presus radiologi tio

49
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA DATA PASIEN A. SUBJEKTIF 1. Identitas pasien Nama pasien : Ny. SY Alamat : Suronatan NGII Notoprajan Ngampilan, Yogyakarta Umur : 78 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Nomor RM : 364176 Tanggal masuk : 21/08/2013 2. Anamnesis ( Alloanamnesis 21 Agustus 2013 pukul 12.30 WIB ) Keluhan Utama : Nyeri Perut Keluhan Tambahan: Perut terasa keras, tak bisa BAB, Muntah, flatus (-) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IRD RS Jogja diantar oleh keluarganya dengan kondisi lemas dan mengeluh nyeri perut, kondisi Keluhan dirasakan sejak 1 hari ini, selain itu juga pasien mengalami muntah terus- menerus, tidak bisa BAB sejak 3 hari yang lalu dan juga tidak bisa flatus, menurut keluarga pasien, pasien jika sakit selalu berobat ke dokter dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan warung dan juga jamu, akan tetapi pasien memiliki riwayat sakit mag sudah lama, dan jika makan sulit. Anamnesis Sistem Sistem SSP : demam (-), nyeri kepala (-), penurunan kesadaran (+), kejang (-). 1

Upload: luhur-anggoro-sulistio

Post on 30-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

DATA PASIEN

A. SUBJEKTIF1. Identitas pasien

Nama pasien : Ny. SY Alamat : Suronatan NGII Notoprajan Ngampilan,

Yogyakarta Umur : 78 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Nomor RM : 364176 Tanggal masuk : 21/08/2013

2. Anamnesis ( Alloanamnesis 21 Agustus 2013 pukul 12.30 WIB )Keluhan Utama : Nyeri PerutKeluhan Tambahan : Perut terasa keras, tak bisa BAB, Muntah, flatus (-)Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IRD RS Jogja diantar oleh keluarganya dengan kondisi lemas dan mengeluh nyeri perut, kondisi Keluhan dirasakan sejak 1 hari ini, selain itu juga pasien mengalami muntah terus-menerus, tidak bisa BAB sejak 3 hari yang lalu dan juga tidak bisa flatus, menurut keluarga pasien, pasien jika sakit selalu berobat ke dokter dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan warung dan juga jamu, akan tetapi pasien memiliki riwayat sakit mag sudah lama, dan jika makan sulit.

Anamnesis SistemSistem SSP : demam (-), nyeri kepala (-), penurunan kesadaran (+),

kejang (-).Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-), pucat (+), kebiruan

(-) mimisan (-), gusi berdarah (-)Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (+), dahak (-) kuning, batuk

darah (-), pilek (-), bunyi ngik-ngik (-).Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+), nyeri perut

(+),diare (-), konstipasi (+), BAB (-), nafsu makan menurun (+).

Sistem urogenital : Anyang-anyangan (-), nyeri saat berkemih (-), sulit berkemih (-), air kemih menetes (-), warna air kemih jernih (+).

Sistem integumentum : Kuning (-), pucat (-), kebiruan (-), bengkak pada kedua

1

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

tungkai kaki (-), sikatrik (-), jaringan mati (-). Sistem muskuloskletal : Gerakan bebas (-), nyeri sendi (-), tanda peradangan

sendi (-).

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit gula : disangkalRiwayat penyakit darah tinggi : disangkalRiwayat penyakit jantung : disangkalRiwayat penyakit paru : disangkalRiwayat penyakit asma : disangkalRiwayat penyakit ginjal : disangkalRiwayat penyakit kuning : disangkalRiwayat penyakit saluran pencernaan : gastritisRiwayat penyakit Stroke : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit gula : disangkalRiwayat penyakit darah tinggi : disangkalRiwayat penyakit jantung : disangkalRiwayat penyakit paru : disangkalRiwayat penyakit asma : disangkalRiwayat penyakit ginjal : disangkalRiwayat penyakit kuning : disangkalRiwayat penyakit saluran pencernaan : disangkal

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Gizi: Hubungan dengan keluarga anak, menantu harmonis, Hubungan pasien dengan tetangga baik, Ekonomi keluarga cukup.

Riwayat Alergi: Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

2

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

B. OBJEKTIF ( Pemeriksaan fisik, 21 Agustus 2013 pukul 12.30 WIB )

1. Keadaan umum : Lemah, Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6.

2. Vital signTekanan darah : 80/50 mmHgNadi : 113 x/m, regulerRespiration rate : 30 x/menit, reguler, intercostaSuhu : 36,50C per axilla

3. KepalaMata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), polip (-), perdarahan (-),

lendir (-), sumbatan (-)Mulut : mukosa lembab, hiperemis (-), sianosis (-), faring hiperemi (-), lidah

kotor (-).

4. LeherTampak simetris, limfonodi tidak teraba, JVP tidak meningkat, massa (-)

5. Thorak Pemeriksaan Thorax Anterior Pemeriksaan Thorax PosteriorInspeksi: - Bentuk dada simetris (+)- Statis (Hemitorax kiri = kanan)- Dinamis (Hemitorax kiri = kanan)- Sela iga tidak melebar (+)- Retraksi interkostal (+)- Retraksi subkostal (-)- Iktus kordis tidak tampak di SIC V

linea mid clavikularis sinistra - Tanda peradangan (-)

- Perbesaran massa (-)- Terpasang EKG marker

Palpasi: - Fremitus suara melemah pada 1/3

atas hemithorak dextra- Pergerakkan dada simetris- Emfisema subkutis (-)

Inspeksi: - Tidak dilakukan

Palpasi: - Tidak dilakukan

Perkusi: - Tidak dilakukan

Auskultasi : - Tidak dilakukan

3

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Perkusi: - Sonor +/+Batas atas hepar pada SIC VI

Auskultasi : - Suara paru : vesikuler, RBK (+),

wheezing (-), RBB (-)

6. JantungI : Ictus cordis tidak tampakP : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicularis sinistraP : batas jantung:

- kanan atas : SIC II Linea para sternalis dextra- Kiri atas : SIC II Linea para sternalis sinistra- Kanan bawah : SIC IV Linea para sternalis dextra- Kiri bawah : SIC IV Linea midklavikula sinistra

A : suara jantung : S1,S2 reguler, bising sistol (+) Kesan jantung: tidak terdapat pembesaran jantung.

7. AbdomenInspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, massa (-), tampak

bekas luka (-) , tanda peradangan (-)Auskultasi : Peristaltik (-), metalic sound (-)Perkusi : Timpani (+)Palpasi : defans muskuler (+), nyeri tekan ulu hati (+), nyeri alih (+),

hepatomegali(-), Undulasi (-), splenomegali (-)

8. EkstremitasSuperior : Gerak aktif (-/-), gerak pasif (+/+), sianosis (-/-), udem (-/-), akral

hangat, perfusi baik, CRT <2”Inferior : gerak aktif (+/+), gerak pasif (+/+), sianosis (-/-), udem (-/-), akral

hangat, perfusi baik, CRT <2”

4

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Tanggal 01/04/2013

Rontgen foto abdomen 3 posisiPosisi AP-Supine, Semi Errect, LLDPeritoneal Fat line mengabur, terdapat free air (+), football sign dan rigler sign (+), semilunar shadow (+),Pneumoperitoneum Prominent

Kesan : Perforasi Gaster

5

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

D. ASSESMENT1. Problem Pasien :

Nyeri perutmuntah terus-menerusBAB (-), flatus (-)Riwayat gastritis lama (+)Defans muskuler

2. Diagnosis :

Pneumoperitonium DD : Peritonitis, perforasi gaster,

C. TERAPI- Non Farmakologis

Perbaikan KU (stabilisasi hemodinamik), Konsul Sp.B Pro operasi CITO- Farmakologis

Infus RL 1 flabot ganti jika KU baik dengan infus koloid Injeksi ketorolac 1 Amp Injeksi Ondansetron 1 Amp Injeksi Ranitidine 1 Amp

VIII. PEMERIKSAAN USULANFoto abdomen 3 posisiDarah rutin/lengkapFungsi ginjal (Ureum, creatinin)Fungsi Hepar (SGOT, SGPT)

IX. PROGNOSIS : Dubia ad malam

6

Pneumoperitonium DD : Peritonitis, perforasi gaster,

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PNEUMOPERITONEUM

Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang

biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil. Namun, setiap viskus berlubang

dapat menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum. Penyebab paling umum dari

pneumoperitoneum adalah perforasi saluran pencernaan yaitu lebih dari 90%.

Perforasi dari lambung atau duodenum yang disebabkan oleh ulkus peptikum

dianggap penyebab paling umum dari pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum juga

dapat diakibatkan karena pecahnya divertikular atau trauma abdomen. Ini biasanya

muncul dengan tanda-tanda dan gejala peritonitis, dan adanya gas subphrenic dalam

radiograf dada tegak adalah temuan radiologis yang paling umum. Dalam kebanyakan

kasus, pneumoperitoneum memerlukan eksplorasi bedah mendesak dan intervensi

dengan segera.

Cara terbaik untuk mendiagnosis udara bebas adalah dengan cara pencitraan

radiograf dada tegak. Udara akan terlihat tepat di bawah hemidiaphragma, sela antara

diafragma dan hati. Jika sebuah ereksi film tidak dapat dilakukan, maka pasien

ditempatkan di sisi kanan posisi dekubitus dan udara dapat dilihat sela antara hati dan

dinding perut. Radiografi polos, jika benar dilakukan, dapat mendiagnosa jumlah

yang sangat kecil dari udara bebas. Computed tomography bahkan lebih sensitif

dalam diagnosis pneumoperitoneum. CT dianggap sebagai standar kriteria dalam

penilaian pneumoperitoneum. CT dapat memvisualisasikan jumlah sekecil 5 cm³

udara atau gas.

7

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Gambar 1: gambaran pneumoperitoneum dengan plain film

2.2 Anatomi

Rongga peritoneum besar tetapi dibagi ke beberapa kompartemen Dinding

perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.

Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom.

Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron

didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus

saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika

serosa).

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati

peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan.

Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat

penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritonium sehingga disebut

retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di

8

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak

intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei dengan demikian:

1. Duodenum terletak retroperitoneal;

2. Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung

mesenterium;

3. Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;

4. Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung

disebut mesocolon transversum;

5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung

mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal;

6. Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung

mesenterium.

2.3 Etiologi

Penyebab utama terjadinya pneumoperitoneum adalah:

1. Ruptur viskus berongga (yaitu perforasi ulkus peptikum, necrotizing

enterocolitis, megakolon toksik, penyakit usus inflamasi)

2. Faktor iatrogenik (yaitu pembedahan perut terakhir, trauma abdomen,

perforasi endoskopi, dialisis peritoneal, paracentesis)

3. Infeksi rongga peritoneum dengan organisme membentuk gas dan atau

pecahnya abses yang berdekatan

4. Pneumatosis intestinalis

9

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Tabel1: Penyebab pneumoperitoneum

A. Pneumoperitoneum dengan

peritonitis

- Perforated viskus

- Necrotizing enterocolitis

- Infark usus

- Cedera perut

B. Pneumoperitoneum tanpa peritonitis 1. Thoracic

- Ventilasi tekanan positif

- Pneumomediastinum/pneumotoraks

- Penyakit saluran napas obstruktif kronik

- Asma

2. Abdomen

- Pasca laparotomi

- Pneumatosis cystoides coli/ intestinalis

- Divertikulosis jejunum

- Endoskopi

- Paracentesis/peritoneal dialisis /

laparoskopi

- Transplantasi sumsum tulang

3. Female pelvis

- Instrumentasi (mis.

hysterosalpingography,Uji Rubin)

- Pemeriksaan panggul (esp. post-partum)

- Post-partum

- Oro-genital intercourse

- Vagina douching

- Senggama

10

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Penyebab Pneumoperitoneum

Tabel 3: karakteristik pasien dan penyebab Pneumoperitoneum

11

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab pneumoperitoneum. Penyebab

yang ringan biasanya gejalanya asimtomatik, tetapi pasien mungkin mengalami nyeri

perut samar akibat perforasi viskus perut, tergantung pada perkembangan selanjutnya

bisa berupa peritonitis.. Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum

mungkin seperti kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau jatuh pada

kondisi shock yang parah.

2.5 Diagnosis

Temuan gas bebas intraperitoneal biasanya diasosiasikan dengan perforasi

dari viskus berongga dan membutuhkan intervensi bedah dengan segera. Riwayat

menyeluruh dan pemeriksaan fisik tetap yang paling penting dalam menegakkan

diagnosa pneumoperitoneum. Jadi operasi yang tidak perlu dapat dihindari.

Fitur Radiografik

Radiografi foto thoraks atau abdomen adalah pemeriksaan pencitraan yang paling

umum untuk diagnosis bahkan bias menampakkan jumlah yang sangat kecil dari

udara bebas intraperitoneal, namun CT abdomen adalah metode yang lebih sensitif

untuk mendiagnosa pneumoperitoneum dan mengidentifikasi penyebab dari acute

abdomen. Selain itu, teknologi modern dengan CT multidetektor sangat akurat untuk

memprediksi lokasi perforasi saluran GI.

Foto Polos

Radiografi yang optimal sangat penting bila dicurigai adanya perforasi perut.

Idealnya, harus ada supine abdominal, erect chest and abdomen, dan left lateral

decubitus image. 1 mL gas bebas dapat dideteksi pada radiograf foto thoraks. Gambar

kiri lateral decubitus dapat menunjukkan sejumlah kecil udara bebas di abdomen.

Dengan gambar kiri lateral dekubitus, teknik yang tepat adalah pasien berbaring pada

sisi kiri selama 10 menit sebelum film diambil dalam posisi tegak yang akan

menunjukkan udara subdiaphragmatic.

12

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Pada film, mungkin ada banyak temuan yang menunjukkan pneumoperitoneum.

Pada foto erect chest X ray dapat ditemukan adanya :

1. Subdiagphramatic free gas

Gambar 2. Foto X Ray thoracal , terlihat adanya garis udara di bawah

diafragma kanan.

Gambar 3. Gambaran udara di bawah diafragma pada kasus peritoneum yang

lebih besar.

13

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Gambar 4. Pneumoperitoneum besar di bawah kedua hemidiafragma yang

membuat garis batas pada tepi atas hepar dan spleen

2. Cupola sign

Cupola sign terlihat pada foto polos thoraks maupun abdomen yang di ambil

dengan posisi supine. Tanda ini terbentuk karena terkumpulnya udara bebas di

bawah tendon sentral diafragma di garis tengah tubuh. Batas superiornya

terlihat dengan jelas, namun bagian inferiornya tidak.

Gambar 5. Cedera pada difragma dan organ abdominal. Seorang

laki-laki berusia 32 tahun mengalami cedera akibat kecelakaan motor.

Terlihat adanya akumulasi udara pada foto X Ray thoraks supine AP

(Cupola sign : tanda panah)

14

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Tanda-tanda pneumoperitoneum besar meliputi:

1. Football sign : Dilihat sebagai udara yang menguraikan seluruh kavitas perut.

2. Rigler sign (juga dikenal sebagai tanda gas dan tanda dinding ganda):

Visualisasi dari dinding luar dari usus loop yang disebabkan oleh gas luar

loop usus dan gas intraluminal yang normal.

3. Urachus sign : udara menguraikan urachus, yang merupakan refleksi sisa

peritoneal sisa yang tidak biasanya terlihat pada radiografi.

4. Telltale triangle sign: Segitiga kantong udara antara dua loop dari usus dan

dinding perut.

Gambar 6: Bowel perforation / Pneumoperitoneum

15

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Gambar 7: Massive football sign

Gambar 8 . Football sign dan Rigler sign

16

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Gambar 9 . Seorang wanita berusia 54 tahun datang dengan nyeri abdomen

generalisata yang menetap. Foto polos abdomen menunjukkan distensi usus halus

namun penyebabnya tidak dapat teridentifikasi pada pemeriksaan CT kontras.

Keadaan klinis nya tidak membaik dan pasien menjadi sepsis. Pemeriksaan foto polos

abdomen selanjutnya (foto ini) memiliki beberapa temuan : Udara bebas

intraperitoneal, Rigler’s sign, dan udara intraluminal (menunjukkan adanya infark).

Gambar . Pneumoperitoneum pada neonatus

17

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Gambar . Hasil foto polos abdomen pada kasus perforasi usus akibat typhoid

Computed Tomography

Radiografi abdomen dapat diperlukan untuk mendiagnosa dan mengelola

pasien namun tidak seakurat CT. Ultrasound dan pencitraan CT dapat membantu

dalam pengaturan darurat. Keduanya juga dapat dimanfaatkan sebagai pencitraan

lebih lanjut untuk mengevaluasi kondisi yang mendasarinya. Kontras studi usus dapat

membantu dalam rangka untuk mengkonfirmasi perforasi pada saluran pencernaan.

Gambar 5: Appearance of free air in CT abdomen,

18

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Bowel perforation / Pneumoperitoneum

Gambar . CT Seorang wanita 77 tahun dengan peritoneum akibat

perforasi kolon.

Ultrasonografi

Dengan USG, pneumoperitoneum terlihat sebagai are linear hyperechoic.

Kumpuloan udara yang terlokalisasi akibat perforasi dapat terdeteks, terutama jika

ditemukan juga kelainan lainnya, seperti penebalan dinding usus.

Gambar . Udara bebas pada anterior lobus kiri hepar.

19

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2.6 Tatalaksana dan Prognosis

Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Ketika

seorang pasien memiliki pneumoperitoneum, langkah pertama dalam pengobatan

adalah mencari tahu mengapa, dalam rangka untuk mengembangkan pendekatan

pengobatan yang tepat. Ini mungkin membutuhkan tes diagnostik tambahan bersama

dengan wawancara pasien. Dalam beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah

program yang paling masuk akal, dengan dokter menunggu dan melihat pendekatan

untuk melihat apakah tubuh pasien mampu menghilangkan gas sendiri. Jika

pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi untuk memperbaiki

masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan infeksi dengan cepat dapat

menyebabkan kematian dengan segera

2.7 Diagnosis Banding

Abses Subphrenic, adanya sela usus antara diafragma dan hati (Chilaiditi

sindrom), dan linier atelektasis di dasar paru-paru dapat mensimulasikan udara bebas

di bawah diafragma pada sinar-X dada.

Gambar .Abses pada subdiafragma dextra dengan adanya airfluid level

20

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PERFORASI GASTER

A. PENDAHULUAN

Perforasi gaster merupakan perforasi gastroduodenal umum, yang sering

disebabkan oleh karena komplikasi ulkus peptikum (ulkus gaster dan ulkus

duodenum), Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk

pertama kali. Pada tahun 1892, Ludwig Hensner pertama kali melakukan

tindakan bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy

Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum

Terapi ulkus peptik vagotomi selektif tinggi pada akhir 1960 tidak ada

satupun yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif,

termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan

teknik-teknik ini, Pasien dengan perforasi gaster penutupan sederhana

lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.

B. ANATOMI

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara

esofagus dan duodenum.

Cardia.

Fundus

Body

Pyloric part

Trunkus seliacus

A. Gastrica sinistra

aq.. Hepatica

A. Gastroduodenalis

A. Gastrica dx

21

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Tiga perempat proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi

sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam

lambung dan pepsin. Lapisan dinding gaster, mulai dari mukosa, submukosa,

muskularis dan serosa

Peredaran darah sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan

pembuluh darah besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam

dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenumditemukan arteri

besar (a.gastroduodenalis)Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi

dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.

22

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Saluran limfe dari lambung

semuanya akan berakhir di kelenjar paraaorta Impuls nyeri dihantarkan melalui

serabut eferen saraf simpatis, Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus

sel parietal di fundus dan korpus lambung

C. FUNGSI UTAMA LAMBUNG

1) Penerima makanan dan minuman fundus dan korpus

2) Penghancur dikerjakan oleh antrum

3) Motilitas Fungsi ini diatur oleh n.vagus

4) Cairan lambung 500-1500 ml/hari ( lendir, pepsinogen, faktor intrinsik

dan elektrolit, terutama larutan HCl.)

23

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

5) Produksi asam merupakan hal yang kompleks, dibagi atas tiga fase

perangsangan:

a. Fase sefalik : Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup,

merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan meningkatkan

produksi asam melalui aktivitas n.vagus.

b. Fase gastrik : Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia,

seperti kalsium, asam amino, dan peptida dalam makanan akan

merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik

intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk

memproduksi asam lambung.

c. Fase intestinal : Hormon enterooksintin merangsang produksi asam

lambung setelah makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses

sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat

sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang

tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh sel G

sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5

produksi gastrin mulai dihambat.

24

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari

morbiditas dan mortalitas akut abdomen, Ulkus duodenum 2-3 kali lebih

sering dari perforasi ulkus gaster. Satu pertiga perforasi gaster berkaitan

dengan karsinoma gaster

Serial cases RSUP Sanglah (2006-2007)

Perforasi gaster oleh karena perforasi ulkus peptikum lebih banyak

dijumpai pada laki-laki (3-4 kali) dengan peak insiden antara usia 50-

25

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

70 tahun. Lokasi ulkus atau perforasi tersering ditemukan pada daerah

antrum kurvatura minor.

Dari hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2006

terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang di antaranya adalah

pengonsumsi jamu (84,2 persen) dan dari jumlah itu, sebanyak 18

orang mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25 persen). Pasien

yang paling lama mengonsumsi jamu adalah sekitar 5 tahun.

Serial Cases di Dr Zainoel Abidin Banda Aceh sejak Oktober 2005 hingga bulan

September 2007. 

20 kasus, dengan rentang usia 20 sampai 83 tahun, terdiri dari 9 orang

perempuan dan 11 laki-laki, 18 pasien disebabkan perforasi ulkus

peptikum, 1 orang pasca trauma tumpul abdomen dan 1 orang lagi

karena komplikasi kalkulus kolesistitis.

D. TYPE PERFORASI GASTER

1. Type I gastric ulcer biasanya sekresi asam normal/ menurun.

2. Type II gastric ulcer dihubungkan dengan ulkus deodenum

3. Type III gastric ulcer prepyloric ulcer disease. (type II and

type III gastric ulcers sekresi asam normal/meningkat).

4. Type IV gastric ulcers terjadi pada GE junction (sekresi asam

normal/ menurun )

5. Type V gastric ulcersdi akibatkan oleh pemakaian obat dan

dapat terjadi di semua bagian dari gaster

26

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

E. ETIOLOGI

1. Perforasi non-trauma:

akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia

spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.

Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid

Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptic

Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma

infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

2. Perforasi trauma (tajam atau tumpul)

trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa NGT saat endoskopi.

Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan

pisau)

Trauma tumpul pada gaster

Benda asing (misalnya jarum pentul)

27

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

F. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan

mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi.

Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster

normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi

gaster. Sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap

kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam

lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang berat.

Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga

peritoneal peritonitis kimia peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas

gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis

bakterial kemudian. Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks

sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk

melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada

perforasi usus besar).

Hipoksia memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan

pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit peningkatan aktivitas fagosit

granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses. Jika tidak

diterapi bakteremia, sepsis , kegagalan multi organ, dan syok.

28

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

G. TANDA DAN GEJALA

1) Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut.

2) Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium

karena rangsang peritoneum oleh asam lambung.

3) Cairan lambung akan mengalir ke parakolika kanan, menimbulkan

nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut

menimbulkan nyeri seluruh perut.

4) Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase

peritonitis kimia.

5) Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di

permukaan bawah diafragma

6) Reaksi peritoneum pengenceran zat asam yang merangsang

mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi

peritonitis bakteria

7) Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans

muskuler.

8) Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma.

9) Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan

sementara usus.

10) Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik

dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena

syok toksik

11) Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang

menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum.

12) Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan,

bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan.

13) Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat

palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator

29

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pada pemeriksaan laboratorium, leukositosis baru dijumpai apabila

telah terjadi peritonitis bakterial, dan kadang tidak dijumpai pada

pasien usia lanjut.

2) Pemeriksaan kimia darah seperti fungsi hati dan ginjal, serum

elektrolit dan asam basa adanya komplikasi sistemik seperti

gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa serta

gangguan fungsi organ (MOF)

3) Pemeriksaan penunjang radiologis antara lain foto polos abdomen tiga

posisi ( BOF, LLD, setengah duduk), USG dan CT scan abdomen.

4) Pada foto polos abdomen akan memperlihatkan gambaran udara bebas

subdiafragma (namun pada 30% kasus tidak dijumpai gambaran free-

air);

5) ultrasonografi dapat mendeteksi lokasi perforasi dan pengumpulan gas

di dalam rongga peritoneum

6) CT scan abdomen secara lebih detail memperlihatkan lokasi organ

yang terkena dan jenis kelainan yang terjadi

30

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

I. TERAPI

1) Manajemen utama pada perforasi gaster adalah pembedahan yang

bersifat urgensi.

2) Sebelum tindakan pembedahan dilakukan beberapa hal yang harus

diperhatikan untuk memperbaiki keadaan umum penderita antara lain :

Koreksi gangguan kesembangan cairan dan elektrolit

untuk mengurangi resiko sepsis.

 

Pemberian antibiotika sistemik spektrum luas (bakteri aerob,

anaerob dan gram-negatif) untuk eradikasi kuman dan

mengurangi komplikasi postoperatif.

Dekompresi intestinal dengan pemasangan nasogastric tube

(pengosongan lambung dan mencegah muntah) dan urine

kateter (pengosongan buli-buli dan monitoring produksi urine).

Pemasangan dan monitoring central venous pressure (CVP)

selama resusitasi cairan.

Pemberian analgetika.

Puasa.

3) Tujuan pembedahan pada perforasi gaster :

mengatasi masalah anatomi (lubang perforasi)

menghilangkan penyebab peritonitis dan membersihkan

rongga peritoneum dari cairan atau eksudat yang berasal dari

saluran cerna.

4) Tehnik pembedahan yang sering dilakukan eksisi lubang perforasi,

primer hecting dan memperkuat jahitan dengan penutupan omentum

(omental patch atau Graham-Steele Closure).

5) Intraoperatif dilakukan pemasangan flow care dekompresi dan

sonde feeding.

31

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

6) Kurang lebih ¾ pasien dengan riwayat ulkus peptikum yang berat atau

gejala-gejala ulkus yang persisten setelah operasi pembedahan

definitif ulkus ( vagotomi sel parietal, vagotomi trunkus dan

piloroplasti).

32

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

J. LAPAROSCOPY

Terapi perforasi ulkus peptic dengan menggunakan a patch of biodegradable

material like a "stamp" diluar dari gaster. Laparoscopic surgery menjadi

pilihan pada management of perforated peptic ulcer keuntungannya less

pain, a short hospital stay, and an early return to normal activity,

Laparoscopic aman, nyaman, dan dengan morbidity dan mortality lebih

kecil dibandingkan dengan conventional open technique.

K. PROGNOSIS

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat

dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,

tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya

menjadi dubia ad malam.

Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini.

Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :

•Usia lanjut

• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya

• Malnutrisi

• Timbulnya komplikasi

33

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

1) Livingstone EH. Stomach and Duodenum. In: Norton JA, Bollinger RR,

Chang AE, et al, editors. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. 1st ed.

New York: Springer-Verlag; 2001. p.492-496.

2) Jacocks A, Talavera F, Grosso MA, Zamboni P, Geibel J, editors. Intestinal

Perforation. Available in: http://www.emedecine.com/med/topic2822.htm.

Last Updated: April 12, 2006.

3) Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, editor. Lambung dan Duodenum dalam Buku

Ajar Ilmu Bedah. Edisi pertama. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;

1997. hal.730-745.

4) Doherty GM, Way LW. Stomach and Duodenum. In: Doherty GM, Way LW,

editors. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 11th ed. New York: Mc

Graw Hill; 2003. p.553-555.

5) Kanne JP, Gunn M, Blackmore CC, editors. Delayed Gastric Perforation

from Hydrochloric Acid Ingestion. AJR, 2005 September; 185: 682-684.

6) Surg Endosc. 2006 Jan;20(1):14-29. Epub 2005 Oct 24. Laparoscopy for

abdominal emergencies: evidence-based guidelines of the European

Association for Endoscopic Surgery.

7) Surg Endosc. 2005 Nov;19(11):1487-90. Epub 2005 Sep 27. Laparoscopic

treatment of gastroduodenal perforations: comparison with conventional

surgery.

8) Surg Endosc. 2005 Nov;19(11):1487-90. Epub 2005 Sep 27. Laparoscopic

treatment of gastroduodenal perforations: comparison with conventional

surgery.

9) Surg Endosc. 2006 May;20(5):791-3. Epub 2006 Mar 16. The "stamp

method": a new treatment for perforated peptic ulcer

10) World J Surg. 2009 July; 33(7): 1368–1373. Published online 2009 May 9.

doi: 10.1007/s00268-009-0054-y.PMCID: PMC2691927. Randomized

34

PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Clinical Trial of Laparoscopic Versus Open Repair of the Perforated Peptic

Ulcer: The LAMA Trial

Yogyakarta, … September 2013

Dokter Pembimbing

( dr. Budi Prawati, Sp.Rad )

35