua kali kartu kuning, dan setelah melakukan 2x

pelanggaran maka akan mendapat kartu merah yang artinya siswa akan

mendapatkan hukumannya. Peraturan tersebut harus konsisten

terhadap hukumannya, sehingga jika ada anak yang terkena kartu

merah langsung ditindak.

2. Anak Overachiver dan Individualis.

a. Landasan Teori

Seorang pendidik pasti sangat merasa senang apabila mempunyai

siswa yang mempunyai semangat belajar yang tinggi dan mempunyai

respon yang sangat cepat, namun apabila semangat belajar tersebut tidak

sesuai porsinya maka hal tersebut dapat mejadi permasalahan dalam proses

pembelajaran. Menurut Kurnia (2008: 6.21) overachiver adalah anak yang

mempunyai semangat belajar tinggi dan memberikan respon yang cepat

tetapi tidak bisa menerima kegagalan serta tidak mudah menerima kritik

dari siapapun termasuk gurunya.

Anak belajar dengan cara meniru. Menurut Imran (1995:21)

Pendidikan berlangsung dalan tiga lingkungan pendidikan, yaitu dalam

keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat ada yang secara formal,

informal dan ada pula secara nonformal. Ketiga lingkungan pendidikan itu

oleh Ki Hadjar Dewantara disebut tri pusat pendidikan. Maksudnya tiga

pusat yang secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab

pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan

ini dituntut melakukan kerja sama diantara mereka baik secara langsung

atau tidak langsung,dengan saling menopang kegiatan yang sama secara

sendiri - sendiri maupun bersama-sama. Lingkungan keluarga merupakan

lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena dalam keluarga

Page 9: Problematika kelas 5

inilah anak pertama -tama mendapatkan didikan dan bimbingan.

Kemampuan seorang anak kecil untuk merekam tingkahlaku yang

ada disekitarnya merupakan hal yang menakjubkan. Anak juga belajar dari

pengalaman dimana dia berada. Lingkungan membentuk tingkahlaku dan

pengetahuan anak (dalam Severe, 1997: 27). Orangtua adalah tokoh utama

yang menjadi model bagi anak berbuat baik. Jangan pernah menyalahkan

anak apabila anak sering berbohong, hal tersebut didapatkan anak karena

belajar dari apa yang mereka lihat dan mereka alami.

b. Permasalahan

SDN bareng 03 merupakan SD terletak di tengah kota yang

mempunyai siswa beranekaragam karakteristiknya. Salah satunya

mempunyai siswa yang mempunyai semangat belajar tinggi dan

memberikan respon cepat melalui proses pembelajaran. Namun, sikap

tersebut diiringi oleh sikap yang kurang bisa menghargai dan tidak mau

menerima kritik dari seseorang. Ivan merupakan salah satu murid yang

termasuk kedalam overchiver. Ivan merupakan anak yang pintar, anak yang

cepat memberikan respon terhadap pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Ivan merupakan anak yang cenderung belajar secara individual. Dia lebih

suka mengerjakan tugas secara individu daripada berdiskusi. Seringkali dia

membuat ulah, dengan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh

dilakukan malah dilakukan.

Gambar 1.2 Ivan sedang mengejarkan soal sendiri

Page 10: Problematika kelas 5

Waktu itu pelajaran IPA dengan materi Indera Pengecap. Guru

telah menyiapkan beberapa alat dan bahan percobaan. Guru sebelumnya

sudah menekankan agar anak tidak mecoba dahulu larutan yang diberikan

oleh guru, bahkan guru sudah membohongi anak bahwa larutan itu

memakai air mentah. Namun, mungkin karena rasa ingin mencobanya tidak

dapat dikendalikan maka Ivan melanggar aturan yang diberikan oleh guru.

Ivan meminum salah satu larutan percobaan yang diberikan guru, larutan

itu merupakan larutan jeruk nipis. Ivan yang belum mengetahui larutan

tersebut, langsung saja meludah ketika merasakan rasanya yang asam. Ivan

juga sering berteriak-teriak sendiri di dalam kelas dan ketika dia mendapat

reward yang sudah dijanjikan oleh guru, maka dia akan menagih terus

menerus selama proses pembelajaran.

Terkadang ketika guru memberikan pertanyaan Ivan selalu

mengangkat tangannya, namun ketika dia ditunjuk dia akan meminta guru

untuk mengulang pertanyaannya. Ciri khas menjawabnya yaitu garuk-garuk

kepala sambil tersenyum dan menanyakan kembali pertanyaan yang

dilontarkan guru. Saat teman-teman yang lainnya belum mengerti

penjelasan dari guru, Ivan merupakan salah satu anak yang tidak termasuk

didalamnya. Ivan mempunyai tingkah laku yang unik, dia sering tertawa

disaat sendiri. Ivan sering bermain sendiri diwaktu istirahat, dan dia

menikmati itu. Diwaktu guru mencoba mendekati, guru bertanya tentang

keluarga Ivan dan saat itu guru mulai mengetahui dasar dari tingkah laku

Ivan yang kurang wajar. Ivan adalah anak yang setiap ada tugas mengisi

biodata dari sekolah, tidak pernah mencantumkan nama ayahnya. Ketika

ditanya keberadaan ayahnya, Ivan hanya bilang dia tidak pernah

mempunyai ayah dan dia hanya dilahirkan oleh ibunya. Ibu Ivan adalah

seorang dosen di salah satu Universitas di kota Malang. Melihat dari buku

penghubung yang tidak pernah di tanda tangani oleh ibunya, maka guru

juga menyimpulkan bahwa kurangnya perhatian dan kasih sayang dari

kedua orang tuanyalah yang membuat perilaku Ivan sediki menyimpang

dari anak-anak lainnya.

Page 11: Problematika kelas 5

Ivan sering tinggal bersama kakek dan neneknya. Tidak hanya

ibunya saja yang bekerja sebagai dosen melainkan kakeknya juga

merupakan dosen. Melihat latar belakang keluarga, Ivan mempunyai dasar

kuat untuk memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, namun dalam

bersosialisasi kurang bisa untuk menghargai orang lain. Selain kurangnya

perhatian dan kasihsayang dari orangtuanya, kemungkinan besar dia berada

pada lingkungan yang kurang mempunyai sikap menghargai orang lain. Hal

tersebut dapat dilihat saat kakek Ivan sudah menjemput Ivan saat Ivan

mendapat giliran piket kelas.

Saat itu wali kelas Ivan mencari keberadaan Ivan, karena Ivan

harus berkewajiban membersihkan kelas sesuai dengan jadwal piket yang

disepakati. Ivan akhirnya kembali ke kelas dan melaksanakan tugasnya.

Ketika ditanya oleh guru mengapa Ivan langsung pulang saat giliran piket

kelas, Ivan hanya menjawab karena sudah dijemput kakeknya. Saat Ivan

piket kelas, tiba-tiba ada seorang kakek di depan pintu kelas Ivan dan

berkata,“Apa sekolah ini tidak mempunyai petugas kebersihan? Mengapa

malah muridnya yang disuruh bersih-bersih?”. Mendengar kata-kata

tersebut, wali kelas yang tadinya ikut menata buku tanpa mengetahui ada

orang di depan pintu langsung kaget mendengar hal tersebut. Guru Ivan

menjelaskan pada kakek Ivan tentang peraturan yang ada di sekolah, salah

satunya yaitu siswa kelas tinggi harus melaksanakan piket kelas agar

mempunyai sikap tanggungjawab, gotong royong, dan cinta kebersihan.

Namun kakek Ivan tetap tidak menerima, beliau malah menjelaskan

menurut teori dari beberapa ahli bahwa anak yang disuruh piket tersebut

tidak akan menghasilkan tindakan atau sikap khusus pada diri anak. dari hal

tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa memang dalam lingkungan

keluarga Ivan, merupakan lingkungan yang kurang bisa menerima pendapat

orang lain dan kurang adanya sikap menghargai kepada orang lain.

c. Alternatif pemecahan masalah

Pada permasalahan ini terdapat bermacam-macam cara pemecahan

masalah, yaitu sebagai berikut:

Page 12: Problematika kelas 5

1) Berikan perhatian khusus pada anak tersebut. Menurut Triandis,

Brislin, & Hui dalam Santrock (2008: 172) anak yang individualistik

dapat diberikan cara sebagai berikut :

a) Beri lebih banyak perhatian pada keanggotaan kelompok.

b) Lebih tekankan pada kerjasama ketimbang kompetisi.

c) Jika ingin mengkritik, lakukan secara hati-hati dan hanya secara

privat.

d) Pupuklah hubungan jangka panjang.

2) Berikan pemodelan kreatif pada anak tersebut, misalnya saja tentang

ilmu lidi. Kemudian buatlah suatu kompetisi yang dilakukan secara

kelompok. Penilaian kompetisi tersebut bukan berdasarkan benar atau

salahnya jawaban, melainkan proses menjawabnya, kemudian dapat

dinilai dari tingkahlakunya kepada anggota lain dalam kelompok.

3) Guru melakukan kerjasama dengan keluarga, guru secara hati-hati

harus memberikan gambaran pada orang tua tentang sikap anaknya di

sekolah.

4) Memberikan peraturan kepada siswa, yang sudah disepakati bersama.

3. Anak Impulsif

a. Landasan teori

Impulsif adalah dorongan yang didasarkan keinginan atau untuk

pemuasan atau keinginan secara sadar maupun tidak sadar. Bertindak

impulsif adalah suatu tindakan yang didasarkan dengan adanya dorongan

untuk mengekspresikan keinginan. Bertindak impulsif juga berarti bertindak

tanpa berpikir/memikirkan tindakan itu terlebih dahulu. Dan itulah yang

biasanya dilakukan oleh pecandu, bertindak tanpa berpikir. Perilaku yang

ingin segera mendapat feedback dari lingkungannya. Perilaku yang tidak

sabar menunda keinginannya.

Biasanya anak di bawah usia 8 tahun relatif lebih impulsif dari pada

anak usia 9 - 18 tahun. Orang tua sering memandang impulsivitas sebagai

agresi, ketidakmatangan emosi. Anak impulsive sering bertengkar sehingga

dianggap anak nakal. Biasanya karena anak ini ingin segera memiliki mainan

Page 13: Problematika kelas 5

yang sedang dimainkan temannya, tidak sabar untuk meminta jadinya

merebut. Sehingga jadi memancing terjadi keributan. Orangtua melihat anak

impulsif karena ketidakmatangan emosi. Salah satu penyebab impulsif adalah

karena perilaku orangtua yang kelewat cemas atau khawatir terhadap

anaknya.

Ciri-ciri anak impulsif :

1. Tidak mampu mengontrol diri

2. Cenderung agresif

3. Sering melanggar peraturan

4. Sering memotong pembicaraan orang lain

5. Bila mengingingkan sesuatu harus segera memperolehnya

6. Tidak sabar menunggu giliran

7. Memberikan jawaban sebelum guru selesai memberi pertanyaan

b. Permasalahan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelas VC SDN Bareng 03

Kota Malang, terdapat salah satu masa belajar yaitu anak impulsif. Dia

bernama Reyfondra Putra Gustivo. Sikap yang ditampakkan si reyfondra

miliki kesamaan ciri dengan ciri anak impulsive, yaitu tidak mampu

mengontrol diri, cenderung agresivf, sering melanggar peraturan dan sering

memotong pembeicaraan orang lain.

Gambar 1.3 Reyfondra memasuki kelas

Page 14: Problematika kelas 5

Berdasarkan pengakuan dari wali kelas VC. Reyfondra ini sejak kecil

memang sudah demikian, ketika di kelas I pun, sikapnya sulit diatur, dia

bertindak semaunya sendiri. Membutuhkan perlakuan yang khusus untuk

menangani si Reyfondra ini sehingga dapat mengikuti proses pembelajaran

sebagimana mestinya.

c. Alternatif Pemecahan

1. Ajarilah anak unutk melakukan Self Talk (berkata pada diri sendiri untuk

memotivasi dirinya sendiri)

2. Bermain bersama anak

3. Membuat anak menyadari akibat/konsekuensi perbuatannya pada orang

lain, sehingga anak akan berusaha menunda reponnya.

4. Memberikan imbalan pada tingkah laku anak

5. Memberikan tanda isyarat

4. Anak Lamban Belajar (Slow Learner)

a. Landasan Teori

Dalam dunia pendidikan tentunya kita tidak akan lepas dari

permasalahan pendidikan, mulai dari permasalahan kesulitan belajar

seperti disleksia, disgrafia, dyscalculis, disfarsia, dispraksia dan

sebagainya. Selain itu ada pula permasalahan yang dihadapi oleh siswa

juga terjadi pada siswa yang cepat belajar, bisa jadi karena tidak mampu

menyesuaikan diri, lingkungan yang tidak cocok, dan lain sebagainya. Dan

masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang akan kita temui di

dalam dunia pendidikan.

Anak lamban belajar adalah anak yang mengalami hambatan atau

keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah

teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan/kekurangmampuan

untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga

memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Masalah-masalah yang

mungkin bisa jadi penyebab anak lamban belajar antara lain karena

Page 15: Problematika kelas 5

masalah konsentrasi, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah sosial

dan emosional.

Menurut Santrock (2008: 510-511) motivasi murid di kelas

berkaitan dengan alasan di balik perilaku murid dan sejauh mana perilaku

mereka diberi semangat, punya arah dan dipertahankan dalam jangka

waktu lama. Jika murid tidak menyelesaikan tugas karena bosan, dan

malah mengalihkan ke hal-hal lainnya, maka dia kekurangan motivasi.

Jika murid menghadapi tantangan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya,

tetapi dia terus berjuang dan mengatasi rintangan, maka dia punya

motivasi yang besar.

Karakteristis Anak Yang Lamban Belajar

1. Rata-rata prestasi belajarnya kurang dari 6,

2. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat

dibandingkan teman-teman seusianya,

3. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,

4. Pernah tidak naik kelas.

c. Permasalahan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di kelas V SDN Bareng

03 Kota Malang, terdapat salah satu masalah belajar di kelas VC.

Permasalahannya adalah anak tersebut mengalami masalah Lamban Belajar.

Namanya adalah M. Ramadhani. Anak ini mengalami lamban dalam belajar.

Meskipun telah dijelaskan secara berulang-ulang, anak ini hanya menagkap

sedikit apa yang dijelaskan oleh guru. Sehinga dalam tes atau pengerjaan

soal, anak ini selalu mengalami ketinggalan atau keterlambatan. Nilainya

pun tidak terlalu bagus, dia sering mendapat nilai di bawah standar

ketuntasan minimal.

Gambar 1.4 Dani sedang persiapak masuk kelas

Page 16: Problematika kelas 5

Wali kelaspun, mengiyakan memang anak yang bersangkutan mengalami

kelambanan dalam belajar atau dalam istilah asing disebut slow learner.

Ketika kami melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata anak yang

bersangkutan pernah tidak naik kelas. Dalam proses pembelajarannya pun,

anak sering selesai belakangandan nilainya pun kurang memuaskan.

d. Alternatif pemecahan

Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang konselor atau

guru dalam melakukan bimbingan terhadap siswa yang lambat belajar.

Strategi-strategi yang bisa dialakukan oleh seorang konselor atau guru

antara lain:

1) Bimbingan bagi anak dengan masalah konsentrasi

Untuk mengatasi masalah ini bisa dengan mengubah gaya mengajar

dan jumlah materi yang diajarkan. Siswa yang mengalami masalah

perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan terlalu cepat atau

jika beban menumpuk dengan materi yang kompleks.

2) Adakan pertemuan dengan siswa

Siswa mungkin tidak menyadari peranan perhatian dalam proses

pengajaran. Mereka juga tidak menyadari kalau perhatian merupakan

bidang kesulitan tertentu bagi mereka. Dalam pertemuan ini, guru

memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman

atau ancaman bagi siswa.

3) Bimbing siswa lebih dekat ke proses pengajaran

Karena tanpa disadari kita telah mengalihkan perhatian kita dari

siswa. Dengan membawa siswa lebih dekat dengan kita, maka anak akan

lebih mudah menerima pelajaran dengan siswa.

4) Berikan dorongan secara langsung dan beulang-ulang

Berikan motivasi terus menerus pada siswa . kotak mata secara

langsung sangat diperlukan kepada siswa. Agar siswa merasa kalau dirinya

diperhatikan. Penghargaan juga perlu diberikan pada siswa unutk

menambah motivasi siswa.

5) Utamakan Ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelesaikan tugas

Page 17: Problematika kelas 5

Siswa akan merasa kecil hati dan tidak diperhatikan bila mereka

dihukum karena tidak menyelesaikan tugas dengan cepat seperti teman

yang lain

6) Ajarkan self monitoring of attention

Melatih siswa untuk memantau perhatian mereka sendiri sewaktu-

waktu dengan menggunakan timer. Dengan ini mereka diajarkan untuk

menjawab dengan ketepatan waktu, sehingga lama-kelamaan siswa akan

terbiasa mengerjakan sesuatu sesuai dengan waktu yang ditentukan.

5. Perilaku Menyimpang Guru (Mengoperasikan jejaring sosial saat

mengajar di kelas)

a. Landasan teori

Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia

memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung

jawab.

Menurut Ibrahim (2004: 53-54) guru Indonesia adalah insan yang

layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,

khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang

teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut

wuri handayani”. Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan

kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh,

tidak menarik-narik anak dari depan, membiarkan anak mencari jalan

sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya.

Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui

bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya

Page 18: Problematika kelas 5

manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional

dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan di

masa mendatang. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia

menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia

sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam

bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik

putera-puteri bangsa (Sudrajat, 2000).

Dengan pembaharuan pendidikan yang semakin berkembang luas di

negara kita ini, maka perlu dipermasalahkan tentang ahli kependidikan atau

guru yang profesional. Setiap guru ataupun tenaga kependidikan harus

menyadari profesinya secara mendalam, sehingga tidak akan mudah mereka

berganti profesi. Pekerjaan guru adalah profesional. Ciri khas dari suatu

profesi terlihat dengan adanya suatu peraturan yang mengikat jabatan itu.

Maka profesi guru, perlu memiliki kode etik guru. Perkataan “etik” berasal

dari perkataan Yunani “ethos” yang berarti watak, adat atau cara hidup.

Disini dapat diartikan bahwa etik itu menunjukkan “cara berbuat yang

menjadi adat karena persetujuan dari kelompok manusia”. Dan etik ini

biasanya dipakai untuk pengkajian sistem nila-nilai atau kode. Sehingga

bisa diterjemahkan dengan “Kode Etik” (Roestiyah, 1982: 182-183).

Menurut Roestiyah (1982: 181) seorang pendidik profesional adalah

seseorang yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap profesional,

yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, menjadi anggota

organisasi profesional pendidikan, memegang teguh kode etik profesinya,

ikut serta di dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan

bekerja sama dengan profesi yang lain.

Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki

andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah.

Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk

mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua

mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan

terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa,

2005:10).

Page 19: Problematika kelas 5

b. Permasalahan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Kelas V Sekolah Dasar

Negeri Jatimulyo 5 Kota Malang, nampak bahwa ada salah satu guru kelas V

yang bernama Bu Dina setiap kali mengajar selalu mengoperasikan jejaring

sosial menggunakan blackberry miliknya. Beliau selalu mendownload lagu dan

artis korea. Dalam pembelajarannya di kelas pun guru yang bersangkutan

kurang bersahabat dengan siswanya. Seperti ada jarak antara guru dan siswa.

Guru sering mengajar dengan hanya memberikan tugas untuk mengerjakan

buku paket atau LKS. Setelah melakukan observasi ternyata guru yang

bersangkutan telah mendapat teguran dari sesama guru kelas V. Karena pada

saat masuk ke kelas tersebut, Bu Dina selalu sibuk dengan blackberry

miliknya. Padahal siswanya ramai sendiri, tapi dengan perilaku guru teresbut

siswa tambah senang karena mereka bisa mengobrol dengan teman-temannya.

Bu Dina sibuk dengan blackberry miliknya, ternyata tidak hanya pada

saat mengajar di kelas, tetapi pada saat berada di ruang guru ternyata Beliau

juga berperilaku demikian. Padahal guru tersebut juga sudah bersertifikasi.

Ternyata saat dilakukan wawancara dengan guru yang bersangkutan, Beliau

memang bosan dengan rutinitas mengajar, jadi memerlukan refreshing yaitu

Gambar 1.5 Guru yang sedang keluar kelas untuk mengoprasikan jejaring sosial

Page 20: Problematika kelas 5

dengan mengoperasikan blackberry miliknya. Tidak peduli di manapun

tempatnya, Beliau selalu melakukan hal yang demikian. Ketika bertanya

kepada siswa yang diajar Beliau memang guru tersebut juga demikian, ketika

mengajar setelah siswa diberi tugas ia langsung mengoperasikan blackberry

miliknya.

Perilaku tersebut sangat bertentangan dengan dan azas pendidikan yaitu

Tut Wuri Handayani dan kode etik profesional seorang guru Pasal 6 ayat 1

bagian a yaitu: (1) hubungan guru dengan peserta didik: a. Guru berperilaku

secara profesional dalam melaksanakan tugas didik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil

pembelajaran (Sudrajat, 2000).

c. Alternatif pemecahan

Berdasarkan permasalahan perilaku menyimpang guru yaitu

mengoperasikan jejaring sosial saat mengajar di kelas ada beberapa alternatif

pemecahan masalah, diantaranya:

1) Melalui pengingatan atau peneguran melalui teman sesama guru, dan hal

ini telah dilakukan oleh salah seorang guru berulang kali, namun tetap

tidak ada perubahan dari pihak guru tersebut.

2) Kepala sekolah seharusnya lebih memperhatikan para guru dan staf

pengajar di sekolah dengan cara melakukan kunjungan atau sidak ke kelas-

kelas saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini bertujuan untuk

memantau kerja para guru di sekolah tersebut.

3) Harus ada peraturan dari kepala sekolah tentang penggunaan barang-

barang milik pribadi seperti Hp atau Blackberry tidak pada jam mengajar.

Atau kalau memang mendesak, sebaiknya menggunakannya di luar kelas.

Dengan izin pada siswa untuk keluar sebentar. Sehingga tidak

mengganggu proses belajar di kelas.

4) Kesadaran dari guru tersebut bahwa ia adalah seorang guru yang memiliki

kode etik profesional keguruan dan sebagai seorang guru harus

Page 21: Problematika kelas 5

menjunjung tinggi azas pendidikan Tut Wuri Handayani yang digagas

oleh Ki Hajar Dewantara.

6. Anak cenderung cepat bosan (Distractibility Child)

a. Landasan teori

Perkembangan seorang anak mengikuti pola tertentu yang dapat

diramalkan. Misalnya pola-pola teratur dari perkembangan fisik, bicara dan

perkembangan intelektual. Jika kondisi lingkungan (seperti faktor makanan,

kesehatan dan pendidikan) tidak menghambat, perkembangan anak akan

mengikuti pola umum. Tetapi sering kondisi tersebut tidak terpenuhi, dan oleh

karena itu, ada tugas tambahan bagi guru pembimbing untuk mengkaji pola

perkembangan siswa tertentu. Hal ini dikarenakan tidak adanya kejelasan yang

menyatakan bahwa individu-individu memiliki pola perkembangannya sendiri

walaupun ternyata bahwa laju perkembangan dari satu individu dengan

individu lainnya adalah berbeda.

Sehingga Ridwan (1998: 112) menyebutkan bahwa setiap individu anak

berbeda, jadi orang tidak dapat meramalkan secara tepat bagaimana orang akan

mereaksi terhadap suatu situasi sekalipun ada informasi yang cukup tentang

kemampuannya, dan sekalipun diketahui bagaimana orang pada umumnya

berperilkau pada situasi yang sama. Juga seseorang tidak dapat mengharapkan

hasil yang sama dari orang lain dengan perkembangan usia dan intelektual

yang sama. Akhirnya, perbedaan individu justru berarti karena perbedaan ini

diperlukan bagi individualitas dalam pembentukan kepribadian. Pembentukan

kepribadian seorang anak tidak lepas dari lingkungan sosial. Kadangkala

lingkungan sosial tersebut sulit sekali dikontrol anak untuk bisa sesuai dengan

keinginannya. Sehingga, pada kenyataanya di lapangan banyak sekali ditemui

anak yang pada saat masih belajar mengalami masalah gangguan sosial

emosional.

Menurut Kurnia (2008: 19) gangguan sosial emosional, satu

diantaranya adalah distractibility child yaitu tipe anak yang cenderung cepat

bosan. Tapi juga cepat tertarik pada hal-hal baru. Ia sering kali mengalihkan

perhatiannya ke berbagai objek lain di kelas. Anak ini sangat mudah

Page 22: Problematika kelas 5

dipengaruhi, namun tidak dapat memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan

yang berlangsung di kelas. Dan hal ini menghambat anak, untuk bisa

menyelesaikan tugas-tugasnya di sekolah.

Menurut Santrock (2008: 510-511) motivasi murid di kelas berkaitan

dengan alasan di balik perilaku murid dan sejauh mana perilaku mereka diberi

semangat, punya arah dan dipertahankan dalam jangka waktu lama. Jika murid

tidak menyelesaikan tugas karena bosan, dan malah mengalihkan ke hal-hal

lainnya, maka dia kekurangan motivasi. Jika murid menghadapi tantangan

dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, tetapi dia terus berjuang dan mengatasi

rintangan, maka dia punya motivasi yang besar.

Siswa yang cenderung merasa bosan di kelasnya akibat kurang

efektifnya manajemen kelas seorang guru. Padahal, seorang guru di kelas ibarat

seorang sopir yang akan membawa para penumpangnya pergi kemana dengan

kondisi selamat atau tidak. Menurut para ahli psikologi guru yang efektif

adalah membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang kondusif.

Agar lingkungan itu optimal, guru perlu senatiasa meninjau ulang strategi

penataan dan prosedur pengajaran, pengorganisasian kelompok, monitoring,

dan mengaktifkan kelas, serta menangani tindakan murid yang mengganggu

kelas (Algozzine & Kay, 2002; Emmer & Stough, 2001; Lindberg & Swick,

2002; Martella, Nelson & Marchand-Martella, 2003 dalam Santrock (2008: 9)).

Selain itu guru yang efektif adalah guru yang punya strategi yang baik

untuk memotivasi murid agar merasa nyaman di kelas, tidak cepat merasa

bosan, dan aktif saat pelajaran (Boekaerts, Pintrich & Zeidner, 2000; Stipeck,

2002 dalam Santrock (2008: 9)).

b. Permasalahan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Kelas V Sekolah Dasar

Negeri Bareng 3 Kota Malang, salah satu masalah ditemukan di kelas VB.

Permasalahan di kelas VB ada anak yang bernama Yananta ketika di dalam

kelas dia cepat bosan. Tapi juga cepat tertarik pada hal-hal baru. Ia sering kali

mengalihkan perhatiannya ke berbagai objek lain di kelas. Anak ini sangat

mudah dipengaruhi, namun tidak dapat memusatkan perhatian pada kegiatan-

Page 23: Problematika kelas 5

kegiatan yang berlangsung di kelas. Dan hal ini menghambat anak, untuk bisa

menyelesaikan tugas-tugasnya di sekolah dan mengganggu proses KBM di

kelas.

Bentuk permasalahan yang dialami oleh anak yang bernama Yananta

ketika diajar Bu Evi matapelajaran IPA ia adalah anak yang sangat menarik

perhatian diantara anak yang menarik untuk diperhatikan. Ketika itu ia duduk

di bangku yang paling depan. Saat guru menjelaskan, awalnya ia juga ikut

memperhatikan. Tetapi jeda waktu 10 menit ia mulai bertingkah ijin ke kamar

mandi. Waktu itu saya mengikuti, ternyata Yananta tidak ke kamar mandi

melainkan ke kantin membeli jajan. Kemudian saat ia kembali ke kelas ia

mulai memperhatikan guru kembali, tak lama setelah itu ia kembali mengajak

teman sebangkunya mengobrol. Bu Evi pun mengingatkan, tapi tak lama

kemudian Yananta kembali mengajak mengobrol teman di belakangnya.

Teguran kedua dari Bu Evi kembali ia terima. Saat Bu Evi menyalakan LCD

untuk memperlihatkan video pembelajaran tentang penyesuaian diri hewan ia

pun berteriak “Bu, kok lucu.....hewan apa itu?” Bu Evi pun menjawab “Ini

adalah hewan bunglon”. Ia pun kembali bertanya pada gurunya “Lho Bu.....kok

warna tubuhnya berubah-ubah, seperti siluman ya Bu?”. Sontak semua anak

satu kelas menertawakannya. Bu Evi memberi komentar “Ini bukan siluman,

Gambar 1.6 Yananta sedang menerima hukuman guru dan mengalihkan perhatian dengan

mengangkat kaki ke atas

Page 24: Problematika kelas 5

tapi ini adalah hewan jenis reptil yaitu bunglon yang menyesuaikan diri

terhadap lingkungannya dengan cara berubah warna tubuhnya”. Bu Evi pun

bertanya pada Yananta “Apakah yang dimaksud dengan adaptasi?” ia malah

mengalihkan perhatian dengan “Bu, low kok LCD nya mati?mati lampu ya

Bu....” teman sekelasnya kembali tertawa. Tak lama kemudian, saat Bu Evi

menyuruh anak-anak untuk mengerjakan soal latihan, ia mulai mengalihkan

perhatian “Bu, papan tulisnya tak hapus ya?” Bu Evi kembali menegur.

“Yananta, Ibu menyuruh kamu untuk mengerjakan soal latihan bukan untuk

menghapus papan tulis. Ayo, cepat dikerjakan! Teman-temanmu sudah hampir

selesai itu low!”. Dan kejadian seperti itu berulang kali terjadi saat proses

pembelajaran di langsung.

Saat melakukan wawancara dengan Bu Evi, memang Yananta tipe anak

yang cepat bosan, dan ia pun sering mengalihkan perhatian ke hal-hal yang ada

di sekitarnya. Tapi uniknya ia mudah tertarik dengan hal-hal baru, walaupun

dengan hal baru tersebut ia juga akan tetap merasa bosan.

Ketika melakukan observasi tentang penyebab mengapa anak tersebut

berperilaku demikian, ternyata Yananta sering tidak diikut sertakan dalam

aktifitas belajar saat belajar di kelas, ia pun sering dimarahi guru karena sering

melakukan perilaku yang mengganggu teman-temannya, dan ia pun ternyata di

rumah termasuk anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Ia

adalah anak pertama dari lima saudara. Adik keduanya kelas 4 tapi beda

sekolah dengan Yananta, adik ketiganya kelas 2, adik keempatnya kelas TK A,

dan adik terakhirnya masih berumur 4 tahun. Ayahnya juga sibuk bekerja, dan

ibunya harus membagi perhatiaannya kepada adik-adiknya.

c. Alternatif pemecahan

Berdasarkan permasalahan distractibility child ada beberapa alternatif

pemecahan masalahnya. Diantaranya:

1) Menurut Santrock (2008: 510-511) jika anak tidak menyelesaikan tugas

karena bosan, dan malah mengalihkan ke hal-hal lainnya, maka dia

kekurangan motivasi. Maka cara yang paling efektif yaitu dengan

Page 25: Problematika kelas 5

memberikan motivasi kepada anak. Motivasi yang efektif berupa kata-kata

pujian atau sanjungan pada anak, tapi juga diiringi dengan sentuhan.

2) Menurut Algozzine & Kay, 2002; Emmer & Stough, 2001; Lindberg &

Swick, 2002; Martella, Nelson & Marchand-Martella, 2003 dalam

Santrock (2008: 9) dengan cara menjadi seorang guru yang efektif yang

memiliki keahlian manajemen kelas dan keahlian motivasional yang baik.

Keahlian manajemen kelas meliputi:

a. meninjau ulang strategi penataan ruang kelas

b. melakukan prosedur pengajaran yang baik

c. pengorganisasian kelompok

d. monitoring

e. mengaktifkan kelas

f. menangani tindakan murid

3) Memberi perhatian khusus kepada anak seperti Yananta, dengan selalu

menjaga moodnya agar tidak cepat bosan. Jika dia mulai bosan ajaklah

bernyanyi atau melakukan hal-hal yang baru bagi dia.

4) Ciptakan kondisi lingkungan belajar menarik, dengan menggunakan model

dan media yang menarik bagi anak.

5) Beri reward kepada setiap siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya

dengan baik berupa ucapan motivasi.

6) Jangan pernah mengingatkan dia dengan cara membentak, tapi sebaliknya

dengan menggunakan kata-kata yang halus.

7) Beri kesempatan anak untuk mengaktifkan diri, dengan sering menyuruh

anak untuk mengerjakan tugas di depan.

8) Guru mengajar mengajar dengan hati. Enam belas pilar pembentukan

karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:

1. kasih sayang,

2. penghargaan,

3. pemberian ruang untuk mengembangkan diri,

4. kepercayaan,

5. kerjasama,

6. saling berbagi,

Page 26: Problematika kelas 5

7. saling memotivasi,

8. saling mendengarkan,

9. saling berinteraksi secara positif,

10. saling menanamkan nilai-nilai moral,

11. saling mengingatkan dengan ketulusan hati,

12. saling menularkan antusiasme,

13. saling menggali potensi diri,

14. saling mengajari dengan kerendahan hati,

15. saling menginsiprasi,

16. saling menghormati perbedaan (Ronnie, 2005:62).

9) Guru melakukan hubungan dan komunikasi yang berkesinambungan

dengan pihak keluarga yang bersangkutan, untuk lebih memperhatikan

anaknya ketika berada di rumah.

7. Anak yang ditolak dalam pergaulannya (rejected children)

a. Landasan teori

Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan

manusia lainnya dalam masyarakat. Hubungan sosial merupakan hubungan

antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari

tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana.

Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan

demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat

kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja

memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi

mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan

sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan

dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Pendidikan merupakan

media sosialisasi yang terarah bagi anak. sebagai proses pengoperan ilmu

yang normatif, pendidikan akan memberi warna terhadap kehidupan sosial

anak di masa yang akan datang (Fatimah, 2008: 92).

Menurut Hurlock (1980:155-156), akhir masa anak –anak sering

disebut sebagai usia berkelompok karena ditandai dengan adanya minat

Page 27: Problematika kelas 5

terhadap aktivitas teman –teman dan meningkatnya keinginan yang kuat

untuk dapat diterima sebagai anggota kelompok dan merasa tidak puas bila

tidak bersama –sama dengan temannya. Anak tidak lagi puas bermain-

main sendiri di rumah atau dengan saudara -saudara kandungnya atau

melakukan kegiatan dengan keluarganya. Anak ingin bersama teman –

temannya dan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama dengan

teman –temannya.

Ketika anak berada di kelas tinggi sekolah dasar, anak berada pada

pertengahan dan akhir masa anak-anak. menurut Desmita (2008:185), pada

masa pertengahan dan akhir-akhir, anak mulai mengembangkan suatu

penilaian terhadap orang lain dengan berbagai cara. Pemilihan teman

terjadi pada masa anak –anak. Pemilihan tersebut memberikan peluang

apakah anak dipilih temannya sehingga menjadi anak populer atau

diabaikan oleh teman –temannya sehingga menjadi anak yang tidak

populer.

Anak yang populer adalah anak yang ramah, suka bergaul,

bersahabat, sangat peka secara social dan mudah bekerja sama dengan

orang lain, selain itu anak yang populer adalah anak –anak yang dapat

menjalin interaksi social dengan mudah, memahami situasi social,

memiliki ketrampilan tinggi dalam hubungan antar pribadi dan cenderung

bertindak kooperatif, prososial seta selaras dengan norma –norma

kelompok (Desmita, 2008:186). Jadi anak yang populer cenderung tidak

memiliki masalah dalam proses sosialisasi mereka dan interaksi mereka

dengan orang –orang disekitarnya.

Berkebalikan dengan anak yang populer, anak non populer

cenderung mengalami masalah dalam perkembangan sosialisasinya.

Dalam Desmita (2008:187), anak tidak populer dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1) anak –anak diabaikan (neglected children).

Anak -anak diabaikan adalah anak yang menerima sedikit perhatian dari

teman –teman sebaya mereka, tetapi bukan berarti mereka tidak disenangi

oleh teman –teman sebayanya.

Page 28: Problematika kelas 5

2) anak –anak ditolak (rejected children)

Anak yang ditolak adalah mereka yang tidak disukai oleh teman-temannya

dan cenderung bersifat mengganggu, egois dan mempunyai sedikit sifat

positif. Akan tetapi tidak semua anak yang ditolak bersifat agresif.

Meskipun perilaku agresif impulsive dan mengganggu mereka sering

menjadi penyebab mengapa mereka mengalami penolakan, namun kira –

kira 10-20% anak –anak yang ditolak adalah anak –anak pemalu

b. Permasalahan

Permasalahan anak yang ditolak dalam pergaulannya ditemui di kelas V

SDN Bareng 3. Salah satu siswa di kelas V yang bernama Nanda merupakan

anak yang ditolak dari pergaulan dengan teman sebayanya. Ketika

pembelajaran secara berkelompok, semua anak di kelas tersebut tidak

menerima Nanda sebagai salah satu anggotanya dan menolak apabila guru

memasukkan Nanda pada salah satu kelompok. Apabila guru memaksa

memasukkan Nanda pada salah satu kelompok, maka teman dalam kelompok

tersebut tidak menghiraukan kehadiran Nanda dan tidak mengikutsertakannya

dalam kerja kelompok.

Selain ditolak dalam kegiatan berkelompok, Nanda juga mendapat

cemooh dari teman kelasnya. Apabila Nanda mendapat ditunjuk untuk

menjawab suatu pertanyaana, tetapi jawabannya salah, maka teman-temannya

akan mengejeknya sebagai anak yang bodoh. Permasalahan tersebut juga

terjadi di luar kelas. Nanda tidak memiliki teman dalam bermain, ia cenderung

menyendiri dan tidak mau bergaul dengan teman-temannya.

Gambar 1.7 Nanda bermain sendiri saat waktu istirahat

Page 29: Problematika kelas 5

Ketika penyebab permasalahan ini ditanyakan kepada siswa kelas V,

mereka tidak ingin berteman dengan Nanda dikarenakan Nanda anak yang

pemalu dan pada kelas-kelas sebelumnya pernah buang air besar di celana.

Selain itu, Nanda memiliki bau badan sehingga teman-temannya merasa jijik

jika berteman dengannya.

Perlakuan teman sebayanya tersebut mengakibatkan Nanda menjadi

anak yang pemalu dan penyendiri. Hal ini mengakibatkan ia tidak memiliki

motivasi dalam belajarnya sehingga pelajarannya tertinggal. Hal ini juga

secara tidak langsung berpengaruh pada kegiatan belajar teman sekelasnya.

Ketika Nanda berbuat kesalahan, maka teman yang lainnya akan mengejeknya

sehingga kelas cenderung ramai dan tidak focus dalam pembelajaran

c. Alternatif pemecahannya

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, alternatif pemecahannya antara

lain:

1) Memberikan pengertian kepada rejected children (Nanda) tersebut untuk

mengubah penyebab ia tidak disukai teman-temannya. Siswa tersebut

memerlukan bimbingan sosial-pribadi. Menurut Yusuf (2008:11),

bimbingan sosial-pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para

individu dalam memecahkan masalah-maasalah sosial-pribadi, misalnya

masalah hubungan dengan teman sebaya, dengan guru atau dengan staf

sekolah. Cara yang dapat dilakukan antara lain:

a) Memberikan pengertian kepada siswa bahwa guru adalah orang tua

siswa di sekolah. Siswa diberikan nasehat agar tidak merasa malu

mengungkapkan keinginannya kepada guru, misalnya meminta ijin ke

kamar mandi.

b) Memberikan pengarahan kepada siswa untuk selalu menjaga

kebersihan dirinya agar teman-temannya tidak merasa terganggu

dengan kehadirannya.

2) Melakukan hubungan dengan orang tua siswa untuk memperhatikan

perkembangan anaknya, terutama dalam perkembangan sosialnya. Menurut

Page 30: Problematika kelas 5

Fatimah (2008:92), keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama

yang memberikan banyak pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan

sosial anak. keluarga merupakan media sosialisasi yang paling efektif bagi

anak.

3) Memberikan pengertian kepada teman sekelas rejected children tersebut

agar menerima siswa yang bersangkutan dalam kelompok. Cara yang dapat

dilakukan adalah dengan mengembangkan pendidikan karakter pada diri

siswa, terutama karakter sikap penghargaan kepada setiap manusia.

4) Melakukan metode pembelajaran yang melibatkan semua siswa dan

memerlukan kerja sama antar siswa, misalnya melalui permainan.menurut

Kurnia (2008: 21), anak sekolah dasar (6-12 tahun) disebut juga usia

bermain, karena minat dan kegiatan bermain anak semakin meluas dengan

lingkungan yang lebih bervariasi. Guru dapat melakukan permainan

kooperatif yang membutuhkan kerja sama antar siswa sehingga interaksi

antara anak popular dan anak yang tidak popular menjadi lebih dekat.

Dalam permainan kooperatif, anak-anak bermain dalam kelompok yang

terorganisir, dimana setiap anak mempunyai peranan sendiri-sendiri,

misalnya dengan permainan bisik berantai.

8. Anak yang bermain telepon genggam (handphone) saat kegiatan

belajar mengajar

a. Landasan teori

Perkembangan teknologi yang pesat melahirkan berbagai inovasi baru

dalam kehidupan manusia, baik dalam bidang transportasi, komunikasi

maupun ilmu pengetahuan. Salah satu produk dari perkembangan teknologi ini

adalah adanya handphone. Handphone adalah teknologi yang diciptakan oleh

manusia untuk mempermudah komunikasi. Saat ini handphone sudah beragam

macamnya, walau fungsi utamanya adalah untuk menelepon/berbicara jarak

jauh, fitur handphone sudah banyak berkembang., mulai dari penambahan

fitur kamera, MP3, bahkan jaringan internet.

Di zaman serba teknologi seperti sekarang ini, handphone atau ponsel

bukanlah barang asing bagi siapapun. Bahkan, anak-anak usia sekolah dasar

Page 31: Problematika kelas 5

pun sudah banyak yang bermain dengan handphone. Sebagian anak-anak yang

memiliki handphone ini membawanya ke sekolah. Alasan anak membawa

telepon genggam ke sekolah adalah sebagai alat komunikasi dengan orang

tuanya ketika jam pulang sekolah tiba.

Penggunaan handphone ketika jam pelajaran berlangsung

mengakibatkan perhatian siswa teralihkan. Padahal, perhatian merupakan

salah satu prinsip belajar yang penting agar pembelajaran berlangsung secara

efektif. Menurut Gagne dan Berliner dalam Dimyati (2006:42), perhatian

mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Perhatian adalah

pemusatan tenaga psikis atau aktivitas jiwa yang tertuju kepada suatu objek

dan mengesampingkan objek yang lain. Dari kajian teori belajar pengolahan

informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi

belajar.

b. Permasalahan

SDN Bareng merupakan salah satu sekolah dasar yang berada di tengah

kota. Sebagian besar siswa di sekolah merupakan anak-anak dari keluarga

menengah ke atas. Tidaklah mengherankan apabila siswa di sekolah ini

memiliki peralatan dan fasilitas belajar yang cukup lengkap. Salah satunya

adalah kepemilikan handphone atau telepon genggam. Sebagian besar siswa,

terutama siswa kelas tinggi membawa handphone tersebut ke sekolah. Alasan

yang dikemukakan siswa adalah handphone tersebut digunakan untuk

menghubungi orang tuanya, terutama saat jam pelajaran berakhir.

Ketika observasi di kelas VA SDN Bareng 3 dilakukan, pelajaran

Bahasa Indonesia sedang berlangsung dan guru menjelaskan materi di depan

kelas. Sebagian besar siswa memperhatikan penjelasan guru, namun terlihat di

bagian belakang terdapat beberapa siswa yang bermain game di handphone

dan tidak memperhatikan penjelasan guru.

Page 32: Problematika kelas 5

Selain di dalam kelas, pemakaian handphone di sekolah juga terjadi

ketika siswa belajar di luar kelas. Ketika siswa ditugaskan menggambar di luar

kelas pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, banyak di antara

siswa mengabaikan tugas tersebut dan bermain game dengan handphone

mereka. Akibatnya, ketika waktu habis, ada beberapa siswa yang tidak

mengumpulkan tugasnya.

c. Alternatif pemecahannya

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berikut ini terdapat beberapa

alternative pemecahannya, yaitu:

1) Mempertegas peraturan sekolah untuk melarang siswanya membawa

handphone atau telepon genggam ke sekolah. Dengan adanya peraturan

yang tegas, maka penyalahgunaan telepon genggam di sekolah diharapkan

akan berkurang. Dengan adanya peraturan sekolah tersebut, guru ataupun

staf sekolah sesekali melakukan sidak untuk memeriksa siswa yang masih

membawa handphone.

2) Melakukan pemeriksaan bagi siswa yang membawa telepon genggam,

terutama dari foto atau video yang ada dalam handphone tersebut

Gambar 1.8 Siswa bermain hp saat kegiatan belajar di luar kelas

Page 33: Problematika kelas 5

3) Menyediakan telepon umum sebagai sarana siswa untuk menghubungi

orangtuanya. Dengan penyediaan sarana telepon umum, siswa tidak lagi

memerlukan handphone.

4) Untuk menarik perhatian siswa, hendaknya guru menggunakan pengajaran

yang menarik bagi siswa, mendasarkan pada hal-hal yang sudah dikenal

anak dan berisi sesuatu yang baru baginya.

9. Pembelajaran Lebih Berpusat pada Guru (Teacher Center)

a. Landasan teori

Pembelajaran akan lebih bermakna bagi anak jika anak dapat

mengalami langsung dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Seperti dalam teori yang dikemukakan Ausubel, pembelajaran akan lebih

bermakna jika ada pengalaman langsung yang dilakukan anak pada

lingkungan sekitarnya. Jadi perang lingkungan sebagai salah satu sumber

belajar juga sangat penting dsini.

Guru sebagai fasilitator, seyogyanya tidaklah menguasai penuh

suatu proses pembelajaran, melainkan memberikan kesempatan bagi anak

untuk mengembangkan pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan untuk

menemukan konsep. Guru yang terlalu mendominasi jalannya proses belajar

mengajar di kelas dikenal dengan pembelajran “teacher center”.

Pembelajaran Teacher Center adalah proses pembelajaran dimana guru

menjadi pusat pembelajaran. Peserta didik hanya menjadi objek

pembelajaran.

Menurut Djamarah (2006: 82), latar belakang pendidikan guru

diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap

berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan

metode. Sungguh pun begitu, baik dia berlatar belakang pendidikan guru

maupun dia yang berlatar belakang bukan pendidikan guru, dan sama-

sama minim pengalaman mengajar di kelas, cenderung sukar memilih

metode yang tepat.

Dalam pembelajaran teacher center, gurulah yang harus menjadi

pusat dalam KBM dan memegang peran sangat penting. Guru

Page 34: Problematika kelas 5

menentukan segalanya. Mau diapakan siswa, apa yang harus dikuasai

siswa, semua tergantung guru. Guru lebih banyak menggunakan metode

ceramah. Menurut Makmun (2005:239), metode ceramah adalah suatu

cara belajar mengajar dimana bahan disajikan oleh gurusecara monologue

(sologuy)sehingga pembicaraan lebih bersifat satu arah (one way

communication). Sedangkan menurut Djamarah (2006:97), metode

ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan

penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.

Posisi siswa dalam pembelajaran seharusnya yang paling utama

yakni sebagai subyek bukan obyek belajar. Hal ini sesuai dengan prinsip

belajar aktif yang dikemukakan oleh Soulders &Prescott (dalam Johnson,

2002: 154) bahwa belajar aktif yang disebut juga belajar “langsung” yakni

belajar yang membuat belajar melekat. Mencari dan menggabungkan

informasi secara aktif dari tempat kerja, masyarakat, maupun ruang kelas,

lalu menggunakannnya untuk alasan tertentu akan menyematkan

informasi tersebut dalam ingatan.

b. Permasalahan

Salah satu bentuk permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelas 5

SDN Bareng 3 adalah cara pembelajaran yang masih berpusat pada guru

atau pembelajaran teacher center. Guru di masing-masing kelas 5, yakni Bu

Imah, Bu Sugiarti dan Bu Sri Astuti umumnya masih cenderung

menerapkan pembelajaran teacher center di kelas yang mana siswa lebih

pasif dan gurulah yang aktif dalam proses belajar mengajar.

Pembelajaran teacher center ini khususnya sangat tidak cocok

diterapkan pada bidang studi yang menuntun unjuk kerja dari siswa dalam

menemukan konsep, misalnya pada materi bahan makanan yang

mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Guru kelas 5 tidak

menggunakan metode demonstrasi atau eksperimen dalam mengajarkan

materi ini melainkan malah dengan mengggunakan metode ceramah.

Page 35: Problematika kelas 5

Gambar 1.9 Bu Imah saat menggunakan metode ceramah

Kekurangcocokan metode yang digunakan guru ini dapat

menimbulkan dampak negatif bagi pemahamann konsep anak karena jika

guru yang menggunakan metode ceramah tersebut kurang menguasai

materi, maka informasi yang diberikan bisa salah untuk setrusnya di benak

anak. Tidak adanya aktivitas fisik guna membuktikan kebenaran teori juga

dapat mematikan kreativitas anak dalam penemuan konsepnya, sehingga

anak hanya akan menerima informasi yang ia dengar saja tanpa memiliki

usaha untuk mengaplikasikannya melaui kegiatan pembuktian teori

(eksperimen).

Bu Imah contohnya, beliau sering bahkan hampir selalu menggunakn

pembelajran teacher center ini di kelas sehingga siswa di kelas 5 A

cenderung bersifat pasif selama proses pembelajaran. Tidak jarang dari

mereka terlihat bosan dan lebih memilih untuk berbicara dengan teman

sebnagkunya atau bermain sendiri di kelas saat pelajaran sedang

berlangsung.

c. Alternatif pemecahan masalah

Adapun berabagai alternatif pemecahan masalah yang dapat

digunakan untuk mengatasi problematika pembelajaran tersebut adalah:

1) Guru menggunakan variasi model dan metode pembelajaran yang

lebih berorientasi pada siswa atau student center.

Page 36: Problematika kelas 5

2) Memberikan kesempatan siswa untuk belajar secara aktif, misalnya

melalui metode ekspreimen atau model inquiri dimana siswa dituntut

untuk aktif dalam menemukan konsep pengetahuannya sendiri.

3) Mengaitkan pembelajaran dengan lingkungan sekitar siswa

(Contextual Learning) sehingga konsep yang deterima anak lebih

mudah dipahami dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

4) Guru mencari literatur tentang macam-macam metode dan model

pembelajaran. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan

mencari literatur dari mahasiswa PPL yang ada di sekolah tersebut.

5) Penggunaan media belajar yang menarik dan bervariasi bisa

membantu guru untuk menjelaskan materi daripada hanya melalui

metode ceramah saja.

10. Kecenderungan Siswa Berperilaku Dewasa Sebelum Waktunya

a. Landasan Teori

Masa anak usia SD, khususnya anak SD yang duduk di kelas tinggi (10-

12) menurut tahap perkembangannya telah memasuki masa beranjak remaja.

Charlotte Buhler (dalam Makmun, 2002:130) menambahkan bahwa suatu

masa transisi ke periode ini ialah masa pre-puberteit (pra-remaja) yang

berkisar sekitar 10-12 tahun dari kalender kelahiran yang bersangkutan.

Menurut Freud (dalam Makmun, 2002:131), masa remaja ditafsirkan

sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang

definitif karena perpaduan (unifikasi) hidup seksual yang banyak bentuknya

(polymorph) dan infantile (sifat kekanak-kanakan)

Pada masa pra remaja anak lebih cenderung meniru orang-orang yang

dianggapnya lebih dewasa darinya untuk kemudian ia tiru (imitasi). Menurut

Partowhisastro (1983:30), anak belum dapat berfikir jauh. Ia hanya melihat

apa yang ada di depan matanya saja, tanpa mengadakan pemikiran yang lebih

mendalam. Dan apa yang dapat memberi kepuasan terhadap kebutuhan-

kebutuhannya itulah yang penting, yang merupakan realitas baginya. Apa

yang tidak dapat memberikan kepuasan baginya itu bukan realitas.

Page 37: Problematika kelas 5

Perilaku anak pada masa pra remaja, khususnya anak kelas tinggi, akan

memiliki kecenderungan untuk bertindak seolah ia telah dewasa. Oleh karena

itu perilaku-perilaku yang ia tunjukkan kadang lebih mengarah ke prilaku

positif, namun juga bisa ke arah perilaku negatif.

Menurut Erikson (dalam Makmun, 2002:112), identitas pribadi

seseorang itu tumbuh dan terbentuk melalui perkembangan proses krisis

psikososial yang berlangsung dari fase ke fase. Ia berasumsi bahwa setiap

individu yang sedang tumbuh itu dipaksa harus menyadari dan berinteraksi

dengan lingkungan sosialny yang berkembang semakin luas. Jika individu

tersebut mampu mengatasi krisis demi krisis, ia kan muncul sebagai

kepribadian yang sehat yang ditandai oleh kemampuan menguasai

lingkungannya, fungsi-fungsi psikofisiknya terintegrasi, dan memahami

dirinya secara optimal. Sebaliknya jika ia tidak mampu mengatasi krisis-krisis

psikososial tersebut, maka ia akan larut (deffuse) ditelan arus kehidupan

masyarakatnya yang terus berkembang.

b. Permasalahan

Bentuk permasalahan yang terjadi pada siswa kelas 5 sehubungan

dengan tahap perkembangan pra remaja adalah kecenderungan siswa untuk

berperilaku dewasa sebelum waktunya. Masalah ini dialami oleh Louis dan

Prisillia, siswa kelas 5B di SDN Bareng 3. Kedua siswa ini menunjukkan

perilaku seolah mereka telah dewasa dengan melakukan lempar melempar

suran cinta saat pelajaran sedang berlangsung.

Perilaku tersebut dapat mengganggu siswa lain di kelasnya karena

siswa akan merasa kurang nyaman dan tidak dapat berkonsentrasi terhadap

pelajaran yang sedang berlangsung. Selain bagi siswa lain, perilaku ini juga

dapat merugikan kedua siswa tersebut sendiri. Mereka tidak dapat mengikuti

pelajaran dengan baik sehingga pemerolehan materinya juga kurang daripada

siswa lainnya.Saat di luar kelas, kedua siswa ini juga berperilaku seperti dua

orang kekasih dengan memanggil satu sama lain menggunakan panggilan

sayang, yaitu “Miko dan Miku”.

Page 38: Problematika kelas 5

Latar belakang kedua siswa tersebut melakukan perilaku

kecenderungan seperti orang dewasa ini karena dipicu oleh peniruan atau

imitasi anak dari berbagai sumber atau media yang dilihatnya, misalnya

melalui sinetron, iklan, atau adegan di TV. Selain itu, media internet dan

media cetak juga menjadi sumber pengimitasian yang salah oleh anak.

Permasalahan lain yang muncul adalah siswa bermain judi-judian.

Meskipun hanya menggunakan kartu mainan, namun mereka menggunakan

taruhan uang. Perilaku ini didapat anak melalui imitasi terhadap orang-orang

di lingkungan sekitarnya. Kebanyakan masyarakat yangberada di tempat

tinggalnya sering melakukan kegiatan ini, sehingga memicu anak untuk

meniru perilaku buruk tersebut.

Gambar 1.10 Siswa yang bermain judi-judian

c. Alternatif pemecahan masalah

Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk

mengatasi probelmatika ini antara lain:

1) Pendekatan Perubahan Tingkah Laku.

Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik

yang baik dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Jika dengan

pendekatan yang halus siswa tidak dapat diarahkan, maka guru dapat

menggunakan pendekatan korektif dengan memberikan peringatan cukup

keras pada siswa yang bersangkutan.

2) Pendekatan Suasanan Emosi dan Hubungan Sosial

Page 39: Problematika kelas 5

Suasana emosional dan hubungan sosial yang positif, artinya ada

hubungan yang baik dan positif antara guru dengan anak didik, atau

antara anak didik dengan anak didik. Disini guru adalah kunci terhadap

pembentukan hubungan pribadi itu, dan perannya adalah menciptakan

hubungan pribadi yang sehat.

3) Pemberian Contoh yang Baik dari Guru.

Jalan yang paling strategis untuk mengatasi masalah ini adalah

dengan menapilkan contoh pribadi yang baik sehingga dapat menjadi

obyek identifikasi sebagai pribadi idola para siswa.

4) Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak

Jika telah terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dengan

anak mereka, maka kecenderungan perilaku anak yang negatif sebagai

dampak dari imitasi terhadap orang dewasa dapat diminimalkan. Orang

tua juga harus selalu mengontrol masa pertumbuhan anak, khususnya

anak yang memasuki masa remaja.

5) Diaktifkannya hubungan orang tua dan guru (parent-teacher association)

(Makmun, 2002:139)

Dengan adanya kerjasama yang baik antara guru dan orang tua,

perilaku sehari-hari anak yang menyimpang dapat diketahui orang tua

melalui penuturan dari guru. Jika ditemukan anak yang melakukan

penyimpangan perilaku, guru dapat berdiskusi dengan orang tua tentang

cara penanganan anak tersebut

6) Membekali siswa dengan pengetahuan spiritual.

Cara ini dapat dilakukan baik oleh orang tua, guru kelas, maupun

guru agama yang ada di sekolah. Dengan pengetahuan tentang

Ketuhanan yang baik, maka siswa akan menyadari dengan sendirinya

akan kedudukannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tidak boleh

melanggar perintah Tuhannya.

Page 40: Problematika kelas 5

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tentang prolematika pembelajaran yang

terdapat di SDN Bareng 3, dapat disimpulkan bahwa macam-macam problematika

yang ada di SD tersebut adalah anak Hiperaktif dan Distruptive Behavior, anak

overachiver dan Individualis, anak Impulsif, perilaku menyimpang Guru

(mengoperasikan jejaring sosial saat mengajar di kelas), anak cenderung cepat

bosan (Distractibility Child), anak yang ditolak dalam pergaulannya (rejected

children), anak yang bermain telepon genggam (handphone) saat kegiatan belajar

mengajar, pembelajaran lebih berpusat pada guru (Teacher Center), dan

kecenderungan siswa berperilaku dewasa sebelum waktunya.

B. Saran

Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pada pembelajaran,

seorang guru harus dapat menemukan cara-cara atau solusi yang tepat dan

berkelanjutan karena ada beberapa masalah yang membutuhkan waktu yang relatif

lama yakni pada pembentukan kepribadian yang baik bagi anak. guru juga harus

menguasai berbagai model dan metode mengajar yang bervariasi agar tidak timbul

kebosanan pada diri anak saat pembelajaran. selain itu, guru juga seyogyanya

dapat mengenal murid dengan pendekatan-pendekatan tertentu agar jalinan emosi

siswa dan guru harmonis dan baik.

Page 41: Problematika kelas 5

DAFTAR RUJUKAN

Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Fatimah, Enung. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia.

Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar & Pembelajaran. Malang: FIP UM

Hurlock, Elisabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Yusuf, Syamsul. 2008. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Ibrahim. 2004. Pengantar Pendidikan. Malang: IKIP Malang.

Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching &Learning. Bandung: Mizan

Media Utama

Kurnia, Inggridwati. Dkk. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta:

Depdiknas

Makmun, Abidin Syamsuddin. 2002. Psikologi Pendidikan Perangkat Sistem

Pengajaran Modul. Bandung: Rosda

Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Partowisastro, Koestoer. 1983. Dinamika dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta:

Erlangga

Ridwan. 1998. Penanganan Efektif: Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Page 42: Problematika kelas 5

Riyanto, Yatim. 2008. Paradigma Baru Pembelajaran. Surabaya: Prenada Media

Ronnie M. Dani, 2005. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta: Alex Media

Komputindo.

Roestiyah. 1982. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Prenada

Media Group.

Severe, Sal. 2002. Bagaimana Bersikap pada Anak Agar Anak Bersikap Baik.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Sudrajat, Akhmad. 2000. Kode Etik Guru. (Online),

(http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/.../kode-etik-guru-

indonesia.pdf), diakses tanggal 25 September 2012.

Page 43: Problematika kelas 5