pembiayaan syariah riba

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam- meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba. Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba. Karena Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. 1.2. Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini agar mahasiswa mengerti pengertian dari riba dan dampaknya dalam perspektif islam 1.3. Rumusan Masalah 1. Pengertian riba secara umum dan khusus 1

Upload: elfadha-nadya-kusuma

Post on 12-Jul-2016

41 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

x

TRANSCRIPT

Page 1: Pembiayaan Syariah Riba

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah

berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-

masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab

terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah

mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut

biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya

banyaknya orang lupa akan larangan riba.

Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya

riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah

SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya

pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba. Karena Riba menyebabkan

tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini agar mahasiswa mengerti pengertian dari riba

dan dampaknya dalam perspektif islam

1.3. Rumusan Masalah

1. Pengertian riba secara umum dan khusus

2. Jenis-jenis dan macam-macam riba

3. Faktor penyebab diharamkannya riba

4. Larangan-larangan riba dalam Al-Quran

5. Dampak dan hikmah pelarangan riba

1

Page 2: Pembiayaan Syariah Riba

BAB II

ISI

2.1. Pengertian Riba

Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah),

berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (alirtifa'). Sehubungan dengan

arti riba dari segi bahasa tersebut, ada ungkapan orang Arab kuno menyatakan sebagai

berikut; arba fulan 'ala fulan idza azada 'alaihi (seorang melakukan riba terhadap orang lain

jika di dalamnya terdapat unsur tambahan atau disebut liyarbu ma a'thaythum min syai'in

lita'khuzu aktsara minhu (mengambil dari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih

dari apa yang diberikan).

Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah

satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Riba sering juga diterjemahkan dalam

bahasa Inggris sebagai "Usury" dengan arti tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan

cara yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah tambahan yang sedikit atau pun dengan

jumlah tambahan banyak.

Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah-

tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba. Pendapat itu disebabkan rente dan

riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama bunga,

maka hukumnya sama yaitu haram.

Dalam prakteknya, rente merupakan keuntungan yang diperoleh pihak bank atas

jasanya yang telah meminjamkan uang kepada debitur dengan dalih untuk usaha produktif,

sehingga dengan uang pinjaman tersebut usahanya menjadi maju dan lancar, dan keuntungan

yang diperoleh semakin besar. Tetapi dalam akad kedua belah pihak baik kreditor (bank)

maupun debitor (nasabah) samasama sepakat atas keuntungan yang akan diperoleh pihak

bank.

Timbulah pertanyaan, di manakah letak perbedaan antara riba dengan bunga? Untuk

menjawab pertanyaan ini, diperlukan definisi dari bunga. Secara leksikal, bunga sebagai

terjemahan dari kata interest yang berarti tanggungan pinjaman uang, yang biasanya

dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Jadi uraian di atas, dapat

disimpulkan bahwa riba "usury" dan bunga "interest" pada hakekatnya sama, keduanya sama-

sama memiliki arti tambahan uang.

Abu Zahrah dalam kitab Buhūsu fi al-Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba

bahwa riba adalah tiap tambahan sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk

2

Page 3: Pembiayaan Syariah Riba

konsumsi atau eksploitasi, artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan sejumlah uang guna

keperluan pribadinya, tanpa tujuan untuk mempertimbangkannya dengan mengeksploitasinya

atau pinjaman itu untuk di kembangkan dengan mengeksploitasikan, karena nash itu bersifat

umum.

Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama' sependapat bahwa tambahan atas

sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam tenggang waktu tertentu 'iwadh

(imbalan) adalaha riba. Yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan kuantitas dalam

penjualan asset yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas (tafadhul), yaitu

penjualan barang-barang riba fadhal: emas, perak, gandum, serta segala macam komoditi

yang disetarakan dengan komoditi tersebut.

Riba (usury) erat kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, di mana dalam

perbankan konvensional banyak ditemui transaksi-transaksi yang memakai konsep bunga,

berbeda dengan perbankan yang berbasis syari'ah yang memakai prinsip bagi hasil

(mudharabah) yang belakangan ini lagi marak dengan diterbitkannya undang-undang

perbankan syari'ah di Indonesia nomor 7 tahun 1992.

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman

adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : “...padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... .” Adapun dalil yang terkait dengan

perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di antara ayat tentang riba adalah

sebagai berikut:

كم تفلحون ه لعل لل قو ت ا مضعف و بو أضع لر لذين ءامنو ال تأكلو ها ٱيأي ا� ٱ � �� ة � ة ا� ٱ ا� ا� ٱ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan

bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. QS Ali Imran : 130.

*ع لبي م*ا هم ق*الو إن *أن لمس ذلك ب يطن من لش طه ذى يتخب ل بو ال يقومون إال كما يقوم لر ٱلذين يأكلون ا� � ٱ ٱ ٱ ا� ٱ ٱه لل نتهى فله ما سلف وأمره إلى ه ف ب بو فمن جآءه موعظ من ر لر م لبيع وحر ه لل بو وأحل لر �مثل ٱ ۥ ۥ ٱ ۦ �� ة ۥ � ا� ٱ ٱ ٱ � ا� ٱ ار هم فيها خلدون لن لئك أصحب �ومن عاد فأ ٱ ا�“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang

yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai

kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa

yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka

mereka kekal di dalamnya”. QS:2: 275

3

Page 4: Pembiayaan Syariah Riba

Sejarah Pelarangan Riba Sebelum Islam

Istilah riba telah dikenal dan digunakan dalam transaksi-transaksi perekonomian oleh

masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Akan tetapi pada zaman itu riba yang berlaku

adalah merupakan tambahan dalam bentuk uang akibat penundaan pelunasan hutang. Dengan

demikian, riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli

maupun hutang piutang secara batil atau bertentangan dengan kaidah syari'at Islam.

Riba tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam agama lain (non-Islam) riba

telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil riba, bahkan pelarangan riba telah

ada sejak sebelum Islam datang menjadi agama.

1. Masa Yunani Kuno

Bangsa Yunani kuno mempunyai peradaban tinggi, peminjaman uang dengan memungut

bunga dilarang keras. Ini tergambar pada beberapa pernyataan Aristoteles yang sangat

membenci pembungaan uang:

2. Masa Romawi

Kerajaan romawi melarang setiap jenis pemungutan bunga atas uang dengan

mengadakan peraturan-peraturan keras guna membatasi besarnya suku bunga melalui

undang-undang. Kerajaan Romawi adalah kerajaan pertama yang menerapkan peraturan

guna melindungi para peminjam.

3. Menurut Agama Yahudi

Yahudi juga mengharamkan seperti termaktub dalam kitab sucinya, menurut kitab suci

agama Yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama kitab keluaran ayat 25 pasal 22:

"Bila kamu menghutangi seseorang diantara warga bangsamu uang, maka janganlah

kamu berlaku laksana seorang pemberi hutang, jangan kamu meminta keuntungan

padanya untuk pemilik uang". Dan pada pasal 36 disebutkan: "Supaya ia dapat hidup di

antaramu janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan

engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup diantaramu". Namun

orang Yahudi berpendapat bahwa riba itu hanyalah terlarang kalau dilakukan dikalangan

sesama Yahudi, dan tidak dilarang dilakukan terhadap kaum yang bukan Yahudi. Mereka

mengharamkan riba sesama mereka tetapi menghalalkannya kalau pada pihak yang lain.

Dan inilah yang menyebabkan bangsa Yahudi terkenal memakan riba dari pihak selain

kaumnya. Berkaitan dengan kedhaliman kaum Yahudi inilah, Allah dalam al-Qur'an

surat an-Nisa' ayat 160-161 tegas-tegas mengatakan bahwa perbuatan kaum Yahudi ini

4

Page 5: Pembiayaan Syariah Riba

adalah riba yaitu memakan harta orang lain dengan jalan BATHIL, dan Allah akan

menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.

4. Menurut Agama Nasrani

Berbeda dengan orang Yahudi, umat Nasrani memandang riba haram dilakukan bagi

semua orang tidak terkecuali siapa orang tersebut dan dari agama apapun, baik dari

kalangan Nasrani sendiri ataupun non-Nasrani. Menurut mereka (tokoh-tokoh Nasrani)

dalam perjanjian lama kitab Deuntoronomy pasal 23 pasal 19 disebutkan: "Janganlah

engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makanan

atau apapun yang dapat dibungakan". Kemudian dalam perjanjian baru di dalam Injil

Lukas ayat 34 disebutkan: "Jika kamu menghutangi kepada orang yang engkau

harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah

kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya, karena

pahala kamu sangat banyak".

Pengambilan bunga uang dilarang gereja sampai pada abad ke-13 M. pada akhir abad

ke-13 timbul beberapa faktor yang menghancurkan pengaruh gereja yang dianggap masih

sangat konservatif dan bertambah meluasnya pengaruh mazhab baru, maka piminjaman

dengan dipungut bunga mulai diterima masyarakat. Para pedagang berusaha menghilangkan

pengaruh gereja untuk menjastifikasi beberapa keuntungan yang dilarang oleh gereja. Ada

beberapa tokoh gereja yang beranggapan bahwa keuntungan yang diberikan sebagai imbalan

administrasi dan kelangsungan organisasi dibenarkan karena bukan keuntungan dari hutang.

Tetapi sikap pengharaman riba secara mutlak dalam agama Nasrani dengan gigih ditegaskan

oleh Martin Luther, tokoh gerakan Protestan. Ia mengatakan keuntungan semacam itu baik

sedikit atau banyak, jika harganya lebih mahal dari harga tunai tetap riba.

Pada masa jahiliyah istilah riba juga telah dikenal, pada masa itu (jahiliyah) riba

mempunyai beberapa bentuk aplikatif. Beberapa riwayat menceritakan riba jahiliyah.

Bentuk pertama: Riba Pinjaman, yaitu yang direfleksikan dalam satu kaidah di masa

jahiliyah: "tangguhkan hutangku, aku akan menambahkanya". Maksudnya adalah jika ada

seseorang mempunyai hutang (debitor), tetapi ia tidak dapat membayarnya pada waktu jatuh

tempo, maka ia (debitor) berkata: tangguhkan hutangku, aku akan memberikan tambahan.

Penambahan itu bisa dengan cara melipat gandakan uang atau menambahkan umur sapinya

jika pinjaman tersebut berupa bintang. Demikian seterusnya.

Menurut Qatadah yang dimaksud riba adalah orang jahiliyah adalah seorang laki-laki

menjual barang sampai pada waktu yang ditentukan. Ketika tenggat waktunya habis dan

5

Page 6: Pembiayaan Syariah Riba

barang tersebut tidak berada di sisi pemiliknya, maka ia harus membayar tambahan dan boleh

menambah tenggatnya.

Abu Bakar al-Jashshash berkata: seperti dimaklumi, riba dimasa jahiliyah hanyalah

sebuah pinjaman dengan rentang waktu, disertai tambahan tertentu. Tambahan itu adalah

ganti dari rentang waktu. Allah SWT menghapusnya.

Menurut Mujahid (meninggal pada tahun 104 Hijriah), menjelaskan tentang riba yang

dilarang oleh Allah SWT, "di zaman Jahiliyah, seseorang mempunyai piutang dari orang lain.

Orang itu berkata kepadamu seperti itulah anda menangguhkannya dari saya, maka diampuni

menangguhkannya."

Bentuk kedua: Pinjaman dengan pembayaran tertunda, tetapi dengan syarat harus

dibayar dengan bunga. Al-Jassash menyatakan, "Riba yang dikenal dan biasa dilakukan oleh

masyarakat Arab adalah berbentuk pinjaman uang dirham atau dinar yang dibayar secara

tertunda dengan bunganya dengan jumlah sesuai dengan jumlah hutang dan sesuai dengan

kesepakatan bersama.

Bentuk ketiga: Pinjaman berjangka dan berbunga dengan syarat dibayar perbulan. Ibnu

hajar al-Haitsami menyatakan, "riba nasi'ah adalah riba yang populer di masa Jahiliyah.

Karena biasanya seseorang meminjamkan uang kepada orang lain dengan pembayaran

tertunda, dengan syarat ia mengambil sebagian uangnya tiap bulan sementara jumlah uang

yang dihutang tetap sampai tiba waktu pembayaran, kalau tidak mampu melunasinya, maka

diundur dan ia harus menambah jumlah yang harus dibayar.

2.2. Jenis-Jenis dan Macam-Macam Riba

6

Page 7: Pembiayaan Syariah Riba

Mayoritas ulama menyatakan bahwa riba bisa terjadi dalam dua hal, yaitu dalam utang

(dain) dan dalam transaksi jual-beli (bai’). Keduanya biasa disebut dengan istilah riba utang

(riba duyun)dan riba jual-beli (riba buyu’). Mari kita tinjau satu persatu:

1. Riba Dalam Utang

Dikenal dengan istilah riba duyun, yaitu manfaat tambahan terhadap utang. Riba

ini terjadi dalam transaksi utang-piutang (qardh) atau pun dalam transaksi tak tunai selain

qardh, semisal transaksi jual-beli kredit (bai’ muajjal). Perbedaan antara utang yang

muncul karena qardhdengan utang karena jual-beli adalah asal akadnya. Utang qardh

muncul karena semata-mata akad utang-piutang, yaitu meminjam harta orang lain untuk

dihabiskan lalu diganti pada waktu lain. Sedangkan utang dalam jual-beli muncul karena

harga yang belum diserahkan pada saat transaksi, baik sebagian atau keseluruhan.

Contoh riba dalam utang-piutang (riba qardh), misalnya, jika si A mengajukan

utang sebesar Rp. 20 juta kepada si B dengan tempo satu tahun. Sejak awal keduanya telah

menyepakati bahwa si A wajib mengembalikan utang ditambah bunga 15%, maka

tambahan 15% tersebut merupakan riba yang diharamkan.

Termasuk riba duyun adalah, jika kedua belah pihak menyepakati ketentuan

apabila pihak yang berutang mengembalikan utangnya tepat waktu maka dia tidak dikenai

tambahan, namun jika dia tidak mampu mengembalikan utangnya tepat waktu maka

temponya diperpanjang dan dikenakan tambahan atau denda atas utangnya tersebut.

Contoh yang kedua inilah yang secara khusus disebut riba jahiliyah karena banyak

7

Page 8: Pembiayaan Syariah Riba

dipraktekkan pada zaman pra-Islam, meski asalnya merupakan transaksi qardh (utang-

piutang).

Sementara riba utang yang muncul dalam selain qardh (pinjam) contohnya adalah

apabila si X membeli motor kepada Y secara tidak tunai dengan ketentuan harus lunas

dalam tiga tahun. Jika dalam tiga tahun tidak berhasil dilunasi maka tempo akan

diperpanjang dan si X dikenai denda berupa tambahan sebesar 5%, misalnya.

Perlu diketahui bahwa dalam konteks pinjaman, riba atau tambahan diharamkan

secara mutlak tanpa melihat jenis barang yang diutang. Maka, riba jenis ini bisa terjadi

pada segala macam barang. Jika si A meminjam dua liter bensin kepada si B, kemudian

disyaratkan adanya penambahan satu liter dalam pengembaliannya, maka tambahan

tersebut adalah riba yang diharamkan. Demikian pula jika si A meminjam 10 kg buah apel

kepada si B, jika disyaratkan adanya tambahan pengembalian sebesar 1kg, maka tambahan

tersebut merupakan riba yang diharamkan.

Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan, “kaum muslimin telah bersepakat

berdasarkan riwayat yang mereka nukil dari Nabi mereka (saw) bahwa disyaratkannya

tambahan dalam pinjam meminjam (qardh) adalah riba, meski hanya berupa segenggam

makanan ternak”.

Bahkan, mayoritas ulama menyatakan jika ada syarat bahwa orang yang meminjam

harus memberi hadiah atau jasa tertentu kepada si pemberi pinjaman, maka hadiah dan

jasa tersebut tergolong riba, sesuai kaidah, “setiap qardh yang menarik manfaat maka ia

adalah riba”. Sebagai contoh, apabila si B bersedia memberi pinjaman uang kepada si A

dengan syarat si A harus meminjamkan kendaraannya kepada si B selama satu bulan,

maka manfaat yang dinikmati si B itu merupakan riba.

2. Riba Dalam Jual-beli

Dalam jual-beli, terdapat dua jenis riba, yakni riba fadhl dan riba nasi’ah.

Keduanya akan kita kenal lewat contoh-contoh yang nanti akan kita tampilkan. Berbeda

dengan riba dalam utang (dain) yang bisa terjadi dalam segala macam barang, riba dalam

jual-beli tidak terjadi kecuali dalam transaksi enam barang tertentu yang disebutkan oleh

Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda:

“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, bur (gandum) ditukar

dengan bur, sya’ir (jewawut, salah satu jenis gandum) ditukar dengan sya’ir, kurma

dutukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, maka jumlah (takaran atau

timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau

8

Page 9: Pembiayaan Syariah Riba

meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan

tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no.

1584)

Dalam riwayat lain dikatakan:

“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut

dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dengan

semisal, sama dengan sama (sama beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan

(kontan). Maka jika berbeda jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke

tangan (kontan).” (HR Muslim no 1210; At-Tirmidzi III/532; Abu Dawud III/248).

Ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari hadits di atas:

Pertama, Rasulullah saw dalam kedua hadits di atas secara khusus hanya

menyebutkan enam komoditi saja, yaitu: emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan

garam. Maka ketentuan/larangan dalam hadits tersebut hanya berlaku pada keenam

komoditi ini saja tanpa bisa diqiyaskan/dianalogkan kepada komoditi yang lain.

Selanjutnya, keenam komoditi ini kita sebut sebagai barang-barang ribawi.

Kedua, Setiap pertukaran sejenis dari keenam barang ribawi, seperti emas ditukar

dengan emas atau garam ditukar dengan garam, maka terdapat dua ketentuan yang harus

dipenuhi, yaitu:pertama takaran atau timbangan keduanya harus sama; dan kedua

keduanya harus diserahkan saat transaksi secara tunai/kontan.

Berdasarkan ketentuan di atas, kita tidak boleh menukar kalung emas seberat 10

gram dengan gelang emas seberat 5 gram, meski nilai seni dari gelang tersebut dua kali

lipat lebih tinggi dari nilai kalungnya. Kita juga tidak boleh menukar 10 kg kurma kualitas

jelek dengan 5 kg kurma kualitas bagus, karena pertukaran kurma dengan kurma harus

setakar atau setimbang. Jika tidak setimbang atau setakaran, maka terjadi riba, yang

disebut riba fadhl.

Disamping harus sama, pertukaran sejenis dari barang-barang ribawi harus

dilaksanakan dengan tunai/kontan. Jika salah satu pihak tidak menyerahkan barang secara

tunai, meskipun timbangan dan takarannya sama, maka hukumnya haram, dan praktek ini

tergolong riba nasi’ahatau ada sebagian ulama yang secara khusus menamai penundaan

penyerahan barang ribawi ini dengan sebutan riba yad.

Ketiga, Pertukaran tak sejenis di antara keenam barang ribawi tersebut hukumnya

boleh dilakukan dengan berat atau ukuran yang berbeda, asalkan tunai. Artinya, kita boleh

9

Page 10: Pembiayaan Syariah Riba

menukar 5 gram emas dengan 20 gram perak atau dengan 30 gram perak sesuai kerelaan

keduabelah pihak. Kita juga boleh menukar 10 kg kurma dengan 20 kg gandum atau

dengan 25 kg gandum, sesuai kerelaan masing-masing. Itu semua boleh asalkan tunai alias

kedua belah pihak menyerahkan barang pada saat transaksi. Jika salah satu pihak menunda

penyerahan barangnya, maka transaksi itu tidak boleh dilakukan. Para ulama

menggolongkan praktek penundaan penyerahanbarang ribawi ini kedalam jenis riba

nasi’ah tapi ada pula ulama yang memasukkannya dalam kategori sendiri dengan nama

riba yad.

Keempat, Jika barang ribawi ditukar dengan selain barang ribawi, seperti perak

ditukar dengan ke kayu, maka dalam hal ini tidak disyaratkan harus setimbang dan tidak

disyaratkan pula harus kontan karena kayu bukan termasuk barang ribawi.

Kelima, Selain keenam barang-barang ribawi di atas, maka kita boleh

menukarkannya satu sama lain meski dengan ukuran/kuantitas yang tidak sama, dan kita

juga boleh menukar-nukarkannya secara tidak tunai. Sebagai contoh, kita boleh menukar

10 buah kelapa dengan 3 kg kedelai secara tidak kontan karena kelapa dan kedelai bukan

barang ribawi.

Memahami Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah

Fadhl secara bahasa berarti tambahan atau kelebihan. Sedangkan nasii’ah secara

bahasa maknanya adalah penundaan atau penangguhan. Sekarang mari kita mencoba untuk

memahami apa yang dimaksudkan oleh para ulama dengan istilah riba fadhl dan riba nasi’ah,

meskipun sebenarnya, setelah kita memahami fakta tentang jenis-jenis riba, bukan suatu hal

yang wajib untuk mengenal nama-namanya. Hanya saja, karena istilah riba fadhl dan nasi’ah

ini sangat sering kita baca atau kita dengar, maka kita akan menemukan kesulitan untuk

memahami tulisan atau pembicaraan yang mengandung kedua istilah tersebut.

Silahkan cermati kembali poin dua dan poin tiga pada penjelasan hadits yang baru

saja kita lewati, setelah itu insyaallah kita bisa memahami apa yang disebut dengan riba fadhl

dan riba nasi’ah. Riba fadhl adalah tambahan kuantitas yang terjadi pada pertukaran antar

barang-barang ribawi yang sejenis, seperti emas 5 gram ditukar dengan emas 5,5 gram.

Sedangkan riba nasi’ah adalah riba yang terjadi karena penundaan, sebab, nasi’ah sendiri

maknanya adalah penundaan atau penangguhan.

Semua riba utang (riba duyun) yang telah kita bahas sebelumnya tergolong riba

nasi’ah, karena semuanya muncul akibat tempo. Dalam konteks utang, riba nasi’ah berupa

tambahan sebagai kompensasi atas tambahan tempo yang diberikan. contohnya utang dengan

tempo satu tahun tidak berhasil dilunasi sehingga dikenakan tambahan utang sebesar 15%,

10

Page 11: Pembiayaan Syariah Riba

misalnya. Maka, tambahan 15% ini merupakan riba nasi’ah. Juga dalam riba qardh dimana

keberadaan tambahan telah disepakati sejak awal, semisal ada ketentuan untuk

mengembalikan utang sebesar 115%. Ini juga termasuk riba nasi’ah (meski sebagian ulama

ada yang memasukkannya dalam ketegori riba fadhl ditinjau dari segi bahwa ia merupakan

pertukaran barang sejenis dengan penambahan).

Sementara itu, dalam konteks jual-beli barang ribawi, riba nasi’ah tidak berupa

tambahan, melainkan semata dalam bentuk penundaan penyerahan barang ribawi yang

sebenarnya disyaratkan harus tunai itu, baik keduanya sejenis maupun berbeda jenis.

Contohnya seperti membeli emas menggunakan perak secara tempo, atau membeli perak

dengan perak secara tempo. Praktek tersebut tidak boleh dilakukan karena emas dan perak

merupakan barang ribawi yang jika ditukar dengan sesama barang ribawi disyaratkan harus

kontan. Itulah mengapa, pertukaran barang ribawi secara tidak tunai digolongkan kedalam

riba nasi’ah. Sebagian ulama menyebut penyerahan tertunda dalam pertukaran sesama barang

ribawi ini dengan istilah khusus, yakni riba yad.

2.3. Faktor Penyebab Diharamkannya Riba

Islam dalam memperkeras persoalan haramnya riba, semata-mata demi melindungi

kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlaknya, masyarakatnya maupun perekonomiannya.

Berikut merupakan sebab – sebab haramnya Riba yaitu :

1. Nas-nas dari Al-Quran dan Hadis tentang pengharaman Riba.

2. Mencerobohi kehormatan seorang Muslim dengan mengambil berlebihan tanpa ada

pertukaran/iwadh.

3. Memudharatkan orang miskin/lemah kerana mengambil lebih daripada yang sepatunya.

4. Membatalkan perniagaan, usaha, kemahiran pengilangan dan sebagainya ini adalah

karena cara mudah mendapatkan uang yang menyebabkan keperluan asasi yang lain

akan terabaikan dan terbengkalai.

5. Bergantung kepada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. Sebab

kalau si pemilik uang yakin, bahwa dengan melalui riba dia akan beroleh tambahan

uang, baik kontan ataupun berjangka, maka dia akan mengentengkan persoalan mencari

penghidupan, sehingga hampir-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha,

dagang dan pekerjaan-pekerjaan yang berat.

6. Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama manusia

dalam bidang pinjam-meminjam. Sebab kalau riba itu diharamkan, maka seseorang

akan merasa senang meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya satu dirham juga.

11

Page 12: Pembiayaan Syariah Riba

Tetapi kalau riba itu dihalalkan, maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap

berat dengan diambilnya uang satu dirham dengan diharuskannya mengembalikan dua

dirham. Justru itu, maka terputuslah perasaan belas-kasih dan kebaikan.

7. Pada umumnya pemberi piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah

orang yang tidak mampu. Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan

jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai

tambahan. Sedang tidak layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh

rahmat Allah.

8. Merusak Dan Membayakan Diri Sendiri. Orang yang melakukan riba akan selalu

menghitung – hitung yang banyak yang akan diperoleh dari orang yang meminjam

uang kepadanya. Pikiran dan angan–angan yang demikian itu akan mengakibatkan

dirinya selalu was–was dan khawatir uang yang telah dipinjamkan itu tidak dapat

kembali tepat pada waktunya dengan bunga yang besar. Jika orang yang melakukan

riba itu memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, hasilnya itu tidak akan memberi

manfaat pada dirinya karena hartanya itu tidak akan memberi manfaat pada dirinya

karena hartanya itu tidak mendapat berkah dari Allah SWT.

9. Merugikan Dan Menyengsarakan Orang Lain. Orang yang meminjam uang kepada

orang lain pada umumnya karena sedang susah atau terdesak. Karena tidak ada jalan

lain, meskipun dengan persyaratan bunga yang besar, ia tetap bersedia menerima

pinjaman tersebut, walau dirasa sangat berat. Orang yang meminjam ada kalanya bisa

mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya, tetapi adakalanya tidak dapat

mengembalikan pinjaman tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Karena beratnya

bunga pinjaman, si peminjam susah untuk mengembalikan utang tersebut. Hal ini akan

menambah kesulitan dan kesengsaraan bagi kehidupannya.

10. Pemakan riba akan dihinakan dihadapan seluruh makhluk, yaitu ketika ia dibangkitkan

dari kuburnya, ia dibangkitkan bagaikan orang kesurupan lagi gila.

11. Ancaman bagi orang yang tetap menjalankan praktik riba setelah datang kepadanya

penjelasan dan setelah ia mengetahui bahwa riba diharamkan dalam syari’at islam, akan

dimasukkan keneraka.

12. Allah ta’ala mensipati pemakan riba adalah sebagai’’ orang yang senantiasa berbuat

kekafiran atau ingkar, dan selalu berbuat dosa.

13. Allah menjadikan perbuatan meninggalkan riba sebagai bukti akan keimanan

seseorang, dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang tatap memekan riba

berarti iman nya cacat dan tidak sempurna.

12

Page 13: Pembiayaan Syariah Riba

2.4. Larangan-Larangan Riba dalam Al-Qur’an

Adapun  dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-

Hadits. Di antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut: 

ن� ح�و ل� ف� ح� ف� �ح �� ن �ن ن� ن �� ن ٱ� ح!وا� �� ن ن�ٱ � "� ة ن� �ن ضن# %�ح ��ا ة �ضن ف' ن)� ا� ضو ن( ر* ٱ� ح�وا� ح, ف)ا ن� ن.ا ح/وا� ن% ن�0 ن1 ل3ي �� ن ٱ ن4ا ح�ي ن)� ضن�

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan

bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. QS Ali Imran : 130.

5�ن ن6 ن)� ن� � ا� ضو ن( ر* ٱ� ح5 ف7 ل% ح8 ف9 ن: ف� ٱ ن;ا <� ن ل=� ا� ح�و ن<ا ف� ح4 <� ن ن)ا ل( ن? ل� ضن@ � Aر ن; ف� ٱ ن1 ل% ح1 Bضن ف9 C�ن ٱ� ح Bح :� ن Dن Eن ني ل3ى �� ن ٱ Gح ح!و ني ن;ا ن, �.ا ن ل=� ن� ح%و ح!و ني ن.ا ا� ضو ن( ر* ٱ� ن� ح�و ح, ف)ا ني ن1 ل3ي �� ن ٱ

ف� Hح � Iل �/ا ن ٱ� Jح ضن� Kف ن)� ن? Lل ضن� ا� ح)ا Mن Nن نOا ف1 ن% ن� � ل �� ن ٱ� ن�ى ل=� حQۥ ح* ف% ن)� ن� Rن ن� Sن ن%ا ح ۥ ن� Mن ضى ن4 Eن نMٱ> ل ۦ ر( I�ن ر1% "� ة Uن Oل فو ن% حQۥ ن0 ا Vن ن;1 Mن � ا� ضو ن( ر* ٱ� Gن *� ن ن6 ن� ن8 ف9 ن: ف� ٱ ح �� ن ٱ�

ن� �Wح ل� Xضن ن4ا 9Mل

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang

demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti

(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil

riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya. QS:2:

275,

م� 9Zل ن)� Iم ��ا ن ن, 5�ن ح, J�ح ل� حي ن.ا ح �� ن ن�ٱ� � ل] ضن< Wن \�ن ٱ� ل(ى ف* حي ن� ا� ضو ن( ر* ٱ� ح �� ن ٱ� ح[ ن� ف; نيAllah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang

yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. QS Al-Baqarah : 276.  

ن1 ل/9 ل% ف %�ح �Eح ح,/ ل=�� ا� ضو ن( ر* ٱ� ن1 ل% نى ل! ن( ن%ا ح�Iا� ن@ ن� ن �� ن ٱ� ح!وا� �� ن ٱ ح/وا� ن% ن�0 ن1 ل3ي �� ن ٱ ن4ا ح�ي ن)ا ضني

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang

belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS Al-Baqarah : 278).

ن� ح;و ن� Uف ح� ن.ا ن� ن� ح;و ل� Uف ن� ن.ا ف� �ح ل� ضنو ف% ن)� ح_ ح�0 Iح ف� �ح ن� Mن ف� Eح ف: ح� ل=�� ن� � ل ۦ ل� حSو Iن ن� ل �� ن ٱ� ن1 ر% م ب ف* ن� ل( ح>وا� ن@ ف)ا Mن ح�وا� �ن ف� ن� ف� �� ن ل=ا� MنMaka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah

dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka

bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. QS Al-Baqarah :

279.

13

Page 14: Pembiayaan Syariah Riba

ح� Hح ن? Lل ضن� ا� ح)ا Mن ل �� ن ٱ� ن Vف ن� ن� �Wح ل*ي ح� م� ب ضو ن, bن ر1% �Eح ف9 ن� ن�0 ا ن% ن� � ل �� ن ٱ� Wن /Oل ح(وا� ف* ني نdا Mن ل_ �/ا ن ٱ� eل ضنو ف% ن)� لMى ا� نو ح( ف* ن9 ر� �(ا ة Iر ر1% �Eح ف9 ن� ن�0 ا ن% ن�

ن� ح�و �ل ف# ح; ف� ٱDan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,

maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat

yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah

orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). QS. Rum : 39.

Dan di antara hadits yang terkait dengan riba adalah :

ل : : في Wن Hل نfا ن� ، ح ن: ل� ن,ا ن� ، ح ن� ل, ح%و ن� ، ن(ا ر* �� ن5 ل, � ن� �� ن Sن ن� ل ف9 ن� Oن ح �� ن �� ن��ى Kن ل �� ن �� eح حSو Iن ن1 �ن ن� eن ن<ا ح ف/ Oن ح �� ن �� hن ل' Iن م* ل( نVا ف1 Oن

سواء : هم وقالDari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya,

penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.

2.5. Tahapan Larangan Riba Dalam Al-Qur’an

Sudah jelas diketahui bahwa Islam melarang riba dan memasukkannya dalam dosa

besar. Tetapi Allah SWT dalam mengharamkan riba menempuh metode secara gredual (step

by step). Metode ini ditempuh agar tidak mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan

perbuatan riba dengan maksud membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk

mengalihkan kebiasaan mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat dalam

kehidupan perekonomian jahiliyah. Ayat yang diturunkan pertama dilakukan secara temporer

yang pada akhirnya ditetapkan secara permanen dan tuntas melalui empat tahapan.

1. Tahap pertama

Dalam surat Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara nasehat bahwa Allah tidak

menyenangi orang yang melakukan riba. Dan untuk mendapatkan hidayah Allah ialah

dengan menjauhkan riba. Di sini Allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang

mereka anggap untuk menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada

Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan memberikan

barakah-Nya dan melipat gandakan pahala-Nya. Pada ayat ini tidaklah menyatakan

larangan dan belum mengharamkannya.

2. Tahap kedua

Pada tahap kedua, Allah menurunkan surat An-Nisa' ayat 160-161. Riba

digambarkan sebagai sesuatu pekerjaan yang dhalim dan batil. Dalam ayat ini Allah

menceritakan balasan siksa bagi kaum Yahudi yang melakukannya. Ayat ini juga

14

Page 15: Pembiayaan Syariah Riba

menggambarkan Allah lebih tegas lagi tentang riba melalui riwayat orang Yahudi

walaupun tidak terus terang menyatakan larangan bagi orang Islam. Tetapi ayat ini telah

membangkitkan perhatian dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba. Ayat ini

menegaskan bahwa pelarangan riba sudah pernah terdapat dalam agama Yahudi. Ini

memberikan isyarat bahwa akan turun ayat berikutnya yang akan menyatakan

pengharaman riba bagi kaum Muslim.

3. Tahap ketiga

Dalam surat Ali Imran ayat 130, Allah tidak mengharamkan riba secara tuntas,

tetapi melarang dalam bentuk lipat ganda. Hal ini menggambarkan kebijaksanaan Allah

yang melarang sesuatu yang telah mendarah daging, mengakar pada masyarakat sejak

zaman jahiliyah dahulu, sedikit demi sedikit, sehingga perasaan mereka yang telah biasa

melakukan riba siap menerimanya.

4. Tahap keempat

Turun surat al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang pelarangan riba secara

tegas, jelas, pasti, tuntas, dan mutlak mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan

tidak dibedakan besar kecilnya. Bagi yang melakukan riba telah melakukan kriminalisasi.

Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan diperangi oleh

Allah SWT dan Rasul-Nya.

2.6. Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba

Dampak Riba dari Segi Perekonomian

Menurut Agustianto (2010), dalam Riba dan Meta Ekonomi Islam, dampak riba dari

segi ekonomi adalah: pertama, sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis

ekonomidi mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini. Sistem ekonomi

ribawi telah membuka peluang para spekulan untuk melakukan spekulasi yang dapat

mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak negara. Sistem ekonomi ribawi menjadi punca

utama penyebabtidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa

akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara yang tingkat bunga

riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan

menyimpanuangnya dimana tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan

dengan caraini, dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini

dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.

Kedua, di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi

masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin

15

Page 16: Pembiayaan Syariah Riba

makin miskin. Data IMF menunjukkan bagaimana kesenjangan tersebut terjadi sejak tahun

1965 sampai hari ini.

Ketiga, Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya

pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin menurun. Jika investasi

menurun, produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan angka

pengangguran

Keempat, Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan

menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat

ulah tangan manusia. Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam. Inflasi akan menurunkan daya

beli atau memiskinkan rakyat dengan asumsi cateris paribus.

Kelima, Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara

berkembangkepada jebakan hutang (debt trap) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga

saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.

Keenam, dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga

berdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani APBN untuk

membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah dibantu dengan BLBI.

Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah

yangmembuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita surplus setiap tahun

dalam jumlah yang besar, tetapi karena sistem moneter Indonesia menggunakan sistem riba,

maka tak ayal lagi, dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia sangat mengerika.

Dengan fakta tersebut, maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa sistem bunga

tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat, tapi justru menghancurkan sendi-sendi

perekonomian negara, bangsa dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, maka lanjutan

ayat tersebut pada ayat ke 41 berbunyi :”Telah nyata kerusakan di darat dan di laut, karena

ulah tangan manusia,supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku

mereka. Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah”. Konteks ayat ini sebenarnya

berkaitan dengan dampak sistem moneter ribawi yang dijalankan oleh manusia. Kerusakan

ekonomi dunia dan Indonesia berupa krisis saat ini adalah akibat ulah tangan manusia yang

menerapkan riba yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Selama berabad-abad sistem ekonomi dunia dikendalikan oleh alat instrumen tunggal

yakni bunga (riba) dan selama itu pula ekonomi dunia tidak pernah stabil bahkan Irfing

Cristol dan Daniell Bell dalam bukunya “Runtuhnya Teori Ekonomi” menyebutnya dengan

empat gelombang besar keruntuhan ekonomi, hal ini dimulai sejak mazhab Merkantilisme

sampai runtuhnya mazhab klasik 1930 atau yang biasa dikenal dengan great depression. Dan

16

Page 17: Pembiayaan Syariah Riba

nampaknya gelombang kelima sedang terjadi yakni dengan hancurnya pasar finansial dunia

serta tumbangnya perusahaan-perusahaan raksasa sehingga pertumbuhan ekonomi negara-

negara maju sampai angka minus. Maka bahasan berikut adalah dampak riba terhadap sektor-

sektor ekonomi.

Dampak Riba dari Segi Ketahanan Perusahaan

Jika salah satu prinsip perusahaan adalah going concern atau perusahaan itu akan ada

selamanya maka perusahaan tersebut akan melewati berbagai kondisi ekonomi setiap

waktunya, diamana laiknya cuaca kondisi ekonomi bisa sangat cerah dan bisa sangat ekstrim

di waktu yang lain, oleh karena itu hanya perusahaan yang punya daya tahanlah yang akan

bertahan.

Menyadari akan keadaan tersebut maka perusahaan akan senantiasa mencari cara dan

skema bertahan dalam menghadapi berbagai macam kondisi ekonomi, maka pertanyaannya

adalah seberapa jauhkah bunga berpengaruh terhadap ketahanan perusahaan. Terdapat pula

dampak negatif lain yang tidak berdampak langsung pada sebuah perekonomian, namun

dalam jangka panjang efeknya baru dapat dirasakan.

- Riba dapat menumbuhkan rasa permusuhan diantara individu dan melemahkan nilai

sosial dan kekeluargaan. Selain itu, riba dapat menimbulkan eksploitasi dan tindak

kedzaliman pada pihak tertentu.

- Menumbuhkan sikap pemalas bagi orang yng mempunyai modal, di mana ia mampu

mendapatkan banyak uang tanpa adanya sebuah usaha yang nyata.

- Mendorong manusia untuk menimbun harta sabil menunggu adanya kenaikan interest

rate.

- Menimbulkan sifat elitism dan jauh dari kehidupan masyarakat.

- Membuat manusia lupa akan kewajiban hartanya seperti infak, sedekah dan zakat.

- Mendorong manusia untuk melakukan tindak kezaliman dan eksploitasi terhadap

oranglain, baik pinjaman yang bersifat produktif maupun konsumtif

Cara Menghindari Riba Dalam Ekonomi Islam

Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya

perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil

bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut

sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui

bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah

17

Page 18: Pembiayaan Syariah Riba

sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan

dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya

memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.

Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk

transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni

riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram.

Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari

unsur riba antara lain:

Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.

Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar

perjanjian profit and loss sharing

Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama

mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)

Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas

dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.

Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa

bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan

penghargaan.

Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya,

maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai

dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah

60% : 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak

bank.

Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari

dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara

benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke

sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan

manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya

mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan

larangan Allah swt.

Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun

juga agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah

mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat

aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih

18

Page 19: Pembiayaan Syariah Riba

mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya

orang itu akan meyakini dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur

segala aspek kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat

Islam harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong.

Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman,

masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti

langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.

Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik

dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah

ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi

Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan

sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam.

Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.

Hikmah Dibalik Larangan Riba

A. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia,

tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik

individu maupun masyarakat.

B. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh

si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Keuntungannya

diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari

padanya.

C. Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau

barang akan kehilangan rasa sosialnya, egois.

D. Riba dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lain

yang lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.

E. Riba dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan harta

benda dan akhirnya menjadi fakir miskin.

2.7. Contoh Kasus Praktik Riba Dalam Perekonomian

Ekonomi Syariah menekankan pada nilai-nilai etis yang bersumber dari Alquran dan

Al-Hadist. Dalam ekonomi syariah lebih ditekankan pada aspek keadilan menghilangkan

segala bentuk penghisapan dan penindasan terhadap pihak lain sehingga melahirkan

ketimpangan. Oleh sebab itu dalam ekonomi syariah tidak hanya menekankan pada aspek

19

Page 20: Pembiayaan Syariah Riba

kepentingan individu tetapi juga masyarakat atau aspek sosial. Dengan demikian, setiap

individu tetap memiliki ruang untuk berkembang secara maksimal, namun di pihak lain juga

diberikan batasan-batasan sedemikian rupa sehingga aktifitas ekonominya tidak merugikan

orang lain.

Dewasa ini banyak dari masyarakat yang melakukan praktek-praktek ekonomi yang

terdapat unsur riba di dalamnya, masalah yang timbul dan banyak dibicarakan adalah status

bunga yang terdapat pada bank konvesional, yaitu dengan mengambil tambahan dalam

hutang piutang. Namun, dalam kehidupan masyarakat banyak yang memungut tambahan atas

pinjaman sebagai contoh adalah praktek hutang piutang yang ada pada masyarakat yaitu

mengambil bunga dari pinjaman baik itu melalui kegiatan-kegiatan warga seperti PKK

maupun individu. Dan tidak hanya itu, dalam hal jual beli sebagian masyarakat melakukan

jual beli yang ada unsur riba yaitu membeli buah-buahan yang belum nampak hasilnya

(borongan).

Menurut Fuad Fachrudin, dalam koperasi sendiri untuk kegiatan usahanya harus

meninggalkan praktek riba berupa penggunaan skim bunga dalam kegiatan usahanya. Tidak

menetapkan menetapkan bunga dalam kegitan simpan pinjamnya karena riba bertentangan

dengan semnagat kemitraan keadilan dan kepedulian terhadap lingkungan. Sistem bunga

tidak peduli dengan nasib debiturnya dan tidak adil dalam penetapan bunga atas pokok

modal. Konsep ini harus diterapkan secara menyeluruh bukan sepotong-potong karena

penetapan yang sepotong-potong tidak menjamin teraktualisasinya tujuan koperasi.

Dalam transaksi perbankan basis yang digunakan dalam praktek perbankan

internasionaladalah menggunakan basis bunga (interest based) dimana salah satu

pihak(nasabah) bertindak sebagai peminjam dan pihak yang lainnya (bank) bertindak sebagai

pemberi pinjaman. Atas dasar pinjaman tersebut nasabah dikenakan bunga sebagai

kompensasi dari pertanggungan waktu pembayaran hutang tersebut, dengan tidak

mempedulikan apakah nasabah mengalami keuntungan ataupun tidak. Praktek seperti ini

sebenarnya sangat mirip digunakan dengan praktek riba jahiliyah padamasa jahiliyah. Hanya

bedanya, pada riba jahiliyah bunga baru akan dikenakan ketikasi peminjam tidak bisa

melunasi hutang pada waktu yang telah ditentukan sebagai kompensai penambahan waktu

pembayaran. Sedangkan pada praktek perbankan bungan telah ditetapkansejak pertama kali

keepakatan dibuat, atau sejak si peminjam menerima dana yangdipinjamnya. Oleh karena

itulah tidak heran jika banyak ulama mengatakan bahwa praktek riba yang terjadi pada sektor

perbankan saat ini lebih jahiliyah dibandingkan riba jahiliyah.

20

Page 21: Pembiayaan Syariah Riba

Selain terjadi dalam aspek pembiayaan sebagaimana di atas, riba juga terjadi pada

aspek tabungan. Dimana nasabah mendapatkan bunga yang pasti dari bank sebagai

komepensasi uang yang disimpannya dalam bank, baik bank mengalami keuntungan maupun

kerugian. Berbeda dengan disistem syariah dimana bank syariah tidak menjanjikan return

tetap, melainkan hanya nisbah (yaitu persentase yang akan dibagikan dari keuntungan yang

didapatkan dari bank). Sehingga return yang di dapatkan nasabah bisa naik turun sesuai

dengan naik turunnya keuntungan bank. Istilah seperti ini yang kemudian berkembang

namanya menjadi sistem bagi hasil.

Dalam sektor asuransi pun juga tidak luput dari bahaya riba. Karena dalam asuransi

(konvensional) terjadi tukar menukar uang dalam jumlah yang tidak sama dan dalam

waktuyang juga tidak sama. Sebagaimana contoh, seseorang yang mengasuransikan

kendaraannya dengan premi Rp 1.000.000,00/tahun. Pada tahun ketiga dia kehilangan

mobilnya seharga Rp100.000.000,00 dan oleh karenanya pihak asuransi memberikan ganti

rugi sebesar harganya yang telah hilang. Padahal jika diakumulasikan dia baru membayar

premi sebesar Rp3.000.000,00. Jadi darimana Rp 97.000.000,00 yang telah diterimanya?

Jumlah Rp97.000.000,00 yang diterimanya masuk dalam ketegori riba Fadhl (yaitu tukar

menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak sama).

Pada saat bersamaan, praktek asuransi juga termasuk kategori riba nasi’ah (kelebihan

yangdikenakan atas pertangguhan waktu), karena uang klaim yang didapatkan dibiayai

dengan premi yang dibayarkan. Antara keduanya ada tenggang waktu, dan oeh karenanya

terjadilah riba nasi’ah.

Pada transaksi jual beli secara kredit yang tidak diperbolehkan adalah yang mengacu

pada bunga yang disertakan dalam jual beli tersebut. Apalagi jika bunga tersebut

berfluktuatif, naik dan turun sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah.

Sehingga harga jual dan belinya menjadi tidak jelas (gharar fitsaman). Sementara sebenarnya

dalam syariah Islam, dalam jual beli harus ada kepastian harga antara penjual dan pembeli,

serta tidak boleh adanya perubahan yang tidak pasti, baik pada harga maupun pada barang

yang diperjualbelikan. Selain itu jika, jika terjadi kemacetan pembayaran di tengah jalan,

barang tersebut akan diambil kembali oleh penjual atau dealer dalam jual beli kendaraan.

Pembayaran yang telah dilakukan dianggap sebagai sewa terhadap barang tersebut. Belum

lagi komposisi cicilan pembayaran, seringkali tidak jelas, berapa harga pokoknya dan berapa

bunganya. Seringkali cicilan pembayaran pada tahun-tahun awal, bunga lebih besar

dibandingkan dengan pokok hutang yang harus dikembalikan. Akhirnya pembeli kerap

merasa dirugikan di tengah jalan. Hal ini terutama berbeda dengan sistem jual beli

21

Page 22: Pembiayaan Syariah Riba

secarasyariah, dimana komposisi cicilan adalah flat antara pokok dan marginnya, harga tidak

mengalami perubahan sebagiamana perubahan bunga, dan kepemilikan barang yang jelas,

jika terjadi kemacetan. Dan sistem seperti ini, akan menguntungkan baik untuk penjual

maupun pembeli.

Walaupun dalam Islam telah dijelaskan keharaman riba, saat ini masyarakat banyak

yangtidak mengetahui tentang apa itu riba. Mereka berpandangan bahwa riba adalah

mengambiltambahan yang terlau tinggi dalam hutang piutang misalnya yang dilakukan oleh

pararintenir, sedangkankan apabila tambahan yang diambil dari pinjaman kecil maka

bukanlahriba. Dalam jual beli masyarakat tidak memahami riba, yang mereka ketahui bahwa

ribahanya terdapat dalam hutang piutang yaitu mengambil tambahan dalam pinjaman dan

merekamencotohkan seperti yang dilakukan bank-bank konvesional.

Hutang piutang dengan tambahan dilakukan masyarakat karena memang praktek seperti

itulah yang mereka ketahui, dan mereka beranggapan bahwa tidak ada hutang piutang yang

tidak dengan bunga karena selama ini tidak ada yang melakukan hutang piutang tanpa

tambahan baik dari individu maupun kegiatan-kegiatan warga. Dengan alasan di atas, bahwa

diperlukan pemahaman tentang praktek perekonomian yang diusung oleh Islam, kewajiban

bagi para ulama dan juga para cendekiawan untuk memberikan pemahaman agar masyarakat

mengetahui praktek perekonomian apa saja yang dilarang oleh Islam dan yang dibolehkan,

sehingga Islam yang disebut sebagai pedoman hidup baik di dunia maupun di akhirat dapat

terwujud.

22

Page 23: Pembiayaan Syariah Riba

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ditinjau dari berbagai penjelasan yang kami paparkan di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian

berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada

peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah

teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-

macam riba yaitu: Riba Yad, Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional. Faktor-faktor yang

melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia kepada harta benda,

serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan,

imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba.

Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya

pada:

23

Page 24: Pembiayaan Syariah Riba

QS. ar-Rum (30) : 39, QS.

an-Nisa' (4) : 160-161, QS.

Ali Imran (3) : 130, dan

Qs. Al-Baqarah (2) : 278-280.

Riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang

disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi

sedangkan Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah

tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut

paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.

Dalam pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa antara riba dan bunga

bank adalah sama. Mengapa demikian, dikarenakan secara riil operasional di perbankan

konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas pinjaman

yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan transaksi dengan

pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai.

Dalam pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa hukum antara riba dan

bunga bank adalah haram. Karena hukum asal riba adalah haram baik itu dalam Al-Qur’an,

Hadis, dan Ijtihad. Seluruh ummat Islam wajib untuk meninggalkannya, serta menjauhinya

yakni dengan cara bertaqwa kepada Allah.

Dampak akan bahayanya riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia; (1). Bagi jiwa

manusia : hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal

melainkan diri sendiri. (2).Bagi masyarakat : Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan

menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. (3). Bagi roda pergerakan ekonomi : Dari

segi ekonomi, hal ini akan menyebabkan manusia dalam dua golongan besar yaitu orang

miskin sebagai pihak yang tertindas dan orang kaya sebagai pihak yang menindas.

24

Page 25: Pembiayaan Syariah Riba

DAFTAR PUSTAKA

Amin Isfandiar, Ali. (2014). Ayat Ekonomi tentang Riba (Riba dan Zakat). (online).

Tersedia: http://iecourse.blogspot.com/2014/02/qs-ar-rum-30-39.html. [13

Maret 2016].

Amin Isfandiar, Ali. (2014). Ayat Ekonomi tentang Riba (Riba sebelum Islam). (online).

Tersedia: http://iecourse.blogspot.com/2014/02/qs-nisa-4-160- 161.html. [13

Maret 2016].

Amin Isfandiar, Ali. (2014). Ayat Ekonomi tentang Riba (Riba Jahiliyah).

http://iecourse.blogspot.com/2014/02/qs-ali-imran-3-130.html. [13 Maret 2016].

Anderta, Rio. (2014). Riba : Hukum Riba, Macam-macam Riba dan Bahaya Riba.

(online). Tersedia: http://mata-air-ilmu-pusat

kecemerlangan.blogspot.com/2013/05/riba-hukum- macam-bahaya.html. [13 Maret

2016].

25

Page 26: Pembiayaan Syariah Riba

Chair, Wasilul. 2012. Riba dalam Perspektif Islam.

(http://fe.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/RIBA-DALAM-PERSPEKTIF-

ISLAM.pdf diakses 12 Maret 2016)

Mu’adhom. dkk. (2012). RIBA. (online). Tersedia:

http://albarkasi.blogspot.com/2012/12/riba.html. [25 November 2014].

Syamsul, Arif. 2013. Dampak Riba dalam Perekonomian.

(https://www.academia.edu/7310018/Dampak_Riba_Dalam_Perekonomian diakses 12

Maret 2016)

26