pengertian riba

8
Pengertian Riba Dalam kamus Lisaanul ‘Arab, kata riba diambil dari kata اَ بَ ر. Jika seseorang berkata اً بَ رَ ا وً وْ بَ رْ وُ بْ رَ يُ ْ يَ ّ ش ل ا اَ بَ رartinya sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan ُ هُ تْ يَ # بْ رَ اartinya aku telah menambahnya dan menumbuhkannya. Dari segi bahasa, riba berarti tambahan atau kelebihan. Sedangkan dari segi istilah para ulama beragam dalam mendefinisikan riba. Definisi yang sederhana dari riba adalah ; pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, secara bathil. (baca ; bertentangan dengan nilai-nilai syariah). Definisi lainnya dari riba adalah ; segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Intinya adalah, bahwa riba merupakan segala bentuk tambahan atau kelebihan yang diperoleh atau didapatkan melalui transaksi yang tidak dibenarkan secara syariah. Bisa melalui “bunga” dalam utang piutang, tukar menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak sama, dan sebagainya. Dan riba dapat terjadi dalam semua jenis transaksi maliyah. Dalam al-Qur-an disebutkan: ِ اتَ قَ دَ ّ ص ل ا يِ بْ رُ يَ و"...Dan menyuburkan sedekah..." [Al-Ba-qarah/2: 276] Dari kata itu diambillah istilah riba yang hukumnya haram, Allah Ta’ala berfirman:

Upload: hilal-cahyo

Post on 09-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

agama islam

TRANSCRIPT

Pengertian Riba

Dalam kamus Lisaanul Arab, kata riba diambil dari kata . Jika seseorang berkata artinya sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan artinya aku telah menambahnya dan menumbuhkannya.Dari segi bahasa, riba berarti tambahan atau kelebihan. Sedangkan dari segi istilah para ulama beragam dalam mendefinisikan riba.

Definisi yang sederhana dari riba adalah ; pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, secara bathil. (baca ; bertentangan dengan nilai-nilai syariah).

Definisi lainnya dari riba adalah ; segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.

Intinya adalah, bahwa riba merupakan segala bentuk tambahan atau kelebihan yang diperoleh atau didapatkan melalui transaksi yang tidak dibenarkan secara syariah. Bisa melalui bunga dalam utang piutang, tukar menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak sama, dan sebagainya. Dan riba dapat terjadi dalam semua jenis transaksi maliyah.

Dalam al-Qur-an disebutkan:

"...Dan menyuburkan sedekah..." [Al-Ba-qarah/2: 276]

Dari kata itu diambillah istilah riba yang hukumnya haram, Allah Taala berfirman:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah [Ar-Ruum/30: 39]

Maka dikatakan, (Harta itu telah bertambah).

Adapun definisi riba menurut istilah fuqaha' (ahli fiqih) ialah memberi tambahan pada hal-hal yang khusus.

Dalam kitab Mughnil Muhtaaj disebutkan bahwa riba adalah akad pertukaran barang tertentu dengan tidak diketahui (bahwa kedua barang yang ditukar) itu sama dalam pandangan syariat, baik dilakukan saat akad ataupun dengan menangguhkan (mengakhirkan) dua barang yang ditukarkan atau salah satunya.

Riba hukumnya haram baik dalam al-Qur-an, as-Sunnah maupun ijma.

Allah Taala berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman." [Al-Baqarah/2: 278]

Allah Taala juga berfirman:

"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" [Al-Baqarah/2: 275]

Dalam ayat lain Allah Taala berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba" [Ali Imran/3: 130] : : Dari Abdullah bin Masud, Nabi bersabda, Riba itu memiliki 73 pintu. Dosa riba yang paling ringan itu semisal dosa menyetubuhi ibu sendiri[HR Hakim no 2259, shahih].

Dalam as-Sunnah banyak sekali didapatkan hadits-hadits yang mengharamkan riba. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata:

. : .

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda, mereka semua sama.

Dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

! : .

Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran, dan beliau menyebutkan di antaranya, Memakan riba.

Dan telah datang ijma atas haramnya riba.

Imam Ali bin Husain bin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan sebutan as-Saghadi, menyebutkan dalam kitab an-Nutf bahwa riba menjadi tiga bentuk yaitu:

1. Riba dalam hal peminjaman.2. Riba dalam hal hutang.3. Riba dalam hal gadaian.

A. Riba Dalam Hal PinjamanBentuk riba dalam hal pinjaman ada dua sifat (gambaran):

1. Seseorang meminjam uang 10 dirham tetapi harus mengembalikan 11 atau 12 dirham dan lain sebagainya.

2. Ia mengambil manfaat (keuntungan) pribadi dengan pinjaman tersebut, yaitu dengan cara si peminjam harus menjual barang miliknya kepadanya dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran atau ia harus menyewakan barang itu kepadanya atau memberinya atau ia (si peminjam) harus bekerja untuk si pemberi pinjaman dengan pekerjaan yang membantu urusan-urusannya atau ia harus meminjamkan sesuatu kepadanya atau ia harus membeli sesuatu darinya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasaran atau ia harus menyewa suatu sewaan darinya, dan begitu seterusnya.

Sifat (gambaran) riba yang pertama misalnya, seseorang meminta kepada orang lain sejumlah uang dengan cara meminjam, ia meminta darinya sebanyak 10.000 riyal, lalu Ahmad (si pemberi pinjaman) berkata, Engkau harus mengembalikan uang pinjaman itu kepada saya sebesar 11.000 riyal, atau ia berkata, Engkau harus memberi saya tambahan walaupun sedikit. Maka inilah riba dan hukumnya haram. Dan masuk dalam kategori ini pinjaman dari bank-bank dengan memberikan tambahan sebagai imbalan pinjaman yang ia terima.

Allah Taala berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu mendapat keberuntungan." [Ali Imran/3: 130]

Abu Bakar al-Jashshash rahimahullah berkata, Riba yang dulu dikenal dan dilakukan oleh orang-orang Arab hanyalah berupa pinjaman dirham dan dinar sampai batas waktu tertentu dengan memberikan sejumlah tambahan dalam pinjaman sesuai dengan kesepakatan mereka. Ini adalah riba nasi-ah dan riba seperti ini sangat masyhur di kalangan orang Arab pada masa Jahiliyyah, dan ketika al-Qur-an turun, maka datanglah pengharaman ini.

Sifat (gambaran) yang kedua misalnya, si pemberi pinjaman mengambil manfaat (keuntungan) pribadi dari pinjaman yang ia berikan.

Misalnya, seseorang meminjam sejumlah uang dari orang lain, lalu Muhammad (si pemberi pinjaman) meminta kepada orang tersebut agar ia menjual sesuatu miliknya kepadanya atau memberinya sesuatu ataupun yang lainnya sebagai imbalan dari pinjaman yang ia berikan kepadanya. Maka ia telah mengambil keuntungan pribadi dari pinjamannya, dan ini termasuk riba.

B. Riba Dalam Hal HutangBentuk riba kedua ialah riba dalam hal hutang, yaitu seseorang menjual barang kepada orang lain dengan cara diakhirkan pembayarannya, ketika waktu pembayaran tiba si pemberi hutang memintanya untuk segera melunasi hutangnya dengan berkata, Berikan aku tambahan beberapa dirham, maka perbuatan ini juga termasuk riba.

Misalnya seseorang meminjam uang dari orang lain sebesar 10.000 riyal dan akan dibayar pada waktu tertentu (sesuai dengan kesepakatan). Ketika waktu pembayaran hutang telah tiba, ia tidak mampu untuk membayarnya, lalu ia (si pemberi pinjaman) berkata kepadanya, Engkau bayar hakku sekarang atau engkau harus memberiku tambahan atas 10.000 riyal yang engkau pinjam dan waktu pembayarannya akan diakhirkan lagi. Maka ini juga termasuk riba.

C. Riba Dalam PegadaianBentuk riba yang ketiga ialah riba dalam pegadaian. Riba dalam hal ini te rjadi perbedaan pendapat dari para ulama .

[Disalin dari Kitab Al-Buyuu: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu Penulis Syaikh Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H - Februari 2006 M]Dampak Negatif Bagi Masyarakat dan Perekonomian

Riba menimbulkan permusuhan dan kebencian antar individu dan masyarakat serta menumbuhkembangkan fitnah dan terputusnya jalinan persaudaraan. Masyarakat yang berinteraksi dengan riba adalah masyarakat yang miskin, tidak memiliki rasa simpatik. Mereka tidak akan saling tolong menolong dan membantu sesama manusia kecuali ada keinginan tertentu yang tersembunyi di balik bantuan yang mereka berikan. Masyarakat seperti ini tidak akan pernah merasakan kesejahteraan dan ketenangan. Bahkan kekacauan dan kesenjangan akan senantiasa terjadi di setiap saat. Perbuatan riba mengarahkan ekonomi ke arah yang menyimpang dan hal tersebut mengakibatkanishraf(pemborosan). Riba mengakibatkan harta kaum muslimin berada dalam genggaman musuh dan hal ini salah satu musibah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Karena, mereka telah menitipkan sebagian besar harta mereka kepada bank-bank ribawi yang terletak di berbagai negara kafir. Hal ini akan melunturkan dan menghilangkan sifat ulet dan kerajinan dari kaum muslimin serta membantu kaum kuffar atau pelaku riba dalam melemahkan kaum muslimin dan mengambil manfaat dari harta mereka. Tersebarnya riba merupakan pernyataan tidak langsung dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allahtaala. Rasulullahshallallahu alaihi wa sallambersabda,

Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.(HR. Al Hakim 2/37, beliau menshahihkannya dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalamGhayatul Maram fii Takhrij Ahaditsil Halal wal Haramhal. 203 nomor 344)

Riba merupakan perantara untuk menjajah negeri Islam, oleh karenanya terdapat pepatah,

Penjajahan itu senantiasa berjalan mengikuti para pedagang dan tukang fitnah.Kita pun telah mengetahui bagaimana riba dan dampak yang ditimbulkannya telah merajalela dan menguasai berbagai negeri kaum muslimin.

Memakan riba merupakan sebab yang akan menghalangi suatu masyarakat dari berbagai kebaikan. Allahtaalaberfirman,

.

Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang lain dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.(QS. An Nisaa': 160-161)

Maraknya praktek riba sekaligus menunjukkan rendahnya rasa simpatik antara sesama muslim, sehingga seorang muslim yang sedang kesulitan dan membutuhkan lebih rela pergi ke lembaga keuangan ribawi karena sulit menemukan saudara seiman yang dapat membantunya. Maraknya praktek riba juga menunjukkan semakin tingginya gaya hidup konsumtif dan kapitalis di kalangan kaum muslimin, mengingat tidak sedikit kaum muslimin yang terjerat dengan hutang ribawi disebabkan menuruti hawa nafsu mereka untuk mendapatkan kebutuhan yang tidak mendesak.