poligami dan minogami

19
POLIGAMI DAN MONOGAMI A. PENDAHULUAN Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian khusus dari Allah Swt. Sehingga tidak mengherankan kalau Dia meletakkannya pada awal surah an- Nisa’ dalam kitab-Nya yang mulia. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa’ ayat 3 yang menyatakan bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri sampai empat orang, tetapi peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat, yakni kemampuan berlaku adil sesama istri-istri dan anak- anaknya. Jika seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku adil, maka baginya cukup satu orang saja. Akhir-akhir ini berbagai wacana muncul kepermukaan mengenai status poligami dalam Islam. Ada yang pro dan begitu pula sebaliknya ada juga yang merasa keberatan jika poligami merupakan suatu tindakan yang layak. Apalagi jika hal tersebut sudah langsung dipraktekkan oleh orang-orang yang dianggap pribadinya sebagai panutan masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika repotasi mereka menjadi korban dari kesalahpahaman itu. 1

Upload: tamrin-tbn

Post on 09-Feb-2016

39 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

nnnnnnnnnnn

TRANSCRIPT

Page 1: Poligami Dan Minogami

POLIGAMI DAN MONOGAMI

A. PENDAHULUAN

Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian khusus

dari Allah Swt. Sehingga tidak mengherankan kalau Dia meletakkannya pada awal

surah an-Nisa’ dalam kitab-Nya yang mulia.

Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah

monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa’ ayat 3 yang menyatakan

bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri sampai empat orang, tetapi

peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat, yakni kemampuan berlaku adil sesama

istri-istri dan anak-anaknya. Jika seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku

adil, maka baginya cukup satu orang saja.

Akhir-akhir ini berbagai wacana muncul kepermukaan mengenai status

poligami dalam Islam. Ada yang pro dan begitu pula sebaliknya ada juga yang

merasa keberatan jika poligami merupakan suatu tindakan yang layak. Apalagi jika

hal tersebut sudah langsung dipraktekkan oleh orang-orang yang dianggap pribadinya

sebagai panutan masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika repotasi mereka

menjadi korban dari kesalahpahaman itu.

Beranjak dari situ, disini penyaji makalah yang saat ini diberi amanah untuk

membahas tentang bagaimana sebenarnya konsep poligami dan monogami dalam

Islam, membahas apa-apa saja yang menjadi persyaratan sehingga seorang suami

boleh berpogami. Benarkah poligami merupakan bentuk diskriminasi tehadap kaum

perempuan? Tentunya makalah ini akan dibahas dari segi syri’at, sosial, dan

biologinya.

Dengan mengharap ridho dari Allah, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Atas segala kesalahan baik dari segi penulisan mauapun stuktur bahasanya penulis

mohon kiranya dimaafkan dan menjadi kritikan positif selanjutnya. Dan tidak lupa

pula ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing Muhammad Mahmud Nasution

1

Page 2: Poligami Dan Minogami

L.C yang teglah memberikan pengarahan dan dan bimbinagn demi selesainya

makalah ini.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Poligami

Kata ” poligami ” berasal dari bahas Yunani ”polos” yang berati banyak, dan

kata gomos yang berati pernikahan1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia poligami

adalah sistem pernikahan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa

lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Sistem tersebut bisa berarti seorang

laki-laki mempunyai istri satu orang pada saat yang sama, atau dapat diartikan

seorang perempuan mempunyai suami lebih dari satu orang pada saat yang sama pula

Berpoligami berarti menjalankan atau melakukan poligami.2Poligami dalam

pengertian yang kedua dikenal dengan istilah poligini (Yunani: polus = banyak; gune

= perempuan). Istilah poligami dalam bahasa Arab disebut ” ta’addud az-zujat”,

berasal dari kata ” ta’addud” yang berarti berbilang atau banyak, dan kata ”zaujah”

yang berarti istri atau jodoh. Poligami dalam pengertian yang pertama dikenal dengan

istilah poliandri (Yunani: polus = banyak, andros = laki-laki). Ta’ddud az-zauzat

berarti banyak memilki istri. Oleh karena itu, poligami yang dimaksudkan disini

adalah seorang lelaki yang memilki istri lebih dari satu orang.

2. Pegertian Monogami

Monogami berasal dari kata mono = satu, gami/gomos = pernikahan.

Monogami berarti perkawinan yang mempunyai satu pasang. Istilah monogami

ditujukan pada seorang suami yang mempunyai satu orang istri sebagai pasangan

hidupnya dalam perkawinan. Dengan demikian, monogami berarti sistem yang

membolehkan seorang hanaya boleh satu dalam jangka waktu tertentu. Dalam

pengertian ini terdapat kata ” dalam jangka waktu tertentu”, yang berarti selama

1 Ahmad Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , (Jakarta : PT. Bachtiar Baru Van Hoave, 1998 ), hlm, 83

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga ,( Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm,885

2

Page 3: Poligami Dan Minogami

seorang suami beristrikan seorang istri, maka selama itu pula suami tersebut tidak

beristrikan perempuan yang lain.

Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah

monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa’ ayat 3 yang menyatakan

bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri sampai empat orang, tetapi

peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat, yakni kemampuan berlaku adil sesama

istri-istri dan anak-anaknya. Jika seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku

adil, maka baginya cukup satu orang saja.

Jika diperhatikan tidaklah perlu pembahasan panjang yang perlu dikaji dalam

bab monogami karena hal ini merupakan prinsip umum yang semestinya dijalankan.

Maka sebaliknya poliogami nantinya akan lebih difokouskan lagi karena telah keluar

dari prinsip umum tersebut sekalipun telah ada jalur untuk memeperbolekannya.

Namun dibalik pembolehan itu masih ada hal-hal lain yang yang perlu diperhatikan.

3. Hukum Poligami

Ibnu Rusyd dalam Bidayatul al-Mujtahid jilid 2 mengatakan bahwa umat

Islam sependapat membolehkan poligami dalam arti poligami tebatas, yaitu seorang

laki-laki denagn istri lebih dari satu orang, seperti yang dilakukan kebanyakan

bangsa-bangsa dimuka bumi ini. Sebaliknya hukum tidak membolehkan seorang

wanita bersuami lebih dari satu orang atau poliandri (Q.S.4:25).3

Kebebasan melakukan polgami dalam agama Islam bersumber dari

kandungan ayat Al-qur’an An-Nisa’: 3:

3 Ibnu Ruysd, Bidayatul Mujtahid, (Semarang: CV. Asy-sifa’,1990),hlm,

3

Page 4: Poligami Dan Minogami

Artinya : ” Wahai manusia, bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu , yang tetelah

menciptakan kamu dari satu jiwa , dan menciptakan istrinya yang sejenis dengan dia,

dan menjadikan dari mereke berdua berkembang biak anak cucunya yang banyak,

laki-laki dan wanita; dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang selalu kamu sebut

nama-Nya dalam permintaan kamu; dan bertaqwalah kamu kepada Allah dalam

urusan yang berhubungan dengan urusan keturunan, sunggih Allah mwngawasi

kamu. Dan berikanlah harta-harta anak-anak yatim itu kepada mereka. Dan janganlah

kamu menukar hartanya yang baik kepada yang buruk, dan janganlah kamu

campurkan harta mereka yang kamu campurkan dengan harta kamu; sesungguhnya

itu adalah dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil

terhadap (hak-hak ) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian

jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka ( kawinilah ) seorang saja, atau

budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak

berbuat aniaya. (Q.S An-nisa’: 3)

Jika kita perhatikan, Allah mengawalai surat an-Nisa’ debngan seruan kepada

manusia agar bertakwa kepada Allah yang merupakan tema penutup dari surat ali-

Imran sebelumnya, serta seruan untuk menyambung tali silaturahim dengan

berpangkal pada pandangan kemanusiaan universal, buka pandangan kelompok atau

kesukuan yang sempit.

Kemudian Allah mengalihkannya tentang anak-anak yatim. Dalam konteks

ini, Allah memerintahkan kepada mnusia agar memberikan harta benda anak-anak

4

Page 5: Poligami Dan Minogami

yatim dan tidak memakannya. Selanjutnya, Allah menindaklanjuti pembahasan

tentang anak-anak yatim dengan perintah kepada manusia untuk menikahi

perempuan-peremouan yang disenangi, dua, tiga, empat, yang dibatasi denagn satu

jika kondisi yaitu takut tidak dapat berlaku adil kepada anak-anak yatim.

Jadi, kesemuanya memperkuat bahwa pokok bahasan pada ayat diatas adalah

berkisar tentang anak-anak yatim yang kehilangan ayahnya, sementara ibu mereka

masih hidup menjanda. Bagaimana halnya dengan anak yang kehilangan kedua orang

tuanya? Dengan kematian kedua orang tuanya, maka gugurlah masalah poligami.4

Ayat tersebut setelah Perang Uhud selesai (4 H/626 M). Ketika iut

banyak ummat Islam berguguran dimedean perang dan dibebani oleh banyak anak

yatim, janda, dan tawanan perang. Untuk memelihara mereka dari perbuatan yang

tidak diinginkan, Allah SWT membolehkan untuk mengawini mereka. Tapi jika takut

menelantarkan mereka dan tidak tidak sanggup memelihara anak yatim tersebut,

maka Allah ,membolehkan mencari perempuan lain untuk dikawini sampai empat

orang.5

Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi menjelaskan tentang Asbabunnuzul ayat

tersebut bahwa pada waktu itu ada seorang laki-laki yang punya anak yatim dan dia

langsung sebagai walinya. Anak yatim itu punya beberapa harta dan kecantiakan.

Harta dan kecantikan itu membuat walinya ingin menikahinya. Namun ia tidak mau

memberikan mas kawin yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain.

Karena itu, dilarang mengawini wanita kecuali mau berlaku adil, jika mereka tidak

mampu maka mereka menikah dengan wanita lain yang baik dan mereka senangi.6

4. Poligami dan Masalah Pembatasan Kebebasan Wanita

a. Pendapat dari golongan anti poligami

4 ? Muhammad Sahrul, Metodologi Islam Kontenporer, (Jakarta: El saq Press, 2004), hlm, 426-427

5 Ahmad Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoave, 1998), hlm, 1187

6 Ibid

5

Page 6: Poligami Dan Minogami

Pada masa sekarang ini, mungkin pendapat yang pertama sekali menarik

perhatian kita adalah pendapat dari golongan anti poligami, yang mengatakan bahwa

melarang poligami adalah suatu keharusan untuk menerapkan kebebasan wanita.

Mereka menilai bahwa poligami adalah sistem masyarakat primitif, yang kemudian

meningkat dan menurun sejalan dengan meningkat dan menurunnya keadaan wanita.

Membebaskan wanita dari poligami adalah suatu langkah untuk memajukan wanita

itu, karena poligami itu sudah tidak sesuai lagi denagn zaman moderen, dimana

wanita sudah memperoleh hak-haknya dengan sempurnah tanpa adanya suatu

kekurangan. Sedang poligami itu adalah suatu sistem perkawinan yang menitik

beratkan kesejahteraan laki-laki dengan mengorbankan kedudukan dan kemuliaan

wanita. 7

Memperbolehkan poligami adalah suatu tindakan yang berarti meletakkan

suatu hambatan dihadapan wanita, ditengah-tengah perjalannya menuju kemajuan

masyarakat. Sebaliknya, melarang poligami berarti menghilangkan sebagian dari

rintangan-rintangan yang memperlambat pergerakan wanita, dan merampas hak-

haknya serta merendahkan kedudukannya.

b. Pendapat yang membolehkan poligami

pendukung poligami tidak melihat adanya hubungan antara poligami itu

primitif atau modrennya masyarakat; karena kehidupan seorang laki-laki bersama-

sama dengan bebepara orang wanita, itu adalah kenyataan yang ada dikalangan

masyarkat dalam semua negara dan sepanjang masa, baij denga nama poligami

ataupun dengna nama teman-teman. Dan adalah suatu kesalahan, kalau poligami itu

dihubungkan dengan masyarakat primitif disaat-saat banyaknya teman wanita dari

seorang laki-laki merupakan suatu kenyataan didalam masyarakat yang modren.

Poligami adalah suatu usaha untuk membimbing wanita untuk meningkat dari

suasana kehidupan yang diliputi kegelisahan, kehinaan dan terlantar, menuju

kehidupan berkeluarga yang mulia, dan keibuan yang mulia, dimana wanita

7 Abdul Nasir Taufiq al-Atthar, Pogami Ditinjau Dari segi Sosial dan Perundang-undanag, (jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm,11

6

Page 7: Poligami Dan Minogami

merasakan kebahaiaan kesucian dan kemuliaan dibawah naungannya. Poligami

merupakan salah satu penerapan dari kebebasan wanita, dan terlaksanaya apa yang

dikehendakinya, kerana sebenarnaya laki-laki itu tidak berpolgami itu tanpa kemauan

wanita.8

5. Polgami dan persamaan hak antara pria dan wanita.

Kalau kita tidak berpegang dengan perasaan, dan berusaha untuk

mengenyampingkan perasaan yang berlain-lainan dan perlombaan dintara manusia

yang sejenis, dalam membahas masalah poligami itu, maka tidaklah berarti bahwa

kita membuangkan masalah kebebasan wanita itu dari perhitungan pembahasan ini,

karena masalah kebebasan wanita ini, sebahagian unsurnya ada yang tidak

meruipakan masalah perasaan dan perlu dipelajari, diteliti, dan dibahas.

Dalam batas-batas pembahasan ilmiah yang tidak disertai oleh keinginan dan tujuan

tertentu, kita memprhatikan bahwa persamaan antara pria dan wanita dalam masalah

perkawinan, tidaklah mesti merupakan persamaan yang mutlak. Kalau kita terjun

melihat kenyataan, maka kita akan menemukan sunnatullah dialam ini, menetapkan

bahwa peraturan perkawinan satu suami dan satu istri itu baik bagi masing-masing

pria dan wanita, hanya saja ketentuan ilahi itu memperbedakan antara pria dan

wanita. Wanita dijadikan tidak baik untuk peraturan banyak suami, tetapi pria itu baik

untuk menerima peraturan banyak suami.hal ini jelas, karena rahim wanita berbekas

dengan masuknya benih laki-laki kedalamnya terjadi secara perbuatan yang biasa,

sedangkan laki-laki tidak mempunyai anggota yang seperti rahim itu, semenjak

adanya makhluk dan tidak akan pernah ada anggota seperti itu. Sebagai

konsekwensinya , tabiat wanita bertentangan dengan sistem poligami, karena

dikhawatirkan bahwa janin terjadi dari janin yang bermacam—macam sehingga

tidak dapat penentuan tentang siapa yang bertanggungjawab, menurut masyarakat dan

perundang-undangan dengan dasar kenyataan dan kebenarann; sedangkan tabiat laki-

laki memungkinkan untuk mendatangi beberapa istri yang tidak mempunyai suami

selain dia sendiri, janin yang akan terjadi berasal dari dirinya sendiri dan dia 8 Ibid, hlm, 12

7

Page 8: Poligami Dan Minogami

sendirilah yang akan bertanggungjawab terhadap pemeliharaan anaknya nanti, baik

menurut keadaan masyarakat, ataupun undang-undang dan jutga dibidang agama.

Malahan lebih dari itu, bahwa tabiat wanita itu memang tidak sesuai dengan poligami

sampai dengan wanita yang menikah beberapa kali dengan perkawinan yang sah,

akan menyebabkan penyakit infekksi pada rahim, sedang wanita pelacur mudah kena

penyakit syipilis.

6. Beristri Lebih Dari Empat

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnah bab 6 mengatakan

seorang laki-laki haram memadu lebih dari empat orang perempuan, sebab empat itu

sudah cukup, dan melebihi dari empat ini berarti mengingkari kebaikan dan yang

disyariatkan oleh Allah bagi kemaslahat hidup manusia.9

Syafi’i berkata: telah ditunjukkan oleh sunnah Rasulullah sebagai penjelasan

dari firman Allah, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorang pun yang dibenarkan

kawin lebih dari empat. Pendapat Syafi’i ini merupakan ijma’ para ulama kecuali

yang diriwayatkan dari golongan Syi’ah yang membolehkan kawin dengan lebih dari

empat orang istri, bahkan ada diantara mereka ini berpegang pada praktek Rasulullah

saw, yentang memadu lebih banyak dari empat istri sampai sembilan istri seperti.

Imam Qurthubi menolak pendapat ini, menurutnya disebutnya bilangan dua,

tiga, empat, bukan menunjukkan dihalalkannya kawin dengan sembilan istri. Kata

penghubung ” Wawu” (dan) disitu artinya menunjukkan jumlah, dan dengan

memperkuat alasannya bahwa Nabi kawin dengan sembilan istri dalam satu masa.

7. Sebab-Sebab Timbulnya Poligami

Bagi golongan anti poligami mereka mengatakan tidak ada motif poligami,

karena poligami hanya menuruti hawa nafsu saja dan merupakan cerminan budi

pekerti yang tidak baik. Bagi pengikut poligami mengemukakan sebab-sebab yang

banyak, diantaranya:

a. kelemahan istri yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidup suami-istri,

karena ia mandul, padahal tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan. 9 Sayyid Sbiq, Fikih Sunnah,(Bandung: PT Al-ma’arif, 1980), hlm, 164

8

Page 9: Poligami Dan Minogami

Atau perempuan itu mempunyai cacat jasmaniyah dan kadang-kadang

kelemahannya timbul akibat penyakit kronis.

b. Suami jatuh cinta pada lelaki lain. Kita melihat kebanyakan kaum pria lebih

banyak beraktivitas diluar rumah bersama teman kerja wanita bahkan lebih

sampai 6 jam setiap harinya terus menerus, padahal dia tidak sampai selama itu

berada disamping istrinya kecuali pada saat tidur.

c. Suami benci kepada istrinya, kebencian laki-laki kepada istrinya mungkin

timbul karena tindak-tanduk yang tidak baik dari istrinya itu, dan justru tindak-

tanduk istrinya itu yang menyebabkan suaminya menikah lagi, bukan karena

semata-mata benci.

d. Istri yang telah diceraikan ingin kembali

e. Hubugan kekeluargaan. Kadang-kadang wilayah poligami itu lebih luas lagi,

suami ingin menikah lagi denga istri yang baru dengan maksud untuk

memperkuat hubungan kekeluargaan. Suami menikah dengan seorang wanita

yang masih familinya dengan suasana yang menampakka kebutuhan familinya

itu untuk menikah dengan laki-laki yang masih famili.10

8. Syarat-Syarat Poligami

Menurut UU No 1 Tahun 1974, tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum

Islam yang berlaku di Indonesi pada padal 56 menentukan bahwa syarat bagi suami

yang hendak melakukan poligami haruslah mendapat izin dari Pengadilan Agama.

Poligami tanpa izin pengadilan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pengadilan dapat memberi izin, apabila terdapat syarat alternatif:

a. sang istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri

b. istri mendapat cacat badan atau penyakkt yang tidak dapat disembuhkan

c. istri tidak dapat melahirkan keturunan11

Selain itu, untuk melakukan poligami diperlukan syarat-syarat kumulatif yaitu:

10 Abdul Nasir, Op Cit, hlm, 25-35 11 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: 2000), hlm33

9

Page 10: Poligami Dan Minogami

a. adanya persetujuan dari istri, kecuali apabila istri atau istrinya tidak

mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam

perjanjian atau tidak ada kabar sekurang-kurangnya 2 tahun atau sekurang-

kurangnya atau sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari hakim

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin menjamin keperluan

hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

9. Hikmah Poligami

a. merupakan karunia Allah dan Rahmatnya kepada manusia

b. karena Oislam sebagai agama kemanusiaan yang luhur mewajibkan kepada

kaum mislimin untuk melaksanakan pembangunan dan menyamp[aikannya

kepada seluruh manusia. Mereka tidak akan sanggup mengikuti tigas risalah

pembangunan ini kecuali jika mereka mempunyai negara yang kuat yang

semprnha segala peralaatnnya, berwibawa titahnya dan besar kekuasaannya.

Hal-hal seperti ini tidaklah terlaksana dengan baik bila penduduk negeri tidak

banyak. Dimana untuk tiap-tiap bidang kegiatan hidup manusia terdapat jumlah

yang cukup bersar ahli-ahli yang menanganinya. Oleh karena itu dibituhkan

sebuah keluarga yang besar, sedangkan jalan untuk mendapatkan jumlah yang

besar tersebut hanyalah dengan adanya perkawinan yang elatif muda dan

segilain dilakukkan poligami

c. bahwa kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar daripada

perempuan, sebab laki-laki telah memilki persiapan kerja seksual sejak balig

sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya, dimana

masa haid ini datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai 10 hari, dan

begitu pula selama masa nifas yang temponya terkadang sampai 40 hari

ditambah lagi dengan masa hamil dan menyusui. Kesanggupan perempuan

untuk beranak berakhir sekitar umur 45-50 tahun sedangkan dipihak laki-laki

masih subur sampai dengan lebih dari 60 tahun.

d. ada kalanya karena istri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan

sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup suami

10

Page 11: Poligami Dan Minogami

istri, pada suami ingin mempunyai anak-anak sehat lagi pintar dan seorang istri

yang dapat mengurus keperluan-keperluan rumah tangganya.

e. ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual besar yang

merasa tidak puas dengan seorang istri saja, terutama sekali orang-orang daerah

tropis. Karena itu, dari pada orang-orang ini hidup dengan perempuan yang

rusak akhlaknya lebih baik diberikan jalan yang halal untuk memuskan tuntunan

nafsunya.

f. dengan adanya sistem pologami dan melaksanakan ketentuan poligamoi ini

dalam Islam merupakan suatu karunia besar bagi kelestariannya, yang jauh dari

perbuatan-perbuatan sosial yang kotor yang rendah dalam masyarakat yang

mengakui poligami.

Dalam masyarakat-masyarakat ytang melarang poligami dapat dilihat hal-hal

sebagi berikut:

1) Tersebarnya kejahatan dan pelacuran sehinnga jumlah pelacur lebih

banyak dari perempuan yang bersuami.

2) Banyaknya anak-anak haram jadah

3) Hubungan yang busuk ini mengakibatkan macam-macam penyakit

badan, kegoncangan mental dan gangguan saraf

4) Mengakibatkan kelemahan dan kelumpuhan mental

5) Merusak hubungan yang sehat antara suami dan istrinya,

menggangu kehidupan rimah tangga dan memutuskan tali ikatan

kekeluargaan sehingga tidak lagi segala sesuatunya tidak lagi

berharga dalam kehidupan suami istri.

6) Meragukan sahnya keturunan, sehingga suami tidak yakin bahwa

anak-anak yang diasuh dan dididik adalah darah dagingnya.12

C. Penutup12 Sayyid Sabiq, Op Cit, hlm, 179-187

11

Page 12: Poligami Dan Minogami

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa azas perkawinan pada

hakitkaynya menganut prinsip monogami yaitu sistem perkawinan antara satu orang

istri dengan seorang suami saja.

Namun pada kindisi lain seorang suamu beleh melakukan polgami karena ada

hal-hal tertetu. Adapun syarat-syarat suami boleh berpoligami diatur dalam KHI Pasal

56 dan UU No 1 Tahun 1974 yaitu:

a. mendapat izin dari pengadilan

b. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri

c. isteri terdapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

d. istri tidak dapat melairkan keturunan

demikian pula seorang suami hendaklah berlaku adil terhadap istrinya baik

nafkah lahir maupun nafkah batin. Jika ia tidak dapat berlaku adil maka

hendak lah menikahi seorang perempuan saja (Q.S.4:3)

12