presus mata wongso
DESCRIPTION
eaaaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak tanggung-tanggung, selain memiliki penderita tuberkulosis dan kusta
nomor tiga terbanyak di dunia, Indonesia ternyata juga menduduki peringkat ketiga di
dunia dalam angka kebutaan serta peringkat tertinggi di wilayah kerja Organisasi
Kesehatan Dunia Asia Tenggara (WHO SEARO)1. Survei Departemen Kesehatan RI
1992 menunjukkan, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 persen dari seluruh
penduduk2. Artinya, ada tiga juta orang buta di antara 210 juta penduduk Indonesia,
atau merupakan angka tertinggi di Asia3.
Terdapat sekitar 3,5 juta penderita kebutaan di Indonesia. Sebanyak 0,76%
disebabkan katarak; 0,20% karena glaukoma dan kelainan refraksi 0,14%3. Hingga
kini, katarak masih merupakan penyebab paling utama bagi kebutaan, tidak hanya di
Indonesia tetapi juga di negara-negara sedang berkembang lainnya di dunia1. Walau
belum sepopuler katarak, glaukoma juga tidak kalah berbahaya. Hanya saja katarak
dapat disembuhkan, terlebih dengan semakin majunya teknologi kedokteran saat ini,
sedangkan kebutaan akibat glaukoma bersifat permanen2,3,4.
Glaukoma sebagai salah satu penyebab kebutaan didefinisikan sebagai penyakit
mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati (kelainan saraf)
optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas2. Di Amerika Serikat
diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Hampir 80.000 penduduk Amerika
Serikat buta akibat glaukoma6. Di Indonesia, glaukoma merupakan penyebab
kebutaan nomor dua setelah katarak2.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor aqueous ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup)6. Berdasarkan etiologinya, glaukoma dibagi atas glaukoma
primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma absolut7.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombay yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat
aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga
menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma Akut
merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat terjadi
bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan bila tidak segera ditangani dalam 24 – 48
jam.
II.2 Epidemiologi
Glaukoma akut terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40 tahun
dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan wanita dan pria
pada penyakit ini adalah 4:1. Pasien dengan glaukoma sudut tertutup kemungkinan
besar rabun dekat karena mata rabun dekat berukuran kecil dan struktur bilik mata
anterior lebih padat.
II.3 Etiologi
Glaukoma akut terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler secara mendadak
yang dapat disebabkan oleh sumbatan di daerah kamera okuli anterior oleh iris
2
perifer, sehingga menyumbat aliran humor akueus dan menyebabkan tekanan intra
okular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan nyeri hebat. Atau
meningkatnya produksi aqueous humor sehingga TIO meningkat.
II.4 Patofisiologi
Glaukoma akut terjadi karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat
humor akueus mengalir ke kanal schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong
perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya
pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena
saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang
pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh
lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan.
II.5 Gejala Klinis
Tajam penglihatan kurang (kabur mendadak), mata merah, bengkak, mata
berair, kornea suram karena edema, bilik mata depan dangkal dan pupil lebar dan
tidak bereaksi terhadap sinar, diskus optikus terlihat merah dan bengkak, tekanan
intra okuler meningkat hingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai
edema kornea, dibuktikan dengan tonometri schiotz ataupun teknik palpasi (tidak
3
dianjurkan karena terlalu subjektif), melihat halo (pelangi di sekitar objek), nyeri
hebat periorbita, pusing, bahkan mual-muntah.
II.6 Diagnosis
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis,
pemeriksaan status umum dan oftalmologis, serta penunjang.
Berdasarkan ananmnesis, pasien akan mengeluhkan pandangan kabur, melihat
pelangi atau cahaya di pinggir objek yang sedang dilihat (halo), sakit kepala, sakit
bola mata, pada kedua matanya, muntah – muntah.
Pada pemeriksaan akan ditemukan tanda-tanda, antara lain : visus sangat
menurun, mata merah, tekanan intra okular meningkat, injeksi pericorneal, kornea
oedem, COA dangkal, iris oedem dan berwarna abu – abu, pupil sedikit melebar dan
tidak bereaksi terhadap sinar, serta diskus optikus terlihat merah dan bengkak.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksa penunjang, diantaranya,
pemeriksaan tekanan intra okular dengan menggunakan tonometri, melihat sudut
COA, menilai CDR, pemeriksaan lapang pandang, tonografi, serta tes kamar gelap.
II.7 Klasifikasi
Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi menjadi :
a. Akut
Glaukoma ini terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan
sudut kamera anterior oleh iris perifer dan akibat pergeseran diafragma lensa-iris ke
anterior disertai perubahan volume di segmen posterior mata.
b. Subakut
Glaukoma dengan gejala klinis nyeri unilateral berulang dan mata tampak kemerahan
c. Kronik
Glaukoma dengan gejala klinis terdapat peningkatan tekanan intraokular, sinekia
anterior perifer meluas
4
d. Iris plateau
Iris plateau adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai kedalaman kamera anterior
sentral normal tetapi sudut kamera anterior sangat sempit karena insersi iris secara
kongenital terlalu tinggi.
II.8 Diagnosis Banding
Iritis akut, menimbulkan fotofobia lebih besar daripada glaukoma. Tekanan
intraokular biasanya tidak meningkat, pupil konstriksi, dan kornea biasanya tidak
edematosa. Di kamera anterior tampak jelas sel – sel, dan terdapat injeksi siliaris
dalam.
Konjungtivitis akut, nyerinya ringan atau tidak ada dan tidak terdapat
gangguan penglihatan. Terdapat tahi mata dan konjungtiva yang meradang hebat
tetapi tidak terdapat injeksi siliaris. Respon pupil dan tekanan intraokular normal,
dan kornea jernih.
Glaukoma sudut tertutup akut sekunder dapat terjadi akibat pergeseran
diafragma lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen posterior
mata. Hal ini dapat dijumpai pada sumbatan vena retina sentralis, pada skleritis
posterior dan setelah tindakan – tindakan terapeutik misalnya fotokoagulasi
panretina, krioterapi retina, dan scleral buckling untuk pelepasan retina.
Gambaran klinis biasanya mempermudah diagnosis.
II.9 Komplikasi
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular (sinekia
anterior), sehingga menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera anterior yang
memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Kerusakan saraf optikus sering
terjadi.
II.10 Penatalaksanaan
Glaukoma hanya bisa diterapi secara efektif jika diagnosa ditegakkan sebelum
serabut saraf benar-benar rusak. Tujuannya adalah menurunkan tekanan intraokular,
dapat dilakukan dengan minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan
5
menghentikan serangan glaukoma. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase
(misalnya asetazolamid 500 mg iv dilanjutkan dgn oral 500 mg/1000mg oral).
Tetes mata pilokarpin menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan
membuka saluran yang tersumbat. Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa
diberikan tetes mata beta bloker (Timolol 0.5% atau betaxolol 0.5%, 2x1 tetes/hari)
dan kortikosteroid topikal dengan atau tanpa antibiotik untuk mengurangi inflamasi
dan kerusakan saraf optik. Setelah suatu serangan, pemberian pilokarpin dan beta
bloker serta inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan. Pada kasus yang
berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui
pembuluh darah).
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan
tekanan intra okuler sesegera mungkin. Obat – obat yang dapat digunakan, yaitu :
Menghambat pembentukan aqueous humor
Penghambat beta andrenergik adalah obat yang paling luas digunakan. Dapat
digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang tersedia antara
lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25%
dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. Apraklonidin adalah suatu agonis alfa adrenergik
yang baru yang berfungsi menurunkan produksi humor akueous tanpa efek pada
aliran keluar. epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa. Inhibitor
karbonat anhidrase sistemik asetazolamid digunakan apabila terapi topikal tidak
memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokuler
sangat tinggi dan perlu segera dikontrol. Obat ini mampu menekan pembentukan
humor akueous sebesar 40-60%.
Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueous dengan
bekerja pada jalinan trabekuler melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah
pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang
6
dioleskan sebelum tidur. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis
disertai meredupnya penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak, dan spasme
akomodatif yang mungkin mengganggu bagi pasien muda.
Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Penurunan
volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan glaukoma akut sudut tertutup.
Gliserin 1ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur dengan sari lemon,
adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada pasien diabetes
harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral atau manitol intravena.
Miotik dan Midriatikum
Konstriksi pupil sangat penting dalam penalaksanaan glaukoma sudut tertutup
akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam
penutupan sudut akibat iris bombay karena sinekia posterior. Apabila penutupan
sudut diakibatkan oleh pergeseran lensa ke anterior, atropine atau siklopentolat bisa
digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus
zonularis.
Bila tidak dapat diobati dengan obat – obatan, maka dapat dilakukan tindakan :
Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan diantara keduanya
menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon atau
dengan tindakan bedah iridektomi perifer, tetapi dapat dilakukan bila sudut yang
tertutup sebesar 50%.
Trabekulotomi (Bedah drainase)
Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50% atau gagal dengan
iridektomi.
7
II.11 Pencegahan
Pencegahan terhadap glaukoma akut dapat dilakukan Pada orang yang telah
berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata berkala secara
teratur setiap 3 tahun, bila terdapat riwayat adanya glaukoma pada keluarga maka
lakukan pemeriksaan setiap tahun. Secara teratur perlu dilakukan pemeriksaan lapang
pandangan dan tekanan mata pada orang yang dicurigai akan timbulnya glaukoma.
Sebaiknya diperiksakan tekanan mata, bila mata menjadi merah dengan sakit kepala
yang berat, serta keluarga yang pernah mengidap glaukoma.
II.12 Prognosis
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera
ditangani dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi
akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta
permanen.
8
BAB III
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 61 tahun
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Gemenggeng xxxxxx
No RM : 014xxxx
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 15 September 2015, pukul 10.00 WIB
di klinik mata RSUD Ambarawa.
Keluhan Utama
Kepala pusing sejak 1 tahun lalu, mata sakit dan pandangan kabur
Keluhan Tambahan
Tidak dapat melihat jauh
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik mata RSUD Ambarawa pada tanggal 15
september 2015 dengan sakit kepala dan mata sejak 1 tahun terakhir, disertai dengan
pandangan yang kabur terutama saat melihat jauh.
9
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal ini dan mata kanan sekarang tidak dapat
melihat.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat
PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Suhu : 36,3o C
Pernapasan : 16 x/menit
Kepala
Bentuk : Normocephal
Mata : Konjuntiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-)
Telinga : Normotia, tanda radang (-)
10
Leher : Deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : TDP
Abdomen : DBN
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
2. STATUS LOKALIS
MATA
Occuli Dekstra (OD) Occuli Sinistra (OS)
0 Visus 5/60
Bola mata bergerak ke
segala arah
Pergerakan bola mata Bola mata bergerak ke
segala arah
Oedema (-), Hiperemis
(-), Enteropion (-),
Ekteropion (-), Trikiasis
(-), Distikiasis (-)
Palpebra superior Oedema (-), Hiperemis
(-), Enteropion (-),
Ekteropion (-), Trikiasis
(-), Distikiasis (-)
Oedema (-), Hiperemis
(-), Enteropion (-),
Ekteropion (-), Trikiasis
(-), Distikiasis (-)
Palpebra inferior Oedema (-), Hiperemis
(-), Enteropion (-),
Ekteropion (-), Trikiasis
(-), Distikiasis (-)
Hiperemis (-), Folikel
(-), Papil (-), Litiasis (-)
Konjungtiva Tarsal
Konjungtiva Superior
Hiperemis (-), Folikel
(-), Papil (-), Litiasis (-)
Hiperemis (-), Folikel
(-), Papil (-), Litiasis (-),
Sekret (-)
Konjungtiva Tarsal
Inferior
Hiperemis (-), Folikel
(-), Papil (-), Litiasis (-,
Sekret (-)
11
Injeksi silier (-), Injeksi
konjungtiva (+),
Subkonjungtival
bleeding (-), Pinguekula
(-), Pterigium (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi silier (-), Injeksi
konjungtiva (+),
Subkonjungtival
bleeding (-), Pinguekula
(-), Pterigium (-)
Occuli Dekstra (OD) Occuli Sinistra (OS)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Warna coklat, kripti baik Iris Warna coklat, kripti baik
Bulat, tepi regular,
RCL/RCTL (+)
Pupil Bulat, tepi regular,
RCL/RCTL (+)
keruh Lensa Jernih
- Vitreous humor Jernih
- Funduskopi papil bulat, batas tegas,
CD ratio 0.9
37,2 TIO 43,4
RESUME
Seorang laki-laki (61 tahun) datang ke klinik mata RSUD Ambarawa pada
tanggal 15 september 2015 dengan keluhan kepala dan mata sakit sejang 1 tahun lalu,
disertai dengan pandangan yang kabur. Pandangan mata kanan perlahan mulai turun
dan pada akhirnya tidak dapat melihat. Pasien belum pernah berobat.
Pada pemeriksaan visus occuli dextra dan sinitra ditemukan visus 0 dan 5/60.
TOD 37,2 dan TOS 43,4
12
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
I. Glaukoma
PENATALAKSAAN
NON FARMAKOLOGI
Edukasi: diet rendah garam
FARMAKOLOGI
Timol 0.5% 2x1
Glaucon 3x1
Kalium Slow Release
Neurodex 1x1
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad fungtionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
13
BAB IV
ANALISIS KASUS
Glaukoma Akut merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai,
karena dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan bila tidak segera
ditangani dalam 24 – 48 jam. Nyeri kepala dan mata yang dirasakan pasien
merupakan salah satu gejala dari glaukoma yang dialami.
Pada pasien ini telah terjadi glaukoma sebelumnya, namun pasien tidak berobat,
sehingga kehilangan penglihatan pada mata kanannya. Hilangnya penglihatan
disebabkan karena tekanan bola mata yang begitu tinggi menyebabkan tertekannya
pembuluh darah retina yang pada akhirnya mengakibatkan rusaknya saraf saraf
penglihatan pada bola mata.
Tujuan penatalaksanaan yaitu untuk mempertahankan penglihatan pada mata
kiri pasien, dengan diberikannya beta blocker tetes mata yaitu timolol yang berfungsi
untung menurunkan TIO, diuretik acetazolamide yang merupakan golongan karbonik
anhidrase untuk menghambat pembentukan aqueous humor, serta vitamin B untuk
mempertahankan dan memperbaiki saraf penglihatan.
14
BAB V
KESIMPULAN
Glaukoma akut merupakan kegawatdaruratan mata yang jika tidak ditangani
dengan cepat dan tepat akan menimbulkan hilangnya penglihatan pada mata. Tujuan
pengobatan yaitu untuk menurunkan TIO dengan harapan akan terjadi perbaikan pada
saraf-saraf mata yang dinilai dengan perbaikannya penglihatan atau dari perbaikan
visus naturalnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. Lensa, Glaukoma. In: Vaughan
DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14 ed. Jakarta. Widya
Medika. 1996
2. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Ophtalmology. Philadelphia.
Elsevier Saunders. 2002
3. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. Thieme Stuttgart : New York. 2007.
4. Lang, GK. Ophthalmology. Germany. 2000.
5. Sidarta I, Sri Rahayu Y. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012
6. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9. EMS: Jakarta.
2005
7. Gondowihardjo T, Simanjuntak G. editor. Glaukoma Akut dalam Panduan
Manajemen Klinis Perdami. PP Perdami: Jakarta. 2006
16