poligami dan minogami
DESCRIPTION
nnnnnnnnnnnTRANSCRIPT
POLIGAMI DAN MONOGAMI
A. PENDAHULUAN
Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian khusus
dari Allah Swt. Sehingga tidak mengherankan kalau Dia meletakkannya pada awal
surah an-Nisa’ dalam kitab-Nya yang mulia.
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah
monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa’ ayat 3 yang menyatakan
bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri sampai empat orang, tetapi
peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat, yakni kemampuan berlaku adil sesama
istri-istri dan anak-anaknya. Jika seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku
adil, maka baginya cukup satu orang saja.
Akhir-akhir ini berbagai wacana muncul kepermukaan mengenai status
poligami dalam Islam. Ada yang pro dan begitu pula sebaliknya ada juga yang
merasa keberatan jika poligami merupakan suatu tindakan yang layak. Apalagi jika
hal tersebut sudah langsung dipraktekkan oleh orang-orang yang dianggap pribadinya
sebagai panutan masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika repotasi mereka
menjadi korban dari kesalahpahaman itu.
Beranjak dari situ, disini penyaji makalah yang saat ini diberi amanah untuk
membahas tentang bagaimana sebenarnya konsep poligami dan monogami dalam
Islam, membahas apa-apa saja yang menjadi persyaratan sehingga seorang suami
boleh berpogami. Benarkah poligami merupakan bentuk diskriminasi tehadap kaum
perempuan? Tentunya makalah ini akan dibahas dari segi syri’at, sosial, dan
biologinya.
Dengan mengharap ridho dari Allah, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Atas segala kesalahan baik dari segi penulisan mauapun stuktur bahasanya penulis
mohon kiranya dimaafkan dan menjadi kritikan positif selanjutnya. Dan tidak lupa
pula ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing Muhammad Mahmud Nasution
1
L.C yang teglah memberikan pengarahan dan dan bimbinagn demi selesainya
makalah ini.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Poligami
Kata ” poligami ” berasal dari bahas Yunani ”polos” yang berati banyak, dan
kata gomos yang berati pernikahan1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia poligami
adalah sistem pernikahan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa
lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Sistem tersebut bisa berarti seorang
laki-laki mempunyai istri satu orang pada saat yang sama, atau dapat diartikan
seorang perempuan mempunyai suami lebih dari satu orang pada saat yang sama pula
Berpoligami berarti menjalankan atau melakukan poligami.2Poligami dalam
pengertian yang kedua dikenal dengan istilah poligini (Yunani: polus = banyak; gune
= perempuan). Istilah poligami dalam bahasa Arab disebut ” ta’addud az-zujat”,
berasal dari kata ” ta’addud” yang berarti berbilang atau banyak, dan kata ”zaujah”
yang berarti istri atau jodoh. Poligami dalam pengertian yang pertama dikenal dengan
istilah poliandri (Yunani: polus = banyak, andros = laki-laki). Ta’ddud az-zauzat
berarti banyak memilki istri. Oleh karena itu, poligami yang dimaksudkan disini
adalah seorang lelaki yang memilki istri lebih dari satu orang.
2. Pegertian Monogami
Monogami berasal dari kata mono = satu, gami/gomos = pernikahan.
Monogami berarti perkawinan yang mempunyai satu pasang. Istilah monogami
ditujukan pada seorang suami yang mempunyai satu orang istri sebagai pasangan
hidupnya dalam perkawinan. Dengan demikian, monogami berarti sistem yang
membolehkan seorang hanaya boleh satu dalam jangka waktu tertentu. Dalam
pengertian ini terdapat kata ” dalam jangka waktu tertentu”, yang berarti selama
1 Ahmad Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , (Jakarta : PT. Bachtiar Baru Van Hoave, 1998 ), hlm, 83
2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga ,( Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm,885
2
seorang suami beristrikan seorang istri, maka selama itu pula suami tersebut tidak
beristrikan perempuan yang lain.
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah
monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa’ ayat 3 yang menyatakan
bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri sampai empat orang, tetapi
peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat, yakni kemampuan berlaku adil sesama
istri-istri dan anak-anaknya. Jika seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku
adil, maka baginya cukup satu orang saja.
Jika diperhatikan tidaklah perlu pembahasan panjang yang perlu dikaji dalam
bab monogami karena hal ini merupakan prinsip umum yang semestinya dijalankan.
Maka sebaliknya poliogami nantinya akan lebih difokouskan lagi karena telah keluar
dari prinsip umum tersebut sekalipun telah ada jalur untuk memeperbolekannya.
Namun dibalik pembolehan itu masih ada hal-hal lain yang yang perlu diperhatikan.
3. Hukum Poligami
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul al-Mujtahid jilid 2 mengatakan bahwa umat
Islam sependapat membolehkan poligami dalam arti poligami tebatas, yaitu seorang
laki-laki denagn istri lebih dari satu orang, seperti yang dilakukan kebanyakan
bangsa-bangsa dimuka bumi ini. Sebaliknya hukum tidak membolehkan seorang
wanita bersuami lebih dari satu orang atau poliandri (Q.S.4:25).3
Kebebasan melakukan polgami dalam agama Islam bersumber dari
kandungan ayat Al-qur’an An-Nisa’: 3:
3 Ibnu Ruysd, Bidayatul Mujtahid, (Semarang: CV. Asy-sifa’,1990),hlm,
3
Artinya : ” Wahai manusia, bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu , yang tetelah
menciptakan kamu dari satu jiwa , dan menciptakan istrinya yang sejenis dengan dia,
dan menjadikan dari mereke berdua berkembang biak anak cucunya yang banyak,
laki-laki dan wanita; dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang selalu kamu sebut
nama-Nya dalam permintaan kamu; dan bertaqwalah kamu kepada Allah dalam
urusan yang berhubungan dengan urusan keturunan, sunggih Allah mwngawasi
kamu. Dan berikanlah harta-harta anak-anak yatim itu kepada mereka. Dan janganlah
kamu menukar hartanya yang baik kepada yang buruk, dan janganlah kamu
campurkan harta mereka yang kamu campurkan dengan harta kamu; sesungguhnya
itu adalah dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak ) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka ( kawinilah ) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya. (Q.S An-nisa’: 3)
Jika kita perhatikan, Allah mengawalai surat an-Nisa’ debngan seruan kepada
manusia agar bertakwa kepada Allah yang merupakan tema penutup dari surat ali-
Imran sebelumnya, serta seruan untuk menyambung tali silaturahim dengan
berpangkal pada pandangan kemanusiaan universal, buka pandangan kelompok atau
kesukuan yang sempit.
Kemudian Allah mengalihkannya tentang anak-anak yatim. Dalam konteks
ini, Allah memerintahkan kepada mnusia agar memberikan harta benda anak-anak
4
yatim dan tidak memakannya. Selanjutnya, Allah menindaklanjuti pembahasan
tentang anak-anak yatim dengan perintah kepada manusia untuk menikahi
perempuan-peremouan yang disenangi, dua, tiga, empat, yang dibatasi denagn satu
jika kondisi yaitu takut tidak dapat berlaku adil kepada anak-anak yatim.
Jadi, kesemuanya memperkuat bahwa pokok bahasan pada ayat diatas adalah
berkisar tentang anak-anak yatim yang kehilangan ayahnya, sementara ibu mereka
masih hidup menjanda. Bagaimana halnya dengan anak yang kehilangan kedua orang
tuanya? Dengan kematian kedua orang tuanya, maka gugurlah masalah poligami.4
Ayat tersebut setelah Perang Uhud selesai (4 H/626 M). Ketika iut
banyak ummat Islam berguguran dimedean perang dan dibebani oleh banyak anak
yatim, janda, dan tawanan perang. Untuk memelihara mereka dari perbuatan yang
tidak diinginkan, Allah SWT membolehkan untuk mengawini mereka. Tapi jika takut
menelantarkan mereka dan tidak tidak sanggup memelihara anak yatim tersebut,
maka Allah ,membolehkan mencari perempuan lain untuk dikawini sampai empat
orang.5
Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi menjelaskan tentang Asbabunnuzul ayat
tersebut bahwa pada waktu itu ada seorang laki-laki yang punya anak yatim dan dia
langsung sebagai walinya. Anak yatim itu punya beberapa harta dan kecantiakan.
Harta dan kecantikan itu membuat walinya ingin menikahinya. Namun ia tidak mau
memberikan mas kawin yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain.
Karena itu, dilarang mengawini wanita kecuali mau berlaku adil, jika mereka tidak
mampu maka mereka menikah dengan wanita lain yang baik dan mereka senangi.6
4. Poligami dan Masalah Pembatasan Kebebasan Wanita
a. Pendapat dari golongan anti poligami
4 ? Muhammad Sahrul, Metodologi Islam Kontenporer, (Jakarta: El saq Press, 2004), hlm, 426-427
5 Ahmad Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoave, 1998), hlm, 1187
6 Ibid
5
Pada masa sekarang ini, mungkin pendapat yang pertama sekali menarik
perhatian kita adalah pendapat dari golongan anti poligami, yang mengatakan bahwa
melarang poligami adalah suatu keharusan untuk menerapkan kebebasan wanita.
Mereka menilai bahwa poligami adalah sistem masyarakat primitif, yang kemudian
meningkat dan menurun sejalan dengan meningkat dan menurunnya keadaan wanita.
Membebaskan wanita dari poligami adalah suatu langkah untuk memajukan wanita
itu, karena poligami itu sudah tidak sesuai lagi denagn zaman moderen, dimana
wanita sudah memperoleh hak-haknya dengan sempurnah tanpa adanya suatu
kekurangan. Sedang poligami itu adalah suatu sistem perkawinan yang menitik
beratkan kesejahteraan laki-laki dengan mengorbankan kedudukan dan kemuliaan
wanita. 7
Memperbolehkan poligami adalah suatu tindakan yang berarti meletakkan
suatu hambatan dihadapan wanita, ditengah-tengah perjalannya menuju kemajuan
masyarakat. Sebaliknya, melarang poligami berarti menghilangkan sebagian dari
rintangan-rintangan yang memperlambat pergerakan wanita, dan merampas hak-
haknya serta merendahkan kedudukannya.
b. Pendapat yang membolehkan poligami
pendukung poligami tidak melihat adanya hubungan antara poligami itu
primitif atau modrennya masyarakat; karena kehidupan seorang laki-laki bersama-
sama dengan bebepara orang wanita, itu adalah kenyataan yang ada dikalangan
masyarkat dalam semua negara dan sepanjang masa, baij denga nama poligami
ataupun dengna nama teman-teman. Dan adalah suatu kesalahan, kalau poligami itu
dihubungkan dengan masyarakat primitif disaat-saat banyaknya teman wanita dari
seorang laki-laki merupakan suatu kenyataan didalam masyarakat yang modren.
Poligami adalah suatu usaha untuk membimbing wanita untuk meningkat dari
suasana kehidupan yang diliputi kegelisahan, kehinaan dan terlantar, menuju
kehidupan berkeluarga yang mulia, dan keibuan yang mulia, dimana wanita
7 Abdul Nasir Taufiq al-Atthar, Pogami Ditinjau Dari segi Sosial dan Perundang-undanag, (jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm,11
6
merasakan kebahaiaan kesucian dan kemuliaan dibawah naungannya. Poligami
merupakan salah satu penerapan dari kebebasan wanita, dan terlaksanaya apa yang
dikehendakinya, kerana sebenarnaya laki-laki itu tidak berpolgami itu tanpa kemauan
wanita.8
5. Polgami dan persamaan hak antara pria dan wanita.
Kalau kita tidak berpegang dengan perasaan, dan berusaha untuk
mengenyampingkan perasaan yang berlain-lainan dan perlombaan dintara manusia
yang sejenis, dalam membahas masalah poligami itu, maka tidaklah berarti bahwa
kita membuangkan masalah kebebasan wanita itu dari perhitungan pembahasan ini,
karena masalah kebebasan wanita ini, sebahagian unsurnya ada yang tidak
meruipakan masalah perasaan dan perlu dipelajari, diteliti, dan dibahas.
Dalam batas-batas pembahasan ilmiah yang tidak disertai oleh keinginan dan tujuan
tertentu, kita memprhatikan bahwa persamaan antara pria dan wanita dalam masalah
perkawinan, tidaklah mesti merupakan persamaan yang mutlak. Kalau kita terjun
melihat kenyataan, maka kita akan menemukan sunnatullah dialam ini, menetapkan
bahwa peraturan perkawinan satu suami dan satu istri itu baik bagi masing-masing
pria dan wanita, hanya saja ketentuan ilahi itu memperbedakan antara pria dan
wanita. Wanita dijadikan tidak baik untuk peraturan banyak suami, tetapi pria itu baik
untuk menerima peraturan banyak suami.hal ini jelas, karena rahim wanita berbekas
dengan masuknya benih laki-laki kedalamnya terjadi secara perbuatan yang biasa,
sedangkan laki-laki tidak mempunyai anggota yang seperti rahim itu, semenjak
adanya makhluk dan tidak akan pernah ada anggota seperti itu. Sebagai
konsekwensinya , tabiat wanita bertentangan dengan sistem poligami, karena
dikhawatirkan bahwa janin terjadi dari janin yang bermacam—macam sehingga
tidak dapat penentuan tentang siapa yang bertanggungjawab, menurut masyarakat dan
perundang-undangan dengan dasar kenyataan dan kebenarann; sedangkan tabiat laki-
laki memungkinkan untuk mendatangi beberapa istri yang tidak mempunyai suami
selain dia sendiri, janin yang akan terjadi berasal dari dirinya sendiri dan dia 8 Ibid, hlm, 12
7
sendirilah yang akan bertanggungjawab terhadap pemeliharaan anaknya nanti, baik
menurut keadaan masyarakat, ataupun undang-undang dan jutga dibidang agama.
Malahan lebih dari itu, bahwa tabiat wanita itu memang tidak sesuai dengan poligami
sampai dengan wanita yang menikah beberapa kali dengan perkawinan yang sah,
akan menyebabkan penyakit infekksi pada rahim, sedang wanita pelacur mudah kena
penyakit syipilis.
6. Beristri Lebih Dari Empat
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnah bab 6 mengatakan
seorang laki-laki haram memadu lebih dari empat orang perempuan, sebab empat itu
sudah cukup, dan melebihi dari empat ini berarti mengingkari kebaikan dan yang
disyariatkan oleh Allah bagi kemaslahat hidup manusia.9
Syafi’i berkata: telah ditunjukkan oleh sunnah Rasulullah sebagai penjelasan
dari firman Allah, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorang pun yang dibenarkan
kawin lebih dari empat. Pendapat Syafi’i ini merupakan ijma’ para ulama kecuali
yang diriwayatkan dari golongan Syi’ah yang membolehkan kawin dengan lebih dari
empat orang istri, bahkan ada diantara mereka ini berpegang pada praktek Rasulullah
saw, yentang memadu lebih banyak dari empat istri sampai sembilan istri seperti.
Imam Qurthubi menolak pendapat ini, menurutnya disebutnya bilangan dua,
tiga, empat, bukan menunjukkan dihalalkannya kawin dengan sembilan istri. Kata
penghubung ” Wawu” (dan) disitu artinya menunjukkan jumlah, dan dengan
memperkuat alasannya bahwa Nabi kawin dengan sembilan istri dalam satu masa.
7. Sebab-Sebab Timbulnya Poligami
Bagi golongan anti poligami mereka mengatakan tidak ada motif poligami,
karena poligami hanya menuruti hawa nafsu saja dan merupakan cerminan budi
pekerti yang tidak baik. Bagi pengikut poligami mengemukakan sebab-sebab yang
banyak, diantaranya:
a. kelemahan istri yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidup suami-istri,
karena ia mandul, padahal tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan. 9 Sayyid Sbiq, Fikih Sunnah,(Bandung: PT Al-ma’arif, 1980), hlm, 164
8
Atau perempuan itu mempunyai cacat jasmaniyah dan kadang-kadang
kelemahannya timbul akibat penyakit kronis.
b. Suami jatuh cinta pada lelaki lain. Kita melihat kebanyakan kaum pria lebih
banyak beraktivitas diluar rumah bersama teman kerja wanita bahkan lebih
sampai 6 jam setiap harinya terus menerus, padahal dia tidak sampai selama itu
berada disamping istrinya kecuali pada saat tidur.
c. Suami benci kepada istrinya, kebencian laki-laki kepada istrinya mungkin
timbul karena tindak-tanduk yang tidak baik dari istrinya itu, dan justru tindak-
tanduk istrinya itu yang menyebabkan suaminya menikah lagi, bukan karena
semata-mata benci.
d. Istri yang telah diceraikan ingin kembali
e. Hubugan kekeluargaan. Kadang-kadang wilayah poligami itu lebih luas lagi,
suami ingin menikah lagi denga istri yang baru dengan maksud untuk
memperkuat hubungan kekeluargaan. Suami menikah dengan seorang wanita
yang masih familinya dengan suasana yang menampakka kebutuhan familinya
itu untuk menikah dengan laki-laki yang masih famili.10
8. Syarat-Syarat Poligami
Menurut UU No 1 Tahun 1974, tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum
Islam yang berlaku di Indonesi pada padal 56 menentukan bahwa syarat bagi suami
yang hendak melakukan poligami haruslah mendapat izin dari Pengadilan Agama.
Poligami tanpa izin pengadilan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pengadilan dapat memberi izin, apabila terdapat syarat alternatif:
a. sang istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri
b. istri mendapat cacat badan atau penyakkt yang tidak dapat disembuhkan
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan11
Selain itu, untuk melakukan poligami diperlukan syarat-syarat kumulatif yaitu:
10 Abdul Nasir, Op Cit, hlm, 25-35 11 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: 2000), hlm33
9
a. adanya persetujuan dari istri, kecuali apabila istri atau istrinya tidak
mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian atau tidak ada kabar sekurang-kurangnya 2 tahun atau sekurang-
kurangnya atau sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari hakim
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin menjamin keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
9. Hikmah Poligami
a. merupakan karunia Allah dan Rahmatnya kepada manusia
b. karena Oislam sebagai agama kemanusiaan yang luhur mewajibkan kepada
kaum mislimin untuk melaksanakan pembangunan dan menyamp[aikannya
kepada seluruh manusia. Mereka tidak akan sanggup mengikuti tigas risalah
pembangunan ini kecuali jika mereka mempunyai negara yang kuat yang
semprnha segala peralaatnnya, berwibawa titahnya dan besar kekuasaannya.
Hal-hal seperti ini tidaklah terlaksana dengan baik bila penduduk negeri tidak
banyak. Dimana untuk tiap-tiap bidang kegiatan hidup manusia terdapat jumlah
yang cukup bersar ahli-ahli yang menanganinya. Oleh karena itu dibituhkan
sebuah keluarga yang besar, sedangkan jalan untuk mendapatkan jumlah yang
besar tersebut hanyalah dengan adanya perkawinan yang elatif muda dan
segilain dilakukkan poligami
c. bahwa kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar daripada
perempuan, sebab laki-laki telah memilki persiapan kerja seksual sejak balig
sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya, dimana
masa haid ini datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai 10 hari, dan
begitu pula selama masa nifas yang temponya terkadang sampai 40 hari
ditambah lagi dengan masa hamil dan menyusui. Kesanggupan perempuan
untuk beranak berakhir sekitar umur 45-50 tahun sedangkan dipihak laki-laki
masih subur sampai dengan lebih dari 60 tahun.
d. ada kalanya karena istri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan
sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup suami
10
istri, pada suami ingin mempunyai anak-anak sehat lagi pintar dan seorang istri
yang dapat mengurus keperluan-keperluan rumah tangganya.
e. ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual besar yang
merasa tidak puas dengan seorang istri saja, terutama sekali orang-orang daerah
tropis. Karena itu, dari pada orang-orang ini hidup dengan perempuan yang
rusak akhlaknya lebih baik diberikan jalan yang halal untuk memuskan tuntunan
nafsunya.
f. dengan adanya sistem pologami dan melaksanakan ketentuan poligamoi ini
dalam Islam merupakan suatu karunia besar bagi kelestariannya, yang jauh dari
perbuatan-perbuatan sosial yang kotor yang rendah dalam masyarakat yang
mengakui poligami.
Dalam masyarakat-masyarakat ytang melarang poligami dapat dilihat hal-hal
sebagi berikut:
1) Tersebarnya kejahatan dan pelacuran sehinnga jumlah pelacur lebih
banyak dari perempuan yang bersuami.
2) Banyaknya anak-anak haram jadah
3) Hubungan yang busuk ini mengakibatkan macam-macam penyakit
badan, kegoncangan mental dan gangguan saraf
4) Mengakibatkan kelemahan dan kelumpuhan mental
5) Merusak hubungan yang sehat antara suami dan istrinya,
menggangu kehidupan rimah tangga dan memutuskan tali ikatan
kekeluargaan sehingga tidak lagi segala sesuatunya tidak lagi
berharga dalam kehidupan suami istri.
6) Meragukan sahnya keturunan, sehingga suami tidak yakin bahwa
anak-anak yang diasuh dan dididik adalah darah dagingnya.12
C. Penutup12 Sayyid Sabiq, Op Cit, hlm, 179-187
11
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa azas perkawinan pada
hakitkaynya menganut prinsip monogami yaitu sistem perkawinan antara satu orang
istri dengan seorang suami saja.
Namun pada kindisi lain seorang suamu beleh melakukan polgami karena ada
hal-hal tertetu. Adapun syarat-syarat suami boleh berpoligami diatur dalam KHI Pasal
56 dan UU No 1 Tahun 1974 yaitu:
a. mendapat izin dari pengadilan
b. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
c. isteri terdapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
d. istri tidak dapat melairkan keturunan
demikian pula seorang suami hendaklah berlaku adil terhadap istrinya baik
nafkah lahir maupun nafkah batin. Jika ia tidak dapat berlaku adil maka
hendak lah menikahi seorang perempuan saja (Q.S.4:3)
12