ph kedkom bab ii edit
DESCRIPTION
contoh tugas kedkomTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran
udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis.
Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia,
sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan
terlalu penuh maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan
(Gunawan et al., 1982).
Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan
kelembaban yang sesuai dengan temperatur kelembaban udara (Azwar, 1990).
Standar luas ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999, adalah
minimal 10% luas lantai. Menurut Frinck (1993) setiap ruang yang dipakai
sebagai ruang kediaman sekurang-kurangnya terdapat satu jendela lubang
ventilasi yang langsung berhubungan dengan udara luar bebas rintangan dengan
luas 10% luas lantai. Ruangan yang ventilasinya kurang baik akan membahayakan
kesehatan khusunya saluran pernapasan.
Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya debu dan uap air. Jumlah
bakteri udara akan bertambah jika penghuni ada yang menderita penyakit saluran
pernapasan, seperti Tuberculosis, Influenza, dan ISPA.
Dalam pengertian ventilasi ini dari aspek fungsi juga tecakup jendela. Luas
ventilasi atau jendela adalah luas lubang untuk proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor baik secara alami atau mekanis. Ventilasi atau jendela
mempunyai peran dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang sudah
terpakai.
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang berarti
kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping
itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan
naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan.Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-
bakteri, patogen (baktero-bakteri penyebab penyakit).
Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara
yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam
kelembaban yang optimum. Ada dua macam ventilasi, yakni :
a. Ventilasi alamiah
Dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui
jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding, dan sebagainya. Di
pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena juga merupakan
jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus
ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan nyamuk tersebut.
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu daya difusi dari gas-
gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur.
Ventilasi ala mini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur
udara dan kelembabannya, aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara
alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang dinding dan
sebagainya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun
dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat berpori dinding ruangan,
atap dan lantai.
b. Ventilasi buatan
Yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara
tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara. Tetapi jelas alat ini
tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.
Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga
agar udara tidak membalik lagi tetapi harus mengalir. Artinya dalam ruangan
rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
Ventilasi alami merupakan kebutuhan penting dalam suatu bangunan,
namun karena perkembangan jaman, hal ini sering dianggap tidak penting karena
dapat ditanggulangi dengan ventilasi buatan. Namun seringkali ventilasi buatan
tidak menjadi solusi, melainkan menambah masalah baru, yaitu salah satunya
mengenai energi dan selain itu ventilasi buatan juga umumnya sangat mahal.
Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut :
- Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai ruangan,
sedangkan luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil
(dapat dibuka dan ditutup) minimal lima persen dari luas lantai. Jumlah
keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
- Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik,
knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.
- Aliran udara diusahakan lintas ventilasi dengan menempatkan lubang ventilasi
berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh
barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan lain-lain.
Fungsi utama ventilasi dan jendela antara lain (Subbin P2L&PL Dinkes
Propinsi Jawa Timur).
- Sebagai lubang masuk dan keluar angin sekaligus sebagai lubang pertukaran
udara atau lubang ventilasi yang tidak tetap (sering berupa jendela atau pintu).
- Sebagai lubang masuknya cahaya dari luar (sinar matahari).
Agar udara dalam ruangan segar persyaratan teknis ventilasi dan jendela
ini sebagai berikut :
- Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan dan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai,
dengan tinggi lubang ventilasi minimal 80 cm dari langit-langit.
- Tinggi jendela yang dapat dibuka dan ditutup minimal 80 cm dari lantai dan
jarak dari langit-langit sampai jendela minimal 30 cm
- Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak dicemari oleh asap
pembakaran sampah, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.
- Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang hawa
berhadapan antara dua dinding ruangan. Aliran udara ini diusahakan tidak
terhalang oleh barang-barang seperti lemari, dinding, sekat-sekat, dan lain-
lain.
- Kelembaban udara dijaga antara 40-70%
Pada lingkungan pemukiman padat penduduk, ventilasi udara alami yang
baik dan sehat sangat sulit dilakukan karena sempitnya lahan dan ketidakteraturan
pola penyebaran bangunan. Bangunan yang saling berhimpitan satu sama lain
menjadikan minimnya ruang terbuka yang berperan penting dalam ventilasi alami.
Sistem ventilasi yang buruk berpengaruh buruk terhadap kesehatan penghuni
bangunan. Minimnya pertukaran udara dapat menyebabkan ruangan
menjadisangat lembab dan pengap, hal ini tentunya mempengaruhi kualitas udara
dalam ruangan. Oleh karena itudiperlukan perbaikan pada sistem ventilasi alami
yang digunakan pada pemuliman padat penduduk.
2.2. Penghawaan
Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara.
Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di luar rumah.
Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal dari sumber
polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur, pemakaian obat nyamuk
bakar (Mukono, 1997).
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang
hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada
bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni
dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara
secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang
pembatas dinding atu partisi sebagai ventilasi.
Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan
alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan peranginan
silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut :
- Lubang penghawaan minimal 5% (lima persen) dari luas lantai
ruangan
- Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang
mengalir keluar ruangan
- Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar
mandi/WC
- Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC,
yang memerlukan peralatan bantu elektrikal-mekanikal seperti blower
atau exhaust fan, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan
disekitarnya
- Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan
kegiatan dalam bangunan seperti ruangan keluarga, tidur, tamu dan
kerja.
2.3. Tuberkulosis Pada Anak
2.3.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga
disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau
organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru. Bila
kuman TB menyerang otak dan sistem saraf pusat, akan menyebabkan meningitis
TB. Bila kuman TB menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti ginjal,
jantung, saluran kencing, tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut TB milier atau
TB ekstrapulmoner. (World Health Organization, 2006)
Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita
oleh anak <15 tahun.1 Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki
kontak yang signifikan dengan orang dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada
tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks negatif. Infeksi terjadi ketika
seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis dan kuman
tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid
sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat
granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta
didapatkan uji tuberkulin yang positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit
TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran
kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita
tuberkulosis. (World Health Organization, 2006)
Terdapat beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya infeksi TB
maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi
faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit. Faktor
risiko terjadinya infeksi TB antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa
dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan
yang tidak sehat dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti
perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. (World Health
Organization, 2006)
2.3.2 Epidemiologi
Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan bahwa
sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,
dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama
TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang
tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di
negara maju. (World Health Organization, 2006)
Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di
Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar
140.000 orang per tahun. Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat
Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang
TB. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi
<12 bulan didapatkan 16,5%.(World Health Organization, 2006)
Anak yang terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit. Berikut ini
adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi
sakit TB. Faktor risikonya adalah usia, infeksi baru yang ditandai dengan adanya
konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromais, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik.
(World Health Organization, 2006)
2.3.3 Etiologi
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari
Mycobacterium yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. Tuberculosis,
M. Bovis, M. Africanum, M. Microti dan M. Canetti. Dari kelima jenis ini M.
Tuberkulosis merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada
manusia. Ada 3 varian M. Tuberkulosis yaitu varian humanus, bovinum dan
avium. Yang paling banyak ditemukan menginfeksi manusia M. Tuberkulosis
varian humanus. (Ormerod LP, 2012)
2.3.4. Patogenesis
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam droplet nuklei yang
terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi
pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk
lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon. (Ormerod LP, 2012)
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. (Ormerod LP,
2012)
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi
TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu.6 Pada saat
terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang
dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem
imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian
kecil kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera
dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity, CMI ).
(Ormerod LP, 2012)
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB. (Ormerod LP, 2012)
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). (Ormerod LP, 2012)
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme
ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis kelenjar yang mengalami
inflamsi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa
kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gangguan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi. (Ormerod LP, 2012)
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyeb aran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik. (Ormerod LP, 2012)
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di
organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa dan
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti
otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut
tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang
di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat
mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa. (Ormerod LP, 2012)
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun
pertama) biasanya sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga
bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB
endobronkial, dan TB paru kronik. Tuberkulosis paru kronik adalah TB
pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam fokus yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering
terjadi pada remaja dan dewasa muda. (Ormerod LP, 2012)
Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan manifestasi
TB pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis
sistem skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi
dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. (Ormerod LP, 2012)
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang
konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu
kalender terjadinya TB di berbagai organ.3
Gambar 2. Kalender perjalanan penyakit TB primer
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin
biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada
awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema
nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.
Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini. (Ormerod LP, 2012)
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB.
Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi
pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama,
yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB
terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian
karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB. (Ormerod LP, 2012)
2.5. Manifestasi klinis
Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis TB sangat
bervariasi dan bergantung pada faktor kuman TB, penjamu serta interaksi diantara
Gambar 1. Patogenesis tuberkulosis
keduanya.Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya,
sedangkan faktor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta
kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi. (Swaminathan S, 2010)
Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala selama beberapa waktu.
Tanda dan gejala pada balita dan dewasa muda cenderung lebih signifikan
sedangkan pada kelompok dengan rentang umur diantaranya menunjukkan
clinically silent dissease. (Swaminathan S, 2010)
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik
karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa
manifestasi sistemik yang dapat dialami anak yaitu:
1. Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang
dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi. Temuan
demam pada pasien TB berkisar antara 40-80% kasus.
2. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan
dengan penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik
pertumbuhan.
3. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan
tidak naik dengan adekuat (failure to thrive).
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya
multipel.
5. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan, tetapi
pada anak bukan merupakan gejala utama.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
7. Malaise (letih, lesu, lemah, lelah).
2.3.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang
telah terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.
Uji tuberkulin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23
2TU secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72
jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul.
Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai negatif.
(Ormerod LP, 2012)
Secara umum hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm
dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian
besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh
imunisasi BCG atau infeksi M. atipik. Pada anak balita yang telah mendapat
BCG, diameter indurasi 10-14 cm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan
besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG-
nya, tapi bila ukuran indurasinya 15 mm sangat mungkin karena infeksi
alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberkulin negatif.
Diameter 5-9 cm dinyatakan positif meragukan. Pada keadaan imunokompromais
atau pada pemeriksaan foto thorak terdapat kelainan radiologis hasil positif yang
digunakan 5mm. (Ormerod LP, 2012)
2. Uji interferon
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T
dengan antigen tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya
limfosit T tersebut telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan
menghasilkan interferon gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi,
pemeriksaan ini hingga saat ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan
sakit TB. (Swaminathan S, 2010)
3. Radiologi
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan
radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Secara umum,
gambaran radiologis yang sugestif TB adalah:
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
Konsolidasi segmental/lobar
Milier
Kalsifikasi dengan infiltrat
Atelektasis
Kavitas
Efusi pleura
Tuberkuloma
4. Serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang ada di antaranya adalah PAP TB,
mycodot, Immuno Chromatographic Test (ICT), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga
saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat membedakan antara
infeksi TB dan sakit TB. (Ormerod LP, 2012)
5. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan
kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR.
Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit
mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas
lambung didapatkan hanya 10 % anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur
hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat
ini PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk
pemeriksaan klinis rutin. (Swaminathan S, 2010)
6. Patologi Anatomik
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Granuloma tresebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area
nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel
datia langhans.
Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI merekomendasiskan
diagnosis TB anak dengan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda
klinis yang dijumpai.
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas -
Laporan
keluarg
a (BTA
negatif
atau
BTA(+)
tidak
jelas)
Uji Tuberkulin
Negatif - - Positif (≥ 10 mm
atau ≥ 5
mm pada
keadaan
imunosupr
esi)
Berat badan /
Status
Gizi
- BB/TB < 90%
atau
BB/U < 80%
Klinis gizi
buruk
atau BB/TB <
70%
atau BB/U <
60%
-
Demam tanpa
sebab
yang jelas
- ≥ 2 minggu - -
Batuk - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran
kelenjar
koli,
aksila,
inguinal
- ≥ 1 cm, jumlah
> 1, tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang /
sendi
panggul,
lutut,
falang
- Ada
pemben
gkakan
- -
Foto Thorak Normal/kelainan
tidak
jelas
Gambaran
sugestif
TB
- -
Catatan:
Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan
infiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam
skor karena diperlakukan secara khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak,
maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (≤ 7
hari) harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan
merupakan alat diagnostik.
Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal
13).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas,
pasien harus di rawat inap di RS. (Swaminathan S, 2010)
2.3.8. Penatalaksanaan
Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin
dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Obat lain (second line, lini kedua) adalah para-
aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide,
ofloxacin, levofloxacin, mixiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin,
amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR. (LoBue PA, 2010)
Isoniazid
Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang
sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), bakteriostatik
terhadap kuman yang diam. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang
biasa diberikan adalah 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan
dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet
100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/5cc. sedian dalam bentuk
sirup biasanya tidak stabi, sehingga tidak dianjurkan penggunaannya. (LoBue PA,
2010)
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral
dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan satu kali
pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid , dosis rifampisin
tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari.
Distribusinya sama dengan isoniazid. (LoBue PA, 2010)
Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan
dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel suasana asam, dan
diabsorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral sesuai
dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum
puncak 45 µg/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif
karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam., yang timbul
akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid aman
pada anak. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak. Pirazinamid tersedia
dalam bentuk tablet 500 mg, tetapi seperti isoniazid, dapat digerus dan diberikan
bersamaan makanan. (LoBue PA, 2010)
Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada
mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisid
jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,
berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg/kgBB/hari, maksimal 1,25
gr/hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 µg dalam waktu 24 jam.
Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Rekomendasi WHO
yang terakhir mengenai penatalaksanaan TB anak, etambutol dianjurkan
penggunaanya pada anak dengan dosis 15-25 mg/kgBB/hari. Etambutol dapat
diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-
obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan. (LoBue PA, 2010)
Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraseluler. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam
pengobatan TB tetapi penggunaannya penting penting pada pengobatan fase
intensif meningitis TB dan MDR-TB. Streptomisin diberikan secara intramuskular
dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gr/hari dan kadar puncak 40-50
µg/ml dalam waktu 1-2 jam. (LoBue PA, 2010)
Nama Obat Dosis harian
(mg/kgB
B/hari)
Dosis maksimal
(mg/hari
)
Efek Samping
Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Rifampisin*
*
10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan
enzim hati, cairan tubuh berwarna
oranye kemerahan
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan
berkurang, buta warna merah-
hijau, penyempitan lapang
pandang, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisi
n
15-40 1000 Ototoksis, nefrotoksik
* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari.
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi
dengan baik melalui sistemgastrointestinal pada saat perut kosong (satu
jam sebelum makan.
Gambar 3. Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya
2.3.9. Pencegahan
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Guérin) diberikan pada usia sebelum 2
bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara
intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan
lemak subkutis lebuh tebal, ulkus tidak menggangu struktur otot dan sebagai tanda
baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan
dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian
vaksin dan intensitas pemaparan infeksi. (LoBue PA, 2010)
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-80%.
Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB dan
spondilitis TB pada anak. Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap
terjadinya TB milier, meningitis TB, TB sistem skletal, dan kavitas. Fakta di
klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan positif telah mempunyai parut BCG.
Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi umumnya tidak
dianjurkan di banyak negara lain, temasuk Indonesia. Imunisasi BCG relatif
aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering
ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan
insidens 0,1-1%. Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi
imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal
tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat badan
optimal. (Ormerod LP, 2012)
2. Kemoprofilaksis
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah
berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan
isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis
ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA
sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada akhir bulan
ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif dan
sumber penularan telah sembuh dan tidak menular lagi (BTA sputum negatif),
maka INH profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi
status TB pasien. Jika didapatkan uji tuberkulin negatif dan INH profilaksis telah
dihentikan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin ulang 3 bulan kemudian untuk
evaluasi lebih lanjut. (Ormerod LP, 2012)
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan
radiologis normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi
hanya anak yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi untuk berkembang
menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh
anak-anak dengan imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili,
varisela, atau pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan
kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru (konvensi uji tuberkulin dalam
kurun waktu kurang dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis
sekunder adalah 6-12 bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan
terapi TB, tetap dievaluasi tiap bulan untuk menilai respon dan efek samping obat.
(Ormerod LP, 2012)
2.10. Komplikasi
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis,
penyebaran ke ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang
dilahirkan dari orang tua yang menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang
besar untuk menderita tuberkulosis. Kemungkinan terjadinya gangguan jalan
nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada pasien dengan pelebaran
mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus. (Mukono, 1997).
2.11. Prognosis
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT
terkini memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman
sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa
yang minimal. Pasien dengan resistensi multiple terhadap OAT jumlahnya
meningkat dari waktu ke waktu. Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap
Isoniazid dan Rifampin, angka kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih
rendah lagi. Dengan OAT (terutama isoniazid) terjadi perbaikan mendekati 100%
pada pasien dengan TB milier. Tanpa terapi OAT pada TB milier maka angka
kematian hampir mencapai 100%.(Mukono, 1997).
2.4. Pengetahuan
2.4.1.Pengertian
Menurut Notoatmojo (2005) pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu subyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan,
pendengaran penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat berperan untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
2.4.2. Tingkat pengetahuan
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang cukup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: (Notoatmodjo, 2007).
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, “Tahu” ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang telah dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
mengenai obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan, contoh menyimpulkan, merencanakan, dan
sebagainya terhadap obyek yang telah dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain. Dalam menggunakan prinsip-
prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata-kata kerja. Dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk kesluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemapuan untuk melaksanakan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkatan pengetahuan
Faktor yang berpengaruh dalam tingakat pengetahuan seseorang menurut
Nasution (1999) dalam Notoatmodjo (2003) antara lain
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin mudah menerima informasi
tentang pentingnya ventilasi.
b. Informasi
Semakin banyak sumber informasi dapat memberikan peningkatan terhadap
tingkat pengetahuan tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media
massa seperti majalah, koran, berita televisi dan salah satunya juga dapat
diperoleh melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini
dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama
yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan
yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini mengandung
maksud bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka
pengalaman seseorang akan lebih jauh lebih luas.
e. Sosial Ekonomi
Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misalnya sekolah),
tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka
orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi.
f. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung
atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin
diukur atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari
responden.
Menurut Sukmadinata (2003) pengetahuan yang telah dimilki seseorang
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a. Jasmani
Faktor jasmani diantarnya adalah keadaan indra seseorang.
b. Rohani
Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor, serta
kondisi afektif dan kognitif individu.
2. Faktor Eksternal
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang
datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang
rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
b. Paparan media masa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektrolik, berbagai informasi dapat
diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering mendengar atau
melihat media masa (TV, radio, majalah, pamflet,dan lain-lain) akan memperoleh
informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah
mendapat informasi media. Ini berarti informasi media masa mempengaruhi
tingkat pengetahuan yang dimilki oleh seseorang.
c. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, keluarga dalam
status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status
ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang
termasuk kebutuhan sekunder.
d. Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling berinteraksi
antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu
akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungann sosial juga
mempengaruhi kemampuan individu sebagai penerima pesan.
e. Pengalaman
Pengalaman seseoarang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari
lingkungan. Kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering
mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar. Organisasi dapat
memperluas jangkauan pengalamanya, karena dari berbagai kegiatan tersebut
informasi tentang suatu hal dapat diperoleh. (Mukono, 1997).
2.5 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka teori peengetahuan Prof.Dr.Soekidjo Notoatmodjo
2.6 Kerangka Konsep
IntelegensiIntelegensi
PengalamanPengalaman
Usia Usia
Pendidikan Pendidikan
Ekonomi Ekonomi
InformasiInformasi
Kebudayaan/
Lingkungan
Kebudayaan/
Lingkungan
Internal
Eksternal
PengetahuanPengetahuan
Gambar 2. Kerangka konsep pengetahuan ventilasi
2.7 Definisi Operasional
VARIABEL DEFINISI CARA
UKUR
ALAT
UKUR
HASIL
UKUR
SKALA UKUR
Pengetahuan Pengetahuan
keluarga
binaan
tentang
pengertian,
manfaat
ventilasi dan
pengaruh dari
ventilasi di
rumah yang
buruk.
Baik, jika
mengetahui
pengertian,
manfaat, dan
pengaruh dari
ventilasi di
rumah yang
buruk.
Kurang, jika
hanya
mengetahui
tentang
pengertian
ventilasi tanpa
Wawancara Kuesioner - Baik
- Kurang
- Buruk
o Baik, jika
mengetahui
pengertian,
manfaat, dan
pengaruh dari
ventilasi di
rumah yang
buruk.
o Kurang, jika
hanya
mengetahui
tentang
pengertian
ventilasi tanpa
mengetahui
manfaat dan
pengaruh dari
ventilasi di
rumah yang
buruk.
o Buruk jika
tidak
mengetahui
tentang
mengetahui
manfaat dan
pengaruh dari
ventilasi di
rumah yang
buruk.
Buruk jika
tidak
mengetahui
tentang
ventilasi.
ventilasi.
Pendidikan Tingkatan
pendidikan
formal pada
keluarga
binaan, tinggi,
menengah
atau rendah.
Tinggi jika
diploma dan/
sarjana.
Menengah
jika SMP
sampai SMA.
Rendah jika
tidak
bersekolah –
Wawancara Kuesioner Tinggi
Menengah
Rendah
o tinggi =
diploma dan/
sarjana
o menengah =
smp sampai
sma
o rendah = tidak
bersekolah -
SD
SD
Kebudayaa
Dan
Lingkungan
Mengikuti
atau tidak
kebiasaan dan
tradisi untuk
membuat
ventilasi yang
baik di rumah.
Terpengaruh
jika mengikuti
kebiasaan
atau tradisi
yang ada di
keluarga dan
lingkungan.
Tidak
terpengaruh
jika tidak
mengikuti
kebiasaan
atau tradisi
yang ada di
keluarga dan
lingkungan
Wawancara Kuesioner - Megikuti
- Tidak
Mengikuti
o terpengaruh =
mengikuti
kebiasaan atau
tradisi yang
ada di
keluarga dan
lingkungan
o tidak
terpengaruh =
tidak
mengikuti
kebiasaan atau
tradisi yang
ada di
keluarga dan
lingkungan
Media massa Memanfaatka
n dengan baik
atau tidak alat
Wawancara Kuesioner - Baik
- Kurang
o baik =
memanfaatkan
media massa
atau media
yang ada (Tv.
Radio, Koran
dan internet)
untuk
mengetahui
tentang
ventilasi yang
baik di rumah.
Baik jika
memanfaatka
n media
massa yang
ada untuk
mendapatkan
informasi
tentang
pentingnya
ventilasi dan
memahami
tentang
informasi
tersebut.
Kurang jika
memanfaatka
n media
massa yang
ada untuk
mendapatkan
informasi
- Burukyang ada
untuk
mendapatkan
informasi
tentang
pentingnya
ventilasi dan
memahami
tentang
informasi
tersebut.
o kurang =
memanfaatkan
media massa
yang ada
untuk
mendapatkan
informasi
tentang
ventilasi tetapi
tidak
memahami
informasi
tersebut
o buruk = tidak
memanfaatkan
media massa
yang ada
untuk
mendapatkan
tentang
ventilasi
tetapi tidak
memahami
informasi
tersebut.
Buruk jika
tidak
memanfaatka
n media
massa yang
ada untuk
mendapatkan
informasi
tentang
ventilasi.
informasi
tentang
ventilasi.
Intelegensi Polapikir
keluarga
binaan
terhadap
keadaan
ventilasi di
rumah
keluarga
binaan
baik jika
dapat
menjelaskan
tentang
Wawancara Kuesioner - Baik
- Buruk
o baik = apabila
menjelaskan
tentang
keadaan
ventilasi yang
baik di dalam
rumah
o buruk = tidak
menjelaskan
tentang
keadaan
ventilasi yang
baik di dalam
keadaan
ventilasi yang
baik di dalam
rumah
buruk jika
tidak dapat
menjelaskan
tentang
keadaan
ventilasi yang
baik di dalam
rumah
rumah
Ekonomi Tingkah laku
keluarga
binaan untuk
menggunakan
sumber
ekonomi
dalam
menjaga
kelangsungan
hidup
termasuk
membuat
ventilasi yang
baik di rumah.
Wawancara Kuesioner - Cukup
- Kurang
o Cukup = Jika
penghasilan
cukup ataupun
berlebih untuk
memenuhi
kebutuhan
pokok
keluarga
o Kurang = Jika
penghasilan
tidak cukup /
kurang untuk
memenuhi
kebutuhan
pokok
keluarga
referensi
World Health Organization. Guidance for national tuberculosis programmes on the
management of tuberculosis in children. WHO/HTM/TB/2006.371. Geneva:
WHO; 2006.
Ormerod LP. Drug therapy for children with tuberculosis. Arch Dis Child. 2012;97:1097–
101.
LoBue PA, Enarson DA, Thoen TC. Tuberculosis in humans and its epidemiology,
diagnosis and treatment in the United States. Int J Tuberc Lung Dis.
2010;14:1226–32.