ppok

Upload: zerosugar

Post on 09-Jul-2015

741 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS MAKALAH DOKTER MUDA ILMU PENYAKIT PARUPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

Pembimbing : dr. Arief Bachtiar, Sp. P Oleh: Alexander Agustama NIM 010710124

SMF Ilmu Penyakit Paru RSUD Dr Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya 2011

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ke 5 di seluruh dunia, dan menurut WHO, diprediksikan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Sebagai pengingat pentingnya masalah PPOK, WHO menetapkan hari PPOK sedunia (COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November. Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada individu usia > 45 tahun. Data penelitian lain menunjukkan prevalens PPOK bervariasi dari 7,8%-32,1% di beberapa kota Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%, yang terendah 3,5 % di Hongkong dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam. Untuk Indonesia, penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%. Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan polusi udara. Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK. DEFINISI Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun disertai perubahan structural pada jaringan paru dan saluran nafas, didapatkan pula efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. KLASIFIKASI

Menurut PDPI 2010, emfisema dan bronkitis kronik tidak lagi dimasukkan kedalam klasifikasi/defenisi dari PPOK, karena emfisema merupakan diagnosis patologik sedangkan bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara. FAKTOR RESIKO PPOK merupakan salah satu penyakit yang etiologinya berasal dari gene-enviroment interaction. 1. Faktor Genetik Faktor genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi dari alpha- 1 antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine protease yang terbanyak beredar dalam sirkulasi. Defisiensi ini jarang ditemukan namun paling sering dijumpai pada ras yang berasal dari North Europe. Penyebab genetik lainnya adalah kelainan pada kromosom 2q, perubahan dari transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1), microsomal epoxide hydrolase 1 (mEPHX1), dan tumor necrosis factor alpha (TNFa). 2. Faktor Lingkungan Inhalasi Asap rokok yang terinhalasi baik secara aktif maupun pasif serta debu dan zat kimiawi seperti uap, iritan, debu jalanan, gas buang kendaraan bermotor, asap kompor merupakan contoh dari polusi yang sering terinhalasi dan menyebabkan PPOK. 3. Faktor Pertumbuhan dan Perkembangan Paru Dari penelitian ditemukan bahwa adanya hubungan antara perkembangan dan pertumbuhan paru pada masa gestasi, melahirkan dan anak-anak dengan kejadian PPOK. Hal ini dibuktikan melalui meta analisis adanya hubungan antara berat lahir dengan FEV1 pada masa dewasa. 4. Stress Oksidatif Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan (kelebihan oksidan dan deplet dari antioksidan) dapat menyebabkan kerusakan langsung pada paru dan mengaktifkan proses inflamasi pada paru. 5. Infeksi Infeksi virus maupun bakteri dapat bepengaruh dalam kejadian PPOK maupun perburukan PPOK. Riwayat infeksi pernafasan yang parah pada anak-anak dapat menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan keluhan pernafasan pada saat dewasa. Virus HIV juga dapat menyebabkan terjadinya HIV-induced

pulmonary inflammation, riwayat TB paru sebelumnya, riwayat infeksi saluran nafas bawah yang berulang. 6. Status Sosioekonomi 7. Nutrisi Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menyebabkan penurunan dari kekuatan dan ketahanan otot pernafasan. Kelaparan dan perubahan anabolik dan katabolic berhubungan dengan kejadian emfisema pada penelitian ekperimental yang dilakukan terhadap hewan. 8. Asma Menurut Tucson Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, penduduk dewasa dengan asma memiliki 12 kali peningkatan resiko terjadinya PPOK dibanding dengan penduduk dewasa normal lainnya. PATOGENESIS Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan

merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl ). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok. Pada perokok yang menderita PPOK produksi antiprotease mungkin tidak cukup untuk menetralisir efek berbagai protease dan mungkin juga karena faktor genetik yang berperan dalam terganggunya fungsi dan produksi protein ini. Beberapa studi mendapatkan adanya peningkatan stres oksidatif yang berperan penting pada PPOK melalui mekanisme aktivasi transkripsi nuclear factor B (NfB) dan activator protein-1(AP-1) yang menginduksi neutrophilic inflammation melalui peningkatan ekspresi IL-8, TNF- dan MMP-9, serta merusak antiprotease seperti -1 AT yang meningkatkan terjadinya inflamsi dan proses proteolitik. Terjadinya proses inflamasi akan merusak metriks ekstraseluler, berakibat pada kematian sel dimana kemampuan memperbaiki dan memulihkan kerusakan terebut tidak adekuat sehingga terjadilah hambatan jalan udara yang progresif dan ireversibel. PATOLOGI Perubahan patologi yang khas pada PPOK melibatkan saluran nafas besar, saluran nafas kecil, parenkim paru, dan vaskular pulmonal. 1. Saluran nafas besar Terjadi infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel Goblet meningkat. 2. Saluran nafas kecil

Inflamasi kronis menyebabkan siklus injury dan repair dinding saluran nafas yang berulang.Terjadi structural remodelling dimana terjadi peningkatan kolagen dan pembentukan jaringan ikat fibrous sehinggan terjadi penyempitan lumen dan obstruksi saluran nafas yang permanen. 3. Parenkim Paru Terjadi destruksi dinding alveoli. Dimana kasus tersering adalah dalam bentuk emfisema sentrilobuler. Selain itu terjadi juga destruksi pulmonary capillary bed. 4. Perubahan vaskuler pulmonal Perubahan yang pertama terjadi adalah penebalan intima diikuti oleh infiltrasi sel-sel radang ke dalam pembuluh darah. Semakin lama tunica intima semakin menebal dan selain itu juga terjadi peningkatan otot polos. Hasilnya adalah meningkatnya resistance dari pembuluh darah paru. GAMBARAN KLINIS 1. Riwayat Penyakit Dua keluhan utama yang tersering adalah batuk dan sesak nafas. Batuk biasanya timbul sebelum atau bersamaan dengan sesak nafas, berdahak,umumnya dahak mukoid berwarna putih, namun dapat berubah menjadi purulen apabila terjadi infeksi. Sesak nafas terutama pada saat melakukan aktifitas yang mengerahkan tenaga dimana terjadi peningkatan kebutuhan Oksigen sehingga RR meningkat. Selain itu sering didapatkan mengi pada pasien PPOK pada saat serangan sesak terjadi. Keluhan-keluhan itu berlangsung kronis ataupun berulang dan cenderung progresif. Karakteristik PPOK adalah adanya eksaserbasi dimana pada saat eksaserbasi keluhan-keluhan diatas menjadi semakin parah. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung derajat obstruksi aliran udara, derajat hiperinflasi paru, dan bentuk tubuh. Awalnya mungkin hanya dapat ditemukan ekspirasi memanjang dan wheezing saat ekspirasi paksa. Bila berlanjut maka akan tampak hiperinflasi dan terjadi perubahan pada rongga thorax menjadi barrel chest. Dapat juga ditemukan tanda-tanda kor pulmonale sekunder seperti penigkatan JVP dan kongesti hepar.

DIAGNOSIS Dibuat berdasarkan: Gambaran klinis : yaitu faktor resiko, perjalanan penyakitserta periksaan fisik. Pemeriksaan penunjang : spirometri merupakan gold standard FEV1 dan ratio FEV1/FVC menunjukkan laju pengosongan paru. Hasil tes post bronchodilator FEV1 < 80% prediksi dan FEV1/FVC 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia; PDPI (Update 2010) 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia; PDPI (Update 2003) 3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management and prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (Update 2007). 4.http://www.uns.ac.id/cp/penelitian.php?act=det&idA=263 5.http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/03d30d1af7ad7c5a8d86e7c8f2786fe69 dba7 492.pdf