bab i pendahuluan (poligami)

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tiap masyarakt sebagai suatu sistem pergaulan hidup manusia, dulu maupun sekarang dan di daerah manapun di dunia ini, mengenal sistem hukumnya. Tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai sistem hukumnya, betapapun bentuk formal serta materialnya dari sistem hukumnya itu. Ambil suatu contoh terkecil masyarakat keluarga. Jika tidak ada hukum dalam keluarga, maka di sana tak pula ada aturan apa yang menjadi hak dan kewajiban para anggotanya. 1 Perlu ada aturan atau pengaturan mengenai soal- soal kekeluargaan, benda dan harta kekayaan, jaminan ketertiban dan keamanan, ketaatan terhadap perjanjian-perjanjian, nilai kehormatan diri dan badan berikut jiwa para anggota masyarakat. Jika dalam masyarakat itu dibentuk suatu sistem kekuasaan 1 Achmad Sanusi, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Cet. Edisi IV, Tarsito,1991 Bandung,hlm. 8 1

Upload: sky-yun

Post on 29-Jun-2015

641 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tiap masyarakt sebagai suatu sistem pergaulan hidup manusia,

dulu maupun sekarang dan di daerah manapun di dunia ini, mengenal

sistem hukumnya. Tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai

sistem hukumnya, betapapun bentuk formal serta materialnya dari

sistem hukumnya itu. Ambil suatu contoh terkecil masyarakat

keluarga. Jika tidak ada hukum dalam keluarga, maka di sana tak pula

ada aturan apa yang menjadi hak dan kewajiban para anggotanya.1

Perlu ada aturan atau pengaturan mengenai soal-soal

kekeluargaan, benda dan harta kekayaan, jaminan ketertiban dan

keamanan, ketaatan terhadap perjanjian-perjanjian, nilai kehormatan

diri dan badan berikut jiwa para anggota masyarakat. Jika dalam

masyarakat itu dibentuk suatu sistem kekuasaan publik, seperti

Negara dalam suatu masyarakat bangsa, maka keamanan dan

ketertiban kekuasaan publik itu pun harus mendapat pengaturan dan

jaminan.2

Keluarga merupakan basis sosial pertama setiap orang. Karena

kehidupan keluarga sebagai barometer dasar setiap orang, maka

dalam lingkup inilah perlu dibangun konsep dan perilaku yang

1 Achmad Sanusi, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Cet. Edisi IV, Tarsito,1991 Bandung,hlm. 8

2 Ibid. hlm. 9

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

mendasar pula. Dalam bahasa Al-Qur’an konsep dasar keluarga ini

disebut dengan sakinah, mawadah dan rahmah. Keluarga Sakinah

bermakna bahwa dalam merangkai bahtera kehidupan rumah tangga,

baik dalam suka maupun duka senantiasa pada riil ketenangan hati

dan ketentraman jiwa. Ketika dalam suka duka, tidak berlebih-lebihan

dan ketika dalam duka, tidak juga nelangsa yang berlebihan pula.

Semua kehidupan dihadapi dan dijalani dengan ayat Tuhan, Sakinah.3

Pernikahan adalah pintu gerbang yang sakral yang harus

dimasuki oleh setiap insan untuk membentuk sebuah lembaga yang

bernama keluarga. Perhatian Islam terhadap keluarga begitu besar,

karena keluarga merupakan cikal bakal terbentuknya sebuah

masyarakat yang lebih luas. Keluarga adalah pemberi warna dalam

setiap masyarakat. Baik tidaknya sebuah masyarakat tergantung pada

masing-masing keluarga yang terdapat dalam masyarakat tersebut.4

Keluarga adalah kesatuan terkecil masyarakat yang anggota-

anggotanya terikat secara batiniah dan hukum karena pertalian darah

dan pertalian perkawinan. Ikatan itu, memberikan kedudukan tertentu

kepada masing-masing anggota keluarga, hak dan kewajiban,

tanggung jawab bersama serta saling mengharapkan. Bentuk keluarga

batih atau keluarga inti atau nuclear family dalam masyarakat Barat

3 Hj. Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, Cet. I, Pustaka Pesantren, 2004, Yogyakarta, hlm. v-vi

4 K.H. Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah & Keluarga, Cet. I, Gema Insan Press, 1999, Jakarta,hlm. 5

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

(modern) terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dengan beberapa

orang anak atau tanpa anak-anak.5

Dalam keluarga, asing-masing anggota mempunyai kedudukan

tertentu yang menimbulkan wewenang, hal dan kewajiban. Suami,

misalnya, menurut ajaran Islam, mempunyai kedudukan sebagai

kepala keluarga, sedangkan Isteri berkedudukan sebagai kepala

rumah tangga.6

Karena pentingnya kedudukan keluarga, seperti telah

disinggung di atas, menurut ajaran Islam, pembentukannya harus

dilakukan menurut jalan dan ketentuan yang telah ditetapkan yakni

melalui perkawinan. Dengan suatu perjanjian yaitu suatu peristiwa di

mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dari peristiwa ini

timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan

perikatan.7 Menurut Anwar Harjono (Anwar Harjono, 1968: 219)

perkawinan atau pernikahan adalah suatu perjanjian suci antara

seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk

keluarga bahagia.8

Berkenaan dengan perkawinan dan rumah tangga, ada

beberapa istilah yang perlu dijelaskan hubungannya dengan hukum

Islam. Yang dimaksud adalah istilah monogami, poligami dan

5 H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Ed. I, Cet. 3 PT. Raja Grafindo Persada 2000 Jakarta,hlm. 299

6 Ibid. hlm. 3027 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 12 Intermasa, Jakarta,1990,hlm. 18 H. Mohammad Daud Ali, Op. Cit, hlm. 307

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

poliandri. Monogami adalah perkawinan seorang (suami) dengan

seorang )isteri). Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu

pihak mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang

bersamaan. Bentuknya mungkin poligini dan poliandri (seperti di

Tibet). Dalam poligini seorang suami kawin dengan lebih dari seorang

isteri, sedangkan sebaliknya dalam poliandri seorang isteri mempunyai

lebih dari seorang suami. Dalam kepustakaan istilah poligami lebih

banyak dipergunakan dari poligini, sehingga orang lebih memahami

poligami sebagai istilah perkawinan seorang suami dengan lebih dari

seorang isteri.9

Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Hukum Islam

berlaku secara normatif dan secara formal yuridis. Hampir semua

bagian hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan

Tuhan, bersifat normatif. Hukum Islam yang berlaku secara formal

yuridis adalah bagian hukum Islam yang mengatur hubungan manusia

dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bagian hukum

Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh

peraturan perundang-undangan, seperti hukum perkawinan, hukum

kewarisan, hukum wakaf yang telah dikompilasikan (1988), hukum

Zakat dan sebagainya. Untuk menegakkan hukum Islam yang menjadi

bagian hukum positif itu, sejak tahun 1882 didirikan Pengadilan

Agama di Jawa dan Madura. Dalam sistem Peradilan di Indonesia

kedudukan pengadilan agama ini semakin kokoh, terutama setelah

9 Ibid, hlm. 319

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan berlakunya Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.10

Asas perkawinan dalam hukum Islam adalah Monogami,

ketentuan ini terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 3 yang

pada ayat tersebut:

“………. Kalau kamu tidak akan adil di antara isteri-isteri kami

seyogyanyalah kami mengawini seorang perempuan saja,…….. kawin

dengan seorang perempuan itulah yang paling dekat bagi kamu untuk

kamu tidak berbuat aniaya”.11

Dalam ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian

antara seorang pria dengan seorang perempuan, berlaku beberapa

asas diantaranya adalah kesukarelaan, persetujuan kedua belah

pihak, kebebasan memilih, kemitraan suami isteri, untuk selama-

lamanya dan monogami terbuka.12

Asas Monogami Terbuka, disimpulkan dari Al-Qur’an Surat An-

Nissa’ ayat 3 jo ayat 129. Di dalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang

pria muslim dibolehkan beristeri lebih dari seorang, dengan ketentuan

mampu berlaku adil terhadap isteri-isterinya. Dalam ayat 129 surat

yang sama, Allah menyatakan bahwa manusia tidak mungkin berlaku

adil terhadap isteri-isterinya walaupun ia ingin berbuat demikian. Oleh

karena ketidakmungkinan berlaku adil terhadap isteri-isteri itu maka

10 H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,PT. Raja Grasindo Persada, Jakarta,2000,hlm. 5-6

11 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Cet. 5, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta,1986, hlm. 55

12 H. Mohammad Daud Ali, Op. Cit, hlm. 125

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

Allah menegaskan bahwa seorang pria lebih baik menikah dengan

seorang perempuan saja. Ini berarti bahwa beristeri lebih dari seorang

merupakan jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang pria

muslim untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat dosa, kalau

isterinya tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya sebagai isteri.13

Jadi Poligami diperbolehkan sebagai suatu pengecualian.

Poligami yaitu seorang pria beristeri lebih dari satu orang perempuan

dalam waktu yang sama, memang diperbolehkan dalam Islam. Islam

bukanlah agama yang pertama yang memberlakukan Poligami, tetapi

Poligami menurut sejarahnya sudah ada sejak jaman dulu hingga

sekarang di berbagai negara. Sebagian masyarakat yang pada

umumnya menganggap agama Islam adalah agama yang membawa

Poligami sehingga seringkali hal ini dianggap mendatangkan

penderitaan bagi kaum perempuan.

Dalam hal perkawinan poligami yang memenuhi syaratnya,

perlu pertama kalinya perlindungan atas harta bersama suami isteri

dalam pasangan bermula. Sedangkan terhadap isteri muda perlu ada

penegasan bahwa pokok pikiran harta terpisah antara harta suami

isteri tetap dipertahankan. Harta bersama suami dengan isteri muda

ini hanya terdapat bagi barang-barang rumah tangga si isteri muda

saja yang berasal dari usaha mereka bersama atau usaha salah orang

mereka. Sedangkan mengenai barang-barang lainnya terutama

barang-barang yang besar dan berharga mereka tetap memiliki harta

13 Ibid, hlm. 127

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

masing-masing. Kalau hendak ada syirkah hanyalah syirkah dengan

perjanjian yang tegas-tegas tertulis atau diucapkan yang

diperkenankan.14 Dilihat dari pemikiran yang wajar, tergabungnya atau

syirkah harta pencaharian antara suami isteri itu akan sangat

mengurangi kemungkinan terjadinya poligami dan juga sangat

mengurangi adanya perceraian.15

Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik dengan

permasalahan Poligami dalam rangka penulisan tugas, dengan

mengambil judul “Harta Bersama Dalam Poligami Antara Orang-

Orang Yang Beragama Islam Didasarkan Hukum Islam dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Undang-Undang

Perkawinan.

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

di atas, ada beberapa permasalahan yang menarik untuk dibahas.

Untuk itu permasalahannya akan diidentifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan harta bersama dalam Poligami?

2. Bagaimanakah pembagian harta bersama dalam Poligami?

14 Sayuti Thalib, Op. Cit, hlm. 8515 Ibid, hlm. 86

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

BAB II

ANALISIS

A. Pengaturan Harta Bersama Dalam Poligami

Dalam hal perkawinan seorang pria itu monogami akan mudah

mencari penyelesaiannya atas semua hal yang bersangkutan dengan

syirkah nyata-nyata ataupun syirkah yang terjadi karena peraturan-

peraturan. Tetapi dalam hal terjadi perkawinan poligami yang

memenuhi syaratnya, perlulah pertama kalinya perlindungan atas harta

bersama suami isteri dalam pasangan bermula. Sedangkan terhadap

isteri muda perlu ada penegasan bahwa pokok pikiran harta terpisah

antara suami isteri tetap dipertahankan. Harta bersama suami dengan

isteri muda hanya terdapat bagi barang-barang rumah tangga si isteri

muda saja yang berasal dari usaha mereka bersama atau usaha salah

seorang mereka. Sedangkan mengenai barang-barang lainnya

terutama barang-barang yang besar dan berharga mereka tetap

memiliki harta masing-masing. Kalau hendak da syirkah hanyalah

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

syirkah dengan perjanjian yang tegas-tegas tertulis atau diucapkan

yang diperkenankan.16

Dalam rumah tangga Islam bisa terdapat harta bersama antara

suamu isteri selama perkawinan berlangsung sebagaimana, dalam Al-

Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 21 dan Surat Al-Baqarah ayat 282.

Dalam syirkah baik berupa harta bawaan, harta yang diperoleh atas

usaha masing-masing atau bersama-sama selama dalam perkawinan,

maupun harta yang diperoleh selama perkawinan atas dasar

pemberian warisan, wasiat atau hibah. Dalam hal terjadinya syirkah

(percampuran) harta kekayaan suami isteri itu dapat dilaksanakan

sebagai berikut:17

a. Dengan mengadakan perjanjian secara tertulis atau diucapkan

sebelum atau setelah berlangsungnya akad nikah, baik untuk harta

bawaan masing-masing atau harta yang diperoleh selama dalam

perkawinan tetapi bukan atas usaha mereka sendiri atau dari harta

pencaharian.

b. Dapat pula ditetapkan dengan Undang-Undang atau Peraturan

Perundang-undangan bahwa harta yang diperoleh atas usaha

suami atau isteri atau kedua-duanya, adalah harta bersama atau

syirkah suami isteri tersebut.

c. Disamping dengan cara tersebut di atas, syirkah atas harta

kekayaan suami isteri dapat pula terjadi dengan kenyataan

1617 Sayuti Thalib, Op. Cit, hlm. 8517 Sayuti Thalib, Op. Cit, hlm. 84

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

kehidupan pasangan suami isteri itu. Cara ini khusus untuk harta

bersama yang diperoleh selama perkawinan. Dengan cara diam-

diam telah terjadi syirkah apabila dalam kenyataannya mereka

bersatu dalam mencari hidup dan membiayai hidup. Mencari hidup

ini jangan diartikan mereka yang mencari nafkah saja, tetapi juga

harus dilihat dari sudut pembagian kerja dalam rumah tangga.18

Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan dalam Pasal 29, bahwa

pada waktu sebelum atau saat dilangsungkannya pernikahan, kedua

belah pihak suami dan isteri atas persetujuan bersama dapat

mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pencatat

perkawinan, di mana isi perjanjian tersebut juga berlaku pula terhadap

pihak ketiga yang berkepentingan dengan suami isteri mengenai harta.

Mengenai isi perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan

batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. Perjanjian tersebut

berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. Serta selama perkawinan

berlangsung perjanjian tesebut tidak dapat diubah, kecuali ada

perjanjian dari suami isteri dan perubahan itu tidak merugikan pihak

ketiga.19

Berdasarkan Pasal31 Undang-Undang Perkawinan telah

ditetapkan bahwa hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan

hak dan kedudukan suami dan masing-masing pihak berhak untuk

melakukan perbuatan hukum. Akibat hukum dari suatu perkawinan

18 Indonesia, Undang-undang Tentang Perkawinan, Loc. Cit, Ps. 3519 Indonesia, Undang-Undang tentang Perkawinan, Loc. Cit, Ps. 29

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

selain timbul hak dan kewajiban suami isteri satu sama lainnya, juga

hak dan kewajiban suami osteri terhadap anak dan terhadap harta

benda perkawinan. Mengenai harta benda perkawinan menurut Pasal

119 BW, sejak terjadinya perkawinan antara seorang pria dan seorang

perempuan maka sejak saat itu terjadilah harta persatuan perkawinan

baik yang menyangkut harta yang diperoleh selama perkawinan

maupun harta bawaan dengan kemungkinan dilangsungkan, antara

mereka dapat dilakukan suatu perjanjian perkawinan yang isinya tidak

menghendaki harta bawaan masing-masing dimasukan dalam harta

campuran bersama.20

Mengenai masalah harta bersama, dalam perkawinan seorang

suami berpoligami, maka dalam masalah kepemilikan harta bersama

tersebut masing-masing terpisah dan berdiri sendiri yang dihitung

sejakberlangsungnya akad perkawinan yang kedua dengan isteri

kedua. Dalam hal demikian diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam

Pasal 94 yang terdiri dari 2 ayat, yang menyatakan:

(1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai

isteri lebih dari seorang, maka masing-masing terpisah dan berdiri

srndiri.

20 H.R. Sardjono dan Hj. Frieda Husni Hasbullah, Bunga Rampai Perbandingan Hukum Perdata, Edisi Revisi, Cet. II, Ind-Hill-Co,Jakarta,2003, hlm. 147-148

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

(2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang

mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1),

dihitung pada saat berlangsungnya. Akad perkawinan yang kedua,

ketiga atau keempat.21

Dalam penggunaan harta bersama oleh satu pihak harus

didasari persetujuan dari pihak lain, dimana penggunaan harta

bersama oleh salah satu pihak dengan tidak ada persetujuan dari

pihak lain, maka tindakan hukum demikian tidak diperbolehkan. Dalam

hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasl 92, yang menyatakan:

“Suami atau isteri tanpa persejuan pihak lain tidak diberbolehkan

menjual atau memindahkan harta bersama”. 22

Dalam hal ini dimaksudkan agar masing-masing pihak dapat

melakuan hal-hal yang berurusan dengan soal rumah tangga dengan

penuh rasa tanggung jawab. Apabila terhadap utang pribadi, maka

dibedakan kepada masing-masing suami isteri yang berutang.

Terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga

dibebankan kepada harta bersama, yang kemudian apabila tidak

mencukupi maka dibebankan kepada harta pribadi suami dan

kemudian baru dicukupkan dengan harta pribadi isteri.23

Berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Perkawinan telah

ditetapkan bahwa hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan 21 Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Loc. Cit, Ps. 94

22 Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Loc. Cit, Ps. 92.23 Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Loc. Cit, Ps. 93.

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

hak dan kedudukan suami dan masing-masing pihak berhak untuk

melkukan perbuatan hukum dari satu perkwinan selain timbul hak dan

kewjiban suami isteri satu sama lainnya, juga hak dan kewajiban

suami isteri terhadap anak dan terhadap harta benda perkawinan.

Mengenai harta benda perkawinan menurut Pasal 119 BW, sejak

terjadinya perkawinan antara seorang pria dan seorang perempuan

maka sejak saat itu terjadilah harta persatuan perkawinan baik yang

menyangkut harta yang diperoleh selama perkawinan maupun harta

bawan dengan kemungkinan sebelum perkawinan dilangsungkan,

antara mereka dapat dilakukan suatu perjajian perkawinan yang isinya

tidak menghendaki harta bawaan masing-masing dimasukan dalam

harta campuran bersama.24

C. Pembagian harta bersama dalam poligami

Mengenai pembagian harta bersama dalam poligami, maka akan

terdapat pemisahan harta harta bersama dalam perkawinan pertama

dengan perkawinan yang kedua.dimana dalam hal ini yang

membedakan tentu lamanya perkawinan, perumpamaan perkawinan

dengan dengan isteri pertama berlangsung selama 10 tahun dan

memiliki harta bersama sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta

rupiah). Dalam perkawinan dengan isteri kedua berlangsung selama 3

24 H.R. Sardjono dan Hj. Frieda Husni Hasbullah, Bunga Rampai Perbandingan Hukum Perdata, Edisi Revisi, Cet. II, Ind-Hill-Co, 2003,Jakarta hlm, 147-1548

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

tahun dan memiliki harta bersama sebesar Rp. 20.000.000,- (dua

puluh juta rupiah).

Perbedaan kepemilikan harta bersama antara perkawinan

pertama dengan perkawinan kedua masing-masing terpisah dan

berdiri sendiri sebagaimana dalam Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam.25

Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 97; janda atau duda

cerai hidup masing-masing berhak mendapat seperdua dari harta

bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjajian perkawinan.26

Salah satu adanya pembagian harta bersama apabila terjadinya

perceraian. Dalam hal ini pembagian harta bersama dalam poligami.

Apabila terjadi perceraian dalam perkawinan suami yang berpoligami

ini, maka suami dan para isteri ini dalam mendapatkan pembagiannya

masing-masing berbeda. Dalam pembagian harta bersama atau bisa

disebut dengan harta gono gini, pembagiannya ditentukan dan dihitung

berdasarkan lamanya perkawinan. Apabila perkawinan dengan isteri

pertama terjadi perceraian, yang telah berlangsung selama 10 tahun

dengan memiliki harta sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah),

maka pembagian dari harta bersama antara suami dengan isteri

pertama mendapatkan harta gono gini masing-masing sebesar Rp.

50.000.000,-(lima puluh juta).

Perkawinan yang kedua berlangsung selama 3 tahun, dalam

perkawinan dengan isteri kedua memiliki harta bersama sebesar Rp.

25 Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Loc. Cit, Ps. 9426 Indonesia, Kompilasi Hukum Islam, Loc. Cit, Ps. 97

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Apabila dikemudian hari terjadi

pula perceraian dengan perkawinannya yang kedua, pembagian harta

bersama dari perkawinan dengan isteri kedua ini, yakni antara suami

dengan isteri kedua mendapat harta gono gini masing-masing sebesar

10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

BAB III

KESIMPULAN

Mengenai kedudukan suami isteri dalam poligami, terdapat dalam

surat An Nisaa' ayat 3 dan ayat 129, kedua ayat ini saling menguatkkan

dan menafsirkan,dinyatakan bahwa seorang pria muslim dibolehkan

beristeri lebih dari seorang dengan ketentuan mampu berlaku adil

terhadap para isteri. Poligami dalam hukum Islam syarat utamanya

harus mampu berlaku adil, yang berarti berlaku adil dalam kewajiban

suami terhadap isteri terutama dalam hal materi. Poligami dalam

Undang-Undang Perkawinan terdapat dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4

dan Pasal 5 jo Pasal 40, 41, 42 dan 43 Peraturan Pemerintah Tahun

1975. dengan persyaratan yang sangat ketat, salah satu syarat utama

adanya pesetujuan isteri. Poligami bukan hanya ada dalam Undang-

Undang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah tetapi juga terdapat

dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Pasl 55 sampai dengan Pasal 59.

Mengenai pengaturan Harta Bersama, yang diatur dalam Undang-

Undang Perkawinan dalam Pasal 35, bahwa harta benda yang

diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, harta bawaan

dari masing-masing suami dan isteri, dan harta benda yang diperoleh

masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

penguasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan

lain. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal1 huruf,

disebutkan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah

adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersam suami

isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung atau disebut harta

bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.

Mengenai pengaturan harta bersama dalam poligami, maka telah

diatur dalam Pasal 94 Kopilasi HukumIslam, yakni dikatakan bahwa

harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri

lebih dari seorang maka masing-masingterpisah dan berdiri sendiri,

pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang

mempunyai isteri lebih dari seorang maka dihitungpada saat

berlangsungnya akad perkawinan yang kedua. Apabila terjadi

perceraian maka menurut Kopilasi Hukum Islam dalam Pasal 97; janda

atau duda cerai hidup masing-masinhg berhak mendapat seperdua

dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan.

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Ed.I. Cet. 3. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada. 2000.

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

_____________, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Islam di Idonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000.

Faridl, KH. Miftah, Masalah Nikah & Keluarga. Cet I. Cet. 3. Jakarta:

Gema Insan Pres, 1999.

Subekti., Hukum Perjanjian. Cet. 12. Jakarta: PT. Intermesa, 1990.

Sardjono , dan Frieda Husni Hasbullah. Bunga Rampai Perbandingan

Hukum Perdata. Cet. 2. Jakarta: Ind-Hill-Co, 2003.

Sanusi, Ahmad. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum

Indonesia. Ed.IV. Bandung: Tarsito, 1991.

Subhan, Zaitunah. Membawa Keluarga Sakinah. Cet.I. Yogyakarta:

Pustaka Pesantren, 2004.

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Cet.5. Jakarta:

Universitas Indonesia (UI-Pres), 1986.

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN (Poligami)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan. UU Nomor 1 Tahun

1974. LN RI Nomor 1 Tahun 1974, TLN RI Nomor 3019.

___________, Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991). LN Nomor 3885.

20