makalah 3 prakarsa kolaboratif pengembangan obat bahan alam indonesia kasus obat diabetes dari...

39
51 PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE 1 1. PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai mega center keanekaragaman hayati. Diperkirakan bahwa sekitar 17% spesies yang ada di dunia, hidup di wilayah Indonesia dan jumlah tersebut lebih besar dari seluruh spesies yang hidup di Benua Afrika. Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil. Dari potensi alamiah tersebut (natural endowments), maka pemanfaatan sumber daya hayati terbesar adalah untuk obat-obatan. Ini tidak terlampau mengherankan mengingat bahwa penggunaan tumbuhan alam untuk mempertahankan kesehatan dan pengobatan penyakit diperkirakan telah menjadi bagian sejarah lama budaya manusia dan telah dilakukan sejak sekitar 5.000 tahun lalu, dengan kurang lebih 1.500 jenis ekstrak tumbuhan. Pada masa modern, tumbuhan yang masih dimanfaatkan diperkirakan hanya tiga ratusan jenis. Beberapa sumber menyebutkan bahwa berbagai jenis ekstrak tumbuhan itu telah mendapat sertifikasi dari “Food and Drug Administration (FDA)” - Amerika Serikat. Dari jumlah itu, 40 jenis ekstrak tumbuhan berasal dari Indonesia." Indonesia sendiri memiliki sekitar 30.000 jenis tumbuhan, 7.000 jenis di antaranya berkhasiat sebagai obat. Jumlah tersebut juga merupakan 90% jenis tanaman obat di Asia. Belakangan, pengembangan obat bahan alam 2 cenderung meningkat cukup pesat, tidak saja di belahan negara berkembang tetapi juga di negara-negara industri maju. Fenomena ini nampaknya didorong oleh kecenderungan kuat tentang cara pengobatan back to nature di tingkat global. Untuk negara berkembang saja, WHO memperkirakan bahwa 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada 1 Sebagian dari tulisan ini diambil dan/atau disarikan dari beragam sumber, termasuk dokumen dan hasil serangkaian diskusi/workshop yang telah diselenggarakan. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dan berkontribusi serta sangat kooperatif dalam mendorong upaya kolaboratif ini. Tulisan ini disiapkan oleh penulis sebagai bagian/bahan laporan pelaksanaan pemetarencanaan obat bahan alam Indonesia bagi BPPT, muatannya bersifat tentatif dan sebagai satu satu bahan masukan bagi diskusi selanjutnya. 2 Pengertian obat bahan alam mencakup: tumbuhan, tanaman dan hewan, termasuk fitofarmaka dan biofarmaka. Obat tradisional menurut UU No. 23/1992 tentang Kesehatan adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Upload: tatang-taufik

Post on 27-Oct-2015

277 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

51

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN

OBAT BAHAN ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES

DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE1

1. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai mega center keanekaragaman hayati. Diperkirakan bahwa sekitar 17% spesies yang ada di dunia, hidup di wilayah Indonesia dan jumlah tersebut lebih besar dari seluruh spesies yang hidup di Benua Afrika. Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil.

Dari potensi alamiah tersebut (natural endowments), maka pemanfaatan sumber daya hayati terbesar adalah untuk obat-obatan. Ini tidak terlampau mengherankan mengingat bahwa penggunaan tumbuhan alam untuk mempertahankan kesehatan dan pengobatan penyakit diperkirakan telah menjadi bagian sejarah lama budaya manusia dan telah dilakukan sejak sekitar 5.000 tahun lalu, dengan kurang lebih 1.500 jenis ekstrak tumbuhan.

Pada masa modern, tumbuhan yang masih dimanfaatkan diperkirakan hanya tiga ratusan jenis. Beberapa sumber menyebutkan bahwa berbagai jenis ekstrak tumbuhan itu telah mendapat sertifikasi dari “Food and Drug Administration (FDA)” - Amerika Serikat. Dari jumlah itu, 40 jenis ekstrak tumbuhan berasal dari Indonesia." Indonesia sendiri memiliki sekitar 30.000 jenis tumbuhan, 7.000 jenis di antaranya berkhasiat sebagai obat. Jumlah tersebut juga merupakan 90% jenis tanaman obat di Asia.

Belakangan, pengembangan obat bahan alam2 cenderung meningkat cukup pesat, tidak saja di belahan negara berkembang tetapi juga di negara-negara industri maju. Fenomena ini nampaknya didorong oleh kecenderungan kuat tentang cara pengobatan back to nature di tingkat global. Untuk negara berkembang saja, WHO memperkirakan bahwa 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada

1 Sebagian dari tulisan ini diambil dan/atau disarikan dari beragam sumber, termasuk dokumen dan hasil

serangkaian diskusi/workshop yang telah diselenggarakan. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dan berkontribusi serta sangat kooperatif dalam mendorong upaya kolaboratif ini.

Tulisan ini disiapkan oleh penulis sebagai bagian/bahan laporan pelaksanaan pemetarencanaan obat bahan alam Indonesia bagi BPPT, muatannya bersifat tentatif dan sebagai satu satu bahan masukan bagi diskusi selanjutnya.

2 Pengertian obat bahan alam mencakup: tumbuhan, tanaman dan hewan, termasuk fitofarmaka dan

biofarmaka. Obat tradisional menurut UU No. 23/1992 tentang Kesehatan adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Page 2: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

52

pengobatan tradisional yang dalam praktiknya menggunakan atau melibatkan tumbuh-tumbuhan.

Selain karunia tanaman bagi obat bahan alam yang melimpah, Indonesia sendiri dinilai kaya akan pengetahuan/teknologi masyarakat (indigenous knowledge/technology) mengenai obat tradisional yang berasal dari sumber daya hayati. Karena itu sangat kuat untuk beralasan bahwa bagi Indonesia, fenomena ini semestinya dipandang sebagai perkembangan positif yang dapat menguak cakrawala prospek pengembangan obat bahan alam Indonesia sebagai industri yang berkeunggulan kompetitif di tingkat global.

Di sisi lain, pengembangan obat bahan alam di Indonesia sejauh ini masih menghadapi berbagai hambatan/persoalan dan tantangan. Beberapa di antaranya yang menonjol adalah seperti berikut:3

Kendala penggunaan obat bahan alam dalam sistem pelayanan kesehatan formal:4

Belum teruji secara klinis.

Aturan penggunaannya belum dirumuskan dengan jelas.

Belum ada informasi lengkap tentang obat bahan alam dan pedoman tegas penggunaannya.5

Belum menjadi kebiasaan dalam praktik pengobatan formal.

Obat bahan alam harus memenuhi persyaratan: mutu, aman dan berkhasiat.

Masalah dan tantangan dalam pengembangan obat bahan alam:

Budidaya sumber daya hayati.

Standarisasi mutu proses dan produk.6

Peraturan perundang-undangan.

Jaringan penelitian dan aplikasi hasil penelitian.

Komersialisasi/sinkronisasi kebutuhan pasar, tren pola penyakit dan pengembangan obat bahan alam, terutama dikaitkan dengan konservasi.

3 Lihat misalnya Anggadiredja (2001).

4 Indonesia pada dasarnya menganut sistem tolerant.

5 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, antara lain:

Pasal 40 ayat(2): Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar atau persyaratan yang ditentukan;

Pasal 41 ayat(1): Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat ijin edar;

Pasal 41 ayat(2): Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektifitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.

6 Standarisasi “obat tradisional” pada dasarnya meliputi bahan atau simplisia, produk jadi dan proses

pembuatan. Sejauh ini standar produk obat tradisional baru terbatas pada aspek mutu dan keamanan, belum mencakup pada aspek khasiat/kemanfaatan. Untuk standar proses pembuatan, telah ditetapkan dalam bentuk “Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB).” Walaupun begitu, sebagian besar industri obat tradisonal terutama “Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)” belum melaksanakan CPOTB. Sementara itu, untuk jamu gendong, dalam proses pembuatannya juga belum sepenuhnya memperhatikan aspek kebersihan dan pemilihan bahan/simplisia yang berkualitas.

Page 3: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

53 P2KDT – DB PKT

Isu-isu tersebut merupakan hambatan dan isu/persoalan yang sangat menantang, yang diperkirakan tidak mungkin diselesaikan oleh satu pihak (khususnya industri) dan diserahkan begitu saja kepada “mekanisme pasar.”

Sehubungan dengan itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi/BPPT (cq. P2KT PUDPKM) memprakarsai upaya kolaboratif strategis pengembangan obat bahan alam Indonesia. Hal ini dlakukan dengan menyelenggarakan serangkaian diskusi dan workshop terbatas7 dan menginisiasi upaya pemetarencanaan (roadmapping) pengembangan obat bahan alam Indonesia, dan memulainya dengan fokus, sebagai hasil konsensus forum, pada tanaman mahkota dewa8 dan pare.9

Tulisan ini membahas beberapa isu penting langkah strategis pengembangan obat bahan alam Indonesia beserta hasil awal yang dicapai sebagai upaya bersama, dengan pendekatan pengembangan “pemetarencanaan (roadmapping) kolaboratif.” Dalam proses diskusi, prakarsa ini berfokus pada pengembangan obat anti diabetes dari mahkota dewa dan pare dalam konteks pengembangan “kelompok produk antara” dalam bentuk bahan jamu (simplisia standar), herbal/ekstrak terstandar, dan sediaan akhir fitofarmaka.

2. ARAH STRATEGIS

Pemetarencanaan kolaboratif dikembangkan mengingat beberapa alasan khusus berikut:

Industri berbasis obat bahan alam Indonesia yang sebenarnya potensial bagi perekonomian daerah dan nasional serta sangat strategis dinilai kurang dapat berkembang karena lemahnya penguasaan berbagai bidang teknologi yang terkait dan lemahnya penyediaan (supply) bahan yang bermutu tinggi.

Di sisi lain, bidang-bidang teknologi yang terkait dengan sektor produksi/industri obat mengalami kemajuan-kemajuan yang semakin cepat, terutama untuk produk obat modern dari bahan sintetis. Sementara itu, kekayaan pengetahuan/teknologi masyarakat (indigenous knowledge/technology) terkait yang berkembang di Indonesia belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik untuk mampu menjadi aset intelektual, baik bagi kemajuan ekonomi maupun perkembangan iptek di Indonesia. Karena itu, tanpa usaha yang terarah, sinergis, intensif dan ekstensif, serta berjangka panjang untuk menguasai kemajuan teknologi-teknologi tersebut, maka perkembangan sektor produksi di bidang obat bahan alam Indonesia diperkirakan berisiko akan semakin tertinggal.

7 Dua workshop telah diselenggarakan di Gedung BPPT - Jakarta pada tanggal 24 September 2003 dan 21

Oktober 2003. 8 Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (scheff) boerl, atau Phaleria papuana Warb. var. Wichannii (Val.)

Back Phaleria macrocarpa warb. var. wichanii (val) back) berasal dari Papua. Tumbuhan berfamili Thymelaeceae ini dikenal bangsa asing dengan nama The Crown of God.

9 Pare (momordica charantia, atau Momordica chinensis, M. elegans, M. indica, M. operculata, M. sinensis,

Sicyos fauriei) berkembang di daerah tropik. Tumbuhan berfamili Cucurbitaceae ini dikenal juga dengan nama bitter melon.

Page 4: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

54

Sehubungan dengan itu, dipandang urgen upaya komprehensif mengembangkan petarencana (roadmap) yang terkait dengan pengembangan bidang-bidang produksi yang strategis, mendorong upaya-upaya kolaboratif dan sinergis, meningkatkan penguasaan teknologinya, serta mendorong pemanfaatannya secara nyata ke dalam kegiatan nilai tambah di sektor swasta dalam industri obat bahan alam Indonesia.

2.1 Visi dan Misi

Beberapa esensi visi pengembangan obat bahan alam Indonesia diusulkan dan berkembang dalam diskusi. Walaupun konsensus akhir tentang ini masih terus dikembangkan, forum terbatas yang terbentuk pada dasarnya menyepakati esensi arah langkah strategis dengan visi “umum”:

“Berkembangnya obat bahan alam Indonesia yang kompetitif di pasar global.”10

Pengertian pasar global dipandang sesuai mengingat esensinya bahwa obat bahan alam Indonesia memang berpeluang baik bagi “segmen-segmen” strategis tingkat lokal/domestik, regional, maupun “segmen relung” tertentu di pasar internasional.

Upaya kolaborasi diharapkan dapat berkembang terus dan secara bertahap dan berkelanjutan dapat melaksanakan misi:

Mendorong perkembangan obat bahan alam Indonesia sehingga diterima dalam pelayanan kesehatan formal, mampu berkompetisi secara global dan menjadi sumber kemajuan ekonomi bagi masyarakat.

Mengembangkan keunggulan daya saing obat bahan alam Indonesia sehingga dapat menempatkan Indonesia sebagai produsen obat alam OAI kelas dunia pada tahun 2010 dan diterima dalam program pelayanan kesehatan formal.

Menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam tumbuhan/tanaman dan khasanah iptek obat bahan alam Indonesia melalui penelitian, pengembangan, pengkajian, rekayasa dan bisnis bahan produk jamu, ekstrak herbal terstandar, dan fitofarmaka berbasis herbal medisin agar menjadi produk-produk unggulan.

Mengupayakan pelestarian pemanfaatan dan peningkatan kuantitas, mutu tanaman obat dan penyampaiannya melalui pengembangan praktik baik (good practices) pembibitan, budidaya dan pengolahannya yang semakin kompetiftif agar dapat meningkatkan pendapatan petani dan pelaku bisnis lainnya, serta kemanfaatan bagi pihak pengembang teknologi sehingga mendukung keberlanjutan (sustainability) alih/komersialisasi dan difusi teknologi/pengetahuan (inovasi).

10 Pernyataan visi yang lebih “spesifik” tentu perlu dirumuskan agar “lebih mampu” memberikan gambaran

masa depan sebagai unambiguous and chalenging ideal yang dicita-citakan, sekaligus sebagai the guiding principle. Untuk tahapan prakarsa ini, upaya diarahkan pada pengembangan bahan produk obat anti diabetes dari mahkota dewa dan pare, sebagai bagian integral dalam mewujudkan visi bersama tersebut.

Page 5: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

55 P2KDT – DB PKT

Prakarsa kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia secara umum diarahkan kepada sediaan antara, yaitu bahan jamu dan ekstrak herbal terstandar serta sediaan akhir fitofarmaka guna memenuhi permintaan pasar lokal, regional maupun internasional.11 Dalam kaitan ini upaya pengembangan produk tersebut pada dasarnya harus memenuhi persyaratan “mutu (quality), keamanan (safety), dan khasiat (efficacy).”

2.2 Tujuan dan Sasaran

Prakarsa pemetarencanaan kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia pada tahap ini memiliki tujuan utama yang bersifat umum sebagai berikut:

1. Mengembangkan suatu visi masa depan bersama bagi industri obat bahan alam Indonesia.

2. Memberikan masukan sebagai suatu bahan pedoman bagi program-program litbang bersama (kolaboratif) industri, lembaga litbang dan perguruan tinggi serta masyarakat lokal, sehingga memperkuat jaringan pengembangan obat bahan alam Indonesia dan posisinya secara internasional.

3. Membantu fokus dan penentuan prioritas aktivitas riset dan dukungan kebijakan.

4. Memperbaiki peningkatan nilai tambah pada setiap subsistem, dan keterkaitan antar subsistem dalam rantai nilai keseluruhan.

5. Membangun/memperkuat basis kompetensi bagi pengembangan obat bahan alam Indonesia.

Dalam kaitan ini, sasaran utama yang bersifat umum yang hendak dicapai adalah:

1. Tersusunnya agenda petarencana bagi prakarsa kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia, khususnya menyangkut visi bersama, bahan masukan program-program litbang kolaboratif, fokus dan prioritas aktivitas riset dan dukungan kebijakan serta masukan bagi perbaikan rantai nilai industri dan peningkatan basis kompetensi bagi obat bahan alam Indonesia. Untuk tahap ini, upaya ditekankan pada konteks pengembangan obat diabetes dari mahkota dewa dan pare.

2. Tercapainya konsensus prakarsa kolaboratif, yang antara lain ditandai dengan konsistensi tindak lanjut untuk mengimplementasikan rencana program/aktivitas litbang dan perencanaan keberlanjutannya.

3. Dukungan manajemen puncak dari berbagai stakeholder kunci dalam mendorong langkah kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia.

11 Pengembangan produk turunan (industri hilir) obat bahan alam tentu sangat penting dan tidak boleh

diabaikan. Namun untuk tahapan sejauh ini, prakarsa kolaboratif difokuskan pada pengembangan produk/bahan antaranya.

Page 6: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

56

Pada tahap sejauh ini, tujuan “khusus” prakarsa ini adalah menyusun rencana kolaboratif upaya sinergis pengembangan obat dari tanaman pare dan mahkota dewa, yang sekaligus sebagai tahap awal (jangka pendek) dan bagian integral dari pengembangan strategis obat bahan alam Indonesia unggulan.

Tekanan pemetarencanaan yang dilakukan adalah pada pengembangan bahan baku obat (dari pare dan mahkota dewa), yang pada dasarnya dibutuhkan secara luas oleh industri hilir turunannya.

2.3 Ruang Lingkup

Pada tahap awal, prakarsa pemetarencanaan disepakati untuk difokuskan pada kelompok “produk obat” bagi penyakit “degeneratif untuk obat anti diabetes.”12 Dua tanaman yang dipilih dibatasi pada tanaman pare dan mahkota dewa dalam bentuk sediaan antara yaitu bahan jamu dan herbal terstandar dan sediaan akhir dalam bentuk fitofarmaka guna memenuhi permintaan pasar lokal, regional maupun internasional (ilustrasi Gambar 1).

Tanaman mahkota dewa dan pare dipilih mengingat potensi kemanfaatannya yang dinilai sangat besar. Beberapa catatan historis pemanfaatannya secara tradisional dan hasil penelitian awal (bersifat preliminary) menunjukkan khasiat dan keluasan pemanfaatan tanaman ini. Mahkota dewa juga merupakan tumbuhan/tanaman “khas” Indonesia (dalam arti satu di antara potensi tanamannya di Indonesia yang sangat besar dibanding di wilayah lain, walaupun tidak hanya tumbuh di wilayah Indonesia). Selain itu, dari sisi penelitian dan pengembangan teknologi, forum berpendapat sama bahwa pengembangan mahkota dewa sangat menantang. Sementara untuk tanaman pare, selain telah dikenal lama dan luas tentang khasiat dan pemanfaatannya di banyak negara (termasuk bagi penyakit diabetes), juga pengetahuan/teknologi terkait yang terakumulasi di lembaga litbang/perguruan tinggi dan masyarakat dinilai telah cukup banyak dan inovasi bagi pengembangannya diperkirakan memiliki potensi akseptibilitas kultural yang sangat baik dalam masyarakat industri obat bahan alam Indonesia.

Seperti telah disampaikan, tekanan prakarsa pemetarencanaan yang dilakukan adalah pada upaya pengembangan bahan baku obat (dari pare dan mahkota dewa), yang pada dasarnya dibutuhkan secara luas oleh industri hilir turunannya.

12 Dua dasawarsa ini wabah kencing manis dunia, tercepat dan terbesar terjadi di Asia Pasifik (Dr Clive

Cockram, Ketua Asia Pasifik Tipe 2 Diabetes Mellitus Policy Group); Sementara itu, di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan bahwa pengobatan kencing manis menyedot sekitar 10 persen biaya kesehatan nasional (Sumber : Hendrawan Nadesul, http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0207/02/iptek/ mela10.htm).

Page 7: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

57 P2KDT – DB PKT

Waktu

Pasar

Sumber

Daya

Program

Litbang &

Akt. Lain

Teknologi/

Aspek Lain

Produk

SA 1

SB 2

SB 3

ST 2 ST 4

ST 3

P 1 P 1+

P 2

ST 5

Segmen A

Segmen B

Kelompok 1

Kelompok 2

Bidang A

Bidang B

Keuangan

Kepemilikan /Infrastruktur

SDM / Kapabilitas

LB 1 LB 2

LB 3

LB 5

LB 4 LB 6

LB 7

K 1 K 2

KI 1

SK 2SK 1

KI 1

KI 2

KI 3

KompetensiInti(Core

Competences)

KI 4

Segmen C

SA 2

SB 1

SA 3

SB 3

Kelompok 3

P 3

ST 1

Gambar 1. Ilustrasi Arsitektur Petarencana.

3. PROSPEK PASAR

3.1 Industri Saat Kini

Diabetes merupakan salah satu penyakit metabolik yang serius. Setiap satu di antara 20 orang dewasa di dunia diperkirakan menderita diabetes. Di Amerika Serikat, hasil survei dari Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Health Statistics, National Vital Statistics System mengungkapkan bahwa pada tahun 1996, diabetes merupakan penyebab kematian ke-7.

WHO memperkirakan terdapat 176.525.312 kasus diabetes di seluruh dunia pada tahun 2000, dan angka ini diperkirakan dapat mencapai 300 juta menjelang tahun 2025 serta lebih dari 370 juta kasus pada tahun 2030 (lihat data WHO pada bagian lampiran). Kenaikan tersebut diperkirakan terutama karena usia penduduk, diet yang tak sehat, kegemukan (obesity) dan gaya hidup yang terlampau santai (sedentary lifestyle).

Page 8: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

58

0

50

100

150

200

250

300

350

1995 1997 2000 2025

Tahun

Jum

lah K

asu

s (d

ala

m j

uta

)

Negara Maju Negara Berkembang

Sumber : Data WHO.

Gambar 2. Jumlah Kasus Diabetes Melitus Dunia.

Untuk negara maju, kasus paling menonjol adalah kelompok usia sekitar 65 tahun atau lebih, sedangkan untuk negara berkembang kelompok paling besar adalah usia antara 45 – 64 tahun. Mayoritas kasus baru, diperkirakan akan terjadi di negara berkembang, khususnya India dan China.

Sekitar 2,3% penduduk dunia menderita diabetes, dengan pertumbuhan 4 – 5% per tahun. Cepatnya perkembangan kasus diabetes dunia diperkirakan akan sangat menjadi beban biaya kesehatan orang dengan penyakit diabetes (Type II diabetes misalnya sering disebut sebagai an epidemic for the next millennium), yang kini telah mencapai sekitar 153 milyar USD setiap tahunnya.

Beberapa sumber memperkirakan bahwa pasar dunia bagi prescription products untuk penyakit diabetes bernilai sekitar 8,1 - 10 milyar USD pada tahun 2000-an, meningkat sekitar 20% setiap tahunnya, dan diperkirakan bernilai 20 milyar USD pada tahun 2006.13 Oral anti-diabetics drugs adalah yang mendominasi produk pengobatan ini (sekitar 63%). Pemimpin pasar (market leader) untuk jenis obat ini pada periode tersebut adalah “Glucophage” (dengan penjualan sekitar 1,6 milyar USD).

Telaah industri/pasar sejauh ini mengindikasikan adanya 3 (tiga) sasaran industri/pasar potensial yang dituju yaitu pasar lokal/domestik (nasional) dan pasar luar negeri: regional (negara-negara tertentu yang telah mulai menerima dan/atau

13 Sumber: IMS Health Inc. (http://www.ims-global.com/insight/news_story/0101/ news_story_010125.

htm); 25 milyar USD pada tahun 2005 (Sumber: SG Cowen & Nicholas Hall & Co; Dari http://www.prosidion.com/research/market.html).

Page 9: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

59 P2KDT – DB PKT

diperkirakan akan dapat menerima produk obat bahan alam Indonesia) dan internasional (negara-negara maju yang menerapkan persyaratan yang sangat ketat terhadap produk obat bahan alam Indonesia).

Rantai nilai vertikal industri obat bahan alam Indonesia secara generik adalah seperti diilustrasikan pada Gambar 3 berikut. Sesuai peraturan perundangan yang berlaku, pengembangan obat bahan alam Indonesia pada dasarnya harus memenuhi persyaratan “mutu (quality), keamanan (safety), dan khasiat (efficacy).” Pertimbangan persyaratan teknis maupun penggunaan/konsumsi dan kelompok pengguna turut mempengaruhi perkembangan potensi pasar obat bahan alam di pasar domestik/nasional maupun ekspor. Bagaimana karakteristik industri turunan dan potensi pasar di setiap segmen pasar tujuan perlu dikaji lebih lanjut.

Sasaran Utama Industri Turunan

Bahan / Sediaan

PEMBIBITAN/

PEMBENIHAN

-----------------

. . . .

PEMBIBITAN/

PEMBENIHAN

-----------------

. . . .

BUDIDAYA

------------------

. . . .

BUDIDAYA

------------------

. . . .

PASCAPANEN

------------------

. . . .

PASCAPANEN

------------------

. . . .

PENGOLAHAN

------------------

. . . .

PENGOLAHAN

------------------

. . . .

AKTIVITAS

PRODUKTIF

LAIN

------------------

. . . .

AKTIVITAS

PRODUKTIF

LAIN

------------------

. . . .

DISTRIBUSI

------------------

. . . .

DISTRIBUSI

------------------

. . . .

AKTIVITAS

PRODUKTIF

LAIN

------------------

. . . .

AKTIVITAS

PRODUKTIF

LAIN

------------------

. . . .

Tumbuhan Alamiah (khususnya Made)

Industri Jamu/ Obat

Tradisional

Industri Obat Modern

Industri Makanan Suplemen

Bahan Jamu Tradisional

Bahan Herbal Terstandar

Fitofarmaka

Penin

gkata

n k

ecanggih

an &

kom

ple

ksi

tas

lain

Gambar 3. Rantai Nilai Vertikal Industri Obat Bahan Alam.

A. Pasar Domestik (Nasional)

Segmen pasar yang berkembang bagi industri obat yang berbasis obat bahan alam Indonesia atau “obat asli” (khususnya dari tanaman) dan sebagai tujuan sejauh ini adalah:

Page 10: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

60

1. Industri jamu tradisional: yang pada dasarnya terdiri atas:

Industri jamu tradisional (termasuk “jamu gendong” dan industri jamu tradisional yang umumnya berskala kecil dan menengah), dan

Industri jamu/obat tradisional maju (yang umumnya diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar dan modern).

2. Industri makanan (dan minuman) suplemen.

3. Industri obat modern.

Sebagian besar produksi jamu/obat alam Indonesia masih merupakan hasil produksi industri rumah tangga. Sehubungan dengan itu, dukungan referensi ilmiah masih sangat dibutuhkan agar mutu dan keamanan produk dapat terjamin.

Pengobatan tradisional obat bahan alam Indonesia saat ini diperkirakan menggunakan 20% jenis tanaman obat hasil budidaya, sedangkan yang 80% sisanya merupakan pemanfaatan tumbuhan obat dari habitat alam/hutan.14

Sebagian besar industri kecil obat bahan alam Indonesia merupakan industri rumah tangga yang mengolah tanaman obat menjadi strata produk jamu yang masih tradisional. Dari 830 industri obat tradisional, 10% adalah “Industri Obat Tradisional (IOT)” dan 90% adalah “Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT).”

Selama satu dekade dalam periode 1991-2001 jumlah IOT dan IKOT meningkat sekitar tiga kali lipat. Nilai omzetnya di luar industri jamu gendong dan racikan diperkirakan lebih dari Rp. 3 trilyun (US$ 354 juta) per tahun. Teknologi bahan bakunya selain dari sediaan simplisia (bahan baku bubuk kering) juga sudah memakai teknologi bahan baku ekstrak (Balittro, 2003).

Produk IKOT yang beredar dalam bentuk sediaan jamu dan serbuk simplisia merupakan segmen pasar nasional dengan nilai sekitar 4 triliun rupiah per tahun (10% pasar farmasi nasional).

Potensi obat diabetes di pasar nasional sangat besar. Untuk Indonesia, diperkirakan lebih dari 8,4 juta jiwa (lebih dari 4,2% penduduk) menderita diabetes. Menurut data WHO, angka ini diperkirakan dapat mencapai sekitar 21,4 juta jiwa pada tahun 2030. Peningkatan tersebut mengindikasi perkiraan pertumbuhan “pasar” secara kasar bagi obat diabetes, termasuk yang berbasis tanaman mahkota dewa dan pare.

14 Catatan:

Sri Yuliani (2001):

. . . Tahun 1998 merupakan masa suram bagi perekonomian Indonesia. Krisis moneter, telah menyebabkan obat-obat paten/sintetis semakin jauh dari jangkauan masyarakat, karena bahan baku obat sintetis 100% didatangkan dari luar. Kenaikan harga tidak dapat dielakan sampai mencapai 200%. Survai perilaku konsumen di kota-kota besar di Pulau Jawa menunjukkan bahwa 61,30% responden mempunyai kebiasaan meminum jamu tradisional dan 28,50% responden menyatakan jarang minum jamu (Charles, 2000). Kondisi seperti ini merupakan saat yang paling tepat untuk menggalakkan penggunaan obat tradisional dan obat fitofarmaka . . . .

. . . Selama ini obat-obat fitofarmaka yang berada di pasaran masih kalah bersaing dengan obat paten. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kepercayaan, standar produksi, promosi dan pendekatan terhadap medis, maupun konsumennya secara langsung . . . .

Page 11: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

61 P2KDT – DB PKT

Segmen pasar obat modern nasional adalah berupa obat modern sintetis, yang sejauh ini masih didominasi oleh produk impor (bahan baku maupun produk akhir). Untuk dapat mengisi peluang dari prospek baik perkembangan pasar bagi obat modern, obat bahan alam Indonesia harus bersaing dengan produk-produk sintetis. Selain itu, indikasi mulai membanjirnya impor obat bahan alam (misalnya dari China) perlu disikapi bukan saja sebagai “ancaman” tetapi juga sebagai tantangan bagi upaya lebih terpadu pengembangan obat bahan alam Indonesia.15

Banyak investor sebenarnya yang diperkirakan tertarik berinvestasi pada herbal terstandar. Sejauh ini sebagian kecil saja yang bergerak di bidang fitofarmaka. Sebagai gambaran kondisi saat ini, diperkirakan hanya beberapa perusahaan saja, seperti: “Kimia Farma, Indo Farma, Kalbe Farma, dan Pharos,” yang mempunyai dana dan fasilitas memadai melaksanakan penelitian untuk produk fitofarmaka yang mengharuskan dilakukannya uji klinik.

Pasar untuk “orang yang sehat” sebenarnya lebih “besar” dari orang sakit. Karenanya, pengembangan obat alam juga perlu diarahkan dalam bentuk suplemen makanan (food supplemen) yang dapat memberikan efek “segar bugar” sepanjang hari, atau untuk produk turunan lain seperti bahan kosmetika (anti kerut, penundaan ketuaan), anti stroke, anti stress, tidak mudah masuk angin, mudah diperoleh dan harga yang tidak mahal (terjangkau oleh kelompok besar masyarakat).

B. Pasar Luar Negeri (Internasional)

Kelompok pasar internasional yang dinilai potensial terdiri atas pasar regional (negara-negara tertentu, terutama yang sudah mulai dan/atau diperkirakan akan dapat menerima produk Indonesia), dan pasar internasional negara maju (terutama Eropa dan Amerika Serikat). Beberapa gambaran kondisi terkait di kedua “segmen pasar” tersebut adalah seperti berikut:16

Untuk negara berkembang saja, WHO memperkirakan bahwa 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada pengobatan tradisional yang dalam praktiknya menggunakan atau melibatkan tumbuh-tumbuhan. Dua dasawarsa ini wabah kencing manis dunia, tercepat dan terbesar terjadi di Asia Pasifik (Dr. Clive Cockram, Ketua Asia Pasifik Tipe 2 Diabetes Mellitus Policy Group).

Obat bahan alam Indonesia dalam bentuk jamu dan herbal terstandar, telah dapat diterima antara lain di Malaysia, Vietnam, Thailand dan Saudi Arabia, walaupun masih dalam jumlah kecil.

India dan Korea menghasilkan devisa dari perdagangan obat tradisional USD 3 milyar, China USD 6 milyar, Malaysia USD 1,2 milyar, Indonesia USD 130 juta tahun 2002.

15 China sendiri sebenarnya termasuk pengimpor mahkota dewa dari Indonesia (http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/0103/07/0603.htm). 16

Beragam sumber, antara lain WHO, Hendrawan Nadesul (2002, http://www.kompas.com/

kompas%2Dcetak/ 0207/ 02/iptek/mela10.htm).

Page 12: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

62

Kecenderungan masyarakat dunia terutama di Eropa dan Amerika untuk mengurangi pemakaian obat modern mengakibatkan permintaan terhadap obat bahan alam akan semakin meningkat. Di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan bahwa pengobatan kencing manis menyedot sekitar 10 persen biaya kesehatan nasional.

Pasar obat bahan alam Indonesia di Amerika sementara ini memang masih relatif kecil (produk fitofarmaka produksi BUMN dikategorikan sebagai food supplemen).

Beberapa laporan menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, terdapat sekitar 17 juta penderita diabetes atau sekitar 6,2% populasi (sekitar 90 – 95% nya adalah type 2 diabetes), dan pada tahun 1997 saja penyakit ini membutuhkan pembiayaan kesehatan sekitar 98 milyar USD.

Suatu laporan menyebutkan bahwa diabetes menghabiskan sekitar 5,5 – 9,4% dari keseluruhan biaya kesehatan tahunan di Inggris.17

Sementara itu, prospek pengembangan produk olahan biofarmaka untuk suplemen diet atau nutraceutical/suplemen makanan/FOSHU secara global sangat besar. Nilainya pada tahun 2000 mencapai US$ 44,8 milyar dengan kontribusi produk yang berasal dari herbal sebesar US$ 20 milyar. Pangsa pasarnya 39% Asia, 22% Amerika Utara, 34% Uni Eropa dan 5% lainnya. Produksi nilai bisnisnya menurut para pakar dari Malaysia mencapai US$ 60 milyar pada tahun 2002, US$ 200 dan 300 milyar pada tahun 2008 dan 2020. Malaysia berambisi menjadi world class producer dan global prominent player dalam industri herbal TO pada tahun 2020. Tujuan pemanfaatan atau klaim (claim) pengobatannya sejalan dengan jamu, yakni umumnya ke arah preventif, promotif dan rehabilitatif serta sebagai pengobatan pendamping pada pengobatan kuratif dengan kemoterapi (Balittro, 2003).

3.2 Beberapa Kecenderungan dan Faktor Pendorong Bisnis yang Utama

Seperti telah disampaikan bahwa pesatnya kenaikan penderita diabetes diperkirakan terutama karena bertambahnya kelompok penduduk usia lanjut (population ageing), diet yang tak sehat (unhealthy diet), meningkatnya jumlah penduduk yang kegemukan (obesity) dan gaya hidup yang terlampau santai (sedentary lifestyle).

Perkembangan ini diperkirakan akan mempengaruhi kebutuhan akan obat-obat anti diabetes. Di sisi lain, kecenderungan kuat tentang cara pengobatan back to nature kini semakin menjadi fenomenon umum di tingkat global.

Terkait dengan itu, secara umum, pendorong pasar yang penting (key market drivers) dari obat bahan alam antara lain adalah:

Keinginan mendapatkan obat baru diabetes yang manjur dan dari bahan alam;

Keinginan mendapatkan bahan untuk produk obat dari sumber daya yang melimpah dan/atau yang murah;

Standar dan/atau ketentuan peraturan yang harus dipenuhi bagi produk obat dan makanan, baik nasional maupun internasional;

17 Http://www.ims-global.com//insight/news_story/news_story_990723.htm.

Page 13: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

63 P2KDT – DB PKT

Kebutuhan akan penyediaan bahan baku atau produk antara bagi pengembangan industri turunannya, khususnya obat dan food supplement;

Kebutuhan formula produk dan dosis yang memenuhi persyaratan bagi obat bahan alam;

Kecenderungan berkembangnya industri turunan dari tanaman obat antara lain dalam bentuk obat, makanan/minuman, kosmetik dan lainnya.

Fenomenon kecenderungan “kembali ke alam” ini ditandai antara lain oleh:

Maraknya produk-produk bahan alam (natural products) dan/atau obat dan pengobatan tradisional.

Meningkatnya aktivitas keilmuan (dan forum-forum ilmiah) terkait dengan pendayagunaan dan litbang tanaman obat.

Berkembangnya pasar bagi produk obat bahan alam.

Kecenderungan meningkatnya investasi litbang untuk pemanfaatan natural compounds.

Permintaan atas dietary supplement, sebagai salah satu bentuk produk dari tanaman/obat bahan alam, juga cenderung terus meningkat. Hal ini terutama karena (Khor, 2002):

Meningkatnya akses terhadap obat komplemen dan alternatif.

Kekecewaan/ketidakpuasan terhadap perawatan kesehatan “konvensional/biasa,” termasuk peningkatan biaya.

Perubahan epidemologis (epidemiological shift) dari infectious diseases ke non-communicable chronic diseases.

Perubahan demografis ke arah peningkatan proporsi penduduk berusia lanjut.

Distribusi dan saluran penjualan yang efektif bagi dietary supplements.

Ini tentu merupakan peluang bagi obat-obat bahan alam Indonesia. Walaupun demikian, persyaratan medis bagi obat modern yang sangat tinggi memerlukan upaya-upaya pengembangan agar obat bahan alam tersebut dapat menjadi produk obat modern. Oleh karena itu, anugerah alam (natural endowments) baik berupa kekayaan keanekaragaman hayati dan kekayaan pengetahuan/teknologi masyarakat (indigenous knowledge/technology) yang dimiliki oleh Indonesia harus dapat dimanfaatkan agar mampu dikembangkan menjadi aset intelektual bangsa dan produk-produk yang kompetitif.

Peraturan perundangan (regulasi) tentang kesehatan, khususnya obat-obatan turut mempengaruhi bagaimana perkembangan industri obat bahan alam. Sebagaimana digariskan dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, sistem kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdasarkan kepada kedokteran modern, tetapi praktik pengobatan tradisional tidak dilarang oleh undang-undang. Indonesia menganut sistem tolerant, yaitu pengobatan tradisional tidak diakui secara formal namun tidak dilarang untuk dipraktikkan

Page 14: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

64

seperti di Indonesia. Hal ini berbeda dengan integrated system (yaitu pengobatan modern dan tradisional terintegrasi dalam sistem kesehatan formal termasuk pendidikan) seperti China dan Vietnam, atau dual health care system atau parallel (yaitu pengobatan modern dan tradisional terpisah di dalam sistem kesehatan nasional) seperti India, Jepang dan Republik Korea.

Karena itu, untuk dalam negeri, dengan asumsi bahwa sistem kesehatan tersebut tidak berubah, maka produk obat bahan alam Indonesia dalam pelayanan kesehatan formal masih akan menemui kendala jika akan “masuk” ke dalam sistem pengobatan formal, berupa terbatasnya produk yang memenuhi persyaratan uji klinis.

Perubahan sistem kesehatan dapat menjadi faktor pendorong bisnis kuat bagi perkembangan industri obat bahan alam Indonesia di dalam negeri.

Faktor penting lain adalah tentunya perkembangan teknologi pengolahan obat berbasis bahan alam. Lemahnya (keterbatasan) penguasaan teknologi (terutama proses dan produk) obat bahan alam membatasi kemampuan pelaku industri (terutama yang berskala kecil dan menengah) untuk dapat memproduksi obat yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan.

Persyaratan yang ditetapkan negara tujuan seperti misalnya adanya kandungan bahan kimia obat dan pencemaran mikrobiologis yang dapat membahayakan kesehatan dan jiwa manusia adalah di antara faktor penghambat, jika obat bahan alam Indonesia tidak dikembangkan.

Kecenderungan perkembangan pemanfaatan obat bahan alam untuk food supplement yang pesat disebabkan oleh (Balittro, 2003):

1. Meningkatnya populasi penduduk manula dan baby boomers (booming kelahiran bayi).

2. Perkembangan ekonomi global dengan dukungan peluasan dan kemudahan komunikasi, internet dan publikasi.

3. Pengaruh positif dari kemudahan perundangan Amerika Serikat untuk produk suplemen diet (SD) yakni Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA). Persyaratan klim keamanan dan khasiat SD lebih ringan, yakni cukup didukung hasil uji praklinik yang jauh beberapa kali lebih murah, mudah dan lebih cepat dilakukan dibanding produk dengan klaim obat farmasi (obat modern) yang harus lulus uji praklinik dan klinik. Bahan baku SD umumnya ekstrak terstandar yang jauh lebih murah penyediaannya daripada obat modern yang berbasis zat berkhasiat murni (novel compound) hasil isolasi dan sintesa parsial atau total. Selain itu produk SD tidak dijual sebagai ethical drug (melalui resep) seperti obat modern tetapi dijual secara bebas antara lain secara OTC (over the counter).

4. Peningkatan keperdulian dan minat masyarakat sesuai dengan tren back to nature dan juga diilhami oleh pemikiran Hippocrates (500 SM) mengenai kesehatan positif (positive health) yang berbunyi ”biarlah makananmu menjadi obat dan obat menjadi makananmu” (let your food be your medicine, and your medicine be your food).

5. Konsumen mengambil keputusan tanggung jawab pemeliharaan kesehatannya kembali kepada gaya hidup yang alami.

Page 15: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

65 P2KDT – DB PKT

3.3 Tantangan

Industri obat bahan alam Indonesia (terutama kelompok tradisional atau yang berskala kecil dan menengah) menghadapi beragam persoalan antara lain:

Keterbatasan kemampuan dalam memperoleh bahan berkualitas, sistem produksi yang lebih baik dan SDM berkualitas.

Keterbatasan kemampuan dalam berinovasi atau melakukan litbang bagi pengembangan sistem produksi dan pengembangan produk.

Semakin ketatnya persaingan pasar, baik karena perkembangan industri sejenis, meningkatnya produk impor obat bahan alam, dan perkembangan masuk dan meningkatnya industri farmasi besar yang bergerak dalam industri dan perdagangan obat bahan alam.

Pelanggaran peraturan oleh industri kecil dan menengah tradisional, yang mencampur produk bahan alam dengan beberapa bahan kimia.

Terkait dengan hal tersebut, beberapa isu persoalan/hambatan yang dinilai penting pemecahannya bagi perkembangan obat bahan alam Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:

Tanpa adanya upaya-upaya yang komprehensif dan sinergis, perkembangan industri obat bahan alam Indonesia (termasuk untuk penyakit diabetes dari tanaman pare dan mahkota dewa) sangat berpotensi pada stagnasi bahkan “kemunduran” bagi industri obat bahan alam Indonesia karena sulit diterima oleh masyarakat yang semakin maju dan karena ancaman membanjirnya produk obat bahan alam impor dan produk obat modern sintetis (impor maupun produksi dalam negeri). Namun keterbatasan yang dimiliki oleh para pelaku industri obat bahan alam (terutama yang berskala kecil dan menengah atau kelompok tradisional), baik karena ketersediaan SDM (keahlian) maupun karena kegiatan litbang yang biasanya membutuhkan pembiayaan yang besar dan waktu yang tidak singkat, sangat menghambat perkembangan/kemajuan industri obat bahan alam Indonesia.

Untuk itu sangat diperlukan upaya pengembangan inovasi (proses dan produk) yang dibutuhkan oleh para pelaku industri. Sebagai contoh misalnya, untuk jamu dan fitofarmaka, bahan baku tanaman obat bahan alam harus melalui penelitian keamanan dan khasiatnya sehingga ditemukan ekstraksi yang terbukti secara ilmiah dan mendapatkan pengakuan untuk dipatenkan. Peluang ekspor produk obat bahan alam Indonesia juga belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena adanya kendala persyaratan yang ditetapkan negara tujuan seperti misalnya adanya kandungan bahan kimia obat dan pencemaran mikrobiologis yang dapat membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.

Upaya pengembangan obat bahan alam Indonesia secara komprehensif tidak mudah untuk dilaksanakan. Salah satu tantangannya adalah karena belum ada perencanaan terpadu bagi pengembangan bahan baku obat (modern) dari bahan alam. Walaupun berbagai pihak sebenarnya telah melakukan banyak hal, namun umumnya ini dilakukan secara sendiri-sendiri. Berkembangnya tumpang tindih (misalnya dalam litbang) ataupun tidak tercapainya hasil signifikan bagi perkembangan industri obat

Page 16: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

66

bahan alam Indonesia yang modern sangat potensial dihasilkan dari keadaan seperti ini.

Karenanya, sangat diperlukan upaya kolaboratif agar menghasilkan sinergi positif dalam mengembangkan dukungan produktif (terutama di bidang pengetahuan/ teknologi atau litbang/inovasi) bagi perkembangan industri obat bahan alam Indonesia, sesuai dengan kompetensi masing-masing pihak. Prakarsa pemetarencanaan kolaboratif adalah merupakan salah satu upaya untuk mendorong hal ini.

Pengembangan industri obat bahan alam Indonesia yang berkeunggulan daya saing akan sulit terwujud tanpa ada landasan yang jelas bagi peningkatan nilai tambah dan penguatan keterkaitan rantai nilai tambah dari seluruh elemen industri tersebut. Kekuatan struktural industri demikian lah yang dibutuhkan untuk membangun/meningkatkan daya saing industri obat bahan alam Indonesia.

Dalam kaitan ini, prakarsa pengembangan/penguatan klaster industri dapat menjadi suatu platform bagi pendekatan dalam peningkatan daya saing industri obat bahan alam Indonesia. Pengembangan/penguatan institusi kolaborasi merupakan bagian dari isu yang perlu diatasi dalam pengembangan obat bahan alam Indonesia.

Kekayaan intelektual yang dimiliki perlu terus dikembangkan dan juga dapat dilindungi secara legal sehingga mendorong peningkatannya sebagai aset ekonomi sekaligus turut mendorong penguatan kemandirian dan jati diri bangsa. Upaya menghasilkan dan memberi perlindungan HKI yang terkait dengan tanaman obat dan/atau pengetahuan/teknologi yang sangat urgen bagi perkembangan industri obat bahan alam Indonesia adalah satu satu di antara agenda yang menantang. Selain itu, peningkatan kesadaran dan kemampuan adopsi para pelaku industri, terutama yang berskala kecil dan menengah, akan praktik baik (good/best practices) industri obat bahan alam perlu didorong.

Hal yang juga sangat penting dikembangkan adalah alih pengetahuan/teknologi dan komersialisasi hasil litbang/inovasi yang tepat. Jika tidak, hasil litbang sangat boleh jadi akhirnya hanya akan tersimpan di laci.

Proses pengembangan obat (sintetis) merupakan proses yang panjang. Ini tentu merupakan proses yang perlu dilewati oleh pengembangan obat bahan alam Indonesia jika ingin dikembangkan sebagai produk obat modern. Tantangannya adalah bagaimana mengembangkan proses percepatan pengembangan obat bahan alam Indonesia (fast track development process). Mendorong kolaborasi sinergis merupakan hal yang penting dalam menggali solusi atas hal ini.

4. KEBUTUHAN TEKNIS DAN KAPABILITAS

Pengembangan obat (sintetis) biasanya terdiri atas empat tahapan (initial discovery, preclinical/animal testing, clinical trials,18 dan regulatory approval) dan membutuhkan

18 Uji klinik terdiri atas fase preliminary pharmacological evaluation, basic control evaluation, extended

clinical evaluation, dan post marketing trial.

Page 17: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

67 P2KDT – DB PKT

waktu yang cukup lama. Di negara maju, proses ini rata-rata memerlukan waktu antara 10 – 15 tahun (Bjerrum, 2001). dengan tipikal proses pengembangan seperti diilustrasikan pada Gambar 4 dan 5. Upaya ke arah seperti ini tentu perlu dipersiapkan. Namun dalam prakarsa ini, beberapa prioritas ditekankan pada tahapan di bagian “industri yang lebih hulu.”

Tantangan yang dihadapi prakarsa kolaboratif dalam hal ini menyangkut:

pengembangan bahan antara (bahan jamu, ekstrak herbal terstandar, dan sediaan akhir fitofarmaka) yang memenuhi ketentuan persyaratan (mutu, aman dan berkhasiat) dan tuntutan dinamika pasar, serta

proses pengembangan yang menghasilkan time-to-market yang tepat.

Dalam kaitan inilah maka di satu sisi, kebutuhan teknis dan kapabilitas berkaitan dengan pengembangan penataan obat bahan alam Indonesia sejak proses hulu. Sementara itu, keberhasilan dalam merespon kedua hal di atas juga memerlukan:

Modifikasi/penyesuaian keseluruhan aspek pengembangan.

Masukan lebih banyak dan lebih dini dari “proses dan industri yang lebih hilir.”

Integrasi/pemaduan kompetensi dan pengalaman serta sumber daya yang lebih luas.

Riset

awal

Drug

discovery

Clinical

Development

Full Scale

Manufacture

Toxicology and Pharmacokinetics

Chemical development

Pharmaceutical development

Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Sales and Marketing

Uji Klinik (Clinical Trials)

Fase 1 Fase 2 Fase 3

50-100

orang

100-200

orang

500-5000

orang

Fase 4

PersetujuanMulai

Biaya£2M £150M £300M

10,000 compounds 1 obat baru

Sumber : Arnot (2002).

Gambar 4. Ilustrasi Pengembangan Obat.

Page 18: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

68

AdvancedIntermediateEarly

New

Medicine

ProposalTarget

Validation

Lead

Identification

Lead

DevelopmentLead

OptimizationEIH

Enabling

Early

Clinical

Safety

Development

Portfolio

Preparation

Early

Clinical

Efficacy

Phase

II

Phase

IIILaunched

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

Target

Validation

Clinical

Candidate

Selected

Start

Phase III

NDA

Discovery Development Market

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

MIL

ES

TO

NE

Sumber : Brännback (2003).

Gambar 5. Proses Pengembangan Obat: Proses sejak Penemuan hingga Pemasaran (a Technology based View).

4.1 Produk Pasar Sasaran

Dalam rantai nilai sektor produksi, pihak swasta lebih banyak bergerak dalam produksi olahan dari obat bahan alam. Secara umum, tanaman obat telah digunakan dalam bentuk berbagai produk seperti obat, makanan kesehatan, obat tradisional, suplemen diet, penambah rasa, parfum, kosmetik, pewarna, biopestisida. Ini pada dasarnya merupakan produk “turunan” dan merupakan kebutuhan/permintaan turunan (derived demand) dari bahan alam tersebut.

Tekanan “kelompok produk” dalam prakarsa kolaboratif ini adalah “bahan baku atau produk antara” dari tanaman sebagai bahan baku bagi proses pengolahan pada rantai nilai produksi berikutnya (industri turunannya), yaitu bahan jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka. Kemajuan dalam bidang ini, termasuk penyediaan bahan yang mememnuhi persyaratan dan berkembangnya sistem produksi yang kompetitif (misalnya melalui inovasi teknologi proses dan produk), dinilai sangat penting bagi daya saing industri pada rantai nilai berikutnya. Pada proses produksi berikutnya (industri turunannya), diharapkan pihak swasta yang lebih banyak berperan.19

19 Pendekatan ini hampir mirip dengan upaya pemetarencanaan kolaboratif SIA (Semiconductor Industry

Association) dalam pengembangan semiconductor.

Page 19: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

69 P2KDT – DB PKT

Pada dasarnya strategi segmentasi generik yang dinilai potensial dan perlu dikembangkan adalah sebagai berikut (Gambar 6). Jamu dan herbal terstandar dapat ditujukan untuk pasar lokal/nasional dan regional, sedangkan fitofarmaka tentunya berpeluang untuk pasar lokal, regional dan internasional.

Industri Obat Modern

Bahan Jamu Tradisional

Bahan Herbal Terstandar

Fitofarmaka

Penin

gkata

n k

ecanggih

an d

an k

om

ple

ksi

tas

lain

Lokal/ Nasional

Regional (Tertentu)

Internasional (Pasar Maju)

Industri Obat Modern

Industri Makanan Suplemen

Industri Makanan Suplemen

Industri Jamu/ Obat Tradisional

Industri Jamu/ Obat Tradisional

Industri Obat Modern

Industri Makanan Suplemen

Gambar 6. Segmentasi Generik Pasar/Industri Obat bahan Alam.

Sebagai sasaran waktu masuk pasar awal (target market entry), maka pengembangan pare dan mahkota dewa sebagai obat antidiabetes diharapkan sudah dapat dilakukan uji coba pasar (market test) sebagai berikut (ilustrasi Gambar 7):

1. Bahan jamu:

untuk segmen pasar lokal/nasional adalah pertengahan - akhir tahun 2004 (awal 2005) dan mulai dipasarkan (untuk early market) di tahun 2005;

untuk segmen pasar regional adalah awal/pertengahan tahun 2005 dan mulai dipasarkan (untuk early market) di akhir tahun 2005.

Page 20: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

70

2. Herbal/ekstrak terstandar:

untuk segmen pasar lokal/nasional adalah awal/pertengahan 2005 dan mulai dipasarkan (untuk early market) di akhir tahun 2005;

untuk segmen pasar regional adalah pertengahan/akhir tahun 2005 dan mulai dipasarkan (untuk early market) di awal tahun 2006.

3. Fitofarmaka:

untuk segmen pasar lokal/nasional adalah awal/pertengahan 2006 dan mulai dipasarkan (untuk early market) di akhir tahun 2006;

untuk segmen pasar regional adalah awal tahun 2007 dan mulai dipasarkan (untuk early market) di pertengahan tahun 2007;

untuk segmen pasar internasional adalah awal tahun 2008 dan mulai dipasarkan (untuk early market) di pertengahan/akhir tahun 2008.

2006

Bahan Jamu Tradisional

Bahan Herbal Terstandar

Fitofarmaka

Penin

gkata

n k

ecanggih

an d

an k

om

ple

ksi

tas

lain

Lokal/ Nasional

Regional (Tertentu)

Internasional (Pasar Maju)

2008

20082004

2004 2005

2007

2005 / 2006

Target Market Entry :

Gambar 7. Target Waktu bagi Pengenalan kepada Segmen Pasar.

Page 21: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

71 P2KDT – DB PKT

Pertimbangan kebutuhan pasar bagi setiap segmen sangatlah penting. Telaah lebih mendalam atas karakteristik spesifik setiap segmen pasar perlu dilakukan, mengingat karakteristik psikografis setiap “kelompok” pengguna (adopter) dalam suatu industri biasanya berbeda.20

Faktor keberhasilan pengembangan obat bahan alam Indonesia terutama terkait dengan isu ketersediaan bahan baku, ketersediaan obat dalam jenis dan jumlah yang cukup, keterjaminan kebenaran khasiat, mutu dan keabsahan obat yang beredar, serta perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan obat yang dapat merugikan (membahayakan) masyarakat. Tentunya, hal yang sangat mendasar bagi seluruh segmen pasar adalah bahwa pengembangan obat bahan alam Indonesia pada dasarnya harus memenuhi persyaratan “mutu (quality), keamanan (safety), dan khasiat (efficacy).”

4.2 Persyaratan/Kebutuhan Fungsional dan Kinerja (Fitur) Produk

Seperti telah disinggung sebelumnya, pengembangan obat bahan alam Indonesia pada dasarnya harus memenuhi persyaratan “mutu (quality), keamanan (safety), dan khasiat (efficacy).” Di sisi lain, produk obat bahan alam Indonesia tentu harus kompetitif dalam persaingan pasar. Persyaratan pasar karenanya harus dapat dipenuhi dan pengembangannya mampu menghasilkan produk yang kompetitif.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka beberapa persyaratan yang utama bagi produk obat bahan alam Indonesia adalah:

1. Manjur

2. Khasiatnya konstan

3. Khasiatnya reversible

4. Aman (efek samping minimal)

5. Dosisnya harus rasional

6. Harga yang terjangkau (kompetitif)

7. Mudah penggunaannya (“praktis”)

8. Cepat bereaksi (instan)

9. Kemasan yang menarik

Sehubungan dengan itu, upaya pengembangan bahan jamu, herbal (ekstrak) terstandar dan fitofarmaka, perlu dikembangkan dalam rangka produksi produk turunan, baik untuk produk jamu, food supplement, maupun obat modern yang memenuhi persyaratan tersebut di atas.

20 Lihat misalnya konsep/teori Rogers (Rogers dan Scott, 1997) dan Morse (Cavender, 2000) tentang hal ini.

Page 22: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

72

Konsumen

Regulasi

Fitofarmaka

Herbal Terstandar

Bahan Jamu

Khasiat

Manjur Konstan Reversible

Aman (Efek Samping Minimum)

Dosis Rasional

Praktis (Kemudahan Penggunaan)

Cepat Bereaksi

Kemasan Menarik

Harga Kompetitif

Obat Modern

Food Supplement

Jamu

Persaingan

Teknologi

Gambar 8. Kerangka Kebutuhan Produk.

4.3 Persyaratan/Kebutuhan Fungsional dan Kinerja (Fitur) Teknologi

Secara umum, upaya pengembangan bahan jamu, herbal (ekstrak) terstandar dan fitofarmaka dari mahkota dewa dan pare yang diharapkan membutuhkan hal berikut:

1. Ketersediaan bahan baku tanaman yang bermutu dari pare dan mahkota dewa secara umum: Untuk memenuhi hal ini bagi seluruh produk diperlukan:

Teknologi budidaya (dan pembibitan) bagi tanaman obat (dalam hal ini pare dan mahkota dewa).

Teknologi pascapanen dan penyimpanan simplisia.

2. Ketersediaan bahan baku ekstraksi yang terstandar: Sehubungan dengan ini diperlukan:

Teknologi ekstraksi.

Teknologi bagi penapisan fitokimia

3. Pengembangan fitofarmaka: Dalam memenuhi ini dibutuhkan teknologi bagi pengembangan dan beragam pengujian:

Page 23: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

73 P2KDT – DB PKT

Standarisasi Ekstrak.

Penapisan Fitokimia untuk mengetahui jenis kandungan senyawa pada tanaman tersebut.

Uji Toksisitas untuk mengetahui keamanan bila dikonsumsi untuk pengobatan.

Uji Khasiat.

Uji Klinis:

Uji klinis untuk memastikan efek farmakologi, keamanan dan manfaat; dan

Uji klinis untuk pencegahan, pengobatan penyakit atau gejala penyakit.

4. Pengembangan produk dari bahan pare dan mahkota dewa: Berkaitan dengan ini diperlukan:

Pengembangan formula;

Teknologi formulasi bentuk dosis.

5. Pengembangan alih/difusi teknologi dan komersialisasi hasil litbang/inovasi: Sehubungan dengan ini antara lain diperlukan upaya pengembangan strateginya, kerangka komersial kekayaan intelektual (intellectual property), dan perencanaan bisnis (termasuk strategi produk-pasar, model bisnis, dan pentahapan).

Telaah tentang persyaratan fungsional dan kinerja teknologi hingga tahapan ini relatif masih sangat terbatas. Untuk itu, elaborasi lebih rinci dari teknologi yang diperlukan perlu dilakukan lebih lanjut.

4.4 Kapabilitas Teknologi Saat Kini

Sejauh ini belum terinventarisasi secara persis sejauh mana teknologi dan aktivitas litbang yang terkait dengan pengembangan obat bahan alam dari mahkota dewa telah dilakukan dan sejauh mana yang telah mampu dikuasai oleh lembaga litbang, perguruan tinggi atau industri/swasta di Indonesia. Walaupun begitu, diyakini bahwa beberapa aktivitas litbang dan literatur tentang kedua tanaman ini telah ada/dilakukan. Pengetahuan dan literatur tentang tanaman pare relatif diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan mahkota dewa.

Diskusi dalam workshop memperkirakan bahwa aktivitas litbang terkait dengan isu yang disebutkan pada bagian 4.3 di atas perlu dilakukan. Sehubungan dengan itu, aktivitas baseline berkaitan dengan perkembangan litbang dan hal lain relevan dengan tanaman mahkota dewa dan pare juga perlu dilakukan.

Menurut Balittro (2003), status teknologi di hulu dari mulai bahan tanaman, teknologi budidaya, panen sampai pasca panen umumnya masih sangat terbatas. Karena sebagian dibudidayakan secara tradisional sebagai usahatani sekunder dan sebagian besar dipanen dari lingkungan habitatnya (hutan vegetasi alamiah). Demikian juga status teknologi klarifikasi keamanan dan khasiat secara uji praklinik juga terbatas. Teknologi yang diperlukan adalah skrining jenis, varietas, penyusunan SOP budidaya, termasuk panen

Page 24: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

74

dan pasca panen sampai penyimpanan guna menghasilkan simplisia dan ekstrak terstandar yang sejalan dengan kaidah pengelolaan budidaya yang baik atau GAP yang sudah membudaya di Uni Eropa dan negara maju lainnya dan tengah digalakkan di China. Dengan kaidah ini asal dan riwayat bahan baku mudah dilacak kembali. Di Balittro sendiri misalnya, pada 2 tahun belakangan telah dilakukan penelitian mendukung pengembangan tanaman obat biofarmaka, seperti mengkudu, cabe jawa, purwoceng dan sambiloto. Hasil dari penelitian tersebut antara lain, beberapa nomor dan karakternya, teknik perbanyakan tanaman dan budidayanya (Balittro, 2003).

4.5 Kesenjangan dan Hambatan

Walaupun secara historis telah dimanfaatkan sejak lama, namun secara umum, pengetahuan “ilmiah” tentang karakteristik obat bahan alam relatif masih terbatas (Tabel 1). Keterbatasan tentang ini membutuhkan upaya penelitian lebih mendalam, khususnya tentang tanaman mahkota dewa dan pare.

Tabel 1. Perbandingan Sifat antara Obat Modern dengan Obat Bahan Alam.

Parameter Syntetic Phytomedicines

1. Cost High Low

2. Chemistry Usually simple Usually complex

3. Target High Usually complex

4. Affinity High Low

5. Potency High Low

6. Incident of side effect

Higher, often unpredictable Lower, usually predictable

7. Action Drastic changes in physiological events

Restore physiological balance

8. In vitro test Often adequate Inadequate

9. Patent Easy Difficult

Sumber : Rajasekharan, Dikutip dari GP Jamu (2003).

Berkaitan dengan ini, pengembangan obat bahan alam Indonesia dari mahkota dewa dan pare juga masih menghadapi isu persoalan umum yang perlu diatasi, seperti misalnya:

1. Kelemahan struktural rantai nilai, termasuk hulu – hilir, seperti misalnya penyediaan ketersediaan pasokan (bibit, tanaman budidaya, bahan mentah dan antara) dengan jumlah memadai dan stabil serta tingkat kualitas tinggi.

2. Penguasaan teknologi proses dan produk dan kelemahan/keterbatasan kapasitas inovatif pada umumnya.

3. Kendala dalam memenuhi persyaratan uji klinik.

4. Kendala kebijakan.

Page 25: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

75 P2KDT – DB PKT

Kebutuhan akan teknologi dan pemenuhan persyaratan produk seperti disebutkan pada bagian 4.4 dan 4.5 perlu diatasi dalam pengembangan obat bahan alam dari mahkota dewa dan pare.

4.6 Strategi dan Sasaran Pengembangan

“Pokjanas TOI (Kelompok Kerja Nasional Tanaman Obat Indonesia)” telah mengembangkan arah bagi litbang tanaman obat Indonesia seperti ditunjukkan pada Gambar 9 berikut.

Fitofarmaka

Pemanfaatan

khasiat empirik

Simplisia standar

NCE

Uji preklinik

Budidaya

Kimia/farmasi

Uji preklinik/klinik

Tanaman Obat

Herbal

terstandarKimia/farmasi

Uji preklinik

Sumber : Arjoso dan Sukasediati (Pokjanas TOI, 2003).

Gambar 9. Arah Litbang Tanaman Obat Indonesia.

Dalam mendukung upaya tersebut, prakarsa pengembangan obat bahan alam Indonesia berbasis tanaman mahkota dewa dan pare perlu dilakukan dengan penekanan strategi pengembangan kolaboratif terutama yang sarat dengan iptek/litbang atau inovasi produktif, dilakukan pada pengembangan bahan jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Page 26: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

76

Sehubungan dengan itu, kerangka pengembangan obat bahan alam Indonesia melalui prakarsa kolaboratif ini adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 10 berikut.

JamuHerbal Terstandar

Fitofarmaka

Pengembangan “Hulu” (Pertanian)

Tanaman Obat

Pengembangan Industri Obat

Bahan Alam Indonesia

Upaya bagi Akseptabilitas Obat Bahan Alam dalam Sistem/ Praktik Kesehatan Nasional

Alih & Difusi Teknologi, HKI, Komersialisasi Hasil Litbang (Inovasi), dan Aktivitas Produktif Terkait Lainnya

Jamu

Obat Modern

Food Supplement

Pasa

r N

asi

onal

Pasa

r Eksp

or

Gambar 10. Kerangka Pengembangan.

Bentuk “bahan baku” atau “produk antara” dipandang sangat strategis, karena pertimbangan:

1. Keterbatasan/kendala yang dihadapi oleh pelaku industri, khususnya yang berskala kecil dan menengah;

2. Mempunyai “daya bangkitan” (leverage effects) yang signifikan bagi perkembangan industri hilirnya;

3. Mengandung banyak elemen “barang publik” (public goods) karena sifat/sarat dengan aktivitas litbang atau iptek;

4. Perkiraan eksternalitas ekonomi (positif) upaya litbang atau inovasi bagi pengembangan bahan jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka dari kedua tanaman tersebut;

5. Ketentuan perundangan/peraturan yang berlaku dan persyaratan yang ketat di berbagai negara yang sulit dipenuhi oleh industri dalam negeri, khususnya yang berskala kecil dan menengah;

6. Memberikan agenda yang cukup fokus dan dinilai prioritas bagi parakarsa kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia.

Page 27: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

77 P2KDT – DB PKT

Sehubungan dengan itu, prakarsa kolaboratif pengembangan obat bahan alam bagi tanaman mahkota dewa dan pare dalam tahap ini dilakukan dengan sasaran pengembangan sebagai berikut, yang dinilai sebagai bidang-bidang litbang yang sangat penting:

1. Sistem pertanian bagi tanaman mahkota dewa dan pare:

Paket teknologi (teknologi budidaya dan pembibitan; dan

Teknologi pascapanen dan penyimpanan simplisia

untuk mendukung penyediaan bahan baku tanaman yang bermutu dari pare dan mahkota dewa.

Termasuk dalam hal ini misalnya adalah tersusunnya GAP (Good Agricultural Practices) sebagai prinsip atau sehimpunan SOP - farming practices untuk “sustainable production system that achieve economic viability, while protecting human health, animal and environment” untuk budidaya mahkota dewa dan pare.

2. Industri “bahan baku” atau “produk antara” bagi produk obat bahan alam: Paket teknologi/litbang tentang

Ekstraksi dan teknologi bagi penapisan fitokimia untuk mendukung ketersediaan bahan baku ekstraksi yang terstandar;

Teknologi bagi pengembangan dan beragam pengujian untuk mendukung pengembangan fitofarmaka, khususnya:

Standarisasi Ekstrak.

Penapisan Fitokimia untuk mengetahui jenis kandungan senyawa pada tanaman tersebut.

Uji Toksisitas untuk mengetahui keamanan bila dikonsumsi untuk pengobatan.

Uji Khasiat.

Uji Klinis:

Uji klinis untuk memastikan efek farmakologi, keamanan dan manfaat; dan

Uji klinis untuk pencegahan, pengobatan penyakit atau gejala penyakit.

3. Industri obat bahan alam: Paket litbang terkait dengan

Pengembangan formula; dan

Teknologi formulasi bentuk dosis

untuk mendukung pengembangan produk dalam industri obat bahan alam.

4. Alih teknologi/komersialisasi hasil litbang (inovasi) dalam mendukung pengembangan industri obat bahan alam Indonesia.

Page 28: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

78

Langkah-langkah tersebut membutuhkan kolaborasi sinergis beragam keahlian, pelayanan, prasarana dan sarana, aturan kebijakan yang kondusif serta peran-peran penting lain dari beragam pihak. Upaya tersebut mungkin berkembang dalam suatu klaster industri yang secara terus-menerus diperkuat. Karenanya, pemetaan potensi klaster industri bagi pengembangan obat bahan alam serta langkah-langkah penguatannya perlu dilakukan.

Pendidikan dan Riset (Perguruan Tinggi &

Lemlitbang

Pendidikan dan Riset (Perguruan Tinggi &

Lemlitbang

Budidaya Mahkota Dewa

dan Pare

Budidaya Mahkota Dewa

dan Pare

Industri Bahan:

• Jamu

• Herbal Terstandar

• Fitofarmaka

Industri Bahan:

• Jamu

• Herbal Terstandar

• Fitofarmaka

Klaster PertanianKlaster Pertanian

Lab UjiLab Uji

Asosiasi Profesi & Bisnis (Organisasi

Perdagangan)

Asosiasi Profesi & Bisnis (Organisasi

Perdagangan)

Lembaga Keuangan

Lembaga Keuangan

Badan Pemerintah(Kebijakan/Regulasi. Mis.: Deptan, Deperindag,

BPOM, Depkes, BSN, Ditjen HKI)

Badan Pemerintah(Kebijakan/Regulasi. Mis.: Deptan, Deperindag,

BPOM, Depkes, BSN, Ditjen HKI)

Penyedia Jasa Kesehatan

Penyedia Jasa Kesehatan

Penyedia Jasa Khusus

Penyedia Jasa Khusus

Produk BiologisProduk Biologis

Produk FarmasiProduk Farmasi

Produk

Kesehatan dan

Kosmetika

Produk

Kesehatan dan

Kosmetika

Industri Terkait seperti: Obat

Sintetis & Produk Kesehatan Lain

Industri Terkait seperti: Obat

Sintetis & Produk Kesehatan Lain

Peralatan/

Perlengkapan Uji

Peralatan/

Perlengkapan Uji

Penyimpanan dan

Distribusi

Penyimpanan dan

Distribusi

Peralatan/

Perlengkapan Produksi

Peralatan/

Perlengkapan Produksi

PengemasanPengemasan

Sertifikasi / LabelSertifikasi / Label

Humas (PR) dan

Periklanan

Humas (PR) dan

Periklanan

Benih/Bibit/

Tumbuhan

Benih/Bibit/

Tumbuhan

SaprodiSaprodi

AlsintanAlsintan

Teknologi & Praktik

Baik

Teknologi & Praktik

Baik

Gambar 11. Pemetaan Potensi Klaster Industri.

5. STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Dengan kompleks dan luasnya persoalan/tantangan yang perlu diatasi dan beragamnya pihak yang perlu terlibat dalam pengembangan obat bahan alam Indonesia ini, maka teknologi yang perlu dan/atau akan dikembangkan atau litbang yang akan dilaksanakan perlu dipandang sebagai tanggung jawab kolektif dan menjadi agenda bersama serta diletakkan dalam kerangka strategi pengembangan kolaboratif yang saling komplementatif dan memperkuat. Ini diharapkan lebih memungkinkan untuk mendapatkan sinergi positif dari upaya-upaya multipihak.

Page 29: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

79 P2KDT – DB PKT

Gambar 12. Ilustrasi Kerangka Pemetarencanaan dalam Klaster Industri.

Di sisi lain, dengan menyadari kompetensi masing-masing pihak, maka sudah semestinya setiap pihak melaksanakan dan berpartisipasi/berkontribusi dalam upaya yang dipandang urgen sesuai dengan kompetensi masing-masing. Dengan kelimpahan sumber daya tanaman obat (khususnya mahkota dewa dan pare), kekayaan intelektual pengetahuan/teknologi masyarakat yang dimiliki, dan kekayaan intelektual “modern” (termasuk fasilitas, keahlian dan pengalaman) yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang terlibat, serta relatif “mahalnya” kekayaan intelektual dari luar (outsource atau imported IP), maka pengembangan sendiri (indigenous technological development strategy) nampaknya merupakan alternatif pengembangan yang paling sesuai. Sehubungan dengan itu, inovasi, kemajuan atau hasil litbang yang dapat terlindungi secara legal oleh rejim HKI perlu diupayakan kepemilikan intelektualnya bagi masing-masing pihak/pengembang terkait.

Keberhasilan inovasi atau litbang pada akhirnya ditentukan oleh keberhasilan difusinya (komersialisasi) kepada industri. Oleh karena itu, pengembangan teknologi dan/atau pelaksanaan aktivitas litbang mempertimbangkan masukan dan/atau melibatkan pihak swasta, khususnya calon pengguna (adopter, dan investor), sedapat mungkin dan sedini mungkin.

Page 30: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

80

5.1 Evaluasi dan Penentuan Prioritas/Rekomendasi Teknologi

Sejauh ini, apa yang telah disampaikan pada bagian 4.3 – 4.6 dipandang sebagai bidang litbang/teknologi yang dinilai prioritas bagi, dan direkomendasikan untuk dilaksanakan dalam rangka kolaborasi pengembangan obat bahan alam Indonesia dari mahkota dewa dan pare. Upaya penajaman atau peninjauan tentang ini perlu dilakukan lebih lanjut.

5.2 Tahapan Keputusan dan Penjadwalan

Beberapa lembaga merencanakan melaksanakan aktivitas litbang tertentu terkait dengan tanaman mahkota dewa dan pare. Beberapa aktivitas penting juga dipandang perlu dilaksanakan (sebagian diusulkan). Dari identifkasi awal, beberapa aktivitas penting tersebut (dan perlu didiskusikan lebih lanjut) adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

5.3 Penganggaran/Pembiayaan dan Pengelolaan Sumber Daya Lain

Hingga tahapan ini, pembiayaan bagi aktivitas awal direncanakan dilaksanakan berdasarkan kemampuan pembiayaan masing-masing pihak yang terlibat. Tentu saja sumber daya yang tersedia ini masih sangat jauh dari yang diperlukan.

Patut diakui, kemampuan pembiayaan litbang sejauh ini termasuk bagi pengembangan obat bahan alam Indonesia masih sangat terbatas. Walaupun diyakini bahwa investasi litbang sangatlah penting bagi kemajuan industri obat bahan alam Indonesia, namun hal ini tidak serta merta tercermin dalam komitmen pembiayaan litbang.

Untuk itu, penggalian sumber daya, termasuk pembiayaan bagi langkah kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia ini perlu terus dilakukan. Dukungan dari pemerintah maupun swasta dan lembaga/pihak donor sangat diharapkan bagi pelaksanaan aktivitas litbang yang diperlukan.

Page 31: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

81 P2KDT – DB PKT

Tabel 2. Identifikasi Awal Rencana Aktivitas Litbang Stakeholder Kunci.

Tahun 2004 2005 2006 2007 2008

Produk - Pasar

Sasaran Fitofarmaka Lokal

Regional

Interna-sional

Sasaran Ekstrak Terstandar

Lokal

Regional

Sasaran Bahan Jamu Lokal

Regional

Lembaga - Teknologi (Litbang)

Balittro IPB

Pasca panen

Deptan BPTO Balittro IPB

Budidaya

Deptan BPPT Balittro IPB

Pembenihan

UI P3FOT

UK,UT, SE, PF, Formulasi dan Produksi

Puslitbang Kimia LIPI PF

PROM-BPOM UKL

Aktivitas Pendukung

Balittro Perhipba

Aktivitas Baseline

Pokjanas TOI GP Jamu BPPT

Tinjauan Kebijakan

Alih/Difusi Teknologi, Komersialisasi, Pengembangan Model Bisnis

BPPT KRT

Update Pemetaren-canan

Catatan:

UK: Uji Pra Klinis; UKL: Uji Klinis; UT: Uji Toksisitas; SE: Ekstak Standar; PF: Fitofarmaka.

Page 32: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

82

6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan Umum

Dewasa ini, fenomenon “kembali ke alam” telah menjadi kecenderungan yang semakin kuat. Pemanfaatan obat bahan alam dan pengobatan tradisonal baik di negara berkembang maupun negara industri maju cenderung meningkat.

The International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa upaya mengatasi diabetes memerlukan sekitar 5 – 10% dari anggaran kesehatan setiap negara. Kecenderungan kebutuhan yang meningkat merupakan peluang pasar bagi pengembangan obat anti diabetes, termasuk obat bahan alam Indonesia.

Anugerah alam (natural endowments) baik berupa kekayaan keanekaragaman hayati dan kekayaan pengetahuan/teknologi masyarakat (indigenous knowledge/technology) yang dimiliki oleh Indonesia harus dapat dimanfaatkan agar mampu dikembangkan menjadi aset intelektual bangsa dan produk-produk yang kompetitif. Tanaman mahkota dewa dan pare adalah dua dari sekian banyak tanaman obat Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi obat bahan alam Indonesia bagi pengobatan diabetes.

Prakarsa kolaboratif pemetarencanaan pengembangan obat bahan alam Indonesia merupakan langkah strategis penting untuk mendorong upaya-upaya yang sebelumnya telah dan direncanakan akan dilaksanakan oleh berbagai stakeholder kunci dalam mengembangkan obat bahan alam Indonesia secara sinergis.

Pengembangan teknologi, aktivitas litbang atau upaya-upaya inovasi beserta difusi/ komersialisasi hasilnya merupakan bagian integral sangat penting dalam pengembangan industri obat bahan alam Indonesia yang kompetitif, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Upaya-upaya ini antara lain sangat urgen dilakukan dalam pengembangan “bahan baku” atau “produk antara” baik dalam bentuk bahan jamu, herbal tersandar maupun sediaan akhir fitofarmaka yang dibutuhkan oleh industri.

Kelompok industri turunan/hilir potensial dari tanaman kedua tanaman obat yang diperkirakan potensial terutama adalah jamu, obat modern dan food supplement, selain produk-produk lainnya. Sementara itu, segmen pasar yang prospektif bagi produk ini adalah pasar lokal/nasional, dan pasar ekspor regional (negara-negara tertentu yang sudah dapat dan/atau diperkirakan mulai dapat menerima obat bahan alam Indonesia) dan pasar ekspor internasional negara-negara maju. Pada tahap awal, identifikasi dan pengembangan early market untuk hasil prakarsa kolaboratif akan sangat penting.

Kehendak untuk berkolaborasi dari berbagai pihak yang berpartisipasi dalam prakarsa pengembangan obat bahan alam Indonesia melalui pemetarencanaan ini merupakan suatu langkah maju yang sangat penting. Proses partisipatif dan semangat sharing berbagai pihak adalah di antara nilai positif yang patut dihargai.

Menurut hemat penulis, langkah kolaborasi pengembangan obat bahan alam Indonesia sangatlah penting dan memiliki nilai strategis bagi kepentingan nasional, baik dalam konteks pembangunan ekonomi maupun kemajuan iptek, terutama dipandang dari segi:

Potensi pasar dan pertumbuhannya, berdasarkan kecenderungan-kecenderungan pasar dan potensi pemanfaatan kemajuan iptek serta kekayaan alam (natural endowments) obat bahan alam Indonesia yang dimiliki;

Page 33: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

83 P2KDT – DB PKT

Potensi eksternalitas ekonomi yang dihasilkan dari program/aktivitas yang sarat dengan iptek/litbang/inovasi;

Potensi peningkatan pendapatan masyarakat, terutama di kalangan usaha kecil dan menengah, dengan meningkatnya kapasitas inovatif, khususnya kemampuan dan praktik bisnis yang inovatif dan lebih baik/kompetitif di kalangan mayoritas pelaku ekonomi nasional; dan

Potensi meningkatkan daya saing klaster industri, khususnya industri obat bahan alam Indonesia, sebagai salah satu keunggulan daya saing ekonomi nasional.

6.2 Beberapa Rekomendasi

Beberapa hal berikut merupakan rekomendasi/bahan masukan bagi para pihak yang terlibat dan pembuat kebijakan serta swasta:

1. Semua pihak konsisten menindaklanjuti dan memperkuat prakarsa kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia. Kebutuhan pengembangan/penguatan agenda kolaboratif dan dukungan sumber daya, khususnya pembiayaan litbang/inovasi, perlu disikapi dengan menggali berbagai alternatif, termasuk dukungan program pemerintah dan keterlibatan pihak swasta serta donor.

Sebagai salah satu alternatif upaya untuk ini, direkomendasikan pengusulan tema “Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia” dalam Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) – KRT. Pihak BPPT (khususnya DB TAB dan DB PKT) bersama dengan GP Jamu, BPOM, UI dan Pokjanas TOI diharapkan memprakarsai hal ini.

2. Memelihara momentum kerjasama dan memperkuat interaksi dan institusi (pengorganisasian) kolaborasi yang telah tumbuh.

Sehubungan dengan itu, penulis mengusulkan pemberlanjutan forum diskusi/komunikasi reguler antar stakeholder dan pengembangan/penguatan institusi (“pengorganisasian”) kolaborasi, yang salah satu aktivitasnya antara lain adalah dalam rangka pemutakhiran pemetarencanaan kolaboratif pengembangan obat bahan alam Indonesia.

3. Mendorong perbaikan dalam sistem kesehatan nasional untuk mendorong pemanfaatan obat bahan alam Indonesia dalam sistem kesehatan formal.

Untuk ini diusulkan dibentuk suatu tim/kelompok kerja (pokja) untuk mengkaji isu kebijakan21 dan memberikan rekomendasi/bahan masukan kepada pemerintah.

4. Adanya dukungan dan komitmen pimpinan (manajemen puncak) dari setiap organisasi yang terlibat. Hal ini sangat penting bagi keberhasilan dari prakarsa kolaboratif ini. Tanpa ini, momentum yang terbentuk berisiko hilang dan tidak memberikan hasil positif seperti yang diharapkan.

21 Termasuk misalnya alternatif kemungkinan pengembangan tolerant system mengarah kepada integrated

system.

Page 34: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

84

Dalam mendorong/memperkuat langkah kolaboratif yang sinergis pengembangan obat bahan alam Indonesia secara strategis, diusulkan adanya bentuk dukungan “legal-formal” (misalnya dalam bentuk “Kesepahaman Bersama”/MOU) antara beberapa stakeholder kunci.

Keberhasilan pengembangan obat bahan alam Indonesia merupakan tanggung jawab bersama (collective responsibility), dan karenanya tidak mungkin “dilimpahkan” kepada salah satu pihak semata. Langkah kolaborasi ini perlu dipandang sebagai proses pembelajaran bersama, dan hal ini akan berhasil jika setiap pihak yang terlibat istiqomah/konsisten, bersedia berkontribusi (memperkuat sharing spirit) dan secara bersama mendorong upaya/proses yang mendukung tercapainya hasil yang saling menguntungkan (mutual benefits).

6.3 Rencana Aksi

Sebagai titik masuk (entry point), seperti ditunjukkan pada Tabel 2, pada tahap sejauh ini beberapa pihak telah merencanakan aktivitas dalam rangka kolaborasi ini. Upaya penajaman dan perluasan kegiatan serta komunikasinya perlu terus dikembangkan.

LAMPIRAN

Peserta Forum/Workshop

Workshop melibatkan stakeholder kunci sebagai berikut:

1. Kementerian Riset dan Teknologi (KRT): Asisten Deputi Pengembangan Sistem Insentif

2. Badan pengawasan Obat dan Makanan (BPOM): Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetika Direktorat Obat Asli Indonesia Pusat Riset Obat

3. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT): Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan

Peningkatan Kapasitas Masyarakat – DB PKT Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Farmasi dan Medika – DB TAB Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian – DB TAB

4. Departemen Kesehatan: Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional 5. Departemen Pertanian:

Ditjen Bina Produksi Hortikultura Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO)

6. Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN): Pusat Riset Obat dan Makanan 7. Universitas Indonesia (UI): Departemen Farmasi - FMIPA 8. Institut Pertanian Bogor (IPB): Pusat Studi Biofarmaka 9. Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu) 10. Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Asli (PERHIPBA)

Page 35: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

85 P2KDT – DB PKT

Lampiran Data Pendukung

Jumlah Orang dengan Diabetes (WHO)

2000 2030

World 176.525.312 370.023.002

Regional Office for Africa (AFRO)

Country 2000 2030 Country 2000 2030

Algeria 426346 1210426 Lesotho 31396 41653

Angola 51264 139768 Liberia 39747 150673

Benin 86555 265565 Madagascar 100102 300778

Botswana 25125 38747 Malawi 54651 127844

Burkina Faso 124345 387510 Mali 140439 405279

Burundi 26388 71921 Mauritania 33858 103178

Cameroon 69693 170607 Mauritius 111140 232593

Cape Verde 7087 24429 Mozambique 133299 272580

Central African Rep 17778 37691 Namibia 25124 55615

Chad 96579 268999 Niger 107877 382104

Comoros 4450 14872 Nigeria 1706655 4834885

Congo 14467 39079 Rwanda 30415 76833

Côte d'Ivoire 263580 635326 Sao Tome-Principe 600 2152

D Rep of the Congo 290985 910030 Senegal 143390 421057

Equatorial Guinea 7973 20868 Seychelles 7698 19403

Eritrea 47232 141959 Sierra Leone 65442 177869

Ethiopia 795651 1819973 South Africa 813672 1286295

Gabon 7765 16895 Swaziland 12981 19360

Gambia 21599 52918 Togo 63725 183555

Ghana 302053 850505 Uganda 98141 328303

Guinea 33751 89014 United Republic of

Tanzania 201139 628702

Guinea-Bissau 17281 44287 Zambia 70383 180142

Kenya 183120 497750 Zimbabwe 107612 264646

Page 36: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

86

Regional Office for Americas (PAHO)

Country 2000 2030 Country 2000 2030

Antigua and Barbuda

2891 4763

Guyana 18524 36489

Argentina 1426152 2457044 Haiti 160612 403190

Bahamas 11519 26040 Honduras 81416 279812

Barbados 11064 22466 Jamaica 80631 197573

Belize 4738 15532 Mexico 2178507 6130209

Bolivia 206824 554527 Nicaragua 68088 233390

Brazil 4553003 11305516 Panama 59220 153308

Canada 2006107 3542974 Paraguay 102237 324326

Chile 494932 1047405 Peru 754087 1960957

Colombia 883401 2410362 Saint Kitts and

Nevis 1715 2279

Costa Rica 76490 230537 Saint Lucia 5238 11327

Cuba 479612 875643 Saint Vincent and

the Grenadines 5050 8886

Dominica 2692 4306 Suriname 9042 23079

Dominican Republic

245216 594339 Trinidad and

Tobago 60259 124780

Ecuador 340981 937632 United States of

America 17701942 30312264

El Salvador 102606 319738 Uruguay 154087 223622

Grenada 4169 7160 Venezuela 582501 1602148

Guatemala 139270 444794

Regional Office for the Eastern Mediteranean (EMRO)

Country 2000 2030 Country 2000 2030

Afghanistan 468485 1403188 Morocco 427317 1143309

Bahrain 36948 99489 Oman 113232 343326

Cyprus 49646 74523 Pakistan 5217306 14899131

Djibouti 7439 9309 Qatar 38044 87544

Egypt 2622789 6692132 Saudi Arabia 889518 2522689

Islamic Republic of Iran

2103199 6420780

Somalia 96829 331494

Iraq 667640 2009474 Sudan 447165 1277203

Jordan 194846 680495 Syrian Arab

Republic 627446 2312866

Kuwait 103778 318760 Tunisia 166186 388437

Lebanon 145786 377683 United Arab

Emirates 351119 684309

Libyan Arab 88152 244878 Yemen 326890 1162823

Page 37: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

87 P2KDT – DB PKT

Jamahiriya

Regional Office for Europe (EURO)

Country 2000 2030 Country 2000 2030

Albania 86081 191436 Lithuania 113946 146388

Andora 5730 18103 Luxembourg 12057 21193

Armenia 119651 205837 Malta 39177 57368

Austria 238930 366120 Monaco 2198 3435

Azerbaijan 336981 732895 Netherlands 425676 719753

Belarus 735031 818017 Norway 129759 206535

Belgium 317342 461439 Poland 1133646 1540642

Bosnia and Herzegovina

110656 179958

Portugal 662283 882428

Bulgaria 471501 552718 Rep of Moldova 170709 311689

Croatia 154596 180258 Romania 1092212 1807974

Czech Rep. 336306 441202 Russian Federation 4575571 5320153

Denmark 156505 232428 San Marino 1960 3467

Estonia 45957 42968 Slovakia 152714 220012

Finland 158580 239282 Slovenia 65588 86809

France 1753243 2645444 Spain 2717401 3751632

Georgia 200455 223350 Sweden 291908 404414

Germany 2626842 3770815 Switzerland 218646 336029

Greece 853246 1077022 Tajikistan 93491 245974

Hungary 332930 375942 The Former

Yugoslav Rep of Macedonia

53944 84397

Iceland 6198 11745 Turkey 2919600 6396772

Ireland 85787 156835 Turkmenistan 39685 222374

Israel 256696 499825 Ukraine 1636663 1641580

Italy 4252036 5373724 United Kingdom of

Great Britain and Northern Ireland

1804943 2665884

Kazakstan 452337 668293 Uzbekistan 429577 1164604

Kyrgyzstan 98314 222245 Yugoslavia 323547 392920

Latvia 81922 89650

Page 38: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PENYEDIAAN TEKNOLOGI, KOMERSIALISASI HASIL LITBANG DAN ALIANSI STRATEGIS

88

Regional Office for South East Asia (SEARO)

Country 2000 2030 Country 2000 2030

Bangladesh 3196469 11817232 Maldives 6497 24320

Bhutan 48159 151245 Myanmar 542708 1330352

Dem. People's Rep. of Korea

367042 635261

Nepal 435799 1328729

India 31596691 80923544 Sri Lanka 653145 1537427

Indonesia 8425831 21362957 Thailand 538203 2912626

Regional Office for the Western Pacific (WPRO)

Country 2000 2030 Country 2000 2030

Australia 940726 1672737 Japan 6765460 8913969

Brunei Darussalam 18153 49359 Kiribati 3698 6751

Cambodia 110307 295130 Lao People's Dem.

Rep. 45542 127833

China 20756772 42320529 Malaysia 942200 2481443

Cook Islands 665 1294 Marshall Is. 2281 4137

Fiji 37490 72213 Federated States

of Micronesia 5473 12639

Regional Office for the Western Pacific (WPRO)

Country 2000 2030 Country 2000 2030

Mongolia 33850 80711 Singapore 327674 695450

Nauru 1753 3876 Solomon Islands 12675 40880

New Zealand 178524 306928 Tonga 3366 6134

Niue 68 89 Tuvalu 346 775

Palau 855 1836 Vanuatu 6334 17099

Papua New Guinea 152018 392420 Viet Nam 791653 2342879

Philippines 2770017 7797681 Samoa 4485 7319

Republic of Korea 1859235 3378318

Page 39: Makalah 3  Prakarsa Kolaboratif Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Kasus Obat Diabetes dari Mahkota Dewa dan Pare – Tatang A. Taufik

PRAKARSA KOLABORATIF PENGEMBANGAN OBAT BAHAN ALAM ALAM INDONESIA: KASUS OBAT DIABETES DARI MAHKOTA DEWA DAN PARE

89 P2KDT – DB PKT

Estimasi Jumlah Keragaman Hayati Nasional

Sumber : GP Jamu (2002).

33.518.1005.131.100T o t a l

4.170800Mammalia

9.2001.600Bird

6.3002.000Reptilia

4.2001.500Amphibian

66.90010.000Invertebrata

19.0008.500Fish

50.0006.000Mollusk

3.000.00050.000Arthropod

30.000.0005.000.000Insect

30.8003.500Protozoa

220.50030.000Flowering plants

530100Seed plants

11.3001.500Ferns

16.6001.500Moss

26.9001.800Seaweed

47.00012.000Fungi

4.700300Bacteria, algae

WorldIndonesia

Number of speciesGroup