pphp.instrumen nilai

20
BAB I PENDAHULUAN Sejumlah ahli ilmu pengetahuan yang tertarik dengan tingkah laku manusia, sejak lama telah tertarik dengan konsep nilai (mis, Kluckhohn, 1951; Allport, 1960; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994; Feather, 1994, 1995). Kluckhohn (dalam Zavalloni, 1975) sebagai seorang antropolog, misalnya, sejak tahun 1951 telah mendefinisikan nilai sebagai : Value is a conception explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a group, of the desirable which influence the selection from available modes, means and ends of action.” (Kluckhohn dalam Zavalloni, 1975, hal. 75) Isu penting yang menurut Zavalloni (1975) perlu diperhatikan dalam pemahaman tentang nilai adalah, nilai seseorang dapat sama seperti nilai semua orang lainnya, sama dengan sebagian orang, atau tidak sama dengan semua orang lain. Definisi Kluckhohn di atas menggambarkan bahwa nilai selain mewakili keunikan individu, juga dapat mewakili suatu kelompok tertentu. Hal ini mulai mengarah kepada pemahaman nilai yang universal. Dalam perkembangannya, Rokeach (1973) dengan tegas mengatakan bahwa asumsi dasar dari konsep nilai adalah bahwa setiap orang, di mana saja, memiliki nilai-nilai yang sama dengan derajat yang berbeda (menunjukkan penegasan terhadap konsep universalitas nilai). Namun penelitian yang paling komprehensif tentang nilai- nilai yang universal (dalam arti terdapat di mana saja di semua budaya) dimulai oleh Schwartz dan Bilsky (1987). Mereka mulai mencari nilai-nilai apa yang universal dari 44 negara dengan sampel di masing-masing negara berkisar antara 154 sampai dengan 542 orang. Isu lain yang penting sebelum membahas nilai adalah tentang 1

Upload: riza-fahlefi

Post on 21-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas instrumen

TRANSCRIPT

Page 1: PPHP.INSTRUMEN NILAI

BAB I

PENDAHULUAN

Sejumlah ahli ilmu pengetahuan yang tertarik dengan tingkah laku manusia, sejak lama

telah tertarik dengan konsep nilai (mis, Kluckhohn, 1951; Allport, 1960; Rokeach, 1973;

Schwartz, 1992, 1994; Feather, 1994, 1995). Kluckhohn (dalam Zavalloni, 1975) sebagai

seorang antropolog, misalnya, sejak tahun 1951 telah mendefinisikan nilai sebagai :

Value is a conception explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a

group, of the desirable which influence the selection from available modes, means and ends

of action.” (Kluckhohn dalam Zavalloni, 1975, hal. 75)

Isu penting yang menurut Zavalloni (1975) perlu diperhatikan dalam pemahaman tentang

nilai adalah, nilai seseorang dapat sama seperti nilai semua orang lainnya, sama dengan sebagian

orang, atau tidak sama dengan semua orang lain. Definisi Kluckhohn di atas menggambarkan

bahwa nilai selain mewakili keunikan individu, juga dapat mewakili suatu kelompok tertentu.

Hal ini mulai mengarah kepada pemahaman nilai yang universal. Dalam perkembangannya,

Rokeach (1973) dengan tegas mengatakan bahwa asumsi dasar dari konsep nilai adalah bahwa

setiap orang, di mana saja, memiliki nilai-nilai yang sama dengan derajat yang berbeda

(menunjukkan penegasan terhadap konsep universalitas nilai). Namun penelitian yang paling

komprehensif tentang nilai-nilai yang universal (dalam arti terdapat di mana saja di semua

budaya) dimulai oleh Schwartz dan Bilsky (1987). Mereka mulai mencari nilai-nilai apa yang

universal dari 44 negara dengan sampel di masing-masing negara berkisar antara 154 sampai

dengan 542 orang.

Isu lain yang penting sebelum membahas nilai adalah tentang isi (content) dari berbagai

nilai yang dianut manusia. Berdasarkan kajiannya atas berbagai teori dari para ahli mengenai

nilai, Schwartz melihat tidak satupun dari teori tersebut yang berupaya mengklasifikasikan isi

atau muatan (content) dari berbagai nilai yang dianut oleh individu (Schwartz, 1994). Schwartz

kemudian berupaya untuk mengklasifikasikan nilai-nilai berdasarkan muatannya yang kemudian

disebut dengan tipe nilai. Dengan mempertimbangkan universalitas, isi maupun struktur nilai

yang telah dikembangkan Schwartz, maka dalam penelitian ini kerangka teori yang digunakan

adalah teori nilai dari Schwartz. Walaupun begitu, pembahasannya tidak terlepas dari tokoh-

tokoh lain yang juga tertarik dengan nilai, terutama menyangkut kaitan nilai dengan variabel lain

seperti keyakinan, sikap dan tingkah laku yang tidak dibahas lagi oleh Schwartz. Ini

menyebabkan dasar teoritis dalam mengkaitkan nilai dan tingkah laku menggunakan teori lain,

yaitu belief system theory (Rokeach, 1973; Homer & Kahle, 1988; Grube dkk., 1994).

1

Page 2: PPHP.INSTRUMEN NILAI

Teori nilai Schwartz (1992, 1994), walaupun masih berdasarkan teori sebelumnya dari

Rokeach (1973), tapi menunjukkan perbedaan yang berarti. Teori nilai Schwartz dipilih dalam

penelitian ini, memperhatikan kritiknya terhadap teori Rokeach yang banyak melakukan

tumpang-tindih antara nilai satu dengan nilai lainnya (Schwartz, 1994), bahkan antara nilai

terminal dan instrumental. Sedangkan Schwartz telah melakukan pengkategorisasian ke dalam

sejumlah tipe nilai, dimana kategori tersebut telah teruji secara konseptual maupun statistik. Di

samping itu, Schwartz juga telah menyusun struktur nilai-nilai tersebut secara spesifik dan

komprehensif, sehingga nilai seseorang dapat ditempatkan ke dalam “peta” nilai. Berbeda

dengan Rokeach yang menyebut nilai sebagai sistem, namun tidak terlalu banyak menjelaskan

hubungan dan sifat dari sistem tersebut. Sedangkan dengan “peta” nilai, kita dapat melihat

keterkaitan suatu nilai dengan nilai lainnya, sekaligus dapat menginterpretasi hubungan tersebut.

2

Page 3: PPHP.INSTRUMEN NILAI

BAB II

PENBAHASAN

A. Pengertian Nilai

Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan

sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.

“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is

personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of

existence.” (Rokeach, 1973 hal. 5)

“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about

desirable or undesireable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)

“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding

principles in the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)

Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah suatu keyakinan,

berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik,

mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta

tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai,

yaitu: Suatu keyakinan, berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi

dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan

akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.

Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu

terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe

persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu :

1. kebutuhan individu sebagai organisme biologis

2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal

3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup

kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994).

Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa

nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan

organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987).

Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan.

Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif

(tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual

(power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism,

3

Page 4: PPHP.INSTRUMEN NILAI

security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan

oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua,

agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994;

Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).

Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya

‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku

yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku

(Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam

mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan

derajat kepentingannya.

Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah.

Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya,

masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu, maka nilai menjadi

tahan lama dan stabil. Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih

mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai

budaya di mana individu tersebut menetap

B. Macam - Macam Nilai

Penelitian Schwartz mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk memecahkan masalah

apakah nilai-nilai yang dianut oleh manusia dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai

(value type). Lalu masing-masing tipe tersebut terdiri pula dari sejumlah nilai yang lebih khusus.

Setiap tipe nilai merupakan wilayah motivasi tersendiri yang berperan memotivasi seseorang

dalam bertingkah laku. Karena itu, Schwartz juga menyebut tipe nilai ini sebagai motivational

type of value.

Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994) mengemukakan adanya 10

macam nilai yang di anut oleh manusia, yaitu :

1. Power

Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe kebutuhan yang universal, yaitu

transformasi kebutuhan individual akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui analisa

terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pencapaian status sosial dan

prestise, serta kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus

(spesific values) tipe nilai ini adalah : social power, authority, wealth, preserving my public

image dan social recognition.

4

Page 5: PPHP.INSTRUMEN NILAI

2. Achievement

Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi dengan menunjukkan kompetensi sesuai

standar sosial. Unjuk kerja yang kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang merasa perlu untuk

mengembangkan dirinya, serta jika interaksi sosial dan institusi menuntutnya. Nilai khusus yang

terdapat pada tipe nilai ini adalah : succesful, capable, ambitious, influential.

3. Hedonism

Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan kenikmatan yang diasosiasikan dengan

pemuasan kebutuhan tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan kesenangan dan kepuasan untuk diri

sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : pleasure, enjoying life.

4. Stimulation

Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik akan variasi dan rangsangan untuk menjaga

agar aktivitas seseorang tetap pada tingkat yang optimal. Unsur biologis mempengaruhi variasi

dari kebutuhan ini, dan ditambah pengaruh pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan

individual tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah kegairahan,

tantangan dalam hidup. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : daring, varied life,

exciting life.

5. Self-direction

Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan tindakan yang tidak terikat (independent),

seperti memilih, mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari kebutuhan organismik

akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta interaksi dari tuntutan otonomi dan

ketidakterikatan. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : creativity, curious, freedom,

choosing own goals, independent.

6. Universalism

Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan tindakan prososial. Tipe nilai ini

mengutamakan penghargaan, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap

kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : broad-

minded, social justice, equality, wisdom, inner harmony.

7. Benevolence

Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya tentang konsep prososial. Bila prososial lebih

pada kesejahteraan semua orang pada semua kondisi, tipe nilai benevolence lebih kepada orang

lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu

kebutuhan interaksi yang positif untuk mengembangkan kelompok, dan kebutuhan organismik

akan afiliasi. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah peningkatan kesejahteraan individu

yang terlibat dalam kontak personal yang intim. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini

adalah : helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true friendship, mature love.

5

Page 6: PPHP.INSTRUMEN NILAI

8. Tradition

Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-simbol dan tingkah laku yang

merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama. Tradisi sebagian besar diambil dari

ritus agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini

adalah penghargaan, komitmen, dan penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau

agama. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : humble, devout, accepting my portion

in life, moderate, respect for tradition.

9. Conformity

Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap tingkah laku, dorongan-dorongan individu

yang dipandang tidak sejalan dengan harapan atau norma sosial. Ini diambil dari kebutuhan

individu untuk mengurangi perpecahan sosial saat interaksi dan fungsi kelompok tidak berjalan

dengan baik. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : politeness, obedient, honoring

parents and elders, self discipline.

10. Security

Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan keamanan, harmoni, dan stabilitas

masyarakat, hubungan antar manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari kebutuhan dasar individu

dan kelompok. Tipe nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat, yaitu individual dan

kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : national security, social order, clean,

healthy, reciprocation of favors, family security, sense of belonging.

C. Fungsi Nilai

Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai sebagai standar, fungsinya ialah:

a. Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu

(Feather, 1994).

b. Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding

ideologi politik yang lain.

c. Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.

d. Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.

e. Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain,

memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang

berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah.

6

Page 7: PPHP.INSTRUMEN NILAI

2. Nilai sebagai rencana dalam pemecahan konflik dan pengambilan keputusan

Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai dalam sistim nilai

individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada individu

yang bersangkutan.

3. Fungsi motivasional

Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi

sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan dasar

sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu untuk

melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994), memberi arah dan

intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori

yang menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan

keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).

4. Nilai sebagai keyakinan ( Belief )

Dari definisinya, nilai adalah keyakinan, ehingga pembahasan nilai sebagai keyakinan

perlu untuk memahami keseluruhan teori nilai, terutama keterkaitannya dengan tingkah laku.

Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa

cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan

definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk

bertindak berdasarkan pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk. (1991) mengemukakan

bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema

konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap

obyek dari keyakinan tersebut.

Dalam Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif,

afektif dan tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini

dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.

b. Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa

yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok

terhadap apa yang diinginkan itu.

c. Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang

berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.

Pemahaman nilai sebagai keyakinan, tidak dapat dipisahkan dari model yang

dikembangkan Rokeach pertama kali pada tahun 1968, yang disebut Belief System Theory

(BST). Grube dkk. (1994) menjelaskan bahwa BST adalah organisasi dari teori yang

menjelaskan dan mengerti bagaimana keyakinan dan tingkah laku saling berhubungan, serta

7

Page 8: PPHP.INSTRUMEN NILAI

dalam kondisi apa sistem keyakinan dapat dipertahankan atau diubah. Selanjutnya dijelaskan

bahwa dalam BST, tingkah laku merupakan fungsi dari sikap, nilai dan konsep diri.

Menurut Grube, Mayton, II & Rokeach (1994), BST merupakan suatu kerangka berpikir

yang berupaya menjelaskan adanya organisasi antara sikap (attitude), nilai (value), dan tingkah

laku (behavior). Menurut teori ini, keyakinan dan tingkah laku saling berkaitan. Keyakinan-

keyakinan yang dimiliki individu terorganisasi dalam suatu dimensi sentralitas atau dimensi

derajat kepentingan. Suatu keyakinan yang lebih sentral akan memiliki implikasi dan

konsekuensi yang besar terhadap keyakinan lain. Jadi perubahan suatu keyakinan yang lebih

sentral akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap tingkah laku dibandingkan pada

keyakinan-keyakinan lain yang lebih rendah sentralitasnya. Urutan keyakinan menurut derajat

sentralitasnya adalah self-conceptions, value, dan attitude.

Sikap (attitude) adalah keyakinan yang menempati posisi periferal/tepi atau paling

rendah sentralitasnya dalam BST. Sikap merupakan suatu organisasi dari keyakinan-

keyakinan sehari-hari tentang obyek atau situasi. Jumlah sikap yang dimiliki individu

dapat berhubungan dengan banyak obyek atau situasi yang berbeda-beda. Karenanya

seseorang dapat memiliki sikap yang ribuan jumlahnya. Mengingat sikap adalah

keyakinan yang periferal, maka perubahan sikap hanya memiliki pengaruh yang terbatas

pada tingkah laku.

Nilai (value) adalah keyakinan berikutnya yang lebih sentral. Nilai melampaui

suatu obyek dan situasi tertentu. Nilai memegang peranan penting karena merupakan

representasi kognitif dari kebutuhan individu di satu sisi dan tuntutan sosial di sisi lain.

Konsep diri (self-conceptions) adalah keyakinan sentral dari BST. Menurut

Rokeach (dalam Grube, Mayton, II & Rokeach, 1994) konsep diri adalah keseluruhan

konsepsi individu tentang dirinya yang meliputi organisasi semua kognisi dan konotasi

afektif yang berupaya menjawab pertanyaan "Siapa diri saya ini?". Semua keyakinan lain

dan tingkah laku terorganisasi di sekeliling konsep diri dan berupaya menjaga konsep diri

yang positif.

Jadi, perubahan pada satu komponen BST, akan menyebabkan perubahan pada

komponen lain termasuk tingkah laku. Berbeda dengan sikap, nilai adalah keyakinan tunggal

yang mengatasi obyek maupun situasi. Karenanya, perubahan nilai lebih dimungkinkan akan

menyebabkan perubahan komponen lainnya dibandingkan yang lain.

D. Hubungan Nilai Dan Tingkah Laku

Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah

laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu

8

Page 9: PPHP.INSTRUMEN NILAI

bertingkah laku dalam situasi tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle, 1988).

Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan memutuskan sesuatu

(Williams dalam Homer & Kahle, 1988). Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai

memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk

memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada

tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan

bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach, 1973;

Danandjaja, 1985).

Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang berperan dalam tingkah

laku : perubahan nilai dapat mengarahkan terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah

dibuktikan dalam sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan cara

mengubah sistem nilai (Grube dkk., 1994; Sweeting, 1990; Waller, 1994; Greenstein, 1976;

Grube, Greenstein, Rankin & Kearney, 1977; Schwartz & Inbar-Saban, 1988). Perubahan nilai

telah terbukti secara signifikan menyebabkan perubahan pula pada sikap dan tingkah laku

memilih pekerjaan, merokok, mencontek, mengikuti aktivitas politik, pemilihan teman, ikut serta

dalam aktivitas penegakan hak asasi manusia, membeli mobil, hadir di gereja, memilih aktivitas

di waktu senggang, berhubungan dengan ras lain, menggunakan media masa, mengantisipasi

penggunaan media, dan orientasi politik (Homer & Kahle, 1988).

E. Pengukuran Nilai

Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh

individu ke dalam suatu skala pengukuran (mis. Rokeach value survey, Schwartz value survey).

Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk

untuk membedakan antara nilai ideal normatif dan nilai faktual yang ada saat ini. Sejalan dengan

hal ini, Schwartz, Verkasalo, Antonovsky dan Sagiv (1997) melihat hubungan antara respon

terhadap social desirability dan skala nilai berdasarkan pelaporan diri. Mereka membuktikan

bahwa terjadi bias pada pengukuran nilai yang mengandung aspek social desirability tinggi,

yaitu pada tipe nilai hedonism, stimulation, self-direction, achievement dan power. Jadi

pengukuran nilai yang menggunakan skala pelaporan diri pada penelitian yang banyak

dipengaruhi aspek social desirability seperti dalam penelitian ini (mis. tingkah laku seksual)

kurang baik.

Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan teknik

wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk menggali nilai-nilai apa saja

yang dimiliki seseorang. Ia melakukan wawancara dengan para responden yang dimintanya

untuk menjawab pertanyaan tentang nilai apa yang menjadi tujuan akhir mereka.

9

Page 10: PPHP.INSTRUMEN NILAI

Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang akan tampak

dalam beberapa indikator :

1. Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu,

maka indikator pertama adalah pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip

hidup dan tujuan hidup seseorang.

2. Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya sehari-hari.

Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, memberi arah

pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang

diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya.

Dari tingkah laku dapat dilihat apa yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih

diinginkan oleh seseorang.

3. Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar seseorang berusaha

mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang diatribusikan

terhadap usahanya tersebut, dapat menjadi ukuran tentang kekuatan nilai yang

dianutnya.

4. Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan konflik dan mengambil

keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus mengambil keputusan

dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi,

apa keputusan seseorang dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator

tentang nilai yang dianutnya.

5. Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu

dalam suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi apa pendapat seseorang

tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia mengevaluasi topik tersebut, dapat

menggambarkan nilai-nilainya.

F. Teknik Pengukuran Nilai

Contoh pengukuran pada value atau nilai :

1. Tabel pengukuran

Kisi-kisi

kompetensi

Internalization

ΣResponding Valuing Organization

Willingness

to response

Statisfaction

in response

Acceptance

of a value

Preference

for avalue

Commitment Conceptualization

of a value

Kejujuran 1 1 1 1 1 1 6

10

Page 11: PPHP.INSTRUMEN NILAI

2. Pedoman Penilaian

Skor penilaian dapat dikriteriakan sebagai berikut:

a. Jika jawaban selalu, skor yang di dapat adalah 4 maka, baik sekali

b. Jika jawaban sering, skor yang di dapat adalah 3 maka, baik

c. Jika jawaban kadang-kadang, skor yang di dapat adalah 2 maka,

cukup

d. Jika jawaban jarang, skor yang di dapat adalah 1 maka, kurang

baik

e. Jika jawaban tidak pernah, skor yang di dapat adalah 0 maka,

buruk

3. Instrumen soal

1)* Saya akan selalu berkata jujur jika di Tanya oleh orangtua saya tentang baik buruk nilai

ualangan harian yang saya peroleh.

2)* Saya merasa senang ketika dapat berkata jujur kepada orang yang bertanya sesuatu pada diri

saya.

3)* Saya akan selalu jujur pada setiap hal yang saya lakukan.

4)* Jika saya mendapatkan nilai jelek dalam nilai ulangan di sekolah, kemudian di tanya oleh

orang lain tentang hasil ulangan saya tersebut, maka saya akan menjawabnya dengan jujur.

5)* Saya akan selalu berkata jujur walaupun menyakitkan bagi saya.

6)* Saya meyakini bahwa jujur adalah perbuatan yang terpuji.

4. Tabel Instrument

Aspek yang di ukurInstrumen

soalSelalu Sering

Kadang-

kadangJarang

Tidak

pernah

Inte

rnal

izat

ion

Responding

Willingness to

response1)* √

Statisfaction in

response2)* √

Valuing Acceptance of a

value3)* √

Preference for

avalue

4)* √

11

Page 12: PPHP.INSTRUMEN NILAI

Commitment 5)* √

OrganizationConceptualization

of a value6)* √

Dari table di atas di dapat keterangan sebagai berikut :

Willingness to response mendapat skor 4 maka, dari sini dapat diketahui objek butir

memiliki willingness to response yang kuat untuk berlaku jujur.

Statisfaction in response mendapat skor 3 maka, dari sini dapat diketahui bahwa objek

butir memiliki statisfaction in response yang baik untuk berlaku jujur.

Acceptance of a value mendapat skor 4 maka, dari sini dapat di ketahui bahwa objek

butir memiliki acceptance of a value yang kuat untuk berlaku jujur.

Preference for avalue mendapat skor 2 maka, dari sini dapat di ketahui bahwa objek butir

memiliki preference for avalue yang cukup untuk berlaku jujur.

Commitment mendapat skor 1 maka, dari sini dapat di ketahui bahwa objek butir

memiliki commitment yang kurang baik dalam berlaku jujur.

Conceptualization of a value mendapat skor 0 maka, dari sini dapat di ketahui bahwa

objek butir memiliki conceptualization of a value yang buruk dalam berlaku jujur.

5. Kesimpulan

Dari sini dapat disimpulkan bahwa siswa (objek butir) tersebut memiliki :

Keinginan yang kuat untuk berlaku jujur

Kepuasan yang baik dalam berlaku jujur

Peneriamaan nilai kejujuran yang baik sekali

Pilihan untuk berlaku jujur yang cukup

Comitmen untuk berlaku jujur yang kurang baik, dan

Konsep jujur yang buruk atau tidak baik

12

Page 13: PPHP.INSTRUMEN NILAI

BAB III

P E N U T U P

1. Kesimpulan

Dari uraian din atas diketahui bahwa nilai adalahselain mewakili keunikan individu, juga

dapat mewakili suatu kelompok tertentu. Hal ini mulai mengarah kepada pemahaman nilai yang

universal. Dalam perkembangannya, Rokeach (1973) dengan tegas mengatakan bahwa asumsi

dasar dari konsep nilai adalah bahwa setiap orang, di mana saja, memiliki nilai-nilai yang sama

dengan derajat yang berbeda (menunjukkan penegasan terhadap konsep universalitas nilai).

Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah suatu keyakinan,

berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik,

mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta

tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

Dari hasil penelitiannya di 44 negara yang dikemukakan oleh Schwartz, bahwa ada 10

macam nilai yang dianut oleh manusia, yaitu : Power, achievement, hedonism, stimulation, self

direction, universalism, benevolence, tradition, comformity, security. Selain adanya 10 tipe nilai

ini, Schwartz juga berpendapat bahwa terdapat suatu struktur yang menggambarkan hubungan di

antara nilai-nilai tersebut. Nilai juga memiliki fungsi utama yaitu : Nilai sebagai standar yang

mencakup : membimbing individu, mempengaruhi individu, mengarahkan, melakukan evaluasi,

mengarahkan tampilan tingkah laku. Nilai sebagai rencana dalam pemecahan konflik dan

pengambilan keputusan. Dan nilai juga berfungsi sebagai motivasional.

Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah

laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu

bertingkah laku dalam situasi tersebut

Dalam pengukurannya nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh

individu ke dalam suatu skala pengukuran. Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif

maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal normatif

dan nilai faktual yang ada saat ini.

…….Alhamdulillahirobbil’alamiin…….

13