riba dalam al-qur'an

34
1 RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UAS Dalam Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam Dosen: Dr. H. M. Nur, M.Ag Disusun Oleh: M. Azmi 1520311043 Kelas: KPSNONREG-B KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH MAGISTER HUKUM DAN SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

Upload: muhammad-azmi

Post on 14-Jul-2016

37 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Penjelasan tentang Riba Didalam Al-Qur'an.

TRANSCRIPT

Page 1: Riba Dalam Al-Qur'an

1

RIBA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UASDalam Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam

Dosen:

Dr. H. M. Nur, M.Ag

Disusun Oleh:

M. Azmi1520311043

Kelas: KPSNONREG-B

KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH

MAGISTER HUKUM DAN SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2016

Page 2: Riba Dalam Al-Qur'an

2

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Melakukan kegiatan ekonomi merupakan tabiat manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kegiatan itu ia memperoleh

rezeki, dan dengan rezeki itu dia dapat melangsungkan kehidupannya.

Bagi orang Islam, al-Qur’an adalah petunjuk untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya yang absolut. Sunnah Rasulullah saw berfungsi

menjelaskan kandungan al-Qur’an. Terdapat banyak ayat al-Qur’an dan

Hadis Nabi yang merangsang manusia untuk rajin bekerja dan mencela

orang menjadi pemalas.Tetapi tidak setiap kegiatan ekonomi dibenarkan

oleh al-Qur’an. Apabila kegiatan itu memiliki watak yang merugikan

banayak orang dan menguntungkan sebagian kecil orang, seperti

monopoli, calo, perjudian dan riba, pasti akan ditolak.

Riba dalam Al-Qur’an dan hadis secara tegas dihukumi haram,

tetapi karena tidak diberikan batasan yang jelas, sementara masalah ini

sangat dekat dengan aktivitas ekonomi masyarakat sejak dulu hingga

kini, hal ini menimbulkan beragam interpretasi terhadapnya. Sejak masa

awal, persoalan riba telah dipandang sebagai salah satu permasalah

agama yang paling penting. Sampai-sampai Umar ibn Khattab

dikabarkan menyatakan : “Ada tiga perkara yang sangat aku sukai

seandainya Rasulullah meninggalkan wasiat untuk kita, yakni persoalan

pewarisan kakek, kalâlah, dan persoalan riba, sayang Rasulullah telah

Page 3: Riba Dalam Al-Qur'an

3

meninggal sebelum beliau menerangkannya. Oleh karena itu,

tinggalkanlah ribâ dan ribah (hal-hal yang meragukan).”

2. Kajian Komprensif

Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan

transaksi yang secara tegas diharamkan bahkan pengharamannya telah

menjadi aksioma dalam ajaran Islam. Riba merupakan transaksi yang

mengandung unsur eksploitasi terhadap para peminjam (debitor) bahkan

merusak akhlak dan moralitas manusia. Pengharaman ini tidak hanya

berlaku pada agama Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi

juga melarangnya bahkan mengutuk pelaku riba. Plato (427-347 SM)

misalnya termasuk orang yang mengutuk para pelaku pelipat gandaan

uang.1

Sedikit atau banyaknya riba, memang masih menjadi perdebatan,

hal ini dikerenakan bahwa riba Jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya

riba adalah yang berlipat ganda (ad'afan mudha'afah). Landasan dari riba

dalam al-Qur'an surat al-Imran ayat 130:

Artinya:

1 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi al-Qur'an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002), hal. 152.

Page 4: Riba Dalam Al-Qur'an

4

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat

ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan

keberuntungan"

Tetapi bila ditinjau dari keseluruhan ayat-ayat riba, seperti al-

Baqarah ayat 275 (mengharamkan riba), ayat 276 masih dalam surat al-

Baqarah menyatakan bahwa Allah menghapus keberkahan riba dan

demikian pula dalam surat al-Baqarah ayat 278-279, yang menegaskan

tentang pelarangan riba, meskipun sedikit pengambilan bunga

(tambahan) tersebut tetap dilarang, hal ini menunjukkan bahwa tujuan

ideal al-Qur'an adalah menghapus riba sampai membersihkan unsur-

unsurnya.2

Ahli-ahli tafsir menyebut di sini adalah kejadian pada Bani Amr

bin Umar dari suku Tsaqief dan Bani al-Mughirah dari suku Makhzum,

ketika di masa Jahiliyah terjadi hutang piutang riba, kemudian ketika

Islam datang, suku Tsaqief akan menuntut kekurangan riba yang belum

dilunasi tetapi banul Mughirah berkata, "Kami tidak akan membayar riba

dalam Islam, maka gubernur Makkah Attab bin Usaid menulis surat

kepada Rasulullah saw, surat tersebut berisi mengenai kejadian hutang

piutang antara Bani Amr bin Umar dari suku Tsaqief dengan Bani

Mughirah dari suku Makhzum, maka turunlah ayat 278-279 dari surat al-

2 Lihat Ahmad Sukarja dalam H. Chuzaima T. Yanggo dan HA. Hafiz Anshary Az (ed),

Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 39-40.

Page 5: Riba Dalam Al-Qur'an

5

Baqarah ini, maka Bani Amr bin Umar berkata, "Kami tobat kepada

Allah dan membiarkan sisa riba itu semuanya.3

Tampaknya pelarangan riba dalam al-Qur'an datang secara bertahap

seperti larangan minum khamar. Dalam surat al-baqarah merupakan ayat

riba yang terakhir dan para ahli hukum Islam dan ahli tafsir tidak ada

yang membantahnya. Berbagai riwayat yang dikutip oleh mufassir ketika

mereka menjelaskan sebab turunnya kelompok ayat ini menyebutkan

bahwa ayat tersebut merupakan ketegasan atas praktek riba yang

ditampilkan antara penduduk Makkah dan penduduk Taif.

B. Pembahasan

1. Pengertian Al-Qur’an

Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat

tentang pengertian al-Qur’an baik dari bahasa maupun istilah.

Menurut bahasa,As-Syafi’i misalnya mengatakan bahwa Al-

Qur’an bukan berasal dari kata apa pun,bukan isim musytaq, melainkan

nama kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Sementara Al-Farra berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an merupakan

jamak dari kata qarinah yang berarti bukti, kaitan, karena dilihat dari segi

makna dan kandungannya ayat-ayat al-Qur’an itu satu sama lain saling

berkaitan dan al-Qur’an membuktikan kebenaran. Selanjutnya Musa Al-

Asy’ari mengatakan bahwa lafadz al-Qur’an diambil dari akar kata al-

qar’u yang berarti mengumpulkan, menggabungkan sesuatu atas yang

3 Salim Bahreisy dan Said Bahriesy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid. I,

(Surabaya: Bina Ilmu, 1993), hal. 506-507.

Page 6: Riba Dalam Al-Qur'an

6

lain, karena surah-surah, ayat-ayat, dan huruf-hurufdalam al-Qur’an

dikumpulkan dan digabung menjadi satu dalam mushaf al-Qur’an.

Sedangkan secara istilah, menurut Ulama Mutakallimin (ahli

teologi islam), al-Qur’an adalah kalam Allah yang qodim, bukan

makhluk dan terbebas dari sifat-sifat kebendaan. Sedangkan menurut

Ulama Ushuliyyah, Fuqaha, dan Ahli Bahasa, al-Qur’an adalah kalam

Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang di awali surah

al-Fatihah dan di akhiri dengan surah an-Nass.4

2. Pengertian Riba

Pengertian dan Pembagiannya Kata الربا secara etimologis (bahasa)

berarti ;’pertambahan‘ الزيادة الشيء artinya ربا عليه كان عما ,زاد

bertambah dari kuantitas sebelumnya.5 Dalam kamus al-Munawwir

dikemukakan bahwa asal kata ini adalah raba yarbu rabwan wa rabaan

wa rubuwwan yang berarti ‘bertambah’, ‘tumbuh’ ‘bertambah besar’, dan

‘mendaki’,.6

Abdullah Saeed menjelaskan bahwa kata riba berasal dari akar kata

r-b-w yang digunakan dalam al-Qur’an sebanyak dua puluh kali. Istilah

riba sendiri digunakan delapan kali. Akar kata r-b-w bermakna ‘tumbuh’

(growing) seperti dalam Q.S. al-Hajj [22]: 5, ‘menyuburkan’ atau

4 https://www.academia.edu/9187974/makalah_al_quran (diakses 19 desember 2015

pukul 15.31 WIB)5 Muhammad 'Ali Ash-Shabuni, Rawaih Al-Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al-Quran

(Tt: Tp, T.Th.), Jilid I, hlm. 4216 A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta:

Pondok Pesantren “Al-Munawwir:, 1984), hlm. 504.

Page 7: Riba Dalam Al-Qur'an

7

‘peningkatan’ (increasing) seperti dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 276 dan

Q.S. al-Rum [30] : 39, ‘mengembang’ atau ‘meningkat’ (rising) seperti

dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 24; dan al-Syu’ara’ [26]: 18, ‘mengasuh’ atau

‘bertambah’ (swelling) seperti dalam Q.S. al-Ra’d [13]:17, ‘menjadi

besar dan banyak’ (being big and great) seperti dalam Q.S. al-Nahl [16]:

92, ‘dataran tinggi’ (hillock) seperti dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 265 dan

al-Mukminun [23]:50.7

Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari

harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam

menjelaskan riba, tetapi secara umum terdapat benang merah yang

menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam

transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau

bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.8

Menurut istilah ilmu fiqh, riba adalah tambahan khusus yang

dimiliki salah satu dari dua pihak yang terlibat tanpa imbalan tertentu.

Yang dimaksud dengan tanbahan di sini adalah tambahan kuantitas

dalam penjualan aset yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan

kuantitas (tafadul), yaitu penjualan barang-barang riba fadal berupa

emas, perak, gandum, kurma, jewawut, garam, dan segala komoditi yang

disetarakan dengan keenam komoditi tersebut.9

7 Abdullah Saeed, Islamic Banking And Interest: A Study Of The Prohibition Of Riba And

Its Contemporary Interpretation, (Leiden: EJ Brill, 1996), hlm. 20. 8 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2005), hlm. 37.

Page 8: Riba Dalam Al-Qur'an

8

Menurut Abd al-Rahman al-Jaziri, para ulama sependapat bahwa

tambahan atas sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam

tenggang waktu tertentu adalah riba.10 Makna tambahan lainnya adalah

tambahan dalam hutang yang harus dibayar karena tertunda

pembayarannya seperti bunga hutang. Tambahan yang ditentukan dalam

waktu penyerahan barang berkaitan dengan penjualan aset yang

mengharuskan adanya penyerahan langsung. Jika emas dijual dengan

perak atau Junaih dengan Dolar, maka harus ada serah terima secara

langsung.11

Penjelasan tentang makna “tambahan” di atas juga dikemukakan

lebih rinci oleh Muhammad Syafi’i Antonio dengan menjelaskan jenis-

jenis riba. Menurutnya, secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi

dua. Masing-masing adalah riba hutang-piutang dan riba jual-beli.

Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qard dan riba jahiliyah.

Kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadl dan riba

nasi’ah. Riba qard adalah mengambil manfaat atau tingkat kelebihan

tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid). Adapun

riba jahiliyyah adalah hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si

peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang

ditetapkan. Riba fadl adalah pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar

9 Abdullah Al-Mushlih Dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta:

Darul Haq, 2004), hlm. 345.10 Abd Al-Rahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Mazahib Al-Arba’ah, (Beirut: Dar Al-

Fikr, 1972), Juz II, hlm. 245.11 Ibid.

Page 9: Riba Dalam Al-Qur'an

9

atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu

termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba nasi’ah adalah penangguhan

penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan

dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena

adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat

ini dengan yang diserahkan kemudian.12

3. Larangan Riba Dalam Al-Qur’an

Larangan riba yang terdapat dalam al-Qur’an tidak diturunkan

sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.13 Tahap pertama,

menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-

olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan

mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT. Ayat ini diturunkan di

Makkah, tetapi ia tidak menunjukkan isyarat apapun mengenai

pengharaman riba. Yang ada hanyalah kebencian Allah SWT. Terhadap

riba, sekaligus peringatan supaya berhenti dari aktivitas riba. Ayat yang

menggambarkan hal tersebut adalah Q.S. al-Rum [30]: 39 sebagai

berikut:

Artinya:

12 Muhammad Syafi’i Antoni., Op,cit, hlm. 4113 Ibid, hlm. 48-51

Page 10: Riba Dalam Al-Qur'an

10

”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah

pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan

apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk

mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) tulah orang-

orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

Ayat ini diturunkan di Makkah, menegaskan bahwa riba akan

menjauhkan keberkahan Allah dalam kekayaan, sedangkan sedekah akan

meningkatkannya berlipat ganda.

Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah

SWT. mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi

yang memakan ribâ. Hal ini digambarkan dalam Q.S. al-Nisâ’ [4]: 160-

161:

Artinya:

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas

(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi

mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan

Allah, (160)

dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka

telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda

orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-

orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.(161)”

Page 11: Riba Dalam Al-Qur'an

11

Ayat ini diturunkan pada masa permulaan periode Madinah,

mengutuk dengan keras praktik riba. Pada ayat kedua ini, Al-Qur’an

menyejajarkan orang yang mengambl riba dengan orang yang mengambil

kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua pihak

dengan siksa Allah yang sangat pedih.

Pada tahap ketiga, Allah swt. melarang memakan riba dengan

turunnya Q.S. Ali Imran [3]: 130

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan

berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu

mendapat keberuntungan.”

Kurang lebih ayat ini diturunkan kurang lebih tauk kedua atau

ketiga Hijrah, menyerukan kaum muslimin untuk menjauhi riba jika

mereka menghendaki kesejahteraan yang diinginkan.

QS. Al-Baqarah : 275-280

Page 12: Riba Dalam Al-Qur'an

12

Artinya:

“275. Orang-orang yang makan dan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan

lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,

adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual

beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli

dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya

larangan dari Tuhannya,kemudian berhenti (dari mengambil riba), maka

baginya apa yang telah diambilnya dahulu, (sebelum datang larangan);

dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali( mengambil

riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya.”

“276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah

tidak menyukai orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat

dosa.”

Page 13: Riba Dalam Al-Qur'an

13

“277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal

saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat

pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan

tidak (pula) mereka bersedih hati.”

“278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang

yang beriman.”

“279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba)

maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan

jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok

hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

“280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka

berilah kelapangan sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan

(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu jika kamu

mengetahui.”

Ayat ini diturunkan menjelang selesainya misi Rasulullh SAW,

mengutuk keras mereka yang mengambil riba, menjelaskan perbedaan

yang jelas antara perniagaan dan riba, dan menurut kaum muslimin agar

menghapuskan seluruh utang-piutang yang mengandung riba,

Menyerukan mereka agar mengambil pokoknya saja, dan mengikhlasan

kepada peminjam yang mengalami kesulita

4. Macam-Macam Riba

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat

hutang piutang yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-

Page 14: Riba Dalam Al-Qur'an

14

Qur'an, dan riba jual beli yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya

dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.

a. Riba akibat hutang-piutang disebut Riba Qard ( قرقض yaitu ,( ربرر

suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan

terhadap yang berhutang (muqtarid), dan Riba Jahiliyah ( قرا ربر

yaitu hutang yang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam ,( ليهر

tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.14

b. Riba akibat jual-beli disebut Riba Fadl ( قرضلر yaitu ,( ربر

pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang

berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang

ribawi, dalam hadits Ubadah bin Shamit disebutkan bahwa

Rasulullah SAW bersabda:

Maksud dari hadits di atas adalah seseorang menukar barang

berupa emas harus dengan emas pula yang sepadan dan beratnya

juga harus sama, perak dengan perak dan harus diserahterimakan

secara langsung

c. Riba Nasi'ah ( قرسئر yaitu penangguhan atas penyerahan atau ,( ربر

penerimaan jenis barang ribawi yang diperlukan dengan jenis barang

ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul dan terjadi karena adanya

14 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, cet. I,

(Jakarta: Tazkia Institute, 1999), hlm. 77-78.

Page 15: Riba Dalam Al-Qur'an

15

perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini

dan yang diserahkan kemudian.15

5. Pendapat Para Ahli Tentang Riba

Salah satu persoalan baru dalam fiqh muamalah adalah bunga

bank yang juga sering diidentikkan dengan riba. Masalah bunga bank

telah menimbulkan polemik pro dan kontra di kalangan umat Islam,

khususnya di Indonesia. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU),

ormas Islam terbesar di Indonesia, tidak menyatakan halalnya bunga

bank.16  Akan tetapi, terdapat kelompok orang tertentu, baik di kalangan

NU dan Muhammadiyah, yang belakangan mengelola badan pemodal

semacam ini, kendati tidak sejalan dengan keputusan mereka.17

Dalam bukunya tersebut Muhammad Ali ash-Shabuni

menyimpulkan-setelah panjang lebar menjelaskan tentang riba-bahwa

riba berbahaya buat masyarakat dan agama; riba merupakan dosa besar,

bagi orang yang mengerjakannya akan disiksa di neraka; riba, baik

banyak atau sedikit tetap sama; seorang muslim wajib selalu berada di

atas syariat Islam yaitu menjauhi semua yang diharamkan Allah; senjata

yang mampu untuk melindungi diri seorang muslim dari menyalahi

15 Tim Pengembangan Syari'ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan

Implementasi Operasional Bank Syari'ah, (Jakarta: Djambatan, 2002), hlm. 39-40.16 Muhammad Kamal Hasan, Muslim Intellectual Responses to “New Order”

Modernization in Indonesia (Kuala Lumpur: 1982), hlm. 76-9.17 Ibid.

Page 16: Riba Dalam Al-Qur'an

16

syariat Allah adalah dengan bertaqwa kepada-Nya.18 Di akhir tulisannya

tersebut Muhammad Ali ash-Shabuni menyebutkan hikmah di balik

pengharaman riba dalam syariat Islam. Setidaknya terdapat tiga bahaya

yang terdapat pada riba tersebut, yang pertama, riba membahayakan jiwa,

karena ia dapat menumbuhkan perasaan egois atau mementingkan diri

sendiri. Nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat pada seseorang bisa hilang

dan berganti dengan perasaan rakus dan tamak terhadap harta. Kedua,

riba membahayakan masyarakat, karena ia dapat menumbuhkan rasa

permusuhan antara anggota masyarakat, menghilangkan rasa kasih

sayang, rasa persaudaraan, dan perbuatan-perbuatan baik yang terdapat

pada jiwa manusia. Ketiga, riba membahayakan perekonomian. Di tinjau

dari segi ekonomi, riba membagai manusia menjadi dua tingkatan.

Tingkatan pertama, yaitu tingkat atas atau kelas menengah ke atas kaum

elit yang selalu hidup penuh kenikmatan, kemewahan, dan bersenang-

senang dengan keringat orang lain. Tingkatan kedua, yaitu tingkatan

orang miskin atau kelas bawah--kaum alit--yang senantiasa hidup dalam

penderitaan serta kekurangan.19 Ahmad asy-Syarbashi, dosen Universitas

al-Azhar, Kairo, Mesir, ketika ditanya tentang hukum menyimpang uang

di bank (konvensional), secara tegas ia menghukumi haram hal tersebut

dengan mendasarkan pendapatnya pada Q.S. 275, 279.20 Hal ini berarti

Ahmad asy-Syarbashi menyamakan antara riba dengan bunga bank.

18 Muhammad 'Ali. Op, cit., hlm. 394. 19 Ibid., hlm. 395-396.20 Ahmad asy-Syarbashi, Yas'alunaka: Tanya Jawab  Lengkap tentang  Agama dan

Kehidupan (Jakarta: Penerbit Lentera, 1999), hlm. 259-260.

Page 17: Riba Dalam Al-Qur'an

17

Padahal pada Q.S. al-Baqarah: 275, 279 tidak terdapat kata-kata bunga

bank. Akan tetapi, pengharaman bunga bank oleh Ahmad asy-Syarbashi

dimungkinkan karena ada kesamaan sifat antara riba dan bunga bank.

Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani yang terkenal dengan nama ash-

Shan'ani (selanjutnya disebut ash-Shan'ani) dalam kitabnya Subulussalam

juga menegaskan tentang haramnya riba berdasarkan beberapa hadis

Rasulullah saw.. Setidaknya ada 4 buah hadis yang memuat kata riba,

sedangkan hadis-hadis lainnya tidak memuat kata riba, tetapi hanya

menerangkan perilaku jual beli yang dianggap sebagai perilaku riba.

Semua ulama di atas mewakili mayoritas ulama yang

menganggap riba sebagai perbuatan yang haram dalam Islam. Salah satu

riba yang dimaksud adalah bunga bank yang terdapat pada bank-bank

konvensional. Fatwa haramnya riba (bunga bank) ini berdampak kepada

"lari"nya sebagian nasabah bank-bank konvensional kepada bank-bank

syariah yang tidak memberlakukan bunga bank.21

6. Riba dalam Perspektif Ekonomi Islam

Islam sangat melarang keras riba dalam praktek ekonomi. Salah

satu dasar pemikiran utama yang paling sering dikemukakan oleh para

cendekiawan muslim adalah keberadaan riba dalam ekonomi merupakan

bentuk eksploitasi sosial dan ekonomi, yang merusk inti ajaran Islam

tentang keadiln sosial. Oleh karena itu penghapusan riba dari sistem

21 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: AlvaBet, 2003), hlm.

36.

Page 18: Riba Dalam Al-Qur'an

18

ekonomi Islam ditujukan untuk memberikan keadilan ekonomi dan

perilaku ekonomi yang benar secara etis dan moral.

Dasar pemikiran dari mengapa Al-Qur’an mewahyukan ayat yang

tegas mmelarang riba adalah karena Islam menentang setiap bentuk

eksploitasi dan mendukung sistem ekonomi yang bertujuan

mengamankan sosioekonomi yang luas. Karena itu Islam mengutuk

semua bentuk eksploitasi, khususnya ketidakadilan yakni dimana

pemberi pinjaman dijamin mendapatkn pengembalian positif tanpa

mempertimbangkan pembagian risiko dengan peminjam, atau dengan

kata lain peminjam menanggung semua jenis risiko.Dengan

pertimbangan bahwa kekayaan yang dimilliki oleh individu sebenarnya

merupkan amanah dari Allah swt. sebagaimana kehidupan seseorang,

maka amanah kekayaan merupakan hal yang sakral.22

Al-Qur’an dengan tegas dan jelas melarang akuisisi terhadap

milik orang lain dengan cara yang tidak benar.23 Islam mengenal dua tipe

hak milik :

a. Hak milik yang merupakan hasil kombinasi kerja individual dengan

sumber daya alam.

b. Hak atau klaim hak milik yang didapat melalui pertukaran,

pembayaran yang dalam Islam disebut sebagai hak orang miskin

22 Menurut salah satu sabda Rasulullah saw., “Kekayaan seseorang adalah sama sucinya

dengan darah seseorang. ”23 Lihat QS.2 : 188, 4 : 29, 4 : 161 dan 9 : 34.

Page 19: Riba Dalam Al-Qur'an

19

untuk menggunakan sumber daya yang menjadi hak mereka (zakat

dan infak), bantuan tunai dan warisan.

Uang mempresentasikan klaim tunai pemiliknya kepada hak milik

yang diciptakan oleh aset yang diperoleh melalui poin a dan/atau b.

Akibatnya meminjamkan uang adalah pengalihan hak milik dari pemberi

pinjaman kepada yang meminjam dan yang dapat diklaim untuk

dikembalikan adalah yang berjumlah setara dengan pinjaman tersebut,

tidak boleh lebih.

Dalam Islam, instrumen keuangan untuk tujuan perdagangan dan

produksi didasarkan atas pembagian risiko dan pembagian keuntungan

sebagai pengembalian atas usaha bisnis dan modal finansial. Pemberi

pinjaman yang meminjamkan uang untuk berdagang dan berproduksi

dapat membuat akad untuk menerima pembagian keuntungan. Dengan

melakukan hal tersebut, dia menjadi bagian dari pemilik modal dan

berbagi dalam risiko usaha bukan sebagai kreditor.

7. Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba

Banyak pakar muslim yang menyatakan bahwa pelarangan riba oleh

Islam memiliki 2 dimensi :

1. Menghadirkan akad bisnis dan komersial dengan pembagian risiko

yang setara.

2. Menganggap tindakan pemberian pinajaman sebagai tidakan

kebajikan dengan alasan untuk membantu seseorang yang sedang

membutuhkan.

Page 20: Riba Dalam Al-Qur'an

20

Menurut yusuf qardhawi, para ulama telah menjelaskan panjang lebar

hikmah diharamkannya riba secara rasional, antara lain :

a. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat

bagi manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat

membawa kerusakan baik individu maupun masyarakat.

b. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan

yang di peroleh si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau

jerih payahnya. Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras

tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari padanya.

c. Keharaman riba dapat membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat

lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tingggi.

d. Biasanya orang yang memberi utang adalah orang yang kaya dan

orang yang berutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan

utanag dari orang yang miskin sangat bertentangan dengan sifat

rahmah Allah swt. Hal ini akan merusak sendi-sendi kehidupan sosial.

C. Penutup

Secara etimologis (bahasa), riba berarti tambahan (ziyâdah) atau

berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah syara’ adalah akad

yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau

tidaknya menurut aturan syara’, atau terlambat menerimanya. Para pakar

ekonomi memahami lebih banyak lagi bahaya riba mengikuti perkembangan

praktik-praktik ekonomi. Di antaranya adalah: buruknya distribusi kekayaan,

Page 21: Riba Dalam Al-Qur'an

21

kehancuran sumber-sumber ekonomi, lemahnya perkembangan ekonomi,

pengangguran, dan lain-lain.

Riba memiliki jenis-jenis, diantaranya adalah ribâ karâdh, ribâ

jahiliyah, ribâ nasî’ah dan ribâ fadll dan masing-masing dari semuanya

memiliki perbedaan tersendiri. Riba merupakan sebuah praktek yang

diharamkan sejak zaman Rasulullah saw, baik larangan itu secara tegas dalam

Al-Qur’an maupun hadis. Riba merupakan dosa besar harus dihinari karena

berpengaruh pada kehidupan manusia terlebih lagi dalam masalah ekonomi.

D.

Page 22: Riba Dalam Al-Qur'an

22

D. Daftar Pustaka

Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek,

Jakarta: Gema Insani Press, 2005.

Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: AlvaBet,

2003.

Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Beirut:

dar al-Fikr, 1972.

Al-Kahlani, Imam Muhammad bin Ismail. Subulussalam, terj. Abubakar

Muhammad. Surabaya: al-Ikhlas, 1995.

Karim, M. Rusli (ed.). Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Yogyakarta: P3EI

FE UII bekerjasama dengan Tiara Wacana Yogya, 1992.

Mas'adi, Ghufron Ajib. Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi

Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

1997.

Munawwir, A. W., Kamus al-Munawwir  Arab-Indonesia Terlengkap,

(Yogyakarta: Pondok Pesantren “al-Munawwir:, 1984.

Al-Mushlih, Abdullah, dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan

Islam, Jakarta: Darul Haq, 2004.

Rahmawan A., Ivan, Kamus Istilah: Akuntansi Syariah, Yogyakarta: Pilar

Media, 2005.

Saeed, Abdullah, Islamic Banking and Interest: A Study of The Prohibition

of Riba and its Contemporary Interpretation, Leiden: EJ Brill,

1996.

Page 23: Riba Dalam Al-Qur'an

23

Asy-Syarbashi, Ahmad. Yas'alunaka: Tanya Jawab  Lengkap tentang 

Agama dan Kehidupan. Jakarta: Penerbit Lentera, 1999 Zuhri,

Muhammad, Riba dalam al-Qur’an dan Perbankan: Sebuah Tilikan

Antisipatif, t.t.: t.p., t.th.

https://www.academia.edu/9187974/makalah_al_quran