penyakit jantung rematik - erepo.unud.ac.id

21
i Tinjauan Pustaka PENYAKIT JANTUNG REMATIK Dibuat Oleh: Pande Made Indra Premana (1102005135) Dibimbing Oleh: dr. Ketut Suardamana,Sp.PD-KAI DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

i

Tinjauan Pustaka

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Dibuat Oleh:

Pande Made Indra Premana (1102005135)

Dibimbing Oleh:

dr. Ketut Suardamana,Sp.PD-KAI

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 2: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rakhmatnya maka Laporan Tinjauan Kepustakaan yang berjudul ” Penyakit Jantung

Rematik” ini dapat selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian laporan ini. Laporan Tinjauan Kepustakaan ini disusun sebagai salah

satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK

UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. dr. Ketut Suardamana, Sp.PD-KAI selaku dosen pembimbing.

2. Pasien dan keluarga pasien yang telah memberikan informasi dan data-data

yang sangat penulis perlukan untuk penyelesaian laporan ini.

3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-

persatu.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan,

sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan

untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Maret 2018

Penulis

Page 3: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

iii

Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

Daftar Isi ...................................................................................................................... iii

TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT JANTUNG REMATIK .................................... 1

I. Definisi ............................................................................................................... 1

II. Epidemiologi ...................................................................................................... 1

III. Etiologi ........................................................................................................... 1

IV. Patogenesis ..................................................................................................... 2

V. Diagnosis ............................................................................................................ 5

VI. Penatalaksanaan ................................................................................................ 11

VII. Prognosis ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 18

Page 4: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

1

TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

I. Definisi

Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit

jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik

merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut

sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai

katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung

reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya.1

II. Epidemiologi Penyakit jantung rematik menyebabkan setidaknya 200.000-250.000 kematian

bayi premature setiap tahun dan penyebab umum kematian akibat penyakit jantung

pada anak-anak dan remaja di negara berkembang.2

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November

2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000

penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di

daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar

2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.3

Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,

meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi

penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah.3

III. Etiologi Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah demam reumatik.

Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi

setelah infeksi Streptococcus grup A pada individu yang mempunyai faktor

Page 5: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

2

predisposisi. Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi

endokardium dan miokardium melalui suatu proses ’autoimunne’ yang menyebabkan

kerusakan jaringan. Inflamasi yang berat dapat melibatkan perikardium. Valvulitis

merupakan tanda utama reumatik karditis yang paling banyak mengenai katup mitral

(76%), katup aorta (13%) dan katup mitral dan katup aorta (97%). Insidens tertinggi

ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun.1

IV. Patogenesis Streptococcus beta hemolyticus grup A dapat menyebabkan penyakit supuratif

misalnya faringitis, impetigo, selulitis, miositis, pneumonia, sepsis nifas dan penyakit

non supuratif misalnya demam rematik, glomerulonefritis akut. Setelah inkubasi 2-4

hari, invasi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring menghasilkan respon

inflamasi akut yang berlangsung 3-5 hari ditandai dengan demam, nyeri tenggorok,

malaise, pusing dan leukositosis.4 Pasien masih tetap terinfeksi selama berminggu-

minggu setelah gejala faringitis menghilang, sehingga menjadi reservoir infeksi bagi

orang lain. Kontak langsung per oral atau melalui sekret pernafasan dapat menjadi

media trasnmisi penyakit. Hanya faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A

saja yang dapat mengakibatkan atau mengaktifkan kembali demam rematik.4,5

Penyakit jantung rematik merupakan manifestasi demam rematik

berkelanjutan yang melibatkan kelainan pada katup dan endokardium. Lebih dari

60% penyakit rheumatic fever akan berkembang menjadi rheumatic heart disease.5

Adapun kerusakan yang ditimbulkan pada rheumatic heart disease yakni kerusakan

katup jantung akan menyebabkan timbulnya regurgitasi. Episode yang sering dan

berulang penyakit ini akan menyebabkan penebalan pada katup, pembentukan skar

(jaringan parut), kalsifikasi dan dapat berkembang menjadi valvular stenosis. 5

Sebagai dasar dari rheumatic heart disease, penyakit rheumatic fever dalam

patogenesisnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun beberapa faktor yang

berperan dalam patogenesis penyakit rheumatic fever antara lain faktor organisme,

faktor host dan faktor sistem imun.

Page 6: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

3

Bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A sebagai organisme penginfeksi

memiliki peran penting dalam patogenesis rheumatic fever. Bakteri ini sering

berkolonisasi dan berproliferasi di daerah tenggorokan, dimana bakteri ini memiliki

supra-antigen yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex kelas 2

(MHC kelas 2) yang akan berikatan dengan reseptor sel T yang apabila teraktivasi

akan melepaskan sitokin dan menjadi sitotosik. Supra-antigen bakteri Streptococcus

beta hemolyticus grup A yang terlibat pada patogenesis rheumatic fever tersebut

adalah protein M yang merupakan eksotoksin pirogenik Streptococcus. Selain itu,

bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A juga menghasilkan produk

ekstraseluler seperti streptolisin, streptokinase, DNA-ase, dan hialuronidase yang

mengaktivasi produksi sejumlah antibodi autoreaktif.6 Antibodi yang paling sering

adalah antistreptolisin-O (ASTO) yang tujuannya untuk menetralisir toksin bakteri

tersebut. Namun secara simultan upaya proteksi tubuh ini juga menyebabkan

kerusakan patologis jaringan tubuh sendiri. Tubuh memiliki struktur yang mirip

dengan antigen bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A sehingga terjadi

reaktivitas silang antara epitop organisme dengan host yang akan mengarahkan pada

kerusakan jaringan tubuh.7

Kemiripan atau mimikri antara antigen bakteri Streptococcus beta hemolyticus

grup A dengan jaringan tubuh yang dikenali oleh antibodi adalah: 1) Urutan asam

amino yang identik, 2) Urutan asam amino yang homolog namun tidak identik, 3)

Epitop pada molekul yang berbeda seperti peptida dan karbohidrat atau antara DNA

dan peptida. Afinitas antibodi reaksi silang dapat berbeda dan cukup kuat untuk dapat

menyebabkan sitotoksik dan menginduksi sel–sel antibodi reseptor permukaan.7

Epitop yang berada pada dinding sel, membran sel, dan protein M dari

streptococcus beta hemolyticus grup A memiliki struktur imunologi yang sama

dengan protein miosin, tropomiosin, keratin, aktin, laminin, vimentin, dan N-

asetilglukosamin pada tubuh manusia. Molekul yang mirip ini menjadi dasar dari

reaksi autoimun yang mengarah pada terjadinya rheumatic fever. Hubungan lainnya

dari laminin yang merupakan protein yang mirip miosin dan protein M yang terdapat

pada endotelium jantung dan dikenali oleh sel T anti miosin dan anti protein M.

Page 7: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

4

Disamping antibodi terhadap N-asetilglukosamin dari karbohidrat, Streptococcus

beta hemolyticus grup A mengalami reaksi silang dengan jaringan katup jantung yang

menyebabkan kerusakan valvular. 5,8

Disamping faktor organisme penginfeksi, faktor host sendiri juga memainkan

peranan dalam perjalanan penyakit rheumatic fever. Sekitar 3-6% populasi memiliki

potensi terinfeksi rheumatic fever. Penelitian tentang genetik marker menunjukan

bahwa gen human leukocyte-associated antigen (HLA) kelas II berpotensi dalam

perkembangan penyakit rheumatic fever dan rheumatic heart disease. Gen HLA

kelas II yang terletak pada kromosom 6 berperan dalam kontrol imun respon.

Molekul HLA kelas II berperan dalam presentasi antigen pada reseptor T sel yang

nantinya akan memicu respon sistem imun selular dan humoral. Dari alel gen HLA

kelas II, HLA-DR7 yang paling berhubungan dengan rheumatic heart disease pada

lesi-lesi valvular.7

Lesi valvular pada rheumatic fever akan dimulai dengan pembentukan

verrucae yang disusun fibrin dan sel darah yang terkumpul di katup jantung. Setelah

proses inflamasi mereda, verurucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan

parut. Jika serangan terus berulang veruccae baru akan terbentuk didekat veruccae

yang lama dan bagian mural dari endokardium dan korda tendinea akan ikut

mengalami kerusakan.9

Kelainan pada valvular yang tersering adalah regurgitasi katup mitral (65-

70% kasus).4

Perubahan struktur katup diikuti dengan pemendekan dan penebalan

korda tendinea menyebabkan terjadinya insufesiensi katup mitral. Karena

peningkatan volume yang masuk dan proses inflamasi ventrikel kiri akan membesar

akibatnya atrium kiri akan berdilatasi akibat regurgitasi darah. Peningkatan tekanan

atrium kiri ini akan menyebabkan kongesti paru diikuti dengan gagal jantung kiri.

Apabila kelainan pada mitral berat dan berlangsung lama, gangguan jantung kanan

juga dapat terjadi.9

Kelainan katup lain yang juga sering ditemukan berupa regurgitasi katup aorta

akibat dari sklerosis katup aorta yang menyebabkan regurgitasi darah ke ventrikel kiri

diikuti dengan dilatasi dan hipertropi dari ventrikel kiri.11

Di sisi lain, dapat terjadi

Page 8: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

5

stenosis dari katup mitral. Stenosis ini terjadi akibat fibrosis yang terjadi pada cincin

katup mitral, kontraktur dari daun katup, corda dan otot papilari. Stenosis dari katup

mitral ini akan menyebabkan peningkatan tekanan dan hipertropi dari atrium kiri,

menyebabkan hipertensi vena pulmonal yang selanjutnya dapat menimbulkan

kelainan jantung kanan. 9

V. Diagnosis Rheumatic fever merupakan penyakit sistemik, pasien rheumatic fever

menunjukan keluhan yang bervariasi. Gambaran klinis pada rheumatic fever

bergantung pada sistem organ yang terlibat dan manifestasi yang muncul dapat

tunggal atau merupakan gabungan beberapa sistem organ yang terlibat.

a. Anamnesis

Sebanyak 70% remaja dan dewasa muda pernah mengalami sakit tenggorok

1-5 minggu sebelum muncul rheumatic fever dan sekitar 20% anak-anak menyatakan

pernah mengalami sakit tenggorokan. Keluhan mungkin tidak spesifik, seperti

demam, tidak enak badan, sakit kepala, penurunan berat badan, epistaksis, kelelahan,

malaise, diaforesis dan pucat. Terkadang pasien juga mengeluhkan nyeri dada,

ortopnea atau sakit perut dan muntah.4

Gejala spesifik yang kemudian muncul adalah nyeri sendi, nodul di bawah

kulit, peningkatan iritabilitas dan gangguan atensi, perubahan kepribadian seperti

gangguan neuropsikiatri autoimun terkait dengan infeksi Streptococcus, difungsi

motorik, dan riwayat rheumatic fever sebelumnya.4

b. Manifestasi Klinis

Untuk diagnosis rheumatic fever digunakan kriteria Jones yang pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian dimodifikasi beberapa kali. Kriteria

ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestasi mayor dan minor.4

Tabel 1. Kriteria Jones Sebagai Pedoman Dalam Diagnosis Rheumatic Fever10

Page 9: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

6

Manifestasi mayor Manifestasi minor

Karditis Klinis :

- artralgia: nyeri sendi tanpa merah dan bengkak

- demam tinggi (>390 C)

Poliartritis migrans

Chorea sydenham Laboratorium:

- peningkatan penanda peradangan yaitu erythrocyte

sedimentation rate (ESR) atau C Reactive Protein (CRP)

- pemanjangan interval PR pada EKG

Eritema marginatum

Nodul subkutan

Ditambah

Bukti infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A sebelumnya (45 hari terakhir)

- Kultur hapusan tenggorok atau rapid test antigen streptococcus beta

hemolyticus grup A hasilnya positif

- Peningkatan titer serologi antibodi streptococcus beta hemolyticus grup A.4,11

- Kriteria Mayor

Karditis

Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering terjadi setelah

poli artritis. Pankarditis meliputi endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Pada

stadium lanjut, pasien mungkin mengalami dipsnea ringan-sedang, rasa tak nyaman

di dada atau nyeri pada dada pleuritik, edema, batuk dan ortopnea. Pada pemeriksaan

fisik, karditis paling sering ditandai dengan murmur dan takikardia yang tidak sesuai

dengan tingginya demam. Gambaran klinis yang dapat ditemukan dari gangguan

katup jantung dapat dilihat pada tabel 2.12

Tabel 2. Manifestasi Klinis Sesuai Gangguan Katup Jantung yang Timbul12

Gangguan Manifestasi

Regurgitasi Mitral

- Aktivitas ventrikel kiri meningkat

- Bising pansistolik di apeks, menyebar ke aksila

bahkan ke punggung

Page 10: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

7

- Murmur mid-diastolik (carrey coombs

murmur) di apeks

Regurgitasi aorta

- Aktivitas ventrikel kiri meningkat

- Bising diastolik di ICS II kanan/kiri, menyebar

ke apeks

- Tekanan nadi sangat lebar (sistolik tinggi,

sedangkan diastolik sangat rendah bahkan

hingga 0 mmHg)

Stenosis mitral

- Aktivitas ventrikel kiri negatif

- Bising diastolik di daerah apeks, dengan S1

mengeras

Gagal jantung kongestif bisa terjadi sekunder akibat insufisieni katup yang

parah atau miokarditis, yang ditandai dengan adanya takipnea, ortopnea, distensi vena

jugularis, ronki, hepatomegali, irama gallop, dan edema perifer.12

Friction rub pericardial menandai perikarditis. Perkusi jantung yang redup,

suara jantung melemah, dan pulsus paradoksus adalah tanda khas efusi perikardium

dan tamponade perikardium yang mengancam.12

Poliartritis Migrans

Merupakan manifestasi yang paling sering dari rheumatic fever, terjadi pada

sekitar 70% pasien rheumatic fever. Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi

Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi aktif ditandai

dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi. Nyeri saat istirahat yang

semakin hebat pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling

sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku,

dan pergelangan tangan. Gejala ini bersifat asimetris dan berpindah-pindah

(poliartritis migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam

sesudah serangan namun muncul pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien

dapat sembuh dalam satu minggu dan biasanya tidak menetap lebih dari dua atau tiga

minggu. 12

Page 11: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

8

Chorea Sydenham/Vt. Vitus’ Dance

Chorea sydenham terjadi pada 13-14% kasus rheumatic fever dan dua kali

lebih sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni beberapa bulan

setelah infeksi Streptococcus (mungkin 6 bulan). Manifestasi ini mencerminkan

keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal, dan nukleus

kaudatus otak. Periode laten dari chorea ini cukup lama, sekitar tiga minggu sampai

tiga bulan dari terjadinya rheumatic fever. Gejala awal biasanya emosi yang lebih

labil dan iritabilitas. Kemudian diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak

bertujuan, dan inkoordinasi muskular. Semua bagian otot dapat terkena, namun otot

ekstremitas dan wajah adalah yang paling mencolok. Gejala ini semakin diperberat

dengan adanya stress dan kelelahan, namun menghilang saat beristirahat.12

Eritema Marginatum

Eritema marginatum merupakan ruam khas pada rheumatic fever yang terjadi

kurang dari 10% kasus. 12

Ruam berbentuk anular berwarna kemerahan yang

kemudian ditengahnya memudar pucat, dan tepinya berwarna merah berkelok-kelok

seperti ular. Umumnya ditemukan di tubuh (dada atau punggung) dan ekstremitas.4

Nodulus Subkutan

Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus terletak

pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut, dan persendian

kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian oksipital dan di atas kolumna

vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna terang keras, tidak nyeri, tidak gatal,

mobile, dengan diameter 0,2-2 cm. Nodul subkutan biasanya terjadi beberapa minggu

setelah rheumatic fever muncul dan menghilang dalam waktu sebulan. Nodul ini

selalu menyertai karditis rematik yang berat. 13

- Kriteria Minor

Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam waktu

2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai

tanda-tanda objektif (misalnya bengkak, merah, hangat) juga sering dijumpai.

Artralgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar. Penanda peradangan akut pada

Page 12: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

9

pemeriksaan darah umumnya tidak spesifik, yaitu LED dan CRP umumnya

meningkat pada rheumatic fever. Pemeriksaan dapat digunakan untuk menilai

perkembangan penyakit. 12

c. Pemeriksaan Penunjang

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk

mendukung diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart disease adalah :

a. Pemeriksaan Laboratorium

- Reaktan Fase Akut

Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Pada

pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis terutama pada fase

akut/aktif, namun sifatnya tidak spesifik. Marker inflamasi akut berupa C-

reactive protein (CRP) dan laju endap darah (LED). Peningkatan laju endap

darah merupakan bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif. Pada

rheumatic fever terjadi peningkatan LED, namun normal pada pasien dengan

congestive failure atau meningkat pada anemia. CRP merupakan indikator

dalam menetukan adanya jaringan radang dan tingkat aktivitas penyakit. CRP

yang abnormal digunakan dalam diagnosis rheumatic fever aktif. 8

- Rapid Test Antigen Streptococcus

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri Streptococcus grup A

secara tepat dengan spesifisitas 95 % dan sensitivitas 60-90 %.4

- Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus

Kadar titer antibodi antistreptokokus mencapai puncak ketika gejala klinis

rheumatic fever muncul. Tes antibodi antistreptokokus yang biasa digunakan

adalah antistreptolisin O/ASTO dan antideoxyribonuklease B/anti DNase B.

Pemeriksaan ASTO dilakukan terlebih dahulu, jika tidak terjadi peningkatan

akan dilakukan pemeriksaan anti DNase B. Titer ASTO biasanya mulai

meningkat pada minggu 1, dan mencapai puncak minggu ke 3-6 setelah

infeksi. Titer ASO naik > 333 unit pada anak-anak, dan > 250 unit pada

dewasa. Sedangkan anti-DNase B mulai meningkat minggu 1-2 dan mencapai

Page 13: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

10

puncak minggu ke 6-8. Nilai normal titer anti-DNase B= 1: 60 unit pada anak

prasekolah dan 1 : 480 unit anak usia sekolah. 4

- Kultur tenggorok

Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada tidaknya

streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan

sebelum pemberian antibiotik. Kultur ini umumnya negatif bila gejala

rheumatic fever atau rheumatic heart disease mulai muncul.4

b. Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Elektrokardiografi

Pada pemeriksaan radiologi dapat mendeteksi adanya kardiomegali dan

kongesti pulmonal sebagai tanda adanya gagal jantung kronik pada karditis.

Sedangkan pada pemeriksaan EKG ditunjukkan adanya pemanjangan interval PR

yang bersifat tidak spesifik. Nilai normal batas atas interval PR uuntuk usia 3-12

tahun = 0,16 detik, 12-14 tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20 detik. 4

c. Pemeriksaan Ekokardiografi

Pada pasien RHD, pemeriksaan ekokardiografi bertujuan untuk

mengidentifikasi dan menilai derajat insufisiensi/stenosis katup, efusi

perikardium, dan disfungsi ventrikel. Pada pasien rheumatic fever dengan karditis

ringan, regurgitasi mitral akan menghilang beberapa bulan. Sedangkan pada

rheumatic fever dengan karditis sedang dan berat memiliki regurgitasi

mitral/aorta yang menetap. Gambaran ekokardiografi terpenting adalah dilatasi

annulus, elongasi chordae mitral, dan semburan regurgitasi mitral ke postero-

lateral. 4

d. Dasar Diagnosis

Tabel 3. Kriteria WHO 2002-2003 dalam Mendiagnosis Rheumatic Fever dan RHD11

Kategori diagnosis Kriteria

Rheumatic Fever serangan

pertama

- Dua mayor

- Atau satu mayor dan dua minor

- Ditambah bukti infeksi SBHGA sebelumnya

Page 14: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

11

Rheumatic Fever serangan

ulang tanpa RHD

- Dua mayor

- Atau satu mayor dan dua minor

- Ditambah bukti infeksi SBHGA sebelumnya

Rheumatic Fever serangan

ulang dengan RHD

- Dua minor

- ditambah dengan bukti infeksi SBHGA

sebelumnya

Chorea reumatik

Karditis reumatik

insidious

- Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau

bukti infeksi SBHGA

RHD - Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk

mendiagnosis sebagai RHD

VI. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien dengan rheumatic heart disease secara garis besar

bertujuan untuk mengeradikasi bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A,

menekan inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan terapi suportif untuk gagal

jantung kongestif. Setelah lewat fase akut, terapi bertujuan untuk mencegah

rheumatic heart disease berulang pada anak-anak dan memantau komplikasi serta

gejala sisa dari rheumatic heart disease kronis pada saat dewasa. Selain terapi

medikamentosa, aspek diet dan juga aktivitas pasien harus dikontrol. Selain itu, ada

juga pilihan terapi operatif sebagai penanganan kasus-kasus parah.

a. Terapi Antibiotik

Profilaksis Primer

Eradikasi infeksi Streptococcus pada faring adalah suatu hal yang sangat

penting untuk mengindari paparan berulang kronis terhadap antigen Streptococcus

beta hemolyticus grup A. Eradikasi dari bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup

A pada faring seharusnya diikuti dengan profilaksis sekunder jangka panjang sebagai

perlindungan terhadap infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring yang

berulang.6

Page 15: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

12

Pemilihan regimen terapi sebaiknya mempertimbangkan aspek bakteriologi

dan efektifitas antibiotik, kemudahan pasien untuk mematuhi regimen yang

ditentukan (frekuensi, durasi, dan kemampuan pasien meminum obat), harga, dan

juga efek samping.14

Penisilin G Benzathine IM, penisilin V pottasium oral, dan amoxicilin oral

adalah obat pilihan untuk terapi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring pada

pasien tanpa riwayat alergi terhadap penisilin. Setelah terapi antibiotik selama 24

jam, pasien tidak lagi dianggap dapat menularkan bakteri Streptococcus beta

hemolyticus group A. Penisilin V pottasium lebih dipilih dibanding dengan penisilin

G benzathine karena lebih resisten terhadap asam lambung. Namun terapi dengan

penisilin G benzathine lebih dipilih pada pasien yang tidak dapat menyelesaikan

terapi oral 10 hari, pasien dengan riwayat rheumatic fever atau gagal jantung rematik,

dan pada mereka yang tinggal di lingkungan dengan faktor risiko terkena rheumatic

fever (lingkungan padat penduduk, status sosio-ekonomi rendah).14

Tabel 4. Obat-obatan Profilaksis Primer untuk Rheumatic Fever14

Agen Dosis Evidence

rating

Penisilin

Amoxicillin 50 mg/kgBB (maksimal, 1 g) oral

satu kali sehari selama 10 hari

1B

Penicillin G benzathine Pasien berat < 27 kg (60 lb):

600,000 unit IM sekali

1B

Pasien dengan BB > 27 kg:

1,200,000 unit IM sekali

Penicillin V potassium Pasien dengan BB < 27 kg

diberikan 250 mg oral 2-3x sehari

selama 10 hari

1B

Pasien dengan BB > 27 kg: 500

Page 16: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

13

mg oral 2-3x sehari selama 10 hari

Untuk pasien alergi penisilin

Narrow-spectrum cephalosporin

(cephalexin [Keflex], cefadroxil

[formerly Duricef])

Bervariasi 1B

Azithromycin (Zithromax) 12 mg/kgBB/hari (maksimal, 500

mg) oral 1x sehari selama 5 hari

2aB

Clarithromycin (Biaxin) 15 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi

2 dosis (maksimal, 250 mg 2x

sehari), selama 10 hari

2aB

Clindamycin (Cleocin) 20 mg/kgBB/hari oral (maksimal,

1.8 g/hari), dibagi menjadi 3 dosis,

untuk 10 hari

2aB

Profilaksis Sekunder

Rheumatic fever sekunder berhubungan dengan perburukan atau munculnya

rheumatic heart disease. Pencegahan terhadap infeksi Streptococcus beta hemolyticus

grup A pada faring yang berulang adalah metode yang paing efektif untuk mencegah

rheumatic heart disease yang parah.14

Tabel 5. Obat-obatan Profilaksis Sekunder untuk Rheumatic Fever14

Agen Dosis Evidence

rating

Penicillin G benzathine Pasien berat < 27 kg (60 lb)

600,000 unit IM setiap 4

minggu sekali

1A

Pasien berat > 27 kg:

1,200,000 unit IM setiap 4

minggu sekali

Penicillin V potassium 250 mg oral 2x sehari 1B

Page 17: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

14

Sulfadiazine Pasien berat < 27 kg (60 lb):

0.5 g oral 1x sehari

1B

Pasien berat > 27 kg (60 lb)

kg: 1 g oral 1x sehari

Macrolide atau antibiotik azalide

(untuk pasien alergi penicillin dan

sulfadiazine)

Bervariasi 1C

Tabel 6. Durasi Profilaksis Sekunder untuk Rheumatic Fever

Tipe Durasi setelah serangan Evidence

rating

Rheumatic Fever dengan karditis

dan penyakit jantung residu

(penyakit katup persisten)

10 tahun atau sampai usia 40 tahun

(pilih yang terlama) ; profilaksis

seumur hidup mungkin diperlukan

1C

Rheumatic Fever dengan karditis

tapi tanpa penyakit jantung residu

(tanpa penyakit katup persisten)

10 tahun atau sampai usia 21 tahun

(pilih yang terlama)

1C

Rheumatic Fever tanpa karditis 5 tahun atau sampai usia 40 tahun

(pilih yang terlama)

1C

b. Terapi Anti Inflamasi

Manifestasi dari rheumatic fever (termasuk karditis) biasanya merespon cepat

terhadap terapi anti inflamasi. Anti inflamasi yang menjadi lini utama adalah aspirin.

Untuk pasien dengan karditis yang buruk atau dengan gagal jantung dan

kardiomegali, obat yang dipilih adalah kortikosteroid. Kortikosteroid juga menjadi

pilihan terapi pada pasien yang tidak membaik dengan aspirin dan terus mengalami

perburukan.6,15

Penggunaan kortikosteroid dan aspirin sebaiknya menunggu sampai diagnosis

rheumatic fever ditegakan. Pada anak-anak dosis aspirin adalah 100-125 mg/kg/hari,

setelah mencapai konsentrasi stabil selama 2 minggu, dosis dapat diturunkan menjadi

Page 18: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

15

60-70 mg/kg/hari untuk 3-6 minggu. Pada pasien yang alergi terhadap aspirin bisa

digunakan naproxen 10-20 mg/kg/hari. 6,15

Obat kortikosteroid yang menjadi pilihan utama adalah prednisone dengan

dosis 2 mg/kg/hari, maksimal 80 mg/hari selama 2 minggu, diberikan 1 kali sehari.

Setelah terapi 2-3 minggu dosis diturunkan 20-25% setiap minggu. Pada kondisi yang

mengancam nyawa, terapi IV methylprednisolone dengan dosis 30 mg/kg/hari.

Durasi terapi dari anti inflamasi berdasarkan respon klinis terhadap terapi. 4,6,15

c. Terapi Gagal Jantung

Gagal jantung pada rheumatic fever umumnya merespon baik terhadap tirah

baring, restriksi cairan, dan terapi kortikosteroid, namun pada beberapa pasien

dengan gejala yang berat, terapi diuterik, ACE-inhibitor, dan digoxin bisa digunakan.

Awalnya, pasien harus melakukan diet restriksi garam ditambah dengan diuretik.

Apabila hal ini tidak efektif, bisa ditambahkan ACE Inhibitor dan atau digoxin.4,6,15

Tabel 7. Obat-obatan untuk Mengatasi Gagal Jantung pada Rheumatic Fever

Obat Dosis

Digoxin 30 mcg/kg dosis total digitalisasi, 7,5 mcg/kg/hari dosis

pemeliharaan

Diuretik:

Furosemide

Metolazone

0,5 – 2 mg/kg/hari,

0,2 – 0,4 mg/kg/hari

Vasodilator:

Captopril

Sodium

nitroprusside

Dimulai 0,25 mg/kg dosis percobaan, dinaikkan 1,5 – 3

mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis.

0,5 – 10 mcg/kg/min infus, digunakan bila gagal jantung sulit

dikontrol. Monitor kadar sianida.

Inotropik:

Dobutamine

Dopamine

2 – 20 mcg/kg/menit per-infus

2 – 20 mcg/kg/menit per-infus

Page 19: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

16

Milrinone 0,5 – 1 mcg/kg/menit per-infus

d. Diet dan Aktivitas

Diet pasien rheumatic heart disease harus bernutrisi dan tanpa restriksi

kecuali pada pasien gagal jantung. Pada pasien tersebut, cairan dan natrium harus

dikurangi. Suplemen kalium diperlukan apabila pasien diberikan kortikosteroid atau

diuretik.16, 17

Tirah baring sebagai terapi rheumatic fever pertama kali diperkenalkan pada

tahun 1940, namun belum diteliti lebih lanjut sejak saat itu. Pada praktek klinis

sehari-hari, kegiatan fisik harus direstriksi sampai tanda-tanda fase akut terlewati,

baru kemudian aktivitas bisa dimulai secara bertahap.17

Sesuai dengan anjuran

Taranta dan Marcowitz tirah baring yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Tirah Baring yang Dianjurkan pada Rheumatic Fever

Tanpa karditis Tirah baring selama 2 minggu, mobilisasi

bertahap selama 2 minggu

Karditis, tanpa kardiomegali Tirah baring selama 4 minggu, mobilisasi

bertahap selama 4 minggu

Karditis dengan kardiomegali Tirah baring selama 6 minggu, mobilisasi

bertahap selama 6 minggu

Karditis dengan kardiomegali dan gagal

jantung

Tirah baring selama gagal jantung,

mobilisasi bertahap selama 3 bulan

e. Terapi Operatif

Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus mengalami

perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif untuk penanganan

rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi defisiensi katup mungkin bisa

menjadi pilihan untuk menyelamatkan nyawa pasien.16, 17

Pasien yang simptomatik,

Page 20: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

17

dengan disfungsi ventrikel atau mengalami gangguan katup yang berat, juga

memerlukan tindakan intervensi.4

a. Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang ideal, dapat

dilakukan ballon mitral valvuloplasty (BMV). Bila BMV tak memungkinkan,

perlu dilakukan operasi.4

b. Regurgitasi Mitral: Rheumatic fever dengan regurgitasi mitral akut (mungkin

akibat ruptur khordae)/kronik yang berat dengan rheumatic heart disease

yang tak teratasi dengan obat, perlu segera dioperasi untuk reparasi atau

penggantian katup.4

c. Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat langka.

Intervensi dengan balon biasanya kurang berhasil, sehingga operasi lebih

banyak dikerjakan.4

d. Regurgitasi Aortik: regurgitasi katup aorta yang berdiri sendiri atau kombinasi

dengan lesi lain, biasanya ditangani dengan penggantian katup.4

VII. Prognosis

Pasien dengan riwayat rheumatic fever berisiko tinggi mengalami

kekambuhan. Resiko kekambuhan tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun sejak episode

awal. Semakin muda rheumatic fever terjadi, kecenderungan kambuh semakin besar.

Kekambuhan rheumatic fever secara umum mirip dengan serangan awal, namun

risiko karditis dan kerusakan katup lebih besar. 4

Manifestasi rheumatic fever pada 80% kasus mereda dalam 12 minggu.

Insiden RHD setelah 10 tahun adalah sebesar 34% pada pasien dengan tanpa

serangan rheumatic fever berulang, tetapi pada pasien dengan serangan rheumatic

fever yang berulang kejadian RHD meningkat menjadi 60%.

Page 21: PENYAKIT JANTUNG REMATIK - erepo.unud.ac.id

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW,

O’Rourke et al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill : New York,

2001; p. 1657 – 65.

2. Marijon E, Mirabel M, ,et al. Rheumatic fever. Paris: Lancet 2012; 379: 953–64

3. World Health Organization. Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO

Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation Geneva, 29

October–1 November 2001.

4. Rilantono, LI. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2013;331-335.

5. Majid Abdul. Anatomi Jantung dan pembuluh darah, Sistem Kardiovaskuler

secara Umum, Denyut Jantung dan Aktifitas Listrik Jantung, dan Jantung sebagai

Pompa. Fisiologi Kardiovaskular. Medan: Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran

USU. 2005; 7 -16.

6. WHO. Rhematic fever and Rheumatic Heart Disease. Report of a WHO expert

Consultation. 2004. [Online]. Melalui:

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/en/cvd_trs923.pdf

[diunduh 1 Mei 2016].

7. Luiza Guilherm, dkk. Molecular Mimicry in The Autoimmune Pathogenesis of

Rheumatic Heart Disease. Autoimmunity 2006; 39(1): 31 –39.

8. Kumar, Vinay dkk. Valvular Heart. Robbins and Cotran Pathologic Basis of

Disease. Philadelpia: Elsevier Inc. 2010.

9. Kliegman, Robert M, dkk. Rheumatic Heart Disease. Nelson Textbook of

Pediatrics, Edisi 18. Elsevier. 2007: 438.

10. Mishra T.K., Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease: current

scenario. JIACM. 2007;8(4):324-30.

11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis, Ed. 2. Jakarta:Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011:41-42.

12. Essop, M.R & Omar, T. Valvular Heart Disease: Rheumatic Fever. Philadelphia:

Crawford. 2010;3:1215-1223

13. Carapetis, J., dkk. Acute Rheumatic Fever. Harrison’s Cardiovascular Medicine.

United States: The McGraw-Hill. 2010;17: 290-296.

14. Armstrong, C. AHA Guidelines on Prevention of Rheumatic Fever and

Diagnosis and Treatment of Acute Streptococcal Pharyngitis. Am Fam Physician.

2010 1;81(3):346-359.

15. Kumar, R.K., Tandon R. Rheumatic Fever & Rheumatic Heart Disease: The last

50 years. Indian J Med Res. 2013:137; 643-658.

16. Chin TK. 2014. Pediatric Rheumatic Heart disease. Medscape. [Online] Melalui:

http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#a0199 [diakses pada 1

Mei 2016].

17. Ciliers, A.M. Rheumatic Fever and Its Management. BMJ. 2006;333(7579):

1153-1156