pengembangan obat

34
KLOROKUIN PENGEMBANGAN OBAT LAILATURRAHMI, S. Farm 1221213019 MAGISTER FARMASI KLINIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS

Upload: forafo

Post on 11-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pengembengan obat

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan obat

KLOROKUINPENGEMBANGAN OBAT

LAILATURRAHMI, S. Farm1221213019

MAGISTER FARMASI KLINIKPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS ANDALAS

Page 2: Pengembangan obat

SEJARAH PENGEMBANGAN KLOROKUIN

Page 3: Pengembangan obat

Klorokuin ditemukan pada tahun 1934 oleh Hans Andersag dan rekan –rekan kerjanya di laboratorium Bayer. Ia menamakan obat itu “Resochin”.

Obat itu terabaikan selama satu dekade karena dianggap terlalu toksik untuk digunakan oleh manusia.

Page 4: Pengembangan obat

Selama Pedang Dunia kedua, uji klinis yang disponsori oleh pemerintah Amerika Serikat menunjukkan dengan tegas bahwa klorokuin memiliki efek antimalaria yang signifikan.

Senyawa ini diperkenalkan ke dalam praktik klinis pada tahun 1947 untuk terapi profilaksis malaria.

Page 5: Pengembangan obat

Penggunaan klorokuin Klorokuin telah lama digunakan

untuk mengobati atau mencegah malaria. Setelah parasit penyebab malaria, Plasmodium falciparum mulai resisten terhadap klorokuin, khasiat lain obat ini mulai diselidiki.

Karena sedikit menekan sistem imun, klorokuin digunakan pada beberapa gangguan autoimun, seperti arthritis reumatoid dan lupus eritematosus.

Page 6: Pengembangan obat

Klorokuin berada dalam uji klinis sebagai antiretrovirus pada manusia dengan HIV-1/AIDS dan sebagai antivirus yang poten terhadap demam chikungunya.

Sifat radiosensitizing dan chemosensitizing klorokuin mulai dimanfaatkan pada penanganan kanker pada manusia.

Dalam ilmu biomedik, klorokuin digunakan pada percobaan in vitro untuk menghambat degradasi produk protein oleh lisosom.

Page 7: Pengembangan obat

UJI PRAKLINIS KLOROKUIN

Page 8: Pengembangan obat

Aktivitas antimalaria klorokuin secara in vitro

Fu, S. Bjorkman, A., Birgitta Wahlin, Ofori-adjei, D. Ericsson, 0, Sjoqvist, F. 1986. In vitro activity of chloroquine, the two enantiomers of chloroquine, desethylchloroquine and pyronaridine against Plasmodium falciparum. Br. J. clin. Pharmac. (1986), 22, 93-96

Abstrak

Uji in vitro selama 48 jam telah dilakukan untuk membandingkan suseptibilitas 2 strain Plasmodium falciparum terhadap klorokuin, 2 enansiomer klorokuin, desetilklorokuin dan obat antimalaria baru pironaridin. Kelima senyawa ini secara hampir bersamaan menghambat strain yang sensitif terhadap klorokuin. Akan tetapi, desetilklorokuin kurang aktif dan pironaridin lebih aktif dibandingkan dengan klorokuin dan enansiomernya terhadap strain resisten klorokuin.

Page 9: Pengembangan obat

Aktivitas antimalaria klorokuin dan artesunat secara in vivo Soniran, O. T., Idowu, O. A. , Ajayi, O. L., Olubi, I. C. 2012. Comparative Study

on the Effects of Chloroquine and Artesunate on Histopathological Damages Caused by Plasmodium berghei in Four Vital Organs of Infected Albino Mice. Malaria Research and Treatment 2012

Tujuan studi ini adalah untuk menyelidiki dampak positif klorokuin dan artesunat terhadap kerusakan patologis akibat Plasmodium berghei pada organ vital mencit yang terinfeksi. Mencit albino dewasa sehat dengan berat badan rata-rata 25 g digunakan dalam studi. Kelompok perlakuan diberikan 100 mg/kg klorokuin dan artesunat, masing-masingnya. Hewan kontrol diberikan air selama periode yang sama.

Page 10: Pengembangan obat

Pemeriksaan histologis hati, limpa, paru-paru, dan ginjal menampakkan tidak adanya akumulasi besi (hemosiderosis) pada hati, penebalan dinding alveolus, dan infiltrasi sel mononukleus pada kelompok artesunat, sementara tidak ditemukan emfisema pada paru dan hiperplasia megakaryoblast pada limpa teramati pada kelompok klorokuin. Hipoplasia limfoid pada kelompok klorokuin dan hiperplasia magakaryoblast pada kelompok artesunat ditemukan, tetapi tidak pada kelompok kontrol.

Oleh karena itu, penggunaan obat ini khususnya pada praktik swamedikasi harus dilarang pada daerah yang masih menggunakan obat ini sebagai antimalaria.

Page 11: Pengembangan obat

Hepatotoksisitas Klorokuin Iskander, F.A., Ahmed, Y.Y., Nassar, A.M., Tantawy, S.A., Kamel,

Z.M., Farsi, J.M.A., Abdel-Fattah, N.A. 1990. Experimental Studies on The Effect of Chloroquine (Antimalarial Drug) on The Liver of Albino Rat. Sci. Med. J. Cai. Med. Synd. 2 (3) 63 – 86

Metode: Sebanyak 26 tikus jantan dan betina dibagi ke dalam 3 kelompok,

menerima klorokuin sekali seminggu selama 6 minggu. Setelah dosis terakhir, hewan uji dikorbankan pada waktu yang

berbeda. Dua ekor hewan dari setiap kelompok dibiarkan menjadi kontrol.

Page 12: Pengembangan obat

Disiapkan spesimen hati untuk diperiksa di bawah mikroskop cahaya dan mikroskop elektron.

Spesimen untuk mikroskop cahaya disiapkan dengan teknik parafin dan irisan yang diperoleh diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (untuk studi histologis) ; dengan reaksi asam Schiff periodik dan biru toluidin ( untuk studi histokimiawi)

Spesimen untuk mikroskop elektron difiksasi dalam glutaraldehid yang telah didapar, serta dilanjutkan dengan osmium tetraoksida, didehidrasi dengan etanal, dibersihkan dalam propilen oksida, diinfiltrasi dan ditempelkan dalam araldit dan epon, kemudian disayat dengan Reichert atau ultramikrotom LKB. Sayatan dewarnai dengan uranil asetat dan timbal sitrat.

Page 13: Pengembangan obat

Hasil

Klorokuin memiliki dampak buruk terhadap jaringan hati yang tampak segera setelah penggunaan obat dihentikan.

Efek ini terjadi berupa: Terganggunya metabolisme lemak >> terakumulasinya fosfolipid di dalam banyak

vakuola yang dianggap sebagai pembesaran lisosom.

Sintesis protein juga berubah, RER terfragmentasi dan jumlah basofil intraseluler menurun.

Konsumsi glkogen oleh hepatosit menurun yang mengakibatkan akumulasi granul glikogen (dideteksi dengan reaksi PAS dan dilihat di bawah mikroskop elektron)

Page 14: Pengembangan obat

Klorokuin menghambat metabolisme mitokondria yang menghasilkan terlihatnya sejumlah mitokondria yang mengalami kerusakan. Setelah 5 hari da 20 hari, terlihat pemulihan organel yang terpengaruh secara bertahap .

SER diencerkan dan divesikulasi, 5 hari setelah klorokuin diberikan kepada hewan uji dan dihentikan. Pada masa ini, banyak figur mitotik terdeteksi di antara hepatosit yang mengindikasikan efek karsinogenik klorokuin.

Page 15: Pengembangan obat

UJI KLINIS KLOROKUIN

Page 16: Pengembangan obat

Uji klinis tahap I KlorokuinAlving, A.S., Eichelberger, L., Craige, B, Jr., Jones, R, Jr., Whorton, C.M., Pullman, T.N. 1947. Studies on The Chronic Toxicity of Chloroquine.

Subjek yang disertakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik untuk mengeluarkan sukarelawan dengan cacat fisik atau neurosis. Observasi dan pengujian berikut ini dilakukan sebelum perlakuan diberikan, pada awal pemberian klorokuin, dan kemudian intervalnya ditingkatkan secara bertahap.

Keadaan umum Gejala subjektif

Temperatur oral

Berat badan

Penampilan fisik

Page 17: Pengembangan obat

Sistem kardiovaskuler Denyut nadi

Tekanan darah

EKG

Darah

Jumlah eritrosit

Jumlah leukosit, total dan diferensial

Hemoglobin

Page 18: Pengembangan obat

Hati Urobilinogen urin

Bilirubin serum

Flokulasi kolesterol-sefalin

Ginjal Urinalisis

Nitrogen (non-protein) darah

Ekskresi fenolsulfonftalein

Page 19: Pengembangan obat

Sistem saraf Ketajaman penglihatan

Diplopia

Akomodasi visual (monokuler)

Nystagmus

Pergerakan ekstraokuler

Tremor

Koordinasi dan cara berjalan

Tulisan tangan

Tes Romberg

Refleks

Page 20: Pengembangan obat

Uji toksisitas dimulai secara bersamaan pada 2 kelompok beranggotakan 20 subjek. Kelompok pertama menerima klorokuin base 0,5 gram/minggu yang diberikan secara oral 1 kali seminggu. Kelompok kedua menerima 0,3 gram klorokuin base dalam 2 dosis (0,1 dan 0,2 gram) selama 77 hari. Pada akhir periode ini, sukarelawan pada kelompok kedua bergabung dengan kelompok pertama.

Plasebo diberikan selama 1 minggu sebelum dan 2 bulan setelah 1 tahun pemberian klorokuin. Selama periode pemberian plasebo, pemeriksaan rutin tetap dilakukan. Karena alasan administratif dan alasan lain, 10 orang gagal menyelesaikan setahun perlakuan.

Page 21: Pengembangan obat

Kesimpulan

Kelompok pertama menggunakan 0,3 gram klorokuin/hari selama 77 hari dan 0,5 g base/minggu setelahnya. Pada dosis yang lebih tinggi, diamati gangguan penglihatan, sakit kepala, warna rambut memudar, perubahan EKG, dan penurunan berat badan. Perubahan ini tidak menyebabkan berkurangnya kemampuan pasien dan hilang bila dosis diturunkan.

Kelompok kedua, yang menerima 0,5 gram klorokuin base per minggu sejak awal penelitian, mengalami sakit kepala, penurunan berat badan, dan pada dua kasus, terjadi erupsi kulit yang menyerupai lichen planus.

Page 22: Pengembangan obat

Uji klinis tahap I: Farmakokinetik KlorokuinGustafsson, L.L., Walker, O., Beermann, B., Estevez, F., Gleisner, L., Lindström B., Sjöqvist F. 1983. Disposition of chloroquine in man after single intravenous and oral doses. Br J Clin Pharmacol. 15(4):471-9.

Klorokuin diberikan dalam dosis tunggal 300 mg sebagai infus i.v., larutan oral, dan tablet pada interval paling sedikit 56 hari kepada 11 orang sukarelawan sehat.

Konsentrasi klorokuin dan metabolitnya, desetilklorokuin diukur dalam plasma, eritrosit, dan urin menggunakan HPLC.

Klorokuin terdeteksi pada semua sampel hingga 23 hari dan terkadang 52 hari setelah pemberian dosis tersebut.

Page 23: Pengembangan obat

Konsentrasi urin dimonitor hingga 119 hari. Pola disposisi obat bersifat multieksponensial, mencerminkan ikatan obat dengan jaringan secara ekstensif.

Setelah pemberian infus intravena, diperoleh volume distribusi obat mulai dari 116 – 285 L/kg dan waktu paruh dari 146 – 333 jam. Klirens plasma total + s.d. adalah 712 + 166 mL/menit dan klirens ginjal 412 + 139 mL/menit.

Rata-rata perkiraan perolehan kembali klorokuin dalam urin adalah 47%, 42%, dan 46% setelah i.v., larutan oral, dan tabler mengindikasikan hampir mencapai nilai boavailabilitas.

Konsentrasi metabolit masing-masingnya adalah 7%, 10%, dan 12%.

Disposisi klorokuin dalam eritrosit paralel dengan plasma.

Page 24: Pengembangan obat

Efek samping subjektif seperti kesulitan menelan dan akomodasi, diplopia, dan kelelahan terjadi setelah pemberian infus I.V. dan terkait dengan konsentrasi plasma.

Tidak ada efek yang terlihat pada EKG, tekanan darah arteri rata-rata, dan denyut nadi.

Tidak ada efek samping yang teramati setelah pemberian dosis oral.

Audiometri frekuensi tinggi tidak menampakkan gangguan pendengaran signifikan untuk kelompok perlakuan.

Page 25: Pengembangan obat

Uji Klinis Tahap III untuk Malaria Pada Anak(Laufer MK, Thesing PC, Dzinjalamala FK, Nyirenda OM, Masonga R, et al. (2012) A Longitudinal Trial Comparing Chloroquine as Monotherapy or in Combination with Artesunate, Azithromycin or Atovaquone-Proguanil to Treat Malaria. PLoS ONE 7(8))

Desain studi dan metode penelitian

Anak-anak dengan malaria tanpa komplikasi didaftarkan dalam studi pada suatu pusat kesehatan pemerintah di Blantyre, Malawi.

Partisipan dirandomisasi untuk menerima klorokuin saja atau dikombinasikan dengan artesunat, azithromycin, atau atovaquone-proguanil untuk semua episode malaria tanpa komplikasi selama setahun.

Hasil yang diamati adalah insidensi malaria klinis. Titik akhir sekunder mencakup efikasi pengobatan dan penanda resistensi klorokuin, pfcrt T76, dan anemia.

Dari 640 anak yang didaftarkan, 628 diikutsertakan dalam analisis yang bertujuan untuk mengobati.

Page 26: Pengembangan obat

Hasil

Insidensi malaria (95% CI) adalah 0,59 (0,46 – 0,74), 0,61 (0,49 – 0,76), 0,63 (0,50 – 0,79), dan 0,68 (0,54 – 0,86) episode/orang per tahun untuk kelompok yang dirandomisasi untuk menerima klorokuin saja atau dikombinasikan dengan artesunat, azithromycin, atau atovaquone – proguanil, masing-masingnya dan perbedaannya tidak signifikan secara statistik.

Efikasi pengobatan untuk episode pertama adalah 100% untuk monoterapi klorokuin dan 97,9% untuk episode berikutnya. Hasil yang hampir sama terlihat dalam setiap kelompok kombinasi klorokuin.

Insidensi pfcrt T76 dalam bentuk murni adalah 0%; infeksi campuran dengan K76 dan T76 ditemukan pada 2 dari 911 infeksi. Anak-anak yang diterapi dengan klorokuin – azithromycin memiliki konsentrasi hemoglobin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok monoterapi klorokuin.

Page 27: Pengembangan obat

Kesimpulan

Efikasi klorokuin yang menetap dengan terapi berulang mendukung pemberian kombinasi klorokuin untuk tujuan tertentu seperti terapi preventif intermiten.

Page 28: Pengembangan obat

Uji klinis tahap IV untuk Chikungunya(Renapurkar, D.K. 2011 . Efficacy Of Chloroquine In Management Of Chikungunya: A Phase IV Clinical Trial | International Journal of Pharma and Bio Sciences.)

Latar belakang

Klorokuin memiliki peran baru untuk mengendalikan dan mengobati Chikungunya

Tujuan penelitian

Tujuan primer : mengevaluasi efikasi klorokuin dalam mengobati chikungunya, memantau reaksi obat merugikan klorokuin

Page 29: Pengembangan obat

Desain studi dan metode

Wabah chikungunya yang parah terjadi pada tahun 2006 di Kota Hyderabad dan daerah sekitarnya. Diagnosis Chikungunya cukup sulit. Semua pasien yang terdapat pada tempat praktik swasta (sebanyak 193 kasus) menerima 10 mg/kg Klorokuin (injeksi atau per oral, atau sirup). Sebagai rambahan, pasien juga menerima Paracetamol 500 mg 4 kali sehari selama 3 – 5 hari.

Klorokuin diberikan selama 1 mingu pada awal seperti regimen antimalaria dengan tapering dose 250 mg (tablet) per oral. Nyeri dinilai dengan skala analog visual ; reaksi obat merugikan dipantau dengan skala Naranjo.

Page 30: Pengembangan obat

Penafsiran Dapat disimpulkan bahwa Klorokuin sangat berguna dalam

penanganan Chikungunya. Obat ini juga berkhasiat untuk nyeri arthritis berat dan demam bila dikombinasikan dengan Parasetamol.

Page 31: Pengembangan obat

Referensi Alving, A.S., Eichelberger, L., Craige, B, Jr., Jones, R, Jr., Whorton, C.M.,

Pullman, T.N. 1947. Studies on The Chronic Toxicity of Chloroquine.

Fu, S. Bjorkman, A., Birgitta Wahlin, Ofori-adjei, D. Ericsson, 0, Sjoqvist, F. 1986. In vitro activity of chloroquine, the two enantiomers of chloroquine, desethylchloroquine and pyronaridine against Plasmodium falciparum. Br. J. clin. Pharmac. (1986), 22, 93-96

Gustafsson, L.L., Walker, O., Beermann, B., Estevez, F., Gleisner, L., Lindström B., Sjöqvist F. 1983. Disposition of chloroquine in man after single intravenous and oral doses. Br J Clin Pharmacol. 15(4):471-9.

Page 32: Pengembangan obat

Iskander, F.A., Ahmed, Y.Y., Nassar, A.M., Tantawy, S.A., Kamel, Z.M., Farsi, J.M.A., Abdel-Fattah, N.A. 1990. Experimental Studies on The Effect of Chloroquine (Antimalarial Drug) on The Liver of Albino Rat. Sci. Med. J. Cai. Med. Synd. 2 (3) 63 – 86

Laufer, M.K., Thesing, P.C., Dzinjalamala, F.K., Nyirenda, O.M., Masonga R., et al. (2012) A Longitudinal Trial Comparing Chloroquine as Monotherapy or in Combination with Artesunate, Azithromycin or Atovaquone-Proguanil to Treat Malaria. PLoS ONE 7(8)

Renapurkar, D.K. 2011 . Efficacy Of Chloroquine In Management Of Chikungunya: A Phase IV Clinical Trial | International Journal of Pharma and Bio Sciences

Page 33: Pengembangan obat

Soniran, O. T., Idowu, O. A. , Ajayi, O. L., Olubi, I. C. 2012. Comparative Study on the Effects of Chloroquine and Artesunate on Histopathological Damages Caused by Plasmodium berghei in Four Vital Organs of Infected Albino Mice. Malaria Research and Treatment 2012

Page 34: Pengembangan obat

TERIMA KASIH