riba dlam pandangan ekonomi....(revisi)

Upload: syukriadiputra

Post on 18-Jan-2016

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RIBA DALAM KAJIAN EKONOMI ISLAM DAN PERBANKANDosen Pengampu: Hendra Cipta, S.H.I, M.S.I

Disusun Oleh: Zuanita Amalia Sulistyani (13820054)Syukriman Adi Syahputra (13820061)Dora Mustika Sari(13820075)FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA20141. PENDAHULUAN Dalam Islam terdapat tiga aspek penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yaitu aqidah, akhlak, dan syariah. Syariah mempunyai 2 cabang yaitu ibadah dan muamalah, muamalah ialah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan satu sama lain.Muamalah pada pembahasan kali ini ialah muamalah dalam bidang ekonomi, karena salah satu unsur sistem didalam islam adalah aspek ekonomi yang menyangkut hubungan timbal balik dalam masalah harta didalam pribadi dan ummat. Islam membangun aturan ekonomi berlandaskan iman dan berasaskan aqidah.Maka dari itu kita tidak boleh saling menzholimi saudara kita, kami mengambil contoh aksi kezholiman yang terjadi dalam transaksi ekonomi yaitu riba, bunga atau apapun itu namanya yang berhubungan dengan kecurangan di bidang ekonomi.Kita tidak lagi menjumpai pasar yang adil dan bebas karena telah dikekang dan dikotori oleh praktek kecurangan dan penipuan yaitu riba, riba merupakan perbudakan modern yang telah berevolusi, sangat canggih dan terorganisir, dilakukan oleh mereka yang mempunyai ekonomi kuat, praktek ini mengeksplositasi keringat kaum ekonomi lemah dengan cara mencuci otak mereka agar mau bertransaksi dengan menggunakan bunga atau riba. Praktek ini tentunya sangat menyulitkan dan mencekik mereka yang berekonomi lemah karena mereka mempunyai kewajiban untuk membayar lebih besar dari apa yang harus mereka bayar. Muqoddimah di atas pada dasarnya memberikan gambaran pemahaman bahwasanya riba merupakan cara perbudakan modern pada saat ini. oleh karena penulisan makalah yang singkat ini bertujuan menghimbau agar kita sebagai ummat muslim tidak menggunakan produk yang diharamkan oleh Allah dan menyusahkan sesama kita.

2. PEMBAHASAN A. Pengertian Riba Riba berasal dari bahasa Arab yang memiliki banyak arti, secara bahasa yaitu: bertambah, berkembang, berlebihan atau subur. Dalam segi ekonomi ada sebagian orang mendefinisikannya az-ziyaddatu ala rasilmali (penambahan yang terjadi pada harta pokok atau modal).[footnoteRef:2] [2: Hendi suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali pers, 2013), hlm. 57-58.]

Arti riba menurut istilah fikih, ialah kelebihan yang tidak disertai penggantian barang dan yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua pihak yang berakad.[footnoteRef:3] [3: Moh. Anwar, Fiqih Islam (Subang: 1988), hlm. 48.]

Menurut sebagian mufassir, kata sandang(definite article alif lam), berarti menunjuk kasus tertentu (maarifah). Maka makna kata al-riba yang dimaksud adalah praktek pengambilan untung dari debitur yang sudah biasa berlaku di kalangan orang Arab pra-Islam ketika Al-Quran diturunkan.Setelah itu barulah ulama membuat arti istilah dari kata riba. Yaitu bunga kredit yang harus diberikan oleh orang yang berhutang (kreditur) kepada orang yang berpiutang (debitur), sebagai imbalan, untuk menggunakan sejumlah uang milik debitur dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.Senada dengan definisi di atas, Al-Jurjamji, misalnya, mendefinisikan riba dengan kelebihan/tambahan tanpa ada ganti/imbalan yang diisyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang membuat transaksi (al-riba fi Al-shari huwa fadhlun khalinan iwadin shuritha li ahadil aqidayni).[footnoteRef:4] [4: Muhammad Abduh, Riba & Poligami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 38.]

Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara atau terlambat salah satunya.

Banyak ulama dan pakar ekonomi khususnya ekonom muslim yang mendefenisikan riba, menurut para jumhur Riba ialah setiap tambahan yang tidak dibenarkan atas nilai barang yang diserahkan terhadap nilai tandingan. Menurut syaikh Muhammmad Abduh riba ialah penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uang), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan. lebih jauh mengenai riba dapat pula didefenisikan dari dua hal, sebagaimana yang dikataka Ibnu Rusydi Alhafid dalam bukunya (Bidaatul Mujtahid Wa Nihayatul muqtashid), yaitu1) penundaan pembayaran (riba nasiah), 2) perbedaan nilai barang (riba tafadul).Bila kita membaca pengertian riba dalam bahasa inggris, ada hal yang menarik yang akan kita temukan. Dalam bahasa inggris riba familiar disebut sebagai usury defenisi ini rupanya telah mengalami korupsi bahasa (penyimpangan arti atau makna bahasa) terhadap pengertian riba. Menurut New Oxford Dictionary Of English, usury is the lending of money at exorbitant interest rate (riba adalah meminjamkan uang dengan tingkat bunga yang tinggi dan terlalu besar). Berangkat dari definisi tersebut, riba dalam ekonomi moneter internasional adalah tingkat bunga yang tinggi dan terlalu besar. Pengertian ini acap kali digunakan di seluruh dunia. Jika tingkat bunganya kecil, tidak termasuk riba. Sang penindas telah mengorupsi bahasa (pengertian) riba, mereka memperbudak dan menindas masyarakat dengan cara strategis untuk menutupi jejak dan memajukan kepentingan mereka (orang-orang yang bergerak dalam ekonomi moneter internasional).[footnoteRef:5] [5: Frassminggi Kamasa, The Age Of Deception (Jakarta: Gema Insani, 2012), hlm. 124-125.]

A. Landasan al-Quran dan Hadist yang Melarang Transaksi Riba Dalam Al-Quran ayat yang pertama kali berbicara tentang riba adalah surah al-Rum: 39, yang berbunyi : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan. Disebut pertama karena ia turun pada periode Makkah, sedangkan ayat-ayat lain yang berbicara tentang riba turun pada periode Madinah. Pembicaraan tentang riba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yang disangka orang menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidak benar.Terhadap riba yang dibicarakan dalam surah al-Rum ini, sebagian mufassir ada yang berpendapat bahwa riba tersebut bukan riba yang diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain yang tidak didasarkan keikhlasan, seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah yang lebih besar. Ayat-ayat tentang riba sesudahnya adalah surah al-Nisa : 160-161, surah ali Imran : 130, dan al-baqarah : 273-280. Masing-masing sebagai berikut :[footnoteRef:6] [6: Muh. Zuhri, Riba dalam Al-Quran dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilikan Antisipatif) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 59-60.]

0karena mereka kezaliman orang-orang yahudi dan karena mereka menolak berada di jalan Allah, serta mereka memakan riba, padahal sudah dilarang, maka Kami haramkan atas mereka berbagai kelezatan yang tadinya halal hai orang yang beriman, jangan memakan riba dengan berlipat ganda, bertaqwalah kepada Allah agar kamu memperoleh keberuntungan. Dan surah al-baqarah ayat 273-280 yang artinya :orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan megharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepada mereka larangan dari Tuhan, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan sisa riba maka ketahuilah,bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat dari pengambilan riba, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Dan jika orang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau semua hutang itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.[footnoteRef:7] [7: Ibid, Muh Zuhri, hlm. 61-63.]

Ketegasan larangan riba dalam Al-Quran datang secara bertahap seperti bertahapnya larangan minuman khamr. Pembicaraan tentang riba pada surah al-Nisa berupa informasi bahwa di antara kezaliman orang Yahudi dulu adalah melakukan riba, padahal mereka sudah dilarang untuk itu. Ketegasan larangan riba bagi orang Islam tidak tetdapat dalam surah al-Nisa ini. Dengan asumsi bahwa larangan riba bagi orang Islam itu bertahap, maka disimpulkan bahwa turunnya surah al-Nisa:160-161 lebih dahulu dari pada surah AliImran:130. Dan di antara ayat-ayat yang berbicara tentang riba, surah al-baqarah khususnya ayat 278 inilah yang paling lengkap riwayat sebab turunnya. Dalam kelompok ayat ini Al-Quran berbicara tentang riba dengan tahapan sebagai berikut:a. Al-Quran menegaskan bahwa jual-beli halal dan riba haram. Karenanya diingatkan bahwa orang yang menerima nasehat Al-Quran akan beruntung, dan orang yang membangkang diancam neraka.b. Al-Quran menegaskan bahwa riba itu melumpuhkan sendi-sendi ekonomi, sedangkan sadaqah menyuburkan kekuatan ekonomi.c. Al-Quran memuji orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat dan membayar zakat. d. Al-Quran menegaskan ulang larangan riba karena pernah dilarang dalam surah Ali Imran:130 dan sekaligus mengancam pemakan riba.e. Al-Quran memuji pemberi pinjaman yang suka memaafkan hutang orag lain karena peminjaam mengalami kesulitan ekonomi.

Dalam hadist:Di masa Nabi, tampaknya para sahabat mengerti sosok riba hanya dengan pengertian sekilas, karena Nabi telah wafat dulu, lalu para sahabat dan generasi penerus berusaha menjelaskan sosok riba melalui berbagai cara, seperti mendefinisikannya. Misalnya,Imam Ahmad, Ibn Majah, Ibn Durais, Ibn Jarir, dan Ibnal-Munzir meriwayatkan hadist dari Umar yang mengatakan, ayat riba termasuk turun belakangan. Ketika Rasulullah SAW wafat beliau belum sempat menafsirkannya kepada kita. Maka tinggalkanlah riba itu.[footnoteRef:8] [8: Ibid, Muh Zuhri, hlm. 67-68.]

Dari riwayat di atas diketahui bahwa Umar tampaknya tidak pernah mendengar uraian Nabi tentang riba. Sungguhpun demikian dapat diperkirakan bahwa ketika itu para sahabat, termasuk Umar mengerti gambaran riba yang diharamkan itu.[footnoteRef:9] [9: Ibid, Muh Zuhri, hlm.68]

Di dalam Al-Kafi jilid V halaman 146 terdapat dua riwayat tentang falsafah pengharaman riba, yaitu:Dari Samaah, ia berkata: Aku bertanya kepada Abu Abdillah a.s., Aku melihat riba tidak pada satu ayat saja, melainkan diulang-ulang. Imam a.s balik bertanya, Tahulah kamu, mengapa demikian? Aku jawab, Tidak. Maka Imam a.s. bersabda, Agar tidak mencegah manusia dari berbuat baik. Maksudnya, kalau seseorang dalam keadaan membutuhkan, maka kasusnya adalah kasus kebaikan, dan kebaikan adalah pertolongan dalam perkara yang diperlukan orang lain.Juga dari Abu Abdillaah a.s.: AllahAzza wa Jalla mengharamkan riba semata-mata agar manusia tidak tercegah dari berbuat baik.[footnoteRef:10] [10: Murtadha Muthahhari, Pandangan Islam tentang Asuransi & Riba (Bandung: Pustaka Hidayah,1995), hlm. 245.]

Dalil-dalil tentang riba : Rasulullah Saw.bersabda :Satu dirham uang riba yang dimakan seseorang, sedangkan orang tersebut mengetahuinya, dosa perbuatan tersebut lebih berat daripada dosa enam puluh kali zina. (Riwayat Ahmad).Sabda-sabda Rasulullah yang lain:Riba memiliki enam puluh pintu dosa, dosa yang paling ringan dari riba ialah seperti dosa yang berzina dengan ibunya. (Riwayat Ibnu Jarir).Rasulullah Saw. Melaknat pemakan riba, dua saksinya, dua penulisnya, jika mereka tahu yang demikian, mereka dilaknat lidah Muhammad Saw pada hari kiamat (Riwayat Nasai).[footnoteRef:11] [11: Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah..., hlm. 59-60.]

B. Pembagian Riba Ada banyak pembagian riba yang beredar diantara para ekonom muslim tetapi pembagian yang poluler bagi kita adalah pembagian riba yang di paparkan oleh pakar ekonom muslim Indonesia sekarang (Muhammad Syafii Antonio), berikut pemaparan pembagian riba:a. Riba Fadhl, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar, berat, atau takaran yang berbeda, sementara barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam barang jenis ribawi.b. Riba Nasiah, adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.c. Riba Jahiliah, yaitu utang dibayar lebih dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang di tetapkan. Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyah tergolong riba nasiah, dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan, tergolong riba fadhl.d. Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqraridh).Dari keempat pembagian riba tersebut dapat kita kerucutkan menjadi 2, ini merupakan inti dari pembagian tersebut, keduanya ialah Riba fadhl dan riba nasiah, keduanya sering sekali kita temui dalam transakksi-transaksi pada ekonomi moneter kapitalis.Riba fadhl disebut juga riba buyu merupakan bunga yang dikenakan sebagai tambahan atas pokok harta/modal yang dipinjamkan. tetapi secara umumnya ia bermaksud satu pihak meminta penambahan dari nilai yang diberi. Riba fadhl timbul karena selisih kuantitas, bilangan dan berat barang tersebut. Contoh, ada yang menjual motor. Apabila motor tersebut dibeli secara tunai maka harga motor tersebut harganya 10 juta, namun apabila dibeli secara kredit (utang) maka harganya menjadi 15 juta, kenaikan harga tersebut termasuk dalam riba karena harga tunai dan harga kredir berbeda.[footnoteRef:12] [12: Murtadha Muthahhari, Pandangan Islam tentang Asuransi & Riba..., hlm. 91-92. ]

Riba Nasiah disebut juga riba duyun, riba ini memerlukan perhatian yang detail, karena riba ini merupakan tambahan yang dikenakan karena penundaan waktu pembayaran yang tidak adil.[footnoteRef:13] Riba nasiah merujuk kepada penggunaan dayn (uang kertas, bukti uang) dalam pertukaran barang yang sama jenis. Tetapi, larangan ini dilanjutkan dalam jual beli. Riba ini timbul karena unsur penundaan yang mungkin pada semua jenis transaksi. Riba ini acap kali ditemukan dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran deposito, tabungan, giro dan lain-lain. [13: Adiwarman A. Karim, Bank Islam (jakarta: rajawali pers, 2010), hlm. 37-39.]

Perbedaan antara keduanya sangatlah mencolok, riba nasiah merujuk pada selisih waktu yang dilarang atau pembayarannya berlipat ganda dikarenakan waktunya diundurkan, dan riba fadhl merujuk pada selisih nilai yang dilarang atau berlebihan pembayarannya (harta pokok/ modal) tepat pada waktu pembayaran. Dengan kata lain, riba fadhl merujuk pada selidih nilai dan riba nasiah merujuk pada selisih waktu, itu berarti bahwa ada penundaan (waktu) maupun perbedaan (nilai) yang dibolehkan dalam suatu transaksiC. Perbedaan antara Riba dengan Zakat dan BisnisDalam hal ini kita berkaca dari firman Allah dalam surah Ar-Ruum: 39 yang artinya: dan, sesuatu riba (tambahan) agar kamu berikan agar manusia bertambah maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah maka itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).Maknanya ialah apabila orang yang melakukan riba maka sesungguhnya ia mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan bahkan mengeksploitasi keringat orang lain sehingga tanpa bekerja sedikitpun keuntungan tersebut ia peroleh. Harta yang diperoleh dengan cara semacam ini tidak bertambah disisi Allah, artinya hal ini tidak berkenan disisinya. Maka Allah melarang transaksi yang berbasis riba tetapi menganjurkan zakat.Zakat yang sempurna ialah ketika kita memberi dan kita tidak mengharapkan imbalan apa-apa dari apa yang telah kita berikan kecuali keridhaan Allah semata, dan ini bersifat wajib. Lain halnya dengan sedekah, hanya saja sedekah bersifat sukarela atau sunnah. Memang secara matematis zakat yang kita keluarkan akan mengurangi harta duniawi kita, tetapi kenyatannya harta tersebut bertambah disisi Allah dan pertambahan tersebut tidak seperti yang ada di akal kita, yaitu kita keluarkan satu maka akan berkurang satu tetapi justru bertambah menjadi tujuh dan masing-masing bertambah menjadi seratus. semakin dikurangi maka semakin besar hasilnya. Sedangkan riba memberi dengan sangat sedikit dan meminta imbalan dengan sebanyak-banyaknya.[footnoteRef:14] [14: Frassminggi Kamasa, The Age Of Deception..., hlm. 104-112.]

Riba juga tidak dapat di samakan dengan bisnis (jual-beli) seperti yang dikatakan oleh orang-orang jahiliah: sesungguhnya jual-beli seperti riba. Di dalam bisnis, kita menanggung resiko dan oleh karena itu kita bisa untung dan rugi, inti dari jual-beli ialah ada peluang ada resiko, kita harus siap untung dan rugi. Sementara, di dalam riba kita berupaya untuk meminimalisir bahkan menghapus resiko (kerugian) dan tidak mengeluarkan keringat bahkan terkesan mengeksploitasi keringat orang lain.D. Sebab-Sebab Haramnya RibaRiba merupakan salah satu praktek kecurangan dalam bertransaksi muamalat yang dilarang oleh agama Islam dan dalam hidup bermasyarakat, berikut ini sebab-sebab atau alasan diharamkannya riba atau lebih dikenal dalam bahasa perbankan bunga.[footnoteRef:15] [15: Muhaimin Iqbal, Asuransi Syariah Umum (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 27.]

a. Mengambil bunga berarti mengambil untuk diri sendiri hak milik orang lain tanpa memberikan sesuatu sebagai gantinya.b. Bergantung pada bunga mengurangi semangat untuk bekerja mendapakatkan uang, karena tanpa bekerja uang akan selalu mendapatkan keuntungan (uang) dari praktek kotor ini.c. Mengizinkan membebankan riba mengurangi semangat orang untuk berbuat baik terhadap sesama.d. Riba cenderung menimbulkan perlakuan tidak jujur atau tidak adil antara satu pihak dan pihak lainnya, karena riba merupakan cara mendapatkan keuntungan dengan cara mencuci otak dan mengeksploitasi orang lain agar mau bekerja dengannya.E. Perdebatan Riba dan Bunga Di Indonesia maupun di Dunia Islam terdapat dua aliran pemikiran sehubungan dengan sistem keuangan dan perbankan. Aliran pertama berpendapat bahwa bunga bank itu tidak tergolong riba. Seorang ulama terkemuka dari PERSIS (Persatuan Islam), A. Hassan, berpendapat bahwa yang disebut riba adalah bunga dengan suku bunga tinggi (adafan mudhoafan). Mohammad Hatta, ahli ekonomi terkemuka, juga berpendapat bahwa yang disebut riba adalah bunga pada kredit konsumtif, sedangkan bunga pada kredit produktif tidak tergolong riba, karena uangnya bermanfaat untuk mendapat keuntungan. Mereka yang menghalakan bunga bank termasuk tokoh Muhammadiyah, Kasman Singodimedjo dan Sjafrudin Prawiranegara, tokoh Masyumi yang pernah menjabat sebagai Mentri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, Bank Indonesia yang pertama.Aliran kedua dapat dikategorikan sebagai pemikiran fundamentalis, karena melahirkan ide bank Islam yang berpendapat bahwa bunga bank itu tetap riba. Oleh sebab itu yang harus diciptakan adalah sebuah bank yang tidak bekerja atas dasar bunga melainkan atas sistem bagi hasil.Kedua aliran tersebut di Indonesia maupun di Dunia Islam masih tetap hidup bersama. Pada umumnya sebagian besar umat Islam masih menganut pada sistem perbankan konvensional.Namun kelompok fundamentalis dibidang ekonomi ini memperjuangkan berlakunya syariat dibidang perbankan. Mereka itu sebenarnya sama saja dengan rekan-rekan mereka yang berjuang menegaskan syariat Islam dibidang politik dan hukum.Dalam sejarah perbankan Islam, terdapat kelompok profesional yang membedakan diri dari kelompok intelektual. Jika kelompok intelektual berorientasi pada teori, maka kelompok profesional berorientasi pada praktik. Kelompok profesional ini merasa tidak perlu menunggu perkembangan teori terlalu jauh. Mereka cenderung mewujudkan fiqih muamalah ke dalam praktik, setelah dilakukan konseptualisasi. Golongan profesional inilah yang berada dibalik pendirian BMI dan bank-bank syariat lainnya.[footnoteRef:16] [16: Adiwarman A. Karim, Bank Islam...., hlm. 14-16.]

F. Riba dalam Pandangan Kajian Ekonomi Islam dan Perbankana. Riba dalam pandangan kajian ekonomiBeberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya sekarang dibanding kehendaknya di masa depan. Manusia dianggap akan mengedepankan kepuasan untuk masa sekarang. Mereka menganggap bunga sebagai agio atau selisih nilai yang diperoleh dari barang-barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau penukaran barang di waktu yang akan datang. Boehm Bawerk, pendukung utama pendapat ini, menyebut tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan berkurang, yaitu sebagai berikut:1. Keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian peristiwa serta kehidupan manusia yang akan datang.2. Kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yang akan datang.3. Kenyataanya, barang-barang pada waktu kini lebih penting dan berguna.[footnoteRef:17] [17: Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 74.]

b. Riba dalam pandangan perbankan:1. Bank Konvensional Dalam perekonomian modern, pada dasarnya adalah lembaga perantara dan penyalur dana antara pihak yang berkelebihan dengan pihak yang kekurangan dana. Peran ini disebut financial intermediary. Dengan perkataan lain, pada dasarnya tugas bank adalah menerima simpanan dan memberi pinjaman.[footnoteRef:18] [18: Muh. Zuhri, Riba dalam Al-Quran dan Masalah Perbankan..., hlm. 144.]

Dalam melaksanakan tugasnya yang paling menonjol sebagai financial intermediary, Bank dapat dikatakan membeli uang dari masyarakat pemilik dana ketika ia menerima simpanan, dan menjual uang kepada masyarakat yang memerlukan dana ketika ia memberi pinjaman kepada mereka. Dalam kegiatan ini muncul apa yang disebut bunga. Sri Edi Swasono, seorang pakar Muslim dalam disiplin Ilmu Ekonomi, berpendapat bahwa bunga adalah harga uang dalam transaksi jual-beli tersebut.Terdapat tiga alasan, mengapa bank perlu membayar bunga kepada penyimpanan dana :a) Dengan menyimpan uangnya di Bank, penabung telah mengorbankan kesempatan yang mungkin diperolehnya jika ia melakukannya.b) Dengan menyimpan uangnya di Bank, penabung telah mengorbankan kesempatan pemakaian dana untuk keperluan konsumsi.c) Faktor inflasi juga menjadi pertimbangan perlunya imbalan kepada penabung.2. Bank Islam Bank Islam didirikan oleh kelompok orang Islam dengan ciri tanpa bunga, lazim disebut bank bagi hasil. Lembaga yang menjadi pelopornya adalah Islamic Development Bank (IDB). Munculnya upaya mendirikan lembaga ini didasarkan atas pemahaman bahwa bunga Bank yang ditimbulkan dari transkasi simpan-pinjam di Bank konvensional adalah riba, sebagaimana dilarang oleh Islam.Sebagai sumber dana, Bank Islam dapat melaksanakan dua jenis usaha. Pertama, memberi modal sepenuhnya atau sebagian kepada kaum usahawan pencari modal dengan perjanjian berbagai keuntungan. Kedua, menawarkan jasa tertentu dengan memungut biaya administrasi dan komisi.Bank Islam menggunakan kerjasama dan bagi hasil yang dituangkan dalam bentuk profit and loss sharing (mudarabah dalam Fiqih Muamalah). Profit and loss sharing (untung dan rugi dirasakan bersama) diterapkan untuk simpan-pinjam yang disalurkan untuk usaha produktif. Tetapi dalam hal tertentu, bank Islam boleh menjanjikan pemberian keuntungan yang lebih besar kepada penyimpanan daripada suku bunga yang berlaku di bank pada umumnya, dan menjanjikan pemungutan keuntungan kepada peminjam lebih kecil daripada suku bunga tersebut.[footnoteRef:19] [19: Frassminggi Kamasa, The Age Of Deception..., hlm. 145-183.]

G. Time Value Of Money VS Economic Value Of TimeEkonomi Islam memiliki prinsip yang yang berasal dari sumber hukum baik al-Qur'an, hadis maupun pemikiran cendikiawan muslim. Nilai fundamental ini yang mendasari pandangan ekonom muslim dalam melahirkan pemikirannya, termasuk mengkaji fungsi uang dalam kehidupan ekonomi. Menurut pendapat mereka, fungsi uang hanya ada dua yaitu: 1. Sebagai alat pengukur harga, dan 2. Alat pembayaran. Fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai tidak diakui karena dianggap sesuatu yang mendekati riba. Fungsi uang yang dilarang inilah yang sebenarnya melahirkan teori time value of money yang merupakan cikal bakal lahirnya konsep bunga, dan riba. Konsekuensi logisnya, Ekonom muslim sendiri tidak sependapat dengan konsep ini.a. Time Value Of MoneyDalam ekonomi konvensional, definisi yang sering digunakan untuk menjelaskan pengertian time value of moneyadalah"A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return"Pemahaman ini tentu tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang positive, negative, atau no return. Itulah sebabnya dalam teori keuangan, selalu dikenal risk-return relationship (hubungan searah antara resiko dan hasil). Semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi/ditanggung, maka semakin besarhasil yang diinginkan/didapatkan, begitu juga sebaliknya[footnoteRef:20]. [20: Adiwarman A. Karim, Bank Islam..., hlm. 504.]

Time Value of Money(TVM) adalah sebuah konsep penting dalam pengelolaan keuangan. Hal ini dapat digunakan untuk membandingkan alternative investasi dan untuk memecahkan masalah yang melibatkan pinjaman, sewa, tabungan, dan anuitas.TVMdidasarkan pada konsep bahwa nilai uang yang dimiliki saat ini adalah lebih berharga dari pada nilai uang yang akan di terima satu dolar di masa depan. Uang yang dipegang saat ini bernilai lebih karena dapat berinvestasi dan mendapatkan bunga.[footnoteRef:21] [21: http://dewidewifatma.blogspot.com/2013/10/time-value-of-money.html, di akses 6 Maret 2014.]

Rumus yang digunakan ketika menghitung time value of money:

Fv= Pv (1+i)nFv: future valuePv: present valueI : interestN :time Menurut pendapat para ekonom konvensional, ada dua hal yang menjadi pondasi konsep time value of money, yaitu:1. Presence of InflationDapat dimisalkan: katakanlah tingkat inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli 10 pisang goring hari ini dengan membayar Rp.10.000 Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama Rp.10.000 ia hanya dapat membeli 9 pisang goreng. Oleh karena itu, ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya dayabeli uangnya akibat inflasi.2. Preference present consumption to future consumptionDiandaikan tingkat inflasinol, sehingga dengan Rp.10.000 seseorang tetap dapat membeli 10 pisang goring hari ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi 10 pisang goring sekarang lebih disenangi dari pada mengkonsumsi 10 pisang goring tahun depan. Dengan alasan ini, walaupun tingkat inflasi nihil, Rp.10.000 lebih disukai dan dikonsumsi hari ini.Oleh sebab itu, untuk menunda konsumsi, ia mensyaratkan kompensasi.Argumen pertama disanggah karena tidak lengkap kondisinya. Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi. Seharusnya keadaan deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money. Katakanlah tingkat deflasi 10% pertahun. 10 pisang goring hari ini harganya Rp.10.000 Namun bila ia membelinya tahun depan dengan uang sama maka dapat 11 pisang goreng. Oleh karena itu, ia akan memberi kompensasi atas naiknya daya beli uangnya akibat deflasi. Tetapi pada kenyataannya hal ini tidak berlaku, hanya satu kondisi saja yang diakomodir oleh time value of money.b. Economic Value Of TimeTeorieconomic value of timedikembangkan pada abad ke-7 Masehi. Pada saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan selama periode itu, sehingga hubungan debitur/kreditur yang muncul bukan karena akibat transaksi dagang langsung, namun jelas merupakan transaksi permintaan uang.Dalam pandangan Islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam sepekan. Nilai waktu antara satu orang dengan orang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepatguna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya, inilah yang dinamakan economic value of time.

Rumus yang digunakan dalam menghitung economi value of time

Y=(QR) V.WQ: nisbahR: returnV: pemanfaatan hartaW: harta yang ditabungFungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak bisa menjadi komoditas/barang yang dapat diperdagangkan. Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jualbeli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat.Di samping itu uang disimpan yang tidak dimanfatkan di sektor produktif (idle asset) jumlahnya akan semakin berkurang karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam. Inilah maknanya ajaran Islam yang menganjurkan menggunakan konsep Economic Value of Time. Artinya, waktulah yang memiliki nilai ekonomi, bukan uang memiliki nilai waktu.H. Dampak Riba pada Bidang Ekonomi dan Sosial Dari sisi ekonomi: Riba yang di pinjamkan kepada masyarakat oleh para hartawan merupakan cara hartawan dan bankir untuk memusatkan harta pada mereka, padahal hartawan dan bankir dan mereka penjahat ekonomi merupakan sebagian kecil dari masyarakat. Ketika riba dijalankan harta akan berpusat pada orang yang mempunyai ekonomi sangat besar, sedangkan sebagian besar masyarakat berkewajiban untuk membayar bunga pinjaman meraka dan penghasilan mereka pun menipis hal ini menyebabkan daya beli masyarakat melemah sehingga perputaran ekonomi hanya berputar pada konglemerat semata.Riba dapat menimbulkan over produksi, sehingga persediaan barang dan jasa semakin tertimbun. Pada saat bersamaan tingkat daya beli masyarakat menurun, akibatnya perusahaan akan mengurangi produksinya, dan seiring dengan itu tenaga kerja pasti akan dikurangi, mengakibatkan sebagian besar orang mengalami kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran.[footnoteRef:22] [22: Hendi suhendi, Fiqh Muamalah..., hlm. 64-65.]

Dari sisi sosial : Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola pasti untung.[footnoteRef:23] [23: Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik..., hlm. 67.]

I. Membedakan Pandangan Islam,Yahudi, dan Kristen terhadap RibaKonsep Riba dalam Perspektif Non MuslimRiba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat islam, tetapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan ini. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, dan Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan sendiri tentang riba.Beberapa alasan mengapa pandangan dari kalangan non muslim perlu dikaji:Pertama, agama Islam mengimani dan menghormati Nabi Ibrahim, Ishak, Musa, dan Isa. Nabi-nabi tersebut diimani juga oleh orang Yahudi dan Nasrani.Kedua, pemikiran kaum Yahudi dan Kristen perlu dikaji karena sangat banyak tulisan mengenai bunga yang dibuat para pemuka agama tersebut.Ketiga, pendapat orang-orang Yunani dan Romawi perlu diperhatikan karena mereka memberikan konstribusi yang besar pada peradaban manusia. Pendapat mereka juga banyak mempengaruhi orang-orang Yahudi dan Kristen serta Islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba.[footnoteRef:24] [24: Ibid, Muhammad Syafii Antonio, hlm. 43.]

a. Konsep Bunga dikalangan YahudiOrang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan bunga. Larangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testament (perjanjian lama) maupun undang-undang Talmud. Berikut larangan-larangan pengambilan bunga dalam kitab orang Yahudi.Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan,Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin diantara mu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia, dan janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.b. Konsep Bunga dikalangan Yunani dan RomawiPada masa Yunani, sekitar abad VI sebelum masehi hingga 1 masehi, telah terdapat beberapa jenis bunga. Besarnya bunga tersebut bervariasi tergantung pada kegunannya, nilai bunga tersebut dikategorikan sebagai berikut.[footnoteRef:25] [25: Muhmammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik..., hlm. 43-44.]

Pinjaman biasa6 % - 18 %

Pinjaman properti6 % - 12 %

Pinjaman antar kota7 % - 12 %

Pinjaman perdagangan dan industri12 % - 18 %

Pada masa Romawi, sekitar abad 5 sebelum Masehi hingga IV Masehi terdapat undang-undang yang membenarkan penduduknya mengambil bunga selama tingkat bunga tersebut sesuai dengan tingkat maksimal yang dibenarkan hukum.Terdapat empat jenis tingkat bunga pada zaman Romawi, yaitu sebagai berikut.Bunga maksimal yang dibenarkan8 % - 12 %

Bunga pinjaman biasa di Roma4 % - 12 %

Bunga untuk wilayah (daerah taklukan Roma) 6 % - 100 %

Bunga khusus Byzantium4 % - 12 %

Meskipun demikian, praktik pengambilan bunga dicela oleh para ahli filsafat. Dua orang ahli filsafat Yunani terkamuka, Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), mengecam praktik bunga. Begitu juga dengan Cato (234-149 SM) dan Cicero (106-43 SM). Para ahli filsafat tersebut mengutuk orang-orang Romawi yang mempraktikkan pengambilan bunga.Plato mengecam sistem bunga berdasarkan dua alasan. Pertama, bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua, bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Dengan demikian, pengambilan bunga secara tetap merupakan sesuatu yang tidak adil.Penolakan para ahli filsafat Romawi terhadap praktik pengambilan bunga mempunyai alasan yang kurang lebih sama dengan yang dikemukakan oleh ahli filsafat Yunani. Cicero memberi nasihat kepada anaknya agar menjauhi dua pekerjaan, yaitu memungut cukai dan memberi pinjaman dengan bunga. Cato memberikan dua ilustrasi untuk melukiskan perbedaan antara perniagaan dan memberi pinjaman.1. Perniagaan adalah suatu pekerjaan yang mempunyai risiko, sedangkan memberi pinjaman dengan bunga adalah sesuatu yang tidak pantas.2. Dalam tradisi mereka terdapat perbandingan antara seorang pencuri dan seorang pemakan bunga. Pencuri akan didenda dua kali lipat, sedangkan pemakan bunga akan didenda empat kali lipat.Ringkasnya, para ahli filsafat Yunani dan Romawi menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji. Pandangan demikian itu juga dianut oleh masyarakat umum pada waktu itu. Kenyataan bahwa bunga merupakan praktik yang tidak sehat dalam masyarakat, merupakan akar kelahiran pandangan tersebut.

c. Konsep Bunga dikalangan KristenSebagian kalangan kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-35 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan,[footnoteRef:26] [26: Muhmammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik..., hlm. 45.]

Dan , jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharap balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tantangan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambialan bunga. Berbagai pandangan dikalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I-XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII-XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para revormasi Kristen (abad XVI-tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga. 1. Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I-XII)Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lamayang diimani oleh orang Kristen.[footnoteRef:27] [27: Ibid, Muhammad Syafii Antonio, hlm. 46.]

a) St. Basil (329-379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berprikemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dariorang yang memerlukan. Demikian pula mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.b) St. Gregory dari Nyssa (335-395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu, tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.c) St. John Chrysostom (344-407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru.d) St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (renternir)e) St. Augustine berpendapat bahwa pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Ini karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin.f) St. Anselm dari Centerbury (1033-1109) menganggap bunga sama dengan perampokan.Pandangan para pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut.1. Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan.2. Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.3. Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.4. Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.5. Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.2. Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XVI)Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat dibidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat.Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut.1. Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.2. Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya bergantung pada niat si pemberi utang.3. Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI-Tahun 1836)Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500-1566), Claude Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan Zwingli (1484-1513).[footnoteRef:28] [28: Muhmammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik..., hlm. 47-48.24Muhammad Uzair, Impact of Interest Free Banking (Karachi: Royal Book Company, 1978), hlm. 40.]

Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:Dosa apabila bunga memberatkan, uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles), tidak menjadiakn pengambil bunga sebagai profesi, dan jangan mengambil bunga dari orang miskin.4. Riba dalam IslamDalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 275:........padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga Bank termasuk ke dalam riba. Sekarang, terdapat sebuah kesepakatan sepenuhnya dari lima mazhab fiqh.....dan diantara para ekonomi Islam, bahwa bunga dalam semua bentuk, jenis dan tujuan-tujuannya adalah sangat dilarang dalam Islam. Tapi lama-lama ketika masyarakat bersikap apologetik terhadap Islam, dan menyatakan bahwa bunga untuk tujuan komersial dan bisnis, sebagaimana sekarang telah dinyatakan oleh bank-bank, adalah tidak dilarang oleh Islam.24J. Merespon Tantangan Riba Dewasa ini praktek riba dalam berbagai transaksi sangat merajalela bahkan berevolusi menjadi sangat banyak macam bentuk dan cara transaksinya. Praktek riba ini merupakan cara mereka penjahat ekonomi untuk mengeruk kekayaan sebesar-besar dan menumpuknya pada satu titik saja, oleh karena itu perekonomian tidak berputar dengan baik yang menyebabkan yang kaya semakin sejahtera dan simiskin semakin melarat.kita sebagai muslim mempunyai kewajiban menegakkan kebajikan dan memberantas kemungkaran apalagi dibidang muamalnah. Berikut ini respon, jawaban atau solusi yang ditawarkan untuk meminimalisir terjadinya praktek riba bahkan memusnahkannya dalam transaksi kita.Respon Makro:a. Tahap pertama: dengan melakukan pendidikan atau sosialisasi, kita bisa melakukan hal ini dengan saling menasehati dan saling mengajari dalam bentuk tulisan atau memberikan seminar, ceramah agama, dan kuliah umum, agar terbentuk opini dan idiologi yang anti terhadap transaksi yang berbasis ribawai.b. Tahap kedua: dengan menjadikan pemerintah kita anti terhadap praktek riba dan mau menerbitkan UU yang melarang simpan pinjam dengan bunga.c. Tahap ketiga: membentuk aparat hukum yang memerangi lintah darat untuk menghapus riba dalam ekonomi.Respon Mikro:a. Tahap pertama: kita dapat mmembentuk pasar kita sendiri, dalam pasar tersebut kita mencoba menghidupkan kembali aturan dan norma yang terdapat dalam Al-quran dan sunnah.b. Tahap kedua: pasar yang telah kita buat tersebut tidak hanya terdiri dri islam saja agar kita bisa berdawah kepada ummat agama lain dan mau turut serta mngembangkan ekonomi yang anti terhadap prakkte riba .[footnoteRef:29] [29: Frassminggi kamasa, The Age Of Deception..., hlm. 397-422.]

3. PENUTUPA. Kesimpulan1. Riba berasal dari bahasa Arab yang memiliki banyak arti, secara bahasa yaitu: bertambah, berkembang, berlebihan atau subur. dalam segi ekonomi ada sebagian orang mendefinisikannya az-ziyaddatu ala rasilmali (penambahan yang terjadi pada harta pokok atau modal).2. Dari banyak definisi tentang riba, tetapi secara umum riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jula beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang riba adalah surah al-Rum:39, surah al-Nisa:160-161, surah Ali Imran:130, dan surah al-Baqarah:273-280.3. Pembagian riba yang di paparkan oleh pakar ekonom muslim Indonesia sekarang (Muhammad Syafii Antonio), yaitu riba fadhl, riba nasiah, riba jahiliyyah, dan riba qardh. Perbedaaan zakat dengan riba ,yaitu kita memberi dan kita tidak mengharapkan imbalan apa-apa dari apa yang telah kita berikan kecuali keridhaan Allah semata, dan ini bersifat wajib, sedangkan riba memberi dengan sangat sedikit dan meminta imbalan dengan sebanyak-banyaknya.4. Secara singkat sebab-sebab haramnya riba yaitu Riba cenderung menimbulkan perlakuan tidak jujur atau tidak adil antara satu pihak dan pihak lainnya, karena riba merupakan cara mendapatkan keuntungan dengan cara mencuci otak dan mengeksploitasi orang lain agar mau bekerja dengannya.5. Dampak riba dalam segi ekonomi yaitu riba dapat menimbulkan over produksi, sehingga persediaan barang dan jasa semakin tertimbun, dampak lainnya adalah bahwa utang,dengan rendahnya tingka penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan.6. Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat islam, tetapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan ini. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, dan Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan sendiri tentang riba. 7. Beberapa alasan mengapa pandangan dari kalangan non muslim perlu dikaji: Pertama, agama Islam mengimani dan menghormati Nabi Ibrahim, Ishak, Musa, dan Isa. Kedua, pemikiran kaum Yahudi dan Kristen perlu dikaji karena sangat banyak tulisan mengenai bunga yang dibuat para pemuka agama tersebut. Dan ketiga pendapat orang-orang Yunani dan Romawi perlu diperhatikan karena mereka memberikan konstribusi yang besar pada peradaban manusia. Pendapat mereka juga banyak mempengaruhi orang-orang Yahudi dan Kristen serta Islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba.

DAFTAR PUSTAKAA. Adiwarman, Karim. Bank Islam. Jakarta: Rajawali pers. 2010Iqbal, Muhaimin. Asuransi Syariah Umum. Jakarta: Gema Insani. 2006Kamasa, Frasminggi. The Age Of Deception. Jakarta: Gema Insani. 2012. Muthahhari, Murtadha. Pandangan Islam Tentang Asuransi & Riba. Bandung: Pustaka Hidayah. 1995.Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers. 2013.Syafii, Muhammad Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2001.Uzair, Muhammad. Impack of Interest Free Banking. Karachi: Royal Book Company. 1978.Zuhri, Muh. Riba dalam Al-Quran dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilikan Antisipatif). Jakarta: PT Grafindo Persada. 1997.Anwar, Mohammad. Fiqih Islam. Subang. 1988. Abduh, Muhammad. Riba & Poligami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.http://dewidewifatma.blogspot.com/2013/10/time-value-of-money.html diakses tanggal 6 Maret 2013.

20