peran ekstrak daun neemsebagai antimikroba saluran akar
DESCRIPTION
Makalah OB 3TRANSCRIPT
MAKALAH ORAL BIOLOGI - 3
PERAN EKSTRAK DAUN NEEM
SEBAGAI ANTIMIKROBA SALURAN AKAR
Disusun oleh:
Amalia Virgita (04111004061)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
Peran Ekstrak Daun Neem sebagai Antimikroba Saluran Akar
Amalia Virgita
Fakultas Kedokteran/Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sriwijaya
Abstract
Successful root canal therapy relies on the combination of proper
instrumentation, irrigation, and obturation of the root canal. Of these three
essential steps of root canal therapy, irrigation of the root canal is the most
important determinant in the healing of the periapical tissues. Irrigants can
augment mechanical debridement by flushing out debris, dissolving tissue, and
disinfecting the root canal system where there are many isolated microorganisms
such as Enterococcus faecalis, Staphylococcus aureus, and Candida albicans.
Numerous irrigants have been recommended for use in the treatment of root canal
infections, like sodium hypochlorite, Biopure MTAD, CHX, etc. Currently a neem
leaf extract have been identified that might be used as an effective root canal
irrigants. Neem leaf extract has antimicrobial activity against E. faecalis, S.
aureus and C. albicans because of its compounds: nimbin, nimbolide, flavonoid,
fenol and sulphur compound.
Key words: Neem leaf extract, root canal irrigant, Enterococcus faecalis,
Staphylococcus aureus, Candida albicans, antimicrobial activity.
Pendahuluan
Mikroorganisme dan produk-produknya dianggap sebagai agen utama
penyebab penyakit endodontik. Kegagalan yang terjadi (selama dan setelah
perawatan endodontik) terkait dengan kehadiran bakteri dalam saluran akar1.
Enterococcus faecalis (E. faecalis), Candida albicans (C. albicans) dan
Staphylococcus aureus (S. aureus) diketahui merupakan spesies yang terdapat
dalam saluran akar yang terinfeksi. Mikroflora-mikroflora tersebut dapat
menyebabkan kegagalan perawatan endodontik2. Hal ini menekankan pentingnya
menghilangkan bakteri sepenuhnya dari saluran akar. Cara yang paling efektif
untuk mencapai tujuan ini adalah dengan cara instrumentasi dan irigasi.
Irigasi saluran akar merupakan tahapan penting yang menunjang
keberhasilan perawatan saluran akar (PSA) karena irigasi memudahkan
pengeluaran jaringan nekrotik, mikroorganisme dan serpihan dentin dari saluran
akar terinfeksi dengan aksi bilasan larutan irigasi. Irigasi ini merupakan salah satu
dari 3 prinsip perawatan endodontik (triad endodontic treatment). Disamping itu,
larutan irigasi juga membilas dan melarutkan timbunan endapan jaringan keras
atau lunak terinfeksi di bagian apikal dan jaringan periapikal3.
Larutan irigasi idealnya memiliki efek antibakteri dengan spektrum yang
luas, tidak toksik, mampu melarutkan sisa jaringan pulpa nekrotik, serta
mencegah terbentuknya smear layer selama preparasi saluran akar atau mampu
melarutkannya segera setelah terbentuk4,5.
Beberapa macam larutan irigasi saluran akar yang sering digunakan saat
ini, antara lain yaitu larutan chlorhexidine (CHX); larutan ethylene diamine
tetraacetic acid (EDTA); mixture of tetracycline, an acid and a detergent
(MTAD); dan 2,5% larutan sodium hypochlorite (NaOCl) yang telah banyak
digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar sejak diperkenalkan oleh Walker
pada tahun 19366. Akan tetapi, larutan irigasi tersebut memiliki beberapa
karakteristik yang tidak diinginkan, seperti toksisitas jaringan, resiko emfisema,
potensi alergi, serta bau dan rasa yang tidak menyenangkan7.
Saat ini, beberapa penelitian yang dilakukan secara in vitro telah
menemukan sebuah bahan alami yang kompatibel sebagai salah satu bahan
alternatif untuk irigasi perawatan saluran akar, yaitu ekstrak daun Neem
(Azadirachta indica). Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun neem
mempunyai aktivitas antimikrobial terhadap E. faecalis, C. albicans, dan S.
aureus.
Azadirachta indica (Neem)
Azadirachta indica A. Juss, umumnya merupakan pohon obat di India
yang dianggap suci, yang dikenal juga sebagai "pohon margosa" atau "Indian
lilac" atau "Neem". Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama Mimba8.
Neem ditemukan tahun 1830 oleh De Jussieu. Adapun klasifikasi dari
Neem (Azadirachta indica), yaitu: 8
Tabel 1. Klasifikasi Azadirachta indica8
Neem adalah pohon yang tinggi (Gambar 1). Ketinggiannya dapat
mencapai 25 m. Neem memiliki mahkota daun yang menarik dan bunga beraroma
madu. Sebuah pohon neem dewasa dapat menghasilkan 30 sampai 100 kg buah,
tergantung pada curah hujan, jenis tanah, dan lingkungannya9.
Neem dibudidayakan di India dan negara-negara tetangganya sebagai
salah satu tanaman obat yang memiliki aktivitas biologis dengan spektrum yang
luas. Setiap bagian dari pohon neem telah digunakan sebagai obat tradisional
terhadap berbagai penyakit manusia9,10.
Klasifikasi
Kingdom
Division
Subdivision
Class
Ordo
Subordo
Family
Genus
Species
Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Dicotyledonae
Rutales
Rutinae
Meliaceae
Azadirachta
Azadirachta indica A. Juss
Nama binomial
Azadirachta indica A. Juss
Gambar 1. Azadirachta indica (Neem)
Berbagai literatur menunjukkan bahwa ekstrak neem memiliki aktivitas
antiviral, antifungal, anti-oksidan, anti-diabetes, anti-ulkus, anti-malaria,
antikarsinogenik serta aktivitas antibakteri10.
Mikroba Saluran Akar
Saluran akar mengandung beragam jenis bakteri, antara lain bakteri gram
(+), gram (-), anaerob fakultatif dan anaerob obligat. Saluran akar merupakan
habitat selektif yang memungkinkan pertumbuhan spesies bakteri tertentu. Cairan
dalam jaringan dan pulpa nekrosis memberikan nutrient yang kaya akan
polipeptida dan asam amino. Nutrient, tegangan oksigen yang rendah, dan produk
bakteri membuat bakteri-bakteri tertentu tersebut semakin dominan. Selain itu,
suatu bakteri dapat menghasilkan bakteriosin, yaitu sebuah protein antibiotik yang
berfungsi untuk menghambat bakteri spesies lain11.
Beberapa jenis mikroba saluran akar yaitu Enterococcus faecalis, Candida
albicans dan Staphylococcus aureus. Mikroba saluran akar tersebut diketahui
merupakan spesies yang terdapat di dalam saluran akar terinfeksi yang dapat
menyebabkan kegagalan perawatan endodontik apabila mikroba tersebut masih
tersisa pasca-perawatan saluran akar2.
Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Neem
Daun Neem dapat diolah dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan
diekstraksi menggunakan bahan pelarut ethanol. Menurut beberapa penelitian,
ekstrak daun neem yang dihasilkan menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap 3
mikroorganisme yang berbeda (Enterococcus faecalis, Staphylococcus aureus,
dan Candida albicans)12-15.
Berdasarkan penelitian in vitro yang dilakukan Bohora et al.12 dan Dubey
et al.,13 ekstrak daun neem menunjukkan adanya aktivitas antimikroba terhadap E.
faecalis dan C. albicans yang diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi. Hasil dari
kedua penelitian tersebut memperlihatkan bahwa diameter zona inhibisi dari
ekstrak daun neem terhadap E. faecalis dan C. albicans lebih besar bila
dibandingkan dengan NaOCl, tetapi masih lebih kecil bila dibandingkan dengan
Biopure MTAD (Tabel 2, Gambar 2). Hal ini berarti ekstrak daun neem memiliki
aktivitas antimikroba yang lebih besar terhadap E. faecalis dan C. albicans bila
dibandingkan dengan NaOCl.
Tabel 2. Zona Inhibisi dari Neem, NaOCl dan MTAD13
Gambar 2. Diameter Zona Inhibisi dari Neem dan NaOCl12
Sedangkan Rathod et al.14 dan Maragathavalli et al.15 melakukan penelitian
untuk menguji aktivitas antibakteri dari berbagai kandungan ekstrak daun neem
terhadap Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri dari berbagai kandungan neem yang berbeda (saponin, steroid, tannin,
glikosida, alkaloid, dan flavonoid) yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus seperti ditunjukkan pada gambar. (Gambar 3). Di antara
senyawa-senyawa bioaktif tersebut, terlihat bahwa flavonoid mempunyai aktivitas
antibakteri yang tertinggi.
Gambar 3. Aktivitas Antibakteri dari Kandungan Neem terhadap S. aureus
Aktivitas antimikroba dari ekstrak daun neem terkait dengan berbagai
macam senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Senyawa yang
terkandung di dalam neem ini dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan
isoprenoid dan golongan nonisoprenoid. Yang termasuk golongan isoprenoid
yaitu diterpenoids dan triterpenoids yang mengandung protomeliacins, limonoids,
azadirone, gedunin, dan C-secomeliacins seperti nimbin, salanin dan azadirachtin.
Sedangkan yang termasuk golongan nonisoprenoid yaitu asam amino,
polisakarida, tanin, senyawa belerang (sulfur), senyawa alifatik, serta senyawa
polifenol seperti flavonoid dan glikosida16.
Dari hasil penelitian Aslam et al.17, dapat diketahui persentase beberapa
senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak daun neem, yaitu: 4,1%
alkaloid, 4,96% saponin, 3% steroid, 2,5% flavonoid, 4,5% glikosida dan 0,64%
tannin, masing-masing seperti yang ditunjukkan pada tabel (Tabel 3). Penelitian
ini berhasil mengisolasi 140 senyawa dari neem.
Tabel 3. Persentase Senyawa Kimia dari Ekstrak Daun Neem17
Nimbin dan nimbolide, merupakan senyawa aktif yang juga terkandung di
dalam neem. Kedua senyawa ini dikemukakan memiliki sifat antibakteri dan
antifungal. Senyawa-senyawa tersebut bersifat bakterisid. Apabila senyawa
tersebut berinteraksi dengan dinding sel mikroorganisme, maka akan terjadi
denaturasi protein dan kemudian meningkatkan permeabilitas sel mikroorganisme.
Peningkatan permeabilitas ini mengakibatkan perubahan keseimbangan muatan
dalam molekul protein, sehingga terjadi perubahan struktur protein dan
menyebabkan terjadinya koagulasi. Protein yang mengalami denaturasi dan
koagulasi akan kehilangan aktivitas fisiologis sehingga tidak dapat berfungsi
dengan baik. Pertumbuhan sel pun terhambat dan kemudian dinding sel
mikroorganisme lisis17,18.
Senyawa fenol dari neem juga merupakan senyawa bioaktif yang
berfungsi sebagai antimikroba, dengan mekanisme penghambatan mikroba
sebagai berikut: (1) merusak dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau
menghambat proses pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh; (2)
mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran
nutrien dari dalam sel; (3) mendenaturasi protein sel17.
Flavonoid, juga ditemukan memiliki kemampuan dalam menghambat
sintesis asam nukleat bakteri sehingga inti sel bakteri tidak dapat terbentuk yang
akhirnya membuat bakteri mati17.
Selain itu, Aromdee et al.19 menemukan senyawa sulfur dari neem yang
ternyata memiliki sifat antifungal terhadap Candida albicans. Senyawa sulfur
tersebut yaitu cyclic trisuplhide dan tetrasulphide. Akan tetapi, belum dapat
dijelaskan mekanisme aktivitas antifungal dari senyawa sulfur tersebut.
Kesimpulan
Ekstrak daun neem dapat digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar
pada perawatan endodontik karena neem mempunyai aktivitas antimikroba yang
dinilai lebih efektif bila dibandingkan dengan NaOCl. Nimbin, nimbolide,
flavonoid, senyawa sulfur serta senyawa fenol merupakan senyawa-senyawa
bioaktif yang terkandung di dalam neem, yang telah ditemukan memiliki sifat
antibakteri dan antifungal terhadap E. faecalis, S. aureus dan C. albicans.
Referensi
1. Sundqvist G. Ecology of the root canal flora. J Endodon 1992; 18: 427-430
2. Tirali RE, Turan Y, Akal N, Karahan ZC. In vitro antimicrobial activity of
several concentrations of NaOCl and Octenisept in elimination of
endodontic pathogens. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod
2009; 108: 117-120.
3. Kandaswamy D, Venkateshbabu N. Root canal irrigants. J Conserv
Dent. 2010 Oct-Dec; 13(4): 256–264.
4. Zehnder M. Root Canal Irrigants. J Endod. 2006; 32:389–98.
5. Maria Tanumihardja. Larutan Irigasi Saluran Akar. Dentofasial, Vol. 9, No.
2, Oktober 2010: 108-11 5.
6. J. F. Siqueira J R ab, A.G. M Achadob, R. M. Silveirab , H.P. Lopesc &
M.De uzeda. Evaluation of the effectiveness of sodium hypochlorite used
with three irrigation methods in the elimination of Enterococcus faecalis
from the root canal, in vitro. International Endodontic Journal 1997; 30:
279–282.
7. Zahed Mohammadi, Sodium Hypochlorite In Endodontics: An Update
Review, International Dental Journal 2008; 58: 329-341.
8. Girish K, Shankara BS. Neem - A Green Treasure. Electronic Journal of
Biology. 2008; 4(3), 102-111.
9. Ganguli S. Neem: A therapeutic for all seasons. Current Science 2002;
82(11): 1304.
10. Subapriya R, Nagini S. Medicinal properties of neem leaves: a review, Curr
Med Chem and Anti Cancer Agent 2005; 5: 146-149.
11. Ingle II, Backland LK. Endodontics. 5th ed. Chapter 3: Microbiology of
endododontics and asepsis in endodontic practice.
12. Bohora A, Hegde V, Kokate S. Comparison of the antibacterial efficiency of
neem leaf extract and 2% sodium hypochlorite against E. faecalis, C.
albicans and mixed culture - An in vitro study. Endodontology 2010; 22(1):
10-14.
13. Dubey S, Chaodary M, Gupta P. Comparative study of the antimicrobial
efficiency of Neem leaf extract, Sodium hypochlorite and Biopure MTAD -
An in vitro study. Indian J Dent Adv 2012; 4(1): 740-743.
14. Rathod GP, Kotecha BM, Sharma R, Amin H, Prajapati PK. In vitro
antibacterial study of two commonly used medicinal plants in Ayurveda:
Neem (Azadirachta indica) and Tulsi (Ocimum sanctum L.). International
Journal of Pharmaceutical & Bioilogical Archives 2012; 3(3): 582-586.
15. Maragathavalli S, Brindha S, Kaviyarasi NS, Annadurai B, Gangwar SK.
Antimicrobial activity in leaf extract of neem (Azadirachta indica Linn.).
I.J.S.N., VOL. 3(1) 2012: 110-113.
16. Kausik B, Ishita C, Ranajit K, Uday B. Biological activities and medicinal
properties of neem (Azadirachta indica). Current Science 2002; 82(11):
1336-1345.
17. Aslam F, Rehman K, Asghar M, Sarwar M. Antibacterial activity of various
phytoconstituents of neem. Pak. J. Agri. Sci., Vol. 46(3), 2009.
18. Koona S, Antibacterial Potential of the Extracts of the Leaves of
Azadirachta indica Linn. Not Sci Biol 2011; 3(1): 65-69.
19. Aromdee C, Sriubolmas N. Essential oil of the flowers of Azadirachta
indica (Meliaceae). J Sci Technol 2006; 28(1): 115-119.