pengembangan model kegiatan microteaching lonrepository.uinmataram.ac.id/64/1/isi.pdfa. pendahuluan...

24
1 PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MAHASISWA CA LON GURU MATEMATIKA DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN SISWA AKTIF Susilahudin Putrawangsa Pendidikan Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Mataram [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kegiatan Microteaching untuk mempersiapkan mahasiswa guru memiliki keterampilan mengajar berbasis siswa aktif. Pengembangan model ini mengacu pada penelitian pengembangan Educational Design Research. Setelah mereka mengikuti model microteaching yang telah dikembangkan, evaluasi terhadap mahasiswa praktikan menunjukkan bahwa terjadi penguasaan (1) keterampilan membuka pembelajaran/memperkenalkan masalah pembelajaran; (2) keterampilan memfasilitasi siswa belajar dalam kelompok; (3) keterampilan memfasilitasi diskusi kelas; dan (4) keterampilan menyimpulkan/menutup pembelajaran. Ditemukan bahwa ada empat hal pada model microteaching yang berkontribusi dalam membentuk keterampilan mahasiswa calon guru untuk memiliki keterampilan mengajar siswa aktif, yaitu (1) kesesuaian antara tujuan kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, (2) kesesuaian antara langkah kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, (3) kesesuaian antara protokol pelaksanaan kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, dan (4) kesesuaian antara kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif. Kata Kunci: Microteaching; Pembelajaran; Siswa Aktif; Mahasiswa; Calon Guru; A. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar yang sangat signifikan. Kecenderungan pembelajaran yang mulanya berpusat pada guru mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pola kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran langsung yang ditandai dengan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa secara langsung sudah mulai tidak mendapatkan tempat di dunia pendidikan. ____________ Salinan naskah laporan penelitian ini tersimpan di Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri Mataram Tahun 2018

Upload: vocong

Post on 05-Jul-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

1

PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MAHASISWA CA LON

GURU MATEMATIKA DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN

SISWA AKTIF

Susilahudin Putrawangsa Pendidikan Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Mataram

[email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kegiatan

Microteaching untuk mempersiapkan mahasiswa guru memiliki keterampilan mengajar berbasis siswa aktif. Pengembangan model ini mengacu pada penelitian pengembangan Educational Design Research. Setelah mereka mengikuti model microteaching yang telah dikembangkan, evaluasi terhadap mahasiswa praktikan menunjukkan bahwa terjadi penguasaan (1) keterampilan membuka pembelajaran/memperkenalkan masalah pembelajaran; (2) keterampilan memfasilitasi siswa belajar dalam kelompok; (3) keterampilan memfasilitasi diskusi kelas; dan (4) keterampilan menyimpulkan/menutup pembelajaran. Ditemukan bahwa ada empat hal pada model microteaching yang berkontribusi dalam membentuk keterampilan mahasiswa calon guru untuk memiliki keterampilan mengajar siswa aktif, yaitu (1) kesesuaian antara tujuan kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, (2) kesesuaian antara langkah kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, (3) kesesuaian antara protokol pelaksanaan kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif, dan (4) kesesuaian antara kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam kegiatan Microteaching dengan orientasi pembelajaran siswa aktif. Kata Kunci: Microteaching; Pembelajaran; Siswa Aktif; Mahasiswa; Calon Guru;

A. PENDAHULUAN

Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan

paradigma belajar yang sangat signifikan. Kecenderungan pembelajaran yang

mulanya berpusat pada guru mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pola

kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran

langsung yang ditandai dengan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa

secara langsung sudah mulai tidak mendapatkan tempat di dunia pendidikan.

____________

Salinan naskah laporan penelitian ini tersimpan di Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri Mataram

Tahun 2018

Page 2: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

2

Hal ini digantikan dengan proses pembelajaran yang lebih memberikan ruang

yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan secara aktif dalam

mengembangkan dan membangun khazanah keilmuannya dengan bimbingan

dan bantuan dari guru. Jika sebelumnya guru mendominasi proses

pembelajaran sebagai sumber pengetahuan bagi siswa, sekarang ini siswa

justru dituntut lebih aktif dalam pengembangan pengetahuan dan

keterampilannya dengan memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya

(prior knowledge and experience) melalui bimbingan, arahan, dan panduan

guru. Dalam hal ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator siswa dalam

belajar.

Perubahan cara pandang proses pendidikan ini menuntut peranan guru

yang berbeda dari sebelumnya. Guru saat ini tidak hanya berperan sebagai

sumber pengetahuan bagi siswa, akan tetapi guru juga dituntut untuk

memiliki keterampilan dalam menstimulus dan memfasilitasi siswa untuk

secara aktif mengembangkan pengetahuannya dan secara aktif berbagi

pengetahuan kepada siswa lainnya. Jika sebelumnya guru berperan sebagai

orang yang memberikan justifikasi benar atau salah terhadap respon siswa,

saat ini guru justru dituntut untuk memberikan ruang kepada siswa untuk

melakuakn penilaian dan justifikasi terhadap respon siswa lainnya. Pola

interaksi belajar yang sebelumnya didominasi oleh pola interaksi guru ke

siswa telah digantikan dengan pola interaksi yang lebih bervariasi dan

kompleks, yaitu guru ke siswa, siswa ke guru, dan siswa ke siswa. Dalam hal

ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengelola pembelajaran

berbasis diskusi kelompok siswa atau diskusi kelas dalam suasana

pembelajaran kooperatif dan aktif.

Memperhatikan perubahan paradigma pengajaran dan pernanan guru

tersebut, LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) dituntut untuk

menghasilkan lulusan yang sesui dengan tuntutan perubahan tersebut.

Salah satu bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan guru yang relevan

untuk maksud tersebut adalah kegiatan Microteaching. Hal ini dikarenakan

Microteaching adalah bentuk kegiatan yang khusus dikembangkan untuk

Page 3: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

3

meningkatkan profesionalitas guru dimana tujuan utamanya adalah

peningkatan kualitas kemampuan dan keahlian guru dalam mengajar.1 2 3 4

Berdasarkan hasil studi awal kami, ditemukan bahwa riset terkait dengan

Microteaching pada umumnya lebih banyak fokus pada investigasi pengaruh,

dampak atau efektivitas kegiatan Microteaching terhadap peningkatkan

keterampilan mengajar. Tidak banyak riset terkait dengan pengembangan

model atau protokol kegiatan Microteaching untuk pengembangan

keterampilan mengajar calon guru.5 6 7 8 9 10

Berdasarkan urgensi tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan

penelitian pengembangan model kegiatan Microteaching untuk meningkatkan

keterampilan calon guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa aktif guna

mempersiapkan calon guru yang memiliki keterampilan yang sesui dengan

tuntutan zaman dan lapangan kerja.

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, dirumuskan dua masalah

penelitian ini, yaitu:

1 Koc, Burcu, and Ali Ilya. "Exploring Pre-service La guage Teachers’ Perceptio s a d Actual Practices of Giving Feedback in Micro-teaching." Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2016:

421 – 429. 2Ferna´ndez, Maria Lorelei. "Investigating how and what prospective teachers learn through

microteaching." Teaching and Teacher Education, 2010: 351-362. 3 Karçkay, Arzu Tasdele , a d Seyda Sa lı. "The effect of icro teachi g applicatio o the preservice teachers’ teacher co pete cy levels." Procedia Social and Behavioral Sciences, 2009:

844–847. 4 sravani. wisestep. June 11, 2016. http://content.wisestep.com/microteachingprinciples-

proceduresbenefitslimitations/ (accessed March 23, 2017). 5 Ferna´ndez, Maria Lorelei. "Investigating how and what prospective teachers learn through

microteaching." Teaching and Teacher Education, 2010: 351-362. 6 Bell, Nancy D. "Microteaching: What is it that is going on here?" Linguistics and Education, 2007:

24-40. 7 Higgins, Agnes, and Honor Nicholl. "The experiences of lecturers and students in the use of

microteaching as a teaching strategy." Nurse Education in Practice, 2003: 220–227. 8 McNamara, O., L. Roberts, T. Basit, and T. Brown. "Rites of passage in initial teacher training:

Ritual performance, ordeal and numeracy skills test." British Educational Research Journal, 2002:

863–878. 9 Allen, Dwight, and Weiping Wang. Microteaching. Beijing, China: Xinhua Press, 1996. 10 Altuk, Yasemin Godek, Volkan Hasan Kaya, and Dilber Bahceci. "A Study on developing

"Microteaching scale" for student teachers." Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2012:

2964 – 2969

Page 4: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

4

1. Bagaimana model kegiatan microteaching yang efektif untuk

meningkatkan keterampilan mahasiswa calon guru dalam melaksanakan

pembelajaran siswa aktif?

2. Perangkat pembelajaran seperti apa yang dibutuhkan untuk

melaksanakan kegiatan microteaching yang efektif dalam meningkatkan

keterampilan mahasiswa calon guru untuk melaksanakan pembelajaran

siswa aktif?

Keterampilan pembelajaran siswa aktif pada penelitian ini difokuskan

pada empat keterampilan pengajaran, yaitu:

1. keterampilan membuka pembelajaran/memperkenalkan masalah

pembelajaran;

2. keterampilan memfasilitasi siswa belajar dalam kelompok;

3. keterampilan memfasilitasi diskusi kelas; dan

4. keterampilan menyimpulkan/menutup pembelajaran.

B. PEMBAHASAN

Pada model kegiatan microteaching yang dikembangkan dalam penelitian

ini, kegiatan Microteaching dirancang dalam 5 tahapan kegiatan, yaitu:

Planning (perancangan pembelajaran), Teaching and observing

(melaksanakan pembelajaran yang disertai dengan observasi), Evaluation and

feedback (evaluasi dan penyampaian masukan), Re-teaching and observing

(melaksanakan ulang pembelajaran yang disertai dengan observasi), dan Re-

evaluation and feedback (evaluasi dan penyampaian masukan tahap ke dua).

Praktikan dikelompokan dalam tim microteaching yang setiap tim berisi 6 – 7

praktikan. Setiap tim melaksanakan kegiatan microteacing secara terpisah,

dimana setiap anggota tim berganti peran sebagai guru dan sebagai siswa.

Pada saat praktikan berperan sebagai siswa, praktikan juga menjalankan

peran sebagai observer. Peranan masing-masing praktikan dalam tim pada

satu siklus kegiatan microteaching digambarkan sebagai berikut:

Page 5: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

5

Tabel 1 Tahapam dan Peranan Praktikan dalam Kegiatan Microteaching

Tahapan Praktikan sebagai

Guru Praktikan sebagai Siswa/Observer

Planning Menyiapkan rancangan pembelajaran

Membantu guru dalam menyempurnakan rancangannya.

Teaching and observing

Melaksanakan pembelajaran

Berperan sebagai siswa yang sekaligus mengobservasi proses pembelajaran

Evaluation and feedback

- Menyampaikan evaluasi diri

- Mendengarkan dan mencatat masukan dari observer

Menyampaikan hasil observasi dalam hal ini salah seorang dari observer bertindak sebagai moderator mengarahkan kegiatan Evaluasi dan Feedback.

Re-teaching and observing

Melaksanakan pembelajaran

Berperan sebagai siswa yang sekaligus mengobservasi proses pembelajaran

Re-evaluation and feedback

Mendengarkan dan mencatat masukan dari observer

Menyampaikan hasil observasi dalam hal ini salah seorang dari observer bertindak sebagai moderator mengarahkan kegiatan

Memperhatikan hasil ujicoba model kegiatan microteaching yang

dilakukan dalam 10 siklus kegiatan, temuan pada lima tahapan Microteaching

tersebut serta antipisasi dan perbaikan yang dilakukan dijabarkan sebagai

berikut:

a. Tahap Planning

Pada tahap ini masih banyak dari praktikan merencakan

pembelajaran yang masih belum sesuai dengan harapan untuk

membentuk suasana pembelajaran siswa aktif. Misalnya, mereka masih

merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran

yang berpusat pada guru, seperti metode ceramah.

Untuk mengatasi masalah ini, dosen pengampu memberikan

penjelasan tambahan mengenai rancangan pembelajaran yang relevan

untuk menciptakan suasana pembelajaran siswa aktif. Selain itu, dosen

Page 6: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

6

pengampu menangguhkan kegiatan microteaching untuk praktikan

tersebut sehingga dapat merumuskan rancangan pembelajaran yang

relevan dengan pembelajaran siswa aktif.

b. Tahap Teaching and observing

Pada siklus awal kegiatan Microteaching, sebagian besar praktikan

masih kesulitan melaksanakan pembelajaran siswa aktif. Secara prosedur,

mereka telah melaksanakan pembelajaran siswa aktif seperti yang

mereka rencanakan. Akan tetapi, pembelajaran tersebut hanya memenuhi

standar prosedur saja, sedangkan kualitas dari masing-masing tahapan

pembelajaran yang dirancanakan masih jauh dari harapan pembelajaran

siswa aktif yang ideal. Hal ini disebebkan karena, sebagian praktikan

belum terbiasa melaksanakan pembelajaran apalagi pembelajaran

berpusat pada siswa. Dalam hal ini, praktikan masih memerlukan

pengalaman mengajar dengan frekuensi lebih tinggi agar terbiasa dengan

suasana pembelajaran. Untuk menanggulangi masalah ini, dosen

pengampu menyarankan praktikan untuk sering melakukan latihan

mengajar secara mandiri, yaitu melaksanakan rencana pembelajaran yang

telah dirancang secara mandiri sebelum dilaksanakan di suasana

microteaching. Hal ini akan membentu praktikan memiliki pandangan

atas pembelajaran yang akan dilakukan sehingga dapat mempersiapkan

atau memperbaiki hal-hal yang dirasanya masih kurang.

Durasi kegiatan pembelajaran yang diberikan, yaitu antara 20 – 25

menit, tidak cukup untuk melaksanakan pembelajaran utuh berbasis

siswa aktif dengan empat kegiatan utama, yaitu kegiatan awal, kegiatan

inti pertama, kegiatan inti kedua, dan kegiatan akhir. Berdasarkan yang

telah dilakukan praktikan, waktu ideal yang diperlukan adalah sekitar 30

– 40 menit. Berdasarkan temuan di lapangan, ada sejumlah alasan

mengapa ekspektasi 20 – 25 menit tidak cukup, yaitu pertama, praktikan

memilih materi yang relatif kompleks sehingga memerlukan waktu yang

relatif lebih lama. Untuk masalah ini, disarankan kepada praktikan untuk

memilih materi pembelajaran yang lebih sederhana. Kedua, praktikan

Page 7: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

7

belum terbiasa melaksanakan pembelajaran berbasis siswa aktif sehingga

ditemukan sejumlah kegiatan pembelajaran yang tidak perlu dilakukan

tetapi tetap dilakukan. Untuk hal ini, prakitan memerlukan latihan dan

pengalaman mengajar yang lebih banyak lagi dan ditambah dengan

persiapan yang matang sebelum pembelajaran dilaksanakan. Ketiga,

durasi 20 – 25 menit untuk melaksanakan pembelajaran tersebut memang

sulit dipenuhi oleh sebagain besar praktikan jika dibandingkan dengan

kompleksitas dan kuantitas kegiatan yang harus dilakukan. Rata-rata

praktikan menyelesaikan kegiatan pembelajaran di atas 30 menit tapi

kurang dari 40 menit. Oleh karena itu, durasi kegiatan pengajaran

dirubah menjadi interval 30 – 40 menit.

Masalah lainnya yang ditemukan dilapangan adalah praktikan yang

bertindak sebagai siswa masih belum dapat secara natural bertingkah

seperti siswa. Hal ini mempengaruhi suasana pembelajaran. Hal ini

mungkin disebabkan karena materi pembelajaran yang disampaikan oleh

guru terlalu mudah untuk dikuasai oleh praktikan. Untuk mengatasi

masalah ini, dosen pengampu mengarahkan kepada praktikan untuk

memilih materi ajar yang relevan dengan level kompetensi siswa-

praktikan saat itu, misalnya dengan memilih materi-materi perkuliahan.

Dengan demikian, suasana pembelajaran yang natural seperti yang

diharapakan dapat terwujud.

Praktikan yang bertindak sebagai siswa sekaligus observer

mengalami kesulitan untuk memainkan peranan ganda, yaitu sebagai

siswa sekaligus sebagai observer. Hal ini dikarenakan tugas observer

seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya begitu kompleks dan rumit

untuk dilaksanakan jika harus berperan ganda, yaitu menulis setiap

temuan berdasarkan pedoman observer yang diberikan. Diperlukan

perubahan pedoman observer, yaitu pedoman observer yang lebih

sederhana akan tetapi tetap menangkap esensi dari kegiatan observasi

tersebut. Berangkat dari masalah ini, dosen pengampu merubah teknik

dan bentuk pedoman observasi, yaitu setiap observer hanya diminta

Page 8: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

8

untuk memberikan satu pujian yang pantas berdasarkan penampilan guru,

menemukan satu hal yang perlu diperbaiki dari penampilan guru, dan

satu hal yang menginsiprasi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan

guru. Hal ini kemudian disitilahkan sebagai protokol 1P+1S+1I, yaitu

protokol 1 Pujian, 1 Saran, dan 1 Inspirasi. Observer tidak perlu lagi

mencatat ketiga hal tersebut, melainkan dapat disampaikan langsung

pada tahap evaluasi dan feedback nantinya.

Terkait dengan suasana pembelajaran microteaching, awalnya

kegiatan teaching dilakukan dalam pembelajaran kelas kecil, yaitu 6-7

praktikan yang bertindak sebagai siswa. Akan tetapi, jika kelas kecil ini

terus dipertahankan, suasana pembelajaran yang lebih normal sulit

didapatkan. Oleh karena itu, dilakukan sejumlah perubahan dengan

paradigma gradasi kompleksitas suasana kelas, yaitu pada empat siklus

pertama kegiatan microteaching dilaksanakan dalam kelas kecil, yaitu 6-

7 praktikan sebagai siswa, kemudian pada enam siklus kedua,

microteaching dilaksanakan dalam kelas yang lebih besar, yaitu 12 – 14

siswa per kelas. Pembentukan kelas besar ini dilakukan dengan

menggabungkan dua kelompok kecil pada empat siklus pertama menjadi

satu kelas besar pada enam siklus kedua. Perubahan kompleksitas jumlah

siswa ini nampak efektif dalam memberikan tantangan suasana belajar

yang lebih kompleks bagi praktikan sehingga praktikan lebih terlatih

menghadapi suasana kelas normal. Perubahan kelas microteaching

seperti yang dideskripsikan di atas digambarkan pada bagan berikut ini:

Page 9: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

9

Gambar 1 Kelas Kecil dan Kelas Besar dalam Kegiatan Microteaching

c. Tahap Evaluation and feedback

Pada prototipe awal kegiatan microteaching, kegiatan evaluasi dan

feedback dilakukan dengan cara meminta setiap praktikan yang berperan

sebagai observer menyampaikan satu pujian, satu saran dan satu inspirasi

berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Ketiga hal ini

disampikan secara langsung oleh setiap observer secara bergilir untuk

kemudian didiskusikan bersama guru guna memperbaiki penampilan

mengajar guru. Berdasarkan temuan dilapangan, metode evaluasi dan

feedback dari rekan seperti ini ditemukan kurang efektif meskipun guru

mendapatkan banyak masukan dari rekan lainnya (karena setiap rekan

wajib menyampaikan masukan kepada guru). Hal ini disebebkan karena

ketiga hal tersebut dibicarakan secara bersamaan dan setiap rekan

menyampaikan pandangan masing-masing yang membuat guru dan

praktikan lainnya mengalami kesulitan untuk fokus pada topik-topik

yang memang penting dan harus menjadi perhatian guru untuk

didiskusikan lebih intensif dan ditindaklanjuti dengan lebih serius.

Kelompok 1 (6-7 praktikan)

Kelompok 3 (6-7 praktikan)

Kelompok 4 (6-7 praktikan)

Kelompok 5 (6-7 praktikan)

Kelompok 6 (6-7 praktikan)

Kelompok 2 (6-7 praktikan)

Kelompok A (12-14 praktikan)

Kelompok B (12-14 praktikan)

Kelompok C (12-14 praktikan)

Kelas Kecil

(4 Siklus Pertama)

Kelas Besar

(6 Siklus Kedua)

Page 10: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

10

Nampak akan lebih baik jika evaluasi dan feedback dari rekan

difokuskan pada 2 atau 3 isu penting untuk ditindaklanjuti dengan serius

oleh guru.

Untuk mengatasi masalah ini, evaluasi dan feedback rekan tidak lagi

mewajibkan setiap rekan untuk menyampaikan pandangannya terakit

dengan tiga hal tersebut (pujian, saran dan inspirasi) sekaligus. Akan

tetapi, tim microteaching secara bersamaan dan bertahap dimulai dari

mendiskusikan 2 atau 3 hal yang sudah baik dan perlu dipertahankan oleh

guru (good points), kemudian mendiskusikan 2 atau 3 hal yang belum

baik dan perlu diperbaiki oleh guru (correction points). Good point

bertujuan untuk menginformasikan kepada guru hal-hal positif yang

sudah dimiliki praktikan sebagai guru yang perlu untuk diketahui sebagai

motivasi praktikan untuk meningkatkan penampilannnya. Sedangkan,

correction point bertujuan untuk mengenal kelemahan dari praktikan

untuk diperbaiki sehingga penampilannya sebagai guru dapat lebih baik.

Diskusi seputar good dan correction point atau disingkat dengan GCP

jauh lebih efektif dibandingkan dengan protokol 1P+1S+1I yang telah

dilakukan sebelumnya. Dengan protokol GCP, diskusi mengenai

kelebihan dan kelemahan guru lebih terarah dan lebih jelas bagi guru,

yaitu guru lebih memahami apa yang harus dilakukan untuk

meningkatkan keterampilan mengajarnya. Jika pada protokol 1P+1S+1I

diskusi perbaikan guru cenderung tidak terfokus (kurang efektif) dan

memakan wakut yang relatif lama (kurang efisien), penggunaan protokol

GCP jauh lebih efektif dan efisien. Pada protokol 1P+1S+1I, guru harus

mengingat banyak hal yang harus diperbaiki karena setiap observer

sama-sama memberikan koreksi kepada guru. Selain itu, saran perbaikan

tersebut sering kali tidak matang didiskusikan karena kuantitas saran

yang harus dibicarakan dalam waktu yang relatif singkat. Akibatnya

terkadang guru mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian atas

koreksi tersebut sehingga perbaikan yang diharapkan tidak dapat

dilakukan dengan maksimal. Sedangkan pada protokol GCP, perbaikan

Page 11: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

11

yang diharapkan adalah pada poin-poin penting dan telah matang

didiskusikan, sehingga guru dapat dengan mudah untuk memperbaiki

penampilan pengajarannya.

d. Tahap Re-teaching and observing

Pada protokol sebelumnya, pada tahap re-teaching mengajarkan

kembali materi dan tugas belajar yang sama persis seperti pada tahap

teaching, Dalam hal ini, guru hanya fokus pada melakukan perbaikan

berdasarkan saran dan masukan yang telah diberikan. Dalam

pelaksanaannya, protokol ini cenderung ini kurang efektif disebabkan

karena hal yang dijarkan guru telah dialami oleh siswa sebelumnya

sehingga hal tersebut kurang memberikan tantangan baik bagi guru

maupun siswa.

Untuk memperbaiki protkol ini, guru diarahkan untuk mengajar

materi yang sama, akan tetapi tugas belajar (masalah yang akan

didiskusikan siswa pada kegiatan inti) yang diberikan guru kepada siswa

berbeda antara pada tahap teaching dan re-teaching. Dengan ini,

diharapkan adanya keterbaharuan pada pengajaran di tahap re-teaching.

Dengan ini, tantang perbaikan yang harus dilakukan guru lebih bermakna

dan terasa natural, buka sekedar perilaku yang hanya dibuat-buat.

e. Re-evaluation and feedback

Tidak banyak perubahan atau perbaikan protokol dilakukan pada

tahap ini, yaitu setelah kegiatan re-teaching praktikan mengevaluasi

penampilan guru berdasarkan saran yang telah diberikan sebelumnya,

yaitu apakah guru telah melakukan perbaikan atau tidak.

Berdasarkan temuan di atas, sejumlah revisi dilakukan pada model

Microteaching yang sedang dikembangkan. Perbaikan-perbaikan yang

dijabarkan sebagai berikut:

1. Fokus Keterampilan Tidak berbeda dengan rancangan awal, model kegiatan

microteaching ini difokuskan pada peningkatan keterampilan mengajar

guru dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, yaitu

Page 12: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

12

melaksanakan pembelajaran siswa aktif (Active Learning). Keterampilan

ini terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan berikut ini:

a) Keterampilan membuka pembelajaran

- Keterampilan memulai pembelajaran sedemikian sehingga siswa

memiliki sikap mental yang fokus untuk belajar, termotivasi, dan

memiliki rasa ingin tahu.

- Keterampilan memilih materi dan kegiatan pembelajaran yang

sesuai guna mempersiapkan siswa untu kegiatan inti

pembelajaran.

b) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelompok

- Keterampilan guru dalam menyampaikan masalah pembelajaran

- Keterampilan guru dalam memberikan stimulus sedemikian

sehingga siswa terlibat aktif dalam kegiatan penyelesaian masalah

- Keterampilan guru menjaga kondusifitas kegiatan diskusi

kelompok.

c) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelas

- Keterampilan guru dalam mengarahkan diskusi kelas pada solusi

yang tepat atas masalah pembelajaran guna mencapai tujuan

pembelajaran

- Keterampilan guru dalam memberikan stimulus sedemikian

sehingga siswa terlibat aktif dalam kegiatan diskusi kelas

- Keterampilan guru menjaga kondusifitas kegiatan diskusi kelas.

d) Keterampilan menutup pembelajaran

- Keterampilan guru dalam memfasilitasi siswa dalam merumuskan

kesimpulan

- Keterampilan guru dalam melaksanakan kegiatan lanjutan untuk

menguatkan pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran.

2. Bentuk Kegiatan Microteaching

Kegiatan yang microteaching dirancang dalam kelompok atau tim

microteaching, yaitu tim kecil dan tim besar. Pada tahap awal

microteaching praktikan membentuk tim kecil yang berisi 6-7 praktikan.

Page 13: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

13

Setiap tim melaksanakan kegiatan microteaching dengan bimbingan

dosen pengampu.

Jika setiap praktikan telah mendapatkan kesempatan kesempatan

menjadi guru, kegiatan microteaching kemudian diadakan dalam tim

besar, yaitu dua tim kecil digabung menjadi satu tim besar (berisi 12 – 14

praktikan). Dalam hal ini, praktikan melaksanakan kegiatan

microteaching dalam suasana kelas yang lebih besar, mendekati kelas

normal. Hal ini sengaja dirancang untuk menumbuhkan kesiapan mental

dan keterampilan mengajar praktikan dalam suasana kelas atau

pembelajaran yang lebih normal.

Setiap praktikan yang melaksanakan kegiatan microteaching

mengalami 5 tahapan microteaching, yaitu perencanaan pembelajaran

(planning), melaksanakan pembelajaran (teaching), evaluasi (evaluation),

pengajaran kembali (re-teaching), dan evaluasi kembali (re-evaluation)

dengan durasi pelaksanaan di setiap tahapan dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 2 Tahapan Kegiatan Microteaching dan Peranan Guru dan Siswa

Tahapan Durasi Planning 1 – 2 minggu (dilakukan di luar jam

perkuliahan Microteaching) Teaching and observing 30 – 40 menit (dilakukan di jam

perkuliahan Microteaching) Evaluation and feedback 10 – 20 menit (dilakukan di jam

perkuliahan Microteaching) Re-teaching and observing 30 – 40 menit (dilakukan di jam

perkuliahan Microteaching) Re-evaluation and feedback 5 – 10 menit (dilakukan di jam

perkuliahan Microteaching) Total (diluar Planning) 75 – 110 menit

3. Deskripsi Kegiatan pada Tahapan Microteaching

a. Planning

Pada tahap ini, praktikan merencanakan kegiatan pembelajaran

yang berorientasi pada pembelajaran siswa aktif. Durasi pembelajaran

yang dirancang adalah selama 35 – 40 menit yang dijabarkan dalam

Page 14: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

14

tiga tahap kegiatan pembelajaran, yaitu: kegiatan awal pembelajaran,

kegiatan inti pembelajaran, dan kegiatan akhir pembelajaran.

Rancangan pembelajaran dilengkapi dengan prangkat pembelajaran

yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya, seperti Lembar Kerja Siswa

(LKS) atau media pembelajaran jika memang menggunakan media

pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang telah disusun kemudian

didiskusikan dengan praktikan lainnya dan juga kepada dosen

pembimbing untuk mendapatkan masukan guna meningkatkan

kualitas dari rancangan tersebut.

Penjelasan untuk masing-masing ketiga kegiatan pembelajaran

tersebut dijabarkan sebagai pada tabel berikut ini:

Tabel 3 Rancangan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Awal Pada kegiatan awal, guru merencanakan kegiatan pembelajaran

yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa guna menghadapi kegiatan inti. Bentuk dari kegiatan awal dapat berupa kegiatan:

- pembentukan kesan awal guna menumbuhkan ketertarikan dan motivasi siswa untuk belajar serta mempersiapkan mental dan konsentrasi siswa untuk belajar;

- review pembelajaran atau penyampaian konsep-konsep penting yang memiliki kaitan dengan kegiatan inti sedemikian sehingga siswa memiliki landasan berpikir untuk menyelesaikan masalah yang diberikan pada kegiatan inti nantinya.

Inti Pada kegiatan inti, guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Kegiatan inti terdiri atas dua kegiatan yang saling bersinergi dan terkait satu dengan yang lain, yaitu pertama kegiatan penyelesaian masalah dalam diskusi kelompok; dan kedua kegiatan pemaparan/presentasi solusi atas masalah tersebut kepada siswa lainnya melalui kegiatan diskusi kelas. 1. Diskusi Kelompok

Kegiatan ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu: - Penyampaian masalah pembelajaran

Guru menyampaikan masalah pembelajaran yang akan dijadikan sebagai topik diskusi. Pastikan bahwa siswa memahami masalah pembelajaran sebelum diskusi dimulai. Masalah pembelajaran tersebut merupakan medium untuk membangun pemahaman siswa mengenai tujuan

Page 15: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

15

pembelajaran Melalui masalah ini, siswa distimulus untuk mengembangakan pengetahuannya sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Oleh karena itu, masalah yang disajikan memiliki kaitan yang sangat kuat dengan tujuan pembelajaran.

- Diskusi siswa dalam kelompok Setelah penyajian masalah, siswa dalam kelompok diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tentu penyelesaian dari masalah ini memiliki keterkaitan dengan kegiatan awal yang telah dilakukan, dimana kegiatan awal bertujuan untuk membangun landasan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah pada kegiatan inti.

2. Diskusi Kelas (Konferensi Kelas) Dalam diskusi kelas, guru memfasilitasi kegiatan diskusi

siswa secara menyeluruh untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan. Jika pada diskusi kelompok, siswa mencoba menyelesaikan masalah tersebut dalam kelompok masing-masing, maka dalam diskusi kelas siswa sekarang bersama dengan siswa lainnya dari kelompok lainnya mendiskusikan solusi dari masalah tersebut, yaitu saling memaparkan solusi masing-masing yang telah didiskusikan sebelumnya dalam kelompok masing-masing.

Dalam hal ini, tujuan dari diskusi kelas ini adalah untuk menemukan solusi yang paling tepat untuk masalah yang diberikan dimana siswa saling mempelajari solusi dari kelompok lainnya melalui diskusi kelas. Sehingga, dalam hal ini guru diharuskan memiliki kemampuan memilih solusi siswa yang paling relevan untuk dijadikan sebagai titik awal diskusi sehingga tujuan diskusi kelas tersebut dapat tercapai. Guru diharuskan memiliki keterampilan dalam mengarahkan diskusi kelas untuk menemukan solusi atas masalah yang diberikan.

Akhir Pada kegiatan akhir, guru merencanakan suatu kegiatan dimana kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan penguatan dan penegasan atas apa yang telah dipelajari hubungannya dengan tujuan pembelajaran.

Salah satu contoh bentuk kegiatan akhir adalah kegiatan merumuskan kesimpulan dari kegiatan belajar yang telah dilakukan. Dalam hal ini, siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hal yang didapatkan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Misalnya, dalam pembelajaran matematika, siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan konsep atau prinsip matematika yang didapatkan dan dipelajari dari kegiatan penyelesaian masalah yang telah dilakukan.

Selain bentuk kegiatan di atas, kegiatan akhir juga dapat ditambah dengan pemberian soal latihan atau tugas untuk memperkuat pemahaman siswa

Page 16: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

16

b. Teaching and observing Rancangan pembelajaran yang telah disusun oleh guru-praktikan

dilaksanakan dalam suatu proses pembelajaran dalam suasana.

Praktikan lainnya yang tidak menjadi guru bertindak sebagai siswa

sekaligus sebagai observer atas proses pembelajaran tersebut.

Observasi atas kegiatan pembelajaran tersebut difokuskan pada

dua poin, yaitu sebagai berikut:

1) Good Point

Yaitu observer diminta untuk menemukan hal-hal yang

sudah dilakukan dengan baik oleh guru terkait dengan

penampilannya dalam mengajar.

2) Correction Point

Yaitu observer diminta untuk menemukan hal-hal yang

belum dilakukan dengan baik oleh guru terkait dengan

penampilannya dalam mengajar.

Observasi dengan pedoman menemukan hal yang sudah baik dan

belum baik dari guru seperti dijelaskan di atas dalam penelitian ini

diistilahkan dengan protokol GCP (Good and Correction Point).

Untuk membantu observer dalam melakukan penilaian

penampilan guru, peneliti mengembangkan pedoman observasi untuk

menguatkan pemahaman observer atas hal yang perlu diobservasi,

yaitu sebagai berikut:

Tabel 4 Fokus Observasi

Kegiatan Fokus Observasi pada Setiap Tahap Pembelajaran Awal 1. Sejauh mana keberhasilan guru membuka pembelajaran sedemikian

sehingga dapat mempersiapkan mental siswa untuk belajar? a. Apakah siswa sudah fokus untuk belajar? b. Apakah siswa menunjukkan ketertarikan untuk belajar? c. Apakah kegiatan awal membangkitkan rasa ingin tahu siswa?

2. Sejauh mana kegiatan awal pembelajaran mempersiapkan siswa untuk menghadapi kegiatan inti pembelajaran, yaitu apakah kegiatan awal pembelajaran menyediakan landasan berpikir bagi siswa untuk menyelesaikan masalah pada kegiatan inti?

Page 17: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

17

Inti (Diskusi Kelompok)

1. Sejauh mana keberhasilan guru dalam menyampaikan masalah pembelajaran sedemikian sehingga setiap siswa memahami dengan baik masalah pembelajaran yang akan didiskusikan?

2. Sejauh mana kualitas isi dan penyajian dari masalah pembelajaran yang disediakan guru dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran?

3. Selama diskusi, sejauh mana usaha guru untuk menstimulus siswa untuk terus melakukan investigasi guna menemukan solusi terhadap masalah yang diberikan? - Apakah guru memberikan stimulus berupa scaffolding dengan

mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi, membangun relasi, mengarahkan pada petunjuk secara tidak langsung, dan sebagainya?

- Apakah stimulus yang diberikan oleh guru membantu siswa atau justru membingungkan siswa?

- Apakah guru terus berusaha melibatkan siswa dalam kegiatan penyelesaian masalah?

- Apakah guru memberikan bimbingan yang proporsional kepada siswa?

Inti (Diskusi Kelas)

1. Sejauh mana keberhasilan guru mengelola kegiatan diskusi kelas sedemikian sehingga setiap siswa terlibat ‘aktif’ dalam kegiatan tersebut?

2. Sejauh mana keberhasilan guru mengarahkan diskusi kelas sedemikian sehingga diskusi kelas mengarah pada tercapainya tujuan pembelajaran?

Akhir 1. Sejauh mana keberhasilan guru membimbing siswa dalam menyimpulkan pembelajaran?

2. Apakah kegiatan akhir yang dilakukan guru menguatkan penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran?

Selain fokus observasi di atas, observer juga dapat menilai

penampilan guru pada aspek-aspek berikut ini:

- Keterampilan guru dalam menghadirkan variasi pembelajaran

Variasi ini tidak hanya terbatas pada variasi kegiatan, melainkan

dapat juga berupa variasi tune suara, variasi bahasa tubuh, variasi

perpindahan guru, variasi fokus pandangan guru, variasi respon guru

dan sebagainya.

- Keterampilan guru dalam memberikan respon penguatan

Keterampilan ini menyangkut keterampilan guru dalam memberikan

respon yang tepat atas jawaban, tanggapan, atau tindakan siswa

sedemikian siswa tetap termotivasi untuk belajar. Misalnya,

bagaimana guru menanggapi jawaban siswa yang benar atau

Page 18: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

18

jawaban siswa yang salah sedemikian tanggapan guru tersebut

membuat siswa tersebut tetap termotivasi untuk belajar.

- Keterampilan guru dalam memberikan stimulus

Pemberian stimulus bertujuan untuk merangsang siswa untuk

berfikir atau bertindak. Stimulus dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan

siswa atau untuk menunjukkan kekeliruan yang dilakukan siswa

(klarifikasi).

- Keterampilan guru dalam komunikasi;

Keterampilan ini menyangkut keterampilan guru dalam

menggunakan bahasa verbal maupun non-verbal (simbol, bahasa

tubuh, gambar, dan sebagainya) untuk menyampaikan ide kepada

siswa sehingga ide tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh

siswa. Termasuk dalam keterampilan ini adalah pemilihan kosa kata

yang tepat sesuai dengan level pendengar, kelancaran dalam

menyampaikan ide, keteraturan urutan penyampaian ide (keterkaitan

antra ide), dan keterampilan komunikasi lainnya.

- Keterampilan guru dalam menjelaskan.

Termasuk dalam keterampilan ini adalah kemampuan guru dalam

memaparkan penjelasan sedemikian sehingga memudahkan siswa

memahami penjelasan tersebut. Termasuk dalam keterampilan ini

antara lain keterampilan guru dalam memberikan ilustrasi dan

permisalan yang tepat, menggunakan alat bantu untuk

menyampaikan penjelasan, memilih bahasa komunikasi yang tepat,

mendemonstrasikan suatu penjelasan, dan sebagainya.

- Keterampilan guru dalam mempertahankan suasana pembelajaran.

Keterampilan ini menyangkut keterampilan guru dalam mengambil

tindakan sedemikain sehingga suasana pembelajaran tetap kondusif.

Termasuk dalam keterampilan ini adalah ketepatan tindakan guru

dalam menegur siswa yang mengganggu kondusifitas kelas,

Page 19: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

19

ketanggapan guru dalam meminimalisir faktor yang mengganggu

kondusifitas guru, dan hal-hal sejenis lainnya.

c. Evaluation and feedback

Setelah kegiatan pembelajaran, praktikan dalam tim mengevaluasi

secara bersama-sama kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan

oleh praktikan yang bertindak sebagai guru. Dalam hal ini, praktikan

yang bertindak sebagai siswa memberikan masukan, saran, bahkan

kritik konstruktif untuk meningkatkan kualitas guru dalam mengajar.

Tahapan kegiatan evaluasi dan feedback ini terbagi dalam dua

kegiatan, yaitu: evaluasi diri oleh guru (refleksi diri) dan diskusi

dengan guru dan praktikan lainnya untuk meningkatkan kualitas

pengajaran guru. Tahapan kegiatan tersebut digambarkan pada tabel

berikut ini:

Tabel 6 Tahapan Kegiatan Evaluasi dan Feedback

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Evaluasi Diri (Refleksi Guru)

Dalam hal ini, guru merefleksi atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya. Pertanyaan-pertanyaan refleksi diri berikut ini dapat dijadikan sebagai acuan hal yang perlu disampaikan dalam evaluasi diri ini, yaitu: - Apakah Anda sudah puas dengan pengajaran yang telah

dilakukan? - Bagian proses pengajaran yang mana yang sudah Anda lakukan

dengan baik? Mengapa? - Bagian proses pengajaran yang mana yang belum Anda lakukan

dengan baik? Mengapa? - Apa inspirasi dari pengalaman saat ini untuk memperbaiki kualitas

pengajaran Anda di masa akan datang Diskusi Diskusi ini terbagi dalam dua tahapa kegiatan, yaitu:

1. Good Point Pada tahap ini, observer mengungkapkan hal-hal yang

sudah baik dilakukan oleh guru dalam pembelajarannya dan perlu untuk dipertahankan.

2. Correction Point Pada tahap ini, observer bersama guru mengungkapkan 2

atau 3 hal penting yang paling perlu diperbaiki dari penampilan guru. Diskusi ini juga berlanjut pada menemukan cara yang harus dilakukan guru untuk memperbaiki kelemahannya tersebut, yang nantinya dapat diantisipasi pada kegiatan re-

Page 20: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

20

teaching. Jadi dalam tahapan ini, observer tidak hanya mengungkap kelemahan guru saja, melainkan juga memberikan alternatif solusi atas masalah tersebut. 2 atau 3 hal tersebut yang paling urgen tersebut didiskusikan dengan mendalam hingga pada tataran praktis sehingga guru memiliki pandangan hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya tersebut.

d. Re-teaching and observing

Dengan memperhatikan hasil dari refleksi diri dan evaluasi rekan

serta hasil diskusi pada tahap sebelumnya, guru diberikan kesempatan

untuk memperbaiki penampilan mengajarnya dengan mempraktikan

kembali pembelajaran.

Untuk menjaga suasana keterbaharuan dan natural kegiatan

pembelajaran, pada pembelajaran ini guru diminta untuk

menghadirkan masalah pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran

sebelumnya meski masih dalam materi yang sama. Hal ini

dikarenakan fokus pada evaluasi bukan pada kemampuan guru

memahamkan siswa materi yang diajarkan akan tetapi pada

keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajara.

Seperti halnya pada pembelajaran sebelumnya, yang bertindak

sebagai observer pada pembelajaran ini adalah siswa. Berbeda dengan

observasi pada pembelajaran sebelumnya, fokus observasi pada

pembelajaran kali ini adalah pada usaha guru untuk memperbaiki

penampilan mengajarnya dengan memperhatikan masukan dan saran

yang telah didapatkan pada tahap evaluasi.

e. Re-evaluation and feedback

Pada tahap evaluasi ini, observer memberikan tanggapan atas

usaha guru untuk memperbaiki keterampilan mengajarnya, yaitu

apakah guru telah berusaha memperbaiki diri berdasarkan masukan

dan saran yang diberikan pada tahap evaluasi sebelumnya.

C. PENUTUP

Ada empat faktor dalam model Microteaching ini yang berkontribusi atas

pengembangan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran

siswa aktif, yaitu:

Page 21: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

21

1. Orientasi Kegiatan Microteaching

Model kegiatan microteaching ini difokuskan pada peningkatan

keterampilan mengajar guru dalam melaksanakan pembelajaran yang

berpusat pada siswa, yaitu melaksanakan pembelajaran siswa aktif

(Active Learning). Keterampilan ini terdiri atas penguasaan

keterampilan-keterampilan berikut ini:

a) Keterampilan membuka pembelajaran

b) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelompok

c) Keterampilan mengelola pembelajaran dalam diskusi kelas

d) Keterampilan menutup pembelajaran

2. Tahapan Kegiatan Microteaching

Kegiatan microteaching dalam model ini terdiri atas lima tahapan

kegiatan yang dilakukan secara berurutan dalam waktu yang tidak

terpisah, yaitu perencanaan pembelajaran (planning), pelaksanaan

pemebalajaran (teaching), evaluasi pembelajaran (evaluation and

feedback), pelaksanaan ulang pembelajaran (re-teaching), evaluasi akhir

pelaksanaan pembelajaran (re-evaluation and feedback).

Kelima kegiatan tersebut dilakukan dalam waktu yang tidak

terpisahkan memberikan ruang bagi guru memperbaiki langsung

penampilan mengajarnya berdasarkan masukan dari rekan lainnya dan

dosen pengampu selaku pakar. Adanya tahap perancanaan pembelajaran

disertasi dengan tindakan diskusi dan konsultasi terhadap rancangan

tersebut memungkinkan praktikan untuk mempelajari strategi

perencanaan pembelajaran siswa aktif dengan lebih baik. Urutan kegiatan

Teaching-Feedback-Reteaching yang dilakukan dalam satu satuan waktu

memungkinkan praktikan untuk memperbaiki secara langsung

kelemahannya dalam melaksanakan pembelajaran. Tentu masukan dari

rekan dan dosen pembina dapat langusng diaktualissi sehingga saran dan

masukan konstruktif tersebut diharapkan dapat menjadi karakter dari

praktikan.

3. Protokol Kegiatan Microteaching

Page 22: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

22

Pengembangan protokol evaluasi GCPs (Good-Correction Points)

memudahkan baik bagi observer dalam melakukan memberikan saran

dan perbaikan bagi guru. Sedangkan bagi guru, dengan protokol GCPs

tersebut lebih memudahkan dalam menginternalisasi saran dan masukan

dari pihak lainnya yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk

melakukan perbaikan diri.

4. Rancangan Pembelajaran

Rancangan pembelajaran siswa aktif yang dirancang praktikan dalam

kegiatan microteaching ini terdiri atas tiga tahapan pembelajaran, yaitu:

kegiatan awal, inti, dan kegiatan akhir. Ketiga tahapan kegiatan tersebut

dijabarkan secara detail pada Tabel 3 di atas. Struktur kegiatan

pembelajaran pada rancangan pembelajaran dalam model Microteaching

ini mengharuskan siswa untuk melaksanakan pembelajaran yang berpusat

pada siswa. Dengan demikian, melalui model pembelajaran semacam ini

praktikan dengan sendirinya terlatih untuk melaksanakan kegiatan

pembelajaran siswa aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Akker, Jan Van Den, Koeno Gravemeijer, Susan McKenney, and Nienke Nieveen.

Educational Design Research. Oxon: Routledge, 2006.

Allen, Dwight, and Weiping Wang. Microteaching. Beijing, China: Xinhua Press, 1996.

Altuk, Yasemin Godek, Volkan Hasan Kaya, and Dilber Bahceci. "A Study on

developing "Microteaching scale" for student teachers." Procedia - Social and

Behavioral Sciences, 2012: 2964 – 2969.

Amobi, F. "Preservice teachers’ reflectivity on the sequence and consequences of

teaching actions in a microteaching experience." Teacher Education Quarterly,

2005: 115–128.

Anthony, Glenda. "Active Learning in a Constructivist Framework." JSTOR, 1996.

Bell, Nancy D. "Microteaching: What is it that is going on here?" Linguistics and

Education, 2007: 24-40.

Page 23: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

23

Benton-Kupper, J. "The microteaching experience: Student perspectives." Education,

2001: 830–836.

Bonwell, Charles, and James Eison. Active Learning: Creating Excitement in the

Classroom. ERIC Clearinghouse Products, 1991.

Brown, G. Microteaching a programme of teaching skill. London: Metheun, 1975.

Ferna´ndez, Maria Lorelei. "Investigating how and what prospective teachers learn

through microteaching." Teaching and Teacher Education, 2010: 351-362.

Grabinger, R. Scott Dunlap, and Joanna C. Rich environments for active learning: a

definition. February 11, 2014.

http://www.researchinlearningtechnology.net/index.php/rlt/article/viewFile/9606/

11214 (accessed September 25, 2015).

Higgins, A, and H Nicholl. "The experiences of lecturers and students in the use of

microteaching as a teaching strategy." Nurse Education, 2003: 220–227.

Higgins, Agnes, and Honor Nicholl. "The experiences of lecturers and students in the use

of microteaching as a teaching strategy." Nurse Education in Practice, 2003:

220–227.

I’Anson, J., Rodrigues, S., & Wilson, G. “Mirrors, reflections and refractions: The

contribution of microteaching to reflective practice.” European Journal of

Teacher Education, 2003: 189–199.

Karçkay, Arzu Tasdelen, and Seyda Sanlı. "The effect of micro teaching application on

the preservice teachers’ teacher competency levels." Procedia Social and

Behavioral Sciences, 2009: 844–847.

Klinzing, H. G. "Wie effektiv ist microteaching? Ein uberblick uber funfundreifsig jahre

forschung (How effective is micro-teaching? A survey of fifty-three years of

research)." Zeitschrift fur Padagogik, 2002: 194–214.

Koc, Burcu, and Ali Ilya. "Exploring Pre-service Language Teachers’ Perceptions and

Actual Practices of Giving Feedback in Micro-teaching." Procedia - Social and

Behavioral Sciences, 2016: 421 – 429.

Kpanja, E. "A study of the effects of video tape recording in microteaching training."

British Journal of Educational Technology, 2001: 483–486.

McKenney, Susan, and Thomas C. Reeves. Conducting Educational Design Research.

Oxon: Routledge, 2012.

Page 24: PENGEMBANGAN MODEL KEGIATAN MICROTEACHING LONrepository.uinmataram.ac.id/64/1/ISI.pdfA. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan paradigma belajar

24

McNamara, O., L. Roberts, T. Basit, and T. Brown. "Rites of passage in initial teacher

training: Ritual performance, ordeal and numeracy skills test." British

Educational Research Journal, 2002: 863–878.

Plomp, Tjeerd, and Nienke Nieveen. An Introduction to Educational Design Research.

Enschede: SLO-Netherlands Institute for Curriculum Development, 2010.

Renkl, A., R.K. Atkinson, U.H. Maier, and R. Staley. "From example study to problem

solving: Smooth transitions help learning." Journal of Experimental Education,

2002: 293–315.

Rusbult, Craig. Constructivism as a Theory of Active Learning. 2017.

http://www.asa3.org/ASA/education/teach/active.htm#constructivism (accessed

April 5, 2017).

sravani. wisestep. June 11, 2016. http://content.wisestep.com/microteachingprinciples-

proceduresbenefitslimitations/ (accessed March 23, 2017).

Weltman, David. A Comparison of Traditional and Active Learning Methods: An

Empirical Investigation Utilizing a Linear Mixed Model. PhD Thesis, Arlington:

The University of T exas, 2007, 7.