demam rematik dan penyakit jantung rematik

22
Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Bernadina N S Lewowerang 102011303 Kelompok : C8 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 email : [email protected] Pendahuluan Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan multisistem akut yang diperantarai secara imunologis dan terjadi beberapa minggu setelah faringitis yang disebabkan streptokokus grup A. Karditis reumatik akut selama fase aktif dapat berkembang menjadi penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) kronik. 1 Di awal tahun 1960, demam reumatik dan komplikasi utamanya yaitu penyakit jantung valvuler, merupakan masalah besar di seluruh dunia. Selama dekade akhir 1960 dan 1970 penyakit ini hampir menghilang di Amerika Serikat dan Eropa Barat, walaupun penyakit ini terus tidak mereda di negara-negara berkembang seperti Timur Tengah dan Afrika. 1,2 Penurunan penyakit ini mungkin merupakan akibat berkurangnya virulensi streptokokus hemolitikus beta, pengenalan 1

Upload: novy-lewowerang

Post on 14-Jul-2016

31 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Demam Rematik

dan

Penyakit Jantung RematikBernadina N S Lewowerang

102011303

Kelompok : C8

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

email : [email protected]

Pendahuluan

Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan multisistem akut yang diperantarai

secara imunologis dan terjadi beberapa minggu setelah faringitis yang disebabkan

streptokokus grup A. Karditis reumatik akut selama fase aktif dapat berkembang menjadi

penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) kronik. 1

Di awal tahun 1960, demam reumatik dan komplikasi utamanya yaitu penyakit jantung

valvuler, merupakan masalah besar di seluruh dunia. Selama dekade akhir 1960 dan 1970

penyakit ini hampir menghilang di Amerika Serikat dan Eropa Barat, walaupun penyakit ini

terus tidak mereda di negara-negara berkembang seperti Timur Tengah dan Afrika. 1,2

Penurunan penyakit ini mungkin merupakan akibat berkurangnya virulensi streptokokus

hemolitikus beta, pengenalan antibiotika, dan perbaikan kondisi sosial. Demam reumatik

mungkin merupakan respons imunologis abnormal terhadap streptokus hemolitikus beta,

yaitu suatu organisme yang sering menimbulkan faringitis dan tonsilitis. Diperkirakan bahwa

tubuh tidak dapat membedakan antigen dari tubuh sendiri dengan antigen dari organisme

tersebut sehingga terjadi reaksi autoimun. 1,2

Demam reumatik kemudian muncul kembali di Amerika Serikat pada pertengahan dan

akhir tahun 1980. Munculnya kembali demam reumatik ini menekankan kembali perlunya

pengertian yang lebih baik dari patogenesis demam reumatik sehingga cara-cara kesehatan

masyarakat dan cara-cara pencegahan lain dapat lebih efektif. 1

1

Page 2: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Anamnesis

Untuk dapat menegakan diagnosis maka dokter harus membedakan gejala-gejala

antara satu penyakit dengan penyakit yang lainnya, oleh karena itu anamnesis yang baik

dapat membantu dokter itu sendiri untuk mendiagnosa dengan tepat. Anamnesis merupakan

komunikasi antara dokter dan pasien. Untuk pengetahui data tentang pasien serta keluhan dan

riwayat penyakit pasien. Jika pasiennya masih anak – anak,biasanya anamnesis ditujukan

kepada orang tua atau keluarga pasien. Dalam hal ini yang ditanyakan berupa riwayat

penyakit pasien sejak kecil. Urutan anamnesis seperti biasanya mulai ditanyakan keluhan

utama (KU), Riwayat Penyakit Sekarang (RPS), Riwayat Penyakit Dahulu (RPD), Riwayat

Penyakit Keluarga (RPK) serta kehidupan social masyarakat tempat pasien tinggal. Demam

reumatik harus dibedakan dengan dengan Rematoid Arthritis dan juga Systemic Lupus

Erythematosus karena riwayat keluarga perlu ditanyakan dengan jelas. Jika ada riwayat

keluarga yang pernah mengalami hal yang sama kemungkinan pasien menderita RA atau

SLE. 3

Biasanya pasien datang dengan tanda-tanda Karditis, disebabkan karena gejala-gejala

poliartritis akan sembuh dengan sempurna dalam beberapa minggu. 2

Berikut ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan dalam anamnesis pasien yang diduga

menderita demam rematik.3,4

Infeksi tenggorokan

apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?

Apakah disertai gejala batuk dan mata merah?

Adakah keluhan demam?

Adakah nyeri tekan pada kelenjar leher?

Poliartritis

Sendi mana yang terkena? Apakah ada bengkak yang terjadi tiba-tiba pada sendi-

sendi besar (lutut, pergelangan kaki atau tangan, paha,lengan, siku dan bahu)

sebelumnya?

Bila mengenai sendi yang kecil, maka kemungkinan nya adalah rheumatoid

arthritis.

Apakah bengkak pada sendi simetris dan berpindah?

Apakah bengkak tersebut disertai nyeri?

Adakah kaku, bengkak atau deformitas?

Pada Reumatoid Arthritis dan Systemic Lupus Erythematosus biasanya disertai

2

Page 3: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

kaku pada pagi hari.

Karditis

Adakah sesak? Apakah sesak dipengaruhi aktivitas?

Adakah sesak pada malam hari?

Adakah sesak yang terjadi pada posisi berbaring dan hilang pada posisi duduk?

Adakah nyeri dada? Bagaimanakah sifat nyeri?

Adakah pembengkakan (udem)?

Korea

Adakah gerakan-gerakan yang tidak disadari?

Adakah kelemahan otot?

Adakah ketidakstabilan emosi?

Eritema marginatum

Adakah bercak kemerahan yang tidak gatal?

Apakah bercaknya seakan-akan menjauhi pusat lingkaran?

Apakah bercak berpindah-pindah?

Nodul Subkutan

Adakah teraba massa padat?

Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Perhatikan apakah terjadi deformitas dada. Pembesaran jantung yang lama pada bayi dan

anak dapat menimbulkan penonjolan satu sisi dada, sehingga terjadi asimetri dada (voussure

cardiaque). Hipertensi pulmonal pada pirau dari kiri dan kanan dapat menimbulkan kelainan

bentuk dada yang membulat ke depan akibat pembesaran ventrikel kanan. Dilatasi atau

hipertrofi ventrikel kiri akan menyebabkan penonjolan dinding dada di garis mamilaris.

Penonjolan difus dapat terjadi bila terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Kelainan

bentuk dada lainnya ialah dada burung (pektus karinatum) dan pectus ekskavatus. Yang

terakhir ini sering disertai depresi iga-iga bawah ke dalam yang sering tampak pada pirau

kanan ke kiri yang besar, disebut sebagai “Harrison’s groove”. Perhatikan pula iktus kordis

pada dinding dada serta pulsasi pembuluh darah di leher, dada, dan perut.5

Palpasi

3

Page 4: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Dengan palpasi kita memastikan iktus kordis yang mungkin sudah terlihat pada inspeksi .

Di samping itu juga kita raba denyutan jantung, aktivitas ventrikel serta getaran bising

(thrill). Dengan berdiri di sebelah kanan penderita yang terlentang, jari-jari tangan kanan

pemeriksa diletakkan di sela-sela iga ke 4,5, dan 6 pada linea aksilaris anterior kiri penderita.

Palpasi diteruskan ke tepi kiri bawah sternum, sepanjang tepi kiri dan kanan sternum, semua

sela iga kiri dan kanan, akhirnya seluruh dinding toraks dipalpasi dengan cermat.

Aktifitas ventrikel kanan hanya teraba normal pada bulan-bulan pertama kehidupan saja,

terutama pada fase inspirasi, di daerah bawah kiri sternum dan sub-xifoid. Aktifitas ventrikel

kanan yang teraba pada anak yang lebih tua berarti abnormal. Aktifitas ventrikel kanan

kadang-kadang dapat diraba pada sela iga 2 atau 3 di tepi kiri sternum, pada jalan keluar

ventrikel kanan. Bunyi jantung II juga dapat diraba di tempat ini, misalnya pada hipertensi

pulmonal (pulmonary tapping). Hiperaktifitas ventrikel kiri akan memberi gejala heaving

yang difus di daerah medioklavikular kiri, kadang-kadang meluas sampai ke linea aksilaris

anterior atau medius atau ke arah bawah sela iga ke-6.

Adanya denyut nadi interkostal pada koarktasio aorta dapat diraba di tepi bawah iga,

sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Getaran bising (thrill), sesuai dengan namanya

adalah bising jantung yang dapat diraba. Area terbaik untuk meraba getaran bising ialah

dengan meletakkan telapak tangan secara ringan di dinding dada. Perhatikan waktu terjadinya

getaran bising, lokasi serta bila ada penjalarannya. Getaran bisng sesuai tampaknya dengan

pungtum maksimum bising pada auskultasi.5

Perkusi

Perkusi dinding dada pada bayi dan anak kecil biasanya tidak memberikan informasi apa-

apa akibat tipisnya dinding dada. Dengan palpasi kita dapat memperoleh informasi lebih

banyak. Perkusi dapat dilakukan pada anak yang besar atau dewasa muda; di samping untuk

menentukan batas-batas jantung secara klinis, juga untuk menilai keadaan paru-paru,

khususnya terdapat efusi pleura.5

Auskultasi

Seluruh dinding dada dari prekordium sampai ke punggung harus diperiksa bila kita

hanya mendengarkan daerah-daerah tersebut saja mungkin kita akan kehilangan banyak

informasi yang berharga. Bila mungkin anak diletakkan berbaring telentang, stetoskop

diletakkan mulai dari apeks ke arah tepi kiri sternum dan kemudian menuju ke basis jantung,

kemudian ke sepanjang tepi kanan sternum dan akhirnya ke seluruh dinding depan dan

belakang toraks harus diperiksa. 3

4

Page 5: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Pemeriksa harus menentukan fase siiklus jantung, menentukan bunyi jantung I dan II,

serta bila ada bunyi hantung III dan IV. Bising jantung serta bunyi tambahan lainnya harus

diperhatikan dan dicatat dengans ekasama. Perhatikan semua bunyi dan bising jantung

apakah berubah dengan fase-fase respirasi serta perubahan posisi seperti duduk, duduk

dengan menunduk serta miring ke kiri. Untuk memperoleh hasil maksimal, stetoskop yang

dipakai harus sesuai dengan besarnya anak. Stetoskop yang terlalu kecil mungkin tidak cukup

baik untuk mengumpulkan suara yang jelas, sedangkan stetoskop yang terlalu besar akan

menyulitkan pemeriksa untuk melokalisasi bunyi atau bising jantung dengan tepat.

Bunyi jantung yang selalu ada ialah bunyi jantung I dan bunyi jantung II. Kedua bunyi ini

harus ditentukan dengan tepat terlebih dahulu; bila tidak maka penilaian terhadap bunyi lain

serta bising jantung menjadi tidak akurat atau malah menjadi salah sama sekali. Bunyi

jantung I dan II ditentukan dengan memperhatikan hal-hal berikut.

a. Bunyi jantung I bersamaan dengan iktus kordis.

b. Bunyi jantung I bersamaan atau hampir bersamaan dengan dengan denyut karotis.

c. Bunyi jantung I terdengar lebih keras di apeks dibandingkan dengan di basis jantung.

d. Bunyi jantung II terdengar keras di basis jantung dan bila stetoskop digeser ke apeks,

maka bunyi jantung II akan semakin melemah.

Jarak antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II (fase sistole) lebih pendek daripada jarak

antara bunyi jantung II-bunyi jantung I (fase diastole). Hal ini jelas bila irama jantung teratur

dan frekuensi denyut jantung tidak terlalu cepat (biasanya di bawah 100/menit); pada fase

frekuensi 70/menit menempati 3/8 bagian sedangkan fase diastole menempati 5/8 bagian dari

siklus jantung.

Pemeriksaan Lain

Paru-paru

Memperhatikan ada atau tidaknya dispneu, takipneu, nafas cuping hidung serta retraksi.

Pada bayi atau anak yang terlalu kurus, sering terlihat retraksi sela iga tanpa ada gangguan

pernapasan. Dinilai juga dalamnya pernapasan, apakah “air entry” cukup dan sifat pernapasan

apakah bersifat abdominal, abdomino-torakal. Sifat pernapasan, apakah normal, kusmaul,

biot, cheyne stokes.

Perkusi paru dilakukan untuk anak yang agak besar untuk menentukan apakah ada efusi

pleura atau tidak. Pada auskultasi untuk menentukan apakah ada ronki pada gagal jantung

kongestif. Stridor inspiratorik selain terjadi pada kelainan jalan napas, juga dapat terjadi pada

5

Page 6: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

pada kelainan vaskular di mediastinum. Wheezing yang biasa di dapat pada kelainan

obstruktif paru, juga dapat ditemukan pada salah satu tanda gagal jantung kongestif.5

Abdomen

Tentukan posisi hati. Hati yang terletak di kiri adalah tanda terdapatnya situs inversus,

yang sering disertai kelainan jantung bawaan. Pada bayi dan anak kecil, hati yang teraba 2 cm

di bawah arkus costae mungkin masih normal. Pada anak yang lebih besar, biasanya hati

sudah tidak teraba kecuali pada inspirasi dalam. Selain ukurannya, perhatikan pula

permukaannya, tepinya (tajam atau tumpul) dan ada atau tidaknya nyeri tekan. Perhatikan

adanya pulsasi hati yang abnormal. Refluks hepatojugularis yang positif menandakan

terdapatnya bendungan sistem vena sistemik pada gagal jantung kanan. Splenomegali dapat

ditemukan pada endokarditis. Palpasi ginjal penting untuk menentukan adanya kelainan

bawaan lain pada sistem traktus urinarius.5

Ekstremitas

Menilai ada atau tidaknya sianosis. Jari-jari tabuh (clubbing of fingers) terdapatnya pada

kelaianan jantung bawaan sianotik, biasanya setelah berumur 1 tahun. Edema tungkai perlu

dicari, sebagai salah satu tanda gagal jantung kanan. Edema ini lebih sering terlihat pada anak

yang besar daripada bayi. Kelaianan sendi erat hubungannya dengan beberapa kelainan

jantung yang didapat khususnya demam rematik. Nodul subkutan juga perlu dicari secara

khusus di bagian ekstensor ekstremitas, di sekitar prosesus vertebralis dan di oksiput.5

Kulit

Kelainan kulit pada demam reumatik berupa eritema marginatum perlu pula dicari, bila

perlu dilakukan provokasi dengan air hangat. Berbagai manifestasi kulit endokarditis

bakterialis (ptekie, nodus Osler, kelainan Janeway, dan splinter hemorrhage) mudah

terlewatkan bila tidak diperhatikan secara khusus. Lesi kupu-kupu pada kulit muka dikatakan

khas untuk SLE.5

Sistem Saraf

Di samping penilaian kesadaran, terdapatnya kelainan refleks serta paresia atau paralisis perlu

diteliti, yang mungkin merupakan komplikasi jantung bawaan sianotik.5

6

Page 7: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Pemeriksaan Penunjang

1. Biakan tenggorokan

Tidak ada satu uji laboratorium spesifik yang dapat memperkuat diagnosis demam

reumatik akut. Bukti laboratorium adanya infeksi streptokokus berasal dari biakan

atau adanya respons imun terhadap antigen streptokokus grup A. biakan tenggorok

merupakan standar baku. Semua penderita yang dicurigai menderita demam reumatik

akut harus sekurang-kurangnya dilakukan satu kali biakan tenggorok sebelum

memulai terapi antibiotik.1,2

2. Uji Serologi

Uji antibodi streptokokus merupakan metode lain untuk mendeteksi infeksi

streptokokus grup A. uji yang paling sering digunakan adalah uji ASTO. Uji lain yang

mungkin digunakan adalah anti-DNase B dan uji AH. Kenaikan titer antiodi

merupakan bukti adanya infeksi streptokokus grup A, tetapi bukti yang dapat lebih

dipercaya adalah adanya peningkatan titer antara serum akut dan konvalesen. Uji

ASTO mencapai puncaknya 3-6 minggu sesudah infeksi, sedang uji anti DNase B

mencapai puncaknya sedikit lebih lambat yaitu 6-8 minggu. 1,2

3. Reaktan fase akut

LED atau PCR biasanya naik pada permulaan demam reumatik akut. Namun uji

ini tidak spesifik. Penentuan faktor reumatoid, antibodi antinuklear, dan penentuan

kadar komplemen jarang membantu membuat diagnosis demam reumatik akut.

Kadang kenaikan nonspesifik gamma globulin serum dapat ditemukan. 1,2

4. Elektrokardiogram

Elektrokardiogram dapat menunjukan blokade jantung pertama (pemanjangan

interval PR), dan pada keadaan jarang blokade derajat 2 atau 3. Pada serangan

pertama, elektrokardiogram biasanya tidak luar biasa. Pada penderita dengan penyakit

jantung reumatik kronis, manifestasi elektrokardiografi akibat penyakit jantung

seperti pembesaran atrium kiri. 1,2

5. Rontgen

Tidak ada tanda-tanda spesifik yang ditunjukkan oleh rontgenogram dada biasa

tetapi sering ada kardiomegali, terutama pada individu dengan karditis yang berarti. 1,2

6. Ekokardiogram

Beberapa individu dengan bukti adanya penyakit katup subklinis mungkin

menunjukkan regurgitasi katup pada ekokardiografi Doppler dua-dimensi.

7

Page 8: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Ekokardiogram berguna dalam mengevaluasi penderita yang dicurigai sedang

menderita demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. 1,2

Dignosis kerja

Penyakit jantung rematik (rematic heart disease) adalah suatu kondisi dimana katup jantung

terusak oleh infeksi Streptococcus Beta Hemoliticus group A yang disebabkan penyakit

demam rematik terdahulu. Demam rematik adalah sindroma klinis akibat infeksi

Streptococcus Beta Hemoliticus Group A.

Diagnosis banding

Tetralogi fallot

TF adalah penyakit jantung bawaan sianotik yang paling sering ditemukan, mencakup 5-

8 % seluruh penyakit jantung bawaan. Tetralogi fallot terjadi bila terdapat kegagalan

perkembangan infundibulum. Sindrom ini terdiri dari 4 kelainan, yakni: (1) defek septum

ventrikel, (2) stenosis pulmonal, (3) overriding aorta, (4) hipertrofi ventrikel kanan.

Kelainan yang penting secara fisiologis adalah stenosis pulmonal dan defek septum

ventrikel. Oleh karena defek septum ventrikel hampir selalu besar (lebih kurang sama

dengan diameter pangkal aorta), maka derajat TF ditentukan oleh beratnya stenosis

pulmonal; makin berat derajat stenosisnya makin berat juga derajat TF.6

Defek septum ventrikel (DVS)

Defek septum ventrikel (DVS) merupakan Penyakit jantung bawaan (PJB) yang paling

sering ditemukan, sekitar 30% dari semua jenis PJB. Pada sebagian kasus, diagnosis

kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa neonatus, karena pada minggu-minggu

pertama bising yang bermakna biasanya belum terdengar karena resistensi vascular paru

masih tinggi dan akan menurun setelah 8-10 minggu. Pada DVS kecil hanya terjadi pirai

dari kiri ke kanan yang minimal sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik yang

berarti. Pada defek sedang dan besar terjadi pirau yang bermakna dari ventrikel kiri ke

ventrikel kanan.6

Duktus Arteriosus Persisten

Duktus Arteriosus Persisten (DPA) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah

bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB. DPA sering dijumpai pada bayi

8

Page 9: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

premature, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Sebagian besar

DAP persisten menghubungkan aorta dengan a.pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir,

duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari a.pulmonalis ke aorta akan

berfungsi sebaliknya karena resistensi vascular paru menurun dengan tajam dan secara

normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam secara fungsional tidak terdapat arus

darah dari aorta ke a.pulmonalis. Bila duktus tetap terbuka, terjadi keseimbangan antara

aorta dan a.pulmonalis. dengan semakin berkurangnya resistensi vascular paru maka pirai

dari aorta ke arah a.pulmonalis (kiri ke kanan) makin meningkat.6

Epidemiologi

Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang berkembang dan

sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada tahun 1944 diperkirakan diseluruh dunia

terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan

memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit. Prevalensinya dinegara sedang berkembang

berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir

mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8

diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya.

Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari

penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data

yang berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih

merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa muda. 1-3

Di negara maju insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan sudah

tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan dibeberapa

negara maju. Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir

tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada populasi aborigin di

Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini. 1,2,3

Etiologi

Infeksi Streptococcus Beta Hemoliticus group A. infeksi bakteri ini biasanya menyebabkan

faringitis dan sebagian kecil infeksi pada kulit (pioderma). Tidak semua streptococcus group

A dapat menyebabkan demam rematik, serotype seperti M tipe 4,2,12.

Streptococcus Beta Hemoliticus dikenali oleh karena morfologi koloninya dan

kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi

oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama dari lipoprotein. Diluar membrane

9

Page 10: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga komponen: (1) komponen bagian dalam adalah

peptidoglikan yang memberi kekakuan dinding sel. (2) polisakarida dinding sel atau

karbohidrat spesifik grup. (3) mosaic protein yang dilabel sebagai protein M yakni antigen

spesifik tipe dari streptococcus group A. adanya protein ini menghambat fagositosis.

Streptococcus menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler termasuk dua hemolisin atau

streptolisin S yang stabil pada oksigen, serta streptolisin O yang labil terhadap oksigen.1,2

Patogenesis

Meskipun sampai sekarang ada hal-hal yang belum jelas, tetapi ada penelitian yang

mendapatkan bahwa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitisasi dari antigen

streptokokus di faring. Lebih kurang 95% pasien menunjukan peninggian titer antistreptoksin

O (ASTO), antideoksiribonukleat B ( anti DNA-ase B) yang merupakan dua macam tes yang

biasa dilakukan, untuk infeksi kuman SGA.

Faktor-faktor yang diduga terjadinya komplikasi pasca streptokokus ini kemungkinan utama

adalah virulensi dan antigensitas streptokokus dan besarnya response umum dari host dan

persistensi organisme yang menginfeksi faring. Resiko untuk kambuh sesudah mendapat

serangan streptokokus adalah 50-60%.

Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar reaksi

antigen antibody terhadap antigen streptokokus. Salah satu antigen tersebut adalah protein M-

streptokokus.3

Manifestasi Klinik

DR/PJR yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian

menjadi suatu penyakit DR/PJR.

Arthritis

Merupakan gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang dikenai

berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti lutut,

pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan

rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini

akan menghilang secara perlahan-lahan. Radang sendi ini jarang menetap lebih dari 1

minggu sehingga terlihat sembuh sempurna.3,7

10

Page 11: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Karditis

Merupakan manifestasi yang klinis yang penting dengan insidens 40-50% atau

berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang karditis

itu asimptomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi dan bisa hanya mengenai

endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Yang banyak

terkenai adalah katup mitral dan katup aorta. Adanya regurgitasi mitral ditemukan

dengan bising sistolik yang menjalar ke asila, dan kadang-kadang juga disertai bising

mid-diastolik. Dengan dua dimensi ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan

anatomi jantung sedangkan dengan Doppler dapat menentukan fungsi dari jantung.3,7

Chorea

Chorea ini didapatkan 10% dari DR yang dapat merupakan manifestasi klinis sendiri

atau bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama

yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan 8-12 tahun. Dan

gejala ini muncul sampai 3-4 bulan. Dapat juga ditemukan pada anak, suatu emosi

yang labil dimana anak ini suka menyendiri dan kurang perhatian terhadap

lingkungannya sendiri.3,7

Eritema marginatum

Ditemukan kira-kira 5% dari pasien DR dan berlangsung berminggu-minggu dan

berbulan, tidak nyeri dan gatal.3

Nodul subkutanius

Nodulnya terbatas dan tidak nyeri tekan. Demam pada DR tidak khas, dan jarang

menjadi keluhan utama oleh pasien.3

Penatalaksanaan

1. Eradikasi kuman

Dianjurkan menggunakan penisilin dosis biasa selama 10 hari, pada penderita

yang peka terhadap penisilin dapat diganti dengan eritromisin. Pengobatan terhadap

streptokokus harus tetap diberikan mesikpun biakan usap tenggorok negatif, karena

ada kemungkinan kuman masih hidup dalam jumlah sedikit di jaringan farig dan

tonsil. Penisilin tidak memiliki efek terhadap demam, gejala sendi, dan laju endap

darah, tetapi berperan dalam penurunan insiden penyakit jantung reumatik.1,3

11

Page 12: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Tabel 1. Pengobatan Infeksi Streptokokus Hemolitikus Beta Grup A

Jenis Cara Pemberian Dosis Frekuensi

Penisilin benzatin

G

Penisilin prokain

Penisilin V

Eritromisin

IM

IM

Oral

Oral

1,2 juta S

600.000 S

250.000 S

125-250 mg

1 kali

1-2 kali sehari

selama 10 hari

3 kali sehari selama

10 hari

4 kali sehari selama

10 hari

Pencegahan

Dalam tindakan pencegahan terhadap demam reumatik atau penyakit jantung

reumatik, dikenal 2 bentuk profilaksis yaitu profilaksis primer dan profilaksis

sekunder.

1. Profilaksis primer

Profilaksis primer demam reumatik adalah pengobatan adekuat terhadap semua

penderita infeksi saluran nafas bagian atas akibat streptokokus hemolitikus beta grup

A. diperlukan pengenalan terhadap infeksi streptokokus oleh para dokter. Jenis obat,

cara pemberian dan dosisnya sama dengan untuk eradikasi kuman pada pengobatan

demam reumatik akut. 1,3

2. Profilaksis sekunder

Profilaksis sekunder merupakan cara untuk mencegah terjadinya infeksi

streptokokus pada penderita demam reumatik atau penyakit jantung reumatik stadium

IV yaitu fase inaktif, termasuk untuk mereka yang hanya pernah menunjukkan gejala

khorea minor saja. Tindakan profilaksis ini berlangsung lama, perlu kesadaran

dokter, petugas kesehatan lain selain penderita dan orang tua penderita agar program

profilaksis dapat berjalan sebagaimana mestinya. Profilaksis sekunder harus segera

dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. Profilaksis mulai diberikan pada hari

ke-11 perawatan yaitu setelah program eradikasi terhadap kuman streptokokus

hemolitikus beta grup A selama 10 hari selesai. 1,3

12

Page 13: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

a. Penisilin benzatin G

Merupakan obat pilihan untuk profilaksis sekunder karena sangat efektif,

absorpsi lebih baik daripada cara oral serta mudah dipantau. Penderita hanya

perlu datang sebulan sekali, harganya pun relatif lebih murah.

b. Penisilin oral

Lebih efektif daripada sulfa. Dosis oral adalah 2x1 tablet (200.000

Satuan/hari). Seperti semua obat oral lainnya, diperlukan ketaatan untuk

meminum obat secara teratur selama bertahun-tahun.

c. Sulfadiazin, 2x1 tablet (500mg/hari)

d. Eritromisin 2x250 mg/hari untuk penderita alergi terhadap penisilin dan sulfa.

Prognosis

DR tidak akan kambuh bila infeksi streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila

karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. selama 5 tahun pertama perjalanan

penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic katup tidak menghilang. Prognosis

memburuk bila gejala karditisnya lebih berat.

Kesimpulan

Demam rematik atau penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang masih menjadi masalah di Indonesia. Diagnosis dini, pengobatan secara tepat dan pencegahan sekunder merupakan aspek yang sangat penting dalam penanganan demam rematik atau penyakit jantung koroner.

13

Page 14: Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

Daftar Pustaka

1. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15,

Volume ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.929-35

2. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-20,

Volume ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.1668-71.

3. Leman, Saharman. Demam rematik dan penyakit jantung rematik. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid II edisi V. halaman 1662-1668. 2009. Jakarta ;I nternal

Publishing. h.1662-1668

4. Kowalak JP, welsh W. Buku pegangan uji diagnostic. Edisi ke 3. Jakarta: EGC;2009.

h.209-749

5. Staf pengajar IKA FKUI. Ilmu kesehatan anak. Volume ke-2. Jakarta: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Universitas Indonesia; 2007.h.661-753.

6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S dkk. Pedoman pelayanan medis. Jilid 1,2:

Ikatan Dokter Anak Indonesia.h.38-41.

7. Mitchell RN. Buku saku dasar patologis penyakit Robbins & Cotran. Edisi ke-7.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.344-60.

14