nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM TRADISI TAHLILAN DI DESA SRATEN
KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
MUHAMMAD FAUZIL „ADZIM
NIM. 11114120
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018

ii

iii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM TRADISI TAHLILAN DI DESA SRATEN KECAMATAN
TUNTANG KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
MUHAMMAD FAUZIL „ADZIM
NIM. 11114120
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018

iv

v

vi

vii
MOTTO
انز صه ع أصال. سثحي تكشج ركشا كثشا. مالئكر نخشجكم ا أا انزه آمىا اركشا للا كم ه
كان تانمؤمىه سحما. )االحضاب: (١٤ -١٤مه انظهماخ إن انىس
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah,
zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan
petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada
cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang
yang beriman.” (Qs. Al-Ahzab: 41-43)

viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi
ini penulis persembahkan untuk :
1. Bapak dan ibuku tersayang, Muzazin dan Sri Muflikhah yang selalu
membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam
kehidupanku.
2. Saudara kandungku adik Aini Aqilatul Munawaroh dan M. Ulul Azmi atas
motivasi yang tak ada hentinya kepadaku sehingga proses penempuhan gelar
sarjana ini bisa tercapai.

ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrohim
Puji syukur alhamdulillahi robbil‟alamin, penulis panjatkan kepada Allah
Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta hidayah- Nya sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta
para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana
beliau satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari
zaman kegelapan menuju zaman terang benerang seperti ini yakni dengan
ajarannya agama Islam.
Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tradisi
Tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2018.
Topik yang diangkat dalam penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggambarkan
nilai-nilai pendidikan karakter dalam tardisi tahlilan di masyarakat desa Sraten
yang selama ini belum banyak diketahui oleh masyarakat desa kecuali ulama atau
mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal atau non formal.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Bapak Suwardi, M.Pd.

x
3. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.
4. Bapak Dr. Miftahuddin, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan saran, arahan dan bimbingan dengan ikhlas dan kebijaksanaan
meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
5. Ibu Dr. Lilik, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi
dukungan dan pengarahan selama masa perkuliahan di IAIN Salatiga.
6. Bapak Muh Aji Nugroho, Lc., MA. yang telah memberikan ide dan inspirasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta
karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang
pendidikan S1.
8. Kepada K. Matori Mansur selaku Pengasuh Pondok Pesantren Mansya”ul
Huda Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
9. Seluruh perangkat Desa Sraten Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
10. Seluruh tokoh Agama, Ustadz, dan kyai serta seluruh masyarakat desa Sraten
yang telah membantu dan berpartisipasi dan berkenan untuk memberikan
informasi dan bantuan dalam penulisan sekripsi ini.
11. Sahabat-sahabat seperjuanganku Maimun, Faizal, Gus Alip, Ahsin, Fuadi,
Ulil, Latif, Burhan, Diah Suko, Alfi, Elfa, Aulina, Ririn, Malika, Syukuri,
Aulina, Nastiti, Lina, Marjai, Yusuf, Chuzaini dan Empit yang selalu
memberikan motivasi kepadaku, somoga sukses serta diberi kelancaran dalam
menyelesaikan skripsi

xi
12. Sahabat-sahabati PMII Komisariat Djoko Tingkir Kota Salatiga yang selalu
memberikan motivasi kepadaku dan membantu menyelesaikan skripsi ini.
13. Keluarga besar santri Pondok Pesantren Mansyaul Huda Sraten Tuntang
Kabupaten Semarang.
14. Keluarga Besar LDK Nusantara Salatiga terimakasih atas doa dan motivasinya
sehingga penulisan skripsi ini bisa terselesaikan.
15. Sahabat-sahabat seperjuanganku Posko 1 KKN Giyanti Candi Mulyo Kab.
Magelang (iqbal, daus, mbk anis, mbak mut, bella, ratna, fera) yang selalu
mendoakanku dalam segala hal tak terkecuali menyelesaikan tugas akhir ini.
16. Sahabat-sahabat seperjuanganku di Dewan Mahasiswa Institut
17. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2014 khususnya jurusan PAI.
18. Dan seluruh teman yang tidak bisa saya sebutka satu per satu terimakasih atas
segala yang telah diberikan baik itu tenaga, motivasi, do‟a dan lain
sebagainya.
19. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya sehingga
penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka
mendapat balasan yang lebih baik dari serta mendapatkan kesuksesan baik di
dunia maupun di akhirat.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih
sangat jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya, serta penulis mengharapkan adanya

xii
kritik dan saran yang membangun agar dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri dan bagi pembacanya. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 26 September 2018.
M. Fauzil „Adzim
NIM. 11114120

xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... vi
MOTTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
ABSTRAK ...................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
E. Penegasan Istilah .................................................................................. 7
F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori .................................................................................... 12

xiv
1. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ................................................... 12
a. Pengertian Nilai ....................................................................... 12
b. Pengertian Pendidikan Karakter .............................................. 13
c. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter ................................. 17
d. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter .............................................. 18
2. Tahlilan ......................................................................................... 22
a. Pengertian Tahlilan ................................................................. 22
b. Sejarah Tahlilan ....................................................................... 24
c. Dasar Hukum Tahlilan ............................................................ 26
d. Pelaksanaan Tradisi Tahlilan .................................................. 33
B. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................ 36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 39
B. Subyek Penelitian ................................................................................ 39
C. Sumber dan Jenis Data ........................................................................ 40
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 41
E. Analisis Data ....................................................................................... 42
F. Pengecekan keabsahan Data ................................................................ 44
G. Tahap-tahap Penelitian ........................................................................ 44

xv
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data ........................................................................................ 46
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Desa Sraten Kec. Tuntang
Kab. Semarang .............................................................................. 46
a. Letak dan Kondisi Geografis ................................................... 46
b. Kependudukan ......................................................................... 46
c. Bidang Pembangunan/Sarana Fisik ......................................... 51
d. Kondisi Sosial Budaya dan Tradisi Keagamaan ..................... 52
2. Tradisi Tahlilan Desa Sraten Kec. Tuntang Kab. Semarang ....... 55
a. Asal-Usul atau Dasar Orang Melaksanakan Tradisi Tahlilan .. 55
b. Tujuan Mengadakan Tradisi Tahlilan ..................................... 57
c. Waktu dan tempat Pelaksanaan Tradisi Tahlilan .................... 58
d. Pelaksanaan Tradisi Tahlilan .................................................. 62
e. Hidangan dan Tujuannya ......................................................... 65
f. Manfaat Melakukan Tradisi Tahlilan ...................................... 67
g. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan ........ 69
B. Analisa Data ........................................................................................ 74
1. Penyelenggaraan Tradisi Tahlilan Di Desa Sraten Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang ...................................................... 74
2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan di Desa
Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ........................ 80

xvi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 92
B. Saran .................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 97
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xvii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama
2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia
3. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
4. Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencarian

xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Pedoman Wawancara
2. Lampiran Hasil Transkip Wawancara
3. Lampiran Dokumentasi
4. Lampiran Surat Permohonan Izin Penelitian
5. Lampiran Surat Keterangan Penelitian
6. Lampiran Surat Pembimbing Skripsi
7. Lampiran Lembar Konsultasi Penelitian
8. Lampiran Daftar Nilai SKK
9. Lampiran Daftar Riwayat Hidup

xix
ABSTRAK
Adzim, Fauzil. 2018. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan di
Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.
Kata Kunci : Nilai-Nilai Pendidikan Karakter, Tradisi Tahlilan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter
yang dirumuskan oleh DIKNAS dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui
penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan tradisi
tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Kedua,
bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam pelaksanaan tradisi
tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan
data menggunakan metode observasi, metode wawancara, metode dokumentasi.
Subjek penelitian ini adalah Tokoh Masyarakat, Masyarakat desa Sraten dan
kegiatan tahlilan yang ada di desa Sraten. Sedangkan teknik analisis data
dilakukan dengan klarifikasi data, penyaringan data dan penyimpulan.
Hasil penelitian ini adalah pertama, tradisi tahlilan dilakukan secara bersama-
sama yang dipimpin oleh imam tahlil, diawali dengan membaca hadharah kepada
Nabi, sahabat, dan seterusnya. Kemudiam pembacaan tahlil dan al-Qur‟an serta
pembacaan do‟a. Kedua, nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan
diantaranya nilai religius, kerja keras, bersahabat/komunikatif, peduli sosial dan
disiplin.

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi karakter bangsa Indonesia saat ini mendapat perhatian khusus dari
pemerintah. Hal ini terjadi karena adanya kemerosotan moral yang terjadi
dalam berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari masyarakat awam hingga
masyarakat yang berpendidikan sekalipun. Menurut Tim Pakar Yayasan Jati
Diri Bangsa, kondisi karakter di Indonesia saat ini mengalami penurunan, hal
ini ditunjukkan adanya beberapa kasus yaitu kebiasaan korupsi yang sulit
diberantas, lemahnya disiplin, melemahnya nasionalisme, menurunnya
kemampuan untuk menerima dan menghargai perbedaan, kurangnya rasa
kepedulian, serta adanya kesenjangan antara yang diketahui dan yang
dilakukan (Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, 2011:30-33)
Indikasi penurunan moral bangsa juga ditunjukkan dengan data kejahatan
dalam media berita sindonews, setiap 41 menit terjadi satu kejahatan di provisi
Jawa Tenagh sepanjang tahun 2016. Hal ini disampaikan oleh Kapolda Jawa
Tengah Irjen Pol Condro Kirono di Mapolda Jawa Tengah Kota Semarang,
Kamis (29/12/2016). Menurut Condro, jumlah kejahatan di tahun 2016
mencapai 12.574 kasus.
Kasus penyimpangan moral remaja yang terjadi di Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang baru-baru ini, misalnya kasus seorang siswi SMK bunuh
bayi yang baru dilahirkannya di kamar mandi pada 27 Januari 2017

2
(Kompas.com), kemudian kasus bunuh diri pada 14 bulan April 2017
(Harian7.com).
Dengan memperhatikan kondisi moral bangsa Indonesia tersebut,
Indonesia membutuhkan formula untuk memperbaiki moral bangsa Indonesia
melalui pendidikan karakter
Istilah pendidikan karakter kembali menguat ketika Menteri Pendidikan
Muhammad Nasir dalam pidatonya pada Hari Pendidikan Nasional 2011
menekankan pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya pembangunan
karakter bangsa. Bahkan ditahun yang sama Kementrian Pendidikan
menerbitkan buku pelatihan dan penegembangan pendidikan budaya karakter
bangsa yang disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangn Pusat
Kurikulum Kemendiknas RI.
Dalam buku yang didisusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum Kemendiknas RI ada 18 nilai dalam pendidikan karakter
bangsa yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. (Kementerian Pendidikan Nasional,
2011: 7)
Indikator nilai-nilai pendidikan karakter yang ditetapkan oleh pemerintah
terdapat dalam dalam ajaran Aswaja. Menurut M. Mahbubi, Aswaja yang
menjadi inti ajaran NU telah sesuai dengan indikator nilai-nilai pendidikan
karakter yang ditetapkan Kementerian Pendidikan Nasional dalam Renstra

3
Indonesia Emas 2045 (Mahbubi, 2012: 149). Dalam ajaran Aswaja terdapat
tradisi tahlilan. Aswaja memiliki lingkup yang lebih luas dari tradisi tahlilan.
Dengan demikian, tradisi tahlilan memiliki keterkaitan dengan pendidikan
karakter.
Mengingat ajaran Aswaja yang memiliki nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan harapan pemerintah Indonesia, maka tradisi tahlilan dapat menjadi
salah satu alternatif strategi pembentukan karakter bangsa.
Tradisi atau sering disebut dengan adat atau „urf yaitu kebiasaan
masyarakat,baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara
kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa
tenang dalam melakukan karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat
(citra batin individu yang menetap) yang sejahtera (Muhaimin, Abdul Mujib &
Jusuf Muzakkir, 2005: 201-202). Tahlian yang biasa diamalkan oleh
masyarakat Islam pengikut faham Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah membaca
dzikir kalimat tauhid tersebut, yang dirangkai dengan bacaan ayat-ayat al-
Qur‟an (Surah al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas, Permulaan Surah al-
Baqarah, Ayat Kursi, akhir Surah al-Baqarah) dan bacaan shalawat Nabi
SAW., tasbih, tahmid, takbir serta istiqhfar, yang urut-urutannya seperti
bacaan tahlil dimuka, diakhiri dengan do‟a (Umar,1997: 106-107).
Tradisi tahlilan merupakan salah satu hasil akulturasi antara nilai-nilai
kebudayaan masyarakat setempat dengan nilai-nilai Islam. Dalam tradisi lama,
bila ada orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah
duka. Mereka bukannya mendoakan mayit tetapi begadang dengan bermain

4
judi, mabuk-mabukan atau lainnya. Wali Songo tidak serta merta
membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat dibiarkan tetap berkumpul
namun isinya diganti dengan mendoakan si mayit dan membaca tahlil, tahmid,
tasbih dan sholawat kepada Nabi SAW, sekeluarganya dan para sahabatnya.
Menurut keyakinan Islam, orang yang sudah meninggal dunia ruhnya tetap
hidup dan tinggal sementara di alam kubur atau alam barzah, sebagai alam
antara sebelum memasuki alam akhirat tanpa kecuali. Kapercayaan tersebut
telah mewarnai orang Jawa. Hanya saja menurut orang Jawa, arwah orang-
orang tua sebagai nenek moyang yang telah meninggal dunia berkaliaran di
sekitar tempat tinggalnya, atau sebagai arwah leluhur menetap di makam
(pesarean). Mereka masih mempunyai kontak hubungan dengan keluarga yang
masih hidup sehingga suatu saat arwah itu nyambangi datang ke kediaman
anak keturunan. Di sisi lain atas dasar kepercayaan islam bahwa orang yang
yang meninggal dunia perlu dikirim doa, maka muncul tradisi kirim doa,
tahlilan tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari (nyatus), satu tahun
(mendhak), dan seribu hari (nyewu) setelah seseorang meninggal dunia
merupakan anjuran menurut ajaran Islam, sedangkan penentuan hari-hari
sebagai saat pelaksanaan upacara kirim doa lebih diwarnai oleh warisan budaya
Jawa pra Islam (Darori Amin, 2002: 127-128). Oleh karena itu Islam yang
berkembang di Indonesia memiliki ragam budaya yang masih dilestarikan
seperti tradisi tahlilan.
Setiap tradisi mengandung nilai-nilai pendidikanya, khususnya pada
pendidikan karakter. Pendidikan sebagai proses untuk mencapai sebuah tujuan

5
hidup seseorang sehingga menjadikan seseorang dianggap sempurna dan
mempunyai kreativitas. Akan tetapi, dalam pendidikan tidak hanya
berhubungan dengan kreativitas, ilmu pengetahuan, dan teknologi belaka,
melainkan juga tentang pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai
tertentu dalam diri seseorang.
Karakter merupakan kepribadian yang khas pada diri seseorang yang
terbentuk karena pengaruh lingkungannya. Karakter manusia akan sangat
menentukan arah kehidupan manusia, baik secara individual maupun komunal.
Karakter yang baik akan melahirkan sebuah tatanan yang baik, begitu juga
sebaliknya. Pendidikan karakter membutuhkan upaya yang melibatkan semua
pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan, maupun
masyaraat luas. Karena itu, sistem dari jaringan pendidikan ini harus
disambung kembali karena pendidikan tidak akan berhasil sepanjang kondisi
antarlingkungan pendidikan terputus satu sama lain (Ali Masykur, 2014: 238-
241). Oleh karena itu, rumah tangga dan keluarga sebagai pembentuk
pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan.
Pendidikan dimasyarakat juga memiliki signifikansi yang kuat, karena
lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi karakter dan watak seseorang.
Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan
nilai-nilai etika dan etetika dalam pembentukan karakter.
Berkaitan dengan uraian diatas, maka timbul suatu keinginan dari penulis
penulis untuk mengadakan penelitian terhadap kandungan nilai-nilai
pendidikan karakter yang dirumuskan oleh DIKNAS dapat dijadikan

6
pembelajaran bagi masyarakat sekitar dalam tradisi tahlilan tersebut.
Pembelajaran dalam hal ini adalah sebagai upaya pembentukan karakter, yang
diterapkan pada diri sendiri maupun dalam masyarakat luas yang akan peneliti
tuangkan dalam bentuk judul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM TRADISI TAHLILAN DI DESA SRATEN KECAMATAN
TUNTANG KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2018”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan tradisi tahlilan di Desa Sraten
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam pelaksanaan
tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan tradisi tahlilan di Desa
Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam
pelaksanaan tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang

7
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk peneliti sendiri
maupun untuk budaya dan masyarakat Jawa. Secara lebih rinci manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teoritis
a. Dapat menambah khasanah keilmuan dalam ranah agama, pendidikan
dan kebudayaan.
b. Sebagai bahan rujukan bagi perpustakaan IAIN atau Fakultas sebagai
acuan bagi peneliti selanjutnya yang berkenan dengan tahlilan.
2. Praktis
Diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata kepada pihak
masyarakat untuk meningkatkan nilai-nilai pendidikan karakter serta
tingkat moralitas masing-masing, supaya tahu pentingnya akan agama bagi
kita terutama warga Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang.
E. Penegasan Istilah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari
kesalahpahaman penafsiran terhadap penelitian ini, maka perlu dijelaskan
tentang istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian sebagai berikut::
1. Nilai
Nilai adalah suatu makna yang terkandung dari setiap perilaku.
Menurut Liliweri (2002:50) nilai adalah sebuah unsur penting dalam

8
kebudayaan, nilai juga membimbing manusia untuk menentukan apakah
sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan.
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dalam pengertian sederhana adalah hal positif apa
saja yang dilakukan oleh guru dan berpengaruh lepada karakter siswa yang
diajarkannya. (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2014: 43).
Jadi pendidikan karakter itu sebuah proses pemberian tuntunan kepada
anak untuk menjadi manusia seutuhnya, yang berkarakter dalam dimensi
hati, fikir, raga serta rasa. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak hanya
melibatkan pengetahuan yang baik saja, tetapi juga menanamkan kebiasaan
hal yang baik, merasakan dengan baik, dan berperilaku yang baik dengan
sepenuh hati tanpa paksaan.
3. Tradisi
Tradisi atau sering disebut dengan adat atau „urf yaitu kebiasaan
masyarakat,baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan
secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga
jiwa merasa tenang dalam melakukan karena sejalan dengan akal dan
diterima oleh tabiat (citra batin individu yang menetap) yang sejahtera
(Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, 2005: 201-202).
Maka tradisi itu kebiasaan dalam masyarakat dan menjadi salah satu
kebutuhan sosial yang sulit untuk ditinggalkan dan berat untuk dilepaskan.
Dan juga adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang yang masih

9
dijalankan dalam masyarakat). Sesuatu anggapan yang telah ada dan
dianggap benar, lalu dilanjutkan secara terus.
4. Tahlilan
Tahlilan adalah sesuatu yang biasa diamalkan oleh masyarakat Islam
pengikut faham Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah membaca dzikir kalimat
tauhid tersebut, yang dirangkai dengan bacaan ayat-ayat al-Qur‟an (Surah
al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas, Permulaan Surah al-Baqarah, Ayat
Kursi, akhir Surah al-Baqarah) dan bacaan shalawat Nabi SAW, tasbih,
tahmid, takbir serta istiqhfar, yang urut-urutannya seperti bacaan tahlil
dimuka, diakhiri dengan do‟a (Ali Chasan Umar,1997: 106-107).
Maka tahlilan merupakan salah suatu sarana taqorrub illallah
(mendekatkan diri kepada Allah) baik dilakukan sendiri atau bersama-
sama, untuk melakukan dzikir (mengingat) kepada Allah dengan membaca
al-Qur‟an dan kalimat thayyibah.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman dan agar pembaca skripsi segera
mengetahui pokok-pokok pembahasan skripsi, maka penulis akan
mendeskripsikan ke dalam bentuk kerangka skripsi.
Sistematika penulisan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian
isi dan bagian akhir.
1. Bagian Awal
Berisi mengenai halaman judul, halaman persetujuan pembimbing,
halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan keaslian tulisan,

10
halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi,
daftar gambar dan daftar tabel.
2. Bagian Isi
Bagian isi terdiri dari beberapa bab, yang masing-masing bab terdiri
dari beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang,
rumusan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah, tinjauan pustaka dan
sistematika penelirtian.
Bab kedua berisi tentang kajian pustaka yang terdiri dari dua sub bab
yaitu sub bab pertama tentang landasan teori yang mencakup pengertian
pendidikan karakter, tujuan dan fungsi pendidikan karakter, nilai-nilai
pendidikan karakter, pengertian tahlil, sejarah tahlil, dasar hukum tentang
tahlil, pelaksanaan kegiatan tahlil. Dan sub bab kedua tentang kajian
penelitian terdahulu.
Bab ketiga membahas tentang metode penelitian yang mencakup jenis
penelitian, subyek penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan
data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian.
Bab keempat berisi tentang paparan data dan analisis data yang terdiri
dari dua sub bab yaitu sub bab pertama tentang paparan data yang meliputi
gambaran umum Desa Sraten Kabupaten Semarang dan tardisi tahlilan di
Desa Sraten Kabupaten Semarang. Sub bab kedua tentang analisis data
yang meliputi pelaksanaan tahlilan pada masyarakat Desa Sraten
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang dan nilai-nilai pendidikan

11
karakter dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang.
Bab kelima adalah penutup kesimpulan dari seluruh uraian yang telah
dikemukakan dan merupakan jawaban terhadap permasalahan yang
terkandung dalam penelitian ini. Bab ini juga mengemukakan saran
sebagai kelanjutan dari kesimpulan yang dihasilkan peneliti dalam
penelitian ini
3. Bagian Akhir mengenai lampiran-lampiran penelitian berisi tentang hasil
wawancara, dokumentasi, surat permohonan izin penelitian, surat
keterangan penelitian, lembar konsultasi penelitian, surat pembimbing
skripsi, daftar nilai SKK dan daftar riwayat hidup.

12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
a. Pengertian Nilai
Nilai secara etimologi kata nilai berasal dari bahasa Latin vale‟re
yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku. Nilai adalah
kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diingikan, dikejar,
dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya
menjadi bermartabat (Satardo Adisusilo, 2012: 54). Sehingga nilai
dapat diartikan sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling
benar menurut keyakian seseorang atau kelompok.
Sedangkan pengertian nilai secara terminologi ada beberapa
pendapat sebagai berikut:
1) Dalam buku “Pendidikan Profetik”, Khoirul Rosyadi (2004: 115)
menuturkan bahwa nilai merupakan realitas abstrak. Nilai kita
rasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong
atau prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada
suatu tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk
mengorbankan hidup mereka daripada mengorbankan nilai.
2) Dalam buku “Pemikiran Pendidikan Islam” ditulis oleh Muhaimin
dan Abdul Mujib, (1993: 110) berpendapat bahwa nilai itu bersifat

13
praktis dan efisien dalam jiwa dan tindakan manusia serta
melembaga secara objektif di masyarakat.
3) Menurut Wabster dalam buku “Pendidikan Islam: Mengurai
Benang Kusut Dunia Pendidikan” yang dikutip oleh Muhaimin
(2006: 148) bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang menjadi
dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih
tindakannya atau menilai suatu yang bermakna atau yang tidak
bermakna bagi kehidupannya.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai
merupakan sesuatu yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia dan harus dimiliki setiap manusia sebagai landasan, alasan,
atau motivasi dalam setiap tingkah laku dan perbuatan seseorang
dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai juga dapat mencerminkan
kualitas tindakan dan pandangan hidup yang dipilih oleh seseorang
atau masyarakat.
b. Pengertian Pendidikan Karakter
Kata karakter diambil dari bahasa Inggris dan juga berasal dari
bahasa Yunani Character. Kata ini awalnya digunakan untuk
menandai hal yang mengesankan dari dua koin (keping uang).
Selanjutnya istilah ini digunakan untuk menandai dua hal yang
berbeda satu sama lainnya, dan akhirnya digunakan juga untuk
menyebut kesamaan kualitas pada tiap tiap orang yang membedakan
dengan kualitas lainnya (Fathul Muin, 2011: 162).

14
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter diartikan
sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter adalah ciri
khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut
asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu, serta
merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak,
bersikap, berucap dan merespon sesuatu.
Menurut Kamisa dalam buku “Konsep, Praktik & Strategi
Membumikan Pendidikan Karakter di SD”, berkarakter artinya
mempunyai watak dan kepribadian Karakter akan memungkinkan
individu untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan. Hal
ini disebabkan karakter memberikan konsistensi, integritasi dan energi.
Orang yang memiliki karakter yang kuat, akan memiliki momentum
untuk mencapai tujuan. Begitu pula sebaliknya, mereka yang
berkarakter mudah goyah, akan lebih lambat untuk bergerak dan tidak
bisa menarik orang lain untuk bekerja sama dengannya (Novan Ardy,
2013: 25).
Menurut Scerenko dalam buku Konsep dan Model Pendidikan
Karakter yang dikuti oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2014: 42)
mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk
dan membedakan ciri pribadi, ciri etnis dan kompleksitas mental dari
seseorang, suatu kelompok atau bangsa.

15
Dengan ini dapat dinyatakan bahwa karakter adalah nilai dasar
yang membangun pribadi seseorang, yang membedakannya dengan
orang lain serta mewujudkan dalam sikap dan prilaku dalam kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan dan
kemajuan umat manusia. Karena pendidikan merupakan suatu
kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang
berpengaruh pada perkembangan fisiknya, daya jiwa (akal, rasa, dan
kehendak), sosialnya dan moralitasnya. Dalam hal ini, pendidikan
tidak hanya mengembangkan ilmu, keterampilan, teknologi, tetapi juga
mengembangkan aspek-aspek lainnya, seperti kepribadian, etika,
moral dan lain-lain. Pendidikan juga tidak hanya berlangsung di dalam
kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter dalam pengertian sederhana adalah hal positif
apa saja yang dilakukan oleh guru dan berpengaruh lepada karakter
siswa yang diajarkannya. (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2014: 43).
Sedangkan pengertian pendidikan karakter menurut beberapa
pendapat sebagai berikut:
1) Menurut Ratna Megawangi dalam buku “Konsep, Praktik &
Strategi Membumikan Pendidikan Karakter di SD” yang dikutip
oleh Nova Ardy (2013: 26), pendidikan karakter yaitu sebuah
usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan
dengan bijak dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari

16
sehingga mereka dapat memberikan konstribusi positif pada
masyarakat.
2) Menurut Fikry Gaffar dalam buku “Konsep, Praktik & Strategi
Membumikan Pendidikan Karakter di SD” yang dikutip oleh Nova
Ardy (2013: 26), pendidikan karakter adalah sebuah proses
tranformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan
dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu kehidupan
orang itu.
3) Menurut Burke dalam buku Konsep dan Model Pendidikan
Karakter yang dikutip oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2014:
43) pendidikan karakter semata-mata merupakan bagian dari
pembelajaran yang baik dan merupakan bagian fundamental dari
pendidikan yang baik.
Dari beberapa paparan di atas, peneliti berusaha menyimpulkan
bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah proses pemberian
tuntunan kepada anak untuk menjadi manusia seutuhnya, yang
berkarakter dalam dimensi hati, fikir, raga serta rasa. Oleh karena itu,
pendidikan karakter tidak hanya melibatkan pengetahuan yang baik
saja, tetapi juga menanamkan kebiasaan hal yang baik, merasakan
dengan baik, dan berperilaku yang baik dengan sepenuh hati tanpa
paksaan.

17
c. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Fungsi Pendidikan karakter menurut Kemendiknas (2011: 7)
adalah sebagai berikut:
1) Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural,
2) Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan
mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat
manusia, mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik,
3) Membangun sikap warga Negara yang cinta damai, kreatif,
mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain
dalam suatu harmoni.
Sedangkan tujuan pendidikan karakter menurut Kemendiknas
(2011:7) adalah mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter
bangsa yaitu Pancasila, meliputi:
1) Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik,
2) Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila,
3) Mengembangkan potensi warga Negara agar memiliki sikap
percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai
umat manusia.
Dari tersebut di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan
karakter bertujuan untuk menangkap nilai yang diwujudkan dalam
sebuah tindakan. Nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai dalam

18
kehidupan pribadi dan interaksi sosial. Dengan internalisasi nilai
kebajikan pada diri seorang anak, diharapkan dapat mewujudkan
perilaku baik.
d. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditangkap manusia melalui
berbagai hal diantaranya melalui keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat, pemerintah, dunia usaha, media massa, dan sebagainya
(Kemendiknas, 2011: 7). Termasuk melalui pemahaman dan
penikmatan sebuah tradisi dan budaya. Tradisi khususnya sangat
berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai
termasuk halnya nilai pendidikan karakter. Dalam penelitian ini, nilai-
nilai pendidikan karakter dapat ditemukan dalam tradisi Tahlilan yang
dilihat dari beberapa unsur dalam penyajiannya.
Dalam rumusan pengembangan nilai pendidikan karakter oleh
Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 8), terdapat hubungan antara
nilai-nilai perilaku manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaaan. Wujud nilai
tersebut dikembangkan menjadi 18 nilai karakter, antara lain:
1) Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya.
2) Jujur, perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam pikiran, perkataan,
dan perbuatan.

19
3) Toleransi, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan hal-hal yang berbeda dari dirinya
secara sadar dan terbuka.
4) Disiplin, tindakan yang konsisten, menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja keras, perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan
sebagainya dengan sebaik-baiknya.
6) Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri, merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis, merupakan cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa ingin tahu, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10) Semangat kebangsaan, merupakan cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11) Cinta tanah air, merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kebanggaan, kepedulian, dan penghargaan

20
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12) Menghargai prestasi, merupakan sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghsilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/Komunikatif, tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14) Cinta damai, merupakan sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa damai, nyaman, senang, tenang dan
aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar membaca, merupakan kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli lingkungan, merupakan sikap dan tindakan yang selalu
berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan alam sekitar.
17) Peduli sosial, merupakan sikap dan tindakan yang mencerminkan
kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang
membutuhkan.
18) Tanggung jawab, merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan
dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya),
negara, dan agama.
Sedangkan didalam buku Buku Panduan Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah ditulis oleh Jamal Ma'mur Asmani (2011: 36-40)

21
mengelompokkan nilai-nilai pendidikan karakter menjadi empat
macam sebagai berikut:
1) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan. Nilai ini
bersifat religius untuk memperbaiki karakter individu, yang
berhubungan dengan Tuhan maupun kepercayaannya. Nilai ini
dapat berupa percaya, berdoa, taat, dan bersyukur kepada Tuhan.
2) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri. Nilai
ini merupakan tuntunan yang ditujukan untuk diri pribadi, yang
menekankan pada pengembangan rasa. Nilai ini meliputi jujur,
bertanggung jawab, bijaksana, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja
keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, ingin tahu, dan cinta ilmu.
3) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan sesama. Pada
dasarnya manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai
makhluk sosial dengan cara hidup berdampingan dengan orang
lain. Nilai ini dapat berupa sadar hak dan kewajiban diri dan orang
lain, patuh pada aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang
lain, santun, gotong royong, dan demokratis.
4) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan alam
sekitar/lingkungan. Nilai ini berupa sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya.
5) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan kebangsaan. Nilai
ini dapat berupa nasionalis dan menghargai keberagaman.

22
Dengan demikian nilai-nilai pendidikan karakter yang tersirat
dalam berbagai hal dapat mengembangkan individu maupun
masyarakat dalam berbagai hal pula, dan nilai-nilai tersebut mutlak
dihayati, diresapi individu atau masyarakat karena nilai tersebut
mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga budi
pekerti serta pikiran atau intelegensinya berkualitas.
2. Tahlilan
a. Pengertian Tahlilan
Tahlilan secara etimologis (bahasa) berasal dari sighat masdar
dari kata تهليلا -يهللل –هلل yang berarti mengucapkan lafadz “Laa
ilaaha illa Allah”.
Sedangkan secara terminologis (istilah) telah dikemukakan oleh
pakar Agama, diantaranya:
1) Menurut Ahmad Syafi‟i Mufid dalam bukunya yang berjudul
“Tangklungan Abangan dan Tarekat Kebangkitan Agama di
Jawa”, bahwa tahlilan adalah serangkaian bacaan dimulai dengan
membaca Surat Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlas, Surat An-Nas dan
Surat Al-Falaq (muawazatain), lima ayat pemula Surat Al-
Baqarah, bacaan Lailahaillallah, bacaan tasbih (Subhanallah),
tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar) dan shalawat
(Allahumma Salli „Ala Muhammad) dan ditutup dengan do‟a
(Ahmad Syafi‟i Mufid, 2006: 131).

23
2) Menurut KH. Abdul Muchith Muzadi yang dikuti oleh Saifullah
al-Aziz dalam bukunya yang berjudul “Kajian Hukum-Hukum
Walimah (Selametan)”, bahwa tahlilan adalah bersama-sama
melakukan do‟a bagi orang (keluarga, teman dsb) yang sudah
meninggal dunia, semoga diterima amalnya dan diampuni dosanya
oleh Allah SWT, yang sebelum do‟a, diucapkan beberapa kalimah
thayyibah (kalimah-kalimah yang bagus, yang agung), berwujud
hamdalah, shalawat, tasbih, tahlil dan beberapa ayat suci Al-
Qur‟an (Saifulloh, 2009: 241-242).
3) Menurut Drs. M. Ali Chasan Umar dalam bukunya yang berjudul
“Risalah Merawarat Jenazah, Shalat Jenazah, Talqin dan Tahlil”,
bahwa tahlil yang biasa diamalkan oleh masyarakat Islam
pengikut faham Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah membaca dzikir
kalimat tauhid tersebut, yang dirangkai dengan bacaan ayat-ayat
al-Qur‟an (Surah al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas,
Permulaan Surah al-Baqarah, Ayat Kursi, akhir Surah al-Baqarah)
dan bacaan shalawat Nabi SAW., tasbih, tahmid, takbir serta
istiqhfar, yang urut-urutannya seperti bacaan tahlil dimuka,
diakhiri dengan do‟a (Ali Chasan Umar,1997: 106-107).
4) Menurut H. Munawir Abdul Fattah dalam bukunya yang berjudul
“Tradisi Orang-Orang NU”, bahwa Tahlil berasal dari kata
hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya membaca kalimat La Ilaha
Illallah. Di masyarakat NU sendiri berkembang pemahaman

24
bahwa setiap pertemuan yang didalamnya dibaca kalimat itu
secara bersama-sama disebut Majelis Tahlil. Majelis tahlil di
masyarakat Indonesia sangat variatif, dapat diselenggarakan kapan
dan dimana saja, bisa pagi, siang, sore atau malam. Bisa di masjid,
musholla, rumah, atau lapangan (Munawir, 2008: 276).
Jadi penulis dapat menyimpulkan dari beberapa pendapat diatas
bahwa tahlilan adalah salah suatu sarana taqorrub illallah
(mendekatkan diri kepada Allah) baik dilakukan sendiri atau bersama-
sama untuk melakukan dzikir (mengingat) kepada Allah dengan
membaca kalimat thayyibah seperti Laa ilaaha illallah,kemudian
membaca sholawat kepada Nabi Muhammad, ayat-ayat Al-Qur‟an dan
do‟a yang diharapkan memiliki pengaruh dalam meningkatkan nilai-
nilai, kebiasaan baik di masyarakat dan lain-lain dalam menjalani
kehidupan.
b. Sejarah Tahlilan
Tahlil secara lughot (bahasa) yang artinya bacaan “Laa ilaaha illa
Allah”, berlaku sejak pada zaman Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi
tradisi bacaan tahlil sebagimana yang dilakukan kaum muslimin
sekarang, itu mulai ada sejak zaman Ulama‟ Muta‟akhirin sekitar abad
11 hijriyah yang mereka lakukan berdasarkan istinbath dari al-Qur‟an
dan Hadits Nabi SAW, lalu mereka menyusun rangkaian bacaan tahlil,
mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum
muslimin.

25
Ulama‟ berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali
menyusun rangkaian bacaan tahlil dan mentradisikannya. Hal ini
pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail oleh para Kiyai Ahli
Thariqah. Sebagian mereka berpendapat, bahwa yang pertama
menyusun tahlil adalah Sayyid Ja‟far Al-Barzanji dan sebagian lain
berpendapat, bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah Sayyid
Abdullah bin Alwi Haddad.
Pendapat yang paling kuat dari kedua pendapat yang disebut diatas
adalah pendapat bahwa orang yang menyusun tahlil pertama kali
adalah Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad, karena Imam Al-
Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid
Ja‟far Al-Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H (Muhammad Danial
Royyan, 2013: 2-3).
Pendapat ini juga diperkuat oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad
bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad bahwa kebiasaaan Imam
Abdullah bin Alwi Al-Haddad sesudah membaca Ratib adalah bacaab
tahlil. Pada hadirin dalam Majlis Imam Al-Haddad itu ikut membaca
tahlil secara bersama-sama (Sayyid Alwi bin Ahmad, 1414: 94).
Sedangkan tahlil yang dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia
sama atau mendekati dengan tahlil yang dilakukan kaum muslimin di
Yaman. Hal ini dikarenakan tahlil yang berlaku di Indonesia ini dahulu
disiarkan Wali Songo. Lima orang Wali Songo itu Hababib (keturunan
Nabi Muhammad SAW) dengan marga Ba‟alawy yang berasal dari

26
Hadramaut Yaman, terutama dari kota Tamrin (Muhammad Danial
Royyan, 2013: 8).
Dengan demikian tradisi tahlilan ini berkembang di Indonesia
melalui akulturasi budaya yang mana dalam tradisi lama, bila ada
orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah
duka. Mereka bukannya mendoakan mayit tetapi berkumpul dengan
bermain judi, mabuk-mabukan atau lainnya. Kemudian Wali Songo
tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat
dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan
pada mayit. Jadi istilah tersebut dikenal dengan tahlilan.
c. Dasar Hukum Tahlilan
Sampai saat ini kegiatan tahlilan yang telah menjadi indentitas
dari masyarakat Nahdlotul Ulama‟ (NU) tidak lepas dari adanya
sebuah persetujan dan penolakan eksistensinya dengan pendapat
masing-masing. Oleh sebab itu, sebagian masyarakat muncul-lah
keraguan pada mereka yang terbiasa melakukan kegiatan tersebut.
Agar kegiatan tahlilan tidak diragukan lagi maka perlu adanya
pengetahuan yang lebih sebagai dasar dari pemikiran dalam melakukan
atau untuk melaksanakan kegiatan ini.
Semua rangkaian kalimat yang ada dalam tahlilan diambil dari
ayat-ayat al-Qur‟an dan hadist Nabi. Yang menyusun jadi kalimat-
kalimat baku tahlil dulunya seorang Ulama‟, tetapi kalimat demi

27
kalimat yang disusunnya tidak lepas dari anjuran Rasulullah SAW
(Munawir, 2018: 277).
Memperbanyak dzikir mengingat Allah maupun tasbih dan
shalawat Nabi SAW itu disyariatkan, bahkan suatu keharusan bagi
orang-orang yang beriman, berdasarkan firman Allah Ta‟ala:
انز صه ع أصال. سثحي تكشج ركشا كثشا. كم ا أا انزه آمىا اركشا للا ه
كان تانمؤمىه سحما. )االحضاب: مالئكر نخشجكم مه انظهماخ إن انىس ١٤-
١٤)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan
bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang
memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha
Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Qs. Al-Ahzab:
41-43)
Dzikir yang utama adalah “LAA ILAAHA ILLALLAH”,
berdasarkan hadits Nabi SAW:
عه جاتش اته عثذ للا سض للا عىما قل: سمعد سسل للا صه للا عه سهم
كش إن إال للا. )ساي انرشمز( قل: افضم انز
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah ra. ia berkata: Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Dzikir yang paling utama adalah Laa
ilaaha illallah ”. (HR. Turmudzi)

28
Tentang keutamaan Tasbih disebutkan dalam hadits dari Abu
Hurairah ra. Dari Nabi SAW, beliau bersabda:
حمه سثحان للا كهمران خففران عه انهسان ثقهران عه انمضان حثثران ان انش
تحمذي. )ساي انثخاس(
Artinya: “Ada dua ucapan yang ringan membacanya tetapi berat
timbangannya dan keduanya dicintai Tuhan pula adalah:
Subhanallahal „adzim Subhanallahi wabihamdih”. (HR. Bukhari)
Bershalawat atas Nabi SAW juga diperintahkan berdasarkan
firman Allah Ta‟ala:
سهما ذسهم ا أا انزه آمىا صها عه مالئكر صهن عه انىث ا. إن للا
(٦٥االحضاب: )
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya”. (Qs. Al-Ahzab: 56)
Adapun keutamaan membaca al-Qur‟an sebagaimana sabda
Rasululllah SAW:
ج ان ذال ر قشآن. )ساي أت وعم(افضم عثادج أم
Artinya: “Seutama-utamanya ibadah umatku ialah membaca al-
Qur‟an”. (HR. Abu Nu‟aim)
Sedangkan bacaan ayat-ayat al-Qur‟an yang dihadiahkan untuk
mayit menurut pendapat mayoritas ulama‟ boleh dan pahalanya bisa
sampai kepada mayit tersebut. Berikut ini adalah dalil-dalilnya:

29
سهم قال : س قهة للا عى ان سسل للا صه للا عه عه سذوا معقم ته ساس سض
انذاس االخشج اال غفش للا ذ للا اي انقشان ال قشؤا سجم ش ذاكم )س ن اقشؤا عه م
, ا ثح, انطثشاو ش , اته ات م, انثغ , انىسائ, احمذ, انحك د, اته ماج دا , ات ق نث
اته حثان(
Artinya: Dari sahabat Ma‟qal bin Yasar r.a. bahwa Rasulallah
s.a.w. bersabda : Surat Yasin adalah pokok dari al-Qur‟an, tidak
dibaca oleh seseorang yang mengharap ridha Allah kecuali
diampuni dosa-dosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada orang-
orang yang meninggal dunia di antara kalian. (H.R. Abu Dawud,
dll)
Berikut ini adalah Pendapat para ulama‟ tentang sampainya pahala
bacaan ayat-ayat Al-Qur‟an kepada mayit dalam buku “Tradisi
Amaliyah NU dan Dalil-Dalilnya yang ditulis oleh Ngadurrohman Al-
Jawi dan KH. Abdul Manan A. Ghani (2012: 49-53).
1) Pendapat Ulama‟ Madzhab Syafi‟iyah
a) Imam Syafi‟i
ا انقشأن عىذي كان حسىا ان خرم ئ مه انقشأن, سرحة ان قشاء عىذي ش
Artinya : Disunahkan membacakan ayat-ayat al-Qur‟an
kepada mayit, dan jika sampai khatam al-Qur‟an maka akan
lebih baik.

30
b) Imam al-Hafidz Jalaludin
Imam as-Suyuthi menjelaskan bahwa, jumhur ulama‟ salaf
telah berpendapat dengan pendapat yang mengatakan
“sampainya pahala bacaan terhadap mayit.”
c) Imam Nawawi
Imam Nawawi berkata, “Disunahkan bagi orang yang
ziarah kubur untuk membaca ayat-ayat al-Qur‟an lalu
setelahnya diiringi berdo‟a untuk mayit.”
d) Imam al-Qurthubi
Imam al-Qurthubi memberikan penjelasan bahwa, dalil
yang dijadikan acuan oleh ulama‟ kita tentang sampainya
pahala kepada mayit adalah bahwa, Rasulallah S.A.W. pernah
membelah pelepah kurma untuk ditancapkan di atas kubur dua
sahabatnya sembari bersabda: Semoga ini dapat meringankan
keduanya di alam kubur sebelum pelepah ini menjadi kering.
Imam al-Qurtubi kemudian berpendapat, jika pelepah
kurma saja dapat meringankan beban si mayit, lalu
bagaimanakah dengan bacaan-bacaan al-Qur‟an dari sanak
saudara dan teman-temannya? Tentu saja bacaan-bacaan al-
Qur‟an dan lainlainnya akan lebih bermanfaat bagi si mayit.

31
2) Pendapat Ulama‟ Madzhab Hanafiyah
a) Imam Badr al-Aini
Alamah Badr al-Aini berkata dalam kitabnya “Kanzu
Daqaiq” : bisa sampai (pahalanya) kepada mayit segala sesuatu
kebaikan, mulai dari shalat, puasa, haji, shadaqah, dzikir, dan
lain sebagainya.
b) Imam Az-Zaila‟i
Beliau berkata: bahwa pendapat Ahlussunah wal Jama‟ah
adalah membolehkan seseorang menghadiahkan pahala amal
baiknya kepada mayit.
3) Pendapat Ulama‟ Madzhab Malikiyah
a) Imam al-Alamah Ibnu al-Haj
Beliau berkata dalam kitabnya “al-madkhal” : jikalau
seseorang membaca al-Qur‟an di rumahnya lalu
menghadiahkan pahalanya kepada ahli kubur maka, pahala
tersebut pasti sampai kepada mayit.
b) Abul Walid Ibnu Rusyd
حصم نهمد اجشي نهمد جاص رانك اب قشأذ ذ ث ا جم ان قشأ انش
Artinya : Seseorang yang membaca ayat al-Qur‟an dan
menghadiahkan pahalanya kepada mayit, maka pahala
tersebut bisa sampai kepada mayit tersebut.

32
4) Pendapat Ulama‟ Madzhab Hanbaliyah
a) Syekh Taqiyudin Ibnu Taimiyah
Beliau berkata: Barang siapa yang berpendapat bahwa,
seseorang tidak mendapat pahala kecuali dengan amalanya
sendiri, maka orang tersebut telah menghancurkan dan
menyalahi ijma‟.
b) Syekh Ibnu Qayyim al-Jauzi
Beliau berkata dalam kitabnya “Kitab ar-Ruh” : telah
dituturkan dari kalangan ulama‟ salaf, mereka semua berwasiat
supaya mereka dibacakan ayat-ayat al-Qur‟an, setelah mereka
meninggal dunia.
c) Imam al-Khalal
Imam al-Khalal meriwayatkan dari Abu Ali al-Hasan bin
al-Haitsam al-Bazar, bahwa saya melihat Imam Ahmad bin
Hanbal shalat di kuburan lalu berdoa.
Imam al-Khalal juga meriwayatkan dari Imam as-Syi‟bi
bahwa:
ا ان عث قال : كاود االوصاس ارا ماخ نم انمد اخرهف ركش انخالل عه انش
ن عىذي انقشأن قثشي قشأ
Artinya : Imam Khalal menuturkan riwayat dari Syi‟bi : bahwa
sahabat Anshar ketika di antara mereka meninggal dunia maka
mereka membacakan al-Qur‟an untuk mayit tersebut
dipemakamannya.

33
Dengan demikian tradisi tahlilan tidak bisa dianggap bid‟ah yang
sesat atau khurafat. Karena dalam historis kegiatan tahlilan di
Indonesia khususnya di pulau jawa memang telah menjadi sebuah
tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat islam di Jawa.
Kegiatan ini juga sebagai mediasi pekumpulan untuk mempersatukan
rasa kekeluargaan di desa masing-masing.
Oleh sebab itu, kegiatan ini boleh dilaksanakan karena selain
sebagai perantara untuk mengembangkan persatuan dan kesatuan
bangsa, juga sebagai Islam Rahmatalil „Alamin di Indonesia, serta
sebagai dimensi untuk hubungan antara manusia dengan Tuhan (hablu
minallah) yang didalam kegiatan ini bisa meberikan ketenangan jiwa,
dan sekaligus dimensi hubungan sosial (hablu minannas).
d. Pelaksanaan Tradisi Tahlilan
Tahlil berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya
membaca kalimat La Ilaha Illallah. Di masyarakat NU sendiri
berkembang pemahaman bahwa setiap pertemuan yang didalamnya
dibaca kalimat itu secara bersama-sama disebut Majelis Tahlil. Majelis
tahlil di masyarakat Indonesia sangat variatif, dapat diselenggarakan
kapan dan dimana saja, bisa pagi, siang, sore atau malam. Bisa di
masjid, musholla, rumah, atau lapangan (Munawir, 2008: 276).
Pernyataan Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-
Syaukani dalam buku Kajian Hukum-Hukum Walimah (Selamatan)
yang ditulis oleh Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz tentang penyelenggaraan

34
kegiatan membaca al-Qur‟an, shalawat, istighfar, tahlil, dzikir, yang
pahalanya dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia adalah
boleh (jaiz). Berikut pernyataan Al-Imam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Al-Syaukani dalam kitabnya Al-Rasaa‟il Al-Salafiyah,
yaitu:
“Kebiasaan di sebagian negara mengenai perkumpulan atau
pertemuan di Masjid, rumah, di atas kubur, untuk membaca Al-
Qur‟an, yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah
meninggal dunia, tidak diragukan lagi hukumnya boleh (jaiz)
jika didalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan kemungkaran,
meskipun tidak ada penjelasan (secara dzahir) dari syariat.
Kegiatan melaksanakan perkumpulan itu pada dasarnya
bukanlah suatu yang haram (muharramfi nafsih), apalagi jika
didalamnya diisi dengan kegiatan yang dapat menghasilkan
ibadah seperti membaca Al-Qur‟an atau lainnya. Dan tidak
tercela menghadiahkan pahala membaca Al-Qur‟an atau
lainnya kepada yang telah meninggal dunia” (Saifulloh,
2010:247).
Memahami tahlilan adalah serangkaian kegiatan berupa
pengiriman doa terhadap orang yang meninggal. Dalam acara ini
diikuti oleh keluarga, saudara, dan tetangga terdekat. Mengenai acara
ini pengiriman doa dengan rangkaian bacaan tahlil merupakan
kelengkapan acara. Hingga selesainya acaranya terdapat tanda terima
kasih. Hingga pelaksanaa tahlilan terjadi pada hari-hari tertentu setelah
orang meninggal, dengan maksud untuk pengiriman doa. Hal ini
diperjelas dalam rangkaian pelaksannnya, sebelum pembacaan tahlil
sebagai puncak, terlebih dahulu dibaca berbagai ayat Al-Qur‟an dan
berbagai kalimat thayyibah (seperti hamdalah, takbir, shalawat, tasbih

35
dan sejenisnya) untuk menambah rasa pendekatan diri kepada Allah
sebelum berdoa dan bertawajjuh dengan bacaan tahlil.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan khusus kegiatan tahlil, meski
banyak kegiatan tahlil ini ditempelkan pada kegiatan inti lainnya.
Misalnya, setelah dzibaan disusul dengan tahlil, acara tasmiyah
(memberi nama bayi), khitanan, dan lainnya (Munawir, 2008: 276).
Sebelum masuk pada acara inti, yaitu tahlil, biasanya diantarkan
kalimat-kalimat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lalu, bacaan
Al-Qur‟an sebagai pengantarnnya. Pada umumya bacaan Al-Qur‟an
yang ditemui adalah bacaan surat yasin. Dalam rangkaian-rangkaian
doa itu dipimpin oleh imam upcara yang memiliki pengetahuan lebih
dalam agama. Imam tersebut disebutnya sebagai modin atau lebe
dalam masyarakat Islam Jawa.
Setelah ritual tahlilan selesai, pada umunya tuan rumah
menghidangkan makanan dan minuman untuk Jamaah. Kadang masih
ditambah dengan berkat buah tangan dalam bentuk makanan matang.
Hidangan dan pemberian ini dimaksudkan sebagai shadaqah, yang
pahalnya dihadiahkan (ditransfer) kepada orang yang sudah meninggal
untuk didoakan tersebut, selain sebagai bentuk ungkapan rasa cinta dan
kasih sayang dan silahturahim rohani (Sholikhin, 2010: 154).
Dengan demikian tanda terima kasih atas pengiriman doa yaitu
menghidangkan makanan dan minuman. Biasanya yang dihidangkan
makanan yang ringan, dan yang dibawa pulang makanan berat. Bentuk

36
makana yang dibawa pulang ini umumnya dikatakan berkat karena
sudah didoakan.
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan untuk menelaah penelitian-peneltian yang
telah diteliti yang relevan dengan kajian peneliti ini. Telaah peneliti ini
penting dilakukan untuk pembandingan dalam sebuah penelitian. Berikut ini
beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan peneliti ini:
1. Penelitian Skripsi ini dilakukan oleh Tatik Susanti, Program Studi
Pendidikan Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Yogyakarta, 2015. Berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAAKTER
YANG TERKANDUNG DALAM TOPENG LENGGER KINAYAKANDI
DESA RECO, KECAMATAN KERETEK, KABUPATEN WONOSOBO”.
Hasil yang didapatkan penelitian ini adalah Nilai-nilai pendidikan
karakter yang terkandung dalam tari Topeng Lengger Kinayakan dapat
diklasifikasikan sebagai nilai pendidikan karakter hubungannya dengan
Tuhan, diri sendiri, sesama, dan kebangsaan.
Penelitian diatas mempunyai kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan yaitu membahas nilai-nilai pendidikan karakter. Namun
perbedaanya terletak pada objek penelitian, di mana penulis membahas
tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan sedangkan
penelitian diatas membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam
tradisi tahlilan. Sehingga dari penelitian diatas dapat menguatkan satu

37
sama lain yang mana pentingnya pendidikan karakter bagi generasi
bangsa.
2. Penelitian Skripsi ini dilakukan oleh Dinar Risprabowo, Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan IPS, UIN Syarif Hidayatullah,
2016 Berjudul “FAKTA SOSIAL PADA TRADISI TAHLILAN DALAM
MASYARAKAT ISLAM JAWA DI KELURAHAN GEDONG KECAMATAN
PASAR REBO KOTA JAKARTA TIMUR”.
Dalam penelitian tersebut menyimpulkan behwa Fakta sosial
(anggapan) dalam tradisi tahlilan mengarahkan individu untuk melakukan
tindakan yang didasari rasa takut akan konsekuensinya. Konsekuensi yang
didapat, bila diterima, dianggap sesuai dengan norma masyarakat. Bila
tidak diterima, dianggap tidak sesuai dengan norma dalam masyarakat.
Keterkaitan terhadap teori fakta sosial Durkheim berupa analisis
identifikasi (kolektif, eksternal, dan koersif) dan analisis tipe (material dan
non material).
Penelitian diatas mempunyai kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan yaitu membahas tentang tradisi tahlilan. Namun
perbedaanya terletak pada isi penelitian, di mana penulis membahas
tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan sedangkan
penelitian diatas membahas tentang fakta sosial pada tradisi tahlilan.
Sehingga dari penelitian diatas dapat menguatkan satu sama lain, yang
mana tradisi tahlilan tersebut banyak manfaat bagi oarang yang
melakukan dari beberapa aspek.

38
3. Penelitian Skipsi ini dilakukan oleh Siti Umi Hanik, Fakultas Tarbiyah,
Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.
Berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI
TAHLILAN DI DESA KREMBANGAN TAMAN SIDOARJO”.
Dalam penelitian tersebut menyimpulkan tentang nilai-nilai
pendidikan islam dalam tradisi tahlilan yaitu nilai shodaqoh, tolong
menolong, silahturahim, kerukuanan, dakwah.
Penelitian diatas mempunyai kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan yaitu membahas tentang nilai-nilai pendidikan yang ada
pada tradisi tahlilan. Namun perbedaanya terletak pada isi peneliti, di
mana penulis lakukan lebih khusus di nilai-nilai pendidikan karakter
sedangkan penelitian diatas substansinya lebih umum pada nilai-nilai
pendidikan Islam dalam tradisi tahlilan, sehingga saling menguatkan satu
sama lain.

39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif lapangan
dengan menggunakan jenis penelitian fenomenologis. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, tindakan,
motivasi dan lain-lain (Lexy J. Moleong, 2009: 6). Sedangkan pendekatan
fenomenologis digunakan untuk memahami makna atau hakikat yang
sebenarnya dari suatu gejala objek yang dikaji (Lexy J. Moleong, 2009: 14-
15). Peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitanya terhadap orang-
orang biasa dalam situasi tertentu.
Alasan memilih jenis ini adalah dalam penelitian ini, peneliti berupaya
menggali data berupa pandangan responden dalam bentuk cerita rinci atau asli
dan data hasil pengamatan di lapangan terkait nilai-nilai pendidikan karakter
dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang.
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Berdasarkan di atas maka peneliti melakukan penelitian di Desa Sraten
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Sedang subyek atau sasaran
penelitiannya adalah Tokoh Masyarakat, Masyarakat Desa Sraten dan kegiatan
tahlilan yang ada di desa Sraten. Guna untuk mendapatkan informasi yang

40
sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian, serta untuk membuktikan
data yang akan dijadikan referensi tersendiri bagi peneliti, hal ini dilakukan
supaya memudahkan peneliti untuk melakukan wawancara kepada narasumber
yang benar.
C. Sumber dan Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi berbagai macam data yang berhubungan
dengan nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Secara umum, data yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari sumber data
pertama. Hal ini dikatakan data primer karena diperoleh dan dikumpulkan dari
sumber pertama. Data primer yang menyangkut wawancara mendalam
berkaitan dengan informan kunci yaitu dari orang yang dianggap tahu dan
orang sebagai pelaku tentang dilaksanakannya tradisi tahlilan pada tradisi
tahlilan pada acara-acara syukuran. Sedangkan data primer yang menyangkut
observasi secara langsung di lapangan yaitu mengikuti fenomena apa yang
dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan kemudian apa yang
terjadi saat dilaksanakannya tradisi tahlilan pada acara-acara kematian dan
syukuran.
Adapun data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam
bentuk dokumen-dokumen berupa catatan, laporan, foto-foto atau lainnya.

41
D. Teknik Pengumpulan Data
Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian kualitatif, tergantung
beberapa fakor. Paling tidak ditentukan oleh kejelasan tujuan dan
permasalahan penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/metodologi,
ketelitian dan kelengkapan data informasi itu sendiri. Dalam penelitian ini
digunakan beberapa tekhnik pengumpulan data yakni metode observasi,
metode wawancara dan metode dokumentasi.
1. Metode Observasi
Menurut Lexy J. Moleong (2009: 174) observasi atau pengamatan
dapat didefinisikan sebagai perhatian yang terfokus pada kejadian,
gejalanya sesuatu. Dengan melakukan pengamatan terhadap gejala yang
akan diteliti kemudian dijadikan bahan untuk menggumpulkan data yang
lebih mendalam. Metode observasi ini digunakan untuk mengamati secara
langsung terhadap proses/atau tahapan dalam pelaksanaan tradisi tahlilan
di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
2. Metode Wawancara
Wawancara identik dengan pengumpulan data dengan bertanya
langsung, lisan maupun tertulis kepada narasumber. Menurut Lexy J.
Moleong (2009: 186) wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu yang berlangsung antara dua pihak yaitu pewawancara (yang
mengajukan pertanyaan) dan terwawancara (yang memberikan jawaban
atas pertanyaan). Dengan ini yang pewawancara meminta informasi atau
ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar pendapat dan

42
keyakinanya. Ciri utamanya adalah kontak langsung dengan tatap muka
antara penulis dengan sumber informasi.
Metode wawancara digunakan untuk menggali informsasi tentang
bentuk tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang. Informasi disini mencakup tokoh masyarakat, tokoh Agama
serta warga yang menetap di desa tersebut.
3. Metode Dokumentasi.
Dokumentasi adalah pengumpulan data berdasarkan catatan, traskrip,
buku, surat kabar, majalah, agenda dan buku-buku. Menurut Lexy J.
Moleong (2009: 216) dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film
yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan dari peneliti.
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperoleh
penulis dalam hal ini adalah berupa dokumen dan buku-buku serta
kumpulan dari beberapa pengamatan secara langsung di lokasi penelitian
yakni berupa foto-foto pelaksanaan kegiatan tradisi tahlilan di masyarakat.
E. Analisis Data
Analisis data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensistensiskanya mencari danmenemukan pola, menemukan
apa yang penting yang dapat dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain. (Lexy J. Moleong, 2009: 248)

43
Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dapat dimulai setelah
peneliti memahami fenomena sosial yang sedang diteliti dan setelah menelaah
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari hasil wawancara,
observasi, dokumen pribadi, maupun resmi, gambar, foto, dan lain sebagainya.
Tentunya tidak semua data dapat dipindah dalam laporan penelitian,
melainkan dianalisis dengan menggunakan analisis tertentu. Menurut Lexy J.
Moleong (2009: 247-257) menjelaskan tentang langkah-langkah analisis data
sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Pada tahap ini, peneliti melakukan abstraksi yaitu usaha membuat
rangkuman data dari data penelitian yang tersedia dari berbagai sumber
yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen sehingga dapat
ditemukan hal-hal pokok penting dari fokus penelitian.
2. Penyusunan Satuan
Pada tahap ini dilakukan penyusunan hal-hal pokok yang ditemukan
kemudian menggolongkannya ke dalam pola, unit, tema atau kategori,
sehingga tema utama dapat diketahui dengan mudah kemudian diberi
makna sesuai materi penelitian.
3. Kategorisasi
Pada tahap ini dilakukan pengkategorian dari tema utama yang telah
ditemukan, dengan cara pengelompokan tema–tema utau berdasarkan
keterkaitan antara satu tema dengan tema yang lain.

44
Dengan ini penulis berusaha memaparkan data yang telah tersusun
sebagaimana adanya, dengan melakukan kajian dan tafsiran data-data tersebut.
Sehingga dapat menggambarkan permasalahan secara sistematis dan
representatif faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu triangulasi. Triangulasi adalah pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Lexy J. Moleong,
2009: 330).
Menurut Lexy J. Moleong (2009: 331) terdapat pembagian triangulasi
yaitu triangulasi sumber, dan triangulasi waktu.
1. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi waktu sering mempengaruhi kredibilitas data. data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber
masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih
valid sehingga lebih kredibel
G. Tahap-Tahapan Penelitian
Proses analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini setelah data
terkumpul adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membaca
Dalam proses membaca ini, penulis sekaligus mengkaji secara mutlak
dan mendalam apakah memang ada nilai-nilai pendidikan karakter dalam

45
tradisi tahlilan dan sekaligus usaha untuk mengetahui bentuk nilai-nilai
pendidikan karakter dalam Tradisi tahlilan tersebut.
2. Menafsirkan
Dalam proses ini, setelah data dikaji, kemudian data ditafsirkan,
setelah itu disesuaikan dengan teori yang terkait dengan masalah
pelaksanaan acara tahlilan yang telah ada.
3. Menyimpulkan
Sebagai langkah terakhir adalah menyimpulkan dari seluruh hasil dari
penafsiran. Kegiatan menyimpulkan ini diharapkan dapat menghasilkan
kebenaran obyektif dari pemecahan masalah yang dirumuskan.

46
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Desa Sraten Kec. Tuntang Kab.
Semarang
a. Letak dan Kondisi Geografis
Desa Sraten adalah desa yang terletak di kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang yang berjarak 8 Km dari pusat pemerintahan
kecamatan, 22 Km dari Ibukota Kabupaten. Luas wilayah Desa Sraten
ini seluas ± 168.859 Ha, dibagi menjadi 7 wilayah tingkat dusun yang
terdiri dari 7 Rukun Warga (RW) dan 26 Rukun Tetangga (RT). Desa
Sraten memiliki batas-batas wilayah yakni:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jombor
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gedangan
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rowosari
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gedangan
b. Kependudukan
Jumlah penduduk di Desa Sraten adalah 4.190 jiwa/orang
yang terdiri dari (2.097 Laki-laki dan 2.093 Perempuan) pada
tahun 2017, yang terdiri dari 1.337 Kepala Keluarga (KK).

47
1) Jumlah Penduduk Menurut Agama
No Kelompok
Agama
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Islam 2.003 1.996 3.9999
2 Kristen 58 63 121
3 Katholik 36 34 70
4 Hindu 0 0 0
5 Budha 0 0 0
6 Khonghuchu 0 0 0
7 Kepercayaan 0 0 0
Jumlah 2.097 2.093 4.190
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Tampak jelas pada tabel agama Islam merupakan agama
mayoritas penduduk yang mendiami di Desa Sraten. Agama
Kristen menduduki peringkat ke dua terbanyak, setelah itu
terdapat agama Hindu. Dari data yang beragam di atas, pada
kenyataannya mereka dapat hidup harmonis dan membaur
tanpa hadirnya konflik antar agama.
Saling berbaur dan hormat menghormati antara sesama
pemeluk agama di desa ini, tampak langsung pada saat
perayaan hari besar keagamaan. Pada saat perayaan Hari
Raya Idul Fitri. Kelompok mayoritas dan minoritas
berdasarkan agama yang dianut tidak berpengaruh terhadap
perlakuan dalam pembangunan desa. Rumah-rumah Ibadah

48
berdiri tegak walaupun dengan jumlah bangunan fisik yang
tidak selalu ramai ditangani pemeluk agama masing-masing
guna menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Dari
hal tersebut dapat dilihat bahwa sistem kekeluargaan yang
mereka miliki cukup erat dan tidak pernah terjadi konflik
antar sesama pemeluk agama, jika pun terjadi konflik
mereka selalu melakukan musyawarah untuk mencari solusi
dan berakhir dengan baik.
2) Jumlah Penduduk menurut Usia
No Kelompok
Umur
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 0 – 4 149 125 274
2 5 – 9 156 137 293
3 10 – 19 308 305 613
4 20 – 29 358 363 716
5 30 – 39 338 321 659
6 40 – 49 299 301 600
7 50 – 59 260 283 543
8 60 – 69 162 152 314
9 ≥ 70 72 106 178
Jumlah 2.097 2.093 4.190
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Usia

49
3) Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tidak/Belum
Sekolah
360 344 704
2 Belum Tamat SD 175 164 339
3 Tamat SD 377 429 806
4 Tamat SMP/SLTP 276 305 581
5 Tamat SMS/SLTA 691 618 1.309
6 Diploma (I/II.III) 45 61 106
7 Strata I 156 160 316
8 Strata II/III 17 12 29
Jumlah 2.097 2.093 4.190
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
4) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Tidak/Belum Bekerja 816
2 Mengurus Rumah Tangga 487
3 Pelajar/Mahasiswa 771
4 Pensiunan 74
5 PNS 144
6 TNI 7
7 POLRI 12
8 Perdagangan 26

50
9 Petani/Pekebun 38
10 Nelayan/Perikaan 2
11 Karyawan Swasta 779
12 Karyawan BUMN 9
13 Karyawan BUMD 1
14 Karyawan Honorer 4
15 Buruh Harian Lepas 439
16 Buruh Tani/Perkebunan 5
17 Buruh Peternakan 1
18 Pendeta 1
19 Dosen 7
20 Guru 47
21 Dokter 4
22 Bidan 2
23 Perawat 4
24 Pelaut 1
25 Sopir 3
26 Pedagang 7
27 Perangkat Desa 1
28 Wiraswasta 498
Jumlah 4.190
Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

51
c. Bidang Pembangunan/Sarana Fisik
Sarana fisik merupakan suatu aspek pendukung yang sangat
penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sarana fisik
merupakan sarana umum yang digunakan oleh suatu
masyarakat untuk melakukan aktifitas sehari-hari, khususnya
yang berhubungan dengan kepentingan umum. Di Desa Sraten
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang terdapat sarana-
sarana fisik antara lain:
1) Sarana Agama
Jumlah sarana ibadah yang terdapat di Desa Sraten
adalah 18 unit bangunan yang terdiri dari 6 buah Masjid, 9
Musholla. Untuk sarana ibadah Gereja, Vihara, Klenteng
dan Pura tidak terdapat di Lokasi Desa Sraten, dan untuk
masyarakat yang beragama selain Islam, mereka
menjalankan ibadahnya di luar Desa Sraten.
2) Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan di Desa Sraten terdiri dari Taman Kanak-
kanak (TK) ada 1 gedung, Sekolah Dasar (SD) 2 gedung, 1 gedung
Madrasah Ibtida‟iyah (MI), dan 2 Pondok Pesantren. Dari fasilitas
pendidikan yang ada di sini diharapkan pemerintah dapat
membantu melalui pembangunan sekolah untuk memudahkan
masyarakat agar dapat bersekolah tanpa membayar biaya apapun.

52
3) Fasilitas Sosial
Fasilitas sosial di Desa Sraten terdapat 1 unit Pos Kesehatan
Desa (PKD) untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar
masyarakat Desa Sraten. Kemudian ruas jalan di Desa Sraten 95%
sudah beraspal.
d. Kondisi Sosial Budaya dan Tradisi Keagamaan
Masyarakat pedesaan memiliki jiwa sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, begitu juga dengan
masyarakat Sraten memiliki jiwa sosial yang tinggi, memiliki
kehidupan bermasyarakat yang tenteram, damai, selaras, jauh
dari perubahan yang dapat menimbulkan konflik. Masyarakat
hidup bersama, bekerja sama, dan berhubungan erat satu sama
lain, dengan sifat-sifat yang hampir seragam. Dengan kata lain
rasa kekeluargaan masyarakat Desa Sreten lebih kental.
Di sektor budaya Desa Sraten termasuk desa yang kaya
akan budaya, adat, dan kesenian tradisional. Budaya adat yang
berkembang di kalangan masyarakat Desa Sraten antara lain
berupa kegiatan ziarah kubur, shodaqoh massal, bersih Desa,
sodaqoh tolak balak, Haul, kirim doa. Sedangkan kesenian yang
ada di Desa Sukomarto berupa Drumblek, Mauludan, Rebana.
Pendidikan yang di peroleh warga sebagian besar sudah
sampai kejenjang yang tinggi. Walaupun mereka menganggap
bahwa pendidikan formal penting tapi juga tidak

53
mengesampingkan pendidikan agamanya sehingga sebagian
besar anak mereka bersekolah dan diasramakan dipondok
pesantren, sehingga nilai-nilai Akhlak dan budaya Islam warga
Sraten masih tetap terjaga dengan baik.
Warga Sraten sebagian besar menganut paham Ahlissunan
Waljamaah mereka termasuk warga yang taat dan sangat
religius. Mereka juga aktif dalam kegiatan organisasi ke-NU-
an, ibu-ibu mengikuti MUSLIMAT-an, kaum muda-mudi
mengikuti IPNU-IPPNU dan juga ANSOR. Tradisi-tradisi ke-
NU-an juga sering dilakukan diantaranya:
1) Tahlilan
Keberagamaan di desa ini yang paling mencolok adalah
tahlilan. Kegiatan ini biasanya dibarengi dengan pembacaan
Yasin yang rutin diadakan setiap seminggu sekali yaitu pada
malam Jum‟at di setiap musholla, masjid atau pondok.
Adapun tahlilan yang dilaksanakan di rumah setiap
warga secara bergiliran Di Desa ini dilaksanakan secara
bergiliran dari rumah kerumah.
2) Dzibaan dan Manaqiban
Kegiatan ini dilaksanankan di musholla, masjid atau di
rumah-rumah oleh ibu-ibu MUSLIMAT dan santri putri
yang dipimpin oleh Bu Nyai Siti Asiyah.

54
Kegiatan ini juga dilaksanakan di pondok pada setiap
hari Kamis setelah Isya‟ oleh para santri dengan membaca
barjanji dari Yaa Robbi Sholli sampai Yaa Badrotim.
3) Isra‟ Mi‟raj
Kegiatan Isra‟ Mi‟raj, yaitu kegiatan yang dilaksanakan
pada tanggal 10 Rajab tahun Hijriyah diadakan secara besar-
besaran. Hal tersebut dilakukan untuk memperingati
peristiwa Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhammad SAW dengan
mengharapkan syafaatnya.
4) Mauludan
Kegiatan Muludan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan
pada tanggal 12 Robi‟ul Awal tahun Hijriyah. Kegiatan
yang dilakukan yaitu dengan membaca barjanji bersama-
sama (Sholawat kepada Baginda Rasulullah), dan kadang-
kadang bila acara Muludan tersebut diadakan secara besar-
besaran maka biasanya dilengkapi dengan maui‟dlatul
hasanah oleh Pak Kyai/Bu.Nyai. Hal tersebut dilakukan
untuk memperingati dan menghormati hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Dengan mengharapkan syafaatnya di
setiap pelaksanaannya.
Dan Tradisi-tradisi lain yang diikuti bersama sehingga
memepererat tali persaudaraan antar warga maupun antar santri

55
pondok pesantren yang berada di Desa Sraten Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang.
2. Tradisi Tahlilan di Desa Sraten Tuntang Kab. Semarang
a. Asal-usul atau Dasar Orang Melaksanakan Tradisi Tahlilan
Masyarakat Sraten memandang bahwa asal-usul orang
melaksanakan tradisi tahlilan berasal dari budaya Islam (Jawa),
mereka mengacu pada sejarah masuknya Islam di Jawa yang
tidak terlepas dari peran para wali, yang terkenal dengan
sebutan Wali Songo. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti
Asiyah.
“Tahlilan itu ikut sunnahnya Rasulullah dan warisan para Wali,
daripada kumpulan saja tidak ada manfaatnya lebih baik diisi
tahlilan.” (Wawancara pada hari Ahad, 27 Mei 2018, pukul.
12:53 WIB)
Maka dari itu tradisi tahlilan tentunya sudah menjadi
kebiasaan masyarakat desa Sraten sejak dulunya dan menjadi
sebuah kegiatan yang dilaksanakan secara turun temurun,
sehingga tradisi tahlilan sampai sekarang ini masih sering
ditemukan atau dilaksanakan oleh warga desa Sraten. Hal ini
sesuai yang disampaikan oleh K. Matori Mansur sebagai
Pengasuh Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
“Kegiatan tahlil di desa Sraten yang saya tau sudah ada sejak
saya mengetahui adamya tahlilan kira-kira umur 15 tahun,
sekarang saya berumur 67 tahun,tapi itu sudah berlaku tahlilan
sejak dulu dan saya tidak tau pastinya” (Wawancara pada hari
Kamis, 10 Mei 2018, pukul. 06:30 WIB)

56
Dengan pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa tradisi
tahlilan itu sudah dimulai sejak dahulu dan berlangsung secara
turun-temurun. Akan tetapi tidak ada yang tau pasti kapan
tradisi tahlilan itu pertama kali dilaksanakan dan siapa yang
pertama melakukan tradisi tahlilan di desa Sraten ini sendiri.
Yang jelas masyarakat meyakini bahwa tradisi tahlilan sudah
ada sejak zaman dahulu yang harus dijaga dan dilestarikan.
Pemahaman mengenai tradisi tahlilan di masyarakat juga
banyak yang belum mengetahui dasar-dasar melaksanakan
tradisi tahlilan. Mereka masih menjadikan tradisi tahlilan
tersebut sebagai kebiasaan baik atau bisa disebut ibadah yang
baik yang masih mereka lakukan, mereka melakukan tradisi
tahlilan berdasarkan dengan apa yang diajarkan para alim,
ulama‟, para kiyai dan tokoh Agama, hal ini dinamakan taqlid.
Tetapi hal ini diharuskan untuk orang yang belum
mengetahuinya. Seprti yang diungkapkan oleh Saudara M. Fikri
Al-Huda.
“Taqlid untuk orang awam hukumnya harus. Jika orang belum
bisa berijtihad sendiri maka diharuskan dengan cara mengikuti
mujtahid (orang yang mampu menggali hukum).” (Wawancara
pada hari Selasa, 29 Mei 2018, pukul. 21:11 WIB).
Dengan demikian masyarakat desa Sraten melaksanakan
tradisi tahlilan berdasarkan keimanan dan keyakinan bahwa
yang dilakukan oleh masyarakat terdahulu atau yang diajarkan
oleh para ulama‟ dan kiyai itu baik untuk dijadikan ibadah dan

57
mempercayai tradisi tahlilan itu mengandung banyak sekali
kebaikan dan harus dilestarikan dan dijaga.
b. Tujuan Mengadakan Tradisi Tahlilan
Mengadakan tradisi tahlilan tidak hanya serta merta
melaksanakan saja, tentu ada tujuan yang ingin dicapai seperti
yang diuraikan di tujuan tradisi tahlilan. Harapannya si mayat
mendapatkan ampunan dan tempat yang layak di sisi Allah
SWT serta mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Mayoritas
masyarakat Sraten mengungkapkan, bahwa tujuan mengadakan
tradisi tahlilan yaitu untuk mendoakan almarhum, mengenang
jasa para almarhum dan mengingatkan kita pada kematian.
Seperti yang disampaikan oleh K Matori Mansur:
“tahlilan itu dilaukukan dengan tujuan mengenang jasa para
almarhum dan mengingat kepada kematian” (Wawancara pada
hari Kamis, 10 Mei 2018, pukul. 06:30 WIB).
Dari sinilah, keluarga mendoakan mayit dan beberapa
keluarga merasa lebih senang jika mendoakan orangtua mereka
yang meninggal dilakukan oleh lebih banyak orang
(berjama'ah).
Selain bertujuan untuk mendo‟akan orang yang sudah
meninggal dan mengingatkan kepada kematian, ada tujuan lain
seperti yang disampaikan oleh Bapak H. M. Sukri:
“Tujuan tahlilan iku siji, depe-depe karo seng Kuoso (nyedakke
awakke dewe karo seng Kuoso). loro, mengharapkan ridho
Allah dengan catatan melaksanakan ibadah dengan ikhlas, nek
wes awakke dewe masti ingin menjadi wong seng ahli

58
bersyukur. Carane dadi ahli bersyukur pye. Nek ono masalah
kudu awakke dewe rumongso (muhasabah). Nah tahlil itu
sarana taqorrub illallah melalui muhasabah, ngaku nek awakke
dewe kui lemah, serba salah, mulakno jaluk ngapuro marang
Gusti Allah. Jaluk ngauro ora kanggo awakke dewe tok, karena
itu wujud birulwalidain kepada orang tua.” (Wawancara pada
hari Rabu, 4 Juli 2018, pukul 18.40 WIB)
Maka dari itu tradisi tahlilan memiliki tujuan mendekatkaan
diri kepada Allah, mendapatkan Ridho dari Allah dan warga
terhindar dari mala petaka bahaya yang menimpa, maka dari itu
untuk mencari rasa aman dan keselamatan warga dengan tujuan
mengadakan tradisi tahlilan yang ditunjukan kepada Allah
SWT.
c. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tradisi tahlilan
Tahlilan itu dapat dilaksanakan kapan pun dan dimanapun,
karena inti tahlil itu bacaan Laa ilaaha illallah, hal ini sesuai
yang disampaikan oleh Bapak H. M. Syukri,
“Tahlilan iku dilaksakan sewaktu-waktu, setiap sholat pun tahlil. Jadi kapanpun tahlil. Yang namanya tahlil itu intinya Laa
ilaha illallah yaitu kalimatut dzikrullah, makanya orang yang
sholat itu wes tahlil.” (Wawancara pada hari Rabu, 4 Juli 2018,
pukul 18.40 WIB)
Sedangkan pelaksanaan tradisi tahlilan yang berlaku di
masyarakat Sraten ketika ada orang yang meninggal dunia
dilaksanakan setelah kegiatan memandikan, sebelum
menyolatkan sampai penguburan jenazah. Kemudian tradisi
tahlilan dilanjutkan pada hari pertama meninggalnya sampai
hari ketujuh, keempatpuluh, keseratus, mendhak pisan (setahun

59
pertama), mendhak pindho (tahun kedua), mendhak katelu
(nyewu), dan haul/khol (setelah mencapai satu tahun) yang
biasanya diadakan setiap satu tahunnya.
Pelaksanaan Tradisi tahlilan tidak saja dibaca ketika ada
orang yang meninggal dunia tetapi tahlil dibaca juga pada acara
selametan atau tasyakuran, rutinan selapanan, rutinan
mingguan, rutinan pondok dan pengajian peringatan hari besar
Islam seperti Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj dan lainnya. Hal ini
sesuai dengan apa yang disampaikan oleh K. Matori Mansur.
“Semua kalangan masyarat dari berbagai umur diajak tahlilan
oleh Tokoh Agama disetiap ada kegiatan Islam seperti acara
peringatan Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj, 10 Muharam, santunan
anak yatim. Kemudian ketika ada orang yang meninggal,
mengadakan talilan sampai dengan 1000 hari meninggalnya
(nyewu).” (Wawancara pada hari Kamis, 10 Mei 2018, pukul.
06:30 WIB)
Dari pemaparan tersebut seluruh lapisan masyarakat desa
Sraten yang melakukan tradisi tahlilan dari yang anak-anak,
remaja, dan sampai yang tua, kegiatan ini biasanya
dilaksanakan di tempat orang yang meninggal, berkumpul
untuk melakukan do‟a bersama untuk mendo‟akan ahli kubur.
Selain itu masyarakat desa Sraten melaksanakan tradisi
tahlilan di dalam setiap perkumpulan-perkumpulan warga atau
kegiatan yang di dalamnya diisi dengan tradisi tahlilan, baik
dari perkumpulan masyarakat secara sosial ataupun
perkumpulan masyarakat secara keragamaan di desa Sraten

60
pasti menggunakan bacaan tahlil sebagai salah satu dari
rangkaian acara yang termasuk di dalam agenda kegiatan. Hal
ini sesuai dengan apa yang dipaparan oleh Saudara M. Fikri Al-
Huda.
“Tahlilan dilaksanakan jika ada acara selametan atau
tasyakuran yaitu selametan hari lahir, selametan paska
meninggalnya seseoarang bertempat di rumah ahlul hajat, acara
pengajian bertempat di Masjid, Musholla dan lain-lain serta
Rutinan Tahlil yaitu Selapanan, Mingguan, kumpulan RT atau
Desa dan tempatnya bisa menyesuaikan”. (Wawancara pada
hari Selasa, 29 Mei 2018, pukul. 21:11 WIB).
Adapun tradisi tahlilan juga dilaksanakan dalam kegiatan
umum seperti kegiatan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga
(RW), perkumpulan dusun dan lain-lainnya. Kemudian tradisi
tahlilan biasanya dilaksakan pada rumah yang mendapatkan
gilirannya, tuan rumah biasanya akan mempersiapkan sajian
hidangan berupa makanan kecil/snack atau kadang ada
prasmanan dan juga minuman. Akan tetapi penyajian hidangan
ini tidak ditentukan, jadi sesuai kemampuan dari tuan rumah.
Tradisi tahlilan juga dilaksanakan secara rutin, kegiatan
keagamaan seperti halnya jamaah Muslimatan NU dan Jama‟ah
ibu-ibu yasinan, yang dilaksanakan di rumah warga yang
menjadi angota yang dilaksanakan secara rutin baik itu
seminggu sekali atau sebulan sekali kegiatan keagamaan
menggunakan atau berisi dengan tradisi tahlilan baik itu tua

61
ataupun muda. Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparan oleh
Ibu Siti Asiyah.
“Pada waktu ada oarang meninggal 1, 3, 7, 40, 100 hari
dirumah duka kemudian ada juga pengajian ibu-ibu Muslimat
itu diisi yasin, tahlil dan manaqib itu mulai tahun 1977.
Pembagiannya yaitu RT 01, 02, 03, 04 bertempat di keliling
tiap Musholla sedangkan RT 05, 06, 07 keliling per-rumah
setiap hari kamis siang”. (Wawancara pada hari Ahad, 27 Mei
2018, pukul. 12:53 WIB)
Tradisi tahlilan dilakukan di setiap musholla/masjid yang
dilaksanakan setiap malam Jum‟at. Waktu pelaksanaan sering
diadakan pada saat matahari telah terbenam yaitu setelah
maghrib atau Isya‟. Tradisi tahlilan dihadiri oleh para tetangga-
tetangga terdekat, tidak dibatasi umur serta tradisi tahlilan
tersebut dipimpin oleh Kyai atau tokoh masyarakat.
Selain itu tradisi tahlilan juga dilaksanakan secara rutin di
Pondok Pesantren yang ada di Desa Sraten yang kemudian
santri diwajibkan mengikuti kegiatan tersebut oleh Ketua
Pondok. Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparan oleh Saudara
Moh. Roni Irvana.
“Seluruh santri diwajibkan mengikuti kegitan tersebut, karena
sudah menjadi ketentuan pondok. Jika ada santri tidak
mengikuti kegiatan tersebut maka akan mendapatkan takziran
(sanksi). Kemudian para santri membaca surat Yasin kemudian
Tahlil disertai dengan Doa yang dipimpin oleh salah satu dari
santri untuk mengenalkan tahlilan pada santri agar santri dapat
membaca tahlil dengan lancar dan ketika dimasyarakat dapat
memimpin tahlilan di desanya” (Wawancara pada hari Rabu, 06
Juni 2018, pukul. 18:37 WIB).

62
Selain untuk melatih santri agar santri dapat membaca tahlil
dengan lancar, melatih santri agar ketika dimasyarakat dapat
memimpin tahlilan di desanya. Tradisi tahlilan juga
menjadikan suatu ciri khas pondok pesantren salafiyyah.
d. Pelaksanaan Tradisi Tahlilan
Pelaksanaan tradisi tahlilan di desa Sraten, diawali ketika
ada orang yang meninggal dunia. Kemudian warga desa
bertakziyah ke rumah duka dan ikut serta mengubur si mayat.
Setelah itu warga menghadiri tadisi tahlilan yang dilaksanakan
di rumah duka, untuk mendoakan si mayyit agar segala dosanya
yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia di ampuni
oleh Allah SWT. Selain itu dilapangkan kuburnya dan di beri
nikmat kubur oleh Allah SWT serta pahala bacan Al-Qur‟an
dan dzikir dari sanak saudara maupun tetangganya dihadiahkan
kepada kerabat atau saudara yang meninggal dunia tersebut, hal
ini disampaikan oleh saudara M. Fikri Al Huda,
“biasanya beda daerah pengaplikasiannya beda. Kalau di daerah
sini wilayah sraten itu secara otomatis begitu ada orang yang
meninggal, saat itu juga setelah jenazah dikebumikan maka
warga langsung melakukan tahlil disitu tujuan mendoakan si
mayatnya tadi.”(Wawancara pada hari Selasa, 29 Mei 2018,
pukul. 21:11 WIB).
Proses berjalannya tradisi tahlilan yang sudah menjadi
suatu tradisi tersebut, dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat.
Dalam acara tahlilan masyarakat Sraten pada umumnya
melakukan pembacaan tahlil dan Al-Qur‟an serta pembacaan

63
doa-doa bersama yang khusus ditujukan pada orang yang
meninggal sesuai dengan hari, waktu, dan meninggal. Tidak
hanya itu, tradisi tahlilan ini juga diisi dengan hadhoroh kepada
Nabi SAW, sahabat, para wali, para kiai serta juga keluarganya
yang telah meninggal.
Setelah itu warga Desa Sraten melakukan tradisi tahlilan
dengan membacakan:
1) Surat Yasin
2) Tahlil di dalamnya mengandung bacaan:
a) Surat al-Fatihah
b) Surat al-Ikhlas, sebanyak 3 kali
c) Surat al-Falaq
d) Surat al-Nas
e) Surat al-Baqarah, dari ayat 1 sampai ayat 5
f) Surat al-Baqarah ayat 163
g) Surat al-Baqarah ayat 255 (ayat kursi)
h) Surat al-Baqarah dari ayat 284 sampai ayat 286
i) Istighfar
j) Tahlil
k) Sholawat Nabi
l) Tasbih
m) Doa Tahlil

64
Bacaan tahlilan yang dilakukan warga desa Sraten tersebut
tergantung pada Imam tahlil, karena ijzah tahlil yang diterima
dari gurunya berbeda-beda dan juga tergantung pada acara yang
laksanakan. Jika acaranya resmi maka bacaan tahlil-nya
panjang, sedangkan acara rutinan biasa, maka bacaan tahlil-nya
ringkas. Hal ini disampaikan oleh saudara Fikri Al-Huda
“Tergantung Imam tahlil, karena ijzah tahlil dari gurunya
berbeda-beda. Dalam membaca hadhoroh al-Fatihahnya itu ada
yang langsung satu kali dan juga yang membaca hadhoroh al-
Fatihahnya per satu-satu. Kemudian komposisi bacaan tahlil,
ada yang membaca surat al-Ikhlas, surat mu‟awwidzatain, ayat
kursi, tahlil, do‟a dan juga ada yang membaca surat al-Ikhlas,
Surat mu‟awwidzatain, ayat kursi, Surat Luqman, tasbih,
istghfar, sholawat, doa. Dalam komposisi bacaan tahlil ini
tergantung acara, jika acaranya formal itu bacaannya yang
panjang. Sendangkan acara rutinan biasa itu membaca bacaan
tahlil ringkas” (Wawancara pada hari Selasa, 29 Mei 2018,
pukul. 21:11 WIB)
Tradisi tahlilan selain ketika ada orang yang meninggal,
juga dilakukan pada kegiatan lainnya seperti selamatan,
syukuran, kumpulan RT, halal bi halal dan lain-lainnya. Karena
didesa Sraten ini kulturnya Nahdliyyin, jadi setiap acara pasti
disisipi tardisi tahlilan. Hal ini disampaikan oleh Bapak H. M.
Sukri,
“Tahlilan yang dilaksanakan dimasjid itu bakda maghrib malam
Jum‟at, setiap kumpulan RT wajib melakukan tahlil. Kemudian
dimasyarakat melakukan tahlilan ketika ada orang yang
meninggal, dan acara-acara lainya seperti peringatan
kemerdekaan, tirakatan, halal bi halal, sunatan dan lain-lain
karena kulturnya sini NU.” (Wawancara pada hari Rabu, 4 Juli
2018, pukul 18.40 WIB)

65
Pada proses pembacaan do‟a itu terdapat hal yang berbeda,
biasanya Imam tahlil membacakan doa sampai selesai. Tetapi
di desa Sraten ketika ditengah-tengah doa, jamaah disuruh
berdoa sendri sesuai dengan hajat yang ingin dimintanya, hal
ini disampaikan oleh Bapak H. M. Sukri.
“bacaan tahlil disini sama seperti tahlilannya warga NU, cuman
yang membedakan itu ketika ditengah-tengah do‟a, saya suruh
berdoa sendiri-sendiri sesuai hajat atau kebutuhan jamaah,
kemudian baru dilanjut doa penutupnya.” (Wawancara pada
hari Rabu, 4 Juli 2018, pukul 18.40 WIB)
Setelah proses tahlilan dan pembacaan do‟a, maka pihak
tuan rumah atau ahlul bait-nya mempersilahkan menyantap
makanan dan minuman yang telah disediakan sebagai tanda
terima kasih dan rasa bersyukur karena telah didoakan, maka
menyediakan konsumsi sebagai rasa gembira dan bentuk
shodaqoh yang pahalanya untuk almarhum.
e. Hidangan dan Tujuannya
Suatu ciri khas masyarakat Sraten dalam menghadapi
keluarga yang berduka adalah bertakziyah dengan membawa
bawaan untuk diberikan kepada keluarga si mayat, dengan
harapan dapat membantu meringankan penderitaan mereka
selama waktu berduka cita. Bentuk bawaan menurut kebiasaan
di masyarakat Sraten pada umumnya berupa beras. Tetapi
biasanya bagi seseorang yang masih ada hubungan family

66
biasanya tidak hanya membawa beras, tetapi juga membawa
seperti gula, teh, mie, dan lain-lain.
Dalam menyambut tradisi tahlilan, para ahli si mayat
dibantu oleh para tetangga, sukarela ataupun orang yang sudah
biasa membantu jika ada acara-acara hajatan. Mereka bekerja
keras mempersiapkan hidangan yang akan disuguhkan kepada
para hadirin. Hidangan terkadang sengaja dibuat sendiri dan
terkadang diperoleh dari orang lain dengan cara membelinya.
Hal itu tergantung pada kesanggupan dan kesiapan pihak
keluarga.
“itu dibantu sama tentangga, sukarela atau disini itu ada orang
yang sudah biasa rewang-rewang, kalau ada hajatan atau acara
tahlilan seperti itu.” (Wawancara Fikri Al-Huda pada hari
Selasa, 29 Mei 2018, pukul. 21:11 WIB).
Dalam tradisi tahlilan pada masyarakat Sraten, penyajian
hidangannya selalu disediakan. Penyajian hidangan disini tidak
pernah ditentukan, tetapi biasanya penyajian hidangan disertai
dengan berkat.
Dalam pembagian berkat, hal pemberian tanda terima kasih
pada pemimpin/Imam tahlil. Pemberian tersebut selain berkat
yang lebih dan amplop bersi uang. Memang hal ini tidak
dianggap berlebihan karena telah menyanggup permohonan dari
tuan rumah. Pemberian berkat yang berbeda juga diterima oleh
saudara dari tuan rumah. Terakhir, untuk para tamu yang
berasal dari tetangga dan/atau jemaah juga mendapatkan berkat.

67
f. Manfaat Melakukan Tradisi Tahlilan
Menurut masyarakat Sraten manfaat dari tradisi tahlilan
sebagai usaha mendekatkan diri kepada Allah dan mempererat
tali persaudaraan antara sesama, baik yang masih hidup maupun
yang telah meninggal. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
Ibu Siti Asiyah tentang manfaat membaca tahlil.
“Kita mendoakan para leluhur agar semua keluarga kita diberi
istiqomah dalam beribadah, ikut dawuhe Gusti Allah dan
semoga dikasih khusnul khotimah ketika kita meninggal, karena
orang yang meninggal itu deket dengan Gusti Allah dan ada
nilai-nilai sosial juga bisa membantu tentangga yang terkena
musibah” (Wawancara pada hari Ahad, 27 Mei 2018, pukul.
12:53 WIB)
Selain bermanfaat bagi seseorang yang membacanya bacaan
tahlil juga bermanfaat untuk orang yang sudah meninggal,
dalam hal ini masyarakat desa Sraten masih mempercayai
bahwa sampainya atau mengandung manfaat tentang apa yang
kita lakukan seperti dzikir dan do‟a sertaa bacaan Al Qur‟an
yang dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dalam
hal ini masyarakat menggangap bahwa orang yang sudah
meninggal itu masih perlu dido‟akan agar mendapat ampunan
dari yang Kuasa. Hal itu seperti halnya yang disampaikan K.
Matori Mansur.
“Mengadakan tahlilan untuk mengenang para almarhum,
mengingatkan kita pada kematian serta mendoakan para
almarhum agar senantiasa mendapat rahmat dari Allah
SWT.”(Wawancara pada hari Kamis, 10 Mei 2018, pukul. 06:30 WIB)

68
Dari pernyataan di atas jelas bahwasanya apa yang
dilakukan masyarakat pada umumnya melakukan tradisi
tahlilan dengan dihadiahkan kepada orang yang sudah
meninggal, maka ini sebagai bukti bahwa kepercayaan
masyarakat desa Sraten manfaat do‟a dan dzikir untuk orang
yang sudah meninggal itu diyakini ada karena ketika kita
melaksanakan ta‟ziah atau melayat pasti tujuan utama dari
umumnya masyarakat Indonesian dan khususnya desa Sraten
itu hanya untuk mendo‟akan orang yang sudah meninggal.
Manfaat tradisi tahlilan juga dapat membekali karakter
warga Sraten karena didalamnya terdapat ada unsur-unsur
Dzikirullah (mengingat Allah), unsur Tauhid, mendoakan orang
lain, silahturahim, gotong royong. Hal ini disampaikan oleh
saudara Fikri Al-Huda.
“Tahlilan juga dapat membekali karakter khuhusnya bagi para
remaja karena didalamnya terdapat ada unsur-unsur Dzikirullah
(mengingat Allah), unsur Tauhid, mendoakan orang lain,
silahturahim, gotong royong.” (Wawancara pada hari Selasa, 29
Mei 2018, pukul. 21:11 WIB)
Adapun manfaat lain dari tradisi tahlilan menurut santri
pondok pesantren hal ini diperkuaat dengan paparan Saudara
Saepul Yusup sebagai santri.
“Mendekatkan diri kepada Allah, melatih spriritual diri,
merekatkan emosional santri dan rasa kekeluargaan, terdapat
nilai sosial, karena para santri diminta bantuan oleh
warga/masyarakat, ketika keluarganya ada yang meninggal
dunia untuk mendoakan.” (Wawancara pada hari Rabu, 06 Jni
2018, pukul. 19:44 WIB)

69
Dengan demikian bisa menjadikan pedoman bagi
masyarakat dan santri desa Sraten untuk melaksanakan tradisi
tahlilan selain kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan, namun
tradisi tahlilan adalah kegiatan yang baik, dari segi apapun
tradisi tahlilan melambangkan kegiatan keagamaan dan sosial
beragama yang tinggi, karena selain kegiatan membaca bacaan
Dzikir, ayat-ayat Al Qur‟an dan do‟a, kegiatan tersebut juga
banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari kegiatan tersebut
yang akan menumbuhkan sebuah norma atau kepribadian santri
dan masyarakat, dan juga sosial masyarakat.
g. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan
Menurut masyarakat Sraten, tradisi tahlilan memiliki
banyak nilai-nilai pendidikan yang dapat kita ambil seperti
nilai-nilai religius. Karena didalam tahlilan terdapat bacaan
dzikir dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dan
mengharap ridho Allah, hal ini disampikan oleh Bapak H. M.
Sukri,
“dalam tahlilan itu untuk depe-depe karo seng Kuoso
(nyedakke awakke dewe karo seng Kuoso). loro, mengharapkan
ridho Allah dengan catatan melaksanakan ibadah dengan
ikhlas, nek wes awakke dewe masti ingin menjadi wong seng
ahli bersyukur. Carane dadi ahli bersyukur pye. Nek ono
masalah kudu awakke dewe rumongso (muhasabah). Nah tahlil
itu sarana taqorrub illallah melalui muhasabah, ngaku nek
awakke dewe kui lemah, serba salah, mulakno jaluk ngapuro
marang Gusti Allah. Jaluk ngauro ora kanggo awakke dewe
tok, karena itu wujud birulwalidain kepada orang tua.”
(Wawancara pada hari Rabu, 4 Juli 2018, pukul 18.40 WIB)

70
Hal tersebut sangat berpengaruh terhatap kehidupan
masyarakat Desa Sraten, dari sebuah kegiatan yang di dalamnya
diisi dengan tradisi tahlilan maka akan berpengaruh atau
menumbuhkan sebuah karakter masyarakat yang mempunyai
kebiasaan sosial religius yang tinggi, selain itu juga dapat
membentuk kepribadian muslim, karena kegiatan ini berisi
tentang membaca dzikir atau ayat-ayat Al-Qur‟an dan Do‟a, hal
itu jelas akan mempengaruhi kepribadian muslim warga Desa
Sraten itu sendiri, adapun bacaan tahlil yang dilaksanakan di
Desa Sraten tidak lepas dari Al Qur‟an dan bacaan-bacaan
dzikir dan do‟a yang dianjurkan Allah SWT. Hal ini seperti
yang disampaikan oleh Saudara Moh. Roni Irvana,
“didalam tahlilan itu terdapat dzikir, membaca ayat-ayat suci al-
Qur‟an, doa yang dikhususkan pada para Nabi, sahabat Nabi,
para Ulama‟, dan lainnya.” (Wawancara saudara Moh Roni
Irvana pada hari Rabu, 06 Juni 2018, pukul. 18:37 WIB).
Kemudian tradisi tahlilan biasanya yang banyak kita temui
dilaksanakan secara bersama-sama baik itu dilaksanakan di
setiap ada orang yang meninggal, perkumpulan warga,
isthoghosah, di Masjida, di Mushola serta di dalam majelis-
majelis baik itu majelis besar dan majelis kecil, semua itu
dilaksanakan dengaan berkumpul, walaupun dzikir itu juga bisa
dilakukan sendiri, akan tetapi yang sering kita temukan
berdzikir itu dalam satu jama‟ah atau majelis yang dilaksanakan

71
oleh semua lapisan masyarakat yang berkumpul dan membaca
do‟a dan dzikir dengan tujuan yang sama. Hal tersebut memicu
adanya pertemuan antara satu warga dengan warga lain, adanya
saling interaksi sosial antar warga satu dengan warga lain dalam
kegiatan tahlilan, adanya silaturahmi antar warga, biasanya
membaca tahlilan dilaksanakan di rumah-rumah warga, di
masjid, di mushola dan di tempat pelaksanaaan berdzikir, hal
ini akan menimbulkan silaturahmi antar warga atau mendatangi
rumah warga yang punya hajat.
Selain itu terjalin adanya kepedulian antar warga artinya
ketika kita mengikuti tradisi tahlilan ada kepedulian sosial yaitu
niat untuk menghadiri dan memberi kabar kepada tetangga dan
masih banyak lain, dan yang sering kita temui adanya makanan
yang disediakan tuan rumah, hal ini bisa jadi sebagai amal
shodaqoh dan tambahan kesemangatan warga untuk melakukan
tardisi tahlilan. Disinilah nilai-nilai peduli sosial, yang
dipaparkan oleh Bapak H. M. Sukri,
“tahlilan itu kan terdapat unsur shodaqoh, unsur doa, unsur
dzikrullah ingat kepada Allah, silahturahim, kan kita berkumpul
dan banyak berinterkasi kepada tentangga, berjabat tangan ,
membaur dengan yang lain” (Wawancara pada hari Rabu, 4 Juli
2018, pukul 18.40 WIB)
Hal tersebut diperkuat oleh saudara Fikri Al-Huda.
Kalau di daerah sini wilayah sraten itu secara otomatis begitu
ada orang yang meninggal, saat itu juga setelah jenazah
dikebumikan maka warga langsung melakukan tahlil disitu

72
tujuan mendoakan si mayatnya tadi.”(Wawancara pada hari
Selasa, 29 Mei 2018, pukul. 21:11 WIB).
Hal ini membuktikan bahwa tradisi tahlilan mengandung
peran yang penting dalam sosial masyarakat. Apalagi tradisi
tahlilan di desa Sraten dilaksanakan secara anjangsana. Jadi
mau tidak mau harus menghadiri di rumah warga-warga yang
mempunyai hajat dalam kegiatan tahlilan. Selain itu tadisi
tahlilan di Sraten dilaksanakan dalam setiap perkumpulan
seperti kumpulan RT, RW, acara syukuran kemerdekaan dan
lain sebaginya. Perkumpulan keagamaan semu praktis, juga
menggunakan tadisi tahlilan. Dengan hal itu kalau tidak
mengikuti tradisi tahlilan tentunya sosial masyarakatnya
kurang, karena kurangnya mengikuti kegiatan perkumpulan
sosial atau perkumpulan agama hal ini seperti halnya yang
dipaparkan oleh Bapak H. M. Sukri,
“Jadi pada setiap kumpulan RT, RW dalan lain-lain kan wajib
melakukan tahlilan, jadi kalau ada yang tidak mau ikut ya suruh
pulang saja.” (Wawancara pada hari Rabu, 4 Juli 2018, pukul
18.40 WIB).
Pada tradisi tahlilan juga terdapat nilai pendidikan karakter
disiplin khususnya kepada para santri. karena dipondok
pesantren itu mewajibkan santrinya untuk mengikuti tahlilan
dan dipimpin oleh para santri yang telah dijadwalkan oleh
Ketua Pondok Pensantren. Jika santri tidak mengikuti atau

73
melanggar, maka akan dikenai sanksi/takzir-an yang telah
disepakati. Hal ini disampaikan oleh saudara Moh Roni Irvana.
“nilai disiplin juga ada, karena ketika kegitan tahlilan sudah
menjadi ketentuan dipondok maka santri harus mengikuti
kegiatan tahlilan tersebut, jika tdiak maka akan dikenai
takzir/sanksi yang telah menjadi kesepakatan” (Wawancara
saudara Moh Roni Irvana pada hari Rabu, 06 Juni 2018, pukul.
18:37 WIB)
Demikian hasil dari pelaksanaan tahlilan di desa Sraten.
Data ini melalui observasi dan wawancara kepada tokoh agama,
angota masyarakat serta santri pondok pesantren di desa sraten,
serta penulis juga berpartisipasi dalam kegiatan tahlil di desa
Sraten. Dari paparan data di atas dapat disimpulkan bahwa
kegiatan dzikir di desa Sraten sangat baik karena didesa ini
menjadikan tahlilan sebagai kebiasaan yang dalam
perkumpulan masyarakat dan para santri. Sehingga kegiatan ini
sangat berperan dalam menumbuhkan nilai sosial dan spiritual
atau hubungan sosial dan masyarakat, hubungan individu
dengan Allah SWT.
B. Analisis Data
1. Penyelenggaraan Tradisi Tahlilan Di Desa Sraten Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang
Kegiatan tradisi tahlilan adalah suatu adat keagamaan sebagai salah
satu sarana taqorrub illallah (mendekatkan diri kepada Allah) baik
dilakukan sendiri atau bersama-sama, berkumpul untuk melakukan
berdzikir (mengingat) kepada Allah dengan membaca kalimat thayibah

74
seperti Laa ilaaha illallah, sholawat kepada Nabi Muhammad, ayat-ayat
Al-Qur‟an dan do‟a yang diharapkan memiliki pengaruh dalam
meningkatkan nilai-nilai, kebiasaan baik di masyarakat dan lain-lain dalam
menjalani kehidupan.
Dalam kehidupan manusia, ada masa ketika kita merasa jauh ke dalam
titik terendah pada kehidupan kita. Ketika kenyataan yang dihadapi
berbeda dengan apa yang kita harapkan. Tidak jarang pula kita terlanjur
berburuk sangka kepada Allah SWT atas musibah yang kita alami. Hal
tersebut tidaklah dibenarkan. Karena segala musibah yang menimpa kita
itu merupakan bentuk ujian dari Allah untuk menempa iman kita. Apakah
ujian tersebut daoat semakin mendekatkan diri kepada Allah atau justru
sebaliknya. Maka salah satu sarana mendekatkan diri kepada Allah dengan
berdzikir kepada Allah. Masyarakat Indonesia memiliki tradisi yang sudah
terbentuk dari zaman dulu yaitu tradisi tahlilan.
Tradisi tahlilan juga diselenggarakan di desa Sraten Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang. Dalam hal ini penulis kembali sedikit
menjelaskan tentang tradisi tahlilan sesuai dengan paparan data tentang
tradisi tahlilan di Desa Sraten. Desa Sraten dihuni oleh sekelompok
masyarakat yang mayoritas memeluk agama Islam yang memiliki kultur
Nahdlatul Ulama‟ (NU). Maka kegiatan keagamaan masyarakat salah
satunya tradisi tahlilan.
Tradisi tahlilan di desa Sraten sudah dimulai sejak dahulu dan
berlangsung secara turun-temurun. Akan tetapi tidak ada yang tau pasti

75
kapan tradisi tahlilan itu pertama kali dilaksanakan dan siapa yang
pertama melakukan tradisi tahlilan di desa Sraten ini sendiri. Yang jelas
masyarakat meyakini bahwa tradisi tahlilan sudah ada sejak zaman dahulu
yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa Sraten sehingga tradisi
tahlilan sampai sekarang ini masih sering dilaksanakan oleh warga desa
Sraten.
Masyarakat Sraten mengikuti apa yang sudah dilaksanakan oleh warga
atau umat terdahulu, dari orang tua, para alim ulama‟ dan kiai, karena
masyarakat desa Sraten termasuk warga masyarakat pedesaan yang
notabennya sebagian besar tingkat pemahaman agamanya masih kurang.
Jadi masyarakat menilai dan meyakini bahwa tradisi tahlilan tersebut
sebagai kebiasaan baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Hal tersebut tak
lepas dari peran alim ulama‟ yang senantiasa memberikan pengertian dan
nasihat kepada masyarakat desa Sraten sehingga tradisi tahlilan sudah
membumi sebagai sarana ibadah yang mereka laksanakan.
Adapun masyarakat Sraten melaksanakan tradisi tahlilan bertujuan
mendoakan/mengirim doa (ngirim dungo) bagi arwah ahli kubur agar si
ahli kubur mendapatkan ampunan dan di alam arwahnya senantiasa
mendapat rahmat dari Allah SWT. Selain itu masyarakat desa Sraten
melaksanakan tradisi tahlilan dengan bertujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah, sebagai sarana bertaubat kepada Allah, dan sebagai sarana
mengharap ridho Allah SWT.

76
Ketika masyarakat melaksanakan tahlilan tersebut harus dilandasi
dengan niat yang ikhlas, kemudian kita pasti menjadi orang yang ahli
bersyukur. Cara menjadi orang yang ahli bersyukur yaitu ketika kita
meiliki masalah harus introspeksi diri (muhasabah). Tahlilan tersebut
sarana taqorrub illallah (mendekatkan diri kepada Allah) melalui
muhasabah (introspeksi diri) dengan mengakui bahwa diri kita itu lemah,
serba salah. Maka kita minta maaf kepada Allah atas kesalahan yang
diperbuat. Bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi kita mendoakan
orang tua karena suatu bentuk birulwalidain dan mendoakan seluruh umat
Islam sebagai saudara se-Iman. Tujuan tersebut dapat kita simpulkan
bahwa tradisi tahlilan sangat berperan penting dalam kehidupan
masyarakat di desa Sraten.
Kegiatan tahlilan biasanya dilaksanakan oleh semua lapisan
masyarakat dari yang masih anak-anak, remaja dan sampai orang tua. Dan
waktu pelaksanaan kegiatan tersebut dilaksanakan kapan pun dan
dimanapun, karena inti tahlil itu terdapat pada bacaan Laa ilaaha illallah.
Sedangkan pelaksanaan tradisi tahlilan yang berlaku pada masyarakat
desa Sraten biasanya dilaksanakan ketika ada orang yang meninggal dunia
dilaksanakan setelah kegiatan memandikan, sebelum menyolatkan sampai
penguburan jenazah. Kemudian tradisi tahlilan dilanjutkan pada hari
pertama meninggalnya sampai hari ketujuh, keempatpuluh, keseratus,
mendhak pisan (setahun pertama), mendhak pindho (tahun kedua),

77
mendhak katelu (nyewu), dan haul/khol (setelah mencapai satu tahun)
yang biasanya diadakan setiap satu tahunnya.
Pelaksanaan tradisi tahlilan tidak saja dibaca ketika ada orang yang
meninggal dunia tetapi tahlil dibaca juga pada acara selametan atau
tasyakuran, rutinan selapanan, rutinan mingguan, rutinan pondok, acara
peringatan kemerdekaaan dan pengajian peringatan hari besar Islam
seperti Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj dan acara lainnya.
Tradisi tahlilan dilakukan di setiap musholla/masjid yang
dilaksanakan setiap malam Jum‟at. Waktu pelaksanaan sering diadakan
pada saat matahari telah terbenam yaitu setelah maghrib atau Isya‟. Tradisi
tahlilan dihadiri oleh para tetangga-tetangga terdekat, tidak dibatasi umur
serta tradisi tahlilan tersebut dipimpin oleh Kyai atau tokoh masyarakat.
Selain itu masyarakat desa Sraten melaksanakan tradisi tahlilan di
dalam setiap perkumpulan-perkumpulan warga atau kegiatan yang di
dalamnya diisi dengan tradisi tahlilan, baik dari perkumpulan masyarakat
secara sosial ataupun perkumpulan masyarakat secara keragamaan di desa
Sraten pasti menggunakan bacaan tahlil sebagai salah satu dari rangkaian
acara yang termasuk di dalam agenda kegiatan.
Tradisi tahlilan juga dilaksanakan secara rutin, kegiatan keagamaan
seperti halnya jamaah Muslimatan NU dan Jama‟ah ibu-ibu yasinan, yang
dilaksanakan di rumah warga yang menjadi angota yang dilaksanakan
secara rutin baik itu seminggu sekali atau sebulan sekali kegiatan

78
keagamaan menggunakan atau berisi dengan tradisi tahlilan baik itu tua
ataupun muda.
Selain itu tradisi tahlilan juga dilaksanakan secara rutin di Pondok
Pesantren yang ada di Desa Sraten yang kemudian santri diwajibkan
mengikuti kegiatan tersebut oleh ketua pondok. Dengan tujuan untuk
melatih santri agar santri dapat membaca tahlil dengan lancar, melatih
santri agar ketika dimasyarakat dapat memimpin tahlilan di desanya.
Tradisi tahlilan juga menjadikan suatu ciri khas pondok pesantren
salafiyyah.
Adapun rangkaian tahlilan secara umum yang dilakukan warga desa
Sraten dengan membacakan:
a. Hadharah kepada Nabi Muhammad dan seterusnya hadharah kepada
sahabat, para wali, para alim ulama‟, para kiai serta juga kepada orang
yang disekitar yang telah meninggal.
b. Membaca surat al-Fatihah
c. Membaca surat al-Ikhlas sebanyak 3x
d. Membaca surat al-Mu‟awwidzatain (Surat al-Falaq dan Surat an-Nas)
e. Surat al-Baqarah, dari ayat 1 sampai ayat 5
f. Surat al-Baqarah ayat 163
g. Surat al-Baqarah ayat 255 (ayat kursi)
h. Surat al-Baqarah dari ayat 284 sampai ayat 286
i. Istighfar
j. Tahlil

79
k. Sholawat
l. Tasbih
m. Doa Tahlil
Demikian itu rangkaian bacaan-bacaan dzikir yang sering atau umum
di baca masyarakat desa Sraten. Adapun bacaan tahlilan tersebut juga
tergantung pada Imam tahlil, karena ijzah tahlil yang diterima dari
gurunya berbeda-beda dan juga tergantung pada acara yang laksanakan.
Jika acaranya resmi maka bacaan tahlil-nya panjang, sedangkan acara
rutinan biasa, maka bacaan tahlil-nya ringkas. Kemudian pada proses
pembacaan do‟a itu terdapat hal yang berbeda, biasanya Imam tahlil
membacakan doa sampai selesai. Tetapi di desa Sraten ketika ditengah-
tengah doa, jamaah disuruh berdoa sendiri sesuai dengan hajat yang ingin
dimintanya.
Setelah proses tahlilan dan pembacaan do‟a, maka pihak tuan rumah
atau ahlul bait-nya mempersilahkan menyantap makanan dan minuman
yang telah disediakan untuk menjamu para tamu atau jamaah, karena hal
tersebut sudah menjadi tradisi. Sembari menikmati hidangan tersebut, para
warga saling berinteraksi dan saling tukar fikiran satu sama lain. Hal ini
bertujuan agar dapat menumbuhkan atau berperan penting dalam
menyambung silaturahmi antara warga desa Sraten. Kemudian masyarakat
diberi berkat yang telah disiapkan oleh tuan rumah untuk dibawa pulang.
Dalam pembagian berkat, hal pemberian tanda terima kasih pada
pemimpin/Imam tahlil dan rasa bersyukur karena telah didoakan, maka

80
menyediakan konsumsi sebagai rasa gembira. Sebagai bentuk shodaqoh
yang pahalanya untuk almarhum.. Pemberian tersebut selain berkat yang
lebih dan amplop bersi uang. Memang hal ini tidak dianggap berlebihan
karena telah menyanggup permohonan dari tuan rumah. Pemberian berkat
yang berbeda juga diterima oleh saudara dari tuan rumah. Terakhir, untuk
para tamu yang berasal dari tetangga dan/atau jemaah juga mendapatkan
berkat.
2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan di Desa Sraten
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
Tradisi merupakan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai
yang diwariskan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-
nilai yang diwariskan berupa nilai-nilai yang oleh masyarakat
pendukungnya masih dianggap baik dan relevan dengan kebutuhan
kelompok. Dalam tahlilan ini dapat dipakai untuk mengukuhkan nilai-nilai
dan keyakinan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, tahlilan
merupakan salah satu kegiatan keagamaan yang sangat diperhatikan dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan berdzikir kepada-Nya serta
melestarikan tradisi yang turun-temurun ini.
Di tengah ambingunya masyarakat pada dunia pendidikan, ada
secercah harapan baru dengan datangnya era pendidikan karakter. Pada
Hari Pendidikan Nasional 2011, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
menekankan pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya pembangunan
karakter bangsa. Bahkan ditahun yang sama Kementerian Pendidikan

81
menerbitkan buku pelatihan dan pengembangan pendidikan budaya
karakter bangsa yang didisusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum Kemendiknas RI.
Dalam buku yang didisusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum Kemendiknas RI ada 18 nilai dalam pendidikan karakter
bangsa yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.
Maka dalam tradisi tahlilan terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan
karakter, diantaranya yaitu:
a. Religius
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau
kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati diatas manusia.
Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi
yang melekat pada diri seseorang.
Religius sebagai salah satu nilai pendidikan karakter sebagai sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
diyakininya serta mempunyai jiwa toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan juga hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa
Sraten terutama anak-anak dan remaja dalam menghadapi perubahan

82
zaman dan degradasi moral, dalam hal ini diharapkan mampu memiliki
dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada
ketentuan dan ketetapan agama.
Di dalam tahlilan terdapat nilai religius, yaitu dalam pelaksanaan
tardisi tahlilan, diawali ketika ada orang yang meninggal dunia.
Kemudian warga desa bertakziyah ke rumah duka dan ikut serta
mengubur si mayat. Setelah itu diadakan acara tahlilan oleh shohibul
hajat (keluarga si mayat) dan dihadiri masyarakat desa Sraten. Saat
tahlilan dibaca secara bersama-sama dengan membaca surat Yasin,
diiringi dengan surah al-Fatihah yang dikhususkan kepada orang yang
telah meninggal, ayat Kursi dan lantunan tasbih (pensucian), tahmid
(puji-pujian) dan istighfar (mohon ampunan).
Kemudian mendoakan si mayit dan keluarganya agar segala
dosanya yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia, di ampuni
oleh Allah SWT. Selain itu dilapangkan kuburnya dan di beri nikmat
kubur oleh Allah SWT serta pahala bacan Al-Qur‟an dan dzikir dari
sanak saudara maupun tetangganya dihadiahkan kepada si mayit
tersebut. Bahkan tardisi tahlilan ini tidak hanya dilakukan pada hari
kematian namun dilanjutkan pada hari ketujuh, keempatpuluh,
keseratus, mendhak pisan (setahun pertama), mendhak pindho (tahun
kedua), mendhak katelu (nyewu), dan haul/khol (setelah mencapai satu
tahun) yang biasanya diadakan setiap satu tahunnya.

83
Tradisi tahlilan selain untuk mendo‟akan orang yang sudah
meninggal, tardisi ini juga sebagai salah satu sarana mendekatkan diri
kepada Allah yaitu dengan berdzikir atau membaca Al Qur‟an yang
tujuanya mengingat Allah, mengingat keagungan Allah dan mengharap
ridho Allah. Sebagai hamba Allah, kita sebagai manusia harus selalu
mengingat akan adanya Allah yang disembah setiap saat dan menjadi
hamba yang bisa bersyukur.
Selain itu tahlilan juga sebagai sarana menentramkan hati, sebagai
sarana untuk bertaubat kepada Allah bahkan sekarang ini juga
digunakan sebagai metode pembelajaran, metode seorang psikiater dan
motivator untuk menenangkan hati dan membentuk kerakter
seseorang.
Maka tradisi tahlilan tersebut sangatlah berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat Desa Sraten, dari sebuah kegiatan yang di
dalamnya diisi dengan tradisi tahlilan maka akan berpengaruh atau
menumbuhkan sebuah karakter masyarakat yang mempunyai
kebiasaan sosial religius yang tinggi, selain itu juga dapat membentuk
kepribadian muslim, karena kegiatan ini berisi tentang membaca dzikir
atau ayat-ayat Al-Qur‟an dan do‟a, hal itu jelas akan mempengaruhi
kepribadian muslim warga Desa Sraten itu sendiri, adapun bacaan
tahlil yang dilaksanakan di Desa Sraten tidak lepas dari Al Qur‟an dan
bacaan-bacaan dzikir dan do‟a yang dianjurkan Allah SWT

84
Dari hal ini sebenarnya sudah kita ketahui bahwa tradisi tahlilan
itu membentuk karakter religius seseorang. Akan tetapi semua itu
kembali tergantug kepada seorang yang melakukan, jika tradisi
tahlilan dilakukaan dengan sungguh-sungguh dan diniatkan dengan hal
yang baik maka akan ada banyak sekali manfaat dan pembentukan
karakter religius di masyarakat Sraten. Dan tradisi tahlilan memiliki
banyak manfaat sebagaimana antara lain:
1) Dapat mendoakan ahli kubur;
2) Dapat mengingat kematian dan mengingatkan untuk selalu
mempersiapkan bekal sebelum kedatangan ajal. Sebaik-baik bekal
adalah selalu menjalankan amal ketaatan (menjalankan
kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) dan mengerjakan amal
kebaikan (amal sholeh);
3) Dapat merasakan bagaimana keadaan seseorang itu ketika akan
menghadapi ajalnya (sakaratul maut);
4) Dapat menghilangkan kegembiraan dunia (sehingga ingat akan
kehidupan akhirat);
5) Dapat mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap Ridho-Nya;
6) Dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan maksiat;
7) Dapat melemaskan hati seseorang yang mempunyai hati yang
keras;
8) Dapat meringankan musibah (bencana);

85
9) Dapat menolak kotoran hati dan mengukuhkan hati, sehingga tidak
terpengaruh dari ajakan-ajakan yang dapat menimbulkan dosa.
b. Kerja Keras
Secara bahasa kerja keras artinya pantang menyerah. Kerja keras
adalah tindakan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa
mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu
mengutamakan atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap
tindakan yang dilakukan. Kerja keras dapat diartikan bekerja memiliki
sifat yang bersungguh-sungguh untuk mencapai sasaran yang ingin
dicapai.
Kerja keras sangat penting untuk dilakukan oleh masyarakat.
Dengan kerja keras seseorang dapat mengubah nasib dirinya agar
menjadi lebih baik. Kemudian masyarakat dapat mengoptimalkan
potensi dirinya karena manusia telah dikaruniai akal, rasa, dan karsa
sehingga harus menjaga harkat dan martabat dirinya. Menunjukkan
sikap tanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Selain itu masyarakat dapat hidup mandiri sehingga tidak menjadi
beban orang lain dan turut serta dalam memajukan lingkungan sekitar
dan negara.
Di dalam tahlilan terdapat nilai kerja keras yaitu pada penyambut
tradisi tahlilan pada masyarakat Sraten, keluarga si mayit dibantu oleh
tetangga, sukarela ataupun orang yang sudah biasa membantu jika ada
acara-acara tersebut biasanya berusaha menyediakan makanan untuk

86
orang-orang yang hadir pada tradisi tersebut. Mereka bekerja keras
mempersiapkan hidangan yang akan disuguhkan kepada para hadirin.
Hidangan terkadang sengaja dibuat sendiri. Penyajian hidangan disini
tidak pernah ditentukan, tetapi biasanya penyajian hidangan disertai
dengan berkat.
Dalam pembagian berkat, hal pemberian tanda terima kasih pada
pemimpin/Imam tahlil. Pemberian tersebut selain berkat yang lebih
dan amplop bersi uang. Memang hal ini tidak dianggap berlebihan
karena telah menyanggup permohonan dari tuan rumah. Pemberian
berkat yang berbeda juga diterima oleh saudara dari tuan rumah.
Terakhir, untuk para tamu yang berasal dari tetangga dan/atau jemaah
juga mendapatkan berkat. Semua itu sebagai rasa terima kasih karena
telah mendo‟akan almarhum dan juga sebagai bentuk shodaqoh yang
pahalanya dihadiahkan untuk almarhum.
Bahkan pada saat pelaksanaan tahlilan selesai, shohibul hajat
membersihkan tempat yang telah digunakan. Biasanya dibantu oleh
para warga desa Sraten. Semua itu terjadi secara suka rela dan
perasaan saling membutuhkan satu sama lain.
c. Bersahabat/Komuniktif
Bersahabat/komunikatif adalah sikap dan tindakan yang
memperlihat-kan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama
dengan orang lain. Sikap bersahabat berbeda dengan komunikatif
namun di dalam sikap bersahabat terdapat proses komunikasi. Sikapt

87
bersahabat/komunikasi menunjukkan kemampuan seseoarng dalam
menyampaikan ide-idenya atau sebuah pikirannya kepada orang lain
dalam bergaul. Jadi sikap tersebut menjadi modal penting dalam hidup
bermasyarakat.
Di dalam tahlilan terdapat bersahabat/komuniktif yaitu antara tamu
dengan keluarga si mayit itu bisa saling berkomunikasi seperti
mengucapkan turut berduka cita dan bisa menghibur keluarga agar ahli
mayit agar ikhlas melepaskan kepergian si mayit.
Kemudian tradisi tahlilan pada masysrakat Sraten, umunya saling
berinteraksi minimal berjabat tangan atau menebar senyum terhadap
warga ketika bertemu sebelum mulai kegiatan tahlilan. Setelah
kegiatan tersebut selesai, shohibul hajat menyediakan hidangan
makanan/minuman kepada para warga. Sembari menikmati hidangan
tersebut, para warga saling berinteraksi dan saling tukar fikiran satu
sama lain. Hal ini bertujuan agar dapat menumbuhkan atau berperan
penting dalam menyambung silaturahmi antara warga desa Sraten.
d. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pda oranag lain dan masyaraat yang membutuhkan. Peduli
sosial merupakan kesadaran sebagai makhluk sosial yang tidak dapat
hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya sehingga ada sifat saling tergantung antara satu individu
dengan individu lain. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia akan

88
ikut merasakan penderitaan dan kesulitan orang lain sehingga ada
keinginan untuk memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang-
orang yang kesulitan.
Manusia mempunyai rasa empati, rasa merasakan apa yang
dirasakan orang lain dan dengan itu tergeraklah hatinya untuk
menolong orang lain. Oleh karena itu pada hakikatnya manusia adalah
makhluk yang suka tolong-menolong dan dasar dari tolong-menolong
juga rupa-rupanya perasaan saling butuh membutuhkan, yang ada
dalam jiwa warga masyarakat desa Sraten.
Di dalam tahlilan terdapat peduli sosial yaitu bersimpati dan
berbela sungkawa terhadap keluarga si mayit serta ikut mendo‟akan
dan segala dosanya yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia,
di ampuni oleh Allah SWT. Selain itu dilapangkan kuburnya dan di
beri nikmat kubur oleh Allah SWT serta pahala bacan Al-Qur‟an dan
dzikir dari sanak saudara maupun tetangganya dihadiahkan kepada si
mayit tersebut.
Dalam hal hidangan, selama tujuh hari berturut-turut para ibu-ibu
(para tetangga dan kerabat dekat si mayit almarhum) membantu dalam
persiapan hidangan (makan, minuman) undangan, karena dalam tradisi
tahlilan tidak sedikit yang hadir. Bahkan pada saat pelaksanaan
tahlilan selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat
yang telah digunakan. Dalam kepedulian sosial terdapat hubungan
saling ketergantungan sebagai akibat dari adanya proses pertukaran

89
yang saling memberikan balasan atas jasa yang diberikan orang lain
kepada dirinya. Kepedulian sosial dalam tradisi tahlilan terjadi secara
spontan dan rela dengan tujuan membantu si punya hajat dan mereka
tidak menerima imbalan berupa upah.
Selain itu terjalin adanya kepedulian antar warga artinya ketika kita
mengikuti tradisi tahlilan ada kepedulian sosial yaitu niat untuk
menghadiri dan memberi kabar kepada tetangga dan masih banyak
lain, dan yang sering kita temui adanya makanan yang disediakan tuan
rumah, hal ini bisa jadi sebagai amal shodaqoh dan tambahan
kesemangatan warga untuk melakukan tardisi tahlilan.
Hal ini membuktikan bahwa tradisi tahlilan mengandung peran
yang penting dalam sosial masyarakat. Apalagi tradisi tahlilan di desa
Sraten dilaksanakan secara anjangsana. Jadi mau tidak mau harus
menghadiri di rumah warga-warga yang mempunyai hajat dalam
kegiatan tahlilan. Selain itu tadisi tahlilan di Sraten dilaksanakan
dalam setiap perkumpulan seperti kumpulan RT, RW, acara syukuran
kemerdekaan dan lain sebaginya. Perkumpulan keagamaan semu
praktis, juga menggunakan tadisi tahlilan. Dengan hal itu kalau tidak
mengikuti tradisi tahlilan tentunya sosial masyarakatnya kurang,
karena kurangnya mengikuti kegiatan perkumpulan sosial atau
perkumpulan agama.

90
e. Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dalam kehidupan sehari-
hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu
kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang juga tidak. Kegiatan yang
kita laksanakan secara tepat waktu dan dilaksanakan secara kontinyu,
maka akan menimbulkan suatu kebiasaan. Kebiasaan dalam
melaksanakan kegiatan secara teratur dan tepat waktulah yang
biasanya disebut disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin
diperlukan di manapun, karena dengan disiplin akan tercipta
kehidupan yang teratur dan tertata.
Di dalam tahlilan terdapat nilai disiplin khususnya kepada para
santri di pondok pesantren. Seluruh santri diwajibkan untuk megikuti
kegiatan tahlilan yang telah menjadi keetentuan pondok pesantren.
Tahlilan dipimpin oleh santri yang telah dijadwalkan dari Ketua
Pondok Pensantren. Tradisi tersebut dilakukan secara bergilir setiap
malam Jum‟at bakda maghrib. Diawali dengan mambaca surah Yasin
dan diakhiri dengan do‟a. Jika santri tidak mengikuti atau melanggar
kegiatan tersebut maka akan dikenai sanksi/takzir-an yang telah
disepakati oleh para santri.

91
Hal tersebut dapat merekatkan emosional santri dan tumbuh rasa
kekeluargaan. Dan juga dapat menjadi bekal para santri, agar ketika
dimasyarakat dapat memimpin tahlil di desanya. Tardisi tahlilan
merupakan suatu ciri khas pondok pesantren salaf yang melestarikan
tradisi dan budaya Nusantara.

92
BAB V
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dalam mengambil kesimpulan ini, penulis mengacu pada rumusan
masalah serta hasil penelitian yang menjadi data-data dalam penyusunan
penelitian ini yakni penyajian dan analisis data. Dari hasil penyajian data serta
analisis data tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan di
Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Tradisi Tahlilan Di Desa Sraten
Kegiatan tradisi tahlilan adalah suatu adat keagamaan sebagai salah
satu sarana taqorrub illallah (mendekatkan diri kepada Allah) baik
dilakukan sendiri atau bersama-sama, berkumpul untuk melakukan
berdzikir (mengingat) kepada Allah dengan membaca kalimat thayibah
seperti Laa ilaaha illallah, sholawat kepada Nabi Muhammad, ayat-ayat
Al-Qur‟an dan do‟a yang diharapkan memiliki pengaruh dalam
meningkatkan nilai-nilai, kebiasaan baik di masyarakat dan lain-lain dalam
menjalani kehidupan.
Tradisi tahlilan di desa Sraten ini dilakukan oleh semua lapisan
masyarakat desa pada setiap ada orang yang meninggal dunia,
perkumpulan, dan kegiatan keagamaan yang dipimpin oleh kyai atau
tokoh masyarakat. Bertujuan mendoakan/mengirim doa (ngirim dungo)

93
bagi arwah ahli kubur agar si ahli kubur mendapatkan ampunan dan di
alam arwahnya senantiasa mendapat rahmat dari Allah SWT, kemudian
sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, bertaubat kepada Allah,
dan mengharap ridho Allah SWT.
Sedangkan pelaksanaan tradisi tahlilan yang berlaku pada masyarakat
desa Sraten biasanya dilaksanakan ketika ada orang yang meninggal dunia
dilaksanakan setelah kegiatan memandikan, sebelum menyolatkan sampai
penguburan jenazah. Pelaksanaan tradisi tahlilan tidak saja dibaca ketika
ada orang yang meninggal dunia tetapi tahlilan dibaca juga pada acara
selametan atau tasyakuran, rutinan, pengajian peringatan hari besar Islam
dan acara lainnya.
Tradisi tahlilan dimulai apabila warga desa sudah banyak yang
datang. Kemudian proses berjalannya tahlilan yang sudah menjadi tradisi
tersebut, dipimpin oleh imam tahlil yakni tokoh agama atau tokoh
masyarakat. Dalam tradisi tahlilan masyarakat desa Sraten pada umumnya
melakukan hadharah kepada Nabi, sahabat, para wali, para alim ulama‟,
para kiai serta juga kepada orang yang disekitar yang telah meninggal.
Kemudian dilanjutkan pembacaan tahlil dan al-Qur‟an serta pembacaan
doa bersama.
Setelah proses tahlilan dan pembacaan do‟a, maka pihak tuan rumah
atau ahlul bait-nya mempersilahkan menyantap makanan dan minuman
yang telah disediakan untuk menjamu para tamu atau jamaah, karena hal
tersebut sudah menjadi tradisi. Sembari menikmati hidangan tersebut, para

94
warga saling berinteraksi dan saling tukar fikiran satu sama lain. Hal ini
bertujuan agar dapat menumbuhkan atau berperan penting dalam
menyambung silaturahmi antara warga desa Sraten. Kemudian masyarakat
diberi berkat yang telah disiapkan oleh tuan rumah untuk dibawa pulang.
2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan
Dalam tradisi tahlilan terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan
karakter, diantaranya yaitu:
a. Religius
Dalam pelaksanaan tardisi tahlilan yaitu membaca surat Yasin,
diiringi dengan surah al-Fatihah (hadharah) yang dikhususkan kepada
Nabi SAW, sahabat, para wali, para alim ulama‟, para kiai serta juga
kepada orang yang disekitar yang telah meninggal. Kemudian
membaca al-Qur‟an, lantunan tasbih (pensucian), tahmid (puji-pujian)
dan istighfar (mohon ampunan) serta diakhiri dengan pembacaan do‟a
secara bersama-sama.
b. Kerja Keras
Pada penyambut tradisi tahlilan pada masyarakat Sraten, keluarga
si mayit dibantu oleh tetangga, sukarela ataupun orang yang sudah
biasa membantu jika ada acara-acara tersebut biasanya berusaha
menyediakan makanan untuk orang-orang yang hadir pada tradisi
tersebut. Mereka bekerja keras mempersiapkan hidangan yang akan
disuguhkan kepada para hadirin.

95
c. Bersahabat/Komuniktif
Di dalam tahlilan terdapat bersahabat/komuniktif yaitu antara tamu
dengan keluarga si mayit itu bisa saling berkomunikasi seperti
mengucapkan turut berduka cita dan bisa menghibur keluarga agar ahli
mayit agar ikhlas melepaskan kepergian si mayit.
d. Peduli Sosial
Di dalam tahlilan terdapat peduli sosial yaitu bersimpati dan
berbela sungkawa terhadap keluarga si mayit serta ikut mendo‟akan
dan segala dosanya yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia,
di ampuni oleh Allah SWT. Selain itu terjalin adanya kepedulian antar
warga artinya ketika kita mengikuti tradisi tahlilan ada kepedulian
sosial yaitu niat untuk menghadiri dan memberi kabar kepada tetangga.
e. Disiplin
Di dalam tahlilan terdapat nilai disiplin khususnya kepada para
santri di pondok pesantren. Seluruh santri diwajibkan untuk megikuti
kegiatan tahlilan yang telah menjadi keetentuan pondok pesantren.
Tahlilan dipimpin oleh santri yang telah dijadwalkan dari Ketua
Pondok Pensantren. Tradisi tersebut dilakukan secara bergilir setiap
malam Jum‟at bakda maghrib. Jika santri tidak mengikuti atau
melanggar kegiatan tersebut maka akan dikenai sanksi/takzir-an yang
telah disepakati oleh para santri.

96
B. Saran
Berikut ini penulis juga memberikan beberapa saran mudah-mudahan
bermanfaat bagi pembaca sebagai berikut:
1. Masyarakat
Masyarakat Sraten saat melakukan tahlilan hendaknya dilakukan
secara sungguh-sungguh hati dan lisan, agar dapat banyak keutamaan dan
manfaat dari tahlilan
2. Tokoh Masyarakat
Kepada para kyai atau ulama endaknya memberikan penjelasan arti
penting dasar-dasar , keutamaan, manfaat dan khasanah ilmu bagi orang
yang melakukan tahlilan.
3. Remaja
Kepada remaja desa Sraten dalam mengikuti kegiatan tahlilan harus
bisa lebih aktif agar benar-benar tahu tentang arti kegiatan tahlilan.

97
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Satardo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo.
Ahmad, Alwi. Syarah Ratib Al-Haddad. Hadramaut: Al-Imam Al-Hadad. 1414.
Amin, Darori. 2002. Islam & Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: GAMA MEDIA.
Ardy, Novan. 2013. Konsep, Praktik & Strategi Membumikan Pendidikan
Karakter di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Asmani, Jamal Ma‟mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter
di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
Asmani, Jamal Ma'mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Penddikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
Bayuadhy, Gesta. 2015. Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Ulama‟ Jawa. Jakarta:
DIPTA.
Fattah, Munawir Abdul. 2008. Tradisi Orang-Orang NU. Yogyakarta: PT LKIS
Pelangi Aksara.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Penduan Pelaksanaan Pendidikan
Karakter. Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
Khozin, Ma‟ruf. 2016. Tahlil Bid‟ah Hasanah (Berlandaskan al-Qur‟an dan
Sunnah). Surabaya: Muara Progresif.
Kirono, Condro. 2016. Tiap 41 Menit, 1 Kejahatan Terjadi di Indonesia,
Sindonews.com.29 Desember 2016.

98
Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: PT Grasindo.
Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya.
Yogyakarta: LKIS.
M. Mahbubi. 2012. Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja sebagai Nilai
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta
Mahbubi. 2012. Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja sebagai Nilai
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta.
Masykur, Ali. 2014. Membumikan Islam Nusantara. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta.
Moleong, Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rodakarya.
Muchtar, Masyhudi dkk. 2007. Aswaja An-Nahdliyah. Surabaya: Khalista
Mufid, Ahmad Syafi‟i. 2006. Tangklukan, Abangan, dan Tarekat Kebangkitan
Agama di Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Muhaimin. 2006. Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Muhaimin. Abdul Mujib & Muzakkir, Jusuf. 2005. Kawasan dan Wawasan Studi
Islam. Jakarta: Prenada Media.
Muin, Fathul. 2011. Pendidikan Karakter:Konstruksi Teoritik dan Praktik,
Yogyakarta: Ar Ruzz.
Mujib, Abdul & Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung:
Trigenda Karya.

99
Ngabdurrohman & Manan, Abdul. 2012. Tradisi Amaliyah NU & Dalil-Dalilnya.
Jakarta: LTM-PBNU.
Rosyadi, Khoirul. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Royyan, Mohammad Danial. 2013. Sejarah Tahlil. Kendal: LTN-NU dan Pustaka
Amanah.
Saifulloh Al-Aziz, Moh. 2009. Kajian Hukum-Hukum Walimah (Selametan).
Surabaya: Terbit Terang.
Samani, Muchlas & Hariyanto. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sholikhin, Muhammad. 2010. Ritual Kematian Islam Jawa: Pengaruh Tradisi
Lokal Indonesia dalam Ritual Kematian Islam. Yogyakarta: Narasi.
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah: dari
Gagasan ke Tindakan. Jakarta: Kompas Gramedia.
Umar, Ali Chasan. 1997. Risalah Merawat Jenazah, Shalat Jenazah, Talqin dan
Tahlil. Medan. Su‟udiyah.

Lampiran 1
Pedoman Wawancara
A. Latar Belakang Informan
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Asal Suku Jawa :
Profesi :
Tempat :
Waktu :
Hari :
B. Pertanyaan Wawancara
1. Berapa lama anda sudah menetap di Desa Sraten?
2. Apa yang anda ketahui tentang tahlilan?
3. Apa dasar masyarakat Desa Sraten melakukan kegiatan Tahlilan?
4. Apa tujuan masyarakat Desa Sraten melaksanakan tahlilan?
5. Siapa saja yang terlibat dalami kegiatan tahlilan?
6. Pada waktu apa saja masyarakat Desa Sraten melakukan kegiatan tahlilan?
7. Dimana masyarakat Desa Sraten melakukan kegiatan tahlilan?
8. Bagaimana kegiatan tahlilan di Desa Sraten berlangsung?
9. Apa manfaat kegiatan tahlilan bagi masyarakat Desa Sraten?
10. Nilai-nilai pendidikan karakter apa saja yang terdapat dalah tradisi
tahlilan?

Lampiran 2
HASIL WAWANCARA
A. Nama : K. Matori Mansur
Umur : 67 tahun
Agama : Islam
Jabatan : Pengasuh PP. Mansya”ul Huda dan Tokoh Masyarakat Sraten
Tanggal : Kamis, 10 Mei 2018
Waktu : 06.30 WIB
X : Apa tahlilan itu?
Y : Tahlil secara lughat (bahasa) yaitu bacaan Laa ilaaha illa Allah,
sedangkan secara istilah yaitu komposisi dari surat al-Fatihah, surat al-
Ikhlas, surat al-Falaq, surat an-Nas, beberapa ayat surat al-Baqarah, ayat
kursi dan seterusnya.
X : Apa tujuan melaksanakan tahlilan?
Y : Mengenang para almarhum, mengingatkan akan kematian
X : Pada waktu apa saja dan dimana melakukan tahlilan?
Y : Mayarakat diajak tahlilan oleh Tokoh Agama disetiap ada kegiatan Islam
seperti acara peringatan Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj, 10 Muharam,
santunan anak yatim. Kemudian ketika ada orang yang meninggal,
mengadakan talilan sampai dengan 1000 hari meninggalnya (nyewu).
Pelaksanaan tahlilan mengacu pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Baehaqi di dalam kitab Assu‟ab dari Imam Al-Wakidi beliau
berkata bahwa Nabi Muhammad SAW menziarahi para Syuhada‟ Uhud

setiap tahun setelah sampai di Uhud beliau mengeraskan suara kemudian
mengucap “keselamatan untuk kamu semua wahai Syuhada‟ Uhud”.
Kemudian sepeninggal Nabi SAW dilanjutkan oleh khalifah Abu Bakar,
Umar, Utsman dan seterusnya.
X : Siapa saja yang terlibat dalam tahlilan?
Y : Semua kalangan masyarat dari berbagai umur
B. Nama : Siti Asiyah
Umur : 64 tahun
Agama : Islam
Jabatan : Muslimat NU Sraten
Tanggal : Ahad, 27 Mei 2018
Waktu : 12.53 WIB
X : Apa tahlilan itu?
Y : Ikut sunnahnya Rasulullah, Dulu-dulu kan tahlilan itu tidak ada, yang
mengadakan kumpulan-kumpulan 3 hari, 7 hari kematian orang Budha.
Kemudian orang Islam memiliki wacana pas kumpulan itu diadakan
tahlilan. Yang mengumpulkan itu orang Budha kemudian yang mengisi
orang Islam.
X : Apa dasar melakukan tahlilan?
Y : Ya itu Ikut sunnahnya Rasulullah dan warisan para Wali, daripada
kumpulan saja tidak ada manfaatnya lebih baik diisi tahlilan.
X : Apa tujuan melaksanakan tahlilan?

Y : Kita sebagai orang Islam harus mendoakan arwah para leluhur.
X : Pada waktu apa saja dan dimana melakukan tahlilan?
Y : Pada waktu ada oarang meninggal 1, 3, 7, 40, 100 hari dirumah duka
kemudian ada juga pengajian ibu-ibu Muslimat itu diisi yasin, tahlil dan
manaqib itu mulai tahun 1977. Pembagiannya yaitu RT 01, 02, 03, 04
bertempat di keliling tiap Musholla sedangkan RT 05, 06, 07 keliling per-
rumah setiap hari kamis siang.
X : Siapa saja yang terlibat dalam tahlilan?
Y : Ketika ada oarang meninggal yang terlibat semua warga Sraten,
kemudian pengajian ibu-ibu Muslimat itu yang terlibat pemudi dan ibu-
ibu jamaah Muslimat.
X : Apa manfaat tahlilan?
Y : Kita mendoakan para leluhur agar semua keluarga kita diberi istiqomah
dalam beribadah, ikut dawuhe Gusti Allah dan semoga dikasih khusnul
khotimah ketika kita meninggal, karena orang yang meninggal itu deket
dengan Gusti Allah dan ada nilai-nilai sosial juga bisa membantu
tentangga yang terkena musibah.
X : Apa yang dibaca pada tahlilan?
Y : Sekarang yang sering dipakai itu bacaan tahlil yang pedek (setelah
bacaan Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, Al-Fatihah, Istighfar langsung Doa)

C. Nama : H. M. Sukri M.S.I., M.H
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Profesi : MWC NU Tuntang
Tanggal : Kamis, 05 Juli 2018
Waktu : 18.34 WIB
X : Apa itu tahlilan?
Y : Tahlilan itu menjadi salah satu sarana taqorrub illallah prodaknya
Nahdliyyin, karena selain Nahdliyyin tidak tahlilan.
Sedangkan tahlilan orang NU itu namanya adat, karena tradisi yang
jadi adat itu namanya akhlak. Akhlak nek wes diimbuhi karo dungo lan
keyakinan pada Allah iku jenenge Aqidah.
Kemudian adat telung dino, mitung dino, dan seterusnya itu bukan
adanya orang Hindu, tapi adatnya orang Islam. Memang pada waktu itu,
Hindu menggunakan adat tersebut tapi sebenarnya itu sebalumnya Islam
sudah ada. Seperti di Kalimantan itu ada Kwangkai (adatnya orang
anemis, dinamis) ketika berdo‟a itu ada bacaan basmallah, ta‟awudz, dan
juga robbana atina, padahal mereka tidak mengenal Islam. Itu telah ada
sejak nenek moyang mereka.
Berarti sebenarnya Islam itu sudah jauh-jauh hari masuk ke
Indonesia cuman tidak ada pembinaan. Dan doanya orang anemis,
dinamis itu persis yang ada di al-Qur‟an, cuman tidak menggunakan
bahasa al-Qur‟an. Jadi intinya telung dino, mitung dino, itu bukan

adatnya hindu tapi adanya Islam yang digunakan oleh orang Hindu
kemudian Islam baru masuk besar-besaran itu melalui Sunan Kalijaga
diikuti dan siseuaikan lagi.
X : Tujuan tahlilan?
Y : Siji, depe-depe karo seng Kuoso (nyedakke awakke dewe karo seng
Kuoso). Loro, mengharapkan ridho Allah dengan catatan melaksanakan
ibadah dengan ikhlas, nek wes awakke dewe masti ingin menjadi wong
seng ahli bersyukur.
Carane dadi ahli bersyukur pye. Nek ono masalah kudu awakke
dewe rumongso (muhasabah).
Nah tahlil itu sarana taqorrub illallah melalui muhasabah, ngaku nek
awakke dewe kui lemah, serba salah, mulakno jaluk ngapuro marang
Gusti Allah. Jaluk ngauro ora kanggo awakke dewe tok, karena itu wujud
birulwalidain kepada orang tua.
X : Kapan tahlilan dilaksanakan?
Y: Sewaktu-waktu, setiap sholat pun tahlil. Jadi kapanpun tahlil. Yang
namanya tahlil itu intinya Laa ilaha illallah yaitu kalimatut dzikrullah,
makanya orang yang sholat itu wes tahlil.
Tahlilan yang dilaksanakan dimasjid itu bakda maghrib malam
Jum‟at, karena kulturnya sini NU. Setiap kumpulan RT kan wajib
melakukan tahlil kalau ada yang tidak mau ikut ya suruh pulang saja.
Kemudian dimasyarakat melakukan tahlilan ketika ada orang yang

meninggal, dan acara-acara lainya seperti peringatan kemerdekaan,
tirakatan, halal bi halal, sunatan dan lain-lain.
X : Mengapa sebelum tahlilan itu harus hadhoroh dulu?
Y : NU itu cenderung menggunakan hadhoroh, karena NU itu dapatnya ilmu
atau ajaran agama itu tidak melalui langsung membaca buku tetapi
melalui guru. Ilmunya orang NU kui ilmu seng seko Nabi Muhammad ke
sahabat Nabi ke tabiin sampai kepada para auliya‟ dan syuhada sampai
ke Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Jadi NU itu menggunakan hadhoroh
dan mendoakan. Tidak sampai disitu semua orang Islam pun dihadhorohi
karena semua orang Islam itu sedulur.
X : Bagaimana pelaksanaan tahlilan di sraten?
Y : Sama seperti tahlilannya warga NU, cuman yang membedakan itu ketika
ditengah-tengah do‟a, saya suruh berdoa sendiri-sendiri sesuai hajat atau
kebutuhan jamaah, kemudian baru dilanjut doa penutupnya.
X : Apa saja manfaat tahlilan?
Y : Tahlilan memiliki banyak sekali manfaaat karena dalam tahlilan itu
terdapat unsur shodaqoh, unsur doa, unsur dzikrullah ingat kepada Allah,
silahturahim. kan kita berkumpul dan banyak berinterkasi kepada
tentangga, berjabat tangan , membaur dengan yang lain.
Contoh didepan rumah saya ada orang bajingan, kemudian dia ikut
tahlilan dan sekarang dia menjadi orang baik. Karena didoakan orang
banyak, masa doanya orang banyak satu pun tidak ada yang berhasil.

Ibarat orang kumpul sama orang baik maka Insyaallah ketularan baik dan
itu atas kodran Allah SWT.
D. Nama : M. Fikri Al Huda
Umur : -
Agama : Islam
Jabatan : Ansor Sraten
Tanggal : Selasa, 29 Mei 2018
Waktu : 21.11 WIB
X : Apa tahlilan itu? Apa dasar anda melakukan tahlilan?
Y : Secara bahasa tahlil yaitu membaca kalimat Laa ilaaha illa Allah.
Kemudian awal mula perumusan tahlil secara istilah dimulai dari Syekh
Al-Barzaji dan Sayyid Abdillah bin Alwi Al-Hadad. Didalam tahlil
sendiri itu terdapat manifestasi dari ayat al-Qur‟an (Robbanaghfirlana
wali ikhwanial ladzina sabaqquna bil iiman).
X : Apakah mayarakat yang belum mengetahui dasar tahlil itu boleh
ikut-ikutan (taqlid) dalam melakukan tahlilan?
Y : Boleh, taqlid untuk orang awam hukumnya harus. Jika orang belum bisa
berijtihad sendiri maka diharuskan dengan cara mengikuti mujtahid
(orang yang mampu menggali hukum).
X : Bagaimana pendapat anda mengenai sejarah tahlilan dari akulturasi
budaya yang dibawa oleh para Wali?
Y : Awalnya dari Syekh Subakir (Ulama‟ utusan dari Dinasti Utsmaniyah),
beliau diutus menyebarkan Islam diantaranya Tanah Jawa, melihat

budaya Jawa yang secara spiritualnya sudah mapan kemudian beliau
tinggal memasukkan nilai-nilai Islam kedalam budaya yang telah
berjalan pada waktu itu. Karena Walisongo sebelum masa Syekh Subakir
itu membawa Islam terlalu kaku dan belum bisa melebur budaya yang
ada di Tanah Jawa yang didominasi oleh Hindu dan Budha.
Maka dari sini dapat diambil pelajaran yaitu syiar Islam ini bisa kita
kolaborasi dengan budaya yang sudah ada didaerah-daerah tertentu,
dengan memasukkan nilai-nilai Islam didalam budaya itu.
X : Pada waktu apa saja dan dimana melakukan tahlilan?
Y : Ada kesalahpahaman dalam waktu melaksanakan tahlilan. Tidak semua
pertemuan harus ada tahlil karena ada doa-doa tertentu. Tahlil ini
sebaiknya dilakukan pada waktu:
1. Acara selametan atau tasyakuran yaitu selametan hari lahir, selametan
paska meninggalnya seseoarang bertempat di rumah ahlul hajat
2. Acara pengajian bertempat di Masjid, Musholla dan lain-lain
3. Rutinan Tahlil yaitu Selapanan, Mingguan, kumpulan RT atau Desa
dan tempatnya bisa menyesuaikan.
X : Siapa saja yang terlibat dalam tahlilan?
Y : Ada berapa kriteria yaitu
1. Tahlil umum: Kegiatan yang dilaksanakan ditempat orang yang
meninggal dan pengajian umum itu tidak mengenal usia, jadi semua
orang kumpul disitu.

2. Tahlil khusus: Kegiatan yang dilaksanakan shohibul hajat itu
mendatangkan orang-orang tertentu dengan tujuan untuk berdoa dan
keselamatan.
X : Bagaimana pelaksanaan tahlilan pada masyarakat?
Y : Biasanya beda daerah pengaplikasiannya beda. Kalau di daerah sini
wilayah sraten itu secara otomatis begitu ada orang yang meninggal, saat
itu juga setelah jenazah dikebumikan maka warga langsung melakukan
tahlil disitu tujuan mendoakan si mayatnya tadi.
X : Apa yang dibaca pada tahlilan?
Y : Tergantung Imam tahlil, karena ijzah tahlil dari gurunya berbeda-beda
1. Dalam membaca hadhoroh al-Fatihahnya itu ada yang langsung satu
kali dan juga yang membaca hadhoroh al-Fatihahnya per satu-satu.
2. Komposisi bacaan tahlil
a. Ada yang membaca surat al-Ikhlas, surat mu‟awwidzatain, ayat
kursi, tahlil, do‟a
b. Ada yang membaca surat al-Ikhlas, Surat mu‟awwidzatain, ayat
kursi, Surat Luqman, tasbih, istghfar, sholawat, doa
Dalam komposisi bacaan tahlil ini tergantung acara, jika acaranya
formal itu bacaannya yang panjang. Sendangkan acara rutinan biasa
itu membaca bacaan tahlil ringkas
X : Siapa yang menyiapkan hidangan pada pelaksanaan tahlilan?
Y : itu dibantu sama tentangga, sukarela atau disini itu ada orang yang sudah
biasa rewang-rewang, kalau ada hajatan atau acara tahlilan seperti itu.

X : Apa manfaat tahlilan?
Y : Dapat bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak, ada unsur doa baik
untuk diri sendiri maupun orang lain, unsur sedekah dari tahlilan
X : Apakah manfaat tahlilan itu dapat membekali karakter seseorang
khususnya bagi Remaja?
Y : Tentu, karena didalamnya terdapat ada unsur-unsur Dzikirullah
(mengingat Allah), unsur Tauhid, mendoakan orang lain, silahturahim,
gotong royong.
E. Nama : Moh. Roni Irvana
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Jabatan : Ketua PP. Mansya”ul Huda
Tanggal : Rabu, 06 Juni 2018
Waktu : 18.37 WIB
X : Berapa lama anda mondok?
Y : 2 tahun
X : Apa tahlilan itu?
Y : Do‟a bersama untuk mendoakan para lelulur yang telah meninggal dunia
X : Apa tujuan melaksanakan tahlilan di pondok?
Y : Mendoakan orang yang telah meninggal, mengingat kematian
X : Pada waktu apa dan dimana melakukan tahlilan?
Y : Setiap malah Jum‟at ba‟da maghrib di Aula Pondok

X : Siapa saja yang terlibat dalam tahlilan?
Y : Seluruh santri
X : Bagaimana kegiatan tahlilan itu berlangsung?
Y : Seluruh santri diwajibkan mengikuti kegitan tersebut, karena sudah
menjadi ketentuan pondok. Jika ada santri tidak mengikuti kegiatan
tersebut maka akan mendapatkan takziran (sanksi). Kemudian para santri
membaca surat Yasin kemudian Tahlil disertai dengan Doa yang
dipimpin oleh salah satu dari santri.
X : Apa manfaat tahlilan?
Y : Ada banyak manfaat yaitu:
1. Mengenalkan Tahlilan kepada santri
2. Agar santri dapat membaca tahlil dengan lancar
3. Melatih santri agar ketika dimasyarakat dapat memimpin tahlilan di
desanya
4. Menjadikan suatu ciri khas pondok pesantren yang melestarikan
tradisi tahlilan
X : Nilai-nilai pendidikan karakter dalam tahlilan?
Y : Ada banyak nilai-nilai yang ada dalam tahlilan yaitu nilai religius karena
didalamnya terdapat dzikir, membaca ayat-ayat suci al-Qur‟an, doa yang
dikhususkan pada para Nabi, sahabat Nabi, para Ulama‟, dan lainnya.
Kemudian ada nilai sosial, karena jika kita tahlilan dapat menambah
keakraban sesama masyarakat. Nilai disiplin juga ada, karena ketika
kegitan tahlilan sudah menjadi ketentuan dipondok maka santri harus

mengikuti kegiatan tahlilan tersebut, jika tdiak maka akan dikenai
takzir/sanksi yang telah menjadi kesepakatan
F. Nama : Saepul Yusup
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Jabatan : Santri PP. Mansya”ul Huda
Tanggal : Rabu, 06 Juni 2018
Waktu : 19.44 WIB
X : Berapa lama anda mondok?
Y : 2 tahun
X : Apa tahlilan itu?
Y : Berkumpul untuk melakukan dzikir kepada Allah dan mendoakan orang
yang telah meninggal
X : Apa dasar melakukan tahlilan?
Y : Dari dulu saya sudah dididik untuk tahlilan
X : Apa tujuan melaksanakan tahlilan?
Y : berdoa dan mendoakan orang yang telah meninggal
X : Pada waktu apa saja dan dimana melakukan tahlilan?
Y : Seluruh santri
X : Siapa saja yang terlibat dalami tahlilan?
Y : Setiap ba‟da maghrib, malam jum‟at di Aula pondok

X : Bagaimana kegiatan tahlilan itu berlangsung?
Y : Kegiatan tahlilan itu dipimpin oleh 2 santri yang digilir yaitu
1. Santri yang pertama membacakan washilah kepada Nabi, Sahabat,
Ulama‟, Ahli kubur. Kemudian membaca Yasin dan tahlil secara
bersama.
2. Santri yang kedua membaca doa tahlil
X : Apa yang dibaca pada tahlilan?
Y : Pertama membaca washilah kepada Nabi, Sahabat, Ulama‟, Ahli kubur
kemudian membaca:
a. Surat al-Fatihah
b. Surat al-Ikhlas, sebanyak 3 kali
c. Surat al-Falaq,
d. Surat an-Nas,
e. Surat al-Baqarah, dari ayat 1 sampai ayat 5
f. Ayat kursi
g. Surat al-Baqarah dari ayat 284 sampai ayat 286
h. Istighfar
i. Tahlil
j. Shalawat Nabi
k. Do‟a
l. Sholawat Badar
X : Apa manfaat tahlilan?
Y : Ada banyak manfaat yaitu:

1. Mendekatkan diri kepada Allah
2. Melatih spriritual santri
3. Sabagai bekal santri terjun kemasyarakat
4. Merekatkan emosional santri dan rasa kekeluargaan
5. Terdapat nilai sosial, karena para santri diminta bantuan oleh
warga/masyarakat, ketika keluarganya ada yang meninggal dunia
untuk mendoakan

Lampiran 3
DOKUMENTASI
A. Wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Mansya”ul Huda Sraten
Tuntang Kabupaten Semarang
B. Wawancara dengan Ibu Muslimat NU Sraten Tuntang Kabupaten Semarang

C. Wawancara dengan Pengurus Ansor NU Sraten Tuntang Kabupaten Semarang
D. Para Santri Tahlilan di Pondok Pesantren Mansya”ul Huda Sraten Tuntang
Kabupaten Semarang

E. Tahlilan Bersama Dalam Rangka Tasyakuran Rumah

F. Tahlilan Dalam Rangka Memperingati Kematian

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8



Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
NAMA : Muhammad Fauzil „Adzim
TTL : Kab. Kudus, 27 Januari 1997
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Kinibalu Timur Rt.04/III Kel. Tandang Kec. Tembalang
Kota Semarang
Riwayat Pendidikan :
- SD Muhammadiyah 2 Pontianak, 25 Juni 2005
- SD Tandang 01 Kota Semarang, Lulus 21 Juni 2008
- MTS Futuhiyyah 01 Mranggen Demak, Lulus 4 Juni
2011
- MA Fituhiyyah 01 Mranggen Demak, Lulus 20 Mei
2014