responsi ppok

23
BAB I PENDAHULUAN Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hambatan udara secara kronis dan perubahan patologi pada paru, dimana hambatan udara saluran nafas bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru – paru terhadap gas dan partikel yag berbahaya. Bentuk PPOK dibagi menjadi dua bentuk penyakit, antara lain empisema yang ditandai dengan destruksi dan pelebaran alveoli paru serta bronkitis kronis yang biasanya ditandai dengan batuk berdahak kronis. 1 Penyakit paru obstruksi kronis semakin sering menjadi topik pembahasan dikarenakan angka mortalitas dan prevalensinya terus meningkat. Kasus di Amerika Serikat menunjukkan pasien terdiagnosis PPOK yang mengunjungi unit gawat darurat mencapai angka 1,5 juta jiwa, di mana sekitar 726.000 pasien memerlukan perawatan inap di rumah sakit. 2,3,4 PPOK merupakan penyebab kematian terbanyak keempat di Amerika Serikat dan jumlah penduduk yang mengalami PPOK di sana diperkirakan sudah lebih dari 16 Juta jiwa. Tahun 2020 diperkirakan PPOK akan menjadi penyakit penyebab kematian tersering ketiga di dunia.

Upload: yogathoji

Post on 17-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyakit paru obstruktif kronis

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi PPOK

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit yang

ditandai oleh hambatan udara secara kronis dan perubahan patologi pada paru,

dimana hambatan udara saluran nafas bersifat progresif dan berhubungan dengan

respon inflamasi yang abnormal dari paru – paru terhadap gas dan partikel yag

berbahaya. Bentuk PPOK dibagi menjadi dua bentuk penyakit, antara lain empisema

yang ditandai dengan destruksi dan pelebaran alveoli paru serta bronkitis kronis yang

biasanya ditandai dengan batuk berdahak kronis.1

Penyakit paru obstruksi kronis semakin sering menjadi topik pembahasan

dikarenakan angka mortalitas dan prevalensinya terus meningkat. Kasus di Amerika

Serikat menunjukkan pasien terdiagnosis PPOK yang mengunjungi unit gawat

darurat mencapai angka 1,5 juta jiwa, di mana sekitar 726.000 pasien memerlukan

perawatan inap di rumah sakit.2,3,4 PPOK merupakan penyebab kematian terbanyak

keempat di Amerika Serikat dan jumlah penduduk yang mengalami PPOK di sana

diperkirakan sudah lebih dari 16 Juta jiwa. Tahun 2020 diperkirakan PPOK akan

menjadi penyakit penyebab kematian tersering ketiga di dunia.

Terdapat banyak faktor risiko yang diduga merupakan etiologi PPOK.

Faktor – faktor risiko yang dimaksud seperti paparan partikel, stres oksidatif, jenis

kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.

Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama hidupnya.

Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok

dan debu - debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai

penyebab PPOK. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada

akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon

inflamasi pada paru-paru. Ketidak seimbangan inilah yang kemudian memainkan

peranan yang penting terhadap patogenesis PPOK.

Page 2: Responsi PPOK

Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar

terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan

dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan

yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Asma memiliki faktor risiko terhadap

kejadian PPOK, dimana didapatkan dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi

Study of Airway Obstructive Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan

mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOK.

Kondisi eksaserbasi akut sering dikaitkan dengan PPOK. Seorang pasien

PPOK dikatakan mengalami suatu eksaserbasi akut apabila pasien mengalami

perburukan yang bersifat akut seperti peningkatakan dispneu dan frekuensi batuk

yang meningkat serta perubahan karakteristik sputum.Gejala-gejala ini juga bisa

diikuti gejala yang tidak khas seperti malaise, dan sulit tidur. Eksaserbasi akut

biasanya distimuli oleh berbagai faktor, diantaranya adalah infeksi, polutan, dan obat

sedatif. Infeksi merupakan penyebab tersering dalam terjadinya eksaserbasi akut

PPOK. Bentuk infeksi yang tersering adalah pneumonia dan bakteri-bakteri yang

sering menginfeksi adalah streptococcus pneumoniae.Untuk itu diperhitungkan

pemberian antibiotik yang adekuat pada pasien eksaserbasi akut PPOK oleh karena

infeksinya.

Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau

produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya

dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui pemeriksaan

spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa

menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu yang

dapat muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.

Dari pemeriksaan fisik pada PPOK dini tidak dijumpai kelainan, sedang

pada PPOK yang lanjut dari inspeksi dapat dijumpai pursed-lip breathing, barrel

chest, penggunaan otot bantu napas, hipertropi otot bantu napas, pelebaran sela iga.

Dari pemeriksaan fremitus melemah, pada perkusi dijumpai hipersonor, sedangkan

dari auskultasi dijumpai suara napas melemah, ekspirasi memanjang, terdapat ronki

kering atau mengi, bunyi jantung terdengar jauh. Pemeriksaan foto toraks didapatkan

Page 3: Responsi PPOK

gambaran hiperinflasi, hiperlusen, diapragma mendatar, corakan bronkovaskuler

meningkat, bulla, jantung pendulum.

Manajemen terhadap pasien PPOK dengan eksaserbasi akut biasanya

dilakukan rawat inap bila ditemukan indikasi rawat inap pada pasien PPOK. Prinsip

medikamentosa pada eksaserbasi akut PPOK antara lain pemberian bronkodilator,

antibiotik yang adekuat, dan glukokortikoid.1

BAB II

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS

Laki-laki, 75 tahun datang ke Rumah Sakit Sanglah pada tanggal 19 Januari

dengan keluhan utama sesak nafas.

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Keluhan sesak dialami oleh pasien

sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak dirasakan di seluruh

permukaan dada. Sesak dikatakan seperti ada yang mengganjal di daerah dada,

sehingga pasien terasa sulit bernafas terutama saat menghembuskan nafas. Sesak

nafas yang dialami pasien disertai suara ngik - ngik. Sesak nafas seperti ini sudah

sering dialami pasien sejak sekitar 15 tahun yang lalu. Dalam sehari pasien

mengalami sesak sebanyak 1 - 2 kali atau terkadang tidak muncul. Sesak nafas yang

Page 4: Responsi PPOK

dialami pasien selama 15 tahun tersebut membaik dengan pengobatan inhaler (nama

obat?). Namun 7 hari ini sesak dirasakan memberat dan tidak membaik dengan obat

tersebut. Dalam seharinya sesak muncul 2 - 3 kali. Sesak nafas biasanya muncul bila

pasien melakukan aktivitas seperti berjalan ± 10 m dan saat naik tangga ± 5 anak

tangga.

Keluhan lain :

Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 7 hari SMRS. Keluhan ini dirasakan

muncul oleh pasien bersamaan dengan sesak nafasnya. Batuk yang dikeluhkan pasien

berdahak dan dahaknya dikatakan kental berwarna putih tanpa darah. Riwayat

perubahan warna pada dahaknya disangkal. Dalam sekali batuk pasien mengeluarkan

dahak ± 1 sendok teh. Batuk dirasakan memberat ketika sesak dan saat beraktivitas,

keluhan ini berkurang saat pasien beristirahat.

Ketika dilakukan pemeriksaan tanggal 20 Januari 2012, pasien masih

mengeluhkan sesak nafas tetapi lebih membaik dibandingkan hari sebelumnya,

Keluhan batuk juga dirasakan membaik, lebih ringan dari sebelumnya. Pasien batuk

tidak lebih dari 5 kali perhari, dengan sputum yang berwarna jernih. Sekitar ¼ sendok

teh setiap kali batuk.

a. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien sudah sering mengalami sesak nafas dan batuk sejak 15 tahun. Pasien

seringkali memeriksakan diri ke rumah sakit dengan keluhan yang sama dan

diberikan obat inhaler. Riwayat penyakit seperti TB paru, kanker paru dan asma

disangkal oleh pasien.

b. Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien memiliki riwayat merokok sejak muda, sejak usia remaja, saat itu

pasien merokok hingga 5 batang perharinya. Pasien biasanya merokok setelah

beraktivitas dan setelah makan. Tetapi saat ini pasien sudah berhenti merokok ±

20 tahun yang lalu.

Page 5: Responsi PPOK

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami TB Paru dan asma.

2.2 PEMERIKSAAN FISIK

a. Pemeriksaan Umum

Kesan sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 84 x/menit reguler isi cukup, respirasi 28 x/menit reguler, dengan ekspirasi

memanjang, suhu badan 37 0C temperature axila. Berat badan 55 kg, tinggi badan

168 cm, Body Mass Index (BMI) 19,49 kg/m2 dan Berat Badan Ideal (BBI) 61,2

kg.

a. Pemeriksaan Khusus

Pada pasien tampak nafas cuping hidung, disertai penggunaan otot bantu

penapasan, dengan mulut sedikit membuka. Pada pemeriksaan thoraks, dari

jantung inspeksi iktus kordis tak tampak, palpasi iktus kordis tidak teraba, perkusi

batas jantung atas adalah intracosta 2, batas jantung kanan parasternal line

dekstra, batas jantung kiri intercosta 5 midclavicula line sinistra, pada auskultasi

terdengar suara jantung S1 tunggal S2 tunggal reguler tanpa murmur. Pada

pemeriksaan thoraks paru dari inspeksi gerakan paru terlihat simetris, bentuk

thoraks mengembung dengan diameter anteroposterior sama dengan diameter

latero-lateral, tulang punggung melengkung, angulus costae > 900 dimana sela iga

melebar. Untuk palapasi thoraks ditemukan vokal fremitus yg menurun pada

kedua lapang paru. Pada perkusi paru ditemukan suara hipersonor pada kedua

lapang paru. Suara nafas bronkial pada kedua lapang paru yang ditemukan pada

auskultasi, ditemukan juga ronkhi dan wheezing pada kedua lapang paru disertai

ekspirasi yang memanjang.

Page 6: Responsi PPOK

2.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (19/1/ 2012)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks

WBC 26,40 103µL 4,10-11,00 Tinggi

% NEUT 89,80 % 47,00-80,00 Tinggi

% LYMPH 35,70 % 13,00-40,00

% MONO 5,40 % 2,00-11,00

% EOS 0,60 % 0,00-5,00

% BASO 0,00 % 0,00-2,00

RBC 5,09 106µL 4,50 – 5,90

Hemoglobin 14,10 g/dL 13,50-17,50

Hematokrit 41,70 % 41,00-53,00

Platelet 345,00 103µL 150,00-440,00

MCV 81,90 fL 80,00-100,00

MCH 27,70 Pg 26,00-34,00

MCHC 33,80 g/dL 31,00-36,00

RDW 14,80 % 11,60-14,80

MPV 7,60 fL 6,80-10,00

Kesan : peningkatan leukosit pada infeksi bakterial.

Analisa Gas Darah (19/1/2012)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Remarks

pH 7,25 - 7,35-7,45 Rendah

Page 7: Responsi PPOK

pCO2 47,00 mmHg 35-45 Tinggi

pO2 67,00 mmHg 80-100 Rendah

HCO3- 20,10 mmol/l 22-26 Rendah

TCO2 21,50 mmol/l 24-30 Rendah

BE (B) -7,60 mmol/l -2 – 2 Rendah

SO2c 89,00 % 95 – 100 Rendah

Natrium 136,00 mmol/l 136-145

Kalium 3,80 mmol/l 3,5-5,1

Kesan : Asidosis respiratorik dengan upaya kompensasi alkalosis metabolik yang

belum terkompensasi.

Foto Thorax AP

Keterangan :

Pada cardio tidak membesar dan tak tampak kelainan dengan CTR 52%. Pada

paru tampak infiltrat pada paracardial dekstra dan empisematos lung. Sinus pleura

Page 8: Responsi PPOK

kanan dan kiri tajam. Diafragma tampak normal dan tulang-tulang tak tampak

kelainan. Kesan, cardio dalam batas normal, PPOK dan pneumonia.

EKG

Keterangan :

Irama sinus, axis normal, heart rate 76 x/menit, tidak ditemukan gelombang

ST-T change dan LVH. Kesimpulan dari EKG normal.

2.2 DIAGNOSIS

PPOK Eksaserbasi Akut

Pneumonia Komuniti,

2.3 PENATALAKSANAAN

Terapi yang diberikan awat inap, IVFD NS 14 tetes/menit, diberikan oksigen

1-2 Liter/menit dengan menggunakan nasal kanul. Untuk diet diberikan diet tinggi

kalori tinggi protein (40 kkal/kgBB/hari + 1,2 gr protein/kgBB/hari) dengan

rendah karbohidrat dan garam. Nebulizer combivent setiap 6 jam. Levofofloxacin

injeksi diberikan 1 kali sehari dengan dosis 750 mg melalui intravena, metyl

Page 9: Responsi PPOK

prednisolone injeksi diberikan 2 kali sehari dengan dosis 62,5 mg melalui

intravena. Bromhexin sirup diberikan 3 kali sehari dengan dosis 1 sendok takar 5

cc.

Rencana Kerja

Direncanakan dilakukan pemeriksaan sputum, terdiri dari sputum gram,

kultur, sensitivitas tes dan dilakukan Spirometri bila pasien dalam keadaan

membaik dan stabil.

Monitoring

Yang perlu di monitoring adalah tanda-tanda vital, seperti : tekanan darah,

nadi, respiratori rate dan suhu tubuh. Dan juga keluhan yang dirasakan, seperti

sesak, batuk (ada atau tidak disertai dahak), panas dan lemas badan yang

dikeluhkan oleh pasien.

Page 10: Responsi PPOK

BAB III

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis penyakit PPOK eksaserbasi akut pada pasien laki - laki, 75

tahun, menikah, suku Bali di atas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah suatu penyakit paru yang ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang ireversibel. Gejala klinis yang

dapat terjadi diantaranya adalah sesak napas, batuk yang sering disertai dengan

produksi sputum, serta terbatasnya aktifitas. Pada pasien ditemukan keluhan utama

berupa sesak napas kurang lebih sejak 15 tahun yang memburuk sejak 7 hari sebelum

masuk rumah sakit, dirasakan berat dan tidak membaik dengan perubahan posisi

tubuh. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya takipneu (28 kali per menit),

pelebaran sela iga pada thorax dan menggembung yaitu terjadinya peningkatan

diameter pada anterior posterior thorax. Selain itu ditemukan adanya fokal fremitus

yang menurun pada bagian lesi dan perkusi yang hipersonor pada kedua lapangan

paru. Terdapat pula ekspirasi yang memanjang, wheezing pada kedua lapang paru

serta ronkhi. Pada pasien PPOK terjadi obstruksi jalan nafas yang mengakibatkan

udara sulit untuk keluar yang menimbulkan gejala berupa dispneu. Gejala dispneu

pada PPOK terjadi karena adanya limitasi dari aliran udara dan peningkatan resistensi

dari dinding saluran nafas, yang mana disebabkan oleh adanya bronkitis kronis atau

emfisema. Pada bronkitis kronis terjadi pembesaran dari kelenjar seromukus subepitel

di tracheobrokial tree dan adanya inflamasi dari saluran nafas kecil (respiratori

bronciolitis), penyempitan bronkiolus dan obstruksi intra luminal yang disebabkan

oleh adanya mukus, sehingga terjadi limitasi sampai obstruksi dari aliran udara.

Sedangkan pada emfisema terjadi perusakan elastin alveolus yang menyebabkan

penurunan rekoil alveoli terjadi jebakan udara (air trapping) di alveoli bagian distal.

Dengan adanya kedua hal tersebut maka terjadi gangguan ventilasi yang bermanifes

sebagai sesak nafas.2,4

Page 11: Responsi PPOK

Sesak napas itu sendiri merupakan usaha tubuh untuk mengeluarkan udara

dengan napas cepat. Hambatan pengeluaran udara ini akan menimbulkan suara napas

tambahan berupa wheezing, pemanjangan ekspirasi serta usaha tubuh untuk

membantu pengeluaran udara tersebut dengan digunakannya otot napas tambahan.

Kerusakan struktural dan fungsional yang berakibat pada penumpukan udara pada

alveolus ini akan menurunkan hantaran getaran suara ke permukaan tubuh, pada

perkusi didapatkan suara hipersonor. Penyakit Paru Obstruksi Kronis sering

dihubungkan dengan faktor risiko, di antaranya adalah merokok yang merupakan

faktor risiko mayor, polusi lingkungan dan infeksi paru kronis.2,4 Pada pasien ini

ditemukan riwayat merokok yang sudah lama dengan jumlah rokok yang dihabiskan

sehari mencapai 5 batang.Walaupun pasien sudah berhenti merokok sejak ± 20 tahun

yang lalu, namun penurunan fungsi dan kerusakan struktural yang terjadi adalah

irreversible.

Memberatnya gejala sesak dan batuk sejak 7 hari SMRS dan disertai dahak

pada pasien ini sesuai dengan gejala eksaserbasi akut pada PPOK. Eksaserbasi akut

pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya

dimana terdapat 3 gejala eksaserbasi berupa sesak yang bertambah, peningkatan

jumlah sputum dan perubahan warna sputum menjadi purulen. Eksaserbasi dapat

disebabkan oleh infeksi atau faktor – faktor lain seperti polusi udara, kelelahan atau

timbulnya komplikasi, dan sepertiga dari eksersebasi akut penyebabnya tidak dapat

diidentifikasi.2 Pada pasien ini eksaserbasi akut dapat diinduksi oleh kemungkinan

adanya infeksi. Infeksi dapat berperan sebagai faktor pencetus karena dengan adanya

infeksi maka inflamasi yang sudah ada semakin memberat sehingga penyempitan

saluran nafas makin meningkat. Hal ini dapat ditandai dengan produksi sputum

meningkat dan perubahan warna sputum.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya vokal fremitus yang menurun,

perkusi hipersonor, dan auskultasi suara ronkhi pada lapang paru. Dari gejala-gejala

tersebut di atas, dapat dicurigai adanya sebuah infeksi dan peradangan paru.

Pneumonia adalah salah satu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Gejala peradangan yang biasanya timbul adalah demam, batuk disertai dahak mukoid

Page 12: Responsi PPOK

atau purulen, kadang-kadang darah, sesak napas dan nyeri dada.2,5 Untuk memastikan

diagnosis pneumonia dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa thorax x-ray,

hitung darah lengkap, kultur sputum, dan analisis gas darah.

Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto thorax,

EKG, hitung darah lengkap, dan analisis gas darah. Dari foto thorax pertama

didapatkan kesan tampak infiltrat para cardial dektra dan empisematos lung, hasil ini

mendukung adanya sebuah pneumonia dan penyakit paru obstruktif kronis. Dari hasil

hitung darah lengkap didapatkan adanya neutrofil yang menandakan terjadinya

infeksi. Dari hasil EKG didapatkan hasil yang normal. Dan dari hasil analisi gas

darah, didapatkan adanya hiperkapnia dan asidosis respiratorik, ini menandakan

adanya gangguan oksigenasi dan ventilasi.

Penatalaksanaannya di RS antara lain:

Rawat inap

Perawatan di RS pada pasien eksaserbasi akut PPOK dilakukan karena

didapatkan tanda eksaserbasi berat berupa sesak yang memberat dan berkepanjangan,

adanya peningkatan produksi sputum, dan perubahan warna sputum menjadi purulen.

Selain itu adanya komplikasi berupa hiperkapnia dan asidosis respiratorik serta

infeksi parenkim paru (pneumoni) dan perburukan kondisi umum pasien yang disertai

malnutrisi membutuhkan perawatan yang lebih intensif di RS.

O2 1-2 liter/menit

Pemberian oksigen melalui nasal kanul. Pada pasien ini, berdasarkan analisa

gas darah ditemukan bahwa PCO2 tinggi dan PO2 rendah. Hal tersebut menunjukkan

bahwa terjadi gangguan pada ventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah tinggi. Pada

pasien ini mengalami sesak nafas, sehingga pasien berusaha bernafas lebih kuat.

Pemberian oksigen pada pasien ini untuk mengurangi kelelahan pasien dalam usaha

untuk bernafas, tetapi pemberian oksigen tidak tinggi karena kadar PCO2 yang tinggi,

sehingga pada pasien ini diberikan oksigen 1-2 liter/menit. Dengan pemberian

oksigen diharapkan dapat mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas dan mengurangi

kontriksi pada saluran nafas.2

Page 13: Responsi PPOK

Diet TKTP rendah karbohidrat, rendah garam

Keadaan malnutrisi pada PPOK karena adanya peningkatan kebutuhan energi

akibat kerja otot pernafasan yang meningkat, dapat dilihat dari antropometri. Asupan

energi disesuaikan antara kalori yang masuk dan kalori yang dibutuhkan. Pemberian

energi yang agresif tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada

PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.

Asupan energi dilakukan sedikit demi sedikit dan terus menerus. Oleh sebab itu pada

pasien ini diberikan diet 40 kkal/kgBB/hari + 1,2 gr protein/kgBB/hari dengan

kebutuhan karbohidrat rendah yaitu 40 % dari kebutuhan total kalori. Rendah

karbohidrat karena jika karbohidrat tinggi maka pemecahan karbohidrat menjadi ATP

+ CO2 + H2O akan meningkat sehingga CO2 akan meningkat. Diet rendah garam

diberikan untuk mengurangi viskositas darah sehingga diharapkan terjadi penurunan

beban kerja jantung dimana kebutuhan garam tidak lebih dari 300 mg/hari.2

IVFD NS 14 tetes/menit

Pemilihan IVFD NS 14 tetes/menit dimana kebutuhan cairan pasien adalah

2200 cc/hari (mampu minum 5 gelas (1200 cc) + 1000 cc cairan infus). Sehingga

untuk cairan intravena adalah 14 tetes/menit. Peningkatan laju ekspirasi pada pasien

PPOK menyebabkan peningkatan pengeluaran H2O melalui jalur respirasi, sehingga

pasien akan rentan mengalami dehidrasi cairan, sehingga pemenuhan kebutuhan

cairan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan.

Nebulizer Combivent tiap 6 jam

Combivent mengandung albuterol/ipratropium. Albuterol sebagai

bronkodilator beta-2 adrenegik. Ipatropium sebagai agent antikolinergik

(parasimpatik), menghambat refleks vagal yang dimediasi oleh aksi antagonis dari

asetilkolin, mencegah peningkatan konsentrasi kalsium di intraseluler yang

disebabkan oleh interaksi asetilkolin dengan reseptor muskarinik pada otot polos

bronkial.6

Metil prednisolon 2 x 62,5 mg I.V

Page 14: Responsi PPOK

Memiliki efek glukokortikoid. Glukokortikoid menurunkan atau mencegah

respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi

tanpa dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel

inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon

juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan

beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui

secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag

(MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler

yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler,

menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis

lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam

arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis

asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan

leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.

Berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dan diharapkan dapat mengurangi gejala

klinis dan perbaikan fungsi ventilasi (pemberian efektif selama 2 minggu).6

Levofloxacin 1 x 750 mg I.V

Levofloxacin merupakan isomer Ofloxacin. Levofloxacin memiliki efek

antibakterial dengan spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram-positif dan gram-

negatif termasuk bakteri anaerob. Levofloxacin telah menunjukkan aktifitas

antibakterial terhadap Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia.

Mekanisme kerja dari Levofloxacin adalah melalui penghambatan topoisomerase

type II DNA gyrase, yang menghasilkan penghambatan replikasi dan transkripsi

DNA bakteri. Levofloxacin didistribusikan ke seluruh tubuh dalam konsentrasi yang

tinggi dan berpenetrasi ke dalam jaringan paru-paru dengan baik.6

Bromhexin 3 x C I

Page 15: Responsi PPOK

Bromhexin diberikan sebagai ekspektorant untuk membantu pengeluaran

dahak pasien yang ia keluhkan terkadang sulit dikeluarkan. Pada pasien dengan

PPOK terjadi suatu peningkatakn produksi mukus akibat adanya hiperplasia dari sel-

sel goblet penghasil mukus pada bronkus, sehingga menimbulkan retensi mukus dan

berperan sebagai salah satu faktor dalam penyempitan saluran pernafasan, oleh

karena itu penggunaan agen mukolitik-ekspektorant berperan dalam mereduksi

volume mukus yang ada pada saluran pernafasan untuk melebarkan saluran

pernafasan.6

Perlu dilakukannya pemeriksaan sputum gram/kultur untuk mengetahui

sensitivitas bakteri terhadap antibiotika sehingga dapat dipilih antibiotika yang sesuai.

Monitoring terhadap sesak nafas, vital sign dan pemeriksaan AGD secara serial

dilakukan untuk memantau kondisi pasien dan melihat efektivitas dari pengobatan

yang dilakukan.