pengembangan model kegiatan microteaching lonrepository.uinmataram.ac.id/64/1/isi.pdfa. pendahuluan...
TRANSCRIPT
1
PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MAHASISWA CA LON
GURU MATEMATIKA DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN
SISWA AKTIF
Susilahudin Putrawangsa Pendidikan Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Mataram
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kegiatan
Microteaching untuk mempersiapkan mahasiswa guru memiliki keterampilan mengajar berbasis siswa aktif. Pengembangan model ini mengacu pada penelitian pengembangan Educational Design Research. Setelah mereka mengikuti model microteaching yang telah dikembangkan, evaluasi terhadap mahasiswa praktikan menunjukkan bahwa terjadi penguasaan (1) keterampilan membuka pembelajaran/memperkenalkan masalah pembelajaran; (2) keterampilan memfasilitasi siswa belajar dalam kelompok; (3) keterampilan memfasilitasi diskusi kelas; dan (4) keterampilan menyimpulkan/menutup pembelajaran. Ditemukan bahwa ada empat hal pada model microteaching yang berkontribusi dalam membentuk keterampilan mahasiswa calon guru untuk memiliki keterampilan mengajar siswa aktif, yaitu (1) kesesuaian antara tujuan kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, (2) kesesuaian antara langkah kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, (3) kesesuaian antara protokol pelaksanaan kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, dan (4) kesesuaian antara kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif. Kata Kunci: Microteaching; Pembelajaran; Siswa Aktif; Mahasiswa; Calon Guru;
A. PENDAHULUAN
Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan
paradigma belajar yang sangat signifikan. Kecenderungan pembelajaran yang
mulanya berpusat pada guru mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pola
kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran
langsung yang ditandai dengan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa
secara langsung sudah mulai tidak mendapatkan tempat di dunia pendidikan.
____________
Salinan naskah laporan penelitian ini tersimpan di Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri Mataram
Tahun 2018
2
Hal ini digantikan dengan proses pembelajaran yang lebih memberikan ruang
yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan secara aktif dalam
mengembangkan dan membangun khazanah keilmuannya dengan bimbingan
dan bantuan dari guru. Jika sebelumnya guru mendominasi proses
pembelajaran sebagai sumber pengetahuan bagi siswa, sekarang ini siswa
justru dituntut lebih aktif dalam pengembangan pengetahuan dan
keterampilannya dengan memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya
(prior knowledge and experience) melalui bimbingan, arahan, dan panduan
guru. Dalam hal ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator siswa dalam
belajar.
Perubahan cara pandang proses pendidikan ini menuntut peranan guru
yang berbeda dari sebelumnya. Guru saat ini tidak hanya berperan sebagai
sumber pengetahuan bagi siswa, akan tetapi guru juga dituntut untuk
memiliki keterampilan dalam menstimulus dan memfasilitasi siswa untuk
secara aktif mengembangkan pengetahuannya dan secara aktif berbagi
pengetahuan kepada siswa lainnya. Jika sebelumnya guru berperan sebagai
orang yang memberikan justifikasi benar atau salah terhadap respon siswa,
saat ini guru justru dituntut untuk memberikan ruang kepada siswa untuk
melakuakn penilaian dan justifikasi terhadap respon siswa lainnya. Pola
interaksi belajar yang sebelumnya didominasi oleh pola interaksi guru ke
siswa telah digantikan dengan pola interaksi yang lebih bervariasi dan
kompleks, yaitu guru ke siswa, siswa ke guru, dan siswa ke siswa. Dalam hal
ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengelola pembelajaran
berbasis diskusi kelompok siswa atau diskusi kelas dalam suasana
pembelajaran kooperatif dan aktif.
Memperhatikan perubahan paradigma pengajaran dan pernanan guru
tersebut, LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) dituntut untuk
menghasilkan lulusan yang sesui dengan tuntutan perubahan tersebut.
Salah satu bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan guru yang relevan
untuk maksud tersebut adalah kegiatan Microteaching. Hal ini dikarenakan
Microteaching adalah bentuk kegiatan yang khusus dikembangkan untuk
3
meningkatkan profesionalitas guru dimana tujuan utamanya adalah
peningkatan kualitas kemampuan dan keahlian guru dalam mengajar.1 2 3 4
Berdasarkan hasil studi awal kami, ditemukan bahwa riset terkait dengan
Microteaching pada umumnya lebih banyak fokus pada investigasi pengaruh,
dampak atau efektivitas kegiatan Microteaching terhadap peningkatkan
keterampilan mengajar. Tidak banyak riset terkait dengan pengembangan
model atau protokol kegiatan Microteaching untuk pengembangan
keterampilan mengajar calon guru.5 6 7 8 9 10
Berdasarkan urgensi tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan
penelitian pengembangan model kegiatan Microteaching untuk meningkatkan
keterampilan calon guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa aktif guna
mempersiapkan calon guru yang memiliki keterampilan yang sesui dengan
tuntutan zaman dan lapangan kerja.
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, dirumuskan dua masalah
penelitian ini, yaitu:
1 Koc, Burcu, and Ali Ilya. "Exploring Pre-service La guage Teachers’ Perceptio s a d Actual Practices of Giving Feedback in Micro-teaching." Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2016:
421 – 429. 2Ferna´ndez, Maria Lorelei. "Investigating how and what prospective teachers learn through
microteaching." Teaching and Teacher Education, 2010: 351-362. 3 Karçkay, Arzu Tasdele , a d Seyda Sa lı. "The effect of icro teachi g applicatio o the preservice teachers’ teacher co pete cy levels." Procedia Social and Behavioral Sciences, 2009:
844–847. 4 sravani. wisestep. June 11, 2016. http://content.wisestep.com/microteachingprinciples-
proceduresbenefitslimitations/ (accessed March 23, 2017). 5 Ferna´ndez, Maria Lorelei. "Investigating how and what prospective teachers learn through
microteaching." Teaching and Teacher Education, 2010: 351-362. 6 Bell, Nancy D. "Microteaching: What is it that is going on here?" Linguistics and Education, 2007:
24-40. 7 Higgins, Agnes, and Honor Nicholl. "The experiences of lecturers and students in the use of
microteaching as a teaching strategy." Nurse Education in Practice, 2003: 220–227. 8 McNamara, O., L. Roberts, T. Basit, and T. Brown. "Rites of passage in initial teacher training:
Ritual performance, ordeal and numeracy skills test." British Educational Research Journal, 2002:
863–878. 9 Allen, Dwight, and Weiping Wang. Microteaching. Beijing, China: Xinhua Press, 1996. 10 Altuk, Yasemin Godek, Volkan Hasan Kaya, and Dilber Bahceci. "A Study on developing
"Microteaching scale" for student teachers." Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2012:
2964 – 2969
4
1. Bagaimana model kegiatan microteaching yang efektif untuk
meningkatkan keterampilan mahasiswa calon guru dalam melaksanakan
pembelajaran siswa aktif?
2. Perangkat pembelajaran seperti apa yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kegiatan microteaching yang efektif dalam meningkatkan
keterampilan mahasiswa calon guru untuk melaksanakan pembelajaran
siswa aktif?
Keterampilan pembelajaran siswa aktif pada penelitian ini difokuskan
pada empat keterampilan pengajaran, yaitu:
1. keterampilan membuka pembelajaran/memperkenalkan masalah
pembelajaran;
2. keterampilan memfasilitasi siswa belajar dalam kelompok;
3. keterampilan memfasilitasi diskusi kelas; dan
4. keterampilan menyimpulkan/menutup pembelajaran.
B. PEMBAHASAN
Pada model kegiatan microteaching yang dikembangkan dalam penelitian
ini, kegiatan Microteaching dirancang dalam 5 tahapan kegiatan, yaitu:
Planning (perancangan pembelajaran), Teaching and observing
(melaksanakan pembelajaran yang disertai dengan observasi), Evaluation and
feedback (evaluasi dan penyampaian masukan), Re-teaching and observing
(melaksanakan ulang pembelajaran yang disertai dengan observasi), dan Re-
evaluation and feedback (evaluasi dan penyampaian masukan tahap ke dua).
Praktikan dikelompokan dalam tim microteaching yang setiap tim berisi 6 – 7
praktikan. Setiap tim melaksanakan kegiatan microteacing secara terpisah,
dimana setiap anggota tim berganti peran sebagai guru dan sebagai siswa.
Pada saat praktikan berperan sebagai siswa, praktikan juga menjalankan
peran sebagai observer. Peranan masing-masing praktikan dalam tim pada
satu siklus kegiatan microteaching digambarkan sebagai berikut:
5
Tabel 1 Tahapam dan Peranan Praktikan dalam Kegiatan Microteaching
Tahapan Praktikan sebagai
Guru Praktikan sebagai Siswa/Observer
Planning Menyiapkan rancangan pembelajaran
Membantu guru dalam menyempurnakan rancangannya.
Teaching and observing
Melaksanakan pembelajaran
Berperan sebagai siswa yang sekaligus mengobservasi proses pembelajaran
Evaluation and feedback
- Menyampaikan evaluasi diri
- Mendengarkan dan mencatat masukan dari observer
Menyampaikan hasil observasi dalam hal ini salah seorang dari observer bertindak sebagai moderator mengarahkan kegiatan Evaluasi dan Feedback.
Re-teaching and observing
Melaksanakan pembelajaran
Berperan sebagai siswa yang sekaligus mengobservasi proses pembelajaran
Re-evaluation and feedback
Mendengarkan dan mencatat masukan dari observer
Menyampaikan hasil observasi dalam hal ini salah seorang dari observer bertindak sebagai moderator mengarahkan kegiatan
Memperhatikan hasil ujicoba model kegiatan microteaching yang
dilakukan dalam 10 siklus kegiatan, temuan pada lima tahapan Microteaching
tersebut serta antipisasi dan perbaikan yang dilakukan dijabarkan sebagai
berikut:
a. Tahap Planning
Pada tahap ini masih banyak dari praktikan merencakan
pembelajaran yang masih belum sesuai dengan harapan untuk
membentuk suasana pembelajaran siswa aktif. Misalnya, mereka masih
merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran
yang berpusat pada guru, seperti metode ceramah.
Untuk mengatasi masalah ini, dosen pengampu memberikan
penjelasan tambahan mengenai rancangan pembelajaran yang relevan
untuk menciptakan suasana pembelajaran siswa aktif. Selain itu, dosen
6
pengampu menangguhkan kegiatan microteaching untuk praktikan
tersebut sehingga dapat merumuskan rancangan pembelajaran yang
relevan dengan pembelajaran siswa aktif.
b. Tahap Teaching and observing
Pada siklus awal kegiatan Microteaching, sebagian besar praktikan
masih kesulitan melaksanakan pembelajaran siswa aktif. Secara prosedur,
mereka telah melaksanakan pembelajaran siswa aktif seperti yang
mereka rencanakan. Akan tetapi, pembelajaran tersebut hanya memenuhi
standar prosedur saja, sedangkan kualitas dari masing-masing tahapan
pembelajaran yang dirancanakan masih jauh dari harapan pembelajaran
siswa aktif yang ideal. Hal ini disebebkan karena, sebagian praktikan
belum terbiasa melaksanakan pembelajaran apalagi pembelajaran
berpusat pada siswa. Dalam hal ini, praktikan masih memerlukan
pengalaman mengajar dengan frekuensi lebih tinggi agar terbiasa dengan
suasana pembelajaran. Untuk menanggulangi masalah ini, dosen
pengampu menyarankan praktikan untuk sering melakukan latihan
mengajar secara mandiri, yaitu melaksanakan rencana pembelajaran yang
telah dirancang secara mandiri sebelum dilaksanakan di suasana
microteaching. Hal ini akan membentu praktikan memiliki pandangan
atas pembelajaran yang akan dilakukan sehingga dapat mempersiapkan
atau memperbaiki hal-hal yang dirasanya masih kurang.
Durasi kegiatan pembelajaran yang diberikan, yaitu antara 20 – 25
menit, tidak cukup untuk melaksanakan pembelajaran utuh berbasis
siswa aktif dengan empat kegiatan utama, yaitu kegiatan awal, kegiatan
inti pertama, kegiatan inti kedua, dan kegiatan akhir. Berdasarkan yang
telah dilakukan praktikan, waktu ideal yang diperlukan adalah sekitar 30
– 40 menit. Berdasarkan temuan di lapangan, ada sejumlah alasan
mengapa ekspektasi 20 – 25 menit tidak cukup, yaitu pertama, praktikan
memilih materi yang relatif kompleks sehingga memerlukan waktu yang
relatif lebih lama. Untuk masalah ini, disarankan kepada praktikan untuk
memilih materi pembelajaran yang lebih sederhana. Kedua, praktikan
7
belum terbiasa melaksanakan pembelajaran berbasis siswa aktif sehingga
ditemukan sejumlah kegiatan pembelajaran yang tidak perlu dilakukan
tetapi tetap dilakukan. Untuk hal ini, prakitan memerlukan latihan dan
pengalaman mengajar yang lebih banyak lagi dan ditambah dengan
persiapan yang matang sebelum pembelajaran dilaksanakan. Ketiga,
durasi 20 – 25 menit untuk melaksanakan pembelajaran tersebut memang
sulit dipenuhi oleh sebagain besar praktikan jika dibandingkan dengan
kompleksitas dan kuantitas kegiatan yang harus dilakukan. Rata-rata
praktikan menyelesaikan kegiatan pembelajaran di atas 30 menit tapi
kurang dari 40 menit. Oleh karena itu, durasi kegiatan pengajaran
dirubah menjadi interval 30 – 40 menit.
Masalah lainnya yang ditemukan dilapangan adalah praktikan yang
bertindak sebagai siswa masih belum dapat secara natural bertingkah
seperti siswa. Hal ini mempengaruhi suasana pembelajaran. Hal ini
mungkin disebabkan karena materi pembelajaran yang disampaikan oleh
guru terlalu mudah untuk dikuasai oleh praktikan. Untuk mengatasi
masalah ini, dosen pengampu mengarahkan kepada praktikan untuk
memilih materi ajar yang relevan dengan level kompetensi siswa-
praktikan saat itu, misalnya dengan memilih materi-materi perkuliahan.
Dengan demikian, suasana pembelajaran yang natural seperti yang
diharapakan dapat terwujud.
Praktikan yang bertindak sebagai siswa sekaligus observer
mengalami kesulitan untuk memainkan peranan ganda, yaitu sebagai
siswa sekaligus sebagai observer. Hal ini dikarenakan tugas observer
seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya begitu kompleks dan rumit
untuk dilaksanakan jika harus berperan ganda, yaitu menulis setiap
temuan berdasarkan pedoman observer yang diberikan. Diperlukan
perubahan pedoman observer, yaitu pedoman observer yang lebih
sederhana akan tetapi tetap menangkap esensi dari kegiatan observasi
tersebut. Berangkat dari masalah ini, dosen pengampu merubah teknik
dan bentuk pedoman observasi, yaitu setiap observer hanya diminta
8
untuk memberikan satu pujian yang pantas berdasarkan penampilan guru,
menemukan satu hal yang perlu diperbaiki dari penampilan guru, dan
satu hal yang menginsiprasi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan
guru. Hal ini kemudian disitilahkan sebagai protokol 1P+1S+1I, yaitu
protokol 1 Pujian, 1 Saran, dan 1 Inspirasi. Observer tidak perlu lagi
mencatat ketiga hal tersebut, melainkan dapat disampaikan langsung
pada tahap evaluasi dan feedback nantinya.
Terkait dengan suasana pembelajaran microteaching, awalnya
kegiatan teaching dilakukan dalam pembelajaran kelas kecil, yaitu 6-7
praktikan yang bertindak sebagai siswa. Akan tetapi, jika kelas kecil ini
terus dipertahankan, suasana pembelajaran yang lebih normal sulit
didapatkan. Oleh karena itu, dilakukan sejumlah perubahan dengan
paradigma gradasi kompleksitas suasana kelas, yaitu pada empat siklus
pertama kegiatan microteaching dilaksanakan dalam kelas kecil, yaitu 6-
7 praktikan sebagai siswa, kemudian pada enam siklus kedua,
microteaching dilaksanakan dalam kelas yang lebih besar, yaitu 12 – 14
siswa per kelas. Pembentukan kelas besar ini dilakukan dengan
menggabungkan dua kelompok kecil pada empat siklus pertama menjadi
satu kelas besar pada enam siklus kedua. Perubahan kompleksitas jumlah
siswa ini nampak efektif dalam memberikan tantangan suasana belajar
yang lebih kompleks bagi praktikan sehingga praktikan lebih terlatih
menghadapi suasana kelas normal. Perubahan kelas microteaching
seperti yang dideskripsikan di atas digambarkan pada bagan berikut ini:
9
Gambar 1 Kelas Kecil dan Kelas Besar dalam Kegiatan Microteaching
c. Tahap Evaluation and feedback
Pada prototipe awal kegiatan microteaching, kegiatan evaluasi dan
feedback dilakukan dengan cara meminta setiap praktikan yang berperan
sebagai observer menyampaikan satu pujian, satu saran dan satu inspirasi
berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Ketiga hal ini
disampikan secara langsung oleh setiap observer secara bergilir untuk
kemudian didiskusikan bersama guru guna memperbaiki penampilan
mengajar guru. Berdasarkan temuan dilapangan, metode evaluasi dan
feedback dari rekan seperti ini ditemukan kurang efektif meskipun guru
mendapatkan banyak masukan dari rekan lainnya (karena setiap rekan
wajib menyampaikan masukan kepada guru). Hal ini disebebkan karena
ketiga hal tersebut dibicarakan secara bersamaan dan setiap rekan
menyampaikan pandangan masing-masing yang membuat guru dan
praktikan lainnya mengalami kesulitan untuk fokus pada topik-topik
yang memang penting dan harus menjadi perhatian guru untuk
didiskusikan lebih intensif dan ditindaklanjuti dengan lebih serius.
Kelompok 1 (6-7 praktikan)
Kelompok 3 (6-7 praktikan)
Kelompok 4 (6-7 praktikan)
Kelompok 5 (6-7 praktikan)
Kelompok 6 (6-7 praktikan)
Kelompok 2 (6-7 praktikan)
Kelompok A (12-14 praktikan)
Kelompok B (12-14 praktikan)
Kelompok C (12-14 praktikan)
Kelas Kecil
(4 Siklus Pertama)
Kelas Besar
(6 Siklus Kedua)
10
Nampak akan lebih baik jika evaluasi dan feedback dari rekan
difokuskan pada 2 atau 3 isu penting untuk ditindaklanjuti dengan serius
oleh guru.
Untuk mengatasi masalah ini, evaluasi dan feedback rekan tidak lagi
mewajibkan setiap rekan untuk menyampaikan pandangannya terakit
dengan tiga hal tersebut (pujian, saran dan inspirasi) sekaligus. Akan
tetapi, tim microteaching secara bersamaan dan bertahap dimulai dari
mendiskusikan 2 atau 3 hal yang sudah baik dan perlu dipertahankan oleh
guru (good points), kemudian mendiskusikan 2 atau 3 hal yang belum
baik dan perlu diperbaiki oleh guru (correction points). Good point
bertujuan untuk menginformasikan kepada guru hal-hal positif yang
sudah dimiliki praktikan sebagai guru yang perlu untuk diketahui sebagai
motivasi praktikan untuk meningkatkan penampilannnya. Sedangkan,
correction point bertujuan untuk mengenal kelemahan dari praktikan
untuk diperbaiki sehingga penampilannya sebagai guru dapat lebih baik.
Diskusi seputar good dan correction point atau disingkat dengan GCP
jauh lebih efektif dibandingkan dengan protokol 1P+1S+1I yang telah
dilakukan sebelumnya. Dengan protokol GCP, diskusi mengenai
kelebihan dan kelemahan guru lebih terarah dan lebih jelas bagi guru,
yaitu guru lebih memahami apa yang harus dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan mengajarnya. Jika pada protokol 1P+1S+1I
diskusi perbaikan guru cenderung tidak terfokus (kurang efektif) dan
memakan wakut yang relatif lama (kurang efisien), penggunaan protokol
GCP jauh lebih efektif dan efisien. Pada protokol 1P+1S+1I, guru harus
mengingat banyak hal yang harus diperbaiki karena setiap observer
sama-sama memberikan koreksi kepada guru. Selain itu, saran perbaikan
tersebut sering kali tidak matang didiskusikan karena kuantitas saran
yang harus dibicarakan dalam waktu yang relatif singkat. Akibatnya
terkadang guru mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian atas
koreksi tersebut sehingga perbaikan yang diharapkan tidak dapat
dilakukan dengan maksimal. Sedangkan pada protokol GCP, perbaikan
11
yang diharapkan adalah pada poin-poin penting dan telah matang
didiskusikan, sehingga guru dapat dengan mudah untuk memperbaiki
penampilan pengajarannya.
d. Tahap Re-teaching and observing
Pada protokol sebelumnya, pada tahap re-teaching mengajarkan
kembali materi dan tugas belajar yang sama persis seperti pada tahap
teaching, Dalam hal ini, guru hanya fokus pada melakukan perbaikan
berdasarkan saran dan masukan yang telah diberikan. Dalam
pelaksanaannya, protokol ini cenderung ini kurang efektif disebabkan
karena hal yang dijarkan guru telah dialami oleh siswa sebelumnya
sehingga hal tersebut kurang memberikan tantangan baik bagi guru
maupun siswa.
Untuk memperbaiki protkol ini, guru diarahkan untuk mengajar
materi yang sama, akan tetapi tugas belajar (masalah yang akan
didiskusikan siswa pada kegiatan inti) yang diberikan guru kepada siswa
berbeda antara pada tahap teaching dan re-teaching. Dengan ini,
diharapkan adanya keterbaharuan pada pengajaran di tahap re-teaching.
Dengan ini, tantang perbaikan yang harus dilakukan guru lebih bermakna
dan terasa natural, buka sekedar perilaku yang hanya dibuat-buat.
e. Re-evaluation and feedback
Tidak banyak perubahan atau perbaikan protokol dilakukan pada
tahap ini, yaitu setelah kegiatan re-teaching praktikan mengevaluasi
penampilan guru berdasarkan saran yang telah diberikan sebelumnya,
yaitu apakah guru telah melakukan perbaikan atau tidak.
Berdasarkan temuan di atas, sejumlah revisi dilakukan pada model
Microteaching yang sedang dikembangkan. Perbaikan-perbaikan yang
dijabarkan sebagai berikut:
1. Fokus Keterampilan Tidak berbeda dengan rancangan awal, model kegiatan
microteaching ini difokuskan pada peningkatan keterampilan mengajar
guru dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, yaitu
12
melaksanakan pembelajaran siswa aktif (Active Learning). Keterampilan
ini terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan berikut ini:
a) Keterampilan membuka pembelajaran
- Keterampilan memulai pembelajaran sedemikian sehingga siswa
memiliki sikap mental yang fokus untuk belajar, termotivasi, dan
memiliki rasa ingin tahu.
- Keterampilan memilih materi dan kegiatan pembelajaran yang
sesuai guna mempersiapkan siswa untu kegiatan inti
pembelajaran.
b) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelompok
- Keterampilan guru dalam menyampaikan masalah pembelajaran
- Keterampilan guru dalam memberikan stimulus sedemikian
sehingga siswa terlibat aktif dalam kegiatan penyelesaian masalah
- Keterampilan guru menjaga kondusifitas kegiatan diskusi
kelompok.
c) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelas
- Keterampilan guru dalam mengarahkan diskusi kelas pada solusi
yang tepat atas masalah pembelajaran guna mencapai tujuan
pembelajaran
- Keterampilan guru dalam memberikan stimulus sedemikian
sehingga siswa terlibat aktif dalam kegiatan diskusi kelas
- Keterampilan guru menjaga kondusifitas kegiatan diskusi kelas.
d) Keterampilan menutup pembelajaran
- Keterampilan guru dalam memfasilitasi siswa dalam merumuskan
kesimpulan
- Keterampilan guru dalam melaksanakan kegiatan lanjutan untuk
menguatkan pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran.
2. Bentuk Kegiatan Microteaching
Kegiatan yang microteaching dirancang dalam kelompok atau tim
microteaching, yaitu tim kecil dan tim besar. Pada tahap awal
microteaching praktikan membentuk tim kecil yang berisi 6-7 praktikan.
13
Setiap tim melaksanakan kegiatan microteaching dengan bimbingan
dosen pengampu.
Jika setiap praktikan telah mendapatkan kesempatan kesempatan
menjadi guru, kegiatan microteaching kemudian diadakan dalam tim
besar, yaitu dua tim kecil digabung menjadi satu tim besar (berisi 12 – 14
praktikan). Dalam hal ini, praktikan melaksanakan kegiatan
microteaching dalam suasana kelas yang lebih besar, mendekati kelas
normal. Hal ini sengaja dirancang untuk menumbuhkan kesiapan mental
dan keterampilan mengajar praktikan dalam suasana kelas atau
pembelajaran yang lebih normal.
Setiap praktikan yang melaksanakan kegiatan microteaching
mengalami 5 tahapan microteaching, yaitu perencanaan pembelajaran
(planning), melaksanakan pembelajaran (teaching), evaluasi (evaluation),
pengajaran kembali (re-teaching), dan evaluasi kembali (re-evaluation)
dengan durasi pelaksanaan di setiap tahapan dipaparkan sebagai berikut:
Tabel 2 Tahapan Kegiatan Microteaching dan Peranan Guru dan Siswa
Tahapan Durasi Planning 1 – 2 minggu (dilakukan di luar jam
perkuliahan Microteaching) Teaching and observing 30 – 40 menit (dilakukan di jam
perkuliahan Microteaching) Evaluation and feedback 10 – 20 menit (dilakukan di jam
perkuliahan Microteaching) Re-teaching and observing 30 – 40 menit (dilakukan di jam
perkuliahan Microteaching) Re-evaluation and feedback 5 – 10 menit (dilakukan di jam
perkuliahan Microteaching) Total (diluar Planning) 75 – 110 menit
3. Deskripsi Kegiatan pada Tahapan Microteaching
a. Planning
Pada tahap ini, praktikan merencanakan kegiatan pembelajaran
yang berorientasi pada pembelajaran siswa aktif. Durasi pembelajaran
yang dirancang adalah selama 35 – 40 menit yang dijabarkan dalam
14
tiga tahap kegiatan pembelajaran, yaitu: kegiatan awal pembelajaran,
kegiatan inti pembelajaran, dan kegiatan akhir pembelajaran.
Rancangan pembelajaran dilengkapi dengan prangkat pembelajaran
yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya, seperti Lembar Kerja Siswa
(LKS) atau media pembelajaran jika memang menggunakan media
pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang telah disusun kemudian
didiskusikan dengan praktikan lainnya dan juga kepada dosen
pembimbing untuk mendapatkan masukan guna meningkatkan
kualitas dari rancangan tersebut.
Penjelasan untuk masing-masing ketiga kegiatan pembelajaran
tersebut dijabarkan sebagai pada tabel berikut ini:
Tabel 3 Rancangan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Awal Pada kegiatan awal, guru merencanakan kegiatan pembelajaran
yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa guna menghadapi kegiatan inti. Bentuk dari kegiatan awal dapat berupa kegiatan:
- pembentukan kesan awal guna menumbuhkan ketertarikan dan motivasi siswa untuk belajar serta mempersiapkan mental dan konsentrasi siswa untuk belajar;
- review pembelajaran atau penyampaian konsep-konsep penting yang memiliki kaitan dengan kegiatan inti sedemikian sehingga siswa memiliki landasan berpikir untuk menyelesaikan masalah yang diberikan pada kegiatan inti nantinya.
Inti Pada kegiatan inti, guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Kegiatan inti terdiri atas dua kegiatan yang saling bersinergi dan terkait satu dengan yang lain, yaitu pertama kegiatan penyelesaian masalah dalam diskusi kelompok; dan kedua kegiatan pemaparan/presentasi solusi atas masalah tersebut kepada siswa lainnya melalui kegiatan diskusi kelas. 1. Diskusi Kelompok
Kegiatan ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu: - Penyampaian masalah pembelajaran
Guru menyampaikan masalah pembelajaran yang akan dijadikan sebagai topik diskusi. Pastikan bahwa siswa memahami masalah pembelajaran sebelum diskusi dimulai. Masalah pembelajaran tersebut merupakan medium untuk membangun pemahaman siswa mengenai tujuan
15
pembelajaran Melalui masalah ini, siswa distimulus untuk mengembangakan pengetahuannya sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Oleh karena itu, masalah yang disajikan memiliki kaitan yang sangat kuat dengan tujuan pembelajaran.
- Diskusi siswa dalam kelompok Setelah penyajian masalah, siswa dalam kelompok diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tentu penyelesaian dari masalah ini memiliki keterkaitan dengan kegiatan awal yang telah dilakukan, dimana kegiatan awal bertujuan untuk membangun landasan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah pada kegiatan inti.
2. Diskusi Kelas (Konferensi Kelas) Dalam diskusi kelas, guru memfasilitasi kegiatan diskusi
siswa secara menyeluruh untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan. Jika pada diskusi kelompok, siswa mencoba menyelesaikan masalah tersebut dalam kelompok masing-masing, maka dalam diskusi kelas siswa sekarang bersama dengan siswa lainnya dari kelompok lainnya mendiskusikan solusi dari masalah tersebut, yaitu saling memaparkan solusi masing-masing yang telah didiskusikan sebelumnya dalam kelompok masing-masing.
Dalam hal ini, tujuan dari diskusi kelas ini adalah untuk menemukan solusi yang paling tepat untuk masalah yang diberikan dimana siswa saling mempelajari solusi dari kelompok lainnya melalui diskusi kelas. Sehingga, dalam hal ini guru diharuskan memiliki kemampuan memilih solusi siswa yang paling relevan untuk dijadikan sebagai titik awal diskusi sehingga tujuan diskusi kelas tersebut dapat tercapai. Guru diharuskan memiliki keterampilan dalam mengarahkan diskusi kelas untuk menemukan solusi atas masalah yang diberikan.
Akhir Pada kegiatan akhir, guru merencanakan suatu kegiatan dimana kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan penguatan dan penegasan atas apa yang telah dipelajari hubungannya dengan tujuan pembelajaran.
Salah satu contoh bentuk kegiatan akhir adalah kegiatan merumuskan kesimpulan dari kegiatan belajar yang telah dilakukan. Dalam hal ini, siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hal yang didapatkan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Misalnya, dalam pembelajaran matematika, siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan konsep atau prinsip matematika yang didapatkan dan dipelajari dari kegiatan penyelesaian masalah yang telah dilakukan.
Selain bentuk kegiatan di atas, kegiatan akhir juga dapat ditambah dengan pemberian soal latihan atau tugas untuk memperkuat pemahaman siswa
16
b. Teaching and observing Rancangan pembelajaran yang telah disusun oleh guru-praktikan
dilaksanakan dalam suatu proses pembelajaran dalam suasana.
Praktikan lainnya yang tidak menjadi guru bertindak sebagai siswa
sekaligus sebagai observer atas proses pembelajaran tersebut.
Observasi atas kegiatan pembelajaran tersebut difokuskan pada
dua poin, yaitu sebagai berikut:
1) Good Point
Yaitu observer diminta untuk menemukan hal-hal yang
sudah dilakukan dengan baik oleh guru terkait dengan
penampilannya dalam mengajar.
2) Correction Point
Yaitu observer diminta untuk menemukan hal-hal yang
belum dilakukan dengan baik oleh guru terkait dengan
penampilannya dalam mengajar.
Observasi dengan pedoman menemukan hal yang sudah baik dan
belum baik dari guru seperti dijelaskan di atas dalam penelitian ini
diistilahkan dengan protokol GCP (Good and Correction Point).
Untuk membantu observer dalam melakukan penilaian
penampilan guru, peneliti mengembangkan pedoman observasi untuk
menguatkan pemahaman observer atas hal yang perlu diobservasi,
yaitu sebagai berikut:
Tabel 4 Fokus Observasi
Kegiatan Fokus Observasi pada Setiap Tahap Pembelajaran Awal 1. Sejauh mana keberhasilan guru membuka pembelajaran sedemikian
sehingga dapat mempersiapkan mental siswa untuk belajar? a. Apakah siswa sudah fokus untuk belajar? b. Apakah siswa menunjukkan ketertarikan untuk belajar? c. Apakah kegiatan awal membangkitkan rasa ingin tahu siswa?
2. Sejauh mana kegiatan awal pembelajaran mempersiapkan siswa untuk menghadapi kegiatan inti pembelajaran, yaitu apakah kegiatan awal pembelajaran menyediakan landasan berpikir bagi siswa untuk menyelesaikan masalah pada kegiatan inti?
17
Inti (Diskusi Kelompok)
1. Sejauh mana keberhasilan guru dalam menyampaikan masalah pembelajaran sedemikian sehingga setiap siswa memahami dengan baik masalah pembelajaran yang akan didiskusikan?
2. Sejauh mana kualitas isi dan penyajian dari masalah pembelajaran yang disediakan guru dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran?
3. Selama diskusi, sejauh mana usaha guru untuk menstimulus siswa untuk terus melakukan investigasi guna menemukan solusi terhadap masalah yang diberikan? - Apakah guru memberikan stimulus berupa scaffolding dengan
mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi, membangun relasi, mengarahkan pada petunjuk secara tidak langsung, dan sebagainya?
- Apakah stimulus yang diberikan oleh guru membantu siswa atau justru membingungkan siswa?
- Apakah guru terus berusaha melibatkan siswa dalam kegiatan penyelesaian masalah?
- Apakah guru memberikan bimbingan yang proporsional kepada siswa?
Inti (Diskusi Kelas)
1. Sejauh mana keberhasilan guru mengelola kegiatan diskusi kelas sedemikian sehingga setiap siswa terlibat ‘aktif’ dalam kegiatan tersebut?
2. Sejauh mana keberhasilan guru mengarahkan diskusi kelas sedemikian sehingga diskusi kelas mengarah pada tercapainya tujuan pembelajaran?
Akhir 1. Sejauh mana keberhasilan guru membimbing siswa dalam menyimpulkan pembelajaran?
2. Apakah kegiatan akhir yang dilakukan guru menguatkan penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran?
Selain fokus observasi di atas, observer juga dapat menilai
penampilan guru pada aspek-aspek berikut ini:
- Keterampilan guru dalam menghadirkan variasi pembelajaran
Variasi ini tidak hanya terbatas pada variasi kegiatan, melainkan
dapat juga berupa variasi tune suara, variasi bahasa tubuh, variasi
perpindahan guru, variasi fokus pandangan guru, variasi respon guru
dan sebagainya.
- Keterampilan guru dalam memberikan respon penguatan
Keterampilan ini menyangkut keterampilan guru dalam memberikan
respon yang tepat atas jawaban, tanggapan, atau tindakan siswa
sedemikian siswa tetap termotivasi untuk belajar. Misalnya,
bagaimana guru menanggapi jawaban siswa yang benar atau
18
jawaban siswa yang salah sedemikian tanggapan guru tersebut
membuat siswa tersebut tetap termotivasi untuk belajar.
- Keterampilan guru dalam memberikan stimulus
Pemberian stimulus bertujuan untuk merangsang siswa untuk
berfikir atau bertindak. Stimulus dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan
siswa atau untuk menunjukkan kekeliruan yang dilakukan siswa
(klarifikasi).
- Keterampilan guru dalam komunikasi;
Keterampilan ini menyangkut keterampilan guru dalam
menggunakan bahasa verbal maupun non-verbal (simbol, bahasa
tubuh, gambar, dan sebagainya) untuk menyampaikan ide kepada
siswa sehingga ide tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh
siswa. Termasuk dalam keterampilan ini adalah pemilihan kosa kata
yang tepat sesuai dengan level pendengar, kelancaran dalam
menyampaikan ide, keteraturan urutan penyampaian ide (keterkaitan
antra ide), dan keterampilan komunikasi lainnya.
- Keterampilan guru dalam menjelaskan.
Termasuk dalam keterampilan ini adalah kemampuan guru dalam
memaparkan penjelasan sedemikian sehingga memudahkan siswa
memahami penjelasan tersebut. Termasuk dalam keterampilan ini
antara lain keterampilan guru dalam memberikan ilustrasi dan
permisalan yang tepat, menggunakan alat bantu untuk
menyampaikan penjelasan, memilih bahasa komunikasi yang tepat,
mendemonstrasikan suatu penjelasan, dan sebagainya.
- Keterampilan guru dalam mempertahankan suasana pembelajaran.
Keterampilan ini menyangkut keterampilan guru dalam mengambil
tindakan sedemikain sehingga suasana pembelajaran tetap kondusif.
Termasuk dalam keterampilan ini adalah ketepatan tindakan guru
dalam menegur siswa yang mengganggu kondusifitas kelas,
19
ketanggapan guru dalam meminimalisir faktor yang mengganggu
kondusifitas guru, dan hal-hal sejenis lainnya.
c. Evaluation and feedback
Setelah kegiatan pembelajaran, praktikan dalam tim mengevaluasi
secara bersama-sama kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
oleh praktikan yang bertindak sebagai guru. Dalam hal ini, praktikan
yang bertindak sebagai siswa memberikan masukan, saran, bahkan
kritik konstruktif untuk meningkatkan kualitas guru dalam mengajar.
Tahapan kegiatan evaluasi dan feedback ini terbagi dalam dua
kegiatan, yaitu: evaluasi diri oleh guru (refleksi diri) dan diskusi
dengan guru dan praktikan lainnya untuk meningkatkan kualitas
pengajaran guru. Tahapan kegiatan tersebut digambarkan pada tabel
berikut ini:
Tabel 6 Tahapan Kegiatan Evaluasi dan Feedback
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Evaluasi Diri (Refleksi Guru)
Dalam hal ini, guru merefleksi atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya. Pertanyaan-pertanyaan refleksi diri berikut ini dapat dijadikan sebagai acuan hal yang perlu disampaikan dalam evaluasi diri ini, yaitu: - Apakah Anda sudah puas dengan pengajaran yang telah
dilakukan? - Bagian proses pengajaran yang mana yang sudah Anda lakukan
dengan baik? Mengapa? - Bagian proses pengajaran yang mana yang belum Anda lakukan
dengan baik? Mengapa? - Apa inspirasi dari pengalaman saat ini untuk memperbaiki kualitas
pengajaran Anda di masa akan datang Diskusi Diskusi ini terbagi dalam dua tahapa kegiatan, yaitu:
1. Good Point Pada tahap ini, observer mengungkapkan hal-hal yang
sudah baik dilakukan oleh guru dalam pembelajarannya dan perlu untuk dipertahankan.
2. Correction Point Pada tahap ini, observer bersama guru mengungkapkan 2
atau 3 hal penting yang paling perlu diperbaiki dari penampilan guru. Diskusi ini juga berlanjut pada menemukan cara yang harus dilakukan guru untuk memperbaiki kelemahannya tersebut, yang nantinya dapat diantisipasi pada kegiatan re-
20
teaching. Jadi dalam tahapan ini, observer tidak hanya mengungkap kelemahan guru saja, melainkan juga memberikan alternatif solusi atas masalah tersebut. 2 atau 3 hal tersebut yang paling urgen tersebut didiskusikan dengan mendalam hingga pada tataran praktis sehingga guru memiliki pandangan hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya tersebut.
d. Re-teaching and observing
Dengan memperhatikan hasil dari refleksi diri dan evaluasi rekan
serta hasil diskusi pada tahap sebelumnya, guru diberikan kesempatan
untuk memperbaiki penampilan mengajarnya dengan mempraktikan
kembali pembelajaran.
Untuk menjaga suasana keterbaharuan dan natural kegiatan
pembelajaran, pada pembelajaran ini guru diminta untuk
menghadirkan masalah pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran
sebelumnya meski masih dalam materi yang sama. Hal ini
dikarenakan fokus pada evaluasi bukan pada kemampuan guru
memahamkan siswa materi yang diajarkan akan tetapi pada
keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajara.
Seperti halnya pada pembelajaran sebelumnya, yang bertindak
sebagai observer pada pembelajaran ini adalah siswa. Berbeda dengan
observasi pada pembelajaran sebelumnya, fokus observasi pada
pembelajaran kali ini adalah pada usaha guru untuk memperbaiki
penampilan mengajarnya dengan memperhatikan masukan dan saran
yang telah didapatkan pada tahap evaluasi.
e. Re-evaluation and feedback
Pada tahap evaluasi ini, observer memberikan tanggapan atas
usaha guru untuk memperbaiki keterampilan mengajarnya, yaitu
apakah guru telah berusaha memperbaiki diri berdasarkan masukan
dan saran yang diberikan pada tahap evaluasi sebelumnya.
C. PENUTUP
Ada empat faktor dalam model Microteaching ini yang berkontribusi atas
pengembangan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran
siswa aktif, yaitu:
21
1. Orientasi Kegiatan Microteaching
Model kegiatan microteaching ini difokuskan pada peningkatan
keterampilan mengajar guru dalam melaksanakan pembelajaran yang
berpusat pada siswa, yaitu melaksanakan pembelajaran siswa aktif
(Active Learning). Keterampilan ini terdiri atas penguasaan
keterampilan-keterampilan berikut ini:
a) Keterampilan membuka pembelajaran
b) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelompok
c) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelas
d) Keterampilan menutup pembelajaran
2. Tahapan Kegiatan Microteaching
Kegiatan microteaching dalam model ini terdiri atas lima tahapan
kegiatan yang dilakukan secara berurutan dalam waktu yang tidak
terpisah, yaitu perencanaan pembelajaran (planning), pelaksanaan
pemebalajaran (teaching), evaluasi pembelajaran (evaluation and
feedback), pelaksanaan ulang pembelajaran (re-teaching), evaluasi akhir
pelaksanaan pembelajaran (re-evaluation and feedback).
Kelima kegiatan tersebut dilakukan dalam waktu yang tidak
terpisahkan memberikan ruang bagi guru memperbaiki langsung
penampilan mengajarnya berdasarkan masukan dari rekan lainnya dan
dosen pengampu selaku pakar. Adanya tahap perancanaan pembelajaran
disertasi dengan tindakan diskusi dan konsultasi terhadap rancangan
tersebut memungkinkan praktikan untuk mempelajari strategi
perencanaan pembelajaran siswa aktif dengan lebih baik. Urutan kegiatan
Teaching-Feedback-Reteaching yang dilakukan dalam satu satuan waktu
memungkinkan praktikan untuk memperbaiki secara langsung
kelemahannya dalam melaksanakan pembelajaran. Tentu masukan dari
rekan dan dosen pembina dapat langusng diaktualissi sehingga saran dan
masukan konstruktif tersebut diharapkan dapat menjadi karakter dari
praktikan.
3. Protokol Kegiatan Microteaching
22
Pengembangan protokol evaluasi GCPs (Good-Correction Points)
memudahkan baik bagi observer dalam melakukan memberikan saran
dan perbaikan bagi guru. Sedangkan bagi guru, dengan protokol GCPs
tersebut lebih memudahkan dalam menginternalisasi saran dan masukan
dari pihak lainnya yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk
melakukan perbaikan diri.
4. Rancangan Pembelajaran
Rancangan pembelajaran siswa aktif yang dirancang praktikan dalam
kegiatan microteaching ini terdiri atas tiga tahapan pembelajaran, yaitu:
kegiatan awal, inti, dan kegiatan akhir. Ketiga tahapan kegiatan tersebut
dijabarkan secara detail pada Tabel 3 di atas. Struktur kegiatan
pembelajaran pada rancangan pembelajaran dalam model Microteaching
ini mengharuskan siswa untuk melaksanakan pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Dengan demikian, melalui model pembelajaran semacam ini
praktikan dengan sendirinya terlatih untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran siswa aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Akker, Jan Van Den, Koeno Gravemeijer, Susan McKenney, and Nienke Nieveen.
Educational Design Research. Oxon: Routledge, 2006.
Allen, Dwight, and Weiping Wang. Microteaching. Beijing, China: Xinhua Press, 1996.
Altuk, Yasemin Godek, Volkan Hasan Kaya, and Dilber Bahceci. "A Study on
developing "Microteaching scale" for student teachers." Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 2012: 2964 – 2969.
Amobi, F. "Preservice teachers’ reflectivity on the sequence and consequences of
teaching actions in a microteaching experience." Teacher Education Quarterly,
2005: 115–128.
Anthony, Glenda. "Active Learning in a Constructivist Framework." JSTOR, 1996.
Bell, Nancy D. "Microteaching: What is it that is going on here?" Linguistics and
Education, 2007: 24-40.
23
Benton-Kupper, J. "The microteaching experience: Student perspectives." Education,
2001: 830–836.
Bonwell, Charles, and James Eison. Active Learning: Creating Excitement in the
Classroom. ERIC Clearinghouse Products, 1991.
Brown, G. Microteaching a programme of teaching skill. London: Metheun, 1975.
Ferna´ndez, Maria Lorelei. "Investigating how and what prospective teachers learn
through microteaching." Teaching and Teacher Education, 2010: 351-362.
Grabinger, R. Scott Dunlap, and Joanna C. Rich environments for active learning: a
definition. February 11, 2014.
http://www.researchinlearningtechnology.net/index.php/rlt/article/viewFile/9606/
11214 (accessed September 25, 2015).
Higgins, A, and H Nicholl. "The experiences of lecturers and students in the use of
microteaching as a teaching strategy." Nurse Education, 2003: 220–227.
Higgins, Agnes, and Honor Nicholl. "The experiences of lecturers and students in the use
of microteaching as a teaching strategy." Nurse Education in Practice, 2003:
220–227.
I’Anson, J., Rodrigues, S., & Wilson, G. “Mirrors, reflections and refractions: The
contribution of microteaching to reflective practice.” European Journal of
Teacher Education, 2003: 189–199.
Karçkay, Arzu Tasdelen, and Seyda Sanlı. "The effect of micro teaching application on
the preservice teachers’ teacher competency levels." Procedia Social and
Behavioral Sciences, 2009: 844–847.
Klinzing, H. G. "Wie effektiv ist microteaching? Ein uberblick uber funfundreifsig jahre
forschung (How effective is micro-teaching? A survey of fifty-three years of
research)." Zeitschrift fur Padagogik, 2002: 194–214.
Koc, Burcu, and Ali Ilya. "Exploring Pre-service Language Teachers’ Perceptions and
Actual Practices of Giving Feedback in Micro-teaching." Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 2016: 421 – 429.
Kpanja, E. "A study of the effects of video tape recording in microteaching training."
British Journal of Educational Technology, 2001: 483–486.
McKenney, Susan, and Thomas C. Reeves. Conducting Educational Design Research.
Oxon: Routledge, 2012.
24
McNamara, O., L. Roberts, T. Basit, and T. Brown. "Rites of passage in initial teacher
training: Ritual performance, ordeal and numeracy skills test." British
Educational Research Journal, 2002: 863–878.
Plomp, Tjeerd, and Nienke Nieveen. An Introduction to Educational Design Research.
Enschede: SLO-Netherlands Institute for Curriculum Development, 2010.
Renkl, A., R.K. Atkinson, U.H. Maier, and R. Staley. "From example study to problem
solving: Smooth transitions help learning." Journal of Experimental Education,
2002: 293–315.
Rusbult, Craig. Constructivism as a Theory of Active Learning. 2017.
http://www.asa3.org/ASA/education/teach/active.htm#constructivism (accessed
April 5, 2017).
sravani. wisestep. June 11, 2016. http://content.wisestep.com/microteachingprinciples-
proceduresbenefitslimitations/ (accessed March 23, 2017).
Weltman, David. A Comparison of Traditional and Active Learning Methods: An
Empirical Investigation Utilizing a Linear Mixed Model. PhD Thesis, Arlington:
The University of T exas, 2007, 7.