pra peningkatan skala proses nanoemulsifikasi … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan...

50
PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI MINYAK SAWIT DENGAN HIGH PRESSURE HOMOGENIZER STRIWICESA HANGGANARARAS DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: phamtuyen

Post on 15-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI

MINYAK SAWIT DENGAN HIGH PRESSURE HOMOGENIZER

STRIWICESA HANGGANARARAS

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan
Page 3: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pra Peningkatan Skala

Proses Nanoemulsifikasi Minyak Sawit dengan High Pressure Homogenizer

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, 15 September 2014

Striwicesa Hangganararas

NIM F24100102

Page 4: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

ABSTRAK

STRIWICESA HANGGANARARAS. Pra Peningkatan Skala Proses

Nanoemulsifikasi Minyak Sawit dengan High Pressure Homogenizer. Dibimbing

oleh TIEN R. MUCHTADI, DASE HUNAEFI, dan SRI YULIANI

Minyak sawit merupakan edible oil yang paling banyak diproduksi dan

diperdagangkan di dunia. Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak

sawit memiliki kandungan nutrisi yang lebih unggul, seperti karotenoid yang

terdapat sebanyak 400-1000 ppm pada minyak sawit mentah. Karotenoid yang

terdapat pada minyak sawit lebih mudah diserap oleh tubuh karena terdapat dalam

bentuk bebas dengan minyak sebagai medium pelarutnya. Namun, karotenoid

dalam matriks minyak sawit memiliki kelarutannya yang rendah dalam air

sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat

menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan dalam air dan bioavailibilitas

komponen karotenoid minyak sawit. Pada penelitian ini diamati pengaruh

emulsifier dan tekanan terhadap karakteristik dan kestabilan nanoemulsi.

Nanoemulsi dibuat dengan high pressure homogenizer dengan tekanan 100, 200,

dan 300 bar. Emulsifier yang digunakan adalah Tween 80 dengan konsentrasi

20% dan 30%. Meningkatnya tekanan dan konsentrasi emulsifier menghasilkan

laju aliran output yang semakin rendah. Penggunaan Tween 80 dengan

konsentrasi yang lebih besar menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil,

nanoemulsi yang lebih stabil, namun tidak mempengaruhi kadar karotenoid.

Tekanan homogenizer yang lebih tinggi menghasilkan ukuran partikel yang lebih

kecil dan kadar total karotenoid yang lebih rendah.

Kata kunci : emulsifier, karotenoid, nanoemulsi, tekanan, ukuran partikel

Page 5: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

ABSTRACT

STRIWICESA HANGGANARARAS. Preliminary Study of Scaling Up Palm Oil

Nanoemulsification with High Pressure Homogenizer. Supervised by TIEN R.

MUCHTADI, DASE HUNAEFI, and SRI YULIANI

Palm oil is the most widely produced and traded edible oil in the world.

Compared to other vegetable oils, palm oil has a superior nutrient content, such as

carotenoids, which is contained 400-1000 ppm in crude palm oil. Carotenoids in

palm oil has a high bioavalibility as it is present in a free form in the oil matrix.

However, carotenoids in palm oil matrix has a low solubility in water so it is

difficult to be added in food product. Nanoemulsion system is a solution to

increase solubility and bioavailbility of the components. This study observed

effect of emulsifiers and pressure on the characteristics and stability of the

nanoemulsion. Nanoemulsion was subjected to high pressure homogenizer at

pressure of 100, 200, and 300 bar. Emulsifier which was used in this study is

Tween 80 at a concentration of 20% and 30%. Increased of pressure and

emulsifier concentration reduce the output flow rate. The use of Tween 80 with a

greater concentration resulted smaller particle size and more stable nanoemulsion,

but did not affect the levels of carotenoids. Higher pressure of the homogenizer

resulted smaller particle size and lower carotenoid levels.

Keywords: carotenoids, emulsifier, nanoemulsion, particle size , pressure

Page 6: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan
Page 7: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI

MINYAK SAWIT DENGAN HIGH PRESSURE HOMOGENIZER

STRIWICESA HANGGANARARAS

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan
Page 9: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

Judul Skripsi : Pra Peningkatan Skala Proses Nanoemulsifikasi Minyak Sawit

dengan High Pressure Homogenizer

Nama : Striwicesa Hangganararas

NIM : F24100102

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS

Pembimbing I

Dr.-Ing. Dase Hunaefi, STP, M. Food ST

Pembimbing II

Dr. Sri Yuliani, MT

Pembimbing III

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MS

Ketua Departemen

Tanggal lulus:

Page 10: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang

dilaksanakan sejak Maret hingga Juni 2014 ini dapat terselesaikan dengan baik

berkat dari dukungan berbagai pihak, baik secara langsung mapun tidak langsung.

Terima kasih penulis sampaikan pada Prof. Dr. Ir. Tien R.M., Dr. –Ing. Dase

Hunaefi, STP, M. FoodST, dan Dr. Sri Yuliani, MT selaku dosen pembimbing

akademik atas masukan dan perhatian yang diberikan selama penyelesaian tugas

akhir ini. Seluruh teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah

membantu penulis selama melaksanakan tugas akhir.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (DIKTI), atas bantuan pembiayaan

penelitian melalui Hibah Kompetensi Nomor 035/SP2H/PL/DIT.LIT

ABMAS/V/2013. Pihak PT. Salim Ivomas Pratama yang telah menyediakan

bahan baku utama dalam penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua, kakak dan

adik penulis yang selalu mengingatkan dan memberikan semangat. Kepada

Dimas Imam A atas ilmu, saran, dan juga dukungan yang telah diberikan pada

penulis. Kepada sahabat-sahabat penulis Husna, Widianti I.R., Daina Hasanti,

Muthi’ah, Aditya N.C., Azeria Ra Bionda, Farah Shafira, Viera Amelia, Vania

Florensia, Karina Luthfia, Kania Thea, Cathlin Yuamanda, Attika Dini A,

Hanifah Alamri, Dini Nasution yang telah menghibur dan memberikan semangat

kepada penulis. Kepada sahabat-sahabat di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

Mutiara Primaniarta, Devi Ardelia, Rizki Ardhiwan, Anjani Anggitasari,

Zackuary, Rahmalia Susanti, Rita Astuti, Mala Mareta, Novandra Caniago yang

telah menjadi teman belajar dan memberikan semangat hingga akhir perkuliahan.

Kepada Alfia Nurul Ilma, Furry Qisthina, dan Ayu Pramesti selaku teman

seperjuangan yang telah memberikan banyak ilmu dan semangat hingga

selesainya tugas akhir ini. Kepada kelompok penelitian kelapa sawit yang

memberikan informasi, saran, dan bantuan kepada penulis. Dan kepada pihak-

pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu yang telah membantu penulis

dalam penyelesaian tugas akhir.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum

sempurna dan memerlukan saran dan masukan. Penulis berharap agar tugas akhir

ini memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memberikan

dampak terhadap perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang

Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor, September 2014

Striwicesa Hangganararas

Page 11: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Minyak Sawit 2

Karotenoid 2

Nanoemulsi 3

Kestabilan Emulsi 3

Homogenisasi 4

High Pressure Homogenizer 5

Pembuatan Emulsi dengan High Pressure Homogenizer 5

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Bahan 6

Alat 6

Metode 7

Analisis Mutu Minyak Sawit 7

Pembuatan Nanoemulsi 9

Analisis Nanoemulsi 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Karakteristik Minyak Sawit 13

Karakteristik Nanoemulsi 14

Kandungan β-karoten Nanoemulsi 17

Kestabilan Nanoemulsi 18

Kajian Awal Peningkatan Skala Nanoemulsi dengan 22

High Pressure Homogenizer 22

Page 12: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

RIWAYAT HIDUP 34

Page 13: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

DAFTAR TABEL Tabel 1 Literatur teknik pembuatan emulsi dengan high pressure

homogenizer ........................................................................................... 6 Tabel 2 Hasil Analisis Minyak Sawit ................................................................ 13 Tabel 3 Hasil analisis ukuran partikel ............................................................... 16 Tabel 4 Perubahan warna nanoemulsi selama penyimpanan ............................ 19 Tabel 5 Kestabilan emulsi selama penyimpanan .............................................. 20

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 a. Struktur retinol (Vitamin A) dan b. struktur β-karoten (Ball

2006) ................................................................................................. 2 Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanoemulsi minyak sawit ........................ 10 Gambar 3 Pengaruh tekanan dan konsentrasi emulsifierterhadap laju

aliran output .................................................................................... 15 Gambar 4 Pengaruh komposisi dan proses terhadap kadar β-karoten

nanoemulsi ...................................................................................... 17 Gambar 5 Pengaruh lama penyimpanan terhadap konsentrasi karotenoid

pada hari ke 15 dan 30 .................................................................... 19 Gambar 6 Analisis kestabilan emulsi ............................................................... 21 Gambar 7 Hubungan densitas energi dan mean sauter diameter (d32) ........... 23

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir tahap persiapan minyak sawit................................. 27 Lampiran 2 Konsentrasi sodium hidroksida pada derajat Baume yang

berbeda ........................................................................................ 28 Lampiran 3 Uji ANOVA analisis ukuran partikel D50 emulsi ........................ 28 Lampiran 4 Uji ANOVA analisis ukuran partikel D90 emulsi ........................ 29 Lampiran 5 Uji ANOVA analisis betakaroten emulsi ..................................... 30 Lampiran 6 Hasil analisis ukuran artikel emulsi .............................................. 31

Lampiran 7 Kurva standar analisis betakaroten ............................................... 32 Lampiran 8 Kromatogram analisis betakaroten ............................................... 33

Page 14: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan
Page 15: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak sawit merupakan edible oil yang paling banyak diproduksi dan

diperdagangkan di dunia dengan jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya

(Gunstone 2011). Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia

dengan produksi 24,43 juta ton pada tahun 2013 (Ditjenbun 2014). Hingga saat ini

telah banyak produk hilir minyak sawit yang dihasilkan oleh industri yaitu asam

lemak, gliserin, margarin, minyak goreng, shortening, dan kosmetika.

Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak sawit memiliki

kandungan nutrisi yang lebih unggul, seperti karotenoid dan vitamin E. Pada

minyak sawit kasar (CPO) yang diekstrak secara komersil terdapat 400-1000 ppm

karotenoid dan 700-1000 ppm vitamin E (dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol).

Tokoferol dan karotenoid yang terdapat dalam minyak sawit merupakan

komponen bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Beberapa studi

menyatakan bahwa pemberian minyak sawit merah yang kaya akan beta karoten

efektif untuk menanggulangi kekurangan vitamin A tanpa pemberian vitamin A

sintetik (Lai et al. 2012).

Dibandingkan karotenoid pada bahan pangan lain seperti sayuran dan buah-

buahan, karotenoid yang terdapat pada minyak sawit lebih mudah diserap oleh

tubuh karena terdapat dalam bentuk bebas dengan minyak sebagai medium

pelarutnya (Aryanto 2011). Namun, karotenoid dalam matriks minyak sawit

memiliki kelarutannya yang rendah dalam air sehingga sulit untuk ditambahkan

dalam bahan pangan (Qian et al. 2012). Sistem nanoemulsi dapat menjadi

alternatif solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan dalam air, kestabilan termal

dan bioavailibilitas komponen aktif pada bahan (Silva et al. 2012).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan nanoemulsi,

diantaranya tipe alat homogenisasi, kondisi pengoperasian alat homogenisasi

(besar energi, jumlah pengumpanan, waktu pengoperasian, dan suhu), komposisi

sampel dan karakter bahan yang dicampurkan (tegangan permukaan dan

viskositas) (McClements 2004). Salah satu alat yang kerap dgunakan untuk dala

industri untuk memproduksi nanoemulsi adalah high pressure homogenizer

(McClements 1999).

Prediksi ukuran droplet pembuatan nanoemulsi minyak sawit yang dibuat

dengan high pressure homogenizer dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh proses

terhadap karakteristik nanoemulsi. Pada pembuatan larutan nanoemulsi minyak

sawit digunakan emulsifier polioxyethylene sorbitan monooleate (Tween 80)

dengan konsentrasi 20% dan 30% (b/b) basis minyak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik produk nanoemulsi

dari minyak sawit yang dibuat menggunakan high pressure homogenizer dengan

konsentrasi emulsifier dan tekanan yang berbeda dan kajiannya terhadap awal

peningkatan skala.

Page 16: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

2

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai karakteristik

nanoemulsi sawit yang dapat dikembangkan menjadi produk minuman.

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit

Minyak sawit dihasilkan dari proses ekstraksi (sterilisasi dan pengepresan)

dari bagian mesokarp buah kelapa sawit. Kandungan asam lemak jenuh dan tidak

jenuh yang seimbang membuat minyak sawit menjadi salah satu edible oil yang

paling baik di industri pangan (Lai et al. 2012). Minyak sawit terdiri dari asam

lemak palmitat (44-45%), oleat (39-40%), linoleat (10-11%), dan linolenat. Kadar

asam lemak linoleat dan linolenat yang rendah membuat minyak sawit stabil

terhadap kerusakan oksidatif (Gunstone 2011).

Minyak sawit merupakan salah satu sumber pro-vitamin A dan vitamin E

(Lai et al. 2012). Pada minyak sawit kasar (CPO) yang diekstrak secara komersil

mengandung 400-1000 ppm karotenoid dan 700-1000 ppm vitamin E (dalam

bentuk tokoferol dan toko trienol). Kadar karotenoid pada minyak sawit dapat

bervariasi disebabkan oleh perbedaan spesies kelapa sawit atau proses yang

dilakukan (Gunstone 2011). Minyak sawit merah mengandung karotenoid lima

belas kali lebih tinggi dibandingkan dengan wortel pada basis bobot per bobot

(Lai et al. 2012). Selain itu, karotenoid dalam minyak sawit merah memiliki

bioavalibititas yang lebih tinggi dibandingkan karoten pada sayur dan buah.

Beberapa studi menyatakan bahwa pemberian minyak sawit merah yang kaya

akan beta karoten efektif untuk menanggulangi kekurangan vitamin A tanpa

pemberian vitamin A sintetik (Lai et al. 2012).

Karotenoid

Karotenoid merupakan pigmen berwarna kuning, jingga, dan merah jingga.

Karotenoid memiliki sifat antioksidan sehingga konsumsi sayur dan buah yang

mengandung karotenoid dapat mencegah kanker, penyakit jantung koroner, dan

penyakit degeneratif lainnya (Ball 2006). Pada karotenoid, β-karoten merupakan

komponen yang paling banyak ditemui dan memiliki aktivitas provitamin A yang

maksimal (100%). Hal itu disebabkan β-karoten tersusun atas dua molekul retinol

yang terhubung (Ball 2006).

Gambar 1 a. Struktur retinol (Vitamin A) dan b. struktur β-karoten (Ball 2006)

a. b.

Page 17: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

3

Karotenoid pada minyak sawit didominasi oleh α dan β-karoten, dengan

kadar phytoene, phytofluene, cis β-karoten, cis α-karoten, δ-karoten, ζ-karoten, γ-

karoten, β-zeakaroten, α-zeakaroten, dan likopen yang lebih rendah (Gunstone

2011). Pada minyak sawit, karotenoid terdapat lebih banyak pada fraksi olein

dibandingkan fraksi stearin, dengan demikian fraksi olein minyak sawit lebih

stabil terhadap kerusakan oksidatif. Karotenoid tidak larut dalam air dan sangat

larut dalam lemak, minyak, dan alkohol. Karotenoid mudah terdegradasi oleh

panas, cahaya, oksigen, dan asam (Ball 2006). Pada industri pangan minyak sawit

kasar dikenai proses refining dan bleaching yang menyebabkan kadar

karotenoidnya menurun hingga tidak dapat terdeteksi. Hal itu disebabkan adanya

perlakuan panas tinggi dan penggunaan bleaching earth selama proses (Gunstone

2011).

Nanoemulsi

Emulsi terbentuk saat satu dari dua fase cair yang tidak menyatu

terdispersi sebagai droplet dan membentuk sistem yang stabil. Nanoemulsi

merupakan emulsi yang berukuran 10-100 nm, terdiri dari droplet minyak yang

terdispersi di dalam fase aqueous sebagai fase kontinu dan setiap dropletnya

diselubungi oleh membran tipis dari surfaktan atau emulsifier (Akoh dan Min

2002). Nanoemulsi dapat diproduksi dengan menggunakan berbagai cara yang

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu metode energi tinggi dan metode energi

rendah. Pada metode energi tinggi digunakan alat-alat mekanis yang mampu

menghasilkan gaya disruptif yang intens untuk membentuk droplet. Alat yang

digunakan dapat berupa high pressure valve homogenizer dan microfluidizer.

Metode energi rendah bergantung pada pembentukan droplet spontan dalam

sistem campuran minyak-air-emulsifier ketika kondisi larutan atau lingkungan

diubah. Pembentukan emulsi dengan energi rendah dapat dilakukan dengan phase

inversion atau solvent demixing (Silva et al. 2012).

Nanoemulsi dapat menjadi sistem pembawa bagi komponen lipofilik

seperti neutraceutical, obat-obatan, antioksidan, dan senyawa antimikroba.

Dibandingkan dengan makro dan mikroemulsi, nanoemulsi lebih stabil terhadap

pemisahan gravitasi dan aggregasi karena ukuran partikelnya yang kecil. Sistem

nanoemulsi juga dapat meningkatkan bioavalibilitas dari komponen fungsional

yang terdispersi (McClements 2004). Kelarutan air dan bioavalibilitas senyawa

fungsional lipofilik seperti β-karoten dapat ditingkatkan dengan sistem

nanoemulsi.

Kestabilan Emulsi

Kestabilan emulsi merupakan kemampuan emulsi unuk menahan

perubahan yang terjadi selama masa penyimpanan. Semakin stabil suatu emulsi,

maka akan semakin lambat terjadinya perubahan selama penyimpanan

(McClements 2004). Ketidakstabilan emulsi dapat disebabkan berbagai faktor

yang dipengaruhi oleh proses fisik dan kimia. Pemisahan akibat gaya gravitasi,

flokulasi, coalescence, Ostwald ripening, dan inversi fase merupakan beberapa

contoh ketidakstabilan fisik, sedangkan oksidasi dan hidrolisis merupakan

ketidakstabilan kimia.

Page 18: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

4

Secara umum, fase terdispersi (droplet) dalam sistem emulsi memiliki

densitas yang berbeda dengan fase pendispersi sehingga gaya gravitasi

berpengaruh terhadap kestabilan sistem emulsi. Apabila droplet memiliki densitas

yang lebih rendah, maka droplet akan memiliki kecenderungan untuk bergerak ke

atas yang disebut creaming. Sebaliknya, bila droplet memiliki densitas yang lebih

tinggi maka droplet memiliki kecenderungan bergerak ke bawah yang disebut

sedimentasi. Flokulasi dan coalecence terjadi akibat droplet dalam sistem emulsi

bergerak secara terus-menerus dan berbenturan dengan droplet lainnya. Flokulasi

terjadi akibat bergabungnya beberapa droplet hingga membentuk gumpalan,

sedangkan coalecence terjadi akibat bergabungnya beberapa droplet hingga

membentuk satu droplet yang lebih besar. Keduanya dapat mempercepat

terjadinya proses creaming dan sedimentasi pada sistem emulsi. Inversi fase

merupakan proses dimana sistem emulsi berubah dari sistem oil in water menjadi

water in oil. Hal ini dapat dipicu dengan perubahan komposisi dan lingkungan

dari sistem emulsi. Ostwald ripening merupakan proses dimana droplet yang

berukuran lebih besar menjadi bertambah besar dengan mengorbankan droplet

yang berukuran lebih kecil. Hal ini disebabkan adanya transport massa dari satu

droplet ke droplet lainnya. Namun hal ini sering diabaikan karena jarang terjadi

pada sistem emulsi dalam industri pangan (McClements 2004).

Homogenisasi

Homogenisasi adalah proses mengubah dua cairan yang tidak bercampur

menjadi sebuah emulsi dengan menggunakan alat homogenizer (McClements

2004). Berdasarkan sifat bahan dasar, homogenisasi dapat dibagi menjadi dua,

yaitu homogenisasi primer dan homogenisasi sekunder. Homogenisasi primer

merupakan pembuatan emulsi secara langsung dari dua cairan yang terpisah,

sedangkan homogenisasi sekunder merupakan pengecilan ukurandroplet pada

emulsi yang telah terbentuk dari homogenisasi primer (McClements 2004).

Alat yang digunakan untuk melakukan homogenisasi primer yaitu high

speed mixer, membrane homogenizer, ultra-sonic homogenizer, dan

microfluidizer, sedangkan alat yang digunakan untuk melakukan homogenisasi

sekunder adalah high pressure homogenizer dan colloid mills (McClements 2004).

McClements (2004) menyatakan bahwa pada operasi proses pangan, pembuatan

emulsi dengan dua tahap akan lebih efisien. Pada tahap pertama dilakukan

homogenisasi primer hingga membentuk emulsi kasar, setelah itu dilakukan

homogenisasi sekunder untuk membentuk ukuran droplet yang lebih kecil.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran droplet, yaitu tipe dan

konsentrasi emulsifier, input energi, karakter fase-fase, dan juga suhu

(McClements 1999). Dalam proses homogenisasi, ukuran droplet yang lebih kecil

akan memiliki luas permukaan yang lebih besar, sehingga membutuhkan

emulsifier yang lebih banyak untuk melapisi permukaan fase terdispersi.

Ketidakcukupan emulsifier dapat menyebabkan terjadinya koalesense. Ukuran

droplet dapat direduksi dengan meningkatkan input energi. Input energi

merupakan energi yang digunakan selama proses homogenisasi. Peningkatan

input energi dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan homogenizer

yang digunakan. Pada high pressure homogenizer, input energi dapat dilakukan

Page 19: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

5

dengan meningkatkan tekanan dan jumlah ulangan atau asupan (McClements

1999).

High Pressure Homogenizer

High pressure homogenizer merupakan jenis homogenizer yang kerap

digunakan untuk membentuk emulsi yang baik dalam industri pangan.

Homogenizer ini lebih efektif untuk memperkecil ukuran droplet seperti halnya

colloid mills (McClements 1999). Sebelum dimasukkan dalam high pressure

homogenizer, emulsi kasar terlebih dahulu dibuat dengan homogenisasi primer.

Pada high pressure homogenizer terdapat pompa yang menarik emulsi kasar

masuk kedalam suatu ruang kemudian diberikan tekanan sehingga emulsi kasar

tersebut melewati katup kecil yang terdapat di bagian dengan dan membentuk

ukuran droplet menjadi lebih kecil. Saat emulsi kasar melewati katup, emulsi

mengalami kombinasi dari gaya gesekan yang intensif, peronggaan, dan aliran

turbulent sehingga memecah droplet yang besar menjadi droplet dengan ukuran

lebih kecil (McClaments 1999).

High pressure homogenizer dapat diggunakan untuk berbagai produk

pangan. Saat fase polar dan nonpolar telah mengalami homogenisasi primer dan

membentuk emulsi kasar, pembentukan ukuran droplet hingga ukuran mikro dapat

dilakukan dengan high pressure homogenizer dengan sekali asupan (McClements

1999). Namun, untuk mendapatkan ukuran droplet yang jauh lebih kecil,

dibutuhkan beberapa kali jumlah asupan melewati homogenizer (McClements

1999).

Total energi yang digunakan selama proses emulsifikasi disebut dengan

densitas energi, yang didefinisikan sebagai energi per unit volume emulsi. Pada

proses homogenisasi dalam industri pangan, densitas energi dapat dihitung secara

teoritis atau dengan percobaan (McClements 2004). Pada sistem high pressure

homogenizer densitas energi setara dengan tekanan yang digunakan selama proses

homogenisasi atau dengan persamaan (McClements 2004):

Ketika pengumpanan dilakukan beberapa (n) kali melalui inlet, densitas energi

kemudian didapatkan dari hasil kali antara tekanan dan jumlah pengumpanan

kembali (Eggers 2012).

Pembuatan Emulsi dengan High Pressure Homogenizer

Pebuatan emulsi dengan menggunakan high pressure homogenizer telah

diteliti sebelumnya oleh Tan dan Nakajima (2005), Yuan et al. (2008), Relkin et

al. (2008), Aryanto (2011), Yuliasari (2012) dan Marpaung (2014). Pada

penelitian Tan dan Nakajima emulsi dibuat pada tekanan 60 MPa hingga 140 MPa

(600-1.400 bar) dengan rasio fase minyak dan air 1:9 dan 2:8. Tan dan Nakajima

(2005) menyatakan ukuran partikel yang lebih kecil didapatkan dengan volume

fase pendispersi yang lebih besar, tekanan yang lebih tinggi dan jumlah siklus

yang lebih besar. Pada penelitian Aryanto (2011) hasil yang paling optimal

didapatkan dengan proses homogenisasi dua tahap yaitu dengan tekanan 250 bar

pada pengumpanan pertama dan 60 bar pada pengumpanan ke dua.

Page 20: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

6

Pada penelitian Yuliasari (2012) emulsi dibuat dengan tekanan 5.000 hingga

15.000 psi (setara dengan 350 hingga 1.000 bar) dengan rasio fase minyak dan air

5:95, 10:90, dan 15:85 (v/v) dan konsentrasi Tween 80 sebesar 5% dan 10%.

Ukuran partikel paling kecil didapatkan dengan rasio fase 5:95 dengan konsentrasi

Tween 80 10%. Peningkatan tekanan dari 5.000 hingga 15.000 psi dinyatakan

tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan. Pada penelitian Marpaung (2012)

emulsi dibuat pada tekanan 600 bar dengan 5 kali pengumpanan. Selain

menggunakan emulsifier, Marpaung (2014) menggunakan kitosan sebagai

penstabil. Marpaung (2014) menyatakan konsentrasi emulsifier yang lebih tinggi

dapat menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan penggunaan Tween 80

menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibanding Tween 20 dalam

konsentrasi yang sama.

Tabel 1 Literatur teknik pembuatan emulsi dengan high pressure homogenizer

Referensi Emulsifier Komponen

Fungsional

Ukuran partikel

(nm)

Tan dan Nakajima Tween 20 β-karoten 55-132

Yuan et al. Tween 20, 40,60, 80 β-karoten 132-178

Relkin et al. Sodium caseinate α-tokoferol 391

Aryanto Tween 80 β-karoten 1000-2000

Yuliasari Tween 80 β-karoten 10-25

Marpaung Tween 20 dan 80 β-karoten 160-660

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PAU Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fateta IPB, meliputi laboratorium Pengolahan Pangan,

Biokimia Pangan, Kimia Pangan, dan Rekayasa Pangan. Penelitian ini juga

dilakukan di Laboratorium Lipid and Oil, SEAFAST Center. Penelitian ini

dilakukan sejak bulan Maret 2014 hingga Juni 2014.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit

kasar yang didapatkan dari PT. Salim Ivomas Pratama. aquades, polyoxythylene

sorbitan monooleate (Tween 80) (Sigma,USA), K2SO4, HgO, H2SO4 pekat,

NaOH 60%, Na2S2O3, HCL, indikator MB:MM, KOH, methanol, gas nitrogen,

heksana, natrium sulfat anhydrous, etanol 95%, indikator fenolftalain, dan NaOH.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik,

ultra-turrax homogenizer (model L4R, Silverson Co., England), high pressure

homogenizer (model NS2002H TWP600, GEA Niro Soavi, Italia), mixer tangan,

Page 21: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

7

penangas, freezer, oven, vortex, waterbath, HPLC, particle size analyzer,

sentrifuge, spektrofotometer, Haake-Rotovisco RV20, chromameter CR 300, dan

alat-alat gelas.

Metode

Penelitian dilakukan dalam empat tahap yaitu tahap persiapan minyak sawit,

tahap analisis mutu minyak sawit, tahap pembuatan nanoemulsi, dan tahap

analisis karakteristik emulsi.

Persiapan Minyak Sawit

Proses deasidifikasi dilakukan setelah proses degumming selesai. Metode

deasidifikasi yang digunakan mengacu pada metode Widarta (2008) dengan

menggunakan NaOH 16oBe secara berlebih atau excess 17,5% dari jumlah yang

dibutuhkan. Konsentrasi NaOH dinyatakan dalam derajat Baume (oBe) (lampiran

2). Jumlah NaOH 16 oBe yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 kg asam lemak

bebas adalah 0,142 kg. Setelah ditambahkan NaOH, sabun yang terbentuk

dipisahkan dengan sentrifugasi. Kemudian dilakukan pencucian dengan air panas

yang memiliki suhu 5-8 oC lebih panas dari suhu minyak, dengan perbandingan

air dan minyak 1:7. Setelah itu dilakukan proses sentrifugasi kembali untuk

memisahkan sabun yang tersisa.

Setelah dilakukan degumming dan deasidifikasi, proses fraksinasi dilakukan

untuk memisahkan fraksi olein dan fraksi stearin. Fraksinasi dilakukan dengan

mengacu pada metode Widarta (2008) yaitu dengan memanaskan sampel hingga

suhu 70 oC lalu suhu diturunkan secara bertahap hingga 20

oC dengan laju

penurunan 5 oC/ 60 menit. Kemudian dilakukan separasi untuk memisahkan olein

dan stearin dengan menggunakan membran press filter.

Analisis Mutu Minyak Sawit

Analisis Kadar Air (AOAC 2012)

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan

porselen yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan

cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 0C selama 5 jam atau hingga beratnya

konstan. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang, kemudian

dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Karakterisasi emulsi

Pembuatan nanoemulsi

Analisis mutu minyak sawit

Persiapan minyak sawit

Page 22: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

8

(1)

(2)

Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

Analisis β-Karoten, Metode HPLC (Parker 1999)

Sebanyak 0.5-2 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup,

kemudian ditambahkan 10 ml larutan KOH 5% dalam metanol kemudian

divorteks. Setelah itu, gas nitrogen dihembuskan ke dalam tabung reaksi selama

30 detik lalu ditutup untuk mencegah terjadinya oksidasi β-karoten. Larutan

dipanaskan dalam waterbath 65 oC selama 30 menit, lalu didinginkan. Setelah itu,

ditambahkan 5 ml air, kemudian divorteks. Selanjutnya, ditambahkan 10 ml

heksana kemudian vorteks selama 30 detik, ditunggu hingga larutan dalam tabung

terpisah menjadi dua fraksi, lalu diambil larutan pada fraksi heksana (bagian atas)

dan dipindahkan ke tabung reaksi lain sambil dilewatkan pada kertas saring yang

telah diberi natrium sulfat anhydrous. Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali.

Fraksi heksana yang terkumpul diuapkan dengan gas nitrogen hingga kering.

Analat kering yang diperoleh dilarutkan dengan 1000 μl fase gerak.

Selanjutnya, larutan sampel diinjeksikan ke HPLC. Volume larutan sampel

yang diinjeksi minimal 2 kali volume sampel loop (20 μl), yaitu 40 μl.

Selanjutnya, dilakukan persiapan larutan standar dan pembuatan kurva standar,

yaitu seri pengenceran 5x, 10x, 20x, 50x, dan 100x dibuat dari larutan standar β-

karoten konsentrasi 440 μg/ml dalam basis 1000 μl. Setiap larutan standar

diinjeksikan ke HPLC, minimal 2 kali volume sampel loop (20 μl), yaitu 40 μl.

Hubungan antara luas peak yang terbaca dengan konsentrasi larutan yang

diinjeksikan kemudian diplotkan, dimana luas peak sebagai sumbu y dan

konsentrasi larutan sebagai sumbu x. Kemudian peak β-karoten pada sampel

diidentifikasi dengan mencocokkan waktu retensi peak sampel dengan waktu

retensi standar β-karoten. Luas area peak β-karoten pada sampel dicatat dan

dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar untuk memperoleh konsentrasi β-

karoten sampel dari kurva standar (μg/ml).

Analisis Asam Lemak Bebas (AOAC 2012)

Sampel CPO dipanaskan pada suhu 60-70 oC sambil diaduk hingga

homogen. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 5 gram di dalam erlenmeyer lalu

ditambahkan dengan 50 ml etanol 95% yang sudah dinetralkan. Sampel dan etanol

kemudian dipanaskan di atas alat pemanas dengan suhu 40 oC hingga sampel larut.

Sebanyak 1-2 tetes larutan indicator fenolftalain ditambahkan ke dalam

erlenmeyer kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N. Volume NaOH yang

terpakai kemudian dicatat. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan persamaan:

(3)

Page 23: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

9

Keterangan:

V = volume larutan NaOH yang digunakan (ml)

N = normalitas larutan NaOH yang digunakan

W = berat sampel uji (g)

25,6 = konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam

palmitat

Analisis Bilangan Peroksida Metode Titrasi (AOAC 2012)

Sampel ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian

ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut, dikocok sampai semua sampel larut. KI

jenuh ditambahkan sebanyak 0,5 ml, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang

gelap. Kemudian ditambahkan 30 ml air destilata. Kelebihan iod dititer dengan

larutan tiosulfat ( 0,1 N, dengan cara yang sama dibuat penetapan untuk

blanko. Bilangan peroksida dihitung berdasarkan rumus:

(4)

Analisis Bilangan Iod Metode Titrasi (AOAC 2012)

Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.5 gram dalam gelas erlenmeyer 250

ml, ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml pereaksi Hanus. Kemudian larutan

didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, larutan ditambahkan

kalium iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga warna

hampir ilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes. Titrasi

kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan iod dihitung

berdasarkan rumus :

(5)

Pembuatan Nanoemulsi

Dalam pembuatan nanoemulsi, digunakan minyak sawit yang telah

melalui proses degumming, deasidifikasi, dan fraksinasi sebagai komponen utama

yang diemulsikan. Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode

modifikasi terhadap penelitian formulasi produk nanoemulsi oleh Marpaung

(2014). Marpaung (2014) melakukan formulasi nanoemulsi menggunakan minyak

sawit dengan bahan pengemulsi Tween 20 dan Tween 80 sebanyak 10% dan 30%

(b/b) dari bobot minyak dengan kitosan sebanyak 0% - 1% dari bobot minyak

sebagai penstabil pada tekanan 600 bar sebanyak lima kali pengumpanan kembali.

Perbandingan minyak sawit dan bahan polar yang digunakan adalah 1:9.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa formula terbaik didapatkan

dengan penggunaan Tween 80 sebanyak 30% (b/b) dan kitosan sebanyak 0.5%

(b/b) dari bobot minyak.

Pada penelitian ini digunakan Tween 80 sebanyak 20% (b/b) dan 30%

(b/b) dari bobot minyak tanpa menggunakan kitosan. Formulasi dilakukan dengan

mendispersikan Tween 80 dengan aquades terlebih dahulu menggunakan hand

Page 24: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

10

Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanoemulsi minyak sawit

mixer selama 30 detik pada kecepatan putar 1000 rpm. Minyak sawit

kemudian dihomogenisasi dengan bahan polar dengan perbandingan 1:9 (b/b)

dengan menggunakan ultra-turrax homogenizer (model L4R, Silverson Co.,

England) selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm untuk membentuk emulsi

kasar. Proses homogenisasi ini dilakukan dengan menuangkan minyak sawit pada

bahan polar secara perlahan. Selanjutnya dilakukan proses homogenisasi kembali

menggunakan high pressure homogenizer (model NS2002H TWP600, GEA Niro

Soavi, Italia) untuk membentuk nanoemulsi pada tekanan 100 bar, 200 bar, dan

300 bar dengan lima kali pengumpanan kembali. Saat proses pembuatan

nanoemulsi berlangsung, laju aliran output diukur pada setiap pengumpanan,

Emulsi kasar

Homogenisasi

100, 200, dan 300 Bar

5 kali pengumpanan

Minyak 10%

(b/b)

Sawit

Emulsifier

Tween 80 20%

dan 30 % (b/b)

Air 10%

(b/b)

Pencampuran

1000 rpm 30 detik

Homogenisasi

8000 rpm

10 menit

Nanoemulsi

minyak sawit

Page 25: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

11

kemudian data yang didapatkan digunakan untuk memprediksi pembuatan

nanoemulsi pada skala yang lebih besar.

Dari formulasi tersebut kemudian diperoleh enam jenis formula yang

berbeda untuk dianalisis. Analisis yang dilakukan adalah analisis ukuran partikel,

analisis total karoten, analisis warna dan analisis kestabilan nanoemulsi. Untuk

mengetahui ketabilan nanoemulsi selama penyimpanan, karoten, analisis warna

dan analisis kestabilan nanoemulsi diamati pada hari ke 15 dan ke 30

penyimpanan. Data ukuran partikel yang didapatkan diplotkan dengan densitas

energi pembuatan nanoemulsi untuk mendapatkan persamaan prediksi ukuran

droplet nanoemulsi.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap factorial yang terdiri

dari dua faktor, yaitu konsentrasi emulsifier dan tekanan dengan rancangan:

Dengan Yijk adalah pengamatan faktor konsentrasi emulsifier (i) dan faktor

tekanan (j), pada ulangan ke-k. Sedangkan µ merupakan rataan umum, αi

merupakan pengaruh konsentrasi emulsifier ke-i, βj merupakan pengaruh faktor

tekanan ke-j, (αβ)ij merupakan interaksi pengaruh konsentrasi emulsifier ke-i

dengan tekanan ke-j, dan merupakan pengaruh galat faktor interaksi

pengaruh konsentrasi emulsifier ke-i dan tekanan ke-j. Hasil yang didapatkan

dianalisis dengan menggunakan two way analysis of variance (ANOVA)

menggunakan SPSS 20. Perbedaan yang nyata dari nilai rata-rata (p<0.05)

ditentukan denga menggunakan Duncan’s multiple range test.

Analisis Nanoemulsi

Analisis Total Karotenoid Metode Spektrofotometri (PORIM 2005)

Sampel ditimbang sebesar 0,1 gram ke dalam labu takar 25 ml. Kemudian

ditepatkan hingga tanda tera dengan heksana. Pengenceran dilakukan apabila

absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0,700, sedangkan jika kurang

dari 0,200 maka jumlah sampel perlu ditambahkan (dilakukan pemekatan).

Absorbansi diukur pada panjang gelombang 446 nm dengan kuvet (lebar 1

cm). Konsentrasi karotenoid dalam sampel minyak sawit dihitung dengan

pelarut heksana. Kadar karoten diukur dengan rumus:

(6)

Keterangan:

W = bobot sampel yang dianalisis (gram)

As = Absorbansi sampel

Ab = Absorbansi blanko

Analisis ukuran partikel dan distribusi, Metode Dynamic Light Scatter (Tan dan

Nakajima 2005)

Ukuran partikel diamati dengan menganati ukuran partikel rata-rata dan

distribusi rata-rata ditentukan dengan Dynamic Light Scatter (DLS) menggunakan

alat Zetasizer Nano-S90 (Malvern Instrument, Worcestershire, UK). Hasil yang

Page 26: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

12

diberikan akan menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi dari nilai yang

diberikan.

Perhitungan distribusi diameter globula berdasarkan nilai rata-rata ukuran

droplet yang dihitung dari nilai rata-rata permukaan terbobot (surface weighted

mean) dengan simbol d32 dan rata-rata volume terbobot (volume weighted mean)

dengan simbol d43 dengan rumus:

d43 = Σini di4 / Σ i ni di

3

d32 = Σini di3 / Σ i ni di

2

nilai ni adalah jumlah droplet dengan diameter di. Nilai d43 dan d32 digunakan

untuk memonitor perubahan distribusi ukuran droplet. Nilai d43dan d32 ini secara

otomatis akan terbaca pada hasil pengukuran pada alat ini.

Analisis Warna Metode Chromameter (Hutching 1999)

Analisis dilakukan dengan menggunakan alat kromameter Minolta. Pada

prinsipnya, kromameter Minolta bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan

warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan

meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya

dilakukan pengukuran nilai L, a, b dan C terhadap sampel. Nilai L menyatakan

tingkat kecerahan (0= hitam mutlak, 100= putih), nilai a menyatakan tingkat

kemerahan (merah (0-100), hijau (0-(-80)) dan nilai b menunjukkan tingkat

kekuningan (kuning (0-70), biru (0-(-70)). Dari nilai a dan b, nilai intensitas warna

dapat ditentukan dengan nilai C (chroma) yang didapatkan dengan persamaan:

(7)

Analisis Stabilitas Emulsi (Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972)

Pengukuran stabilisasi emulsi dengan metode ini berdasarkan mengukur

kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan semtrifugasi.

Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air

bersuhu 80oC selama 30 menit, kemudian disentrifuse pada kecepatan 1.300 rpm

selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan

stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:

(8)

Pengukuran Laju Aliran Output

Laju aliran output diukur pada setiap siklus selamaa proses emulsifikasi

berlangsung. Emulsi yang keluar dari output diukur dengan menggunakan gelas

ukur 150 ml dengan durasi pengukuran 10 detik. Hasil pengukuran kemudian

dikonversi menjadi laju aliran output dengan satuan ml/s.

Prediksi Ukuran Droplet Emulsi

Persamaan prediksi droplet emulsi dapat ditunjukkan dengan grafik

hubungan densitas energi dengan rerata ukuran droplet sampel, dimana densitas

energi dapat diketahui dengan persamaan:

(Eggers 2012) (9)

Page 27: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

13

Saat densitas energi diketahui maka ukuran droplet dapat diprediksi dengan fungsi

(Romero et al. 2008):

(10)

dimana C dan b adalah konstanta dan d32 adalah rerata ukuran droplet emulsi.

Persamaan prediksi diameter droplet emulsi dapat diperoleh dengan analisis

regresi dengan menggunakan model Power Law pada kurva hubungan antara

densitas energi dengan rerata diameter droplet hasil dari percobaan (Mubarok

2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Minyak Sawit

Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini

didapatkan dari PT. Salim Ivomas Pratama yang kemudian melalui proses

degumming, deasidifikasi dan fraksinasi. Proses degumming merupakan proses

pemisahan getah dan kotoran-kotoran berupa fosfatida atau protein yang terdapat

dalam minyak. Setelah itu dilakukan proses deasidifikasi dengan cara netralisasi

yaitu mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun.

Alkali yang biasa digunakan pada proses ini adalah NaOH, proses ini lebih

dikenal dengan istilah “caustic deacidification”. Konsentrasi NaOH yang

digunakan bergantung pada jumlah asam lemak bebas dapat minyak. Untuk

minyak dengan kandungan asam lemak bebas dibawa 1% digunakan larutan

NaOH 8-12 oBe, sedangkan untuk kandungan asam lemak diatas 1% digunakan

konsentrasi 14-20 oBe (Mas’ud 2007). Penggunaan bahan alkali yang tidak tepat

dapat mempengaruhi keefektivan proses deasidifikasi.

Proses selanjutnya adalah fraksinasi yang terbagi menjadi dua tahap yaitu

kristalisasi dan filtrasi. Proses kristalisasi dilakukan dengan metode dry

crystallization atau winterization yang bertujuan untuk memisahkan trigliserida

dari minyak menjadi dua fraksi tanpa menggunakan bahan kimia, kemudian

proses filtrasi dilakukan dengan menggunakan membran press filter dan

menghasilkan fraksi olein dan strearin. Dalam proses fraksinasi minyak sawit

umumnya didapatkan 80% fraksi olein dan 20% fraksi stearin (Lai et al. 2012).

Tabel 2 Hasil Analisis Minyak Sawit

Parameter Minyak Sawit

Mentah

Olein Minyak

Sawit

Kadar air (%)

Kadar asam lemak bebas (%)

0.19

4.70

0.25

0.24

Bilangan Iod (g I2/ 100 g minyak) 52.8 51.71

Bilangan Peroksida (mg/g ekivalen O2) 1.1 1.5

Kadar β-karoten (ppm) 705.44 671.29

Analisis dilakukan pada awal dan akhir proses untuk mengetahui pengaruh

proses persiapan terhadap karakteristik minyak sawit. Pada Tabel 2 dapat

Page 28: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

14

diketahui minyak sawit memiliki kadar air 0.19% sebelum proses persiapan dan

naik menjadi 0.25% setelah proses persiapan sedangkan kadar asam lemak bebas

4.70% sebelum proses persiapan dan setelah proses persiapan kadar asam lemak

bebas menurun hingga 0.24%. Proses degumming dan deasidifikasi yang

dilakukan efektif untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit

namun dapat peningkatan kadar air minyak sawit minyak sawit. Tetapi nilai kadar

air dan kadar asam lemak bebas minyak sawit dapat dikatakan baik karena

memenuhi Standar Nasional Indonesia tentang minyak kelapa sawit (SNI 01-

2901-2006) yaitu memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas maksimum

0.5% (b/b) (BSN 2006). Asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak sawit

dapat menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai, oleh sebab itu kandungan

asam lemak bebas harus direduksi hingga mencapai standar mutu.

Bilangan iod menyatakan jumlah gram iod yang digunakan untuk

mengadisi ikatan rangkap yang terdapat dalam 100 gram minyak. Semakin banyak

ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak maka akan semakin tinggi bilangan

iod. Dengan demikian bilangan iod dapat merepresentasikan derajat

ketidakjenuhan dalam minyak. Hal ini penting untuk diketahui karena semakin

banyak ikatan rangkap, minyak akan semakin tidak stabil dan mudah terdegradasi

(Kusnandar 2010). Pada Tabel 2 diketahui bilangan iod sebelum dan sesudah

proses persiapan adalah 52.8 dan 51.7 (g I2/ 100 g minyak). Mengacu pada SNI

01-2901-2006 bilangan iod maksimum yang terdapat dalam olein minyak sawit

adalah 50-55 (g I2/ 100 g minyak) (BSN 2006), dengan demikian bilangan iod

minyak sawit ini telah memenuhi standar.

Bilangan peroksida digunakan sebagai indikator terjadinya reaksi oksidasi

pada minyak. Semakin tinggi bilangan peroksida mengindikasi semakin tingginya

oksidasi pada minyak. Pada bahan baku minyak sawit ini, bilangan peroksida

meningkat dari 1.1 (mg/g) menjadi 1.5 (mg/g). Hal ini dapat disebabkan adanya

penyimpanan dan perlakuan panas selama proses. Peningkatan bilangan peroksida

kerap terjadi pada minyak sawit yang mengalami penyimpanan. Minyak sawit

yang mengalami penyimpanan selama 2 bulan akan memiliki bilangan peroksida

kurang dari 2 mg/g Lai et al. (2012).

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah fraksi olein minyak

sawit. Hal ini disebabkan karotenoid lebih banyak terdapat pada fraksi olein (680-

760 ppm) dibandingkan fraksi stearin (380-540 ppm) (Lai et al. 2012). Kadar β-

karoten pada CPO sebesar 705.44 ppm sedangkan setelah melalui tahap persiapan

kadar β-karoten pada palm olein sebesar 671.29 ppm. Penurunan kadar β-karoten

terjadi akibat adanya paparan udara,cahaya, dan panas yang terjadi selama proses

persiapan (Ball 2006).

Karakteristik Nanoemulsi

Pada tahap ini dilakukan pembuatan nanoemulsi minyak sawit dengan

menggunakan Tween 80 sebagai emulsifier. Tween 80 dipilih karena dapat

menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan penggunaan

emulsifier lain, khususnya Tween 20 dalam pembuatan nanoemulsi minyak sawit

(Marpaung 2014). Perbedaan hasil tersebut disebabkan oleh pengaruh nilai HLB

(hydropyhlic-lipophylic balance) emulsifier dan komposisi emulsi. Nilai HLB

Tween 20 dan Tween 80 yaitu 16.7 dan 15.0. Emulsifier dengan HLB yang lebih

Page 29: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

15

rendah lebih larut pada komponen minyak, sehingga dapat memfasilitasi

terbentuknya ukuran partikel yang lebih kecil.

Formula yang digunakan pada penelitian ini merupakan modifikasi

formulasi Marpaung (2014) yaitu dengan perbandingan fase terdispersi dan fase

pendispersi 1:9 dengan konsentrasi Tween 80 sebesar 20% dan 30%. Penentuan

perbandingan fase-fase tersebut dilatarbelakangi oleh penelitian Tan dan

Nakajima (2005) yang menyatakan bahwa ukuran partikel yang lebih kecil akan

didapatkan dengan meningkatkan volume fase pendispersi. Menurut McClements

(2004) hal ini disebabkan semakin rendahnya viskositas emulsi yang dihasilkan,

sehingga semakin mudah untuk menghancurkan droplet. Selain itu, dengan

semakin rendahnya volume fase terdispersi maka akan semakin kecil luas

permukaan partikel sehingga emulsifier yang ada cukup untuk melapisi semua

partikel dan meminimalisir terjadinya coalescence (bergabungnya droplet).

Pemilihan besarnya konsentrasi Tween 80 sebesar 20% dan 30% mengacu

pada hasil penelitian Marpaung (2014) yaitu ukuran partikel terkecil dihasilkan

dengan penggunaan Tween 80 dengan konsentrasi 30% dibandingkan dengan

penggunaan Tween 80 pada konsentrasi yang lebih rendah (10%). Pembuatan

nanoemulsi dengan konsentrasi Tween 80 20% dilakukan untuk melihat

signifikansi karakteristik nanoemulsi yang dibuat dengan konsentrasi emulsifier

yang lebih rendah.

Gambar 3 Pengaruh tekanan dan konsentrasi emulsifierterhadap laju aliran output

Laju aliran output (output flow rate) diukur saat proses produksi

berlangsung pada setiap siklus atau pengumpanan yang dilakukan. Pada

pengamatan ini, nilai laju aliran output berada pada kisaran 8.96 ml/s hingga

11.04 ml/s. Pada penggunaan Tween 80 sebesar 20% laju aliran output dari

tekanan 100 bar hingga 300 bar yaitu 11.04 ml/s, 10.6 ml/s, dan 9.72 ml/s.

Sedangkan pada penggunaan Tween 80 dengan konsentrasi 30% laju aliran output

yang dihasilkan sebesar 10.8 ml/s, 10.36 ml/s, dan 8.96 ml/s.

Semakin besar tekanan yang digunakan, laju aliran output akan semakin

rendah. Hal ini disebabkan semakin besarnya gaya yang harus dihasilkan oleh

homogenizer sehingga menahan aliran emulsi. Selain itu, penggunaan Tween 80

dengan konsentrasi yang lebih tinggi menghasilkan laju aliran output yang lebih

rendah. Menurut McClements (2004) bertambahnya kosentrasi emulsifier akan

menyebabkan berubahnya reologi dari emulsi. Hal ini dilatarbelakangi oleh

11.04 10.6

9.72

10.8

10.36

8.96

7

8

9

10

11

12

100 200 300 Laju

alir

an o

utp

ut

(ml/

s)

Tekanan (bar)

tween80 20%

tween80 30%

Page 30: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

16

terbentuknya tegangan antar partikel karena adanya molekul emulsifier pada

seluruh antarmuka yang menyebabkan terbentuknya membran yang viskoelastis.

Dengan demikian penambahan emulsifier dapat meningkatkan viskositas sehingga

meningkatkan daya tahan terhadap aliran emulsi.

Tabel 3 Hasil analisis ukuran partikel

Konsentrasi

Tween 80

(%)

Tekanan

(bar)

Ukuran partikel

D50 (nm)

Poly Dispersion

Index

20

100 230.53e ± 14.68 0.3990 ± 0.0616

200 134.37c ± 7.38 0.3320 ± 0.0400

300 38.87ab

± 2.15 0.3310 ± 0.0141

30

100 178.87d ± 5.74 0.4910 ± 0.0178

200 50.23b ± 0.61 0.3490 ± 0.0355

300 33.77a ± 3.59 0.3093 ± 0.0232

a-eAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

Pada pengamatan terhadap ukuran partikel nanoemulsi, ukuran partikel

berkisar pada 33.77 nm hingga 230.53 nm pada 50% volume emulsi (Tabel 3).

Konsentrasi emulsifier dan besar tekanan berpengaruh nyata terhadap ukuran

droplet (p<0.05). Semakin besar tekanan maka ukuran droplet yang dihasilkan

akan semakin kecil. Begitu pula dengan konsentrasi emulsifier, semakin tinggi

konsentrasi emulsifier maka akan semakin kecil ukuran droplet yang dihasilkan.

Pembuatan emulsi dengan tekanan yang lebih tinggi dapat mereduksi

ukuran partikel secara signifikan (p<0.05). Hal itu disebabkan ukuran partikel dari

emulsi dapat direduksi dengan meningkatkan intensitas, suhu, dan durasi

penghancuran droplet selama terdapat cukup emulsifier dalam emulsi. Besarnya

keefektifan dan energi emulsifikasi (input energi) dalam mereduksi droplet

dipengaruhi berbagai faktor sesuai dengan jenis homogenizer yang digunakan.

Pada high pressure homogenizer, input energi dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan tekanan atau meresirkulasi emulsi kedalam alat (McClements

2004). Sehingga semakin tinggi tekanan yang digunakan akan semakin kecil

ukuran partikel yang dihasilkan bila terdapat emulsifier yang cukup.

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pembuatan emulsi dengan konsentrasi

emulsifier yang lebih tinggi pada tekanan yang sama akan menghasilkan ukuran

partikel yang lebih kecil (p<0.05). Hal itu disebabkan ukuran partikel suatu emulsi

akan lebih dipengaruhi oleh konsentrasi emulsifier dibandingkan dengan input

energi atau tekanan yang diberikan, bila emulsifier didalamnya terbatas

(McClements 2004). Sehingga walaupun diberikan tekanan dan proses yang sama,

emulsi dengan konsentrasi emulsifier yang lebih tinggi akan menghasilkan ukuran

partikel yang lebih kecil.

Pada sistem emulsi, emulsifier memiliki interfacial area maksimum untuk

melapisi seluruh permukaan partikel. Luas permukaan partikel akan meningkat

seiring menurunnya ukuran partikel yang disebabkan oleh proses homogenisasi.

Bila meningkatnya luas permukaan partikel tidak diiringi dengan jumlah

emulsifier, partikel dalam emulsi akan menyatu dengan satu sama lain dan

menyebabkan terjadinya coalecence. Namun, bila konsentrasi emulsifier lebih dari

Page 31: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

17

yang dibutuhkan untuk melapisi seluruh permukaan partikel, ukuran droplet akan

lebih dipengaruhi oleh input energi dari proses homogenisasi yang dilakukan.

Selain tekanan dan konsentrasi emulsifier, terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi ukuran partikel emulsi yaitu sifat komponen fase-fase dan suhu

selama proses produksi. Pada emulsi dengan jenis minyak atau fase pendispersi

yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda, dipengaruhi oleh perbedaan

struktur molekul, tekanan, dan komponen penyusun. Perbedaan tersebut dapat

mempengaruhi besaran energi yang dibutuhkan untuk menghancurkan partikel

dalam emulsi. Pada proses emulsifikasi terjadi peningkatan suhu akibat adanya

gaya gesek atau tekanan tinggi. Peningkatan suhu tersebut bermanfaat untuk

menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini disebabkan suhu dapat

menurunkan tegangan permukaan yang dapat mengakselerasi terbentuknya ukuran

partikel yang lebih kecil. Namun adanya suhu yang berlebih selama proses dapat

menurunkan efektivitas emulsifier dan menyebabkan terjadinya penggabungan

droplet (coalescence) dan agregasi pada emulsi (McClements 2004)

Nilai PDI atau Poly Dispersion Index merupakan nilai yang menunjukkan

distribusi partikel dengan ukuran partikel yang terukur. Semakin kecil nilai PDI

mengindikasikan semakin tepat data ukuran partikel yang terukur. Distribusi

ukuran partikel yang ideal berkisar antara 0.09-0.40 (Mao et al. 2009). Menurut

McClements (2004) terdapat beberapa jenis homogenizer yang mampu

menghasilkan nilai PDI yang kecil, seperti microchannel homogenizer, sedangkan

high pressure homogenizer merupakan jenis homogenizer yang menghasilkan

nilai PDI yang cenderung besar. Pada penelitian ini, nilai PDI yang didapatkan

berkisar antara 0.31 hingga 0.49. Semakin tinggi tekanan dan jumlah

pengumpanan yang dilakukan, distribusi partikel akan semakin baik.

Pada tahap ini diamati bahwa peningkatan dan konsentrasi emulsifier dapat

mereduksi ukuran partikel secara signifikan (p<0.05). Hal tersebut disebabkan

karena peningkatan tekanan dapat meningkatkan input energi dan efisiensi

emulsifikasi. Penggunaan emulsifier yang cukup dibutuhkan umtuk

mempertahankan kestabilan emulsi dan mencegah terjadinya coalescence.

Kandungan β-karoten Nanoemulsi

a-fAngka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

Gambar 4 Pengaruh komposisi dan proses terhadap kadar β-karoten nanoemulsi

64.00

25.23

9.45 11.92 8.60

5.60

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

100 200 300

Kad

ar b

eta

karo

ten

(p

pm

)

Tekanan (bar)

tween 80 20%

tween 80 30%

Page 32: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

18

Pada tahap ini dilakukan analisis kadar β-karoten pada sampel

menggunakan metode HPLC untuk mengetahui pengaruh tekanan dan komposisi

emulsi terhadap kandungan β-karoten. Kurva standar dan chromatogram dapat

dilihat pada lampiran 7 dan 8. Pada Gambar 4 teramati bahwa semakin tinggi

tekanan yang digunakan maka akan semakin rendah kadar β-karoten yang

dihasilkan. Hal ini disebabkan senyawa β-karoten mudah terdegradasi oleh adanya

cahaya, panas, dan oksigen, sedangkan dalam penggunaan HPH peningkatan

tekanan berkorelasi positif terhadap peningkatan suhu emulsifikasi (Tan dan

Nakajima 2005). Selain itu, penggunaan tekanan tinggi selama emulsifikasi dapat

memicu terbentuknya radikal bebas yang dapat mendegradasi senyawa β-karoten.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingginya shear stress yang dihasilkan. Menurut

Tan dan Nakajima (2005) pembentukan radikal bebas terjadi dapat terjadi pada

penggunaan tekanan 1600-5000 psi atau setara dengan 110-345 bar.

Penurunan kadar β-karoten pada sistem nanoemulsi juga berkolerasi dengan

semakin tingginya emulsifier yang menyebabkan semakin kecilnya ukuran

partikel emulsi. Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin besar luas

permukaan partikel tersebut. Sehingga akan memperbesar peluang terpaparnya

senyawa β-karoten terhadap radikal bebas yang ada pada fase kontinyu emulsi

(Tan dan Nakajima 2005).

Selain itu, penurunan kadar β-karoten dapat dipengaruhi oleh lamanya

proses emulsifikasi karena waktu emulsifikasi yang panjang akan memperbesar

peluang terpaparnya emulsi dengan panas dan oksigen. Pada Gambar 3 diamati

bahwa semakin tinggi tekanan dan konsentrasi emulsifier, laju aliran output akan

menurun atau dengan kata lain proses emulsifikasi akan semakin panjang. Dengan

demikian, semakin tinggi tekanan dan konsentrasi emulsifier yang digunakan,

dapat berpengaruh terhadap penurunan kadar β-karoten pada nanoemulsi.

Kestabilan Nanoemulsi

Pada tahap ini dilakukan analisis karotenoid, warna, dan kestabilan emulsi

dilakukan untuk mengetahui kestabilan emulsi selama penyimpanan. Proses

penyimpanan dilakukan selama 30 hari di dalam ruang kedap cahaya dengan suhu

penyimpanan 25 oC (suhu ruang).

Setelah dilakukan penyimpanan selama 30 hari teramati penurunan kadar

karotenoid pada emulsi. Pada penelitian ini kadar karotenoid pada sampel

mengalami penurunan sebanyak 1-5 ppm selama penyimpanan. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya, penurunan kadar karotenoid dapat diinduksi oleh adanya

panas, cahaya, dan oksigen (Ball 2006). Selain itu, teroksidasinya lemak pada

emulsi selama penyimpanan dapat membentuk radikal bebas dan memicu

terdegradasinya senyawa karotenoid. Ball (2006) menyatakan faktor terbesar yang

berpengaruh terhadap penurunan kadar karotenoid dalam pangan selama proses

dan penyimpanan adalah oksidasi enzimatik dan nonenzimatik. Enzim

lipoksigenase yang terdapat dalam bahan pangan dapat mengkatalisis terjadinya

reaksi peroksidasi yang memicu terbentuknya radikal bebas. Selain itu selama

proses dan penyimpanan, reaksi oksidasi dapat terjadi akibat terpaparnya bahan

pangan dengan udara. Dengan demikian, pengemasan vakum, perlakuan hot-

filling, dan penggunaan kemasan impermeable dapat meminimalisir penurunan

kadar karotenoid selama penyimpanan (Ball 2006).

Page 33: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

19

Gambar 5 Pengaruh lama penyimpanan terhadap konsentrasi karotenoid pada hari

ke 15 dan 30

Tabel 4 Perubahan warna nanoemulsi selama penyimpanan

Tekanan

(bar) Hari

Tween 80 20% C

Tween 80 30% C

L a b L a b

100

0 82.66 0.47 63.34 63.35 81.52 0.89 63.55 63.56

15 82.33 0.12 62.14 62.14 80.51 0.50 63.05 63.06

30 83.26 -0.86 60.61 60.61 82.50 -0.51 61.27 61.28

200

0 81.75 0.81 62.31 62.31 80.74 1.31 63.44 63.45

15 81.66 0.22 61.42 61.42 80.51 0.38 62.39 62.39

30 82.80 -0.86 59.20 59.20 82.40 -1.23 59.40 59.42

300

0 81.43 0.93 61.97 61.97 80.60 1.43 62.95 62.96

15 81.34 0.22 61.23 61.23 80.11 0.32 61.50 61.50

30 82.56 -0.55 59.78 59.78 81.35 -0.28 60.37 60.37

Pada Tabel 4 dapat diamati perubahan warna nanoemulsi selama masa

penyimpanan. Derajat L* menunjukkan lightness atau derajat kecerahan warna,

semakin tinggi nilai derajat L* menunjukkan semakin cerah warna emulsi,

sebaliknya semakin rendah nilai derajat L* menunjukan semakin pekat warna

emulsi. Derajat positif a* yang diamati pada Tabel 4 menunjukkan emulsi

memiliki warna kemerahan, sedangkan derajat poitif b* pada skala 59-63

menunjukkan emulsi memiliki warna dominan kuning. Reduksi pada derajat

positif a* menunjukkan reduksi pada derajat kemerahan emulsi, sedangkan

reduksi pada derajat positif b* menunjukkan reduksi pada standar kuning emulsi

(Mao et al 2009). . Nilai C menunjukkan intensitas warna emulsi yang didapatkan

dari nilai a dan b, semakin tinggi nilai C menunjukkan semakin tinggi intensitas

warna emulsi (McClements 2004).

Pada Tabel 4 teramati adanya peningkatan nilai L* dan penurunan nilai C

selama proses penyimpanan. Terjadinya perubahan warna pada emulsi minyak

sawit dapat disebabkan terjadinya degradasi komponen karotenoid yang terdapat

30 hari

15 hari 0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

100 200 300 100

200 300

34.62 33.48

31.98 32.98 32.37 31.31

37.62 33.75 32.68

36.73 33.41

32.28

Kad

ar k

aro

teno

id (

pp

m)

Tekanan (bar)

30 hari

15 hari

Tween 80 20% Tween 80 30%

Page 34: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

20

dalam sistem emulsi (Qian et al. 2012). Hal ini disebabkan warna kuning

kemerahan yang ada pada emulsi berasal dari komponen karotenoid yang terdapat

dalam minyak sawit. Senyawa karotenoid dapat terdegradasi dengan adanya

panas, cahaya, dan oksigen, sehingga dalam proses penyimpanan senyawa

karotenoid dapat terdegradasi.

Selain itu terjadi penurunan nilai L* seiring dengan peningkatan tekanan

dan konsentrasi emulsifier. Hal ini disebabkan peningkatan tekanan dan

konsentrasi emulsifier dapat meningkatkan suhu emulsifikasi karena adanya shear

stress yang tinggi (McClements 2004), dengan demikian dapat menyebabkan

terdegradasinya senyawa karotenoid. Selain karena degradasi senyawa karotenoid,

reduksi ukuran partikel yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dapat

mempengaruhi kecerahan warna emulsi. Menurut McClements (2004) semakin

kecil ukuran partikel yang terdapat dalam sistem emulsi, maka akan semakin

rendah nilai kecerahannya. Sehingga semakin tinggi tekanan yang digunakan

derajat kecerahan emulsi akan menurun.

Tabel 5 Kestabilan emulsi selama penyimpanan

Tekanan (bar) Hari Tween 80 20% Tween 80 30%

100

0 100% 100%

15 99% 100%

30 98% 99%

200

0 100% 100%

15 100% 100%

30 99% 99%

300

0 100% 100%

15 99% 100%

30 99% 100%

Pada tahap ini diamati kestabilan emulsi dengan metode sentrifugasi.

Sebelum dilakukan sentrifugasi, emulsi dipanaskan dalam waterbath selama 1 jam

pada suhu 65oC. Perlakuan panas pada emulsi dapat menyebabkan menurunnya

efektivitas emulsifier yang menginduksi terjadinya inversi fase dan menyebabkan

emulsi terpecah menjadi komponen awal (McClements 2004). Sedangkan gaya

sentrifugasi dapat mendorong terpisahnya fase terdispersi dan pendispersi

sehingga memicu terjadinya creaming dan terpisahnya air dari emulsi. Kestabilan

emulsi dinyatakan dalam persentase emulsi yang tetap stabil setelah dilakukan

proses pemanasan dan pemberian gaya sentrifugal.

Pada Gambar 6 teramati nanoemulsi minyak sawit mengalami creaming

selama penyimpanan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Hal ini dapat terlihat

dari terbentuknya lapisan berwarna lebih pekat pada bagian atas sistem emulsi.

Menurut McClements (2004), creaming kerap terjadi pada sistem emulsi oil in

water disebabkan densitas droplet yang lebih kecil dibandingkan densitas fase

pendispersi. Dalam penelitian ini, terjadi creaming sebesar 1-2% pada sistem

emulsi dalam waktu penyimpanan 30 hari.

Page 35: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

21

Gambar 6 Analisis kestabilan emulsi

Pada Tabel 5 teramati nanoemulsi yang dibuat pada tekanan 300 bar dan

konsentrasi emulsifier 30% memiliki kestabilan yang paling baik selama

penyimpanan. Sedangkan nanoemulsi yang dibuat dengan konsentrasi emulsifier

20% dan tekanan 100 bar mengalami penurunan kestabilan sebanyak 2% pada

hari ke 30 penyimpanan. Dari data tersebut dapat teramati bahwa ukuran partikel

dan konsentrasi emulsifier berpengaruh terhadap kestabilan emulsi. Nanoemulsi

yang memiliki ukuran partikel yang lebih kecil akan lebih stabil selama proses

penyimpanan.

Ukuran partikel yang kecil pada sistem nanoemulsi menyebabnya

terjadinya gerakan acak yang terus menerus dalam emulsi yang disebut dengan

gerak Brown. Adanya efek gerak Brown dapat mencegah terjadinya pengendapan

atau pemisahan yang disebabkan oleh gaya gravitasi selama penyimpanan

berlangsung. Efek gerak Brown membuat partikel dalam nanoemulsi terdispersi

secara acak dalam sistem sehingga tidak terjadi penumpukan pada bagian atas

maupun bagian bawah emulsi. Semakin kecil ukuran droplet maka akan semakin

besar efek gerak Brown yang dimilikinya, sehingga emulsi tersebut akan lebih

stabil terhadap pemisahan yang disebabkan adanya gaya gravitasi (McClements

2004).

Selain itu pada sistem emulsi, setiap droplet dilapisi dengan lapisan tipis

emulsifier sehingga saat dua droplet berhimpitan, lapisan emulsifier tersebut akan

berteraksi satu sama lain dan saling tolak menolak. Interaksi tersebut disebut

sebagai interaksi sterik atau penolakan sterik. Interaksi sterik merupakan hasil dari

pembauran dan penekanan dari lapisan antarmuka partikel. Interaksi sterik dapat

mencegah terjadinya penggabungan droplet sehingga membuat emulsi menjadi

lebih stabil. Interaksi sterik dipengaruhi oleh karakteristik lapisan antarmuka yang

sangat dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi emulsifier. Dengan demikian emulsi

dengan konsentrasi emulsifier yang lebih tinggi akan lebih stabil dibandingkan

dengan emulsi dengan emulsifier yang terbatas (McClements 2004).

Penggunaan emulsifier dengan konsentrasi yang lebih tinggi akan

membuat emulsi lebih stabil. Hal ini disebabkan terbentuknya tegangan antar

partikel karena adanya molekul emulsifier yang menyelubungi permukaan partikel.

Tegangan antar partikel tersebut mencegah terjadinya penggabungan droplet dan

agregasi sehingga emulsi tetap stabil (McClements 2004).

Tween 80 20%

100 bar 200 bar 300 bar

Tween 80 30%

100 bar 200 bar 300 bar

Page 36: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

22

Kajian Awal Peningkatan Skala Nanoemulsi dengan

High Pressure Homogenizer

Pada peningkatan skala dari skala laboratorium ke skala pilot plant

diharapkan produk yang dihasilkan akan memiliki karakteristik yang sama, misal

kesamaan ukuran droplet. Pada produk emulsi hal itu bisa didapatkan dengan

menjaga input energi agar tetap konstan selama proses emulsifikasi (Mubarok

2011). Pada umumnya input energi dipengaruhi oleh jenis homogenizer yang

digunakan pada proses emulsifikasi.

Pada penelitian ini emulsifikasi dilakukan dengan High Pressure

Homogenizer (HPH) sehingga input energi hanya dipengaruhi oleh tekanan yang

digunakan dan jumlah pengumpanan (McClements 2004). HPH memiliki sistem

kontinyu sehingga karakteristik droplet dalam emulsi tidak dipengaruhi oleh

besarnya volume bahan. Input energi atau densitas energi dari HPH dapat dihitung

dengan mengalikan besarnya tekanan yang digunakan dengan jumlah

pengumpanan (McClements 2004). Semakin besar tekanan yang digunakan, maka

densitas energi akan semakin besar dan berpotensi untuk menghasilkan ukuran

partikel yang semakin kecil. Umumnya, penggunaan HPH dalam industri pangan

membutuhkan densitas energi yang besar tergantung dari karakteristik emulsi

yang ingin dihasilkan perusahaan. Pada sistem HPH dibutuhkan sekitar 10.000

kJm-3

energi untuk membentuk emulsi (McClements 2004).

Secara teoritis, densitas energi yang diberikan saat proses emulsifikasi dapat

digunakan untuk memprediksi diameter droplet emulsi (Romero 2008). Fungsi

densitas energi dengan diameter droplet secara umum ditulis dengan persamaan:

Dengan d32 adalah sauter mean diameter atau rerata diameter partikel droplet dan

Ev adalah densitas energi. Sedangkan C dan b merupakan konstanta yang

besarnya dipengaruhi oleh jenis emulsifier, sifat fluida, dan alat emulsifikasi

(Mubarok 2011). Untuk membuat prediksi ukuran droplet maka dibuat kurva

hubunngan antara Ev dan d32. Kurva tersebut tidak bersifat linear, melainkan

logaritmik sehingga menggunakan model Power Law.

Pada Gambar 7 teramati hubungan densitas energi dengan d32 emulsi

minyak sawit yang dihasilkan dengan High Pressure Homogenizer. Penggunaan

tekanan yang lebih besar berpotensi untuk menghasilkan ukuran partikel yang

lebih kecil. Namun pada aplikasi dalam skala yang lebih besar, peningkatan

tekanan dapat meningkatkan biaya produksi. Selain dengan peningkatan tekanan,

penggunaan emulsifier yang lebih besar pada tekanan yang sama dapat

menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil. Dengan demikian, pada aplikasi

dalam skala yang lebih besar, untuk meminimalisir biaya produksi, reduksi ukuran

partikel dapat dilakukan dengan peningkatan konsentrasi emulsifier hingga batas

tertentu.

Page 37: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

23

Gambar 7 Hubungan densitas energi dan mean sauter diameter (d32)

Selain itu, dalam aplikasi skala yang lebih besar, sering kali diinginkan

waktu yang singkat untuk memproduksi emulsi dengan volume besar untuk

meminimalisir energi yang dibutuhkan. Salah satu metode yang dapat digunakan

untuk mereduksi waktu emulsifikasi adalah dengan meningkatkan volume fase

pendispersi dan menurunkan konsentrasi emulsifier sehingga menghasilkan

emulsi dengan viskositas yang lebih rendah. Pada Gambar 3 teramati penggunaan

emulsifier dengan konsentrasi yang lebih rendah menghasilkan laju aliran yang

lebih tinggi, dengan demikian waktu produksi menjadi lebih rendah. Namun,

penggunaan konsentrasi emulsifier yang lebih rendah akan menghasilkan ukuran

droplet yang lebih besar. Dengan demikian, kombinasi yang optimal antara

densitas energi, biaya, dan waktu produksi sangat penting dalam skala yang lebih

besar untuk membuat emulsi dengan karakteristik yang diinginkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada proses emulsifikasi dengan high pressure homogenizer penggunaan

tekanan dan konsentrasi emulsifier yang berbeda dapat menghasilkan emulsi

dengan karakteristik yang berbeda. Semakin besar tekanan yang digunakan,

emulsi yang dihasilkan akan memiliki ukuran partikel yang semakin kecil dan

semakin stabil, namun dapat mereduksi kadar karotenoid yang terdapat dalam

emulsi. Penggunaan emulsifier dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibutuhkan

untuk mereduksi ukuran partikel dan membuat emulsi menjadi lebih stabil.

Dengan demikian selain dengan meningkatkan tekanan, untuk mereduksi biaya

produksi, ukuran partikel emulsi yang lebih kecil dapat dihasilkan dengan

meningkatkan konsentrasi emulsifier. Namun, peningkatan tekanan dan

konsentrasi emulsifier dapat meningkatkan waktu emulsifikasi. Maka kombinasi

1.2595

0.6708

0.1533

1.2713

0.1917 0.1566

0.0000

0.2000

0.4000

0.6000

0.8000

1.0000

1.2000

1.4000

1.6000

50000000 100000000 150000000

d3

2 (

µm

)

Ev (J/m3)

tween 80 30% tween 80 20%

Power (tween 80 30%) Power (tween 80 20%)

y = 1.2490 x 1014

x-1.808

R2 = 0.8638

y = 2.5258 x 1015

x-1.995

R2 = 0.9204

Page 38: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

24

yang optimal antara densitas energi, biaya, dan waktu produksi dibutuhkan untuk

membuat emulsi dengan karakteristik yang diinginkan.

Saran

Diperlukan studi lebih lanjut mengenai pengaruh peningkatan skala pada

high pressure homogenizer terhadap suhu emulsifikasi dan karakteristik

nanoemulsi. Selain itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai pengaruh

perbedaan spesifikasi high pressure homogenizer terhadap karakteristik

nanoemulsi.

Page 39: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

25

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2012. Official Methods of

Analysis. Arlington (US): AOAC.

Akoh CC, Min DB. 2002. Food lipids: chemistry, nutrition, and biotechnology 2nd

edition. New York (US): Marcel Decker

Aryanto, D. 2011. Proses pembuatan produk emulsi kaya β-karoten dari minyak

sawit merah dengan high pressure homogenizer [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Ball, GFM. 2006. Vitamin In Foods : Analysis, Bioavalability, And Stability. New

York (US): CRC Pr.

Eggers, R. 2012. Industrial High Pressure Application: Processes, Equipment and

Safety. Germany (DE): Wiley-VCH Verlag & Co. KGaA.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Produksi Komoditas Tanaman Perkebunan

Angka Estimasi Tahun 2013 [Internet]. [diunduh 20 Maret 2014]. Tersedia dari

http://ditjenbun.pertanian.go.id/statis-36-produksi.html

Gunstone, FD. 2011. Vegetable oils in food technology: composition, properties

and uses 2nd

ed. Ukraina (UA). Blackwell Scientifict

Hutching, JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd

edition A Chapman and Hall

Food Science Book. Maryland (US): Aspen Publition.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat

Lai O, Tan C, Akoh CC. 2012. Palm Oil: Production, Processing,

Characterization, and Uses [editorial]. New York (US): AOCS Press.

Mao L, Duoxia X, Jia Y, Fang Y, Yanxiang G, Jian Z. 2009. Effects of small and

large molecule emulsifiers on the characteristics of β-carotene nanoemulsions

prepared by high pressure homogenization. Food Technology Biotechnology,

47 (3):336-342.

Marpaung, YG. 2014. Formulasi Nanoemulsi Minyak Sawit dengan High

Pressure Homogenizer [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mas’ud F. 2007. Optimasi Proses Deasidifikasi untuk Meminimalkan Kerusakan

Karotenoid dalam Pemurnian Minyak Sawit (Elaeis guineensis, Jacq) [tesis].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

McClements, DJ. 1999. Food Emulsions Principles, Practices, and Techniques.

New Tork (US): CRC Press.

McClements, DJ. 2004. Food Emulsions Principles, Practices, and Techniques

2nd

ed. New Tork (US): CRC Press

Mubarok, AZ. 2011. Peningkatan Skala Proses Emulsifikasi Mnuman Emulsi dari

Minyak Sawit Merah dan Karakterisasi sifat reologinya [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Parker RS, Swanson JE, You CS, Edward AJ, Huang T. 1999. Bioavailability of

carotenoids in human subjects. Proc Nutr Soc 58: 155-162

PORIM. 2005. PORIM Test Method. Kuala Lumpur : Palm Oil Research Institute

of Malaysia.

Qian C, Decker EA, Xiao H, McClements DJ. 2012. Physical and chemical

stability of β-carotene-enriched nanoemulsions: Influence of pH, ionic strength,

temperature, and emulsifier type. Food Chemistry 132:1221-1229.

Page 40: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

26

Relkin P, Yung JM., Kalmin D, Ollivon M. 2008. Structural behaviorof lipid

droplets in protein-stabilized nano-emulsionsand stability of α-tocopherol.

Food Biophysics 3(2), 163-168

Romero A, Cordobes F, Puppo MC, Guererro A, Bengoechea C. 2008. Rheology

and droplet size distribution of emulsion stabilized by crayfish flour. Food

Hydrocolloids 22:1033-1043

Silva HD, Miguel AC, Antonio A. Vicente. 2012. Nanoemulsions for food

aplications: development and characterization. Food Bioprocess Technol

5:854-867

Tan CP, Nakajima M. 2005. Β-carotene nanodispersions: preparation,

characterization, and stability evaluation. Food Chemistry 92:661-671.

Widarta IWR, Nuri A, Tri H. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi dalam

Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant [tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Yasumatsu KK, Sawada S, Moritaka M, Misaki J, Toda T, Wada, Ishi K. 1972.

Whipping and Emulsifying Properties of Soybean Products. Agricultural and

Biological Chemistry 36 (5) pp 719-727.

Yuan Y, Yanxiang G, Jian Z, Like M. 2008. Characterization and stability

evaluation of β-carotene nanoemulsions prepared by high pressure

homogenization under various emulsifying conditions. Food Research

International 41:61-68.

Yuliasari S, Hamdan. 2012. Karakterisasi nanoemulsi minyak sawit merah yang

disiapkan dengan high pressure homogenizer. Bogor (ID): Prosiding Insinas.

hlm 656:25-28.

Page 41: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir tahap persiapan minyak sawit

Pemanasan, T= 80oC

Crude Palm Oil

(CPO)

Pengadukan

56 rpm, 15 menit

Asam fosfat 85%

0.15 b/b

Pencampuran

Palm Olein Palm Stearin

Sentrifuge

Pemanasan

T= 70oC

NaOH berlebih

17.5%

Sentrifuge

Pencampuran

Air hangat 1:7

Suhu 5-8oC lebih panas

dari suhu minyak

Gum dan sabun

Gum dan sabun

Penurunan suhu hingga 20oC

Kecepatan = 5oC/jam

Separasi dengan membran

filter press

Page 42: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

28

Lampiran 2 Konsentrasi sodium hidroksida pada derajat Baume yang berbeda

Derajat Baume Konsentrasi sodium hidroksida (%)

10

12

14

16

18

20

22

24

26

28

30

6.57

8.00

9.50

11.06

12.68

14.36

16.09

17.87

19.70

21.58

23.50

(Widarta 2008)

Lampiran 3 Uji ANOVA analisis ukuran partikel D50 emulsi

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: ukuran_partikel_D50

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 102902.489a 5 20580.498 384.874 .000

Intercept 222200.001 1 222200.001 4155.342 .000 sampel 102902.489 5 20580.498 384.874 .000

Error 641.680 12 53.473 Total 325744.170 18 Corrected Total 103544.169 17

a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .991)

ukuran_partikel_D50

Duncan

sampel N Subset

1 2 3 4 5

tween80 30% 300 bar 3 33.7667 tween80 20% 300 bar 3 38.8667 38.8667 tween80 30% 200 bar 3 50.2333 tween80 20% 200 bar 3 134.3667 tween80 30% 100 bar 3 178.8667 tween80 20% 100 bar 3 230.5333

Sig. .410 .081 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 53.473.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Page 43: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

29

b. Alpha = .05.

Lampiran 4 Uji ANOVA analisis ukuran partikel D90 emulsi

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: ukuran_partikel_D90

Source Type III Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 212707.371a 5 42541.474 394.398 .000

Intercept 461696.436 1 461696.436 4280.339 .000

Sampel 212707.371 5 42541.474 394.398 .000

Error 1294.373 12 107.864

Total 675698.180 18

Corrected Total 214001.744 17

a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .991)

ukuran_partikel_D90

Duncan

sampel N Subset

1 2 3 4 5

tween80 30% 300 bar 3 48.5667

tween80 20% 300 bar 3 56.5333 56.5333

tween80 30% 200 bar 3 73.5000

tween80 20% 200 bar 3 193.6667

tween80 30% 100 bar 3 255.1333

tween80 20% 100 bar 3 333.5333

Sig. .366 .069 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 107.864.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

b. Alpha = .05.

Page 44: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

30

Lampiran 5 Uji ANOVA analisis betakaroten emulsi

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: betakaroten

Source Type III Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4946.069a 5 989.214 9371.252 .000

Intercept 5190.432 1 5190.432 49171.220 .000 sampel 4946.069 5 989.214 9371.252 .000

Error .633 6 .106 Total 10137.134 12 Corrected Total 4946.702 11

a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

betakaroten

Duncan

sampel N Subset

1 2 3 4 5 6

tween80 30% 300 bar 2 5.6000

tween80 30% 200 bar 2 8.6000

tween80 20% 300 bar 2 9.4500

tween80 30% 100 bar 2 11.9150

tween80 20% 200 bar 2 25.2250

tween80 20% 100 bar 2 63.9950

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = .106.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

Page 45: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

31

Lampiran 6 Hasil analisis ukuran artikel emulsi

Page 46: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

32

Lampiran 7 Kurva standar analisis betakaroten

Page 47: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

33

Lampiran 8 Kromatogram analisis betakaroten

Page 48: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

34

RIWAYAT HIDUP

Striwicesa Hangganararas, lahir pada tanggal 12

Desember 1992 dari Bapak Harry Wiyanto dan Ibu Sri

Rahayu sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis

menyelesaikan pendidikan di SDN Pisangan Baru 01 Pagi

tahun 2004, SMP Negeri 216 Jakarta tahun 2007, SMA

Negeri 68 Jakarta tahun 2010. Pada tahun yang sama diterima

menjadi mahasiswa program studi S1 Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN).

Selama menjalani pendidkan di IPB, penulis aktif mengikuti beberapa

organisasi diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan

(HIMITEPA), pengurus Departemen Peduli Pangan Indonesia (DPPI) tahun 2011-

2013 sebagai penanggung jawab media publikasi pangan Food Alert. Selain itu

penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian seperti Facial Act, Orde

Keramat, Ksatria Peduli Pangan, Baur dan menjadi bendahara I-Food Day 2012.

Pada tahun 2013 penulis pernah menjuarai kompetisi penulisan paper dalam

National Student Paper Competition pada peringkat ketiga dan menjadi 10 besar

dalam lomba Writing Competition Beswan Djarum regional Jakarta. Selama

kuliah penulis pernah menerima beasiswa Djarum Plus dan mengikuti beberapa

pelatihan seperti Nation Building, Character Building, Leadership Development,

dan Community Empowerment. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif

memberikan penyuluhan pangan bersama Departemen Peduli Pangan Indonesia.

Page 49: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

35

Tugas tambahan

1. Model statistik hubungan antara ukuran partikel, konsentrasi emulsifier dan

tekanan yang digunakan selama proses dengan analisis regresi polinomial

menggunakan SPSS adalah sebagai berikut:

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) -6.073E-013 4.354 .000 1.000

x1 -2.552 .422 -4.550 -6.053 .000

x2 41.258 3.391 9.156 12.167 .000

x12 .003 .001 1.186 3.324 .005

x22 -1.012 .101 -5.861 -9.983 .000

x1x2 .023 .010 1.039 2.373 .034

dengan y merupakan D50, x1 merupakan pengaruh tekanan, x2 merupakan

pengaruh konsentrasi emulsifier, dan x1x2 merupakan pengaruh kombinasi dari

tekanan dan konsentrasi emulsifier. Maka didapatkan model persamaan sebagai

berikut:

y = -2.552 x1 + 41.258 x2 + 0.003 x12

- 1.012 x22 + 0.023 x1x2

Untuk memprediksi D50 (ukuran droplet pada 50% volume emulsi) maka dapat

dihitung dengan memasukkan besar tekanan dan konsentrasi emulsifier dalam

persamaan tersebut. Sebagai contoh, pada tekanan 100 bar dan konsentrasi Tween

80 sebesar 20% maka nilai D50 adalah

y = –2.552(100) + 41.258 (20) + 0.003 (100)2 – 1.012(20)

2 + 0.023(100x20)

y = –255.2 + 825.16 + 30 – 404.8 + 46

y = 241.16

Nilai yang didapatkan yaitu 241.16 nm sesuai dengan hasil penelitian ini yang

dapat dilihat dalam tabel 3 yaitu dengan nilai D50 sebesar 230.53 ± 14.68 nm.

2. Dalam sistem emulsi, partikel terdispersi kerap kali ada dalam bentuk yang

tidak beraturan. Dengan demikian terdapat beberapa cara yang dapat digunakan

untuk menentukan diameter partikel. Beberapa yang sering digunakan adalah

volume diameter, surface diameter¸dan surface volume diameter. Volume

diameter merupakan diameter dari bola yang memiliki volume yang sama dari

partikel. Surface diameter merupakan diameter dari bola yang memiliki luas

permukaan yang sama dari partikel. Sedangkan surface volume merupakan

Page 50: PRA PENINGKATAN SKALA PROSES NANOEMULSIFIKASI … · sehingga sulit untuk ditambahkan dalam bahan pangan. Sistem nanoemulsi dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kelarutan bahan

36

diameter bola yang memiliki rasio luas permukaan dan volume yang sama dari

partikel.

Selain memiliki bentuk yang tidak beraturan, dalam sebuah emulsi partikel

tidak memiliki ukuran yang sama satu sama lain dengan demikian terdapat

beberapa cara untuk mengitung rata-rata diameter partikel yaitu dengan volume-

surface mean (D32) dan weight mean (D34). Volume-surface mean atau mean

sauter diameter merupakan pengukuran yang berdasarkan volume sebuah bola

yang luas permukaannya dipenuhi dengan partikel emulsi. Dihitung dengan

dengan luas permukaan spesifik per volume emulsi. Weight mean merupakan

pengukuran yang berdasarkan berat dari sebuah bola yang volumenya dipenuhi

dengan partikel.

Pada pembuatan prediksi rata-rata ukuran partikel digunakan hubungan

antara Ev (densitas energi) dengan D32. Densitas energi merupakan energi yang

dibutuhkan dalam pembuatan emulsi dinyatakan dengan masukan energi per

volume emulsi. Pada persamaan ini digunakan nilai D32 karena nilai D32

mengukur rataan partikel berdasarkan luas permukaan per volume emulsi. Nilai

D34 tidak dapat digunakan karena mengukur rataan partikel tidak berdasarkan

volume, melainkan dari bobot.