perawatan saluran akar konvensional pada gigi dens invaginatus

29
PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS DENGAN LESI PERIAPEKS (Laporan Kasus) MAKALAH Disampaikan pada Asia Pacific Dental Congress (APDC) di Jakarta, April 2007 Oleh: HENDRA DIAN ADHITA, drg.Sp.KG NIP : 132 008 909 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2007

Upload: muchlis-fauzi-e

Post on 30-Jun-2015

537 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

DENGAN LESI PERIAPEKS (Laporan Kasus)

MAKALAH

Disampaikan pada Asia Pacific Dental Congress (APDC)

di Jakarta, April 2007

Oleh:

HENDRA DIAN ADHITA, drg.Sp.KG NIP : 132 008 909

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG 2007

Page 2: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

ABSTRAK Lesi periapeks pada gigi non-vital merupakan keadaan yang sering ditemui dalam praktek

sehari-hari. Pada umumnya keadaan ini dapat dirawat dan mempunyai prognosis yang

baik dengan perawatan saluran akar konvensional. Kalsium hidroksida digunakan sebagai

obat jangka panjang untuk penyembuhan lesi periapeks. Pada kasus ini gigi 42 diketahui

memiliki kelainan morfologis dens invaginatus dengan resorpsi internal dan lesi

periapeks. Saluran akar utama dan tambahan berhubungan satu dengan lainnya pada

daerah apeks dan berhubungan dengan daerah periapeks. Pada saluran akar tambahan

juga dilakukan perawatan endodontik karena daerah apeksnya terbuka ke daerah

periapikal. Perawatan saluran akar konvensional pada gigi ini dengan menggunakan

kalsium hidroksida mememberikan hasil penyembuhan yang baik.

Kata kunci : lesi periapeks, dens invaginatus, kalsium hidroksida

Page 3: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

ABSTRACT

Periapical lesion found in a non-vital tooth is a common situation in daily practice. In

most cases, this situation can be overcome by treating the tooth endodontically and may

have a good prognosis. Conventional endodontic treatment using long term calcium

hydroxide medication appeared to give a good result to the periapical healing. In this

case, lower lateral premolar (42) was challenging, because morphologically altered

known as dens invaginatus. Furthermore, there was internal resorption involved, and

periapical lesion had developed. There were two root canals that were merged in the

apical third and were exposed to the periapical area. Both root canals were treated

conventionally using calcium hydroxide and the result was satisfactory.

Keywords: periapical lesion, dens invaginatus, calcium hydroxide

Page 4: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Mengetahui:

Ketua Bagian Konservsi Gigi

Fakultas Kedokteran Gigi UNPAD,

Endang Sukartini, drg. Sp.KG(K)

NIP. 132

Page 5: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS
Page 6: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

DENGAN LESI PERIAPEKS (Laporan Kasus)

MAKALAH

Disampaikan pada Asia Pacific Dental Congress (APDC)

di Jakarta, April 2007

Oleh:

HENDRA DIAN ADHITA, drg.Sp.KG NIP : 132 008 909

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG 2007

Page 7: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

ABSTRAK Lesi periapeks pada gigi non-vital merupakan keadaan yang sering ditemui dalam praktek

sehari-hari. Pada umumnya keadaan ini dapat dirawat dan mempunyai prognosis yang

baik dengan perawatan saluran akar konvensional. Kalsium hidroksida digunakan sebagai

obat jangka panjang untuk penyembuhan lesi periapeks. Pada kasus ini gigi 42 diketahui

memiliki kelainan morfologis dens invaginatus dengan resorpsi internal dan lesi

periapeks. Saluran akar utama dan tambahan berhubungan satu dengan lainnya pada

daerah apeks dan berhubungan dengan daerah periapeks. Pada saluran akar tambahan

juga dilakukan perawatan endodontik karena daerah apeksnya terbuka ke daerah

periapikal. Perawatan saluran akar konvensional pada gigi ini dengan menggunakan

kalsium hidroksida mememberikan hasil penyembuhan yang baik.

Kata kunci : lesi periapeks, dens invaginatus, kalsium hidroksida

Page 8: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

ABSTRACT

Periapical lesion found in a non-vital tooth is a common situation in daily practice. In

most cases, this situation can be overcome by treating the tooth endodontically and may

have a good prognosis. Conventional endodontic treatment using long term calcium

hydroxide medication appeared to give a good result to the periapical healing. In this

case, lower lateral premolar (42) was challenging, because morphologically altered

known as dens invaginatus. Furthermore, there was internal resorption involved, and

periapical lesion had developed. There were two root canals that were merged in the

apical third and were exposed to the periapical area. Both root canals were treated

conventionally using calcium hydroxide and the result was satisfactory.

Keywords: periapical lesion, dens invaginatus, calcium hydroxide

Page 9: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Mengetahui:

Ketua Bagian Konservsi Gigi

Fakultas Kedokteran Gigi UNPAD,

Endang Sukartini, drg. Sp.KG(K)

NIP. 132

Page 10: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

BAB 1

PENDAHULUAN

2.1. Dens invaginatus (Dens in dente)

Salah satu bentuk kelainan morfologi gigi adalah dens invaginatus. Kelainan ini

ditandai dengan adanya invaginasi mahkota gigi dan akar pada saat sebelum kalsifikasi

terjadi. Dikenal ada dua bentuk dens invaginatus, yaitu dens invaginatus koronal dan

dens invaginatus radikuler. Pada umumnya invaginasi yang terjadi cukup besar sehingga

terlihat seperti gigi di dalam gigi. Oleh karena itu kelainan ini dikenal juga sebagai dens

in dente.i

Frekuensi dens invaginatus adalah antara 0,04% - 10% dari seluruh pasien.

Urutan terjadinya dens invaginatus berdasarkan frekuensi gigi yang terbanyak adalah

pada gigi-gigi insisivus lateral, insisvus tengah, premolar, kaninus dan molar dan lebih

sering terjadi pada gigi-gigi rahang atas.1

Oehlers (1957) membagi dens invaginatus koronal menjadi tiga

kelompok, yaitu tipe I, invaginasi email pada mahkota saja ; tipe II, invaginasi email

yang menginvasi akar tetapi masih terlokalisir di dalam kantong yang tertutup ; tipe III,

invaginasi mulai dari mahkota sampai ke apeks tanpa berhubungan dengan saluran

akar.1,ii (Gambar 1a)

Gambar 1a Gambar 1b Dens invaginatus koronal Dens invaginatus radikuler

(Dikutip dari Neville,Damm,Allen, Bouqout . Oral & Maxillofacial Pathology.2nd Ed.2002.I 80 dan 82)

Page 11: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Dens invaginatus radikuler sangat jarang ditemukan. Kelainan ini terjadi pada

email dan diikuti dengan proliferasi selubung epitel akar Hertwig. Pola deposisi email

mirip dengan email ektopik, tetapi terjadi invaginasi ke dalam papila dental.1(Gambar

1b)

Dens invaginatus terjadi pada saat pertumbuhan benih gigi yang berhubungan

dengan retardasi maupun stimulasi fokal pertumbuhan. Selain itu dapat pula terjadi

karena adanya tekanan eksternal di sekitar benih gigi. Pada gambaran radiografis tampak

gambaran radioopak mulai dari arah cingulum sampai ke akar dengan densitas yang sama

dengan email.2

Tsurumachi dkk (2002) dalam laporan kasusnya menunjukkan keberhasilan

perawatan saluran akar gigi dens ivaginatus dengan kelainan periodontitis apikalis yang

dilakukan dengan teknik non-bedah. Bentuk anatomis saluran akar yang ireguler

menyulitkan pembersihan saluran akar. Penggunaan tehnik instumentasi kemo-mekanis

dan penggunaan kalsium hidroksida sebagai obat intrakanal cukup memadai untuk

memperoleh keberhasilan perawatan tanpa harus dilakukan tindakan bedah.2

Dalam perawatan saluran akar gigi dens invaginatus harus diperhatikan sejauh

mana saluran akar tambahan terlibat sebagai penyebab penyakit pulpa atau periapeks.

Apabila saluran akar tambahan turut terlibat, maka perlu dilakukan juga perawatan

saluran akar pada saluran akar tambahan tersebut.2

2.2. Resorpsi Akar Internal

Jaringan termineralisasi pada gigi tetap secara normal tidak akan teresorpsi.

Predentin dan odontoblas melindungi jaringan termineralisasi di saluran akar. Sedangkan

permukaan akar dilindungi oleh presementum dan sementoblas. Bila predentin atau

presementum termineralisasi, atau secara mekanis presementum rusak maka akan

terbentuk lakuna resorpsi . Lakuna resorpsi merupakan cekungan dentin atau sementum

yang tidak terlindung (denuded). Sel-sel yang menyerupai osteoklas akan berkoloni di

lacuna reorpsi. Resorpsi terjadi bila sel-sel yang terlibat dalam proses fagositosis

mendapat stimulasi yang terus menerus oleh dentin yang tidak terlindung. Stimulasi oleh

dentin ini tidak cukup besar untuk melanjutkan resorpsi. Oleh sebab itu resorpsi akan

terhenti dan terjadi proses perbaikan yang ditandai oleh deposit jaringan yang

Page 12: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

menyerupai sementum pada permukaan lakuna. Proses reorpsi ini disebut dengan resorpsi

transien.iii,iv

Resorpsi transien paling sering terjadi akibat adanya trauma, pada gigi yang

mengalami perawatan ortodontik atau perawatan periodontal. Resorpsi ini dapat terus

berlanjut bila ada iritasi mekanis, peningkatan tekanan pada jaringan atau bila terjadi

infeksi pada saluran akar dan tubuli dentin di mahkota maupun akar akar. Resorpsi

karena infeksi merupakan kondisi klinis yang paling penting di dalam lingkup

endodontik. Resorpsi dapat terjadi di dalam saluran akar (resorpsi internal) atau pada

permukaan akar (resorpsi eksternal).3,4

Resorpsi internal selama ini dipahami berhubungan dengan inflamasi pulpa kronis

yang berjalan lambat. Namun yang terjadi adalah resorpasi transien yang ditandai dengan

kematian odontoblas dan predentin menjadi termineralisasi. Pada resorpsi progresif

terbentuk lacuna resorpsi yang besar yang dapat terdeteksi dari gambaran radiografis.

Dalam hal ini kelanjutan aktifitas resorpsi dipengaruhi oleh jaringan nekrotik di bagian

koronal saluran akar. Produk bakteri kemudian akan mencapai pulpa vital melalui tubuli

dentin. Resorpsi progresif dapat terjadi hanya bila tubuli dentin terbuka ke daerah pulpa

nekrotik dan terinfeksi, sehingga mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuli menuju

daerah pulpa yang sehat. 3

Gambaran radiografis resorpsi internal berupa daerah radiolusensi berbentuk

cekungan pada dinding saluran akar sehingga menyerupai gambaran lingkaran dengan

tepi yang rata. Secara klinis ditemukan jaringan pulpa yang nekrotik sampai batas lakuna

resorpsi interna dan lebih ke apikal, terdapat jaringan yang masih vital. Dapat juga

ditemukan jaringan pulpa yang sudah nekrotik seluruhnya.

2.3. Kista Radikuler

Beberpa penulis telah mengemukakan mengenai kelainan jaringan periapeks yang

merupakan kelanjutan dari adanya inflamasi pada pulpa. Jaringan pulpa berhubungan

dengan jaringan periapeks dan jaringan periodonsium disekitarnya. Pertemuan jaringan

pulpa dan jaringan periapikal terjadi di foramen apikal atau di muara kanal tambahan.

Hubungan ini disebut sebagai kompleks pulpo-periodontal. Melalui kompleks inilah

keadaan kedua jaringan tersebut dapat saling mempengaruhi dalam dua arah. Kelainan

Page 13: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

yang terjadi pada jaringan pulpa dapat memicu perubahan pada jaringan periapeks,

demikian pula sebaliknya.1,5,6,7

Penyakit periapeks yang timbul akibat berlanjutnya proses peradangan jaringan

pulpa dikenal sebagai lesi periapeks odontogen. Lesi periapeks odontogen ini pada

umumnya berhubungan dengan pulpa nekrosis. Penyakit periapeks atau yang dikenal

juga dengan periodontitis apikalis merupakan kelainan yang terjadi akibat adanya

penyakit pulpa yang berlanjut akibat karies maupun trauma. Periodontitis apikalis

mempunyai fungsi protektif yang mencegah penyebaran radang ke arah periapeks dan

jaringan pendukung disekitarnya. Reaksi pertahanan oleh jaringan periapeks merupakan

reaksi pertahanan kedua setelah pulpa gagal melokalisasi kerusakan yang disebabkan

oleh bakteri di dalam saluran akar.5,6

Reaksi respon jaringan periapeks terhadap invasi bakteri dari pulpa meliputi

beberapa fase. Pada fase awal ditandai dengan karakter inflamasi akut dan meluas dengan

cepat. Ditandai dengan resorpsi tulang alveolar yang memberikan tempat bagi lesi

jaringan lunak pada ujung apeks. Pada tahap ini dapat diikuti dengan gejala klinis

maupun tidak memberikan gejala sama sekali.8

Setelah fase akut selesai terjadi proses respon penyeimbang oleh jaringan

periodontal. Invasi bakteri akan terus berlanjut dan jaringan peripeks akan terus berusaha

untuk melakukan perbaikan jaringan. Iritasi bakteri yang terus menerus mengakibatkan

jaringan periapeks tidak mampu untuk melakukan reaksi pertahanan sehingga terjadi

reaksi kronis yang dapat berlangsung selama beberapa tahun. Pada tahap ini terbentuk

granuloma periapikal, yaitu jaringan granulasi pada daerah lesi. Dalam jangka waktu

yang panjang granuloma dapat berkembang menjadi kista radikuler. Namun tidak semua

granuloma akan berubah menjadi kista.5,6,7

Kista radikuler merupakan suatu rongga patologis pada periapeks berisi produk

radang dalam bentuk cairan atau material semisolid yang terbungkus oleh lapisan epitel

dan diliputi oleh jaringan ikat yang padat.1,5,6,8 Umumnya kista radikuler tidak

memberikan gejala klinis, kecuali terinfeksi atau menjadi sangat luas. Kista dapat meluas

hingga terjadi perforasi tulang kortikal. Bila hal ini terjadi maka pada palpasi akan terasa

adanya fluktuasi.8

Page 14: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Dari seluruh kasus periodontitis apikalis kronis, kista radikuler mempunyai

frekuensi tertinggi yaitu antara 52% sampai 68%. Insidensi tertinggi terjadi pada pasien

dengan usia daswarsa ketiga dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Kista

radikuler dapat terjadi pada semua gigi, namun lebih sering terjadi pada maksila. Pada

maksila, gigi-gigi anterior lebih rentan terhadap pembentukan kista, sedangkan pada

mandibula kista lebih sering ditemukan pada gigi-gigi premolar.5

Secara radiografis kista radikuler sulit dibedakan dengan keadaan periodontitis

apikalis kronis lainnya. Pendekatan radiologis untuk penegakkan diagnosis kista radikuler

tidak dapat diandalkan tanpa dilakukannya pemeriksaan sitologis.6

Kista radikuler dibagi menjadi dua kategori yaitu, true cyst dan pocket cyst. Pada

true cyst tidak terdapat komunikasi langsung dengan saluran akar, sedangkan pada pocket

cyst, kista merupakan berhubungan langsung dengan saluran akar.5,7,8(Gambar 2)

Gambar 2

(Bergenholtz G.dkk.Textbook of Endodontology.2003)

2.3.1. Patogenesis dan Pertumbuhan Kista Radikuler

Lapisan epitel kista radikuler berasal dari proliferasi sisa epitel Malassez yang

terjadi sebagai efek dari proses inflamasi. Faktor pencetusnya belum diketahui secara

pasti. Endotoksin bakteri dan sitokin dari sel-sel inflamasi dan faktor pertumbuhan

epidermal terbukti sebagai salah satu pencetus proliferasi epitel. Proliferasi epitel ini akan

terus berlanjut selama masih terdapat faktor yang menstimulasi.8

Page 15: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

2.3.1.1 True cyst

Proses pembentukan true cyst terjadi dalam tiga tahap. Tahap awal ditandai

dengan proliferasi sisa sel Malassez sebagai reaksi dari inflamasi. Pada tahap kedua

terbentuk rongga yang dilapisi oleh epitel.

Ada dua hipotesis mengenai pembentukan rongga kista. Hipotesis pertama

dikenal dengan “nutritional deficiency theory”. Teori ini berdasar pada asumsi bahwa

sel-sel mengalami kekurangan nutrisi dan kemudian mengalami nekrosis dan degenerasi

likuifaktif. Akumulasi produk nekrotik ini akan menarik granulosit neutrofilik ke daerah

nekrotik. Sel-sel epitel yang berdegeneratif, leukosit yang berinfiltrasi dan eksudat

jaringan akan menjadi satu dan membentuk rongga kista yang dilapisi oleh epitel

skuamosa non-keratinisasi.

Hipotesis kedua adalah “abscess theory” yang menyimpulkan bahwa epitel yang

berproliferasi akan menutupi abses yang terbentuk oleh jaringan yang mengalami

nekrosis dan lisis. Secara alamiah sel-sel epitel akan melindungi jaringan ikat yang

trerekspos.

Pada tahap ketiga kista akan mulai membesar. Mekanisme pertumbuhan kista

juga belum diketahui secara pasti. Telah dikemukakan teori tekanan osmosis sebagai

salah satu faktor dalam pertumbuhan kista. Likuifaksi sel-sel menyebabkan tekanan

osmotik di dalam rongga kista menjadi tinggi menyebabkan resorpsi tulang alveolar

disekitarnya dan rongga kista membesar.5,7,8

2.3.1.2 Pocket cyst

Pembentukan pocket cyst dimulai dengan akumulasi neutofil disekitar foramen

apikalis sebagai respon terhadap eksistensi bakteri di dalam saluran akar. Kemudian

terjadi mikroabses yang dilapisi oleh epitel yang berproliferasi. Ketika berkontak dengan

ujung akar akan terbentuk leher epitel dengan perlekatan epitel. Keadaan ini akan

memisahkan saluran akar yang terinfeksi dan mikroabses dengan lingkungan periapeks.

Neutrofil di dalam mikroabses akan mati dan berdisintegrasi membentuk kantung

mikrokistik. Bakteri dalam saluran akar dan produknya dan sel-sel yang mati akan

menarik lebih banyak granulosit neutrofilik ke dalam lumen kista. Akumulasi sel-sel

Page 16: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

nekrotik akan menyebabkan kantung membesar untuk mengakomodasi debris yang

terbentuk membentuk perpanjangan dari ruang saluran akar kearah periapeks. Secara

histologis lapisan epitel dan dinding kista mirip dengan true cyst.7

2.3.2. Penyembuhan kista radikuler.

Sebagian besar praktisi endodontik setuju bahwa pada umumnya kista radikuler

sembuh dengan perawatan endodontik konvensional. Tingkat kesuksesan perawatan

endodontik konvensional menggunakan kalsium hidroksida mencapai 85-95%.5,6,7

Tujuan dari perawatan endodontik konvensional adalah untuk mengeliminasi agen

infeksi dari saluran akar dan mencegah reinfeksi setelah obturasi saluran akar. Pada true

cyst, terutama yang besar, bukan merupakan indikasi perawatan saluran akar

konvensional. Dinamika jaringan true cyst tidak bergantung pad ada tidaknya iritasi di

dalam saluran akar.5

2.4 Kalsium Hidroksida

Nygren pada tahun 1838 memperkenalkan kalsium hidroksida sebagai suatu

bahan yang bisa digunakan dalam perawatan endodontik. Banyak peneliti telah

membuktikan efektifitas kalsium hidroksida sebagai obat antar kunjungan maupun

sebagai bahan pengisi saluran akar.

Kalsium hidroksida merupakan suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH

antara 11-12,8. Dalam bentuk terlarut, kalsium hidroksida akan pecah menjadi ion-ion

kalsium dan hidroksil. Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba dan

mampu melarutkan jaringan.

Kurimoto (1960) mengemukakan terjadinya aposisi sementum pada lesi periapeks

setelah penggunaan kalsium hidroksida. Sedangkan Kaiser (1964) mengemukakan

kemampuan kalsium hidroksida untuk menginduksi pembentukan jaringan keras pada

apeks yang terbuka setelah penggunaan kalsium hidroksida jangka panjang. Pernyataan

Kaiser ini diperkuat oleh temuan Kitamura (1960), Peters dkk (2002) melaporkan

kemampuan kalsium hidroksida dalam mengeliminasi infeksi pada gigi tanpa pulpa.

Sedangkan Kennedy dkk (1967), Kennedy dan Simpson (1969) dan Caliskan dkk (1997)

Page 17: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

membuktikan kemampuan kalsium hidroksida yang digunakan untuk jangka waktu

panjang dalam penyembuhan lesi periapikal dengan membentuk barier kalsifik pada

apeks.5,0,11

Sebagai obat antar kunjungan kalsium hidroksida memberikan efek penyembuhan

kelainan periapeks pada gigi non-vital. Kemampuan bahan ini sebagai antibakteri dan

penginduksi pembentukan jaringan keras gigi menjadi dasar bagi perawatan endodontik

konvensional pada gigi dengan lesi periapeks yang luas.v

2.4.1. Kalsium Hidroksida sebagai Obat Antar Kunjungan

Kalsium hidroksida banyak diapakai sebagai obat antar kunjungan karena

mempunyai beberapa fitur yang menguntungkan. Dalam keadaan cair kalsium hidroksida

akan berdisodiasi menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil.

Ion hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak dinding sel

bakteri. Ion hidroksil akan merusak lipopoliosakarida bakteri dan bakteri dan

menyebabkan bakteri menjadi lisis. Selain itu kalsium hidroksida mempunyai

kemampuan melarutkan jaringan.

Secara umum kalsium hidroksida memiliki fungsi esensial untuk menghentikan

pertumbuhan kembali bakteri dengan cara mengeliminasi ruang untuk pertumbuhan

kembali bakteri; menghalangi suplai nutrisi dari eksudat inflamasi yang berasal dari lesi

apikal;melepas ion hidroksil yang bersifat bakterisid.vi,vii

2.4.2. Mekanisme Kalsium Hidroksida sebagai Pembentuk Jaringan Keras

Mekanisme pembentukan jaringan keras oleh kalsium hidroksida belum diketahui

secara pasti. Tornstad dkk.(1980) memperkirakan sifat basa kuat dari kalsium hidroksida

dan pelepasan ion kalsium membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Dalam

suasana basa, resorpsi atau aktifitas osteoklas akan terhenti dan osteoblas menjadi aktif

dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi. Ion kalsium juga mempunyai peran dalam proses

pembentukan jaringan keras. Ion kalsium berperan dalam diferensiasi sel-sel dan aktifasi

makrofag. Asam yang dihasilkan oleh osteoklas akan dinetralisir oleh kalsium hidroksida

dan kemudian terbentuk komplek kalsium fosfat. Kalsium hidroksida juga dapat

Page 18: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

mengaktifkan ATP, yang mempercepat mineralisasi tulang dan dentin, dan TGF-ß yang

berperan penting pada biomineralisasi.viii ,ix

Page 19: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Bab 3

LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan, 15 tahun, datang dengan keluhan gigi depan kanan

bawah pernah terbentur bola ketika bermain basket kurang lebih dua tahun yang lalu dan

menjadi bengkak serta terasa sakit dan kemudian menghilang dengan sendirinya. Satu

tahun kemudian pasien menemukan adanya benjolan pada gusi di daerah dasar bibir di

bawah gigi yang terbentur. Setelah berkonsultasi dengan dokter gigi umum, pasien

diberitahu bahwa kelainan tersebut adalah kista dan dirujuk ke ahli bedah mulut. Ahli

bedah mulut yang dirujuk mengkonfirmasi kelaianan tersebut sebagai kista dan

menganjurkan untuk dilakukan operasi pengambilan kista sebagai terapinya. Pasien

kadang-kadang merasakan nyeri pada gigi tersebut tetapi pada saat datang dalam keadaan

tidak ada keluhan. Pasien ingin giginya dirawat dan mencari kemungkinan alternatif

perawatan lain selain operasi.

Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi 42 masih utuh dengan anomali bentuk

morfologis mahkota gigi. Mahkota lebih tebal dari bentuk normal. Warna mahkota gigi

telah berubah menjadi lebih gelap. Tes perkusi tidak peka dan palpasi daerah apeks

sedikit peka dengan kegoyangan derajat 1. Gusi secara umum tampak kemerahan dan

bengkak, papilla interdental membulat. Pada gambaran radiografis terlihat morfologi gigi

dens invaginatus dengan masing-masing satu saluran akar. Terlihat adanya resorpsi akar

internal pada sepertiga tengah saluran akar tambahan . Pada daerah periapeks tampak

gambaran radiolusensi yang berbatas jelas dengan diameter antara 6 sampai 7 mm yang

meluas meliputi hampir setengah panjang akar. Membran periodontal melebar dan lamina

dura terputus.

Diagnosis gigi 42 adalah nekrosis pulpa dengan gambaran kistik pada periapeks

dan gingivitis marginalis kronis generalisata. Rencana perawatan adalah perawatan

saluran akar non-vital dengan penggunaan kalsium hidroksida jangka panjang; restorasi

komposit dengan pasak profilaksis; konsul ke bagian periodonsia untuk dilakukan

pembersihan karang gigi.

Page 20: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Gambar 3.

Foto pra-operasi

Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesis, pembuatan foto radiografis dan

pembukaan akses. Sebelum dilakukan penjajagan, kamar pulpa dibersihkan dengan

ekskavator dan dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5%. Kemudian dilakukan pengukuran

panjang kerja dengan menggunakan file awal no.15 dengan panjang 18mm untuk saluran

akar utama dan panjang 16mm untuk saluran akar tambahan. Pada gambaran radiografis

tampak panjang kerja saluran akar utama masih kurang 2mm, sedangkan file pada saluran

akar tambahan masih kurang 4mm. Diperoleh panjang kerja yaitu 20 mm untuk kedua

saluran akar. Untuk saluran akar tambahan file diganti dengan nomor 10 dan dengan

menggunakan pasta EDTA (RC Prep®) dilakukan penjajagan kembali dan diperoleh

panjang kerja sampai 20 mm. Gigi diirigasi kembali dengan NaOCl 2,5% kemudian

dikeringkan. Kavitas ditutup dengan kapas yang diberi ChKM dan ditutup dengan

tumpatan sementara. Pasien dikonsulkan ke bagian Periodonsia untuk dilakukan

pembersihan karang gigi.

Gambar 4.

Gambaran radiografis pada kunjungan pertama, dilakukan pengukuran panjang saluran akar.

Tiga hari kemudian pasien datang, tidak ada keluhan, perkusi negatif, palpasi

sedikit peka.Dilakukan perbaikan akses sehingga diperoleh akses yang lebih lurus untuk

Page 21: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

saluran akar utama. Preparasi saluran akar dilakukan dengan teknik step-back. Bagian

sepertiga apikal diperbesar hingga file no. 30. Flaring saluran akar dilakukan secara

bertahap ke arah koronal sampai dengan file no.45. Dinding saluran akar dihaluskan

dengan menggunakan file dengan gerakan sirkumferensial. Selama dilakukan preparasi,

saluran akar diiragisi berulang kali dengan NaOCl 2,5 %. Saluran akar dikeringkan dan

diisi dengan pasta kalsium hidroksida, dan ditutup dengan tumpatan sementara.

Pasien kembali dua minggu kemudian. Tidak ada keluhan perkusi dan palpasi

negative. Dari pemeriksaan kontrol radiografis saluran akar tidak terisi sempurna oleh

kalsium hidroksida. Tidak ada perubahan yang jelas pada daerah periapeks.Tumpatan

dibongkar, pasta kalsium hidroksida tampak basah. Saluran akar dibersihkan dan pasta

kalsium hidroksida diganti , kavitas ditutup kembali dengan tumpatan sementara. Pasien

diinstruksikan untuk kembali setelah satu bulan untuk dilakukan evaluasi.

Gambar 5.

Gambaran radiografis pada saat kontrol saat kunjungan ketiga

Satu bulan kemudian , keluhan tidak ada perkusi dan palpasi negatif. Gambaran

radiografis menunjukkan daerah radiolusen di periapeks sudah mulai mengecil.

Tumpatan sementara bocor, sehingga diputuskan untuk mengganti pasta kalsium

hidroksida karena diperkirakan telah terjadi kontaminasi dari arah koronal. Tumpatan

dibongkar, pasta kalsium hidroksida tampak lunak. Kavitas dibersihkan, diisi kembali

dengan kalsium hidroksida dan ditumpat dengan semen fosfat. Pasien diinstruksikan

untuk kontrol tiga bulan kemudian.

Page 22: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Gambar 6.

Gambaran radiografis pada kontrol saat kunjungan keempat

Pasien datang pada bulan ke empat. Tidak ada keluhan, perkusi dan palpasi

negatif, benjolan pada daerah labial sudah tidak teraba. Gambaran radiografis

menunjukkan adanya penyembuhan di daerah periapeks. Daerah radiolusensi tampak

jauh lebih kecil walaupun belum hilang sama sekali. Tampak pembentukan jaringan keras

di daerah periapeks. Tumpatan tampak bocor, pengisian pasta kalsium hidroksida kurang

baik. Tumpatan kemudian dibongkar, dan dilakukan preparasi ulang dengan file Pro-

Taper® dengan tujuan memperbesar flaring tanpa mengubah ukuran 1/3 apikal.

Diharapkan pasta kalsium hidroksida akan lebih mudah untuk dimasukkan ke dalam

saluran akar. Kavitas ditutup dengan semen fosfat. Pasien dianjurkan untuk kembali tiga

bulan kemudian.

Pada bulan ke sepuluh pasien baru dapat datang kembali untuk kontrol. Tidak ada

keluhan, perkusi palpasi negatif. Pemeriksaan radiografis menunjukkan perbaikan daerah

periapeks yang hampir sempurna. Masih tampak ada daerah radiolusen di bagian lateral

akar. Pasien kembali dirujuk ke bagian Periodonsia untuk dilakukan pembersihan karang

gigi karena sudah terlihat kemabali akumulasi plak dan kalkulus.

Gambar 7.

Gambaran radiografis pada kontrol saat kunjungan keenam

Page 23: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

Kontrol bulan keenam belas, perkusi dan palpasi negatif. Pada pemeriksaan

radiografis tidak tampak adanya gambaran radiolusensi di daerah periapeks. Tumpatan

dibongkar, pasta kalsium hidroksida dibersihkan. Kemudian dibuat foto Röentgen master

cone dengan gutta percha 6% no.30 sepanjang 20 mm. Saluran diirigasi dengan NaOCl

2,5%, dikeringkan dan dilakukan pengisian saluran akar dengan kon tunggal

menggunakan sealer endomethasone. Dilakukan kondensasi vertikal pada daerah orifis

untuk mendapatkan seal koronal yang baik. Untuk saluran akar tambahan dilakukan

modifikasi dalam pengisian saluran akar. Agar daerah resorpsi internal dapat terisi

dengan gutta percha, dilakuakn pengisian sepanjang duapertiga saluran akar kemudian

dengan menggunakan instrument panas guttap percha dilunakkan dan ditekan dengan

arah vertikal. Setelah itu dilakukan pengisian dengan cara yang sama sampai saluran akar

terisi penuh. Kavitas ditutup dengan semen fosfat dan tumpatan sementara.

Gambar 8.

Gambaran radiografis pada kontrol saat kunjungan ketujuh

Lima minggu kemudian pasien kembali untuk kontrol. Tidak ada keluhan, perkusi

dan palpasi negatif. Gambaran radiografis Kemudian dilakukan bleaching internal

dengan teknik kombinasi termokatalitik dan walking bleach. Pada saat kontrol dua

minggu kemudian, warna gigi sudah menyerupai warna gigi disekitarnya. Dilakukan

preparasi saluran akar untuk penempatan pasak profilaksis dengan menggunakan pasak

pre-fabricated. Penyemenan pasak dilakukan dengan menggunakan semen glass ionomer

kemudian kavitas ditumpat dengan bahan resin komposit. Pasien dianjurkan untuk

kontrol secara berkala untuk mempertahankan kesehatan mulutnya.

Page 24: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

BAB 4

PEMBAHASAN

Kista yang terbentuk pada periapeks gigi 42 merupakan pocket cyst yang

berhubungan dengan jaringan pulpa. Kista tersebut merupakan reaksi pertahan jaringan

terhadap perubahan jaringan pulpa yang berjalan lambat akibat trauma yang dialami dua

tahun sebelumnya.Jaringan nekrotik di dalam saluran akar menjadi agen infeksi yang

kemudian menyebabkan proliferasi sel-sel epitel.

Rasa nyeri ringan pada palpasi pada saat pasien datang disebabkan oleh tekanan

pada dinding rongga kista. Sedangkan kegoyangan gigi lebih disebabkan oleh

periodontitis marginalis. Posisi gigi yang sedikit rotasi menyebabkan plak mudah

berakumulasi di daerah servikal gigi. Oleh sebab itu penanganan kelainan jaringan

periodonsium juga harus dilakukan secara bersamaan dan pasien dirujuk ke klinik

periodonsia untuk dilakukan scalling.

Karena posisi gigi yang mengalami rotasi, secara tidak sengaja diketahui bahwa

gigi 42 mengalami kelainan morfologi gigi yang termasuk ke dalam dens invaginatus.

Terjadi invaginasi yang mencapai apeks sehingga terdapat dua orifis dan dua saluran

akar. Pada pemeriksaan radiografis juga ditemukan adanya resorpsi internal. Resorpsi

internal ini terjadi karena trauma yang dialami oleh gigi.

Bentuk saluran akar gigi 42 menyulitkan penjajagan saluran akar pada kunjungan

pertama, sehingga pada kunjungan kedua akses diperbaiki agar diperoleh jalan yang lebih

lurus kearah apikal. Saluran akar tambahan lebih sempit, sehingga untuk penjajagannya

dipakai file dengan nomor yang lebih kecil dengan bantuan bahan selasi.

Dari hasil pengisian saluran akar dengan pasta kalsium hidroksida yang terlihat

pada beberapa kali kunjungan, tampak kalsium hidroksida tidak mencapai apeks.

Kemungkinan hal ini terjadi karena transportasi kalsium hidroksida terhalang oleh bentuk

saluran akar yang kurang membuka ke arah oklusal. Operator mengambil inisiatif untuk

memperbesar flaring saluran akar dengan menggunakan teknik crown-down dengan

menggunakan file Pro Taper. Penggunaan pasta kalsium hidroksida dengan teknik

Page 25: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

kondensasi vertikal diganti dengan memakai pasta hidroksida yang dikemas dalam

bentuk syringe dengan aplikator yang dapat masuk ke dalam saluran akar.

Kebocoran oklusal terjadi karena operator seharusnya menggunakan tumpatan

sementara yang lebih kuat dan padat seperti semen glass ionomer. Pemakaian semen

fosfat sebagai tumpatan sementara ternyata cukup memadai, walaupun terjadi kebocoran

yang disebabkan karena penutupan yang kurang padat.

Perawatan jangka panjang dengan menggunakan kalsium hidroksida memerlukan

evaluasi secara berkala. Harus diperhatikan apabila terjadi pengenceran kalsium

hidroksida maka harus diganti dengan bahan baru. Pasien dijadwalkan untuk datang

kembali satu minggu, 1 bulan, 3 bulan , 6 bulan dan satu tahun setelah perawatan serta

dilakukan evaluasi berkala setiap satu tahun.

Pada kasus ini penyembuhan lesi periapeks dapat terjadi karena penggunaan pasta

kalsium hidroksida dalam jangka waktu yang panjang. Kalsium hidroksida bersifat

higroskopis, sehingga dapat menyerap eksudat dari daerah inflamasi. Berkurangnya

tekanan pada kantung kista menyebabkan tekanan pada tulang alveolar berkurang.

Kalsium hidroksida mempunyai sifat antibakteri. Bakteri di saluran akar dan pada

daerah lesi akan menjadi lisis karena ion-ion hidroksil dari kalsium hidroksida akan

merusak dinding sel bakteri, selain itu sifat basa dari kalsium hidroksida akan

menetralisasi daerah lesi. Dengan demikian iritasi dari bakteri dan produk bakteri

menjadi terhenti.

Kalsium hidroksida juga mempunyai efek menginduksi jaringan keras. Daerah

periapeks yang telah mengalami resorpsi karena tekanan dari cairan kista akan kembali

tertutup oleh jaringan tulang.

Perubahan gambaran radiografis mulai terlihat pada bulan pertama. Lesi periapeks

mulai mengecil dan secara bertahap menghilang. Penyembuhan lesi periapeks baru

diketahui pada kunjungan pada bulan keenambelas. Reaksi penyembuhan jaringan

periapeks bergantung pada luas lesi, usia pasien, tahap pembersihan saluran akar dan

kualitas kalsium hidroksida. Selama kalsium hidroksida tidak terlarut, maka efeknya akan

bertahan dalam waktu yang lama.

Pengisian saluran akar tambahan memerlukan perhatian dan teknik khusus.

Adanya resorpsi internal di 1/3 tengah akar memerlukan perhatian khusus dalam

Page 26: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

melakukan obturasi. Operator mencoba untuk melakukan modifikasi dengan mengacu

pada tekni termoplastis walaupun dengan alat yang terbatas. Pengisian diawali dengan

gutta percha yang sesuai dengan file utama, kemudian pada 2/3 koronal dilakukan

pemanasan dengan plugger samapai gutta percha lunak. Kondensasi vertikal dilakukan

dengan instrumen dingin agar gutta percha tidak tertarik keluar pada waktu diangkat. Sisa

saluran akar diisi secara incremental dengan teknik yang sama.

Idealnya, pengisian saluran akar dilakukan dengan menggunakan teknik

termoplastis yang didukung dengan alat yang sesuai. Namun hasil pengisian yang

dilakukan oleh operator cukup memadai dan saluran akar terlihat terisi dengan hermetis.

Pengisian saluran akar dengan bahan pengisi tetap hanya dilakukan setelah lesi

periapeks dinyatakan sembuh yang ditandai dengan hilangnya gambaran radiolusen dan

tampak jaringan keras sudah terbentuk dengan baik. Pengisian harus hermetis dan

ditindaklanjuti dengan perawatan bleaching internal dan pembuatan restorasi gigi .

Bleaching internal dilakukan karena gigi 42 telah mengalami perubahan warna.

Dalam dua minggu waran gigi 42 telah menyerupai warna gigi sekitarnya. Kemudian gigi

direstorasi dengan tumpatan komposit resin diperkuat dengan pasak profilaksis.

Pemilihan restorasi ini didasari oleh sisa jaringan mahkota gigi yang masih banyak,

terutama karena daerah servikal mahkota gigi masih utuh.

Page 27: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perawatan lesi periapeks, dalam hal ini kista, dimungkinkan hanya dengan

melakukan perawatan endodontik konvensional. Prognosis perawatan kista radikuler

dengan cara ini baik tergantung dari jenis kista. Pocket cyst mempunyai prognosis yang

lebih baik daripada true cyst. True cyst bukan merupakan indikasi perawatan saluran akar

konvensional.

Perawatan saluran akar konvensional pada gigi dens invaginatus dengan lesi

periapeks memberikan hasil yang memuaskan. Prinsip perawatannya adalah sama

dengan perawatan saluran akar pada gigi non-vital dengan lesi periapeks lainnya. Pada

kasus ini diperlukan pemahaman morfologi anomali gigi, sehingga hambatan-hambatan

morfologis dapat ditanggulangi dengan baik.

Perawatan lesi periapeks secara non-bedah dapat dilakuakan dengan prosedur

yang lebih sederhana dibandingkan dengan perawatan secara bedah. Secara psikologis

perawatan bedah dapat membebani pasien dan trauma yang dihasilkan pada jaringan

keras dan lunak gigi akan besar.

Saran

Perawatan lesi periapeks pada gigi non-vital sebaiknya diupayakan dulu dengan

teknik perawatan saluran akar konvensional. Perawatan saluran akar harus dilakukan

sesuai dengan berpegang pada prinsip triad endodontik. Penggunaan bahan kalsium

hidroksida disarankan untuk digunakan sebagai obat jangka panjang karena terbukti

cukup efektif untuk penyembuhan lesi periapeks.

Pada penggunaan kalsium hidroksida, harus dipastikan bahan ini berkontak

dengan jaringan periapeks dan tidak mengalami pengenceran. Penutupan kavitas harus

Page 28: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

diusahakan serapat mungkin dengan bahan yang tidak mudah larut dalam saliva. Hal ini

untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi dari arah oklusal.

Sebelum melakukan perawatan pasien harus diberi informasi yang cukup

mengenai perawatan yang memakan waktu cukup lama. Diharapkan pasien dapat

bersikap kooperatif sehingga dapat menunjang keberhasilan perawatan

Page 29: PERAWATAN SALURAN AKAR KONVENSIONAL PADA GIGI DENS INVAGINATUS

DAFTAR PUSTAKA

1Neville BW.,Damm DD.,Allen CM.,Bouqout JE.Oral & Maxillofacial Pathology 2nd Ed:

Philadelphia.WB Saunders.2002.80-82 ii Tsumarichi T, Hayashi M, Takeichi O.Non-surgical root canal treatment of dens

invaginatus type 2 in a maxillary lateral incisor.International Endodontic Journal.

2002.35.68-72 iii Tornstad L.Clinical Endodontics, A Textbook.2nd Rev.Ed:Stuttgart.Thieme.2003:146-

157 iv Stock CJR.,Gulabivala K.,Walker RT.,Goodman JR.Endodintics.2nd Ed.:Barcelona.

Mosby-Wolfe.2002:201-203 v Sidharta W.Perawatan Saluran Akar Konvensional pada Gigi Non-vital dengan

Kelainan Periapeks Lanjut Menggunakan Kalsium Hidroksida.(Laporan Kasus).Jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4.Edisi Khusus KPPIKG XI.1997.35-42 vi Wesselink P.,Bergenholtz G.Treatment of the necrotic pulp In: Bergenholtz G.,Hørsted-

Bindslev P.,Reit C (Eds).Textbook of Endodontology:Oxford.Blackwell

Muksgaan.2003.165 vii Salamat K.,Rezal R.Nonsurgical treatment of extraoral lesion caused by necrotic

nonvital tooth.Oral SurgeryOralMedicineOralPathology.June 1986.61.618-623 viii Sidharta W.Penggunaan Kalsium Hidroksida di Bidang Konservasi Gigi.Jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.2000.7:435-437 ix Schmalz G.Root Canal Filling Materials In: Bergenholtz G.,Horsted-Bindslev P.,Reit

C. (Eds). Textbook of Endodontology:Oxford.Blackwell Munksgaard.2003:280