implementasi nilai-nilai budaya
DESCRIPTION
UMUMTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh manusia,
baik dalam peradaban yang masih rendah (tertinggal) maupun peradaban yang
sudah maju. Dengan pendidikan diharapkan generasi penerus mendapat warisan
tingkah laku yang diharapkan oleh generasi berikutnya, maka tidak heran bahwa
sejak jaman manusia mengenal peradaban, baik disadari maupun tidak disadari
pewarisan nilai-nilai pendidikan terus dilakukan, walaupun menurut peradaban
yang lain dianggap tidak sesuai dengan ketenruan yang berlaku pada segolongan
generasi. Suatu golongan manusia minimal akan mewariskan nilai-nilai
pendidikan yang dianggap perlu dan bermanfaat bagi generasinya sesuai dengan
tingkat kebudayaannya, makin maju tingkat kebudayaan suatu bangsa makin
tinggi pula tingkat pendidikan yang harus diwariskan juga sebaliknya makin
rendah tingkat kebudayaannya makin sedikit pula pendidikan yang harus
dipelajarinya dan diwariskannya.
Apakah sebenaraya yang dimaksud dengan pendidikan itu?. Ada berbagai
rumusan dikemukakan orang dalam upaya menjawab pertanyaan tersebut dengan
melihat pendidikan dari salah satu aspek kehidupan tertentu atau dari kacamata
disiplin keilmuan tertentu. Misalnya pandangan yang sosiologik melihat
pendidikan dari aspek sosial, antara lain mengartikan pendidikan sebagai usaha
pewarisan generasi ke generasi. Pandangan antropologik melihat pendidikan dari
aspek budaya, antara lain mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan
pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Pandangan psikologik
melihat pendidikan dari aspek tingkah laku individu, antara lain mengartikan
pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal. Pandangan
dari sudut ilmu ekonomi antara lain melihat pendidikan sebagai usaha penanaman
modal insani, sedangkan dari sudut ilmu politik antara lain melihatnya sebagai
usaha pembinaan kader bangsa.
Cara memahami pendidikan seperti tersebut di atas dapat disebut
pendekatan monodisipliner. Pendekatan semacam ini mengandung kelemahan
antara lain karena melihat pendidikan hanya terbatas pada bagian atau aspek
tertenru, sehingga tidak mencapai pemahaman yang lengkap. Salah satu cara
untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang pendidikan yaitu dengan
mempergunakan pendekatan sistem. Dalam hubungan ini, pendidikan dipandang
sebagai satu keseluruhan atau satu sistem, yang interaksi antara bagian-bagiannya
menghasilkan petunjuk apakah sistem tersebut bekerja lancar atau tersendat.
Pendekatan sistem merupakan pendekatan multidisipliner, karena dengan cara
kerjanya mempergunakan konsep-konsep analisis dari berbagai disiplin ilmu,
seperti ekonomi, rekayasa, sosiologi, psikologi dan sebagainya. Dan dari pada itu
pendekatan sistem perlu digunakan dalam menjelaskan pendidikan, karena pada
jaman sekarang ini dunia pendidikan telah berkembang sedemikian rupa sehingga
menjadi hal ihwal atau urasan yang makin rumit dan pendidikan tidak dapat
dijelaskan dengau satu dua kalimat saja.
Apa bila pendidikan dipandang sebagai suatu sistem, lalu apakah yang
dimaksud dengan sistem itu ?. Secara sederhana dapat dikatakan oleh Redja
Mudjahadja (dalam modul 1993,3) bahwa :
Sistem adalah satu keseluruhan yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Kalau demikian halnya, pendidikan adalah satu keseluruhan karya insani yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sehingga mencapai tingkat hidup yang diharapkan.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik
dan berkeinginan untuk membahas masalah di atas melalui penyusunan makalah
yang berjudul "Implementasi Nilai-nilai Budaya Melalui Kegiatan Karya Wisata
ke Musium Kebudayaan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pendidikan Siswa
Serta Meningkatkan Kualitas Hasil Pembelajaran PPKn di Kelas VISD Negeri 2
Mangunjaya. "
1.2. Masalah
Kebutuhan akan pendidikan sangat dirasakan perlunya, apalagi jaman
moderen seperti sekarang ini. Dengan pendidikan manusia dapat membentuk
watak dan karakter yang sesuai dengan apa yang dikehendaki Besar sekali peran
pendidikan terhadap kemajuan suatu bangsa dalam usaha memperbaharui dan
meningkatkan taraf hidupnya.
Di era kebudayaan yang masih primitif, ketika kebutuhan masih sangat
sederhana pendidikan dapat berlangsung hanya pada lingkungan keluarga. Kepala
keluarga beserta segenap anggota keluarganya masih mampu untuk mentrasfer
apa yang mereka kuasai kepada generasi penerusnya, untuk mewariskan nilai-nilai
moral dan keterampilan yang ia miliki secara turun temurun. Kemampuan dan
keterampilan yang diwariskan itu makin bervariasi tatkala kebudayaan makin
meningkat. Faktor penentu peningkatan adalah makin bertambah kompleksnya
kebutuhan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan banyaknya
keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh suaru generasi, sedangkan
kemampuan orang tua untuk mewariskan nilai-nilai yang bermanfaat itu terbatas,
maka dengan sendirinya mereka harus mencari pihak-pihak lain yang sanggup
memberikan pengajaran untuk menambah wawasan yang telah dimiliki oleh
anaknya hasil dari warisan orang tua, ini terjadi pertama ketika pengaruh Hindu
telah masuk ke Indonesia, yang pada awalnya hanya mengenal dua tingkat guru
(pendidik) yairu :
1. Guru Maton, yang menjadi siswa-siswanya terdiri dari anak-anak raja dan
kaum bangsawan. Guru semacam itu harus dijamin nafkah hidupnya oleh para
siswa-siswanya.
2. Guru Pertama, yang menjadi siswa-siswanya adalah rakyat bukan anak raja
dan kaum bangsawan. Guru semacam ini tidak dijamin nafkah hidupnya oleh
siswa-siswanya. Sebab mereka (guru) lebih menginsafi akan tugasnya dan
lebih berjiwa kerakyatan.
Selanjutnya sistem pendidikan disesuaikan dengan cara di India ialah
sistem guru Kula. Cara ini sama dengan pendidikan asrama. Hubungan guru
dengan siswa sangat intim sekali sehingga besar sekali pengaruhnya bagi
pendidikan. Guru dianggap seorang yang sakti, selamanya dihormati. Mereka
(guru) tidak mempunyai penghasilan yang tetap melainkan sewakru-waktu
mereka menerima pemberian secara rela dari para wali murid.
Pada jaman perkembangan Islam, pendidikan diberikan pada dua tempat
yairu:
a. Yang diberikan di Langgar-langgar b
b. Yang diberikan di Pesantren-pesantren
Sistem pengajaran secara hoof delybe atau individual. Dengan cara
individual anak satu demi satu ke hadapan guni, seorang anak lainnya menunggu
gilirannya. Rencana pelajaran dan masuknya seolah tidak teratur dengan baik.
Gurunya sendiri tidak tetap hadirnya, kadang-kadang terlambat dan kadang-
kadang tak datang. Muridnya tidak diharuskan membayar iuran, apabila telah
tamat mereka harus mengadakan selamatan. Langgar merupakan tempat yang
benar-benar seperti yang dikemukakan oleh E. Rusmana (dalam modil pendidikan
di Indonesia, 1998 : 21) bahwa :
Langgar sebagai lembaga pendidikan itu mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial anak, dalam arti anak lambat laun mengetahui serta menyadari bahwa dirinya menjadi anggota perse kutuan hidup yang besar, yang mempunyai tanggung jawab mengembangkan ajaran-ajaran Islam dalam mewujudkan persekutuan hidup yang bernafaskan Islam.
Pesantren merupakan pendidikan kelanjutan dari pada pendidikan langgar-
langgar yang penyelenggaraannya secara asrama.
Pada waktu pemerintahan penjajahan Belanda di Indonesia mulai di
perkenalkan pendidikan formal, tujuan utama pemerintah Belanda bukan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat akan pengajaran, melainkan untuk melatih beberapa
orang bagi dinas pemerintah Belanda. Pada tahun 1850 Belanda mendirikan
sekolah , lama pendidikan 5 tahun (kelas I sampai dengan kelas V) dengan mata
pelajaran membaca, menulis, berhitung, menggambar, menyanyi, ilmu bumi, ilmu
tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam dan bahasa Indonesia. Sekolah ini
bersifat sebagai pendidikan "Calon Pegawai". Itulah mula pertama pendidikan
yang terselenggara di Indonesia.
1.3. Rumusan Masalah
Setelah menentukan masalah, maka langkah berikutnya adalah
merumuskan masalah. Merumuskan masalah merupakan langkah penting, sebab
rumusan masalah akan memberikan arah dan tuntunan dalam langkah
pembahasan, sebagaimana dikemukakan oleh Engkoswara dkk (1995,79) bahwa :
Rumusan masalah sangat penting sebab bisa dijadikan pedoman atau penuntun untuk langkah berikutnya. Pada umumnya, pedoman untuk merumuskan suatu maslah penelitian adalah sebagai berikut : a. Masalah hendaknya dirumuskan dalam kalimat tanya. b. Rumusan masalah hendaknya padat, singkat, jelas dan
operasional. c. Rumusan tersebut hendaklah mampu memberi petunjuk yang
memunghnkan dapat mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu secara baik.
Sesuai dengan judul makalah, lalu latar belakang dan penetapan masalah
di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai budaya dapat lebih berdaya guna untuk pengembangan
pendidikan di sekolah terhadap pembelajaran PPKn di SD Negeri 2
Mangunjaya?
2. Apakah nilai-nilai budaya melalui karya wisata ke musium budaya dapat
memperbaiki hasil pembelajaran PPKn siswa kelas VI SD Negeri 2
Mangunjaya.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN ANALISIS MASALAH
2.1. KAJIAN TEORITIS
2.1.1. Implementasi Nilai-nilai Budaya
Sejak keberadaannya sekolah merupakan tempat untuk
berlangsungnya kegiatan untuk melestarikan kebudayaan. Melalui pendidikan
sejak dini siswa dituntut untuk mempelajari budaya-budaya para leluhur yang
sengaja diwariskan dan dilestarikan dalam naskah-naskah atau tulisan-tulisan
sebagai kekayaan pustaka generasi terdahulu. Guru dan siswa harus dapat
mengimplementasi nilai-nilai budaya yang merupakan kekayaan generasi tua
untuk dilaksanakan.
Implementasi nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh generasi
terdahulu, merupakan nilai-nilai budaya yang terseleksi oleh generasi-
generasi tersebut, yang dapat bertahan sampai sekarang ini, merupakan
budaya-budaya yang paling unggul dan akan diterima oleh generasi penerus.
Generasi penerus yang mengimplementasi nilai-nilai budaya yang sangat
berguna untuk siswa dan guru, sehingga mereka harus berusaha sebaik
mungkin. Untuk ikut berperan serta dalam implementasi nilai-nilai budaya
yang makin kompleks.
Makin maju tingkat peradaban manusia, makin banyak pula sarana
yang dibutuhkan oleh lembaga sekolah untuk menunjang keberhasilan yang
ingin dicapai oleh suatu lembaga tersebut. Dengan bertambahnya ilmu
pengetahuan dan makin banyaknya penemuan-penemuan baru dibidang
pendidikan menuntut pula lembaga pendidikan untuk dapat menyesuaikan
sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar yang
menghendaki pencapaian keberhasilan dari out put lembaga pendidikan
tersebut. Lembaga pendidikan senantiasa dituntut untuk menginovasi dini
agar tidak tertinggal dari kemajuan yang sedang berjalan.
2.1.2. Sekolah Sebagai Pusat Pengembangan Pendidikan Kebudayaan
Agar setiap masyarakat dapat mempertahankan keberadaannya maka
anggota masyarakat yang bersangkutan dituntut untuk mewariskan
kebudayaan yang telah diciptakan dan dikembangkan bersama kepada
generasi penerusnya. Oleh sebab itu setiap masyarakat harus memiliki suatu
sistem pendidikan untuk mengajarkan generasi penerus nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku! Disamping itu juga berfungsi untuk mengajarkan
sebagai macam kegiatan yang diperlukan demi kelangsungan hidup
masyarakat yang bersangkutan. Sehingga pendidikan yang dilaksanakan
setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menjaga
kelestarian warisan budaya masyarakat dan sekaligus mengembangkan serta
mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Tanggung jawab orang rua pada masyarakat primitif ini tidak berakhir
meskipun anak-anak sudah dewasa, karena anak-anaktersebut biasanya tetap
menjadi bagian dari unit produksi keluarga besar mereka. Meskipun terjadi
mobilitas status keluarga itu: ayah-ibu menjadi kakek-nenek, anak menjadi
suami/istri atau ibu-ayah dan seterusnya. Tetapi pola umum dalam keluarga
besar tetap berkembang dari generasi ke generasi agar dapat mewariskan
budaya yang mereka anggap baik untuk dapat dilestarikan. Seperti yang
dikemukakan oleh Saleh Soegianto (Modul IPS 2003,218) bahwa :
Semua masyarakat, baik yang masih primitif maupun yang sudah maju, memiliki kebudayaan. Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu pola dan hasil tingkah laku manusiayang dipelajah oleh semua anggota masyarakat tertentu. Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan Hal itu bisa dikatakan sebagai mono mengatakannya dan kepada siapa anak itu mengatakannya. Dengan mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah laku sendiri menjadikan anak sebagai anggota masyarakat atau anak tersebut sudah terakulfuras, sehingga dengan demikian fungsi pokok setiap sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak budaya yang esensial.
Cara pengajaran budaya esensial tersebut dapat dilakukan kepada
generasi baru pada masyarakat. Pada dasarnya ada dua cara umum yang
diidentifikasi, yaitu cara informal dan cara formal. Cara informal yaitu pola
pengajaran di dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam
kehidupan sehari-hari. Cara formal melibatkan instirusi khusus yang dibentuk
untuk tujuan pendidikan. Pendidikan formal tersebut dirancang untuk
mengarahkan perkembangan tingkah laku anak didik.
Kalau masyarakat hanya menstranmis saja kebudayaan yang mereka
miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan,
kemajuan dapat dicapai oleh masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu
anggota masyarakat tersebut berusaha melakukan perubahan-perubahan dan
perubahan-perubahan disesuaikan kondisi baru sehingga terbentuklah pola
tingkah laku, nilai-nilai dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola tingkah laku, norma-
norma baru dan nilai-nilai baru ini disebut juga dengan istilah Transmis
Kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmis dan
transpormasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan yang disebut sekolah
dan keluarga.
2.2. ANALISIS MASALAH
2.2.1. Implementasi Nilai-nilai Budaya Sebagai Upaya
Meningkatkan Pendidikan Siswa dalam Belajar PPKn.
Di era globalisasi sekarang ini pendidikan sudah merupakan suatu
kebutuhan yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Lembaga-lembaga
pendidikan sudah muncul dimana-mana, dari kota yang dianggap sudah
modern sampai pelosok yang katanya masih primitif, baik yang dikelola oleh
masyarakat (swasta) maupun oleh pemerintah. Munculnya lembaga-lembaga
pendidikan seiring dengan makin majunya peradaban manusia dibidang
science dan teknologi yang mewarnai perkembangan diabad ini. Walaupun
institusi pendidikan telah muncul dimana-mana, sebagian masyarakat kita
masih ada yang tidak memanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan tersebut.
Dengan berbagai dalih alasan mereka masih kurang peduli terhadap keadaan
lembaga pendidkan tersebut, terbukti dengan tidak menyekolahkan anaknya
pada lembaga pendidikan umumnya yang bertarap SLIP. Para orang tua
mesih membiarkan anaknya hanya tamat Sekoalah Dasar.
Pemerintah dan masyarakat sudah bersusah payah untuk mendirikan
institusi pendidikan dan berharap semua lapisan masyarakat dapat
mengenyam pendidikan sesuai dengan yang mereka cita-citakan Dengan
biaya yang tidak sedikit pemerintah telah menyelenggarakan sarana
pendidikan yang dianggap layak untuk digunakan masyarakat sekitar.
Institusi pendidikan dibangun ibukan alasan-alasan, namun dengan berbagai
pertimbangan yang matang pemerintah menempatkan institusi pendidikan
pada suatu tempat yang strategis dapat terjangkau oleh masyarakat sekitar.
Terbatasnya anggaran pendidkan sebuah institusi, kadang kurang
menjangkau tempat yang dibutuhkan, maka pihak swsta ikut berperan aktif
dalam penyelenggaran pendidikan. Para sukarelawan yang mampu dengan
dibantu oleh berbagai pihak berusaha menyelenggarakan pendidikan formal.
Penyelenggaraan pendidikan formal tersebut untuk membantu meringankan
beban pemerintah dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Kita tahu
bahwa tanggung jawab pendidikan itu terletak pada pemerintah, masyarakat
dan orng tua.
Kita harus merasa bangga pada masyarakat yang peduli terhadap
pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan memerlukan biaya yang sangat
besar dan membutuhkan kesabaran yang tinggi.
2.2.2. Analisis Masalah Implementasi Nilai-nilai Budaya Melalui Karya
Wisata ke Musium Kebudayaan Sebagai Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran PPKn.
Kebudayaan yang berkembang sejak zaman dahulu merupakan hasil
inovasi dari satu generasi ke generasi lainnya. Dari generasi terdahulu yang
merupakan cikal bakal perintis kebudayaan baik disadari maupun tidak
disadari mewariskan nilai-nilai budaya yang dianggap bermanfaat bagi
generasi penerusnya. Budaya yang diwariskan kadang kala sudah
bertentangan dengan peradaban manusia pada masanya. Ge4nerasi penerus
mudah sekali meniru kebudayaan asing yang kadang kala kebudayaan asing
itu bertentangan dengan norma dan nilai-nilai yang di anut oleh generasi
terdahulu. Budaya yang datang dan diterima oleh generasi penerus biasanya
lebih mudah diriru dari pada budaya sendiri yang biasanya dianggap lebih tua
dan kuno.
Akulturasi budaya yang dapat diserap akan mewarnai pola-pola
kehidupan masyarakatnya. Sendi-sendi kehidupan akan mengalami
pergeseran nilai dari norma-norma yang telah berkembang di masyarakat
yang turun temurun. Akulturasi budaya bisa juga menambah budaya-budaya
yang telah ada menjadi lebih baik dan berdaya guna dan tidak bertentangan
dengan norma agama, kadang juga akulturasi dapat menimbulkan gejolak di
masyarakat karena memang budaya yang terakulturasi tersebut tidak searah
dan sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang telah dimilkinya bahkan lebih
parah lagi kalau budaya tersebut bertentangan dengan norma agama yang
dianut oleh masyarakat tersebut sama hahiya yang dikemukakan oleh
E.Rusmana (Pendidikan Indonesia, 1998 : 27) bahwa :
Kebudayaan itu bisa menyusup dalam seluruh segi "way of life" kemanusiaan dapat meliputi pandangan hidup dan cara hidup, maka peerwujudannya dapat menjadi suatu bentuk tingkah laku, sikap, filsafat hidup dan dapat pula dijadikan kriteria kemajuan lahir dari pada. suatu bangsa dan kemanusiaan. Justru itulah mempelajari budaya suatu bangsa berarti pula mempelajari filsafat hidup dari bangsa itu sendiri.
Masuknya budaya asing itu biasanya tanpa disadari oleh bangsa itu
sendiri, kalau memang itu budaya baik, sengaja diadopsi oleh bangsa itu
sendiri melalui institusi resmi seperti lembaga-lembaga sekolah atau kursus-
kursus keterampilan. Budaya yang dianggap kurang pas masuknya dengan
tidak sengaja dan lambat laun akan masuk dan menggerogoti budaya yang
telah ada dan lama kelamaan akan berurat dan berakar pada budaya yang
telah jadi. Budaya yang negatif dapat menurut norma agama akan cepat
berkembang dan sulit dihilangkan.
BAB III
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
3.1 Upaya Pemecahan Peningkatan Pendidikan Siswa Terhadap Pelajaran
PPKn Melalui Im piementasi Nilai-nilai Budaya.
Dunia pendidkan berkaitan erat dengan institusi sekolah, keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Penyelenggaraan
pendidikan sekarang ini terselenggara pada institrusi sekolah dengan pendukung
sarana dan prasarananya. Institusi sekolah yang sederhana hanya ada beberapa
syarai saja diantaranya: ada murid, guru, bangunan dan kegiatan belajar mengajar,
dengan syarat irulah maka sudah terpenuhi institusi sekolah.
Kemajuan dibidang teknologi dan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari
dunia pendidikan. Bangsa yang pendidikannya telah maju berarti dia telah berhasil
mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka telah memanfaatkan sekolah sebagai
tempat menimba ilmu dengan sunguh-sungguh. Pendidikan yang berkembang di
masyarakat yang tidak melalui pendidikan formal biasanya kualitas
pendidikannya rendah, sedangkan kalau melalui pendidikan formal akan
mendapatkan out put yang sesuai dengan harapan. Pendidikan yang diberikan
pada pendidikan informal (masyarakat) tidak melalui tahapan-tahapan yang telah
direncanakan, sedangkan pendidikan yang dikemas oleh lembaga formal melalui
tahapan-tahapan yang benar-benar telah teruji keakuratannya. Dengan melalui
prosedur dan cara-cara yang sudah terencana dengan baik, pendidikan di sekolah-
sekolah fonnal benar-benar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan, seperti
ungkapan sebagai berikut:
Penyelenggaraan pendidkan jalur sekolah sesuai dengan jenjang dan jenis, baik negeri maupun swasta, telah diatur melalui perundang-undangan serta perangkat peraturan yang mengikutinya.Selain ilu setiap penyelenggaraan persekolahan dibina oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian, kondisi tersebut berimplikasi terhadap tatanan dan hubungan baik vertical maupun horizontal yang baku antara sekolah dengan instansi lain. Hubungan-hubungan tersebut bisa berupa laporan konsultasi, koordinasi, pelayanan dan kemitraan. (MBS, Dinas Pendidikan, 2002 : 56).
Dengan pernyataan diatas bahwa sekolah benar-benar tempat untuk para
generasi penerus untuk menuntut segala bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berguna bagi kehidupan generasi penerus agar kelak dapat hidup mampu dan
mandiri. Berbekal pengalaman di sekolah-sekolah generasi penerus dapat
menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman yang selalu berinovasi setelah mereka
dapat menamatkan dari sebuah sekolah mereka harus ikut xerus mengembangkan
diri sesuai dengan prinsip pendidikan seumur hidup.
Masyarakat sekitar harus ikut bangga dan rasa memilki terhadap
keberadaan sekolah pada lingkungannya, mereka harus ikut melestarikan dan
apabila mempunyai anak yang sesuai dengan jenjang pendidikan yang tersedia
pada lingkungannya harus memesukan anaknya pada lembaga pendidikan yang
tersedia. Selain iru mereka yang ada pada lingkungan lembaga sekolah tersebut
harus ikut memberi motivasi kepada masyarakat yang berada di luar
lingkungannya, mereka minimal hanis membagi informasi yang benar terhadap
keberadaan sekqlah tersebut sebisa mungkin, bahkan harus dapat membawa
masyarakat luas ikut menyekolahkan anaknya pada sekolah itu. Dengan didukung
baik moril maupuin materil oleh masyarakat lingkungan, maka kelestarian
pendidikan pada sekolah tersebut dapat dipertahankan.
Pemerintah dalam mengelola lembaga pendidikan sangat terbatas
kemampuannya, maka bagi masyarakat yang mampu diharapkan ikut berperan
dalam penyediaan sarana pendidikan tersebut. Kalau masyarakat mampu ikut
membangun sarana pendidikan itu, kalau kurang mampu ikut berpartisipasi dalam
pengadaan sarana melalui sumbangan tenaga. Kalau pemerintah yang membangun
sarana pendidikan tersebut pasti mempunyai batas usia bangunan itu. Usia
bangunan sekolah dapat dijaga kekuatannya apabila bangunan tersebut terawat
keberadaannya.
Pemeliharaan lembaga sekolah dapat melalui pihak intern dan ekstern.
Pihak intern diantaranya Kepala Sekolah beserta dewan gurunya, sedangkan pihak
ekstern yaitu masyarakat melalui Komite Sekolahnya. Sejalan dengan ungkapan
N. Hadi Permadi (MBS, 2001 : 19) bahwa :
Dewan Sekolah merupakan perangkat organisasi baru yang merupakan organisasi gabungan (Fusi) dari organisasi BP3 dan Komite Sekolah. Dewan Sekolah merupakan manajemen yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan merupakan mitra dari kantor Pendidikan tingkat Kecamatan. Dewan Sekolah dipilih dari tokoh masyarakat dan orang tua muridyang peduli pada pendidikan dan diutamakan mereka yang punya kharisma di masyarakat.
Dengan dibantu Dewan Sekolah, Kepala Sekolah dan stapnya dapat
bekerja sama untuk memajukan pendidikan pada sekolah itu. Mereka saling
mengisi kekurangan masing-masing dan saling bahu membahu dalam menentukan
dan menjalankan kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah melalui Dinas
Pendidikan Kecamatan sampai tingkat atasnya.
3.2 Upaya Pemecahan Masalah Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran
PPKn Melalui Implementasi Nilai-nilai Budaya.
Kebudayaan merupakan hasil karya cipta manusia, yang tidak terlepas
dari daya kreatif dan inofatif dari manusia itu sendiri. Ciri kemajuan dari suatu
bangsa ditentukan juga oleh hasil karya bangsa itu sendiri. Suatu bangsa
dianggap maju apabila di dalam mereproduksi karyanya lebih unggul dari
bangsa-bangsa lain juga sebaliknya bangsa yang tertinggal hasil karya bangsa
tersebut lebih rendah dari pada bangsa lain. Kebudayaan suatu bangsa yang
lebih baik akan ditiru dan diadopsi oleh bangsa lain, terutama oleh bangsa-
bangsa yang mereka sendiri belum mampu membuat unggulan hasil kreasi
bangsanya.
Budaya-budaya yang dianggap dominan akan dilestarikan dalam suatu
karya tulis (buku) untuk dapat digunakan oleh generasi penerusnya. Generasi
penerus akan melanjutkan budaya leluhumya apabila dianggap budaya
tersebut dapat bermanfaat bagi generasi itu dan ia akan melupakan budaya itu
ketika budaya leluhur dianggap sudah tidak relevan dengan kehidupan pada
zaman itu. Budaya-budaya yang bermanfaat akan diajarkan pada lembaga-
lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan akan menyeleksi budaya yang bagaimana yang
pantas diwariskan kepada gererasi penerusnya yang dapat dimanfaatkan
dimasa datang. Generasi terdahulu berkewajiban untuk menstranfer budaya-
budaya yang telah diwariskan oleh pendahulunya dengan tidak mengabaikan
budaya luar yang ikut terserap pada budaya local. Masyarakat jangan merasa
pesimis dengan maraknya budaya-budaya asing yang mempengaruhi budaya
local. Untuk dapat mengimbangi pengaruh budaya asing yang tidak sesuai
dengan norma dan nilai-nilai kita apalagi bertentangan dengan norma-norma
agama. Sebagai guru harus dapat menunjukan bahwa norma dan nilai yang
diajarkan di sekolah akan lebih bulk dari pada norma yang berlaku di luar
sekolah, ini dapat dibuktikan dengan figur sebagai contoh suri tauladan anak
didiknya dimana dan kapan saja. Dengan figure guru yang sebagai panutan
maka anak didik akan meniru dan man untuk diajak berbuat baik.
Kita harus dapat menanamkan bahwa norma baik harus menjadi
budaya bangsa kita, agar bangsa kita tetap dihormati dan dihargai oleh bangsa
lain, yang pada akhimya budaya bangsa kita dapat ditiru oleh bangsa lain dan
menganggap bahwa bangsa kita lebih mulia dari pada mereka.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Setelah dilakukan pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan, raaka diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Implementasi nilai-nilai budaya melalui kegiatan karya wisata ke musium
budaya dapat meningkatkan pendidikan siswa terhadap pelajaran PPKn di
kelas VI SD Negeri 2 Mangunjaya. Peningkatan semangat berpendidikan
tumbuh dari aktivitas langsung yang dilakukan dari kegiatan belajar
dengan tidak verbal dan monoton di dalam kelas dengan materi yang telah
dipersiapkan, tetapi dari gejala sosial yang dimanfaatkan menjadi balian
ajar yang disampaikan secara langsung dan tidak verbal di dalam kelas,
melainkan berkunjung ke musium budaya semua siswa mengalami,
menyaksikan dan meneliti langsung ke tempat musium. Inilah
implementasi nilai-nilai implementasi yang mencerminkan moralitas yang
baik.
2. Implementasi nilai-nilai budaya melalui kegiatan karya wisata ke musium
budaya dapat memperbaiki hasil pembelajaran PPKn siswa kelas VI SD
Negeri 2 Mangunjaya. Peningkatan kualitas ini berawal dari peningkatan
gairah belajar. Setelah siswa lebih bergairah dalam belajar, maka
penguasaan materinya juga semakin bagus dan hasil pembelajarannya
meningkat.
4.2 Saran
Pada akhir makalah ini ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan
berupa saran, diantaranya:
1. Siswa lebih senang daii bergairah belajar yang langsung dapat merasakan,
melihat dan membuktikan kegiatan pembelajaran PPKn yang tidak
dibebani oleh kegiatan verbal, seperti terlalu banyak mendengarkan
pelajaran guru atau mencatat informasi / data.
2. Kembangkan aktivitas, kreativitas dan potensi yang dimiliki oleh siswa
melalui pemberian kesempatan untuk bertanya, menjawab, berkomentar
atau berpendapat.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pendidikan 2002, "Pedoman implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di JawaBarat".
Karto Diredjo, Kartono "Pendekatan limit Sosial" PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1992.
Kadi Saputra Otong "Pengantar Perencanaan Pengajaran IPS" Modul Perkuliahan UPI Bandung 2000.
Permadi Dadi "Manajemen Berbasis Sekolah dan Kepemimpinan Mandiri Kepala Sekolah". PT Sarana Panca Karya Nusa, 2001.
Saleh, Soegianto, dkk "Dasar-dasar Kependidikan " Universitas Terbuka 1993.
Widja I Cede "Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran" DIKTI, 1989.