ppok

28
CLINICAL SCIENCE SESSION PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Preceptor: Juke Roslia Saketi, dr., Sp.PD-KGEH Disusun oleh : Carmelia Cantika Maharani Elrika Anastasia Wijaya 1

Upload: carmeliacantika

Post on 05-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyakit dalam

TRANSCRIPT

Page 1: Ppok

CLINICAL SCIENCE SESSION

PPOK

(Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

Preceptor:

Juke Roslia Saketi, dr., Sp.PD-KGEH

Disusun oleh :

Carmelia Cantika Maharani

Elrika Anastasia Wijaya

DEPARTEMEN / UPF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD/RSHS

BANDUNG

1

Page 2: Ppok

2015

2.1. Definisi

Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang dapat

dicegah dan dapat diobati, dengan karakteristik hambatan aliran udara menetap dan

progresif yang disertai dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran napas dan

paru terhadap partikel berbahaya. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari

pembakaran, dan partikel gas berbahaya.

Gejala PPOK termasuk:

- Sesak napas kronis

- Batuk kronis

- Produksi sputum kronis

- Mudah lelah

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

Pertambahan penduduk

Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi

63 tahun pada tahun 1990-an

Industrialisasi

Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan

(PDPI,2010)

2.2 Faktor Resiko

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,

jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

a) Riwayat merokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Bekas perokok

b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

2

Page 3: Ppok

Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja. Polusi udara di dalam

ruangan, seperti bahan biomass untuk memasak dan memanaskan

3. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

4. Masalah pada paru yang terjadi saat masa gestasi atau saat kanak-kanak (berat

badan lahir rendah, infeksi pernapasan)

2.3 Anatomi Paru

Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping mediastinum.

Oleh karena itu ,masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan

oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum Masing-masing

paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga

pleuranya sendiri,hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radix pulmonis.

Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke atas,masuk ke leher

sekitar 2,5 cm di atas clavicula, facies costalis yang konveks,yang berhubungan dengan dinding

dada, dan facies mediastinalis yang konkaf,yang membentuk cetakan pada pericardium dan

struktur-struktur mediastinum lain Sekitar pertengahan permukaan kiri,terdapat hillus pulmonalis,

suatu lekukan dimana bronkus,pembuluh darah dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk

radix pulmonalis

Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh fissura

oblique dan fissura horisontalis menjadi 3 lobus, Lobus superior, medius dan inferior. Paru-paru

kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus inferior.

2.4 Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini

adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan

pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus

mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini

mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental

dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai

tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul

peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama

ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit

dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.(Antonio et all, 2007)

3

Page 4: Ppok

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena

perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel

goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti pada gambar

1.

Gambar 1. PPOK Terkait Partikel Inhalasi

(Sumber :Antonio et all, 2007)

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni :

peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran

nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan

parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada

penderita asma.(Corwin EJ, 2001)

Tabel 1. Patogenesis PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

4

Page 5: Ppok

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2014,

dibagi atas 4 derajat :

FEV1 (VEP1): volum ekspirasi paksa detik pertama. FVC (KVP): Kapasitas vital paksa

2.5 Diagnosis

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

Jika pasien mengalami gejala sesak napas, batuk kronis, produksi sputum kronis,

dan terdapat paparan sputum kronis, dan terdapat paparan faktor risiko, diagnosis

klinis PPOK dapat dipertimbangkan. Sesak napas pada pasien PPOK bersifat

5

Page 6: Ppok

progresif, menetap, dan memburuk dengan olahraga/aktivitas. Sedangkan batuk

kronis bersifat intermiten dan mungkin unproductive.

b. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan

edema tungkai

Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

Suara napas vesikuler normal, atau melemah

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan

pursed – lips breathing

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai

dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2

yang terjadi pada gagal napas kronik.

6

Page 7: Ppok

2.6 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

Foto toraks: Terdapat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar,

corakan bronkovaskular meningkat, jantung pendulum.

Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

Alat ini dibutuhkan untuk memastikan diagnosis klinis dari PPOK. Jika

tidak memiliki fasilitas spirometri di tempat praktik, diagnosis PPOK dapat

ditegakkan secara klinis.

Pada pasien usia >40 tahun dengan gejala yang mengarah ke PPOK, sangat

dianjurkan untuk dilakukan tes spirometri.

Setelah penggunaan bronkodilator, hasil VEP1/KVP <70% (0.70)

menjelaskan bahwa pasien mengalami PPOK. Jika hasil >=0.70, berarti

bukan PPOK.

Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter.

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <

20% nilai awal dan < 200 ml

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

Gagal napas kronik stabil

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.

Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada

penderita PPOK di Indonesia.

7

Page 8: Ppok

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis Banding PPOK Adalah

Asma

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita

pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal. Pada umumnya SOPT berbeda

dengan PPOK karena tidak memiliki riwayat merokok lama, usia muda dan

muncul tidak lama setelah dinyatakan sembuh dari tuberkulosis paru.

Gagal jantung kongestif

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,

bronkilotis obliteratif, panbronkilotis difus

TB

2.8 Penilaian PPOK

Tujuan dari assessment pasien PPOK adalah menentukan derajat keparahan

penyakit sehingga memengaruhi status kesehatan pasien dan berisiko terjadinya kejadian

kedepannya (eksaserbasi, rawat inap, kematian) dalam rangka pemilihan terapi sesuai. Hal

ini dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu

1. Penilaian gejala: kuesioner CAT (COPD Assessment Test) atau mMRC ( modified British Medical

Research Council)

Pasien Karakteristik Klasifikasi

Spirometri

Eksaserbasi

pertahun

CAT mMRC

A Risiko rendah,

gejala sedikit

GOLD 1-2 <=1 <10 0-1

B Risiko rendah,

gejala banyak

GOLD 1-2 <=1 >=10 >=2

C Risiko tinggi,

gejala sedikit

GOLD 3-4 >=2 <10 0-1

D Risiko tinggi,

gejala banyak

GOLD 3-4 >=2 >=10 >=2

2. Penialaian Spirometri

8

Page 9: Ppok

Pemeriksaan tidak dilakukan saat keadaan eksaserbasi akut. Penilaian ini untuk melihat

klasifikasi PPOK.

3. Penilaian risiko eksaserbasi

Eksaserbasi pada PPOK diartikan sebagai kejadian akut akibat gejala pernapasan yang

memburuk dibandingkan biasanya sehingga terjadi perubahan tata laksana. Eksaserbasi

dikatakan sering jika terjadi >= 2x/tahun

4. Komorbiditas

Penyakit komorbid seperti penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi dan cemas,

sindrom metabolik, kanker paru, disfungsi otot skeletal.

2. 9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualitas hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat – obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga

penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)

penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

2.9.1 Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit

kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan

9

Page 10: Ppok

aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang

masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari

edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktivitas optimal

4. Meningkatkan kualitas hidup

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktivitas

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala

prioritas bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat – obatan

Macam obat dan jenisnya

Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau

perlu saja )

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan

Berapa dosisnya

4. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

5. Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah

Sputum bertambah

10

Page 11: Ppok

Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke

pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya

diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali

pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK

stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel

2.9.2 Tatalaksana PPOK Stabil

Penatalaksanaan PPOK dibagi menjadi terapi farmakologi dan nonfarmakologi.

Penatalaksanaan nonfarmakologi pada pasien berdasarkan penilaian risiko eksaserbasi dan

gejala yaitu:

1. Pasien kelompok A: smoking cessation (konseling, terapi pengganti nikotin),

aktivitas fisik

2. Pasien kelompok B, C, D: smoking cessation, rehabilitation pulmonal, aktivitas fisik

Grup

Pasien

Rekomendasi Alternatif Terapi Lain

A Antikolinergik kerja

cepat atau β2 agonis

kerja cepat

Antikolinergik kerja

lama atau β2 agonis

kerja lama atau β2

agonis kerja cepat+

Antikolinergik kerja

cepat

Teofilin

B Antikolinergik kerja

lama atau β2 agonis

kerja lama

Antikolinergik kerja

lama+β2agonis kerja

lama

β2 agonis kerja

cepatdan/atau

antikolinergik kerja

cepat

Teofilin

C Kortikosteroid

inhalasi+ β2 agonis

kerja lama atau

antikolinergik kerja

lama

antikolinergik kerja

lama+β2agonis kerja

lama atau

antikolinergik kerja

lama+inhibitor

β2 agonis kerja

cepatdan/atau

antikolinergik kerja

cepat

Teofilin

11

Page 12: Ppok

fosfodiesterase4

(PDE4)

D Kortiosteroid

inhalasi+ β2 agonis

kerja lama dan/atau

antikolinergik kerja

lama

Kortiosteroid

inhalasi+ β2 agonis

kerja lama

+antikolinergik kerja

lama atau steroid

inhalasi+ inhibitor

PDE4 atau

antikolinergik kerja

lama+ β2 agonis

kerja lama

Atau antikolinergik

kerja lama+ inhibitor

PDE4

Karbosistein

β2 agonis kerja cepat

dan/atau

antikolinergik kerja

cepat

Teofilin

2.9.3 Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Kriteria eksaserbasi akut antara lain sputum berubah warna ATAU semakin banyak

DAN sesak yang memberat. Gejala dapat disertai batuk semakin sering, keterbatasan

aktivitas, gagal napas acute on chronic, hingga penurunan kesadaran.

Klasifikasi eksaserbasi berdasarkan gejala kardinal diatas antara lain:

1. Eksaserbasi berat: 3 gejala kardinal

2. Eksaserbasi sedang: 2 dari 3 gejala kardinal

3. Eksaserbasi ringan: 1 dari 3 gejala kardinal ditambah salah satu dari kriteria

tambahan antara lain infeksi saluran napas atas >5 hari, demam tanpa sebab lainnya,

peningkatan batuk, mengi, peningkatan laju pernapasan atau frekuensi nadi >20% nilai

dasar.

Penyebab tersering adalah infeksi saluran pernapasan oleh virus atau bakteri. Penyebab

lainnya dapat berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia, emboli paru, asupan nutrisi buruk,

aspirasi, polusi udara, pneumotoraks, penyebab sistemik (DM atau gangguan elektrolit)

Penatalaksanaan terdiri dari:

1. Penilaian awal (derajat, kesadaran)

12

Page 13: Ppok

2. Pemeriksaan penunjang: Analisis gas darah, darah perifer lengkap, foto toraks, EKG.

Spirometri tidak dilakukan dalam fase akut.

3. Pemberian oksigen

4. Bronkodilator

Β2 agonis kerja cepat dengan/tanpa antikolinergik kerja cepat:

-Nebulizer: agonis β2 kerja cepat(salbutamol)+antikolinergik (2,5+0,5 mg, lama kerja

4-8 jam)

-Xantin IV (bolus dan drip)

Contoh: aminofilin(sediaan oral: 200 mg, IV: 240 mg, lama kerja 4-6 jam), teofilin

(oral: 100-400 mg, lama kerja bervariasi hingga 24 jam)

5. Kortikosteroid sistemik

Pemberian ini akan mempercepat waktu pemulihan, meningkatkan fungsi paru dan

hipoksemia arter, menurunkan risiko relaps, kegagalan terapi, dan durasi rawat inap.

Dianjurkan pemberian prednison 30-40 mg selama 10-40 hari. Diberikan PO untuk

eksaserbasi ringan atau IV untuk eksaserbasi berat. Pemberian kortikosterioid

sebaiknya <2minggu untuk mencegah efek samping.

6. Antibiotik

Dianjurkan untuk menggunakan antibiotik spektrum sempit jika belum memiliki

riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya ( amoksisilin 500 mg 3x/hari PO 3-14 hari

atau doksisiklin 100 mg 2x/hariPO 3-14 hari) atau spektrum luas jika diketahui

terdapat resistensi antibiotik (amoksisiklin/klavulanat 875 mg 2x/hari atau 500 mg

3x/hari PO 5 hari atau levofloksasin 500 mg 1x/hari PO 5 hari). Dapat diberikan

secara IV jika dirawat di RS.

7. Terapi suportif: tergantung kondisi pasien

Golongan

Obat

Jenis Obat Sediaan Lama kerja

Antikolinergik Ipratropium bromida Nebulizer: 0,25-0,5

mg

Oral:-

IDT: 20; 40 µg

6-8 jam

Agonis β2

kerja singkat

Salbutamol

Fenoterol

IDT: 100-200µg

Nebu:2,5-5 mg

Oral 2-4 mg

IDT: 100-200µg

4-6 jam

4-6 jam

13

Page 14: Ppok

Terbutalin

Nebu:0,25-2 mg

Oral 0,05% (sirup)

IDT: 250-500µg

Nebu:5-10 mg

Oral 2,5-5 mg

4-6 jam

Agonis β2

kerja lama

Formoterol

Salmoterol

IDT: 4,5-12µg

IDT: 50-100µg

12 jam

12 jam

Metilsantin Aminofilin

Teofilin

Oral: 200 mg

Injeksi: 240 mg

4-6 jam

Variasi s.d 24

jam

Kombinasi Salbutamol+ipratropium

Fenoterol+ipratropium

Budesonid+formoterol

IDT: 75 +15 µg

Nebu:2,5+0,5 mg

IDT: 200+20µg

IDT 80/160+4.5µg

4-8 jam

4-8 jam

12 jam

Kortikosteroid

inhalasi

Budesonid

Flutikason

Beklometason

IDT:

100,200,400µg

Nebu:0,5 mg

Nebu: 0,5 mg

Oral-

IDT 100,200µg

Oral-

Kortikosteroid

sistemik

Prednison

Metil prednisolon

Oral 5;30 mg

IDT 10-1000µg

Nebu-

Oral 4,8,16mg

Injeksi 125 mg

Indikasi rawat inap:

Peningkatan intensitas gejala (misal timbul saat tidak beraktivitas), PPOK derajat

berat, timbul tanda fisik yang baru (sianosis, edema), tidak ada perbaikan dari

penatalaksanaan inisial, komorbiditas serius, sering terjadi eksaserbasi, usia lanjut, tidak

sanggup perawatan di rumah.

Indikasi Rawat ICU:

14

Page 15: Ppok

1. Sesak berat setelah tatalaksana di IGD/ruang rawat

2. Penurunan kesadaran, kelemahan otot respirasi, hemodinamik tidak stabil

3. Setelah pemberian oksigen, terjadi hipoksemia atau PaO2 <50 mmHg atau PaCO2 >50

mmHg, memerlukan ventilasi mekanis

4. Perlu ventilasi mekanis

Obat farmakologis

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan

inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat

diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long

acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan

untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.

Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah

penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama

pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak

( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

b. Antiinflamasi

15

Page 16: Ppok

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >

20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotik

Hanya diberikan bila terdapat infeksi.

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian

rutin.

2 Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting

untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot

maupun organ - organ lainnya.

a. Manfaat oksigen :

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktivitas

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualitas hidup

b. Indikasi

• Pao2 < 55mmHg atau Sat O2 < 90%, dengan atau tanpa hiperkapnia dikonfirmasi

dua kali selama 3 minggu

16

Page 17: Ppok

• Pao2 diantara 55 - 60 mmHg atau Sat O2 <88% disertai Kor Pulmonal, Pulmonary

hypertension, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen

di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.

Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat

darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat

di rumah dibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil

terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian

oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan

mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu

aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas.

Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen

harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi

akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni

menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat

penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit

oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada

PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

17

Page 18: Ppok

Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi

muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit

yang terjadi adalah :

- Hipofosfatemi

- Hiperkalemi

- Hipokalsemi

- Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi

dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

2.8.5 Terapi PembedahanOperasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

1. Bulektomi2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)3. Transplantasi paru

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

1. Gagal napas

- Gagal napas kronik

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang

3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik :

- Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,

penatalaksanaan :

- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

- Bronkodilator adekuat

- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

- Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas

kronik, ditandai oleh :

- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

- Sputum bertambah dan purulen

- Demam

- Kesadaran menurun18

Page 19: Ppok

- Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni

kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti

menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

Kor pulmonal :

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung

kanan

2.10 Pencegahan

1. Mencegah terjadinya PPOK

- Hindari asap rokok

- Hindari polusi udara

- Hindari infeksi saluran napas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK

- Berhenti merokok

- Gunakan obat-obatan adekuat

- Mencegah eksaserbasi berulang

19

Page 20: Ppok

DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus PPOK . Tersedia di: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-

ppok/konsensus-ppok

2. Antonio et all 2014 . Global Strategy for the Diagnosis, Management, and

Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19 Didapat

dari : http://www.goldcopd.org/uploads/users/files/GOLD_Report_2014_Jan23.pdf

3. BMJ. ABC of COPD.2006. [Cited] 17 Maret 2011. Didapat dari:

http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full

4. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.

5. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,

p. 984-5.

6. Roberto RR et all 2007. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and

Prevention. USA. Tersedia di http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

7. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV. 2014

20