pengaruh karakteristik pemerintah, kompleksitas pemerintah dan hasil...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH,
KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAN HASIL AUDIT BPK
TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi ( S.E )
Disusun Oleh :
HUSNI AENIN
NIM. 1111082000116
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2015 M
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Husni Aenin
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 31 Oktober 1993
Alamat : Jl. Martapura 1 No. 2A RT 008/004, Tanah
Abang – Jakarta Pusat
Telepon : 083892103690
Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
SD N No. 13 Allu 1 1999-2005
SMP N 1 Bangkala 2005-2008
SMA N 1 Tamalatea 2008-2009
MA Jamiat Kheir 2009-2011
S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah 2011-2015
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
LPP Latanza Institute, General English Class 2012
LPP Latanza Institute, Grammar Focus Class 2012
COME Indonesia, English Conversation Class 2014
vii
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah : Muhammad Ribekhi
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 06 November 1959
Ibu : Aminingsih
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 30 November 1965
Alamat : Jl. Martapura 1 No. 2A RT 008/004, Tanah
Abang – Jakarta Pusat
Anak ke dari : 3 dari 3 bersaudara.
viii
ABSTRACT
THE EFFECT OF THE CHARACTERISTICS OF THE GOVERNMENT, THE
COMPLEXITY OF THE GOVERMENT AND THE RESULTS OF AUDIT OF
THE FINANCIAL STATEMENT DISCLOSURE LEVEL IN INDONESIA IN
2013
By Husni Aenin
This study was conducted to analyze the effect of the government characteristics, the
complexity of the government and the results of audits of the financial statement
disclosure level of local government in Indonesia in 2013. Three factors influencing
that 1) the characteristics of government consists of local goverement wealth, the
level of dependence, total assets and the type of government; 2) the complexity of
government consists of a population and the number of units under local government
(SKPD); and 3) Results of audit consists of audit findings and the value of the
findings. In this study using two (2) research model. The first model using lag effect
and the second model using no lag effect. This study used a sample of local
government districts and cities in Indonesia during 2013. Based on the purposive
sampling method, the total sample was 425 financial statements. Testing the
hypothesis in this study using multiple regression techniques.
The results showed that for both models only the wealth of the goverement and the
type of government that have a significant effect on the level of disclosure. For
regional assets have positive and significant impact on the disclosure. As for the type
of government found that the district government revelations level higher than the
level of disclosure of the city government.
Keywords: Disclosures, local goverement wealth, the level of dependence, total
assets, type of government, population, number of SKPD, the number of audit
findings, the value of the findings.
ix
ABSTRAK
PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH, KOMPLEKSITAS
PEMERINTAH DAN HASIL AUDIT BPK TERHADAP TINGKAT
PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI
INDONESIA TAHUN 2013
Oleh
Husni Aenin
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh karakteristik pemerintah,
kompleksitas pemerintah dan hasil audit BPK terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah di Indonesia tahun 2013. Tiga Faktor yang
mempengaruhi yaitu 1) karakteristik pemerintah terdiri dari kekayaan daerah, tingkat
ketergantungan, total aset dan tipe pemerintah; 2) kompleksitas pemerintah terdiri
dari jumlah penduduk dan jumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD); dan 3)
Hasil audit BPK terdiri dari temuan audit dan nilai temuan. Dalam penelitian ini
menggunakan 2 (dua) model penelitian. Model pertama menggunakan metode lag
effect dan model kedua menggunakan metode no lag effect. Penelitian ini
menggunakan sampel pemerintah daerah kabupaten dan kota di Indonesia selama
tahun 2013. Berdasarkan metode purposive sampling, total sampel penelitian adalah
425 laporan keuangan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik
regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk kedua model hanya kekayaan daerah
dan tipe pemerintah yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan.
Untuk kekayaan daerah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
pengungkapan. Sedangkan untuk tipe pemerintah menemukan bahwa tingkat
pegungkapan pemerintah kabupaten lebih tinggi dari tingkat pengungkapan
pemerintah kota.
Kata kunci : Pengungkapan LKPD kabupaten / kota, kekayaan daerah, tingkat
ketergantungan, total aset, tipe pemerintah, jumlah penduduk, jumlah SKPD, jumlah
temuan audit, nilai temuan.
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta
salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah
membimbing umatnya menuju jalan kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka
memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan, bimbingan,
dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini, kepada :
1. Bapak Muhammad Ribekhi dan Mamah Aminingsih tersayang terimakasih atas
segala pengorbanan, perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa tiada henti yang
selalu tercurah untuk ananda, semoga ananda senantiasa bisa membuat kalian
bangga dan bahagia. Maaf atas keterlambatan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA Selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen
Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian,
membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis. Terimakasih atas
xi
semua saran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai
terlaksananya sidang skripsi.
4. Bapak Hepi Prayudiawan, S.E., M.M., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Dr. Rini, M.Si., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
7. Kakakku Mas Faat, dan Husna nana terimakasih atas dukungan yang bersifat
moril dan materiil yang diberikan kepada penulis.
8. Sahabat Celotehku Tersayang, Rika W, Mute, Rika J, Syaifa, Fia, Ulfah, Hani,
Amanah dan Dian, Terimakasih telah memberikan motivasi dan doa kepada
penulis selama proses pembuatan skripsi.
9. The Buddiest do re mi (Mute dan Kw), yang selalu menyemangati dan
memberikan perhatian serta menjadi motivator, Terima kasih sayang-sayangku,
Terimakasih untuk kebersamaan kita yang luar biasa.
10. Seluruh Kawan-kawan Akuntansi 2011 khususnya Akuntansi B dan Adik-adik
angkatan 2012 - 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
xii
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
:Jakarta, Nopember 2015
Husni Aenin
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………………...……………ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif……..…………………...…………………iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi………………………………………………..…....iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah………………………………….….…....v
Daftar Riwayat Hidup…………………………………....……………………………….vi
Abstract..............................................................................................................................................viii
Abstrak…………………………...…………..……………………………………………..ix
Kata Pengantar………………………………….…………………..……………….…......x
Daftar Isi……………………………...…...………………..……………………………..xiii
Daftar Tabel.................................................................................................................................xviii
Daftar Gambar..............................................................................................................................xix
Daftar Lampiran………………………………….…………………………….………………...xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………...…………..……………………1
B. Perumusan Masalah..……………………...……………………………...7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………….…………………8
1. Tujuan Penelitian…………………………………………...……......8
2. Manfaat penelitian……………………….…………………………10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur…..……...…………..........…..………………………11
1. Teori Keagenan…….…………………..…………………………..11
2. Teori Signalling………….…………..……………….…………….14
3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah…………….....…………16
4. Standar Akuntansi Pemerintahan………………...……….……...18
5. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah…...……21
xiv
6. Penilaian Tingkat Pengungkapan LKPD Kabupaten dan Kota..25
7. Karakteristik Pemerintah……..……...………………...………...34
a. Kekayaan Daerah…….......…….………….….………………35
b. Tingkat Ketergantungan…..….……….……………………...36
c. Total Aset……………………....………………………….38
d. Tipe Pemerintahan……………...…………..…………………39
8. Kompleksitas Pemerintah.……………………….…………….….40
a. Jumlah Penduduk…...………………………………….….41
b. Jumlah SKPD…………..…………………………………....41
9. Hasil Audit BPK…...……………………...………………………..42
B. Penelitian Terdahulu.…………….……...………………………………47
C. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis….………..…….56
1. Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah.………….………………………….56
2. Tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah…………….……..…………………57
3. Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah………….…………….…………………….58
4. Tipe pemerintah terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah…………………….………………..59
5. Jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah………….………..…………………60
6. Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah……………….…………………………......61
7. Temuan audit dan tingkat penyimpangan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah
daerah……...…………………………………………………...62
xv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian…………………..……………………….....67
B. Metode Penentuan Populasi dan Sampel...…………………..……….67
C. Metode Pengumpulan Data…..……………………………....………...68
D. Metode Analisis Data…………………..…………..………….………..69
1. Statistik Deskriptif…………………..……..………………………70
2. Uji Asumsi Klasik……………….……...………………...………..71
a. Uji Normalitas……………………...………………………….71
b. Uji Multikolinieritas………………..…………………………72
c. Uji Heteroskedastisitas………………………….……………73
3. Pengujian Hipotesis…….……...…………..………………………73
a. Koefisien Determinasi (R²)……...…….....………………...76
b. Uji F-statistik…………………..……………………………...76
c. Uji T-statistik……………..…………………………………...77
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian………..…………….…………...78
1. Pengungkapan LKPD…………………………..……………….78
2. Kekayaan Daerah……………..…………………………………....80
3. Tingkat Ketergantungan………….…………………….………….81
4. Total Aset…………………………………………………….……..81
5. Tipe Pemerintah…………..………………………………………..82
6. Jumlah Penduduk………………………………………………83
7. Jumlah SKPD………………………..……….…………………….83
8. Temuan Audit…………………………...………………………….84
9. Tingkat penyimpangan……………………………………..……...84
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………………………86
1. Deskripsi Objek Penelitian…………………………………...86
2. Deskripsi Sampel Penelitian……………….……………………87
xvi
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian…………………………………...88
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif……………………………………88
a. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model I……...……………...88
b. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model II…………………..93
2. Uji Asumsi Klasik……………………………………………97
a. Uji Normalitas……………………..………………………...98
b. Uji Multikolinieritas…………………….…………………..99
1) Uji Multikolineritas pada Model I………….........….100
2) Uji Multikolineritas pada Model II……………...…..101
c. Uji Heteroskedastisitas……………………...………….…102
d. Uji Autokorelasi………………………...….……………...104
1) Uji Autokorelasi pada Model I…………….……….105
2) Uji Autokorelasi pada Model I1………….…………105
3. Uji Hipotesis…………………...…………..…………………….106
a. Uji Koefisien Determinasi R (Adjusted R-
Squared)…………………………………………………..106
b. Uji Signifikansi F-test (Uji F)…………………………….108
c. Uji Signifikansi T-test (Uji-t)……………………...……..110
1) Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah……………...111
2) Tingkat ketergantungan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah
daerah…………………………………..……………...112
3) Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah………………………113
4) Tipe pemerintah terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah……………...114
5) Jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah……………...116
xvii
6) Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah………………………117
7) Jumlah temuan tahun lalu terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah
(Model I)……………..............................................117
8) Jumlah temuan periode sekarang terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah
(Model II)…………………………………………...…120
9) Tingkat Penyimpangan tahun lalu terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah
(Model I)……………………...…..…………………...120
10) Tingkat Penyimpangan periode sekarang terhadap
tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah
daerah (Model II)….…………….……………………122
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………..123
B. Implikasi…...…………………………………………………………127
C. Saran………………………………………………………………….128
Daftar Pustaka…………………………………………….…………………………….129
Lampiran-lampiran…………………………………………………………………….132
xviii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu…………………………………………..……...…….47
4.1 Proses Pengambilan Sampel……...………………………………………………86
4.2 Statistik Deskriptif Model I………………..……………………………………...89
4.3 Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model I……………………..…………….....91
4.4 Statistik Deskriptif Model II…….……………….....………………………........93
4.5 Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model II…...……….……….……..………...95
4.6 Hasil Uji Multikolinearitas Model I……………………………………...…….100
4.7 Hasil Uji Multikolinearitas Model II…………………………………………...101
4.8 Uji Autokorelasi Model I…………………..………………..…………….....105
4.9 Uji Autokorelasi Model II...…………..…………………..…..……………...106
4.10 Uji Koefisien Determinasi Model I………………..…………………………...107
4.11 Uji Koefisien Determinasi Model I……………..……………………………...108
4.12 Hasil Uji Statistik F Model I………………..………………………………..109
4.13 Hasil Uji Statistik F Model I……………………….………………………..109
4.14 Hasil Uji t Model I…………………………………….…………………………110
4.15 Hasil Uji t Model II…………………...…………….………………………111
4.16 Data Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP)
Pada Pemerintah Daerah Tahun 2010 S.D. 2014 (Semester
I)………………………………………………………………………..…..……119
xix
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran Model I (Lag Effect)……………………………65
2.2 Skema Kerangka Pemikiran Model II (No Lag Effect)…………………..…....66
4.1 Grafik Histogram Model I………………………...……………………………...98
4.2 Grafik Histogram Model II…………………………………………………..98
4.3 Grafik P-Plot Model I………………………………………………………..99
4.4 Grafik P-Plot Model II……………………………………………………….99
4.5 Grafik Scatterplot Model I…………...…………………………………….…...102
4.6 Grafik Scatterplot Model II………………...…………………………………...103
xx
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Tabel Checklist Scoring Laporan keuangan…………………………………...132
2. Data Sampel………………………………………………………………………141
3. Hasil Output SPSS……………………………………...………………………..160
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi Daerah diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan
diamandemen menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
menyatakan bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undanganan. Pemberian wewenang ini juga berdampak pada pengalihan anggaran
untuk pemenuhan urusan tersebut dari pusat ke daerah. Otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal ini diikuti dengan reformasi keuangan. Reformasi keuangan
dilakukan pada semua tahapan proses keuangan negara dimulai dari perencanaan
dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan
dan audit. Oleh karena itu dalam rangka mendukung terciptanya tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance), dalam pelaksanaan otonomi daerah
tersebut, pemerintah daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan
keuangannya secara transparan dan akuntabel sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Bentuk upaya pemerintah daerah dalam
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah secara akuntabel dan
transparan adalah dengan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
2
(LKPD) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku agar bisa menyajikan
informasi yang mudah diakses, dipahami dan dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat.
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah menyebutkan bahwa pendelegasian kewenangan
yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu,
mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan melalui mekanisme
perimbangan keuangan pusat-daerah dan antar daerah. Kewenangan untuk
memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah.
Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui dana
perimbangan yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana
alokasi khusus. Otonomi daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Salah satu upaya konkrit
Pemerintah Daerah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan
daerah secara akuntabel dan transparan adalah dengan menyusun Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) termasuk didalamnya pengungkapan yang
wajar sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan mulai diatur secara
rinci pada tahun 2005 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
3
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24/2005) yang diubah terakhir
kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 (PP 71/2010) tentang
hal yang sama. Berdasarkan PP 71/2010, pengungkapan laporan keuangan yang
disusun pemerintah di Indonesia menggunakan prinsip pengungkapan lengkap,
dimana laporan keuangan harus menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan. Informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna laporan keuangan tersebut dapat ditempatkan pada lembar muka (on the
face) laporan keuangan atau pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Namun beberapa penelitian menemukan bahwa tingkat pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) pada Catatan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan di Indonesia masih rendah yaitu
rata-rata pengungkapan sebesar 52.57% (Liestiani, 2008), 44,56% (Hilmi dan
Martani 2012 ), 51.9% (Andriani 2012), 60,1% (Arifin dan Fitriasari 2014), serta
dalam penelitian Sarah (2014) yang menunjukkan tingkat pengungkapan LKPD
sebesar 54%.
Pengungkapan laporan keuangan pemerintah, khususnya pemerintah
daerah (Pemda), belum sepenuhnya dilaksanakan secara maksimal. Penelitian
yang dilakukan oleh Hilmi dan Martani (2011) menunjukkan bahwa rata-rata
tingkat pengungkapan dalam Catatan atas Laporan Keuangan selama tahun 2006
hingga tahun 2009 adalah 44,56%. Bagian dengan rata-rata tingkat pengungkapan
tertinggi adalah pada bagian pendahuluan yaitu sebesar 71,55% dan Bagian
4
dengan rata-rata tingkat pengungkapan terendah terdapat pada bagian ikhtisar
pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan dengan rata-rata tingkat
pengungkapan hanya sebesar 15,13%.
Ingram (1984) dalam penelitiannya menyebutkan bebarapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pengungkapan yaitu : (1) koalisi pemilih (masyarakat)
yang mendorong peningkatan permintaan akan informasi, (2) kekuatan
administrasi, seperti pemilihan administrator sistem akuntansi, pemilihan auditor,
dan (3) management incentive yang terdiri dari kekayaan negara, profesionalisme
dan kompleksitas pemerintah. Penelitian ini mengambil sampel pemerintah
negara bagian di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat
pengungkapan berhubungan positif dan signifikan dengan koalisi pemilih,
kekuatan administrasi, dan management incentive. Sedangkan faktor alternatif
information source mempunyai hubungan negatif dengan tingkat pengungkapan.
Penelitian lain dilakukan oleh Cheng (1992) dengan menggunakan model
ekonomi-politik didasarkan pada teori dan studi empiris dalam sektor publik
untuk menjelaskan pengungkapan laporan keuangan dalam pemerintah daerah.
Terdapat bukti yang mendukung bahwa pengungkapan tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan politik dan kekuatan dari institusi yang terdapat pada pemerintah
daerah.
Di Indonesia, Liestiani (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
5
Daerah (LKPD) Kabupaten/Kota untuk tahun anggaran 2006. Variabel
independen yang digunakan oleh Liestiani (2008) dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu insentif pemda, hasil pemeriksaan, dan karakteristik daerah. Insentif pemda
terdiri dari tiga variabel yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan dan
kompleksitas pemerintahan. Kelompok hasil pemeriksaan ada dua hal yang
diteliti yakni jumlah temuan pemeriksaan dan tingkat penyimpangan. Dari enam
variabel yang diteliti, variabel kekayaan daerah, kompleksitas pemerintah (jumlah
populasi), jumlah temuan, dan tingkat penyimpangan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat pengungkapan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan
tingkat ketergantungan dan karakteristik daerah tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat pengungkapan pemerintah kabupaten/kota. Hilmi dan
Martani (2011) juga melakukan penelitian tentang tingkat pengungkapan yang
menunjukkan bahwa kekayaan lokal, populasi, dan tingkat penyimpangan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan provinsi
laporan keuangan pemerintah. Tingkat ketergantungan, total aset, jumlah satuan
kerja perangkat daerah (SKPD), dan jumlah temuan audit tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2008) dan Hilmi (2011)
menggunakan variabel temuan audit dan nilai temuan pada tahun yang sama.
Padahal UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara menyebutkan bahwa temuan audit BPK RI digunakan oleh
6
pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga
laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat
koreksi tersebut. Sehingga idealnya pemerintah daerah akan memenuhi
rekomendasi yang diberikan oleh BPK untuk melakukan perbaikan dan
meningkatkan pengungkapan pada laporan keuangannya dengan melakukan
perbaikan-perbaikan di periode selanjutnya sesuai dengan rekomendasi yang telah
diberikan oleh auditor. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan 2 metode
untuk mengukur jumlah temuan dan nilai temuan yaitu dengan metode lag effect
yaitu dengan mengukur temuan audit laporan keuangan tahun lalu untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pengungkapan pada laporan
keuangan tahun berikutnya. Selain itu, metode kedua adalah metode no lag effect
yaitu dengan mengukur temuan audit laporan keuangan periode sekarang untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pengungkapan pada laporan
keuangan pada tahun yang sama seperti yang dilakukan oleh Liestiani (2008),
Hilmi (2010), Khasanah (2014). Selain itu, dalam penelitian ini terdapat
penambahan satu variabel yaitu Tipe pemerintahan sebagai proksi dari
karakteristik pemerintah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara
tingkat pengungkapan kota dengan tingkat pengungkapan kabupaten.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengambil topik ini untuk
diteliti, pertama, karena pengungkapan laporan keuangan belum banyak
dilakukan pada laporan keuangan pemerintahan dibandingkan perusahaan,
7
disebabkan karena terbatasnya informasi pemerintah yang dapat diakses publik
dan sulitnya mengembangkan motif yang mendasari pengungkapan. Kedua,
penelitian yang mengukur variabel jumlah temuan audit dan nilai temuan dengan
menggunakan dua metode ( lag effect dan no lag effect ) jarang dilakukan, hanya
terdapat beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Andriani (2012) dan
Fitriasari (2014). Ketiga, laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan tahun terbaru yaitu tahun 2013 yang juga
menggunakan peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Berdasarkan hal
tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Karakteristik
Pemerintah, Kompleksitas Pemerintah, Hasil Audit BPK terhadap Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan Daerah di Indonesia Tahun 2013
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut
1. Apakah kekayaan daerah berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
2. Apakah tingkat ketergantungan pemerintah daerah kabupaten / kota terhadap
pemerintah pusat berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
8
3. Apakah total aset berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
4. Apakah tipe pemerintahan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
5. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
6. Apakah jumlah SKPD berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
7. Apakah temuan audit tahun lalu berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
8. Apakah temuan audit periode sekarang berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
9. Apakah tingkat penyimpangan tahun lalu berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
10. Apakah tingkat penyimpangan periode sekarang berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis pengaruh kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
9
b. Menganalisis pengaruh tingkat ketergantungan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
c. Menganalisis pengaruh total aset terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia.
d. Menganalisis pengaruh tipe pemerintahan terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
e. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
f. Menganalisis pengaruh jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
g. Menganalisis pengaruh temuan audit tahun lalu terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
h. Menganalisis pengaruh temuan audit periode sekarang terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
i. Menganalisis pengaruh tingkat penyimpangan tahun lalu terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
j. Menganalisis pengaruh tingkat penyimpangan periode sekarang terhadap
tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
10
2. Manfaat Penelitian
A. Kontribusi Teoritis
1. Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk
menambah ilmu pengetahuan.
2. Peneliti berikutnya, Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang
akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
3. Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta menambah
referensi mengenai akuntansi pemerintahan sehingga dapat bermanfaat
bagi penulis di masa yang akan datang.
B. Kontribusi Praktis
1. BPK RI, sebagai salah satu bahan pertimbangan mengenai audit yang
akan dilakukan di pemerintahan daerah.
2. Pemerintahan Daerah sebagai bahan evaluasi agar terus meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah.
3. Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang akuntabilitas dan
transparansi yang terjadi di Indonesia.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan
Teori Keagenan (Agency Theory) membahas tentang hubungan
keagenan dimana suatu pihak tertentu (Principal) mendelegasikan pekerjaan
kepada pihak lain (Agent) yang melakukan pekerjaan. Jensen dan Meckling
(1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a
contract under which one or more person (the principals) engage another
person (the agent) to perform some service on their behalf which involves
delegating some decision making authority to the agent”. Hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang
terbaik bagi principal (Setiawan, 2012).
Principal didefinisikan sebagai pihak yang merupakan pemilik dari
suatu institusi (beneficiary holder), sebutlah perusahaan atau institusi
pemerintah, sedangkan agent adalah staf yang ditunjuk untuk mengelola dan
menjalankan aktivitas. Problem muncul ketika ada perbedaan kepentingan
antara principal dan agent, dimana principal bertujuan mengembangkan
12
bisnis atau melaksanakan kegiatan secara efisien, sedangkan agent bertujuan
meningkatkan standar hidup dirinya dan keluarganya (Lesmana, 2010).
Dalam banyak kasus, tidak semua informasi yang dimiliki oleh agent
juga dimiliki oleh principal sehingga sangat memungkinkan bagi agent
untuk memanipulasi informasi untuk kepentingan dirinya (asymmetric
information). adanya asymetric information menyebabkan terjadinya
penyelewengan yang dilakukan oleh agent dan menimbulkan
ketidakpercayaan principal. oleh karena itu agent harus memberikan
pertanggungjawaban kepada principal untuk memastikan bahwa agent tidak
menyalahgunakan wewenang yang mereka miliki (Hilmi, 2012).
Principal bisa mengurangi asymetric information dengan
menempatkan pengawasan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan terhadap berbagai peraturan
dan ketentuan yang berlaku sehingga dengan meningkatnya akuntabilitas
pemerintah, maka principal akan lebih percaya dan dapat mengurangi
asymetric information yang berakibat pada berkurangnya tindakan
penyelewengan dan kegiatan yang tidak efisien. Tindakan Pengawasan dapat
dilakukan dengan melihat Laporan keuangan termasuk catatan atas laporan
keuangan yang digunakan untuk membantu pemahaman para pembaca dan
pengguna laporan keuangan (Andriani, 2012).
13
Menurut Zimmerman (1977) agency problem juga ada dalam konteks
organisasi pemerintahan. Rakyat sebagai principles memberikan mandat
kepada pemerintah sebagai agen, untuk menjalankan tugas pemerintahan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks lain,
politisi dapat juga disebut principles karena menggantikan peran rakyat,
namun dapat juga dipandang sebagai agen karena menjalankan tugas
pengawasan yang diberikan oleh rakyat. Moe (1984) dalam Hilmi dan
Martani (2011) mengemukakan bahwa hubungan prinsipal dan agen dapat
dilihat dalam politik demokrasi. Masyarakat adalah prinsipal, politisi
(legislatif) adalah agen mereka. Politisi (legislatif) adalah prinsipal,
birokrat/pemerintah adalah agen mereka. Pejabat pemerintahan adalah
prinsipal, pegawai pemerintahan adalah agen mereka. Keseluruhan politik
tersusun dari alur hubungan prinsipal-agen, dari masyarat hingga level
terendah pemerintahan ( Hilmi, 2012).
Zimmerman (1977) dalam Arifin dan Fitriasari (2014) menyatakan
bahwa pemerintah sebagai agent yang mendapatkan mandat dari rakyat
sebagai principal, berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang
telah diamanatkan oleh rakyat kepadanya. Pertanggungjawaban pemerintah
kepada rakyat dalam hal penggunaan keuangan negara adalah dengan
membuat suatu laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tersebut
pemerintah wajib untuk mengungkapkan informasi atas segala yang
14
berhubungan dengan keuangan negara dalam catatan atas laporan keuangan
yang merupakan bagian dari laporan keuangan pemerintah (Arifin dan
Fitriasari, 2014).
Pengguna Laporan keuangan adalah masyarakat, legislatif, lembaga
pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses
donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah (Andriani, 2012). Agar
laporan keuangan mudah dipahami maka pemerintah harus memberikan
pengungkapan yang wajar atas segala sesuatu yang berkaitan dengan
keuangan negara. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari laporan keuangan pemerintah.
2. Teori Signalling
Masyarakat sebagai pengguna laporan keuangan daerah menuntut
transparasi dari segala hal informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah daerahnya. Oleh karena itu pemerintah daerah wajib
menyediakan informasi untuk memenuhi keinginan masyarakat dan
mengurangi asimetri informasi. Informasi yang diungkap oleh pemerintah
daerah memberikan sinyal yang menggambarkan kualitas pengelolaan
pemerintah daerah tersebut. Informasi yang diungkap berupa pengungkapan
15
wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) (Hilmi, 2012).
Signaling Theory menjelaskan mengapa suatu entitas mempunyai
dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak
eksternal (masyarakat). Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana
seharusnya sebuah entitas (pemerintah daerah) memberikan sinyal kepada
pengguna laporan keuangan (masyarakat). Sinyal ini berupa informasi
mengenai apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
merealisasikan keinginan masyarakat (Andriani, 2012).
Signalling theory, Evans dan Patton (1987) dalam Fitriasari (2014)
menyatakan bahwa dalam konteks signalling theory pemerintah berusaha
untuk memberikan sinyal yang baik kepada rakyat agar rakyat dapat terus
mendukung kegiatan pemerintah yang saat ini berjalan. Salah satu sinyal
yang baik yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat adalah dengan
menerbitkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban maupun
sebagai bentuk promosi politik bahwa pemerintah telah menjalankan
tugasnya dengan baik sehingga dapat meningkatkan reputasi pemerintah
dimata rakyat (Arifin dan Fitriasari, 2014).
Agar laporan keuangan yang dijadikan sebagai bentuk promosi
politik tersebut dapat dipahami oleh rakyat, maka segala sesuatu yang
berkaitan dengan keuangan negara harus mendapatkan pengungkapan yang
16
jelas. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan dalam CaLK
yang merupakan salah satu komponen dari laporan keuangan.
3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyatakan bahwa laporan keuangan
merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Sedangkan
yang dimaksud dengan entitas pelaporan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010
ialah:
“Unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas
akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
wajib menyajikan laporan pertanggung jawaban, berupa laporan
keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari: (a) Pemerintah
pusat; (b) Pemerintah daerah; (c) Masing-masing kementerian
negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat; (d) Satuan
organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
lainnya, jika menurut peraturan perundangundangan satuan
organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.”
Berdasar PP Nomor 71 Tahun 2010, laporan keuangan disusun untuk
menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh
transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode
pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai
sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan
operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi
17
efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan
ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan (Khasanah, 2014).
Pelaporan keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan
informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas
dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya
keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan
anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/deficit Laporan Operasional (LO),
aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan (Setiawan,
2012).
Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan
keuangan (UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 15
Tahun 2004) pemerintah daerah wajib menyusun laporan keuangan yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas
dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) disusun berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh seluruh
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya
merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
18
(PPKD) bertugas menyusun LKPD. Proses penyusunan LKPD paling lambat
tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. LKPD disusun
dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
(Setiawan, 2012).
Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan
pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan.
Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilampiri dengan ikhtisar
realisasi kinerja dan laporan keuangan BUMD/perusahaan daerah. Laporan
keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan. LKPD yang telah diaudit
BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan
dengan peraturan daerah (perda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD (Andriani, 2012).
4. Standar Akuntansi Pemerintah
Tahun 2005 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Peraturan tersebut mengatur akuntansi berbasis kas menuju akrual (Cash
towards Accrual). PP ini merupakan transisi sebab Undang-Undang
Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara mengamanatkan perlunya
19
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja basis akrual (Khasanah,
2014).
Pada tahun 2010, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis
akrual tuntas disusun Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan
ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.
Implementasi dari peraturan tersebut ialah Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat maupun Daerah secara bertahap didorong untuk menerapkan akuntansi
berbasis akrual. Paling lambat tahun 2015, seluruh laporan keuangan
pemerintah daerah sudah menerapkan SAP berbasis akrual. SAP merupakan
pedoman dalam menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna dan
auditor. SAP dijadikan acuan wajib dalam penyajian laporan keuangan
entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. SAP
berisi prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP juga mengatur mengenai
informasi yang harus disajikan dalam laporan keuangan, bagaimana
menetapkan, mengukur dan melaporkannya. Selain itu, SAP juga digunakan
oleh pengguna laporan keuangan termasuk legislatif untuk memahami
informasi yang disajikan dalam laporan. Sedangkan untuk pihak auditor
eksternal (BPK) akan menggunakan SAP sebagai kriteria dalam pelaksanaan
audit keuangan (Syafitri, 2012) dalam Khasanah (2014).
20
Komponen yang harus disajikan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II ialah :
1) Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan dari suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal
tertentu. Neraca meliputi sekurang-kurangnya pos-pos seperti, kas dan
setara kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak,
persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka
pendek dan kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana.
2) Laporan Realisasi Anggaran
Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan
informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara
tersanding. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi
mengenai realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan
pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya.
3) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama
suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal
pelaporan.
21
4) Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar
terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula
dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang
diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan SAP serta pengungkapan-
pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas
laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-
komitmen lainnya.
5. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Penyediaan informasi
tersebut untuk kepentingan transparansi, yaitu memberikan informasi
keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat. Transparansi
mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi
yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan (masyarakat)
(Setiawan, 2014).
Kata pengungkapan (disclosure) memiliki arti tidak menutupi atau
tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan,
22
disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberi
informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit
usaha (Chariri dan Ghozali, 2000 : 235).
Salah satu komponen pokok dalam laporan keuangan pemerintah
adalah Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Dalam PP Nomor 71
Tahun 2010 dijelaskan bahwa Catatan atas Laporan Keuangan meliputi
penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas
Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi
yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar (Khasanah, 2014).
Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran I, Catatan atas
Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-
hal sebagai berikut :
1) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi.
2) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro.
3) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
23
4) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya.
5) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
muka laporan keuangan.
6) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan.
7) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Sedangkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II, Catatan
atas Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan
hal-hal sebagai berikut:
1) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi
makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
2) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun
pelaporan.
3) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.
24
4) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
laporan keuangan.
5) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan
belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.
6) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian
yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Seluruh komponen laporan keuangan pemerintah daerah diatur dalam
Standar Akuntansi Pemerintahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 71 tahun 2010. PP ini memperbaharui SAP sebelumnya yaitu PP No. 24
Tahun 2005 yang masih menggunakan basis cash towards accrual namun
masih diberi tenggang waktu hingga tahun 2014 untuk mengubah basis
akuntansi yang digunakan (Sarah, 2014).
Penelitian ini menggunakan metode dengan sistem scoring. Sistem
scoring yang dimaksud adalah dengan membuat daftar checklist
pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintahan PP 24 tahun 2005 atau PP 71 tahun 2010 Lampiran II yang
dilengkapi dengan peraturan yang terdapat pada Permendagri No. 13 tahun
2006. Seperti yang dilakukan oleh Liestiani (2008), Hilmi (2010), Arifin dan
Fitriasari (2014), dan Sarah (2014).
25
6. Penilaian Tingkat Pengungkapan LKPD Kabupaten
Penilaian tingkat pengungkapan dalam penelitian ini digunakan
checklist form yang berisi komponen yang harus ada dalam catatan atas
laporan keuangan yang bersumber dari Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) terbaru yaitu PP No. 71 Tahun 2010 Lampiran II (Sarah, 2014).
Check list form dari CALK tersebut disusun dari SAP yang berisi:
1) Bagian pertama menyajikan informasi tentang Kebijakan
Fiskal/Keuangan, Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang-
Undang APBN/Peraturan Daerah APBD, berikut Kendala dan
Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target. Yang dapat
dirinci sebagai berikut :
a. Kebijakan Fiskal/Keuangan
Dalam bagian ini entitas terkait harus dapat menjelaskan
perbedaan-perbedaan penting tentang posisi dan kondisi
keuangan/fiskal dengan periode sebelumnya dengan
anggaran/rencana lainnya dan kebijakan-kebijakan pemerintah
daerah dalam meningkatkan pendapatan, efisiensi belanja serta
penentuan sumber atau penggunaan pembiayaan.
b. Perubahan Anggaran
26
Menjelaskan perubahan anggaran yang penting selama
periode berjalan dibandingkan dengan anggaran yang pertama kali
disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam
pencapaian target yang telah ditetapkan, serta masalah lainnya
yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan untuk
diketahui pembaca laporan keuangan.
c. Kondisi Ekonomi Makro
Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator
ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN/APBD
berikut tingkat capaiannya. Indikator ekonomi makro tersebut
antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional
Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga
minyak, tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.
2) Dalam bagian kedua, kinerja keuangan entitas pelaporan dalam
Laporan Realisasi Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan
pencapaian kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan
dalam suatu periode pelaporan.
a. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan
dijelaskansecara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Keberhasilan pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan
27
tingkat efisiensi dan efektivitas suatu program. Efisiensi dapat
diukur dengan membandingkan keluaran (output) dengan masukan
(input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan
hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan.
b. Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk
mencapai tujuan, memberikan gambaran yang jelas atas realisasi
dan rencana kinerja keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan
menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh
manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan
bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan
dan andal.
3) Bagian ketiga mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan
kebijakan akuntansi. Berikut poin yang termasuk ke dalam bagian
ketiga :
a. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu mendasari
penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan secara
spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi
atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.
b. Penjelasan pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi
perlu disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan meliputi
28
pertimbangan sehat, substansi mengungguli bentuk formal serta
materialitas.
c. Isi dari Kebijakan akuntansi yang menjelaskan tentang:
a) Entitas pelaporan
Dalam entitas pelaporan berisi tentang domisili, bentuk
hukum, dan juridiksi entitas tersebut berada, penjelasan
mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya,
ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan
kegiatan operasionalnya, serta jumlah unit entitas yang berada
di bawahnya.
b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan.
Dalam PP No 71 Tahun 2010 Lampiran II basis akuntansi yang
digunakan masih basis cash towards accrual.
c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan. Basis pengukuran yang disajikan berupa basis
pengukuran tiap pos, yaitu:
I. Aset disajikan per pos pengukurannya berdasar pada SAP,
yaitu pengukuran kas, investasi jangka pendek, piutang,
persediaan, investasi jangka panjang, asset tetap dan asset
moneter.
29
II. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal dan jika dalam
mata uang asing maka harus dinyatakan dalam rupiah
menggunkaan kurs tengah bank sentral pada tanggal
neraca.
III. Ekuitas diukur sebesar selisih antara asset dan kewajiban.
Ekuitas terbagi menjadi tiga, yaitu ekuitas dana lancar,
ekuitas dana investasi dan ekuitas dana cadangan.
IV. Pendapatan, belanja dan pembiayaan diukur berdasarkan
asas bruto dan diakui saat diterima di Rekening Umum
Daerah.
4) Bagian keempat adalah penjelasan pos-pos dalam Laporan Keuangan.
Dalam bagian ini dijelaskan rincian angka per pos dalam laporan
keuangan dan sumber dana yang ada dalam angka tersebut dan
terdapat poin-poin yang harus diungkapkan seperti,
a. Aset yang terdiri dari:
a) Kas
Kas dijelaskan berdasarkan jumlah yang dipegang oleh
masing-masing bendahara, yaitu bendahara pengeluaran,
penerimaan dan kas daerah.
b) Investasi Jangka Pendek
30
Harus diungkapkan rincian investasi jangka pendek tersebut
dan perubahan harga pasar. Investasi jangka pendek harus
memenuhi karakteristik sebagai berikut:
I. Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
II. Investasi ter sebut ditujukan dalam rangka manajemen
kas, artinya pemerintah dapat menjual investasi tersebut
apabila timbul kebutuhan kas;
III. Berisiko rendah.
c) Piutang
Dalam akun ini dijelaskan pos-pos piutang yang dimiliki oleh
entitas.
d) Persediaan
Dalam pos persediaan harus diungkapkan lebih rinci mengenai
kondisi dari persediaan dan kelompok-kelompok persediaan
seperti perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan
masyarakat, persediaan yang masih dalam proses produksi,
barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat dan barang yang masih dalam proses produksi
yang ditujukan untuk dijual atau diserahkan ke masyarakat.
e) Investasi Jangka Panjang
31
Terdapat bagian dari investasi jangka panjang ini, yaitu
investasi permanen dan non permanen. Investasi Permanen
adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan Investasi
Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
f) Aset Tetap
Dalam pos aset tetap harus disajikan dengan rincian aset tetap
yang dimiliki oleh entitas dan mutasi penambahan aset tetap
tersebut, serta bila telah melakukan penyusutan harus dirinci
nilai tahun ini dan tahun sebelum, metode penyusutan, masa
manfaat dan nilai bruto. Namun tentang mekanisme
penyusutan biasanya disajikan di halaman muka atau halaman
penjelasan mengenai basis pengukuran yang digunakan
sehingga dalam bagian pos-pos LKPD tidak disajikan lagi.
Penyajian aset tetap juga harus mengungkapkan rincian jika
terjadi penilaian kembali aset tetap, namun seluruh Kabupaten
di Indonesia tidak menjelaskan bila ada penilaian kembali.
Rincian Konstruksi dalam Pengerjaan juga masih kurang
karena tidak mencantumkan kontrak, biaya, uang muka, dan
sumber pembiayaannya.
32
g) Dana Cadangan
Dana cadangan harus diungkapkan beserta perda
pembentuknya dan tujuan dana cadangan tersebut.
h) Aset Lainnya
Dalam aset lainnya diungkapkan aset-aset yang tidak termasuk
dalam golongan di atas seperti Tagihan Penjualan Angsuran,
Tuntutan Perbendaharaan, Tuntutan Ganti Rugi, Kemitraan
dengan Pihak Ketiga, Aset Tak Berwujud dan Aset Lain-Lain.
b. Kewajiban
Kewajiban dibagi dua, yaitu Utang Jangka Pendek dan Utang
Jangka Panjang.
c. Ekuitas
Ekuitas terbagi tiga, yaitu ekuitas dana lancar, ekuitas dana
investasi dan ekuitas dana cadangan.
d. Pendapatan
Pendapatan daerah menurut jenisnya dibagi menjadi tiga, yaitu
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-
Lain Pendapatan yang Sah. Seluruh pos ini harus diungkapkan
beserta nilai nominal dan presentase atas selisih lebih/kurang
antara realisasi dana anggaran serta nilai nominal dan presentase
33
atas selisih antara pendapatan yang didapat periode ini dengan
pendapatan periode tahun lalu.
e. Belanja
Belanja dapat diungkapkan berdasarkan klasifikasi jenis atau
fungsi. Seluruh entitas yang diteliti mengungkapkan belanja sesuai
dengan jenisnya. Dalam pengungkapan belanja ini juga harus
diungkapkan prosentase atas selisih lebih/kurang antara realisasi
dan anggaran serta antara tahun berjalan dan tahun sebelumnya.
f. Pembiayaan
Pembiayaan disajikan dengan presentase atas selisih lebih/kurang
antara realisasi dan anggaran serta antara tahun berjalan dan tahun
sebelumnya. Penerimaan pembiayaan mayoritas kabupaten adalah
penggunaan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya
(SiLPA) dan pengeluaran pembiayaan mayoritas terjadi untuk
penyertaan modal pemerintah dan pembayaran pokok hutang.
g. Laporan Arus Kas
Laporam arus kas terbagi menjadi empat, yaitu dari aktivitas
operasi, investasi aset nonkeuangan, aktivitas pembiayaan dan
aktivitas nonanggaran.
5) Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan
ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh
34
suatu entitas pelaporan. Jika ada kebijakan akuntansi yang dipilih tidak
sesuai dengan SAP harus diungkapkan.
6) Penjelasan mengenai kontinjensi dan kewajiban lainnya serta
pengungkapan lain seperti penggantian manajemen pemerintahan
selama tahun berjalan, kesalahan manajemen terdahulu yang telah
dikoreksi manajemen baru serta pemekaran entitas dan kejadian yang
mempunyai dampak sosial harus diungkapkan dalam bagian akhir
Catatan atas Laporan Keuangan.
7. Karakteristik Pemerintah
Karakteristik berarti mempunyai sifat khas sesuai dengan
perwatakan tertentu. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006),
karakteristik adalah cirri-ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan)
sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu (orang)
dengan sesuatu yang lain. Penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan
Miranti (2009) dalam Khazanah (2014) pada sektor swasta
mendefinisikan karakteristik perusahaan sebagai ciri-ciri khusus yang
melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan
membedakannya dengan perusahaan lain.
Hilmi (2011) mendefinisikan karakteristik pemerintah daerah
dengan menggunakan ukuran kekayaan daerah yang diproksikan dengan
35
total pendapatan dibagi jumlah penduduk, tingkat ketergantungan yang
diproksikan dengan dana transfer dibagi total pendapatan, dan jumlah
aset. Martani dan Liestiani (2010) mengukur karakteristik pemerintah
dengan hanya menggunakan tipe pemerintahan. Sedangkan Arifin dan
Fitriasari (2014) yang menggunakan laporan keuangan pemerintah pusat
membandingkan antara kementerian dan lembaga sebagai proksi dari
variabel jenis organisasi.
Penelitian Setyaningrum (2012) menerangkan karakteristik daerah
melalui beberapa variabel, yaitu ukuran pemda yang diproksikan dengan
total asset, jumlah DPRD, umur pemda, kekayaan daerah (PAD), jumlah
SKPD, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian keuangan pemda dan
intergovernmental revenue atau tingkat ketergantungan.
Penelitian ini menggunakan model karakteristik pemerintah yang
dilakukan Hilmi (2011), yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan ,
dan total aset. Peneliti juga menambahkan satu variabel baru untuk
karakteristik pemerintah yaitu Tipe pemerintahan dengan mengacu pada
penelitian Martani dan Liestiani (2010) dan Firiasari (2014).
a. Kekayaan Daerah
Tingkat kemakmuran suatu daerah dapat tergambarkan dari
kekayaan daerah tersebut (Sinaga, 2011 dalam Khasanah, 2014).
36
Kekayaan pemerintah daerah dapat dinyatakan dengan jumlah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Setyaningrum, 2012). Menurut
Kawedar et. al. (2008:180), pendapatan daerah meliputi semua
penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang
menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. PAD sebagai
salah satu penerimaan daerah yang bersumber dari wilayahnya
sendiri yang mencerminkan tingkat kemandirian daerah (Santosa dan
Rahayu 2005).
Sumber PAD yang utama adalah pajak dan retribusi daerah
yang berasal dari masyarakat masing-masing daerah (Setyaningrum,
2012). Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
1) Pajak Daerah
2) Retribusi Daerah
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah
b. Tingkat Ketergantungan
Hilmi dan Martani (2011) serta Andriani (2012) melakukan
penelitian tentang tingkat ketergantungan yang diproksikan dengan
dana transfer dibagi total pendapatan. Dana transfer merupakan jenis
37
pendanaan daerah yang berasal dari pemerintah pusat atau provinsi.
Sebagai timbal baliknya, pemerintah daerah membelanjakan
pendapatan transfer antar pemerintah sesuai dengan alokasi dan
petunjuk anggaran menurut undang-undang (Lesmana, 2010).
Transfer ke Daerah ditetapkan dalam APBN, Peraturan
Presiden dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang selanjutnya
dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku
Kuasa Pengguna Anggaran atas Nama Menteri Keuangan selaku
pengguna anggaran untuk tiap jenis transfer ke daerah dengan
dilampiri rincian alokasi per daerah (Liestiani, 2010). Pendapatan
transfer terdiri dari :
1) Transfer pemerintah pusat - Dana perimbangan
a) Dana bagi hasil
b) Dana alokasi umum
c) Dana alokasi khusus
2) Transfer pemerintah pusat lainnya
a) Dana penyesuaian
b) Dana otonomi khusus
38
c. Total Aset
Dalam beberapa penelitian, jumlah asset digunakan untuk
mengukur ukuran perusahaan (size) seperti dalam penelitian Liestiani
(2010), Hilmi (2011), Setyaningrum (2012) dan Fitriasari (2014).
Total aset atau total aktiva dipilih dalam penelitian ini karena
nilainya yang lebih stabil daripada penjualan dan kapitalisasi pasar.
Nilai aset dalam pemerintahan suatu daerah bisa dilihat dari jumlah
aset dalam neraca pemerintah daerah tersebut. Telah banyak studi
yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi akan secara
signifikan mempengaruhi struktur organisasi, dimana organisasi
besar cenderung lebih banyak memiliki aturan dan ketentuan
daripada organisasi kecil (Yulianingtyas, 2011) dalam Khazanah
(2014).
Selain nilai total aset, menurut Sudarmadji dan Sularto (2007)
dalam Khazanah (2014) besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan
dalam penjualan dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel tersebut dapat
digunakan dalam mengukur besar ukuran karena kemampuan
ketiganya dalam mewakili seberapa besar perusahaan tersebut.
Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam.
Semakin banyak penjualan, perputaran uang akan semakin banyak.
39
Semakin besar kapitalisasi pasar semakin besar perusahaan tersebut
dikenal masyarakat (Sudarsana, 2013).
d. Tipe Pemerintahan
Tipe pemerintahan daerah terdiri dari pemerintahan provinsi,
pemerintahan kota, dan pemerintahan kabupaten. Daerah yang
populasinya banyak dan memiliki beragam latar belakang sosial,
maka permasalahan pemerintah daerahnya semakin kompleks.
Permasalahan yang dihadapi pemerintah kota cenderung lebih
kompleks dibandingkan kabupaten. Hal ini dikarenakan dari jumlah
masyarakat yang memiliki keberagaman latar belakang sosial dan
pendidikan (Liestiani, 2010).
Kepala daerah memiliki dorongan yang lebih besar untuk
secara sukarela memberikan informasi guna pemantauan secara
proporsional dengan wilayah metropolitan yang memiliki populasi
penduduk yang besar dibanding dengan wilayah pedesaan yang
memiliki jumlah penduduk relatif besar. Wilayah metropolitan
merupakan daerah tujuan urbanisasi yang memiliki penduduk lebih
heterogen, baik dari sisi pendidikan, sosial, dan ekonomi (Sinaga,
2011).
40
Pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang lebih
dalam melayani kebutuhan warganya. Semakin kompleks
permasalahan di suatu daerah maka semakin besar pula tanggung
jawab pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang
maksimal bagi warganya. Untuk itu diperlukan adanya transparansi
dalam setiap tindakan pemerintah daerah, termasuk transparansi
dalam mengelola keuangan daerah (Khasanah, 2014).
8. Kompleksitas Pemerintah
Kompleksitas dalam pemerintahan dapat diartikan sebagai kondisi
dimana terdapat beragam faktor dengan karakteristik berbeda-beda yang
mempengaruhi pemerintahan baik secara langsung maupun tidak
langsung (khazanah, 2014). Ingram (1984) memaparkan bahwa variabel
kompleksitas pemerintahan (yang diproksikan dengan jumlah penduduk)
memberikan dorongan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan
pengungkapan pada laporan keuangannya. Hilmi (2011) menggunakan
variabel jumlah SKPD dan jumlah penduduk dalam mengukur
kompleksitas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model
kompleksitas yang sama dengan Hilmi (2010).
41
1. Jumlah SKPD
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, SKPD atau Satuan Kerja Perangkat
Daerah adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku
pengguna anggaran/pengguna barang.
Sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah
daerah sekaligus pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan
daerah, Kepala Daerah, selanjutnya melimpahkan kekuasaannya
tersebut untuk dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelolaan
keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang di bawah
koordinasi sekretaris daerah. Pembuatan laporan keuangan yang
dilakukan masing-masing SKPD akan dikonsolidasikan oleh SKPKD
untuk menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah baik Pemerintah
Provinsi/Kota/Kabupaten (Khasanah, 2014).
2. Jumlah Penduduk
Dalam sosiologi penduduk didefinisikan sebagai kumpulan
manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
Penduduk suatu negara atau daerah dapat didefinisikan mejadi dua,
yaitu :
42
a. Orang yang tinggal disuatu daerah
b. orang yang secara hukum berhak tinggal di suatu daerah. dengan
kata lain orang yan memiliki surat resmi untuk tingal disuatu
daerah (www.wikipedia.org)
Untuk menghitung jumlah, komposisi dan karakteristik
penduduk disuatu daerah dilakukan suatu pencatatan yang disebut
dengan sensus penduduk. Sensus penduduk adalah suatu rangkaian
kegiatan pengambilan "stok" (stock taking) penduduk pada suatu titik
waktu tertentu yang mencakup seluruh atau sebagian wilayah
geografis (www.wikipedia.org)
Metode pencacahan dalam sensus penduduk ada dua, yaitu de
facto dan de jure. pencacahan secara de facto adalah pencacahan yang
dilakukan di empat dimana mereka ditemukan oleh petugas lapangan
sensus/ sesuai tempat tinggal mereka. Pencacahan secara de jure
adalah pencacahan yang dilakukan di tempat mereka tinggal secara
resmi/sesuai identitas diri (www.wikipedia.org).
9. Hasil Audit BPK
Auditing menurut Boynton dan Johnson (2006:6) dalam The
Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American
43
Accounting Association (Accounting Review, Vol 47) adalah sebagai
berikut:
“A Systematic process of objectively obtaining and evaluating
regarding assertions about economic actions and events to
ascertain the degree of correspondence between those
assertions and established criteria and communicating the
results to interested users”
Artinya Auditing adalah suatu proses sistematis untuk
menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai
asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk
menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada para
pemakaian yang berkepentingan.
Untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas
laporan keuangan pemerintah maka laporan keuangan perlu diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (Kawedar, 2008) dalam Khazanah (2104).
Pelaksanaan pemeriksaan dalam sektor pemerintahan oleh BPK-RI
dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang
antara lain menyebutkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK
terdiri atas 3 (tiga) jenis pemeriksaan (Andriani, 2012), yaitu :
44
1) Pemeriksaan keuangan
Salah satu tugas BPK adalah melaksanakan pemeriksaan keuangan.
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan
yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar
dalam semua hal yang material , sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif
lainnya. Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dalam rangka
memberikan pendapat atau opini atas kewajaran informasi keuangan
yang disajikan dalam laporan keuangan.
2) Pemeriksaan kinerja
Pemeriksaan kinerja bertujuan menilai aspek ekonomis, efisiensi, dan
efektivitas.
3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) bertujuan untuk
memeberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. PDTT tidak
memberikan opini ataupun untuk memberikan penilaian kinerja.
PDTT bisa bersifat eksaminasi (pengujian), review, atau prosedur
yang disepakati.
Tujuan Pemeriksaan (Audit) oleh BPK-RI tersebut adalah untuk
memberikan opini atau pernyataan profesional pemeriksa atas tingkat
45
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah daerah, berdasarkan kepada kriteria yang menjadi
pertimbangan dalam penentuan opini, yaitu (1) kesesuaian dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), (2) efektivitas sistem
pengendalian internal, (3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dan (4) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures),
sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Sarah, 2014).
Meskipun tujuan pemeriksaan (audit) BPK-RI bukan untuk
mencari kesalahan atau penyimpangan, namun bila dari hasil pengujian
audit ditemukan penyimpangan, BPK-RI berkewajiban
mengungkapkannya sebagai temuan audit (Andriani, 2012).
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK
dalam laporan keuangan pemerintah daerah atas pelanggaran yang
dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun
terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Arifin dan
Fitriasari, 2014). Penelitian Liestiani (2008), menemukan bahwa jumlah
temuan audit BPK berkorelasi positif dan signifikan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Sebab melalui adanya temuan ini, BPK akan meminta adanya koreksi dan
46
peningkatan pengungkapannya (Arifin dan Fitriasari, 2014). Sehingga,
semakin besar jumlah temuan maka semakin besar jumlah tambahan
pengungkapan yang akan diminta oleh BPK dalam laporan keuangan.
47
B. Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik pemerintah, kompleksitas pemerintah dan
hasil audit BPK terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia dapat diringkas sbb :
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No
.
Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
1 Imam Arifin dan
Debby Fitriasari
(2014)
Pengungkapan
Laporan Keuangan
Kementerian/Lemb
aga,
Karakteristik
Organisasi Dan
Hasil Audit BPK
Jurnal SNA 17
Mataram, Lombok
2014.
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data:
sekunder (Laporan
Keuangan
Pemerintah Pusat)
Sampel: 78 laporan
keuangan
kementerian/lembaga
Tahun data: 2011
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variabel lainnya :
V V V V V V V Hasil dari penelitian ini
membuktikan bahwa
ukuran organisasi dan
jenis organisasi memiliki
pengaruh positif
sedangkan temuan audit
tidak terbukti
berpengaruh terhadap
tingkat pengungkapan
laporan keuangan
kementerian / lembaga
untuk dua model (Lag
effect dan No lag effect).
Bersambung ke halaman selanjutnya
48
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
Jenis organisasi.
2 Nur Lailatul
Khasanah (2014)
Pengaruh
Karakteristik,
Kompleksitas, dan
Temuan Audit
Terhadap Tingkat
Pengungkapan
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
Skripsi Universitas
Diponegoro (2014)
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data:
sekunder (Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah)
Sampel: 105 Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah
Tahun data: 2010,
2011 dan 2012
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variable lainnya:
Umur pemerintah
daerah dan ukuran
legislative
V V V V V V V Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari
empat variabel yang
menggambarkan
karakteristik pemerintah,
hanya total aset yang
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
tingkat pengungkapan
LKPD, sedangkan
variabel lain berupa
kekayaan daerah (PAD),
tingkat ketergantungan,
dan umur pemerintah
daerah tidak berpengaruh
signifikan. Sementara
dari kompleksitas
pemerintah, hanya
variabel jumlah SKPD
yang memiliki pengaruh
Bersambung ke halaman selanjutnya
49
Tabel 2.1 Lanjutan
No
.
Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi
Penelitian
X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
negatif signifikan
terhadap tingkat
pengungkapan, variabel
ukuran legislatif terbukti
tidak memiliki pengaruh
signifikan. Variabel
temuan audit tidak
berpengaruh signifikan
terhadap tingkat
pengungkapan.
3 Dyah
Setyaningrum dan
Febriyani Syafitri
(2012) Analisis
pengaruh
karakteristik
pemerintah daerah
terhadap tingkat
pengungkapan
laporan keuangan
Jurnal Akuntansi
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data:
sekunder (Laporan
Keuangan
Pemerintah Daerah)
Sampel: 620
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
Tahun data: 2008 –
2009
V V V V V Karakteristik pemerintah
daerah yang terdiri dari
umur administratif
pemerintah daerah,
kekayaan pemerintah
daerah, dan ukuran
legislatif memiliki
pengaruh positif dan
signifian terhadap
tingkat pengungkapan
LKPD, sedangkan
intergovernmental
revenue memiliki
Bersambung ke halaman selanjutnya
50
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
dan Keuangan
Indonesia,
Desember 2012,
Vol.9, No.2, hal
154-170
Metode analisis : Statistik Deskriptif
Variable lainnya:
Umur administratif,
ukuran legislatif,
intergovernmental
revenue, Ukuran
pemerintah daerah,
spesialisasi pekerjaan,
rasio kemandirian
keuangan daerah dan
pembiayaan utang.
pengaruh negatif yang
signifikan. Ukuran
pemerintah daerah,
diferensiasi fungsional,
spesialisasi pekerjaan,
rasio kemandirian
keuangan daerah dan
pembiayaan utang
terbukti tidak mempunyai
pengaruh terhadap
tingkat pengungkapan
LKPD.
4 Evanti Andriani
(2012) Pengaruh
Opini Audit dan
Temuan Audit
Terhadap Tingkat
Pengungkapan Pada
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
Skripsi Universitas
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data:
sekunder (Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah)
Sampel: 442 Laporan
Keuangan
V V V V V Untuk kedua model (Lag
effect dan No lag effect)
Opini dan nilai temuan
yang berpengaruh
signifikan terhadap
tingkat pengungkapan.
Untuk opini memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
Bersambung ke halaman selanjutnya
51
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
Indonesia (2012) Tahun data: 2008 dan
2009
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variable lainnya: Opini
Audit
tingkat pengungkapan.
Sedangkan untuk nilai
temuan berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap tingkat
pengungkapan.
5 Amiruddin Zul Hilmi
dan Dwi Martani
(2012) Analisis
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Tingkat
Pengungkapan
Laporan Keuangan
Pemerintah Provinsi
Jurnal SNA 15
Banjarmasin
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: sekunder
(Laporan Keuangan
Pemerintah Provinsi)
Sampel: 29 Laporan
Keuangan Pemerintah
Provinsi
Tahun data: 2006-2009
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variable lainnya:
Kekayaan daerah
diukur dengan total
V V V V V V V V Kekayaan lokal, populasi,
dan tingkat penyimpangan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan provinsi
laporan keuangan
pemerintah. Tingkat
ketergantungan, total aset,
jumlah satuan kerja
perangkat daerah (SKPD),
dan jumlah temuan audit
tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan laporan
Bersambung ke halaman selanjutnya
52
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
pendapatan dibagi
jumlah penduduk
keuangan pemerintah
provinsi.
6 Dwi Martani and
Annisa Liestiani
(2010) Disclosure
Of Local
Government
Financial
Statement In
Indonesia
Proceedings 22th
Asian Pacific
Conference, 7-10
November 2010
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data: sekunder
(Laporan Keuangan)
Sampel: 92 Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah
Tahun data: 2006
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variable lainnya:
Kekayaan daerah
diukur dengan DAU
dibagi jumlah
penduduk
V V V V V V V Kekayaan Pemerintah
daerah, tingkat
ketergantungan terhadap
pemerintah pusat,
Kompleksitas pemerintah
dan Temuan audit
mempunyai hubungan
yang positif signifikan
terhadap tingkat
pengungkapan sedangkan
Nilai temuan audit
mempunyai hubungan
negatif dan signifikan
terhadap tingkat
pengungkapan.
7 Rita Hartung Cheng
(1992) An
Jenis penelitian:
kualitatif
V V V V V pengungkapan Laporan
keuangan dalam
Bersambung ke halaman selanjutnya
53
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
Empirical Analysis
of Theories on
Factors Influencing
State Government
According
Disclosure
Journal of
Accounting and
Public Policy, II, I-
42 (I992), Ekvier
Science Publishing
Co., Inc.
Sumber data:
sekunder (Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah)
Sampel: Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah
Tahun data: 1986
Metode analisis:
model politik-
ekonomi serta dari
konteks politik,
metodologi LISREL
digunakan untuk
menguji model.
Variable lainnya:
Political competition,
power of government,
legislative power
pemerintah daerah
dipengaruhi oleh
lingkungan politik dan
kekuatan dari institusi
yang terdapat pada
pemerintah daerah.
Bersambung ke halaman selanjutnya
54
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
8 Robert W. Ingram
(1984) Economics
Incentives and the
Choice of State
Government
Accounting
Practices
Journal of
Accounting
Research, Vol 2,
No.1. (Spring,
1984), pp. 126-144
Jenis penelitian:
kuantitatif
Sumber data:
sekunder (Laporan
Keuangan)
Sampel: 50 Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah
Tahun data: 1980
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variable lainnya:
Coalition of voters :
political competition,
Median School years;
Administrative
selection process,
Information source;
V V V V Tingkat pengungkapan
berhubungan positif dan
signifikan dengan
coalition of voters,
administrative selection
process, dan management
incentive. Sedangkan
factor alternative
information source
mempunyai hubungan
negatif dengan tingkat
pengungkapan.
Bersambung ke halaman selanjutnya
55
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X
1
X
2
X
3
X
4
X
5
X
6
X
7
X
8
X
9
X
1
0
Y Hasil
Management incentive
: Long-term debt per
capita, salaries of
governor, legislators
and accounting
administration
Sumber : Berbagai referensi
56
C. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis
1. Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Christiaens (1999) berpendapat bahwa kekayaan pemerintah daerah
berhubungan positif dengan meningkatnya pengungkapan karena
memberikan sinyal dari kualitas kepala daerah, dimana kepala daerah dapat
mengambil manfaat dengan meningkatkan kesempatan mereka dipilih
kembali dan mengurangi biaya kepentingan. Christiaens (1991), berikut
Ingram (1984), menggunakan pendapatan pekapita sebagai proxy untuk
kekayaan pemerintahan daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Ingram (1984), Martani dan liestiani
(2010), Hilmi dan martini (2012), serta Adriani (2012) menemukan bahwa
kekayaan daerah mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap
tingkat pengungkapan LKPD tahun 2013. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa semakin besar kekayaan daerah maka akan semakin besar sumber
daya yang dimiliki untuk melakukan pengungkapan sehingga meningkatnya
kekayaan daerah juga dapat meningkatkan tingkat pengungkapan laporan
keuangan.
Ha1: Kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota.
57
2. Tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah
Dana transfer merupakan jenis pendanaan daerah yang berasal dari
pemerintah pusat atau provinsi. Oleh karena itu, pemerintah pusat ataupun
provinsi akan meminta pengungkapan yang lebih sebagai upaya untuk
memonitor kinerja pemerintah daerah atas penggunaan dana tersebut. Ini
berarti semakin besar tingkat ketergantungan maka akan semakin besar
tingkat pengungkapan yang dilakukan pemerintah daerah.
Robbins dan Austin (1986) menemukan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat ketergantungan pemerintah kota dengan
kualitas pengungkapan sedangkan hasil lain yang dilakukan oleh
Setyaningrum (2012) menemukan bahwa tingkat ketergantungan
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan.
Adanya ketergantungan yang besar maka kemungkinan pemerintah pusat
melakukan pembatasan operasi pemerintah daerah (kota) dan meminta
pengungkapan lebih untuk memonitor kinerja pemerintah daerah (kota)
dengan pembatasan operasi tersebut. Hal ini berarti semakin besar tingkat
ketergantungan maka semakin besar tingkat pengungkapan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah.
Ha2: Tingkat ketergantungan berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota
58
3. Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Penelitian yang dilakukan Martani dan Hilmi (2012) menemukan
bahwa variabel total aset mempunyai hubungan yang tidak signifikan
dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan, sedangkan Arifin dan
fitriasari (2014) serta Khasanah (2014) menunjukkan bahwa total aset
mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap pengungkapan
laporan keuangan.
Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki
oleh suatu entitas untuk melakukan kegiatan operasionalnya. Organisasi
pemerintah dengan total aset yang lebih besar akan lebih kompleks dalam
menjaga dan mengelola asetnya. Konsekuensinya, pemerintah perlu
mengungkapkan lebih banyak daftar aset yang dimiliki, pemeliharaan, dan
pengelolaannya.
Perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki
tekanan yang besar pula dari publik untuk menyajikan laporan keuangannya
secara lengkap sebagai upaya meningkatkan transparansi dan mengurangi
asimetri informasi. Oleh karena itu organisasi pemerintah akan menaruh
perhatian yang lebih tinggi dalam pengungkapan aset sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku (Patrick, 2007) dalam fitriasari (2014). Sehingga
59
semakin besar asset yang dimiliki pemda maka semakin tinggi tingkat
pengungkapan LKPD.
Ha3: Total asset berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota
4. Tipe pemerintah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Arifin dan Fitriasari (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan
yang positif dan signifikan antara jenis organisasi dan tingkat pengungkapan
LKPD, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martani
dan Liestiani (2010) yang menemukan bahwa tipe pemerintahan mempunyai
hubungan yang tidak signifikan dengan pengungkapan laporan keuangan.
Menurut Ingram (1984) dalam Sinaga (2005), urbanisasi membantu
pembentukan koalisi. Dengan demikian, kepala daerah memiliki dorongan
yang lebih besar untuk secara sukarela memberikan informasi guna
pemantauan secara proporsional dengan wilayah metropolitan yang memiliki
populasi penduduk yang besar dibanding dengan wilayah pedesaan yang
memiliki jumlah penduduk relative besar.
Wilayah metropolitan merupakan daerah tujuan urbanisasi yang
memiliki penduduk lebih heterogen, baik dari sisi pendidikan, sosial, dan
ekonomi. Selain itu, Pemerintah daerah kota terdiri dari tingkat
60
perkembangan ekonomi dan infrastruktur, media pers, serta tingkat
pendidikan yang tinggi sehingga hal ini akan membuat masyarakat
perkotaan lebih sering berinteraksi dengan masyarakat. Sehingga pemerintah
kota harus termotivasi untuk lebih transparan dalam mengungkap laporan
keuangan pemerintah daerah (Martani dan Liestiani, 2010), sedangkan
penduduk di pemerintahan kabupaten umumnya melakukan urbanisasi
sehingga komposisi penduduk di pemerintahan kabupaten lebih homogen
dibandingkan pemerintahan provinsi dan pemerintahan kota.
Ha4: Kota memiliki tingkat pengungkapan lebih tinggi dibandingkan
kabupaten
5. Jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Ingram (1984) dan Robbins dan Austin (1986) menemukan
hubungan yang positif walaupun tidak signifikan terhadap tingkat
pengungkapan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi dan
Martani (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara jumlah penduduk dan tingkat pengungkapan LKPD.
Jumlah penduduk merupakan proksi dari kompleksitas pemerintah.
Semakin banyak jumlah penduduk dalam suatu daerah berarti semakin
banyak pelayanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah. Jumlah
61
penduduk yang banyak membutuhkan pengungkapan yang semakin
kompleks yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bagian dari fungsi
pemerintah sebagai pelayan publik. Sehingga semakin kompleks pemerintah
maka semakin besar pengungkapan yang harus mereka lakukan.
Ha5: Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota
6. Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Patrick (2007) dalam Setyaningrum (2012) menemukan bahwa
Pemerintah daerah di Pennsylvania dengan tingkat diferensiasi fungsional
yang lebih tinggi akan cenderung untuk lebih mengadopsi Governmental
Accounting Standards Board (GASB) 34 dibandingkan dengan yang tingkat
diferensiasi fungsionalnya rendah. Dalam struktur pemerintahan Indonesia,
pembagian departemen fungsional direpresentasikan dengan satuan kerja
perangkat daerah (SKPD).
SKPD merupakan entitas akuntansi yang wajib melakukan
pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi di lingkungan Pemda.
Jumlah SKPD menggambarkan jumlah urusan yang menjadi prioritas
pemerintah daerah dalam membangun daerah. Semakin banyak urusan yang
menjadi prioritas pemerintah daerah maka semakin kompleks pemerintahan
62
tersebut melakukan kegiatannya. Semakin besar SKPD yang dimiliki berarti
semakin kompleks pemerintahan tersebut. Semakin kompleks pemerintahan
maka semakin besar tingkat pengungkapan yang dilakukan (Hilmi dan
Martani 2011).
Ha6: Jumlah SKPD berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota
7. Temuan audit dan tingkat penyimpangan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah
Temuan audit merupakan penyimpangan, pelanggaran atau
ketidakwajaran yang ditemukan oleh auditor berdasarkan hasil pemeriksaan
dan pengujian yang telah dilakukan oleh auditor.
UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara menyebutkan bahwa temuan audit BPK RI
digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang
diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited
financial statements) memuat koreksi tersebut. Selain itu auditor juga akan
mengkomunikasikan temuan audit tersebut dengan auditee agar dapat
dilakukan perbaikan di periode selanjutnya. Pada akhir pemeriksaan auditor
akan membuat rekomendasi terkait temuan audit tersebut agar auditee dapat
63
melakukan perbaikanperbaikan di periode selanjutnya sesuai dengan
rekomendasi yang telah diberikan oleh auditor.
Jika jumlah dan nilai temuan yang didapat pada periode lalu besar,
diharapkan pada periode selanjutnya terdapat perubahan yang lebih baik
yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengurangi temuan tersebut
sehingga berakibat pada pengungkapan atas laporan keuangan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah menjadi lebih baik. Dan jika jumlah dan
nilai temuan yang didapat pada tahun tersebut besar, maka mengindikasikan
pengungkapan pada laporan keuangan pada tahun tersebut juga rendah.
Martani dan Liestiani (2010) dan Andriani (2012) menemukan
bahwa temuan audit mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat
pengungkapan. Sebaliknya, Hilmi dan Martani (2011) serta Arifin dan
Fitriasari (2014) menemukan tidak terdapat pengaruh antara temuan audit
dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan.
Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh penelitian ini yang
mengangkat penelitian mengenai pengaruh yang terjadi pada tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota.
Ha7: Jumlah temuan tahun lalu berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota
Ha8: Jumlah temuan audit periode sekarang berpengaruh negatif terhadap
tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota
64
Ha9: Tingkat penyimpangan tahun lalu berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota
Ha10:Tingkat penyimpangan periode sekarang berpengaruh negatif terhadap
tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota
Berikut merupakan gambaran kerangka pemikiran dari penelitian ini.
Model penelitian ini menggunakan sepuluh variabel yaitu variabel bebas (X)
yang mempengaruhi variabel terikat (Y) yang terbagi dalam 2 Model yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
65
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran Model 1 (Lag effect)
Karakteristik pemerintah
Kekayaan daerah (X1)
Tingkat ketergantungan (X2)
Total aset (X3)
Tipe pemerintahan (X4)
Kompleksitas pemerintah
Jumlah Penduduk (X5)
Jumlah SKPD (X6)
Hasil Audit
Temuan audit tahun lalu (X7)
Tingkat penyimpangan tahun
lalu (X9)
Pengungkapan
laporan keuangan
pemerintah daerah
kabupaten dan
kota (Y)
Standar Akuntansi Pemerintahan 2010
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2013 yang telah diaudit oleh BPK
Pengaruh Karakteristik Pemerintah, Kompleksitas Pemerintah Dan Hasil Audit
BPK Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di
Indonesia tahun 2013
66
Gambar 2.2
Skema Kerangka Pemikiran Model II ( No Lag effec
Karakteristik pemerintah
Kekayaan daerah (X1)
Tingkat ketergantungan (X2)
Total aset (X3)
Tipe pemerintahan (X4)
Kompleksitas pemerintah
Jumlah Penduduk (X5)
Jumlah SKPD (X6)
Hasil Audit
Temuan audit periode
sekarang (X8)
Tingkat penyimpangan
periode sekarang (X10)
Pengungkapan
laporan keuangan
pemerintah daerah
kabupaten dan
kota (Y)
Standar Akuntansi Pemerintahan 2010
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2013 yang telah diaudit oleh BPK
Pengaruh Karakteristik Pemerintah, Kompleksitas Pemerintah Dan Hasil Audit
BPK Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di
Indonesia tahun 2013
67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau
lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen
yaitu variabel karakteristik pemerintah yang diproksikan dengan kekayaan
daerah, tingkat ketergantungan, total aset dan tipe pemerintahan, kompleksitas
pemerintahan yang diproksikan dengan jumlah penduduk dan jumlah SKPD,
serta hasil audit yang diproksikan dengan temuan audit dan tingkat
penyimpangan terhadap variabel dependen yaitu tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah.
B. Metode Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah
kabupaten dan kota di Indonesia, sedangkan sampel yang digunakan adalah
seluruh laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2013 yang telah
diaudit oleh BPK RI.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang
68
representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut ditentukan
sebagai berikut :
1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten atau kota di
Indonesia tahun 2013 yang telah diaudit oleh BPK
2. Data tahunan yang terdiri atas temuan audit dan tingkat penyimpangan yang
tersaji dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semesteran (IHPS) tahun 2013-
2014 yang dibuat oleh BPK.
3. Data jumlah penduduk per kabupaten/kota tahun 2013.
4. LKPD, IHPS dan data jumlah penduduk yang digunakan harus memiliki
kelengkapan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
C. Metode Pengumpulan Data
Data adalah keterangan mengenai variabel pada sejumlah objek
(Purwanto, 2011). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/ kota
di Indonesia tahun 2013 yang diperoleh dari Pusat Informasi dan Komunikasi
(PIK) BPK RI. LKPD tersebut akan dirinci datanya mengenai tingkat
pengungkapan LKPD, jumlah kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, total
asset, tipe pemerintah, dan jumlah SKPD. Temuan audit terkait tingkat
penyimpangan diperoleh dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semesteran (IHPS)
69
yang dikeluarkan oleh BPK semester I tahun 2013. Sedangkan data mengenai
jumlah penduduk diperoleh dari Buku Statistik Indonesia yang bisa diperoleh di
perpustakaan BPS.
Pengumpulan data pada penilitian ini dilakukan dengan cara
dokumentasi. Dokumentasi merupakan proses perolehan dokumen dengan
mengumpulkan dan mempelajari dokumen tersebut. Proses perolehan dokumen
dilakukan melalui publikasi website lembaga terkait (Data IHPS semester 1
tahun 2013 dan data jumlah penduduk) dan juga melalui kunjungan langsung ke
Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia untuk mengambil data yang mensyaratkan diambil secara langsung
(data LKPD kabupaten/kota tahun 2013 yang telah diaudit oleh BPK RI).
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara
menganalisis suatu permasalahan yang diwujudkan dengan kuantitatif. Dalam
penelitian ini, analisis kuantitatif dilakukan dengan cara mengkuantifikasi data-
data penelitian sehingga menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam
analisis.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda (Multiple Regression) dengan alasan bahwa variabel independennya
70
lebih dari satu. Analisis ini digunakan untuk menentukan pengaruh antara
karakteristik pemerintah, kompleksitas pemerintahan dan hasil audit terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Penulis melakukan analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif
untuk menentukan batas minimum dan batas maksimum data, pengujian asumsi
dasar pada model regresi, dan pengujian hipotesis pada hasil regresi dengan
menggunakan t-statistik dan F-statistik.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi suatu data
yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi (standard deviation), dan
maksimum-minimum. Mean digunakan untuk memperkirakan besar rata-
rata populasi yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan
untuk menilai dispersi rata-rata dari sampel. Maksimum-minimum
digunakan untuk melihat nilai minimum dan maksimum dari populasi. Hal
ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang
berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel
penelitian.
71
2. Uji Asumsi Klasik
Estimasi atau asumsi model harus bersifat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator). Estimator yang bersifat BLUE diantaranya adalah
bersifat linear, bersifat tidak bias dan efisien. Untuk menghasilkan estimasi
yang bersifat BLUE terdapat asumsi dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Nilai harapan rata-rata kesalahan adalah nol.
2) Variansnya tetap (homoskedasticity).
3) Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term.
4) Tidak ada korelasi serial antara error (no-autocorrelation).
Dalam pengujian regresi ini, penyusun melakukan uji asumsi klasik.
Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
umlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak dengan analisis grafik dan uji statistik
(Ghozali, 2011: 160). Model regresi yang baik adalah distribusi data
normal. Dasar pengambilan keputusan dengan analisis grafik histogram
disimpulkan dari Ghozali (2011) apabila grafik histogram tidak
72
menunjukkan pola distribusi yang skewness (menceng), maka data
berdistribusi tidak normal.Dasar pengambilan keputusan dengan analisis
grafik normal probability plot :
1) Jika titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika titik menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas.
Dasar pengambilan keputusan dengan Kolmogorov-Smirnov Test:
1) Jika nilai probabilitas signifikansi yang ditunjukkan dalam tabel
pada Asymp Sig (2-tailed) bernilai kurang dari α = 0,05 maka data
residual tidak terdistristribusi normal.
2) Jika nilai probabilitas signifikansi yang ditunjukkan dalam tabel
pada Asymp. Sig (2-tailed) bernilai lebih dari α = 0,05 maka
dataresidual terdistristribusi normal.
b. Uji Multikolinieritas
Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya
gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Deteksi
multikolonieritas dapat dilihat dari besaran Tolerance (nilai toleransi)
dan VIF (Variance Inflation Factor). Nilai cut-offyang umum dipakai
73
adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF 10, sehingga
data terbebas dari multikoloniearitas apabila nilai toleransinya > 0,10
atau nilai VIF < 10 (Ghozali, 2011: 105-106).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2011: 139). Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau yang tidak terjadi
heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel
dependen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Apabila ada pola
tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
3) Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda (Multiple Regression) dengan alasan bahwa variabel independennya
74
lebih dari satu. Analisis ini digunakan untuk menentukan hubungan antara
kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, total asset, tipe pemeritahan, jumlah
penduduk, jumlah SKPD, temuan audit dan tingkat penyimpangan terhadap
tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten dan
kota.
Dalam penelitian kali ini digunakan 2 (dua) model penelitian. Model
penelitian pertama menggunakan metode Lag Effect. Dalam model yang
pertama ini, penulis ingin melihat pengaruh dari temuan audit dan tingkat
penyimpangan tahun 2012 terhadap pengungkapan dalam LKPD kabupaten
dan kota tahun 2013. Sehingga model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Model I
DISCi = α0 + α1WEALTHi + α2DEPENDi + α3ASSETi + α4TYPEi +
α5POPi + α6 SKPDi + α 7FINDLi + α 8DEVLi + ε
Model penelitian kedua, tidak menggunakan Lag Effect. Dengan
model ini penulis ingin melihat pengaruh dari temuan audit dan tingkat
penyimpangan tahun 2013 terhadap tingkat pengungkapan dalam LKPD
kabupaten/kota tahun 2013 juga.
Sehingga model yang digunakan yaitu :
75
Model II
DISCi = α0 + α1WEALTHi + α2DEPENDi + α3ASSETi + α4TYPEi +
α5POPi + α6 SKPDi + α 7FINDi + α 8DEVi + ε
Dimana :
DISC = Tingkat pengungkapan LKPD Kabupaten dan kota
WEALTH = Jumlah kekayaan daerah
DEPEND = Tingkat ketergantungan pemerintah daerah kabupaten
dan kota
ASSET = Jumlah aset pemerintah daerah kabupaten/kota
POP = Jumlah penduduk pemerintah daerah kabupaten/kota
SKPD = Jumlah SKPD pemerintah daerah kabupaten/kota
FINDL = Jumlah temuan tahun lalu berdasarkan hasil pemeriksaan
BPK
DEVL = Tingkat penyimpangan tahun lalu berdasarkan
hasil pemeriksaan BPK
FIND = Jumlah temuan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK
DEV = Tingkat penyimpangan berdasarkan hasil pemeriksaan
BPK
α = Koefisien konstanta
ε = eror
76
Kemudian untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel
independen dengan tingkat korupsi pemerintah daerah maka dilakukan
pengujian-pengujian hipotesis penelitian terhadap variabel-variabel dengan
pengujian dibawah ini :
a. Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi berganda (R²) berguna untuk mengukur
besarnya sumbangan variabel independen secara keseluruhan terhadap
variabel dependennya. R2 memiliki nilai antara 0 dan 1 ( 0 < R2> 1),
dimana bila semakin tinggi nilai R², suatu regresi tersebut maka akan
semakin baik. Hal ini berarti bahwa keseluruhan variabel independen
secara bersama-sama mampu menerangkan variabel dependennya.
Beberapa kegunaan koefisien determinasi adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengukur ketepatan suatu garis regresi yang ditetapkan
terhadap kelompok data hasil observasi.
2) Untuk mengukur proporsi varian dependen yang diterangkan oleh
pengaruh linier dari variabel independen.
b. Uji F-statistik
Uji F-statistik ini dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel independen secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap
77
variabel dependen secara signifikan atau tidak. Untuk mengetahui apakah
seluruh variabel independen bersama-sama memberikan pengaruh secara
signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai
probabilitas f statistik. Caranya yaitu setelah melakukan regresi kemudian
akan diperoleh nilai probabilitas f statistik, yang selanjutnya nilai
probabilitas f-statistik ini dibandingkan dengan α = 5%.
1) Jika probabilitas f-statistik < α = 5%, maka H0 ditolak.
2) Jika probabilitas f-statistik > α = 5%, maka H0 diterima.
c. Uji T-statistik
Uji t-statistik ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi dan
seberapa besar pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependennya. Untuk mengetahui apakah koefisien variabel
independen memiliki hubungan yang signifikan atau tidak terhadap
variabel dependennya, dapat dilihat dari probabilitas t-statistik, yang
selanjutnya nilai probabilitas t-statistik ini dibandingkan dengan α = 5%.
1) Jika probabilitas t statistik < α = 5%, maka tolak H0
2) Jika probabilitas t statistik > α = 5%, maka terima H0
78
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Di dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian diklasifikasikan
menjadi dua kelompok, yaitu variabel bergantung (dependent variabel) dan
variabel bebas (independent variable). Variabel bergantung dalam penelitian ini
adalah Tingkat pengungkapan LKPD dan variabel bebas yaitu karakteristik
pemerintah (kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, total asset, tipe
pemerintahan ), kompleksitas pemerintahan ( jumlah penduduk, jumlah SKPD )
dan kualitas hasil audit ( temuan audit dan tingkat penyimpangan).
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang
digunakan yang disertai dengan operasional serta cara pengukurannya. Adapun
operasionalisasi variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengungkapan LKPD
Pengungkapan yang terdapat dalam Catatan atas Laporan Keuangan
harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 dan PP No. 71
Tahun 2010. Sehingga tingkat pengungkapan sebagai variabel dependen
merupakan perbandingan antara pengungkapan yang telah disajikan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan pengungkapan
yang seharusnya disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan
berdasarkan checklist SAP.
79
Metode pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini serupa
dengan yang digunakan oleh (Hilmi dan Martani, 2012), (Setyaningrum dan
Syafitri, 2012) dan (Arifin dan Fitriasari, 2014). Adapun rumusnya adalah
sebagai berikut :
Tahapan mekanisme pengukuran tingkat pengungkapan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1) Membuat daftar pengungkapan berdasarkan PSAP 04 tentang Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK).
2) Memberikan nilai untuk setiap pengungkapan dalam laporan keuangan
kementerian/lembaga, dimana jika suatu item diungkapkan diberi nilai 1
pada kolom Ya, jika seharusnya diungkapkan tetapi tidak diungkapkan
diberi nilai 1 pada kolom Tidak, sedangkan jika memang tidak ada/
tidak perlu diungkapkan maka diberi nilai 1 pada kolom N/A (Not
Applicable).
3) Menjumlahkan nilai pada kolom Ya dan Tidak untuk setiap entitas
pelaporan
4) Menghitung tingkat pengungkapan dengan cara membagi total skor Ya
dengan jumlah total skor Ya dan Tidak.
DISC = Pengungkapan dalam LKPD
Pengungkapan dalam PSAP
80
2. Kekayaan Daerah
Menurut Liestiani dan Martini (2010) Tingkat kekayaan lokal
diukur dengan membagi pendapatan asli dan penduduk atau dalam
konteks pemerintah daerah di Indonesia adalah pendapatan asli per kapita.
dalam beberapa penelitian, kekayaan daerah diukur dengan pengukuran
yang berbeda. Liestiani dan martani (2010) serta Hilmi dan Martani
(2012) menggunakan pengukuran total pendapatan dibagi dengan jumlah
penduduk. Sedangkan Setyaningrum (2012) dan Khaanah (2014)
menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditransformasikan
dalam bentuk logaritma natura sebagai proksi untuk mengukur kekayaan
daerah.
Penelitian ini mengukur kekayaan daerah dengan menggunakan
pengukuran yang digunakan oleh setyaningrum (2012). PAD digunakan
karena perannya, yang walaupun kontribusinya tidak terlalu besar
terhadap total kekayaan pemerintah daerah secara keseluruhan, namun
PAD merupakan satu-satunya sumber yang keuangan yang berasal dari
pemerintah daerah itu sendiri dan merupakan potensi pendapatan asli
daerah. Penelitikekayaan daerah dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan rumus :
WEALTH = LnPAD
81
3. Tingkat ketergantungan
Menurut ingram (1984) tingkat ketergantungan diukur dengan
membagi intergovernmental revenue dengan total pendapatan. Patrick
(2007) dalam Setyaningrum (2012) mendefinisikan intergovernmental
revenue sebagai jenis pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari
transfer pemerintah pusat kepada Pemda untuk membiayai kegiatan
operasional pemerintah daerah. Di Indonesia intergovernmental revenue
dikenal dengan dana perimbangan atau dana transfer. Dana perimbangan
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dalam liestiani dan martini (2010), Hilmi dan martani (2012), heriningsih
(2013), tingkat ketergantungan diukur dengan membagi dana transfer
dengan total pendapatan.
4. Total Aset
Total aset adalah semua sumber daya ekonomi yang dikuasai
dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dari mana manfaat ekonomi/sosial dimasa depan yang diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur
DEPEND = Dana transfer
Total pendapatan
82
dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan untuk pemeliharaan
sumber – sumber daya karena alasan sejarah dan budaya (Mahsun 2007
dalam Heriningsih 2013). Aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah
meupakan salah satu komponen yang terdapat dalam laporan keuangan.
Seperti yang di gunakan oleh Hilmi (2012), Heriningsing (2013) dan
arifin (2014), asset diukur dengan :
5. Tipe Pemerintahan
Tipe pemerintahan daerah didefinisikan sebagai bentuk
pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah di Indonesia terbagi atas tiga
bagian, yaitu pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, dan
pemerintahan kabupaten. Penelitian ini hanya menggunakan pemerintah
kota dan pemerintah kabupaten. Variabel ini menggunakan variabel
dummy sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martini dan
Liestiani (2010) dan Arifin dan Fitriasari (2014).
Asset = LnTotal Aset
TYPE = 1 = Pemerintah Daerah Kota
0 = Pemerintah Daerah Kabupaten
83
6. Jumlah penduduk
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang
menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Daerah yang mempunyai
banyak penduduk berpotensi mempunyai tingkat pengungkapan yang
tinggi. Sehingga dalam penelitian ini, jumlah penduduk akan diukur
berdasarkan besarnya jumlah penduduk suatu daerah yang sejalan dengan
penelitian Hilmi dan Martani (2012).
7. Jumlah SKPD
PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
menjelaskan bahwa SKPD merupakan entitas akuntansi yang diwajibkan
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Necara SKPD dan Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK) untuk dikonsolidasikan menjadi Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Hilmi dan Martani (2012) menggunakan jumlah SKPD untuk
mengukur kompleksitas pemerintah. Sejalan dengan penelitian Hilmi dan
martini (2012), Setyaningrum (2012), Syafitri (2012) dan Arifin dan
Fitriasari (2014), penelitian ini juga menggunakan jumlah SKPD untuk
mengukur variabel kompleksitas pemerintah.
Population = Jumlah Penduduk
84
8. Temuan Audit
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK
terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu
daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Temuan audit yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada
penelitian Hilmi dan Martini (2012), Andriani (2012) dan Arifin dan
Fitriasari (2014) yaitu dengan menggunakan jumlah temuan audit
pemeriksaan BPK atas ketidakpatuhan pemerintah daerah terhadap
peraturan perundang–undangan yang berlaku sebagai proksi dalam
mengukur temuan audit.
9. Tingkat Penyimpangan
Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dijelaskan
bahwa jika pemeriksa menemukan ketidakpatuhan, maka pemeriksa akan
melaporkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan termasuk pengungkapan atas tingkat penyimpangan
administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata maupun penyimpangan
SKPD = Jumlah SKPD
FIND = Jumlah Temuan
85
yang berunsur tindak pidana serta ketidakpatuhan yang signifikan
(andriani 2012).
Dalam penelitian ini seperti yang dilakukan oleh Martani dan Hilmi
(2012) dan Arifin dan Fitriasari (2014), tingkat penyimpangan diukur
dengan membandingkan jumlah temuan audit dalam Rupiah dengan total
belanja daerah yang merupakan total Rupiah yang diperiksa.
DEV = Total nilai temuan ( dalam Rupiah)
` Total Belanja
86
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini pemerintah daerah, SKPD, penduduk,
dan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2013 yang telah diaudit
oleh BPK. Penelitian ini menggunakan data tahun 2013 karena didasarkan
pada pertimbangan bahwa data yang digunakan dapat menyajikan informasi
yang up to date sehingga bisa menggambarkan kondisi pemerintah daerah
terkini. Selain itu, penggunaan LKPD periode 2013 karena adanya
pertimbangan lain bahwa LKPD pada tahun 2013 sudah berdasar Peraturan
Standar Akuntansi Pemerintah terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 Lampiran II.
Tabel 4.1 dibawah ini menyajikan tahapan seleksi sampel berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.
Tabel 4.1
Tabel Proses Pengambilan Sampel
Proses pengambilan sampel
Jumlah
Pemda
2013
Jumlah pemda tingkat Kabupaten dan Kota di Indonesia 510
Jumlah pemda kabupaten/kota dengan data yang tidak
lengkap
(85)
87
Proses pengambilan sampel
Jumlah
Pemda
2013
Total sampel 425
Sumber : Data diolah kembali
2. Deskripsi Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini sampel dipilih dengan menggunakan metode
purposive sampling dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya. Penelitian ini menggunakan sampel laporan keuangan
pemerintah daerah kabupaten/ kota di Indonesia tahun 2013 yang telah diaudit
oleh BPK serta memiliki ketersediaan data yang lengkap setiap tahunnya.
Data tahunan yang harus dimiliki tersebut terdiri dari data pendapatan
transfer, total pendapatan, dan total belanja daerah yang terdapat dalam
laporan realisasi anggaran, data total aset yang diperoleh dari neraca, data
jumlah SKPD di CALK, data jumlah penduduk yang terdapat di perpustakaan
BPS dan data jumlah temuan dan nilai penyimpangan terkait kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang tersaji dalam ikhtisar hasil
pemeriksaan semester.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2 (dua) model penelitian.
Model pertama menggunakan metode Lag Effect, untuk melihat pengaruh dari
temuan audit dan tingkat penyimpangan tahun 2012 terhadap pengungkapan
dalam LKPD kabupaten dan kota tahun 2013. Dan untuk model kedua,
88
menggunakan metode No Lag Effect untuk melihat melihat pengaruh dari
temuan audit dan tingkat penyimpangan tahun 2013 terhadap pengungkapan
dalam LKPD kabupaten dan kota di tahun yang sama. Sehingga dibutuhkan
data IHPS tahun 2013 dan 2014.
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi
berganda (multiple regression). Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai pengaruh variabel independen ( Karakteristik pemerintah
yang diproksikan dengan kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, total aset dan
tipe pemerintahan, kompleksitas pemerintah yang diproksikan dengan jumlah
penduduk dan jumlah SKPD, serta hasil audit BPK yang diproksikan dengan
temuan audit dan tingkat penyimpangan) terhadap variabel dependen yaitu tingkat
pengungkapan LKPD.
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
a. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model I
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak 425
data observasi berupa laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Indonesia tahun anggaran 2013.
89
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Model I
Sumber : output SPSS
Berdasarkan Tabel 4.2, hasil analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif dijelaskan sebagai berikut:
1) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap tingkat pengungkapan yang
dilakukan pemerintah daerah menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
pengungkapan laporan keuangan tahun 2013 dengan menggunakan
425 sampel laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia adalah
sebesar 47.99%. Tingkat pengungkapan minimum sebesar 31% untuk
Kabupaten Aceh Tenggara provinsi NAD dan tingkat pengungkapan
maksimum sebesar 69% yaitu untuk Kabupaten Sekadau provinsi
Kalimantan Barat.
2) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
kekayaan daerah yang diukur dengan PAD menunjukkan bahwa dari
425 sampel yang digunakan dalam penelitian ini, pemerintah daerah
Descriptive Statistics
425 .31 .69 .4799 .05524
425 3235747159.00 2791580050709.51 127171575591.0 248157131294.63020
425 .22 .99 .8860 .08446
425 513004173680.34 37450893488257.30 2671526731592 2845743904886.78300
425 .00 1.00 .2047 .40396
425 32191.00 5202097.00 531668.3741 607007.86358
425 15.00 210.00 52.2494 21.24118
425 6.00 75.00 25.7624 12.83706
425 .00 .31 .0065 .02117
425
DISC
WEALTH
DEPEND
ASSET
TYPE
POP
SKPD
FINDL
DEVL
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
90
yang memiliki kekayaan daerah tertinggi yaitu kota Surabaya provinsi
Jawa Timur dengan total sebesar Rp. 2.791.580.050.709,51.
Sedangkan kekayaan pemerintah daerah yang terkecil yaitu kabupaten
Yalimo provinsi Papua dengan total kekayaan daerah sebesar Rp.
3.235.747.159. Dan rata-rata kekayaan pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp.
127.171.575.590,97
3) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
tingkat ketergantungan menunjukan bahwa secara umum, pemerintah
daerah kabupaten dan kota di Indonesia memiliki tingkat
ketergantungan yang tinggi yaitu sebesar 88,60%. Dengan kata lain
rata-rata 88,60% dari pendapatan total pemerintah daerah diperoleh
dari pendapatan yang berasal dari entitas lain. Dari total 425 sampel,
Kabupaten Badung provinsi Bali memiliki tingkat ketergantungan
yang paling kecil dibanding daerah-daerah lainnya yakni hanya 22 %
pada tahun 2013. Sedangkan pemerintah daerah yang memiliki tingkat
ketergantungan paling besar yaitu Kabupaten Yalimo di provinsi
Papua yakni sebesar 99%.
4) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap aset
daerah menunjukkan bahwa dari 425 sampel yang digunakan dalam
penelitian ini, pemerintah daerah yang memiliki nilai aset tertinggi
91
yaitu kota Surabaya di provinsi Jawa Timur dengan total sebesar Rp.
37.450.893.488.257. Sedangkan nilai aset terkecil yaitu kab. Maluku
Tenggara Barat di provinsi Maluku dengan total nilai aset sebesar Rp.
513.004.173.680. Dan rata-rata nilai aset pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp.
2.671.526.731.592,32
5) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap tipe
pemerintahan menunjukkan bahwa dari 425 sampel yang digunakan
dalam penelitian ini, 338 daerah (79.5%) merupakan pemerintah
daerah kabupaten dan 87 (20.5%) daerah lainnya merupakan
pemerintah daerah kota.
Tabel 4.3
Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model I
Sumber : output SPSS
6) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
jumlah penduduk menunjukkan bahwa rata-rata jumlah penduduk di
425 kabupaten dan kota di Indonesia yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebesar 531.668.37 jiwa. Penduduk terbanyak sebesar
5.202.097 jiwa terdapat di kabupaten bogor provinsi Jawa Barat.
TYPE
338 79.5 79.5 79.5
87 20.5 20.5 100.0
425 100.0 100.0
Kabupaten
Kota
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
92
Sedangkan penduduk terkecil sebesar 32.191 jiwa terdapat di kota
Sabang di provins NAD.
7) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
jumlah SKPD dari 425 sampel yang digunakan dalam penelitian ini,
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah SKPD kabupaten dan kota di
Indonesia adalah 52,25 satuan kerja. Jumlah SKPD terbanyak terdapat
di kabupaten Buton provinsi Sulawesi Tenggara yaitu 210 SKPD.
Sedangkan jumlah SKPD terendah terdapat di kota Kotamogu provinsi
Sulawesi Utara yaitu sebanyak 15 SKPD .
8) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
jumlah temuan terkait Ketidakpatuhan terhadap Undang-Undang pada
tahun anggaran 2012 menunjukkan rata-rata sebesar 25,76 kasus
temuan terkait ketidakpatuhan. Jumlah temuan terbanyak yakni sekitar
75 kasus ditemukan pada kabupaten Wajo provinsi Sulawesi Selatan.
Jumlah temuan terkait ketidakpatuhan yang paling kecil sebanyak 6
kasus yakni kabupaten Mukomuko di provinsi Bengkulu.
9) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
tingkat penyimpangan pada tahun anggaran 2012 menunjukan rata-
rata tingkat penyimpangan yang terjadi pada setiap pemerintah daerah
yaitu sebesar 0,65% (0.0065) selama tahun 2012. Kabupaten yang
memiliki tingkat penyimpangan yang paling tinggi yaitu sebesar 31,22
93
% (0.312) adalah kabupaten Lampung Utara di provinsi Lampung.
Dan tingkat penyimpangan terkecil yaitu 0% untuk kabupaten
Bengkulu Utara, Bengkulu; kab. Pati, Jawa Tengah; kab. Magetan,
Jawa Timur; kab. Nganjuk, Jawa Tengah; dan kota Singkawang,
Kalimantan Barat.
b. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model II
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif diperoleh sebanyak 425
data observasi berupa laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten
dan kota di Indonesia tahun anggaran 2013.
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif Model II
Sumber : output SPSS
Berdasarkan Tabel 4.4, hasil analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif dijelaskan sebagai berikut:
1) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap tingkat pengungkapan yang
dilakukan pemerintah daerah menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
Descriptive Statistics
425 .31 .69 .4799 .05524
425 3235747159.00 2791580050709.5 127171575591.0 248157131294.630
425 .22 .99 .8860 .08446
425 513004173680 37450893488257 2671526731592 2845743904886.78
425 .00 1.00 .2047 .40396
425 32191.00 5202097.00 531668.3741 607007.86358
425 15.00 210.00 52.2494 21.24118
425 5.00 82.00 26.3859 12.29940
425 .00 .16 .0058 .01331
425
DISC
WEALTH
DEPEND
ASSET
TYPE
POP
SKPD
FIND
DEV
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
94
pengungkapan laporan keuangan tahun 2013 dengan menggunakan
425 sampel laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia adalah
sebesar 47.99%. Tingkat pengungkapan minimum sebesar 31% untuk
Kabupaten Aceh Tenggara provinsi NAD dan tingkat pengungkapan
maksimum sebesar 69% yaitu untuk Kabupaten Sekadau provinsi
Kalimantan Barat.
2) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
kekayaan daerah yang diukur dengan PAD menunjukkan bahwa dari
425 sampel yang digunakan dalam penelitian ini, pemerintah daerah
yang memiliki kekayaan daerah tertinggi yaitu kota Surabaya
provinsi Jawa Timur dengan total sebesar Rp. 2.791.580.050.709,51.
Sedangkan kekayaan pemerintah daerah yang terkecil yaitu
kabupaten Yalimo provinsi Papua dengan total kekayaan daerah
sebesar Rp. 3.235.747.159. Dan rata-rata kekayaan pemerintah
daerah kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun 2013 yaitu
sebesar Rp. 127.171.575.590,97
3) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
tingkat ketergantungan menunjukan bahwa secara umum, pemerintah
daerah kabupaten dan kota di Indonesia memiliki tingkat
ketergantungan yang tinggi yaitu sebesar 88,60%. Dengan kata lain
rata-rata 88,60% dari pendapatan total pemerintah daerah diperoleh
95
dari pendapatan yang berasal dari entitas lain. Dari total 425 sampel,
Kabupaten Badung provinsi Bali memiliki tingkat ketergantungan
yang paling kecil dibanding daerah-daerah lainnya yakni hanya 22 %
pada tahun 2013. Sedangkan pemerintah daerah yang memiliki
tingkat ketergantungan paling besar yaitu Kabupaten Yalimo di
provinsi Papua yakni sebesar 99%.
4) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap aset
daerah menunjukkan bahwa dari 425 sampel yang digunakan dalam
penelitian ini, pemerintah daerah yang memiliki nilai aset tertinggi
yaitu kota Surabaya di provinsi Jawa Timur dengan total sebesar Rp.
37.450.893.488.257. Sedangkan nilai aset terkecil yaitu kab. Maluku
Tenggara Barat di provinsi Maluku dengan total nilai aset sebesar
Rp. 513.004.173.680. Dan rata-rata nilai aset pemerintah daerah
kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp.
2.671.526.731.592,32
5) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap tipe
pemerintahan menunjukkan bahwa dari 425 sampel yang digunakan
dalam penelitian ini, 338 daerah (79.5%) merupakan pemerintah
daerah kabupaten dan 87 (20.5%) daerah lainnya merupakan
pemerintah daerah kota.
96
Tabel 4.5
Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model II
Sumber : output SPSS
6) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
jumlah penduduk menunjukkan bahwa rata-rata jumlah penduduk di
425 kabupaten dan kota di Indonesia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebesar 531.668.37 jiwa. Penduduk terbanyak
sebesar 5.202.097 jiwa terdapat di kabupaten bogor provinsi Jawa
Barat. Sedangkan penduduk terkecil sebesar 32.191 jiwa terdapat di
kota Sabang di provins NAD.
7) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
jumlah SKPD dari 425 sampel yang digunakan dalam penelitian ini,
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah SKPD kabupaten dan kota di
Indonesia adalah 52,25 satuan kerja. Jumlah SKPD terbanyak
terdapat di kabupaten Buton provinsi Sulawesi Tenggara yaitu 210
SKPD. Sedangkan jumlah SKPD terendah terdapat di kota Kotamogu
provinsi Sulawesi Utara yaitu sebanyak 15 SKPD .
8) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
jumlah temuan terkait Ketidakpatuhan terhadap Undang-Undang
TYPE
338 79.5 79.5 79.5
87 20.5 20.5 100.0
425 100.0 100.0
Kabupaten
Kota
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
97
pada tahun anggaran 2013 menunjukkan rata-rata sebesar 26,38
kasus temuan terkait ketidakpatuhan. Jumlah temuan terbanyak yakni
sekitar 82 kasus ditemukan di Kota Padang provinsi Sumatera Barat.
Jumlah temuan terkait ketidakpatuhan yang paling kecil sebanyak 5
kasus yakni kabupaten Bengkulu Utara provinsi Bengkulu.
9) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
tingkat penyimpangan pada tahun anggaran 2013 menunjukan rata-
rata tingkat penyimpangan yang terjadi pada setiap pemerintah
daerah yaitu sebesar 0,6% (0.0058) selama tahun 2013. Kabupaten
memiliki tingkat penyimpangan yang paling tinggi yaitu sebesar 16
% (0.16) adalah kota Bukit Tinggi provinsi Sumatera Barat. Dan
tingkat penyimpangan terkecil yaitu 0% untuk kab. Bengkulu Utara,
Bengkulu; kab. Kepulauan Anambas dan kab. Karimun, Kepulauan
Riau; kab. Gunung Kidul, DIY; serta kota Madiun, Jawa Timur.
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model
yang diperoleh memenuhi persyaratan uji atau tidak. Terdapat empat jenis
pengujian yang harus dilakukan yaitu: Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas,
Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi. Hasil pengujian asumsi yang
diperoleh adalah sebagai berikut.
98
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, variabel dependen dan variabel independen atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
distribusi data normal atau mendekati normal.
Grafik histogram pada kedua model yaitu dapat dilihat pada
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dibawah ini, menunjukkan pola distribusi
normal karena grafik tidak miring ke kiri maupun miring ke kanan. Dan
juga dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan cukup besar (n >
30) menyebabkan distribusi sampling error term mendekati normal
(normality asymptotic).
Gambar 4.1 Gambar 4.2
Grafik Histogram Model I Grafik Histogram Model II
Regression Standardized Residual
6420-2-4
Freq
uen
cy
60
50
40
30
20
10
0
Histogram
Dependent Variable: DISC
Mean =-1.25E-14Std. Dev. =0.991
N =425
Regression Standardized Residual
6420-2-4
Freq
uen
cy
60
50
40
30
20
10
0
Histogram
Dependent Variable: DISC
Mean =-1.12E-14Std. Dev. =0.991
N =425
99
Demikian pula hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik p-
plot pada Gambar 4.3 dan 4.4 di bawah ini di mana data yang diwakili
oleh titik-titik mengikuti garis diagonal yang menunjukkan adanya
normalitas.
Gambar 4.3 Gambar 4.4
Grafik P-Plot Model I Grafik P-Plot Model II
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah terdapat
korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Jika pada model
regresi terjadi multikolinieritas, maka koefisien regresi tidak dapat ditaksir
dan nilai standard error menjadi tidak terhingga.
Observed Cum Prob
1.00.80.60.40.20.0
Ex
pec
ted
Cu
m P
rob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: DISC
Observed Cum Prob
1.00.80.60.40.20.0
Ex
pec
ted
Cu
m P
rob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: DISC
100
1) Uji Multikolineritas pada Model I
Untuk mengetahui adanya multikorelasi dapat dilakukan
dengan menguji Variance Inflation Factor (VIF) dan Nilai Tolerance
dengan menggunakan SPSS 20. Berdasarkan teori, jika nilai VIF
mendekati 1 berarti tidak terdapat multikolineritas, tapi jika nilainya
VIF > 10 maka ada multikolinearitas. Sedangkan untuk Tolerance
dikatakan tidak mempunyai korelasi jika nilainya mendekati 1, jika
memiliki nilai 0 maka mempunyai korelasi sempurna. Hasil uji
multikolinearitas dengan menggunakan VIF dan nilai Tolerance dapat
di lihat pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinearitas Model I
Sumber : output SPSS
Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai tolerance untuk semua
variabel mendekati 1 dan nilai VIF semuanya < 10, maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi ini bebas dari multikolonieritas
artinya tidak terdapat hubungan diantara kekayaan daerah, tingkat
Coefficientsa
.179 5.597
.350 2.858
.383 2.613
.767 1.304
.397 2.519
.880 1.136
.960 1.042
.948 1.055
LnWEALTH
DEPEND
LnASSET
TYPE
POP
SKPD
FINDL
DEVL
Model
1
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: DISCa.
101
ketergantungan, total aset, tipe pemerintah, populasi, jumlah SKPD,
jumlah temuan dan tingkat penyimpangan pada tahun lalu dalam
model regresi ini.
2) Uji Multikolineritas pada Model II
Hasil uji multikolonieritas model II terlihat pada tabel 4.7 dibawah ini:
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolinearitas Model II
Sumber : output SPSS
Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai tolerance untuk semua
variabel mendekati 1 dan nilai VIF semuanya < 10, maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi ini bebas dari multikolonieritas
artinya tidak terdapat hubungan diantara kekayaan daerah, tingkat
ketergantungan, total aset, tipe pemerintah, populasi, jumlah SKPD,
jumlah temuan dan tingkat penyimpangan dalam model regresi ini.
Coefficientsa
.182 5.488
.350 2.861
.384 2.605
.760 1.315
.405 2.471
.885 1.130
.933 1.072
.964 1.037
LnWEALTH
DEPEND
LnASSET
TYPE
POP
SKPD
FIND
DEV
Model
1
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: DISCa.
102
c. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual
dari satu pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas.
Gambar 4.5
Grafik Scatterplot Model I
Sumber : output SPSS
Regression Standardized Predicted Value
420-2-4
Reg
ress
ion
Stu
den
tize
d R
esid
ual
6
4
2
0
-2
-4
Scatterplot
Dependent Variable: DISC
103
Gambar 4.6
Grafik Scatterplot Model II
Sumber : output SPSS
Berdasarkan gambar 4.5 dan 4.6, grafik scatterplot menunjukkan
bahwa baik model I maupun model II data tersebar diatas dan dibawah
angka 0 (nol) pada sumbu Y dan tidak terdapat suatu pola yang jelas pada
penyebaran data tersebut. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas
pada model persamaan regresi, sehingga model regresi layak digunakan
untuk memprediksi tingkat pengungkapan LKPD berdasarkan variabel
yang mempengaruhinya, yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan,
total aset, tipe pemerintahan, populasi, jumlah SKPD, temuan audit dan
tingkat penyimpangan.
Regression Standardized Predicted Value
420-2-4
Reg
ress
ion
Stu
den
tize
d R
esid
ual
6
4
2
0
-2
-4
Scatterplot
Dependent Variable: DISC
104
d. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat
korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu periode dengan
kesalahan pengganggu periode sebelumnya dalam model regresi. Jika
terjadi autokorelasi dalam model regresi berarti koefisien korelasi yang
diperoleh menjadi tidak akurat, sehingga model regresi yang baik adalah
model regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan
pengujian DurbinWatson (D-W). Kriteria untuk penilaian terjadinya
autokorelasi yaitu :
1) Nilai D-W berada diantara 0 hingga 1.10 berarti ada autokorelasi
positif.
2) Nilai D-W berada diantara 1.10 hingga 1.54, tidak dapat
diputuskan
3) Nilai D-W berada diantara 1.54 hingga 2.46 berarti tidak ada
autokorelasi.
4) Nilai D-W lebih besar dari 2.46 berarti ada autokorelasi negatif
105
1) Uji Autokorelasi pada Model I
Tabel 4.8 berikut menyajikan hasil uji D-W dengan
menggunakan program SPSS 20.0. Dari hasil tabel diatas diketahui
bahwa nilai D-W yang didapat sebesar 1.609 yang berarti termasuk
pada kriteria ketiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi
bebas dari masalah autokorelasi.
Tabel 4.8
Uji Autokorelasi Model I
Sumber : output SPSS
2) Uji Autokorelasi pada Model II
Tabel 4.9 berikut menyajikan hasil uji D-W dengan
menggunakan program SPSS 20.0. Dari hasil tabel diatas diketahui
bahwa nilai D-W yang didapat sebesar 1.609 yang berarti termasuk
pada kriteria ketiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi
bebas dari masalah autokorelasi.
Model Summaryb
.319a .102 .085 .05285 1.609
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), DEVL, TYPE, POP, FINDL, SKPD, DEPEND,
LnASSET, LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
106
Tabel 4.9
Uji Autokorelasi Model II
Sumber : output SPSS
3. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model
analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Hasil uji hipotesis
terdiri dari :
a. Uji Koefisien Determinasi R (Adjusted R- Squared)
Uji koefisien determinasi dalam penelitian ini digunakan untuk
melihat kemampuan variabel-variabel bebas dapat menjelaskan variabel
terikatnya. Pada tabel 4.10 dapat dilihat koefisien determinasi R-squared
sebesar 0,085 atau sebesar 8,50 % untuk model I. Hal ini mengindikasikan
bahwa variabel-variabel bebas dalam model penelitian ini yaitu kekayaan
daerah, tingkat ketergantungan, total aset, tipe pemerintah, populasi,
jumlah SKPD, jumlah temuan tahun lalu dan tingkat penyimpangan tahun
lalu dapat menjelaskan variabel tingkat pengungkapan sebesar 8,50 %.
Dengan kata lain, variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model
mampu menjelaskan variasi pada terikatnya sebesar 8,50%. Sedangkan
91,50 % sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Terdapat beberapa faktor yang
tidak dimasukkan dalam penelitian ini seperti opini audit (Andriani,
Model Summaryb
.320a .102 .085 .05284 1.609
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET,
POP, LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
107
2012), umur administratif, ukuran legislatif, intergovernmental revenue,
Ukuran pemerintah daerah, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian
keuangan daerah dan pembiayaan utang ( Setyaningrum, 2012).
Untuk model II dapat dilihat pada tabel 4.11, koefisien determinasi
R-squared sebesar 0,085 atau sebesar 8,50 %. Hal ini mengindikasikan
bahwa variabel-variabel bebas dalam model penelitian ini yaitu kekayaan
daerah, tingkat ketergantungan, total aset, tipe pemerintah, populasi,
jumlah SKPD, jumlah temuan dan tingkat penyimpangan dapat
menjelaskan variabel tingkat pengungkapan sebesar 8,50 % Dengan kata
lain, variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mampu
menjelaskan variasi pada terikatnya sebesar 8,50 %. Sedangkan 91,50%
sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Terdapat beberapa faktor yang tidak
dimasukkan dalam penelitian ini seperti opini audit (Andriani, 2011),
umur administratif, ukuran legislatif, intergovernmental revenue, Ukuran
pemerintah daerah, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian keuangan
daerah dan pembiayaan utang (Setyaningrum, 2012).
Tabel 4.10
Uji Koefisien Determinasi Model I
Sumber : output SPSS
Model Summaryb
.319a .102 .085 .05285 1.609
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), DEVL, TYPE, POP, FINDL, SKPD, DEPEND,
LnASSET, LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
108
Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi Model II
Sumber : output SPSS
b. Uji Signifikansi F-test (Uji F)
Uji-F dilakukan melihat apakah variabel bebas secara bersama-
sama mempengaruhi variabel terikat. Sehingga dalam penelitian ini, Uji-F
dilakukan untuk menilai pengaruh kekayaan daerah, tingkat
ketergantungan, asset tipe pemerintahan, populasi, jumlah SKPD, jumlah
temuan audit dan tingkat penyimpangan secara simultan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan. Dalam uji-F digunakan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Seluruh variabel bebas secara bersama-sama tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat
H1 : Seluruh variabel bebas secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat
Dengan kriteria, tolak H0 jika probabilitas F-statistik < α = 0.05 = 5%
Model Summaryb
.320a .102 .085 .05284 1.609
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET,
POP, LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
109
Tabel 4.12
Hasil Uji Statistik F Model I
Sumber : output SPSS
Tabel 4.13
Hasil Uji Statistik F Model II
Sumber : output SPSS
Tabel 4.12 menunjukkan nilai F hitung sebesar 5.898 dengan
tingkat signifikansi 0.000 untuk model I sedangkan untuk tabel 4.13
menunjukkan nilai F hitung sebesar 5.932 dengan tingkat signifikansi
0.000 untuk model II. Karena probabilitas signifikansi jauh lebih kecil dari
0.05, Hal ini berarti untuk model I variabel independen yang terdiri
WEALTH, DEPEND, ASSET, TYPE, POP, SKPD, FINDL, DEVL
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap DISC, dengan
tingkat kepercayaan 95%. Kemudian untuk model II variabel independen
yang terdiri WEALTH, DEPEND, ASSET, TYPE, POP, SKPD, FIND,
DEV juga secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap DISC,
dengan tingkat kepercayaan 95%.
ANOVAb
.132 8 .016 5.898 .000a
1.162 416 .003
1.294 424
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), DEVL, TYPE, POP, FINDL, SKPD, DEPEND, LnASSET,
LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
ANOVAb
.132 8 .017 5.932 .000a
1.161 416 .003
1.294 424
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET, POP,
LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
110
c. Uji Signifikansi T-test (Uji-t)
Hasil uji t dapat dilihat pada tebel 4.14 dan 4.15. Pengujian ini
digunakan untuk melihat apakah secara individual variabel bebas
mempengaruhi variabel terikat Dalam uji-t digunakan hipotesis sebagai
berikut.
H0 : Masing-masing variabel independen tidak memiliki pengaruh
yang signifikan secara parsial terhadap variabel dependen
H1 : Masing-masing variabel independen memiliki pengaruh yang
signifikan secara parsial terhadap variabel dependen
Dengan kriteria, tolak H0 jika probabilitas t-statistik < α =0.05 = 5%
Tabel 4.14
Hasil Uji t Model I
Sumber : output SPSS
Coefficientsa
.108 .196 .552 .581
.022 .006 .432 3.929 .000
.028 .051 .042 .535 .593
-.007 .007 -.079 -1.049 .295
-.021 .007 -.157 -2.958 .003
-4.9E-009 .000 -.054 -.729 .466
.000 .000 .051 1.039 .299
3.19E-005 .000 .007 .156 .876
-.028 .124 -.011 -.223 .823
(Constant)
LnWEALTH
DEPEND
LnASSET
TYPE
POP
SKPD
FINDL
DEVL
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: DISCa.
111
Tabel 4.15
Hasil Uji t Model II
Sumber : output SPSS
1) Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Kekayaan daerah yang diukur dengan menggunakan total
pendapatan asli daerah. Berdasarkan pengujian uji regresi berganda dapat
terlihat bahwa tingkat kekayaan daerah memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah
daerah. Hal ini dikarenakan nilai probability t-statistic < α (α = 5%) pada
tabel 4.14 dan 4.15 yaitu sebesar 0.000 untuk model I dan model II
sehingga kekayaan daerah berpengaruh terhadap pengungkapan. Hasil
pengujian ini mendukung hipotesis satu yaitu kekayaan daerah
Coefficientsa
.109 .196 .557 .578
.022 .006 .430 3.950 .000
.027 .051 .041 .528 .598
-.007 .007 -.079 -1.048 .295
-.022 .007 -.159 -2.986 .003
-5.2E-009 .000 -.057 -.783 .434
.000 .000 .051 1.042 .298
.000 .000 .025 .520 .603
-.038 .196 -.009 -.195 .846
(Constant)
LnWEALTH
DEPEND
LnASSET
TYPE
POP
SKPD
FIND
DEV
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: DISCa.
112
berpengaruh positif dan signifikan dengan tingkat pengungkapan LKPD.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Andriani (2012) dan
Setyaningrum (2012). Koefisien yang bertanda positif pada kedua model
menunjukan hubungan searah antara tingkat kekayaan dengan
pengungkapan, jika kekayaan pemerintah daerah besar maka tingkat
pengungkapan laporan keuangan menjadi tinggi. Oleh karena itu hal ini
membenarkan teori yang mengatakan bahwa semakin besar kekayaan
pemerintah daerah, meningkatkan niat dari pemerintah daerah untuk
meningkatkan pengungkapan laporan keuangannya.
2) Tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah
Tingkat ketergantungan yang diproksikan dengan porsi
pendapatan transfer dalam total pendapatan menunjukkan tidak adanya
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan nilai probability t-
statistic > α (α = 10%) pada tabel 4.14 dan 4.15 yaitu sebesar 0.517 untuk
model I dan sebesar 0.606 pada model II sehingga tingkat ketergantungan
dan pengungkapan tidak bisa dikatakan berpengaruh. Hasil pengujian ini
menolak hipotesis dua yaitu tingkat ketergantungan berpengaruh positif
dan signifikan dengan tingkat pengungkapan LKPD. Hal ini sejalan
113
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ingram (1984), Liestiani (2009),
Hilmi (2012) dan Andriani (2012). Namun tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Setyaningrum (2012). Tingkat ketergantungan
dengan pengungkapan dikatakan tidak berhubungan secara signifikan
kemungkinan karena sejak diberlakukannya otonomi daerah, kewenangan
untuk mengatur dan mengelola urusan pemerintahan telah diserahkan
kepada daerah otonom sehingga pemerintah pusat tidak lagi melakukan
pengawasan secara utuh terhadap pemerintah daerah. Jika ada,
pengawasan tersebut tidak digunakan dalam menentukan anggaran dana
perimbangan di daerah sehingga tidak mendorong pemerintah daerah
untuk meningkatkan kualitas laporan keuangannya. Insentif pelaporan
keuangan baru diberikan mulai tahun 2010, namun lebih diarahkan pada
pencapaian opini bukan kualitas pengungkapan.
3) Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Hasil pengujian regresi pada model I dan model II pasa tabel 4.14
dan 4.15 menunjukkan nilai probability t-statistic > α (α = 5%) yaitu
sebesar 0.295 untuk model I dan II sehingga total aset terhadap tingkat
pengungkapan LKPD dikatakan tidak berpengaruh. Hasil pengujian ini
menolak hipotesis tiga yaitu total aset berpengaruh positif dan signifikan
114
dengan tingkat pengungkapan LKPD. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hilmi (2012) dan Andriani (2012) namun tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriasari (2014). Hal ini
mungkin dikarenakan permasalahan aset merupakan permasalahan
hampir setiap Pemerintah Daerah. Kewajiban membuat Laporan
Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan
aset harus dinilai dengan nilai perolehan, padahal sebagian besar aset
diperoleh pada tahun yang sudah relatif lama dan tidak tercatat biaya
yang diperlukan untuk memperoleh aset tersebut. Sehingga sebagian
besar Pemerintah Daerah kesulitan menentukan besarnya nilai aset yang
dimiliki. Oleh sebab itu kecenderungan pemerintah daerah untuk tidak
menaruh perhatian yang besar terhadap pengungkapan berdasarkan
standar akuntansi pemerintahan.
4) Tipe pemerintah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Tipe pemerintahan menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hal
ini dikarenakan nilai probability t-statistic < α (α = 1%) pada tabel 4.14
dan 4.15 yaitu sebesar 0.003 untuk model I dan model II sehingga tipe
pemerintah dan pengungkapan bisa dikatakan berpengaruh. Akan tetapi
hasil ini tidak sesuai dengan ekspektasi penelitian yang menyatakan
115
bahwa tingkat pengungkapan kota lebih tinggi dibandingkan tingkat
pengungkapan kabupaten. Hasil pengujian ini menolak hipotesis empat
yaitu kota memiliki tingkat pengungkapan lebih tinggi dibandingkan
kabupaten. Jika dilihat dari perspektif investor, perekonomian kota jauh
lebih baik dibandingkan dengan kabupaten dan tingkat kompleksitas kota
jauh lebih besar dibanding kabupaten. Oleh sebab itu seharusnya
pengungkapan laporan keuangan untuk kota jauh lebih tinggi dibanding
kabupaten. Tetapi kenyataannya dalam penelitian ini, kabupaten memiliki
tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dibanding kota. Hal ini
kemungkinan dikarenakan pemerintah kabupaten berusaha menarik minat
investor sehingga termotivasi untuk melakukan pengungkapan yang lebih
banyak pada catatan atas laporan keuangannya. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fitriasari yaitu yaitu tipe pemerintah
memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan.
Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2010)
dan Andriani (2012).
116
5) Jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Jumlah penduduk merupakan proksi dari kompleksitas
pemerintahan. Jumlah penduduk menunjukkan adanya pengaruh yang
tidak signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah. Pada tabel 4.14 hasil pengujian regresi pada model I
menunjukkan nilai probability t-statistic > α (α = 5%) yaitu sebesar
sebesar 0.466. Untuk model II pada tabel 4.15 menunjukkan nilai
probability t-statistic > α (α = 5%) yaitu sebesar 0.434 sehingga jumlah
penduduk dan pengungkapan dikatakan tidak berpengaruh untuk kedua
model. Kompleksitas ini ternyata menghambat tingkat pengungkapan. Hal
ini mengindikasikan rendahnya dorongan dari masyarakat untuk meminta
pengungkapan yang lebih besar dalam laporan keuangan pemerintah.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ingram (1984)
bahwa jumlah penduduk tidak memiliki hubungan yang signifikan
terhadap tingkat pengungkapan. Namun berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Liestiani (2009) dan Hilmi (2012) yaitu jumlah penduduk
memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat
pengungkapan.
117
6) Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah
Hasil pengujian regresi pada model I dan model II menunjukkan
nilai probability t-statistic > α (α = 10%) pada tabel 4.14 dan 4.15 yaitu
masing-masing sebesar 0.189 dan 0.459 sehingga jumlah SKPD dan
pengungkapan tidak bisa dikatakan berpengaruh. Hasil pengujian ini
menolak hipotesis enam yaitu jumlah SKPD berpengaruh positif dan
signifikan dengan tingkat pengungkapan LKPD. Hal tersebut
kemungkinan karena walaupun jumlah satker pada kabupaten / kota cukup
banyak namun kegiatan antar satkernya cenderung generik, sehingga tidak
diperlukan pengungkapan yang lebih banyak. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hilmi (2012) dan Fitriasari (2014). Namun
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khazanah (2014).
7) Jumlah temuan tahun lalu terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah (Model I)
Untuk model I menggunakan Lag Effect dimana Jumlah temuan
yang digunakan yaitu merupakan jumlah temuan hasil audit tahun lalu,
kemudian untuk tingkat pengungkapan menggunakan pengungkapan pada
laporan keuangan tahun ini. Hasil pengujian untuk model I berdasarkan
tabel 4.14 menyatakan jumlah temuan audit tidak berhubungan secara
118
signifikan dengan pengungkapan karena nilai probability t-statistik > α (α
= 5%) yaitu sebesar 0,132. Hasil pengujian ini menolak hipotesis tujuh
yaitu jumlah temuan tahun lalu berpengaruh positif dan signifikan dengan
tingkat pengungkapan LKPD untuk model I. Hasil pengujian menyatakan
bahwa jumlah temuan audit tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan. Hasil pengujian ini mendukung Hilmi (2011), Andriani
(2012) dan Fitriasari (2014) yang menyatakan bahwa jumlah temuan audit
tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan.
Untuk model I, hal ini kemungkinan karena pemerintah
kabupaten/kota mengabaikan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada
periode sebelumnya dengan tidak sepenuhnya menindaklanjuti
rekomendasi atas hasil temuan audit BPK RI. Bukti yang menyatakan
bahwa pemerintah daerah tidak sepenuhnya melakukan tindak lanjut atau
tindak lanjut yang dilakukan belum sesuai adalah terdapat pada tabel 4.18
dibawah ini :
119
Tabel 4.18
Data Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP)
Pada Pemerintah Daerah Tahun 2010 S.D. 2014 (Semester I)
(nilai dalam juta rupiah)
Temuan Jumlah
Rekomendasi
Status Pemantauan Tindak Lanjut
Sesuai
Rekomendasi
Belum
Sesuai
Rekomenda
si
Belum
Ditindak
lanjut
Tidak
Dapat
ditindak
lanjuti
Jumlah 69.265 169.296 85.441 48.331 35.445 79
Nilai 18.450.105,70 3.742.223,56 7.675.285,29 7.002.930,38 29.666,47
% 50.47% 28.55% 20.94% 0.04%
Sumber : IHPS semester I Tahun 2014
Dari tabel tersebut dapat dilihat total keseluruhan temuan audit dan
rekomendasi yang terakumulasi sampai dengan pertengahan tahun 2014.
Total dari tindak lanjut yang sudah ditindak lanjuti dan sesuai dengan
rekomendasi adalah sebanyak 85.441 rekomendasi atau (50.47%).
Sedangkan untuk yang belum sesuai rekomendasi dan yang belum
ditindak lanjuti sama sekali adalah sebanyak 83.776 atau sebesar 49.49%.
Hal ini menunjukkan bahwa tindak lanjut yang belum sesuai rekomendasi
dan yang belum ditindak lanjuti masih sekitar setengah dari tindak lanjut
yang direkomendasikan. Sehingga dalam hal ini, pemerintah daerah belum
sepenuhnya memperhatikan pemeriksaan BPK dengan menindaklanjuti
hasil pemeriksaan BPK.
120
8) Jumlah temuan periode sekarang terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah (Model II)
Model II menggunakan tahun yang sama untuk menguji pengaruh
jumlah temuan dengan tingkat pengungkapan. Hasil pengujian untuk
model II berdasarkan tabel 4.15 menyatakan jumlah temuan audit tidak
berhubungan secara signifikan dengan pengungkapan karena nilai
probability t-statistik > α (α = 5%) tidak signifikan yaitu sebesar 0,444.
Hasil pengujian ini menolak hipotesis delapan yaitu jumlah temuan pada
tahun yang sama berpengaruh negatif dan signifikan dengan tingkat
pengungkapan LKPD . Baik untuk model I maupun model II, hasil
pengujian menyatakan bahwa jumlah temuan audit tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan. Hasil pengujian ini mendukung
Andriani (2012) dan Fitriasari (2014). Untuk model II, hal ini bisa terjadi
kemungkinan karena pemerintah kabupaten/kota belum sepenuhnya
menindaklanjuti rekomendasi BPK.
9) Tingkat Penyimpangan tahun lalu terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah (Model I)
Tingkat penyimpangan dalam penelitian ini diukur dengan nilai
temuan audit terkait ketidakpatuhan dibandingkan dengan jumlah belanja
daerah. Untuk model I menggunakan Lag Effect dimana nilai temuan yang
121
digunakan yaitu merupakan nilai temuan dari hasil audit tahun lalu,
kemudian untuk tingkat pengungkapan menggunakan pengungkapan pada
Laporan Keuangan tahun ini. Berdasarkan tabel 4.14 menyatakan tingkat
penyimpangan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
tingkat pengungkapan dengan nilai probability t-statistik > α (α = 5%)
yaitu sebesar 0.334. Hasil pengujian ini menolak hipotesis sembilan yaitu
tingkat penyimpangan tahun lalu berpengaruh positif dan signifikan
dengan tingkat pengungkapan LKPD untuk model I. Hasil pengujian ini
mendukung Fitriasari (2014) dan Khasanah (2014) yang menyatakan
bahwa tingkat penyimpangan tidak berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan.
Untuk model I, hal ini kemungkinan karena pemerintah
kabupaten/kota mengabaikan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada
periode sebelumnya dengan tidak sepenuhnya menindaklanjuti
rekomendasi BPK RI terkait nilai nominal rupiah temuan audit. Pada tabel
4.18 dapat dilihat bahwa dari total nilai temuan senilai Rp. 18.450.105,70
juta baru sebesar Rp. 3.742.223,56 juta saja yang ditindaklanjuti sesuai
rekomendasi atau sebesar 20,28%. Sedangkan sisanya sebesar Rp.
14.678.215,67 juta atau 79,56% belum ditindaklanjuti sesuai dengan
rekomendasi dan belum ditindaklanjuti sama sekali.
122
10) Tingkat Penyimpangan periode sekarang terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model II)
Model II menggunakan No Lag Effect dimana nilai temuan yang
digunakan yaitu merupakan nilai temuan dari hasil audit tahun 2013,
kemudian untuk tingkat pengungkapan menggunakan pengungkapan pada
Laporan Keuangan pada tahun yang sama. Berdasarkan tabel 4.15
menyatakan tingkat penyimpangan memiliki pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap tingkat pengungkapan dengan nilai probability t-
statistik > α (α = 5%) yaitu sebesar 0,979. Hasil pengujian ini menolak
hipotesis sepuluh yaitu tingkat penyimpangan pada tahun yang sama
berpengaruh negatif dan signifikan dengan tingkat pengungkapan LKPD .
Hasil pengujian ini mendukung Fitriasari (2014) dan Khasanah (2014)
yang menyatakan bahwa tingkat penyimpangan tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan. Hal ini bisa terjadi kemungkinan karena
pemerintah kabupaten/kota belum sepenuhnya menindaklanjuti
rekomendasi BPK RI terkait nilai nominal rupiah temuan audit.
123
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh kekayaan daerah, tingkat
ketergantungan, total aset, tipe pemerintah, jumlah penduduk, jumlah SKPD,
jumlah temuan dan tingkat penyimpangan terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda dengan program Statistical Package for Social Science
(SPSS) Ver. 20. Data sampel sebanyak 425 LKPD kabupaten dan kota di
Indonesia yang telah diaudit oleh BPK selama tahun 2013.
Hasil pengujian dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat diringkas
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) baik yang
menggunakan Lag Effect maupun tidak menggunakan Lag Effect
menunjukkan bahwa kekayaan daerah secara statistik berpengaruh positif
dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah
daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Liestiani (2010),
Andriani (2012) dan Setyaningrum (2012). Namun hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khazanah (2014).
124
2. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) baik yang
menggunakan Lag Effect maupun tidak menggunakan Lag Effect
menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan tidak berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Liestiani (2010), Hilmi (2011), dan
Khazanah (2014). Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum (2012).
3. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression baik yang
menggunakan Lag Effect maupun tidak menggunakan Lag Effect
menunjukkan bahwa total aset tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Hilmi (2011) dan Andriani (2012). Namun hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Fitriasari (2014) dan Khazanah (2014).
4. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) baik yang
menggunakan Lag Effect maupun tidak menggunakan Lag Effect
menunjukkan bahwa tipe pemerintah berpengaruh signifikan terhadap
tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Namun hasil ini
tidak sesuai dengan ekspekstasi penelitian bahwa tingkat pengungkapan
LKPD kota lebih tinggi dari tingkat pengungkapan LKPD kabupaten . Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriasari
125
(2014). Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liestiani
(2010).
5. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) baik yang
menggunakan Lag Effect maupun tidak menggunakan Lag Effect
menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.
Penelitian ini sejalan dengan Ingram (1984). Namun tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2010) dan Hilmi (2011).
6. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression baik yang
menggunakan Lag Effect maupun tidak menggunakan Lag Effect
menunjukkan bahwa jumlah SKPD tidak berpengaruh signifikan terhadap
tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Hilmi (2011) dan Fitriasari (2014). Namun
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khazanah (2014).
7. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) yang
menggunakan Lag Effect menunjukkan bahwa jumlah temuan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hilmi (2011), Fitriasari (2014). Namun tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2010).
126
8. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) yang
menggunakan No Lag Effect menunjukkan bahwa jumlah temuan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hilmi (2011), Khazanah (2014) dan Fitriasari (2014). Namun
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2010).
9. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) yang
menggunakan Lag Effect menunjukkan bahwa tingkat penyimpangan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Khazanah (2014) dan Fitriasari (2014). Namun tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2010), Hilmi (2011) dan
Andriani (2012).
10. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression) yang
menggunakan No Lag Effect menunjukkan bahwa tingkat penyimpangan
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Khazanah (2014) dan Fitriasari (2014). Namun tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2010), Hilmi (2011)
dan Andriani (2012)
127
B. Implikasi
Penelitian ini memiliki implikasi yang diharapkan dapat berguna untuk
pihak- pihak yang berkepentingan. Implikasi dari penelitian ini adalah:
1. Rata-rata tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga
masih cukup rendah, oleh karena itu kementerian/lembaga negara
diharapkan meningkatkan pengungkapan dalam laporan keuangannya agar
para pengguna laporan keuangan dapat memahami laporan keuangan dengan
lebih baik.
2. Kekayaan daerah (PAD) terbukti memiliki pengaruh terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan kementerian/lembaga. Kementerian
Keuangan selaku pembina akuntansi pemerintah kabupaten/kota disarankan
memberikan perhatian yang lebih pada tingkat pengungkapan
kabupaten/kota dengan Kekayaan daerah (PAD) yang relatif kecil.
3. Tipe pemerintah terbukti memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan
namun tidak sesuai dengan ekspektasi penelitian bahwa tingkat
pengungkapan pemerintah kota lebih tinggi dari pada tingkat pengungkapan
pemerintah kabupaten. Sehingga bagi setiap pemerintah daerah harus
mengetahui kinerja dari pegawai yang bekerja dalam pemerintahan
khususnya bagian akuntansi apakah mereka telah melaksanakan tugasnya
dengan baik, sehingga dapat menghasilkan output yang berkualitas.
128
C. Saran
Penelitian mengenai penerimaan opini going concern di masa yang akan
datang diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih berkualitas,
dengan mempertimbangkan saran dibawah ini:
1. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan data LKPD terbaru dalam
pengamatan sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih terkini dari
praktik pengungkapan laporan keuangan Pemda di Indonesia
2. Menggunakan data lebih dari satu tahun (time series) sehingga dapat
memberikan gambaran tentang perkembangan tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah.
3. Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan menambah variabel
karakteristik Pemda yang diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan Pemda, misalnya opini audit, ukuran
legislatif, umur administratif Pemda, diferensiasi fungsional dan spesialisasi
pekerjaan.
4. Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tingkat
pengungkapan wajib LKPD berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan No. 71 Tahun 2010 jika sudah
diterapkan secara penuh dalam Pemerintahan.
129
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Bahrullah. Akuntansi Sektor Publik Konsep & Teori. Jakarta : Bumi Metro
Jaya, 2013.
Andriani, Evanti. Pengaruh Opini Audit dan Temuan Audit Terhadap Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Skripsi Akuntansi FE
UI Depok. 2011.
Arifin, Imam. dan Fitriasari, Debby. Pengungkapan Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga, Karakteristik Organisasi dan Hasil Audit BPK. Jurnal
Simposium nasional Akuntansi. 2014.
Cheng, Rita Hartung.1992, ’An Empirical Analysis of Theories on Factors
Influencing State Government Accounting Disclosure’, Journal of Accounting
and Public Policy, vol. 11, issue 1, spring, pp. 1-42
Fitri, Sri Adella. Analisis Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah, Suatu Studi Eksploratif pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.
2008.
Gerring, John, Strom Thacker. Political Institutions and Corruption: The Role of
Unitarism and Parliamentarism. Cambridge University Press. 2004.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi 4. Badan
Penerbitan Universitas Diponegoro, 2006.
Herininsing, Sucahyo dan Rusherlistyani. Pengungkapan Laporan Keuangan,
Kelemahan SPI, Dan Ketaatan Pada Perundang-Undangan Dianalisis Dari
Opini Auditor. Jurnal SiNAU 3 Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran”: Yogyakarta, Jakarta, dan Jawa Timur. 2014.
Hilmi, Amiruddin Zul. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi. Jurnal Simposium
Nasional Akuntansi. Volume 15. 2012.
Ingram, Robert W. Economics Incentives and the Choice of State Government
Accounting Practices. Journal of Accounting Research. Vol. 22. No. 1. pp
126-144. 1984.
130
Khasanah, Nur Lailatul. Pengaruh Karakteristik, Kompleksitas, Dan Temuan Audit
Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Skripsi Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.
2014.
Liestiani, Annisa. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia untuk Tahun Anggaran 2006. Skripsi Akuntansi
FE UI Depok. 2008.
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2005.
Martani, Dwi dan Liestiani, Annisa. Disclosure Of Local Government Financial
Statement In Indonesia. Accounting Department, University Of Indonesia.
2010.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2005 yang diubah dengan
PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga.
Rachmawati, Kurnia Kusuma. Pengaruh Faktor-Faktor Dalam Perspektif Fraud
Triangle Terhadap Fraudulent Financial Reporting. Skripsi FEB Universitas
Diponegoro.2014.
Robbins, Walter A., dan Austin, Kenneth R. Disclosure Quality in Governmental
Financial Reports: An Assessment of the Appropriateness of a Compound
Measure. Journal of Accounting Research. Vol 24. No. 2. pp 412-421. 1984.
Sarah, Adhariani. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
dan Kaitannya dengan Tingkat Korupsi di Indonesia. Skripsi Akuntansi FEB
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.
Sekaran, Uma, & Roger Bougie. Research Methods for Business: A Skill Building
Approach, Fifth Edition. Wiley. 2010
Setyaningrum, Dyah. Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan
Indonesia. Volume 9 Nomor 2, Desember 2012.
131
Suhartono. Penyimpangan Anggaran dan Indeks Persepsi Korupsi, Info Singkat
Ekonomi dan Kebijakan Publik, Vol. VI, No. 23/I/P3DI/Desember/2014.
Suliyanto. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. ANDI
Yogyakarta. 2011.
Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
132
Lampiran I
Tabel Checklist Scoring Laporan Keuangan
Lampiran 1 Tabel Checklist Scoring Laporan Keuangan Ya Tidak N / A
A. Penyajian informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
pencapaian target peraturan daerah APBD
1 Kebijakan fiskal/keuangan, mengungkapkan:
a Perbedaan yang penting posisi dan kondisi keuangan/fiskal periode
berjalan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya/ dengan anggaran/
dengan rencana lainnya
b Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan pendapatan, efisiensi
belanja dan penentuan sumber atau penggunaan pembiayaan
c Perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan
dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR
2 Ekonomi makro, menjelaskan mengungkapkan:
a Asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang digunakan dalam
penyusunan APBD berikut tingkat pencapaiannya
b Perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan
anggaran dibandingkan dengan realisasinya
3 Pencapaian target Peraturan Daerah APBD
4 Hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target
B. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan
1 Membandingkan output pada input untuk melihat efisiensi dari suatu program
2 Mengukur kinerja dengan membandingkan hasil (outcome) pada target yang
ditetapkan untuk melihat efektivitas suatu program
3 Menguraikan strategi dan sumber daya; gambaran yang jelas atas realisasi baik
positif/negatif dengan data historis yang relevan serta mengungkapkan
keterbatasan dan kesulitannya
C. Dasar penyajian laporan keuangan dan pengungkapan kebijakan akuntansi
keuangan
Kebijakan akuntansi
1 Penjelasan pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntasi perlu
disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan, meliputi: pertimbangan sehat,
substansi mengungguli bentuk formal serta materialitas
2 Isi kebijakan akuntansi meliputi penjelasan :
a Entitas pelaporan
i Domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat
entitas tersebut berada
ii Penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya
iii Ketentuan perundangundangan yang menjadi landasan kegiatan
operasionalnya
133
iv Jumlah unit entitas akuntansi yang secara struktural berada di
bawahnya
b Basis akuntasi yang mendasari penyusunan laporan keuangan
Penjelasan asumsi dasar pelaporan keuangan, meliputi: asumsi
kemandirian entitas, asumsi kesinambungan entitas serta asumsi
keterukuran dalam satuan uang
Basis penyusunan laporan keuangan adalah basis kas menuju akrual
(cash basis toward accrual), sehingga:
Basis yang digunakan dalam laporan realisasi anggaran adalah basis
kas
Basis yang digunakan dalam neraca adalah basis akrual
c Basis pengakuan dan pengukuran
Aset
Pengakuan Aset; aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa
depan diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang
dapat diukur dengan andal/diakui pada saat diterima atau
kepemilikannya dan/atau kepenguasannya berpindah
Pengukuran aset, sbb:
i Kas dicatat sebesar nilai nominal
ii Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan
iii Piutang dicatat sebesar nilai
nominal
iv Persediaan dicatat sebesar;(1)Biaya Perolehan apabila diperoleh
dengan pembelian, (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan
memproduksi sendiri, (3) Nilai Wajar apabila diperoleh dengan
cara lainnya seperti donasi/rampasan
v Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk
biaya tambahan lainnya, kecuali untuk investasi dalam saham
berdasarkan tingkat kepemilikannya, yakni: 20% kepemilikan
saham menggunakan metode biaya; 20%-50% kepemilikan saham
menggunakan metode ekuitas; > 50% menggunakan metode
ekuitas. Kepemilikan non permanen menggunakan metode nilai
bersih yang direalisasikan
vi Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan, namun jika tidak
dimungkinkan dapat didasarkan pada nilai wajar pada saat
perolehan
vii Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan
dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing
menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca
Kewajiban
Pengakuan Kewajiban: kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa
pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan
untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas
kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur
134
dengan andal/ diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat
kewajiban timbul
Pengukuran kewajiban: kewajiban dicatat sebesar nilai nominal
Kewajiban dalam mata uang asing dinyatakan dalam rupiah dengan
menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca
Ekuitas
Ekuitas secara keseluruhan dicatat sebesar selisih antara aset dan
kewajiban
Ekuitas dana lancar dicatat sebesar selisih antara aset lancar dan
kewajiban jangka pendek
Ekuitas dana investasi dicatat sebesar selisih antara aset tidak lancar dan
kewajiban jangka panjang
Ekuitas dana cadangan dicatat sebesar cadangan yang ditujukan untuk
tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Pendapatan
Pengakuan Pendapatan: pendapatan diakui pada saat diterima pada
Rekening Kas Umum Daerah
Pengukuran pendapatan: berdasarkan asas bruto, yaitu dengan
membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah netonya
Belanja
Pengakuan belanja: belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari
Rekening Kas Umum Daerah; khusus pengeluaran melalui bendahara
pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas
pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi
perbendaharaan
Penerimaan pembiayaan;
Pengakuan penerimaan pembiayaan saat diterima pada Rekening Kas
Umum Daerah
Pengukuran penerimaan pembayaran dilaksanakan berdasarkan asas bruto
Pengeluaran pembiayaan;
Pengakuan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari
Rekening Kas Umum Daerah
Penjelasan setiap pos pada laporan keuangan
NERACA
ASET
Kas dan Setara Kas
Menjelaskan rincian kas yang terdiri dari:
i Kas di Kas Daerah
ii Kas di Bendahara Pengeluaran
iii Kas di Bendahara Penerimaan
Investasi Jangka Pendek
Menjelaskan rincian investasi jangka pendek
Perubahan harga pasar
135
Piutang Pajak dan Bukan Pajak
Menjelaskan rincian piutang yang mencakup:
i Piutang Pajak
ii Piutang Retribusi
iii Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara
iv Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
v Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat
vi Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya
vii Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
viii Bagian Lancar Tuntutan Perbendahaaraan
ix Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
x Piutang Lainnya
Persediaan
Penjelasan lebih lanjut mengenai rincian persediaan seperti: perlengkapan
yang digunakan dalam pelayanan masyarakat; barang/ perlengkapan yang
digunakan dalam proses produksi; barang yang disimpan untuk dijual
atau diserahkan kepada masyarakat; barang yang masih dalam proses
produksi yang ditujukan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Kondisi persediaan tersebut
Investasi Jangka Panjang
Menjelaskan Rincian investasi jangka panjang berdasarkan jenisnya,
meliputi:
i Investasi Nonpermanen, mencakup:
(a) Pinjaman kepada Perusahaan Negara
(b) Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
(c) Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya
(d) Investasi dalam Surat Utang Negara
(e) Investasi dalam Proyek Pembangunan
(f) Investasi Nonpermanen Lainnya
Penjelasan singkat atas perusahaan daerah
Perubahan pos investasi
ii Investasi Permanen, mencakup :
(a) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
(b) Investasi Perrmanen Lainnya
Penjelasan singkat atas perusahaan daerah
Perubahan pos investasi
Aset Tetap
Menjelaskan klasifikasi aset tetap dan rincian lebih lanjut meliputi:
i Rincian Tanah
Penambahan/Pelepasan Tanah
ii Rincian Peralatan dan Mesin
Penambahan/Pelepasan Peralatan dan Mesin
iii Rincian Gedung dan Bangunan
136
Penambahan/Pelepasan Gedung dan Bangunan
iv Rincian Jalan, irigasi, dan jaringan
Penambahan/Pelepasan Jalan, Irigasi, dan Jaringan
v Rincian Aset Tetap Lainnya
Penambahan/Pelepasan Aset Tetap Lainnya
vi Rincian Konstruksi dalam pengerjaan
Informasi penyusutan, meliputi
i Nilai penyusutan
ii Metode penyusutan yang digunakan
iii Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
iv Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir
periode
Tambahan jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-
hal berikut harus diungkapkan;
i Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap
ii Tanggal efektif penilaian kembali
iii Jika ada, nama penilai independen
iv Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
pengganti
v Nilai tercatat setiap jenis aset tetap
Tambahan untuk Konstruksi dalam Pengerjaan, meliputi:
i Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya
ii Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya
iii Jumlah biaya yang telah dikeluarkan
iv Uang muka kerja yang diberikan
v Retensi
Dana Cadangan
Penjelasan dana cadangan meliputi:
Perda pembentukannya
Tujuan, jumlah, bentuk penanaman dana cadangan dan rencana
penggunaannya
Aset Lainnya
Menjelaskan rincian aset lainnya yang mencakup:
i Tagihan Penjualan Angsuran
ii Tuntutan Perbendaharaan
iii Tuntutan Ganti Rugi
iv Kemitraan dengan pihak ketiga
v Aset Tak Berwujud
vi Aset Lain-Lain
KEWAJIBAN
Utang Jangka Pendek
Rincian utang jangka pendek berdasarkan pemberi pinjaman, mencakup:
137
i Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
ii Utang Bunga
iii Bagian Lancar Utang dalam Negeri – Pemerintah Pusat
iv Bagian Lancar Utang dalam Negeri – Pemerintah Daerah Lainnya
v Bagian Lancar Utang dalam Negeri – Lembaga Keuangan Bank
vi Bagian Lancar Utang Dalam Negeri – Lembaga Keuangan Bukan
Bank
vii Bagian Lancar Utang Dalam Negeri – Obligasi
viii Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya
ix Utang Jangka Pendek Lainnya
Utang Jangka Panjang
Rincian utang jangka panjang pemberi pinjaman, mencakup:
i Utang Dalam Negeri - Pemerintah pusat
ii Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya
iii Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank
iv Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank
v Utang Dalam Negeri – Obligasi
vi Utang Jangka Panjang Lainnya
Jumlah tunggakan disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan
kreditur
Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga
yang berlaku
Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo
Biaya pinjaman meliputi perlakuan biaya pinjaman, jumlah biaya
pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan, tingkat
kapitalisasi yang dipergunakan
Utang jangka panjang yang direstrukturisasi harus
mengungkapkan :
i pengurangan pinjaman
ii modifikasi persyaratan utang
iii pengurangan tingkat bunga pinjaman
iv pengunduran jatuh tempo pinjaman
v pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman
vi pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode
pelaporan
EKUITAS
Klasifikasi ekuitas meliputi;
i Ekuitas dana lancar
Menjelaskan akun-akun pada ekuitas dana lancar yang meliputi:
(a) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
(b) Cadangan Piutang
(c) Cadangan Persediaan
(d) Dana yang Harus disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka
138
Pendek
ii Ekuitas dana investasi
Menjelaskan akun-akun pada ekuitas dana investasi yang meliputi
investasi yang;
(a) Diinvestasikan dalam investasi jangka panjang
(b) Diinvestasikan dalam aset tetap
(c) Diinvestasikan dalam aset lainnya
(d) Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka
Panjang
iii Ekuitas dana cadangan
Menjelaskan akun-akun pada ekuitas dana cadangan
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
PENDAPATAN
Klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan meliputi:
i Rincian dan penjelasan PAD, yang terdiri dari:
(a) Pendapatan Pajak Daerah;
(b) Pendapatan Retribusi Daerah
(c) Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
(d) Lain-Lain PAD yang sah
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran PAD
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih antara PAD periode ini dengan PAD periode yang lalu
ii Rincian dan penjelasan Pendapatan Transfer yang
terdiri dari:
(a) Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil Pajak
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus (dirinci menurut objek pendapatan
menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah)
(b) Pendapatan Transfer lainnya
Dana Otonomi Khusus
Dana Penyesuaian
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran Transfer
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih antara Transfer periode ini dan Transfer periode yang lalu
iii Rincian dan penjelasan Lain-Lain Pendapatan yang sah, yang
terdiri dari:
(a) Pendapatan Hibah
139
(b) Pendapatan Dana Darurat
(c) Pendapatan Lainnya
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran Lain-Lain
Pendapatan yang Sah
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih antara Lain-Lain Pendapatan yang Sah periode ini dan
Lain-Lain Pendapatan yang Sah periode yang lalu
BELANJA
I Penjelasan dan rincian belanja menurut klasifikasi fungsi dan
(atau) organisasi
Rincian belanja menurut fungsi meliputi:
(a) Pelayanan umum
(b) Ketertiban dan ketentraman
(c) Ekonomi
(d) Lingkungan hidup
(e) Perumahan dan fasilitas umum
(f) Kesehatan
(g) Pariwisata dan budaya
(h) Pendidikan
(i) Perlindungan sosial
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran belanja
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih antara belanja periode ini dengan belanja periode yang lalu
Rincian belanja menurut organisasi (jika ada) meliputi setiap
pengguna anggaran (satuan kerja perangkat daerah)--disesuaikan
dengan susunan
organisasi pada masing-masing pemerintah daerah
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran belanja
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih antara belanja periode ini dengan belanja periode yang lalu
PEMBIAYAAN
i Rincian penerimaan pembiayaan, mencakup:
(a) sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya
(SiLPA);
(b) pencairan dana cadangan;
(c) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
(d) penerimaan pinjaman daerah;
(e) penerimaan kembali pemberian pinjaman
(f) penerimaan piutang daerah.
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan presentase) atas
140
selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran penerimaan
pembiayaan
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih antara penerimaan pembiayaan periode ini dan penerimaan
pembiayaan periode yang lalu
ii Rincinan pengeluaran pembiayaan
(a) pembentukan dana cadangan
(b) penanamaan modal (investasi) pemerintah daerah
(c) pembayaran pokok utang; dan
(d) pemberian pinjaman daerah
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran pengeluaran
pembiayaan
Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas
selisih antara pengeluaran pembiayaan periode ini dan pengeluaran
pembiayaan periode yang lalu
LAPORAN ARUS KAS
i Menjelaskan komponen arus masuk kas dan arus keluar kas dari
aktivitas operasi
ii Menjelaskan komponen arus masuk kas dan arus keluar kas dari
investasi aset nonkeuangan
iii Menjelaskan komponen arus masuk kas dan arus keluar kas dari
aktivitas pembiayaan
iv Menjelaskan komponen arus masuk kas dan arus keluar kas dari
aktivitas nonanggaran
d Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan kententuan masa transisi SAP
i Pengungkapan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan
namun tidak diatur dalam SAP
e Kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami LKPD
i Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai pengaruh
material dalam tahun perubahan namun berpengaruh secara
material pada tahun-tahun yang akan datang
D. Pengungkapan Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan SAP yang belum
disajikan dalam lembar muka laporan keuangan
1 Penjelasan mengenai kontijensi dan komitmen-komitmen lainnya
E. Pengungkapan-pengungkapan lain, seperti penggantian manajemen pemerintahan
selama tahun berjalan, kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh
manajemen baru, penggabungan/pemekaran entitas tahun berjalan, kejadian yang
mempunyai dampak sosial
Total Nilai
141
LAMPIRAN II
DATA SAMPEL
Tingkat pengungkapan (Y), Kekayaan daerah (LnWEALTH), Tingkat
Ketergantungan (DEPEND), Total Asset (LnAsset), Tipe Pemerintah (TYPE),
Jumlah Penduduk (POP), Jumlah SKPD (LnSKPD), Jumlah temuan tahun lalu
(FINDL), Jumlah temuan periode sekarang (FIND), Tingkat Penyimpangan tahun
lalu (DEVL) dan Tingkat Penyimpangan periode sekarang (DEV)
142
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
1 Kab. Aceh Barat 44% 24.57 0.92 28.88 0 187459 3.83 17 14 0.004896 0.000359
2 Kab. Aceh Barat Daya 36% 24.21 0.91 27.76 0 133191 3.85 25 39 0.020984 0.007057
3 Kab. Aceh besar 44% 25.06 0.91 28.58 0 383477 4.13 15 14 0.00686 0.003424
4 Kab. Aceh Jaya 39% 23.75 0.95 27.91 0 85908 3.69 19 21 0.000945 0.001915
5 Kab. Aceh Selatan 46% 24.31 0.94 28.05 0 210071 3.97 26 32 0.000294 2.97E-05
6 Kab. Aceh Tamiang 46% 24.47 0.94 27.97 0 264420 3.97 16 12 0.027313 0.003488
7 Kab. Aceh Tengah 37% 25.07 0.82 28.45 0 185733 3.85 17 36 0.000928 0.000403
8 Kab. Aceh Tenggara 31% 23.97 0.93 28.3 0 186083 4.93 37 20 0.011329 0.008386
9 Kab. Aceh Timur 48% 24.48 0.89 28.57 0 393135 4.08 12 22 0.011114 0.00027
10 Kab. Aceh Utara 42% 25.33 0.92 29.19 0 556556 4.19 33 40 0.017255 0.000561
11 Kab. Bener Meriah 36% 23.66 0.89 27.9 0 131999 3.85 12 17 0.015267 0.002159
12 Kab. Bireuen 49% 25.27 0.91 28.35 0 413817 3.93 35 24 0.006984 0.002965
13 Kab. Gayo Lues 37% 23.73 0.93 27.81 0 84511 3.87 13 35 0.004998 0.000438
14 Kab. Nagan Raya 47% 24.36 0.94 27.94 0 149596 4.75 17 18 0.01054 0.000269
15 Kab. Pidie 47% 25.07 0.92 28.29 0 398446 4.16 21 17 0.000405 0.000322
16 Kab. Pidie Jaya 49% 23.37 0.95 27.24 0 140769 3.71 15 19 0.012892 0.000631
17 Kota Banda Aceh 46% 25.58 0.8 29.14 1 249282 3.74 12 23 0.000786 0.000818
18 Kota Langsa 49% 24.77 0.9 27.79 1 157011 3.5 22 13 0.004985 0.000113
19 Kota Lhokseumawe 37% 24.31 0.94 27.69 1 181976 3.5 23 11 0.004229 0.000251
20 Kota Sabang 41% 24.03 0.89 28.36 1 32191 3.5 16 11 0.017078 0.001031
21 Kota Sabulussalam 37% 22.84 0.91 27.22 1 72414 3.66 16 13 0.002112 0.000265
22 Kab. Asahan 51% 24.71 0.94 28.63 0 681794 4.09 17 22 0.005791 0.005028
23 Kab. Batu Bara 58% 24.05 0.85 27.8 0 382960 3.81 17 13 0.001438 0.007031
24 Kab. Dairi 48% 24.12 0.94 28.18 0 276238 3.95 12 22 0.008313 0.003146
25 Kab. Deli Serdang 37% 26.52 0.84 29.08 0 1886388 3.85 11 33 0.008381 0.002894
143
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
26
Kab. Humbang
Hasundutan 48% 23.59 0.93 28.01 0 176429 4.7 10 12 0.003223 0.004739
27 Kab. Karo 48% 24.56 0.88 28.39 0 363755 3.89 13 27 0.001114 0.00171
28 Kab. Labuhanbatu 43% 24.63 0.87 28.26 0 430718 3.69 10 17 0.004187 0.008561
29
Kab. Labuhanbatu
Selatan 42% 24.01 0.89 27.31 0 289655 3.56 11 11 0.002573 0.004054
30
Kab. Labuhanbatu
Utara 44% 23.97 0.78 28.07 0 337404 3.83 16 19 0.002828 0.003726
31 Kab. Langkat 52% 24.91 0.91 28.74 0 978734 4.06 38 21 0.004464 0.003139
32 Kab. Mandailing Natal 44% 24.59 0.95 28.41 0 413475 3.56 11 11 0.013935 0.003872
33 Kab. Nias 46% 24.52 0.9 28.17 0 133388 3.71 21 12 0.003787 0.000805
34 Kab. Pakpak Bharat 46% 22.93 0.93 27.7 0 42144 3.37 7 21 0.007597 0.030601
35 Kab. Samosir 46% 24.01 0.84 28.08 0 121924 4.3 9 12 0.009339 0.002283
36 Kab. Serdang Begadai 42% 24.64 0.87 27.89 0 605583 3.85 12 22 0.005021 0.011478
37 Kab. Simalungun 51% 25.31 0.9 28.28 0 833251 4.61 23 11 0.001064 0.010639
38 Kab. Tapanuli Selatan 48% 24.96 0.91 28.21 0 268824 3.81 24 10 0.002914 0.002019
39 Kab. Tapanuli Tengah 46% 23.87 0.8 28.01 0 324006 3.97 13 35 0.005916 0.003158
40 Kab. Tapanuli Utara 44% 24.36 0.89 28.07 0 286118 4.08 13 20 0.001288 0.006041
41 Kota Binjai 40% 24.62 0.86 28.51 1 252263 3.3 14 11 0.002129 0.005752
42 Kota Medan 55% 27.82 0.63 30.84 1 2123210 4.16 49 33 0.041768 0.00429
43
Kota Padang
Sidimpuan 52% 24.28 0.9 27.36 1 204615 3.47 16 14 0.001019 0.004328
44 Kota Pematang Siantar 51% 24.84 0.89 28.49 1 237434 3.76 27 16 0.001254 0.005662
45 Kota Sibolga 49% 24.11 0.91 27.96 1 85981 3.09 14 11 0.013169 0.046116
46 Kota Tebing Tinggi 49% 24.7 0.81 27.12 1 149065 3.43 25 17 0.001059 0.007147
47 Kab. Pesisir Selatan 46% 24.59 0.95 27.99 0 442681 3.71 45 15 0.001194 0.126695
48 Kab. Agam 49% 24.63 0.94 28.66 0 468970 3.76 43 13 0.000502 0.001485
144
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
49 Kab. Dharmasraya 53% 24.22 0.93 27.91 0 210686 3.66 32 17 0.004493 0.010537
50 Kab. Kep. Mentawai 36% 24.22 0.95 28 0 81840 3.61 19 16 0.00232 0.000419
51 Kab. Lima Puluh Kota 42% 24.22 0.96 28.18 0 361645 3.78 22 37 0.013418 0.000672
52 Kab. Padang Pariaman 51% 24.48 0.94 27.47 0 400890 3.81 21 56 0.005656 0.001798
53 Kab. Pasaman 47% 24.55 0.93 28.35 0 263838 3.66 29 36 0.002258 0.003446
54 Kab. Pasaman Barat 49% 24.33 0.94 28.29 0 392907 3.78 38 31 0.001873 0.000108
55 Kab. Sijunjung 46% 24.36 0.94 28.16 0 214560 3.56 53 43 0.00063 0.003784
56 Kab. Solok 39% 24.17 0.96 27.98 0 358383 3.74 19 22 0.000702 0.000733
57 Kab. Solok Selatan 45% 23.82 0.95 27.91 0 153943 3.56 37 29 0.021213 0.000522
58 Kab. Tanah Datar 50% 24.85 0.93 27.59 0 342864 3.66 50 20 0.002558 0.000616
59 Kota Bukit Tinggi 46% 24.73 0.9 28.24 1 118260 3.47 53 26 0.003334 0.159169
60 Kota Padang 47% 26.2 0.86 29.28 1 876670 3.99 47 82 0.002908 0.002289
61 Kota Padang Panjang 45% 24.45 0.9 27.46 1 49536 3.37 25 37 0.002859 0.001385
62 Kota Pariaman 46% 23.75 0.96 27.7 1 82636 3.37 13 32 0.003718 0.006422
63 Kota Payakumbuh 41% 24.72 0.9 27.72 1 123654 3.37 37 37 0.019213 0.008281
64 Kota Sawahlunto 49% 24.34 0.91 27.55 1 58972 3.4 51 19 0.038548 0.002263
65 Kota Solok 42% 23.91 0.94 27.93 1 63541 3.69 32 13 0.000686 0.002753
66 Kab. Kampar 46% 25.79 0.93 29.45 0 766351 4.01 38 38 0.001265 0.06484
67 Kab. Kep. Meranti 46% 24.42 0.93 28.74 0 183912 3.61 40 20 0.002404 0.006119
68 Kab. Kuantan Singingi 48% 24.56 0.94 28.89 0 317265 3.69 26 13 0.001112 0.000503
69 Kab. Pelalawan 43% 24.99 0.94 28.95 0 352207 3.81 16 30 0.013886 0.005362
70 Kab. Rokan Hulu 44% 24.76 0.94 28.8 0 543786 3.95 24 40 0.002455 0.002621
71 Kab. Siak 54% 26.58 0.85 29.99 0 421477 3.81 52 36 0.002498 0.001002
72 Kota Dumai 46% 25.78 0.86 28.86 1 280027 3.56 25 56 0.003293 0.002767
73 Kota Pekanbaru 53% 26.64 0.81 29.52 1 999031 3.74 42 51 0.001033 0.001041
145
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
74 Kab. Batang Hari 41% 24.65 0.95 28.33 0 258016 4.01 24 18 0.006731 0.005499
75 Kab. Bungo 54% 25.11 0.91 28.3 0 329934 4.09 56 26 0.000627 0.004007
76 Kab. Kerinci 52% 24.32 0.94 28.15 0 236762 3.91 67 30 0.002825 0.00166
77 Kab. Merangin 46% 24.52 0.93 28.33 0 358530 4.17 48 33 0.004838 0.002746
78 Kab. Muaro Jambi 47% 24.61 0.94 28.33 0 376619 3.91 49 12 0.000721 0.002513
79 Kab. Sarolangun 45% 24.17 0.96 28.5 0 267549 3.91 47 30 0.002336 0.001674
80
Kab. Tanjung Jabung
Barat 51% 24.72 0.94 28.85 0 301469 4.28 20 23 0.002813 0.002727
81
Kab. Tanjung Jabung
Timur 56% 24.12 0.95 28.46 0 212218 3.83 22 54 0.003337 0.002037
82 Kab. Tebo 53% 24.26 0.96 28.55 0 321641 3.87 41 16 0.00308 0.053446
83 Kota Jambi 45% 25.73 0.86 28.67 1 569331 3.66 17 32 0.001902 0.001984
84 Kota Sungai Penuh 47% 23.91 0.93 27.53 1 84965 4.3 33 12 0.001182 0.013358
85 Kab. Banyuasin 39% 25.12 0.88 28.88 0 788300 3.91 35 15 0.000423 0.000864
86 Kab. Empat Lawang 48% 23.91 0.96 27.8 0 231700 3.71 33 16 0.010185 0.012882
87 Kab. Lahat 46% 25.08 0.89 28.59 0 384600 4.09 29 16 0.001418 0.002795
88 Kab. Muara Enim 51% 25.55 0.9 29.17 0 581600 4.13 28 39 0.007047 0.00362
89 Kab. Musi Banyuasin 48% 25.45 0.95 29.85 0 592400 3.95 59 37 0.001448 0.000308
90 Kab. Musi Rawas 46% 25.05 0.93 29.13 0 373700 4.08 32 23 0.006157 0.00104
91 Kab. Ogan Ilir 45% 23.82 0.93 28.42 0 398300 3.47 20 19 0.00449 0.010689
92
Kab. Ogan Komering
Ilir 47% 24.95 0.86 28.86 0 764900 4.11 34 23 0.008233 0.000462
93
Kab. Ogan Komering
ulu 47% 24.52 0.8 28.92 0 340000 3.93 22 35 0.003673 0.00178
94 Kab. OKU Selatan 45% 23.85 0.93 28.5 0 334700 4.13 22 27 0.003433 0.002168
95 Kab. OKU Timur 48% 24.53 0.84 28.22 0 634700 4.09 23 18 0.002674 0.001446
96 Kota Lubuk Linggau 47% 24.45 0.9 28.2 1 213000 3.66 18 16 0.000759 0.001149
146
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
97 Kota Pagar Alam 42% 24.11 0.93 28.21 1 131100 3.5 25 36 0.005111 0.026542
98 Kota Palembang 47% 27.05 0.75 29.45 1 1535900 3.95 63 51 0.001936 0.003712
99 Kota Prabumulih 51% 24.66 0.86 28.41 1 171800 3.58 23 15 0.004967 0.002292
100 Kab. Bengkulu Selatan 44% 23.96 0.95 27.79 0 148854 3.74 16 10 0.00015 0.006117
101
Kab. Bengkulu
Tengah 38% 22.89 0.97 27.46 0 104179 3.71 21 23 0.000728 0.007192
102 Kab. Bengkulu Utara 34% 24.13 0.96 28.35 0 275858 3.89 28 5 0 0
103 Kab. Kaur 46% 23.06 0.98 27.62 0 112894 3.76 13 22 0.000955 0.000977
104 Kab. Kepahiang 51% 23.69 0.96 28.07 0 129706 3.83 10 24 0.031549 0.007408
105 Kab. Lebong 40% 23.28 0.97 28.04 0 105421 3.69 31 17 0.009562 0.00406
106 Kab. Mukomuko 35% 23.73 0.9 27.93 0 168654 3.78 6 8 0.000356 0.005126
107 Kab. Rejang Lebong 51% 24.42 0.94 28.11 0 253020 3.78 12 30 0.021177 0.015097
108 Kab. Seluma 38% 23.54 0.97 27.95 0 181242 4.25 20 28 0.001353 0.004603
109 Kota Bengkulu 50% 24.75 0.92 28.26 1 334529 3.69 32 30 0.017046 0.033051
110 Kab. Tanggamus 44% 23.82 0.84 28.21 0 560322 3.91 19 21 0.000655 0.001325
111 Kab. Tulang Bawang 51% 24.31 0.94 28.65 0 417782 3.69 34 22 0.009567 0.000963
112
Kab. Tulang Bawang
Barat 45% 23.06 0.93 27.3 0 259674 3.81 13 19 0.0022 0.009471
113 Kab. Lampung Barat 46% 24.24 0.92 28.44 0 287588 4.04 8 23 0.000581 0.010971
114 Kab. Lampung Selatan 48% 25.33 0.89 28.5 0 950844 3.78 36 21 0.007763 0.002914
115 Kab. Lampung Tengah 47% 25.13 0.95 28.69 0 1214720 4.14 17 23 0.002492 0.005465
116 Kab. Lampung Timur 45% 24.42 0.97 28.43 0 988277 4.13 14 25 0.001409 0.003131
117 Kab. Lampung Utara 45% 24.57 0.96 28.57 0 598924 4.06 16 29 0.312295 0.001892
118 Kab. Mesuji 45% 23.25 0.94 27.21 0 192759 3.74 12 18 0.002015 0.00769
119 Kab. Pesawaran 46% 23.97 0.97 27.58 0 416372 3.71 17 43 0.003955 0.001026
120 Kab. Pringsewu 48% 24.28 0.93 27.8 0 379190 3.69 23 23 0.002175 0.001827
147
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
121 Kab. Way Kanan 52% 23.94 0.97 28.46 0 423195 3.78 19 25 0.001354 0.001862
122 Kota Bandar Lampung 45% 26.61 0.75 28.78 1 942039 3.22 36 32 0.003932 0.00171
123 Kota Metro 54% 25.01 0.88 28.36 1 153517 3.53 15 17 0.000377 0.002079
124 Kab. Bangka 35% 24.87 0.92 28.27 0 298013 3.89 25 20 0.000262 0.001568
125 Kab. Bangka Barat 43% 24.54 0.9 28.15 0 188271 3.5 11 20 0.001003 0.000495
126 Kab. Bangka Selatan 34% 23.74 0.96 28.1 0 185514 3.69 9 33 0.000358 0.001381
127 Kab. Bangka Tengah 44% 24.45 0.87 27.89 0 173346 3.5 18 16 0.00138 0.012484
128 Kab. Belitung 39% 25.26 0.83 28.27 0 167602 4.33 13 26 0.000459 0.001765
129 Kab. Belitung Timur 45% 24.77 0.84 28 0 114469 3.71 41 15 0.002648 0.015697
130 Kota Pangkal Pinang 42% 25.25 0.86 28.29 1 187908 3.5 12 60 0.00312 0.001123
131 Kab. Bintan 61% 25.64 0.81 28.65 0 149120 3.64 36 22 0.00033 0.000386
132 Kab. Karimun 67% 26.33 0.67 28.42 0 220882 3.69 53 45 0.000144 0
133 Kab. Kep. Anambas 63% 24.16 0.94 27.95 0 39374 3.5 34 18 4.26E-05 0
134 Kab. Lingga 53% 24.11 0.93 28.04 0 87867 3.78 21 28 0.000565 0.000683
135 Kab. Natuna 60% 24.46 0.95 28.84 0 72527 3.74 29 34 0.001065 0.000495
136 Kota Batam 47% 27.13 0.6 28.9 1 1094623 3.81 54 23 5.41E-05 3.92E-05
137 Kota Tanjung Pinang 49% 25.38 0.86 28.1 1 196980 4.14 58 43 0.000138 0.000676
138 Kab. Bandung 53% 26.95 0.81 29.65 0 3405475 4.28 41 51 0.000691 0.005518
139 Kab. Bandung Barat 49% 25.96 0.82 28.55 0 1588781 3.76 21 26 0.007896 0.001007
140 Kab. Bekasi 51% 27.77 0.61 29.75 0 3002112 4.09 10 36 6.77E-05 0.001596
141 Kab. Bogor 48% 27.86 0.66 30.34 0 5202097 4.36 15 23 0.001528 0.002047
142 Kab. Ciamis 53% 25.49 0.87 29.12 0 1541600 4.29 16 32 0.000191 0.000201
143 Kab. Cianjur 47% 26.31 0.85 29.11 0 2225313 4.41 36 30 0.00172 0.000546
144 Kab. Cirebon 48% 26.25 0.83 28.79 0 2093075 4.28 17 21 0.000486 0.003707
145 Kab. Garut 54% 26.21 0.87 28.9 0 2502410 4.33 13 25 0.001397 0.001376
148
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
146 Kab. Indramayu 51% 25.89 0.84 29.05 0 1672683 4.16 16 38 0.000256 0.004615
147 Kab. Karawang 49% 27.22 0.74 29.2 0 2225383 4.28 25 37 0.003646 0.001501
148 Kab. Kuningan 43% 25.45 0.87 28.86 0 1042789 4.41 38 19 0.000484 0.000235
149 Kab. Majalengka 49% 25.68 0.82 28.94 0 1170505 3.97 21 21 0.002689 0.00077
150 Kab. Purwakarta 38% 25.88 0.83 28.22 0 898001 3.81 41 24 0.001686 0.001202
151 Kab. Subang 42% 25.69 0.92 28.99 0 1496886 4.26 15 11 0.000843 0.001195
152 Kab. Sukabumi 49% 26.33 0.83 29.08 0 2408417 4.45 12 15 0.000566 0.003281
153 Kab. Sumedang 49% 25.97 0.87 28.58 0 1125125 4.16 24 37 0.001298 0.001232
154 Kab. Tasikmalaya 44% 24.98 0.82 28.82 0 1720123 4.22 14 21 0.000878 0.00177
155 Kota Bandung 47% 28 0.65 30.77 1 2458503 4.14 45 44 0.003089 0.001291
156 Kota Banjar 48% 24.98 0.89 28.06 1 179706 3.26 13 8 0.021468 0.00055
157 Kota Bekasi 51% 27.6 0.64 29.59 1 2570397 3.76 24 18 0.000291 0.001815
158 Kota Bogor 40% 26.86 0.69 29.32 1 1013019 3.61 30 40 0.000911 0.000375
159 Kota Cimahi 38% 25.98 0.78 28.31 1 570991 3.69 53 17 0.000799 0.002386
160 Kota Cirebon 46% 26.05 0.77 28.67 1 301728 4.01 32 42 0.001586 0.000753
161 Kota Depok 44% 27.09 0.69 29.57 1 1962182 3.74 11 29 0.000607 0.001773
162 Kota Sukabumi 47% 25.89 0.76 28.07 1 311822 3.5 27 30 0.000296 0.008298
163 Kota Tasikmalaya 39% 25.88 0.72 28.84 1 651676 3.56 53 21 0.000272 0.004043
164 Kab. Demak 50% 25.65 0.9 28.61 0 1094472 4.58 26 15 0.000145 0.000375
165 Kab. Banjarnegara 54% 25.32 0.87 29.07 0 889921 4.2 23 30 0.000497 0.000548
166 Kab. Banyumas 51% 26.45 0.83 29.37 0 1605579 4.47 44 6 0.000171 0.000001
167 Kab. Batang 53% 25.69 0.83 28.48 0 729616 4.13 23 12 3.72E-05 0.000932
168 Kab. Blora 49% 25.28 0.88 28.46 0 844444 3.89 30 18 0.002188 0.00016
169 Kab. Boyolali 47% 25.8 0.87 28.57 0 951817 3.89 24 14 0.000165 0.000812
170 Kab. Brebes 58% 25.62 0.88 28.61 0 1764648 3.95 21 55 0.018921 0.000867
149
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
171 Kab. Cilacap 55% 26.35 0.87 28.94 0 1676089 5.19 27 38 0.00021 0.000423
172 Kab. Grobogan 56% 25.69 0.88 28.49 0 1336304 4.08 30 29 0.000555 0.000123
173 Kab. Jepara 55% 25.62 0.9 29.1 0 1153213 4.16 12 9 0.001033 0.00569
174 Kab. Karanganyar 55% 25.81 0.87 28.55 0 840171 4.13 29 31 0.000161 0.000371
175 Kab. Kebumen 56% 25.6 0.92 28.81 0 1176722 4.04 55 20 0.001434 0.008407
176 Kab. Kendal 49% 25.64 0.84 28.74 0 926812 3.95 33 27 0.002328 0.000666
177 Kab. Klaten 57% 25.47 0.91 29.47 0 1148994 4.09 28 26 0.001006 0.001651
178 Kab. Kudus 57% 25.7 0.85 28.86 0 810810 3.83 25 10 0.002334 0.000449
179 Kab. Kab. Magelang 55% 25.88 0.86 28.6 0 1221681 4.03 27 43 4.02E-05 0.000404
180 Kab. Pati 48% 25.85 0.84 28.34 0 1221681 4.01 18 18 0 6.81E-05
181 Kab. Pekalongan 55% 25.72 0.88 28.54 0 861082 3.87 17 16 0.000403 0.000376
182 Kab. Pemalang 54% 25.64 0.88 28.63 0 1279596 3.87 13 19 4.48E-05 0.001091
183 Kab. Purbalingga 54% 25.53 0.89 28.38 0 879880 5.14 45 37 0.000865 0.000709
184 Kab. Purworejo 49% 25.57 0.9 28.42 0 705483 4.22 16 25 0.000237 0.000361
185 Kab. Rembang 56% 25.57 0.79 28.17 0 608903 3.69 13 24 0.002603 0.000731
186 Kab. Semarang 64% 26.1 0.83 28.42 0 974092 4.29 14 9 0.000123 0.000119
187 Kab. Sragen 41% 25.71 0.88 28.49 0 871989 3.97 30 21 3.08E-05 0.00015
188 Kab. Sukoharjo 44% 25.99 0.81 28.26 0 849506 4.08 16 26 0.00064 0.000178
189 Kab. Tegal 53% 25.77 0.86 28.56 0 1415009 3.99 30 26 0.00034 0.001198
190 Kab. Temanggung 56% 25.35 0.88 28.64 0 731911 4.26 28 28 0.000292 4.24E-05
191 Kab. Wonogiri 54% 25.44 0.9 28.97 0 942377 4.08 27 26 1.16E-05 0.000401
192 Kab. Wonosobo 59% 25.41 0.83 28.53 0 769318 4.29 32 19 5.15E-05 0.000727
193 Kota Magelang 49% 25.4 0.83 28.38 1 119935 3.83 29 29 0.000105 0.001109
194 Kota Pekalongan 54% 25.46 0.8 28.44 1 290870 4.3 30 26 7.53E-05 0.000607
195 Kota Salatiga 53% 25.39 0.82 28.2 1 178594 3.26 28 13 9.96E-05 0.000309
150
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
196 Kota Semarang 48% 27.55 0.64 29.64 1 1644800 3.95 41 26 0.000111 0.000855
197 Kota Surakarta 51% 26.42 0.77 29.59 1 507825 3.53 13 32 5.01E-05 0.001999
198 Kota Tegal 57% 25.9 0.73 28.33 1 243860 3.99 12 36 0.00056 0.000276
199 Kab. Bantul 51% 26.14 0.83 28.8 0 947066 3.74 37 12 1.43E-05 0.000453
200 Kab. Gunung Kidul 49% 25.15 0.9 28.23 0 700192 3.83 24 43 0.000927 0
201 Kab. Kulon Progo 55% 25.29 0.88 28.03 0 403203 3.74 23 36 5.46E-05 2.03E-05
202 Kab. Sleman 43% 26.83 0.76 28.96 0 1141684 3.87 20 51 0.000443 0.003091
203 Kota Yogyakarta 55% 26.67 0.7 29.09 1 402709 4.52 51 65 0.001756 0.00042
204 Kab. Bangkalan 50% 25.25 0.85 28.5 0 937497 4.3 14 7 0.001276 0.00103
205 Kab. Banyuwangi 45% 25.93 0.89 28.59 0 1582586 4.49 21 25 0.000127 0.000172
206 Kab. Blitar 52% 25.47 0.9 28.69 0 1136701 4.38 12 37 6.97E-05 0.000397
207 Kab. Bojonegoro 51% 26.1 0.88 29.15 0 1227704 4.16 26 11 0.002421 0.001564
208 Kab. Bondowoso 59% 25.1 0.88 28.43 0 752791 3.97 16 37 0.000159 0.000565
209 Kab. Gresik 54% 26.94 0.72 29.33 0 1227101 3.87 25 16 0.000456 0.037018
210 Kab. Jember 43% 26.45 0.86 29.26 0 2381400 4.58 18 41 0.000212 0.000851
211 Kab. Jombang 50% 25.94 0.87 29.03 0 1230881 3.93 9 36 0.000665 9.12E-05
212 Kab. Kediri 58% 26.04 0.88 28.82 0 1530504 4.2 21 53 0.000671 0.000191
213 Kab. Lamongan 51% 25.81 0.87 28.92 0 1186382 4.14 12 46 0.002473 0.009383
214 Kab. Lumajang 52% 25.45 0.9 28.46 0 1023818 4.62 19 43 0.000187 0.000794
215 Kab. Kab. Madiun 51% 25.15 0.91 29.29 0 671883 3.87 22 27 0.002674 0.000328
216 Kab. Magetan 54% 25.2 0.93 28.61 0 625703 3.89 16 25 0 0.000443
217 Kab. Malang 55% 26.29 0.87 29.41 0 2508698 3.4 20 68 0.000559 0.000254
218 Kab. Mojokerto 51% 26.11 0.81 28.91 0 1057808 3.93 37 36 0.000249 0.016966
219 Kab. Nganjuk 55% 25.75 0.9 28.28 0 1033597 4.28 7 13 0 0.000262
220 Kab. Ngawi 53% 25.19 0.73 28.54 0 824587 4.01 16 34 0.000661 0.000652
151
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
221 Kab. Pacitan 56% 24.87 0.91 28.07 0 547917 3.87 15 6 0.023878 1.88E-05
222 Kab. Pamekasan 58% 25.22 0.89 28.56 0 827407 3.76 14 39 0.000198 0.001088
223 Kab. Pasuruan 51% 26.35 0.83 28.73 0 1556711 3.89 19 28 0.000545 0.000472
224 Kab. Ponorogo 55% 25.62 0.9 28.63 0 863890 3.91 12 17 0.000235 0.00066
225 Kab. Probolinggo 44% 25.41 0.9 28.57 0 1123204 4.22 22 25 0.001023 0.001327
226 Kab. Sampang 54% 24.92 0.91 28.94 0 913499 3.89 22 10 0.002267 0.002067
227 Kab. Sidoarjo 52% 27.48 0.67 29.8 0 2048986 3.87 11 14 0.000415 0.006608
228 Kab. Situbondo 52% 25.08 0.91 28.36 0 660702 3.99 14 22 5.31E-05 8.33E-05
229 Kab. Sumenep 62% 25.3 0.92 28.73 0 1061211 4.2 9 12 0.001866 0.001495
230 Kab. Trenggalek 51% 25.08 0.91 28.29 0 683791 3.85 17 20 0.000206 0.000604
231 Kab. Tuban 54% 26.15 0.84 28.94 0 1141497 3.78 21 31 0.001747 0.000487
232 Kab. Tulungagung 53% 25.89 0.87 28.39 0 1009411 3.93 23 40 0.000111 0.000516
233 Kota Batu 46% 24.81 0.89 27.81 1 196189 3.69 10 33 0.005121 0.017907
234 Kota blitar 45% 25.01 0.88 28.27 1 135702 4.3 31 41 0.000332 0.007205
235 Kota Kediri 50% 25.7 0.85 28.65 1 276619 3.3 24 26 0.014514 0.001507
236 Kota Madiun 40% 25.29 0.88 28.76 1 174114 3.37 7 16 0.00205 0
237 Kota Malang 49% 26.48 0.76 29.29 1 840803 4.62 28 16 0.000213 0.000549
238 Kota Mojokerto 46% 25.04 0.86 28.14 1 123806 3.37 8 28 0.000139 0.006482
239 Kota Pasuruan 48% 24.91 0.89 27.96 1 192285 3.4 25 12 0.006523 0.001708
240 Kota Probolinggo 41% 25.08 0.87 28.11 1 223881 3.69 26 9 0.000512 0.001284
241 Kota Surabaya 54% 28.66 0.47 31.25 1 2821929 4.3 38 18 0.000673 0.001186
242 Kab. Lebak 49% 25.64 0.91 29.23 0 1247906 4.14 17 53 0.000651 0.00257
243 Kab. Pandeglang 51% 25.11 0.95 28.52 0 1183006 4.38 22 26 0.01863 0.000471
244 Kab. Serang 48% 26.76 0.74 28.97 0 1450894 4.04 19 31 0.002939 0.002591
245 Kab. Tangerang 48% 27.83 0.59 29.77 0 3157780 4.11 37 46 0.000753 0.001794
152
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
246 Kota Cilegon 47% 26.4 0.73 28.67 1 398304 3.66 30 22 0.001892 0.002207
247 Kota Serang 42% 24.9 0.91 28.1 1 618802 3.47 27 35 0.006386 0.007098
248 Kota Tangerang 48% 27.43 0.68 29.47 1 1952396 3.74 36 31 0.001439 0.018913
249 Kota Tang-sel 46% 27.31 0.61 29.09 1 1443403 3.64 27 24 0.009978 0.003222
250 Kab. Badung 56% 28.45 0.22 29.56 0 589000 3.97 32 50 0.000656 0.017381
251 Kab. Bangli 46% 24.76 0.92 27.29 0 220000 3.64 17 31 0.000326 0.000406
252 Kab. Buleleng 47% 25.8 0.88 27.95 0 638300 3.64 25 40 0.001693 0.003227
253 Kab. Gianyar 51% 26.49 0.74 28.03 0 486000 3.58 18 33 0.001279 0.000589
254 Kab. Jembrana 42% 24.95 0.91 28.07 0 268000 3.64 10 20 0.000906 0.001015
255 Kab. Karangasem 49% 25.85 0.83 27.8 0 404300 3.74 26 33 0.000379 0.001607
256 Kab. Klungkung 45% 24.93 0.9 27.33 0 173900 3.58 14 33 0.000697 0.000301
257 Kab. Tabanan 53% 26.27 0.79 28.54 0 430600 3.74 24 53 0.001795 0.000861
258 Kota Denpasar 52% 27.21 0.57 28.83 1 846200 3.64 58 45 0.001744 0.004858
259 Kab. Bima 52% 24.65 0.83 28.35 0 450976 4.01 25 41 0.001628 0.002365
260 Kab. Dompu 52% 24.04 0.95 27.69 0 226218 3.64 18 43 0.001466 0.001344
261 Kab. Lombok Barat 56% 25.42 0.86 27.88 0 620412 3.74 28 38 0.000637 0.0065
262 Kab. Lombok Tengah 48% 25.54 0.9 28.53 0 881686 3.74 14 28 0.000438 0.000161
263 Kab. Lombok Timur 48% 25.3 0.93 28.54 0 1130365 3.91 34 34 0.000109 0.000876
264 Kab. Lombok Utara 47% 24.63 0.9 27.41 0 205064 3.3 20 25 0.002222 0.000863
265 Kab. Sumbawa Barat 49% 24.05 0.82 28.14 0 121167 3.56 31 18 0.006306 0.008516
266 Kab. Sumbawa 53% 24.94 0.93 28.45 0 426128 4.01 19 13 0.013211 0.001241
267 Kota Bima 51% 23.48 0.97 27.65 1 148645 4.29 28 45 0.001058 0.006358
268 Kota Mataram 45% 25.66 0.83 28.59 1 419641 3.69 28 44 0.000576 0.000655
269
Kab. Timor Tengah
Selatan 54% 24.32 0.96 28.01 0 451922 4.17 16 25 0.00152 0.007622
270 Kab. Ngada 51% 24.14 0.94 27.89 0 150186 4.04 19 20 0.026101 0.017457
153
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
271 Kab. Sabu Raijua 48% 23.4 0.96 27.07 0 80897 3.83 14 18 0.00655 0.044095
272 Kab. Sumba Timur 50% 24.41 0.94 28.27 0 240190 4.29 30 18 0.003304 0.000668
273 Kab. Sumba Barat 48% 23.9 0.94 27.79 0 117787 4.01 19 23 0.004246 0.000913
274 Kab. Sikka 46% 24.64 0.85 27.9 0 309008 3.64 29 32 0.001648 0.003887
275 Kab. Manggarai Barat 44% 24.25 0.93 28.12 0 240905 4.39 13 35 0.005715 0.006746
276 Kab. Rote Ndao 44% 23.59 0.96 27.81 0 137182 3.99 24 18 0.026259 0.023522
277 Kab. Ende 49% 24.47 0.94 27.99 0 266909 4.37 38 18 0.000826 0.001919
278 Kab. Flores Timur 51% 24.14 0.95 27.95 0 241590 3.95 31 17 0.003186 0.000691
279 Kota Kupang 41% 25.11 0.9 28.29 1 368199 3.78 15 70 0.007023 0.00291
280 Kab. Bengkayang 42% 23.85 0.93 28.17 0 228771 3.89 15 21 0.0007 0.001092
281 Kab. Kapuas Hulu 52% 24.16 0.95 28.68 0 236136 4.03 18 9 0.000732 0.00216
282 Kab. Kayong Utara 42% 23.12 0.96 27.53 0 101529 3.53 8 8 0.000379 0.001306
283 Kab. Ketapang 42% 25.6 0.91 29.1 0 455751 4.09 42 27 0.000284 0.00067
284 Kab. Kubu Raya 48% 24.89 0.84 28.04 0 529320 3.69 26 28 0.000603 0.000485
285 Kab. Landak 43% 24.25 0.86 28.54 0 347504 3.78 22 14 0.004047 0.002274
286 Kab. Melawi 48% 23.73 0.96 28.04 0 189061 3.64 18 12 0.001973 0.03684
287 Kab. Kab. Pontianak 56% 24.44 0.93 27.86 0 587169 3.64 28 21 0.004535 0.006945
288 Kab. Sambas 54% 24.56 0.93 28.39 0 515571 3.91 15 11 2.85E-05 0.000946
289 Kab. Sanggau 42% 24.84 0.93 27.98 0 431175 3.83 8 10 0.00273 0.001436
290 Kab. Sekadau 69% 24.29 0.91 28.04 0 190048 3.5 10 8 0.001506 0.003492
291 Kab. Sintang 51% 24.93 0.92 28.07 0 384692 3.76 33 18 0.001127 0.000563
292 Kota Pontianak 51% 26.3 0.78 28.94 1 587169 3.58 17 27 4.18E-05 0.00637
293 Kota Singkawang 44% 24.66 0.91 28.1 1 198742 3.47 27 30 0 0.086369
294 Kab. Barito Selatan 48% 23.94 0.95 28.02 0 129200 3.69 15 18 0.001747 0.002442
295 Kab. Barito Timur 50% 23.48 0.95 27.64 0 107300 3.58 38 51 0.006806 0.011719
154
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
296 Kab. Barito Utara 52% 24.26 0.94 28.49 0 125400 3.66 36 20 0.002981 0.001869
297 Kab. Gunung Mas 45% 23.93 0.95 28.29 0 104900 3.66 29 14 0.006637 0.000452
298 Kab. Kapuas 43% 24.55 0.95 28.67 0 341600 3.93 29 14 0.001242 0.002155
299 Kab. Katingan 51% 24.34 0.93 28.73 0 155100 3.71 24 19 0.004353 0.008518
300 Kab. Lamandau 50% 23.64 0.94 28.15 0 69700 3.64 14 21 0.005486 0.010657
301 Kab. Murung Raya 44% 23.96 0.97 28.63 0 105100 3.58 30 22 0.001155 0.012733
302 Kab. Pulang Pisau 44% 23.58 0.96 28.49 0 123300 3.53 36 27 0.025438 0.004691
303 Kab. Sukamara 46% 23.6 0.95 28.27 0 51500 3.33 37 21 0.001024 0.001442
304 Kab. Balangan 45% 24.15 0.91 28.27 0 119171 3.64 20 18 0.001546 0.00056
305 Kab. Banjar 51% 25.97 0.84 28.74 0 536328 4.25 23 31 0.0016 0.000228
306 Kab. Barito Kuala 56% 24.3 0.93 28.41 0 289995 3.83 12 25 0.000988 0.001012
307
Kab. Hulu Sungai
Selatan 48% 24.73 0.93 28.47 0 221614 3.69 11 20 0.000155 0.001828
308
Kab. Hulu Sungai
tengah 47% 24.61 0.94 28.43 0 253868 3.64 13 25 0.000469 0.001106
309
Kab. Hulu Sungai
Utara 52% 24.55 0.87 28.23 0 219210 3.58 18 52 0.00159 0.001509
310 Kab. Kotabaru 53% 25.32 0.87 28.71 0 308730 4.04 18 24 0.003613 0.002116
311 Kab. Tabalong 50% 24.99 0.92 28.56 0 231718 4.26 25 37 0.020409 0.00112
312 Kab. Tanah Bumbu 55% 25.16 0.79 28.79 0 306185 3.89 28 44 0.01332 0.000471
313 Kab. Tanah Laut 49% 25.36 0.83 28.69 0 313725 3.85 49 38 0.000892 0.001342
314 Kab. Tapin 51% 24.34 0.93 28.35 0 176468 3.78 17 12 0.002448 0.000857
315 Kota Banjabaru 47% 25.1 0.9 28.36 1 220695 3.53 20 23 0.00349 0.015709
316 Kota Banjarmasin 53% 25.84 0.87 28.86 1 656778 3.5 34 80 0.009263 0.000309
317 Kab. Berau 51% 25.91 0.86 29.5 0 197388 4.06 18 30 0.001388 0.0017
318 Kab. Bulungan 48% 25.26 0.84 29.4 0 123000 3.95 13 16 0.001351 0.006166
155
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
319 Kab. Malinau 45% 25.28 0.88 29.39 0 71500 3.99 30 16 0.00284 0.001249
320 Kab. Nunukan 45% 25.28 0.87 29.46 0 162700 4.04 17 20 0.000874 0.003197
321 Kab. Paser 59% 25.3 0.82 29.44 0 249991 3.78 48 22 0.012044 0.007333
322
Kab. Penajam Paser
Utara 46% 24.66 0.91 29.09 0 150205 3.99 17 15 0.001639 0.001995
323 Kota Balikpapan 46% 26.88 0.81 29.57 1 594322 4.25 29 50 0.002536 0.000641
324 Kota Bontang 47% 25.56 0.85 29.22 1 155880 3.81 21 11 0.00055 0.013611
325 Kota Samarinda 49% 26.55 0.63 29.98 1 805688 4.61 20 23 0.002148 0.001103
326 Kota Tarakan 42% 25.27 0.84 29.59 1 218800 3.93 20 34 0.000259 0.000647
327
Kab. Bolaang
Mongondow 39% 23.74 0.96 27.62 0 224400 4.01 69 39 0.014582 0.007314
328
Kab. Bolaang
Mongondow Selatan 48% 22.71 0.98 27.12 0 59908 3.56 31 36 0.152872 0.014491
329
Kab. Bolaang
Mongondow Timur 39% 22.84 0.97 27.13 0 66677 3.78 43 33 0.004267 0.002826
330
Kab. Bolaang
Mongondow Utara 42% 22.95 0.93 27.4 0 71570 3.74 30 32 0.010014 0.007617
331
Kab. Kepulauan
Sangihe 53% 24.19 0.95 27.83 0 129008 3.99 19 26 0.004827 0.003807
332 Kab. Kepulauan Sitaro 51% 23.34 0.97 27.57 0 64744 3.76 13 23 0.0067 0.004872
333
Kab. Kepulauan
Talaud 52% 23.23 0.98 27.76 0 85984 3.37 35 23 0.014807 0.008869
334 Kab. Minahasa 51% 24.19 0.96 27.85 0 319945 3.87 59 38 0.009017 0.006116
335 Kab. Minahasa Utara 44% 24.31 0.85 27.68 0 196842 4.03 47 19 0.005272 0.003748
336 Kota Bitung 44% 24.73 0.92 27.81 1 198257 4.55 23 35 0.009698 0.00235
337 Kota Kotamobagu 44% 23.4 0.97 27.67 1 109141 2.71 25 39 0.210892 0.011853
338 Kota Tomohon 39% 23.36 0.97 27.7 1 95157 3.85 43 41 0.009204 0.003351
339 Kab. Banggai 42% 24.96 0.93 28.21 0 342698 3.81 21 10 0.003134 0.003822
156
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
340
Kab. Banggai
Kepulauan 52% 23.39 0.97 28.15 0 113025 3.89 13 13 0.002394 0.004084
341 Kab. Buol 54% 24.12 0.94 27.87 0 142585 4.38 21 27 0.00838 0.018399
342 Kab. Donggala 46% 24.45 0.94 28.13 0 287921 4.01 15 17 0.000825 0.005576
343 Kab. Morowali 49% 24.39 0.95 28.26 0 108873 3.43 18 34 0.00225 0.008164
344 Kab. Parigi Moutong 52% 24.24 0.96 28.12 0 441020 4.13 8 34 0.00194 0.006177
345 Kab. Poso 43% 24.23 0.95 28.13 0 225379 4.47 22 9 0.003701 0.00264
346 Kab. Sigi 46% 23.35 0.97 27.69 0 224214 3.74 17 30 0.004074 0.002082
347 Kab. Tojo Unauna 40% 24.1 0.95 28.06 0 143788 3.95 18 8 0.004831 0.005093
348 Kab. Toli-toli 56% 23.88 0.96 28.56 0 220612 3.99 16 19 0.003775 0.003059
349 Kota Palu 51% 25.64 0.81 28.19 1 356279 4.42 16 25 0.012837 0.020281
350 Kab. Bantaeng 53% 23.96 0.95 28 0 181006 3.58 25 16 0.002399 0.001492
351 Kab. Barru 54% 24.38 0.92 28.33 0 168302 4.53 28 14 0.001391 0.008948
352 Kab. Bone 47% 25.18 0.91 28.56 0 734119 4.25 24 34 0.000571 0.000169
353 Kab. Bulukumba 34% 24.36 0.89 27.72 0 404896 3.87 14 12 0.00055 0.001304
354 Kab. Enrekang 53% 23.78 0.94 27.98 0 196394 3.61 15 24 0.004076 0.001989
355 Kab. Gowa 55% 25.42 0.87 28.44 0 696096 3.87 9 23 0.000316 0.006008
356 Kab. Jeneponto 53% 23.53 0.95 28.08 0 351111 3.74 19 31 0.002751 0.009484
357 Kab. Luwu 42% 24.24 0.93 27.99 0 343793 3.95 25 24 0.004838 0.013848
358 Kab. Luwu Timur 40% 25.56 0.83 28.5 0 263012 3.04 10 11 0.00017 0.000424
359 Kab. Luwu Utara 47% 24.33 0.93 28.05 0 297313 3.95 29 15 0.002631 0.002103
360 Kab. Maros 53% 25.1 0.89 28.2 0 331796 3.91 35 33 0.004759 0.000442
361 Kab. Pangkep 54% 25.35 0.87 27.75 0 317110 3.99 10 19 0.003183 0.000777
362 Kab. Pinrang 55% 24.68 0.92 28.29 0 361293 3.78 12 20 0.002521 0.001067
363 Kab. Sidrap 41% 24.36 0.92 28.46 0 283307 3.78 11 32 0.004229 0.003647
364 Kab. Sinjai 51% 23.9 0.96 28.38 0 234886 3.69 21 19 0.000378 0.000778
157
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
365 Kab. Soppeng 49% 24.41 0.95 28.04 0 225512 3.58 13 34 0.002052 0.000377
366 Kab. Takalar 48% 24.42 0.94 27.96 0 280590 3.56 21 21 0.001178 0.004008
367 Kab. Tana Toraja 53% 24.38 0.92 28.02 0 226212 4.61 20 17 0.016746 0.001516
368 Kab. Toraja Utara 46% 23.71 0.96 27.46 0 222393 3.91 16 31 0.002186 0.001696
369 Kab. Wajo 42% 24.98 0.91 27.86 0 390603 3.87 75 30 0.002792 0.003345
370 Kota Makassar 50% 27.15 0.74 29.89 1 1408100 4.09 20 45 0.001021 0.001717
371 Kota Palopo 51% 24.67 0.9 27.9 1 160800 3.76 40 22 0.001296 0.015941
372 Kota Pare-pare 54% 25.01 0.87 28.25 1 135200 3.56 28 31 0.001307 0.005462
373 Kab. Bombana 46% 23.93 0.94 27.48 0 150186 4.3 23 39 0.001493 0.00105
374 Kab. Buton 48% 23.87 0.96 28.32 0 261727 5.35 41 15 0.002496 0.002751
375 Kab. Buton Utara 47% 23.01 0.94 27.7 0 57422 4.36 34 16 0.00519 0.001959
376 Kab. Kolaka 47% 24.6 0.94 28.56 0 223381 4.56 44 27 0.01939 0.019514
377 Kab. Kolaka Utara 52% 23.78 0.84 28.02 0 129953 4.41 24 49 0.002302 0.001273
378 Kab. Konawe 46% 23.92 0.96 28.31 0 223727 4.23 12 34 0.001493 0.003895
379 Kab. Konawe Selatan 47% 23.97 0.97 28.09 0 280595 4.32 16 22 0.00071 0.00854
380 Kab. Konawe Utara 50% 23.86 0.93 27.78 0 54752 4.01 32 37 0.021363 0.006011
381 Kab. Muna 50% 23.95 0.97 27.98 0 279928 4.61 56 17 0.003552 0.000594
382 Kab. Wakatobi 48% 23.69 0.96 27.91 0 95157 4.71 22 46 0.006209 0.003055
383 Kota Bau-bau 55% 24.29 0.94 27.84 1 145427 4.22 40 36 0.017063 0.010934
384 Kota Kendari 49% 25.28 0.89 28.91 1 314126 4.68 8 34 0.011055 0.002339
385 Kab. Boalemo 49% 23.9 0.94 27.7 0 141547 3.99 28 22 0.00058 0.005559
386 Kab. Bone Bolango 42% 23.76 0.95 27.6 0 148971 3.81 47 21 0.001546 0.000983
387 Kab. Gorontalo 49% 24.82 0.92 28.28 0 365781 4.03 31 26 0.00558 0.002268
388 Kab. Gorontalo Utara 47% 23.11 0.97 27.49 0 108324 3.66 39 20 0.00303 0.00797
389 Kab. Pohuwato 51% 24.32 0.93 27.85 0 139675 3.71 17 20 0.001964 0.002564
158
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
390 Kota Gorontalo 55% 25.3 0.85 28.03 1 193692 3.58 35 35 0.004326 0.001108
391 Kab. Mamuju 48% 24.16 0.88 28.13 0 252262 4.36 48 33 0.004567 0.001365
392 Kab. Majene 49% 23.81 0.96 27.85 0 158890 4.66 41 30 0.002949 0.004518
393 Kab. Polewali Mandar 52% 24.16 0.93 27.71 0 412122 3.81 29 32 0.001938 0.000587
394 Kab. Mamuju Utara 51% 23.46 0.93 27.52 0 148129 3.22 23 31 0.013375 0.006825
395 Kab. Buru 53% 23.11 0.97 27.69 0 120181 3.66 18 19 0.00904 0.007636
396 Kab. Maluku Tengah 39% 23.92 0.97 28.37 0 367177 3.97 19 62 0.007926 0.000993
397
Kab. Maluku
Tenggara 45% 23.95 0.88 27.79 0 98073 3.47 32 30 0.014912 0.003931
398
Kab. Maluku
Tenggara Barat 40% 23.79 0.96 27.75 0 108665 3.85 23 33 0.013419 0.013002
399 Kota Tual 48% 22.98 0.93 26.96 1 64032 3.56 42 36 0.015256 0.004808
400 Kab. Halmahera Barat 50% 23.05 0.98 27.42 0 106791 3.71 52 20 0.03385 0.040041
401
Kab. Halmahera
Selatan 51% 24.16 0.95 27.72 0 211682 3.4 47 61 0.014094 0.008989
402
Kab. Halmahera
Tengah 57% 24.09 0.94 27.87 0 47079 3.87 60 11 0.005296 0.026062
403
Kab. Halmahera
Timur 45% 25.28 0.84 28.08 0 80526 3.83 41 22 0.019426 0.019293
404 Kab. Halmahera Utara 42% 25.36 0.83 27.78 0 173117 4.01 62 20 0.023572 0.003114
405 Kab. Kep. Sula 41% 23.67 0.96 27.97 0 91406 4.01 45 26 0.006649 0.052145
406 Kab. Pulau Murotai 41% 22.51 0.98 27.01 0 57565 3.37 42 28 0.009973 0.007259
407 Kota Ternate 41% 24.43 0.94 28 1 202728 3.74 72 22 0.006403 0.001675
408 Kota Tidore kep. 51% 23.52 0.97 27.7 1 94493 3.85 46 25 0.003846 0.009171
409 Kab. Asmat 44% 24.1 0.88 28.23 0 85000 3.14 15 17 0.0132 0.003244
410 Kab. Biak Numfor 51% 23.47 0.94 28.15 0 135080 4.8 34 36 0.025572 0.010856
411 Kab. Jayapura 54% 24.46 0.95 28.34 0 118789 4.08 42 24 0.010351 0.016718
159
No Kab / Kota Y LnWEALTH DEPEND LnAsset TYPE POP LnSKPD FINDL FIND DEVL DEV
412 Kab. Jayawijaya 49% 24.13 0.89 28.4 0 203085 4.29 29 33 0.00705 0.053593
413 Kab. Kep. Yapen 43% 23.67 0.95 27.98 0 88187 3.85 40 32 0.017246 0.00829
414 Kab. Mappi 42% 23.57 0.98 28.42 0 88006 3.33 27 16 0.019083 0.010344
415 Kab. Merauke 39% 25.25 0.94 29.61 0 208980 3.5 45 51 0.006136 0.0471
416 Kab. Mimika 43% 25.66 0.9 28.89 0 196401 3.76 41 27 0.01373 0.000717
417 Kab. Nabire 38% 23.62 0.95 28.35 0 137283 4.06 34 33 0.042822 0.032353
418 Kab. Paniai 42% 22.56 0.84 28.4 0 161324 3.53 26 21 0.116129 0.005861
419 Kab. Peg. Bintang 48% 23.35 0.97 28.48 0 69304 3.99 18 33 0.044571 0.021881
420 Kab. Puncak Jaya 45% 22.36 0.93 27.86 0 112010 3.4 8 14 0.01034 0.003016
421 Kab. Yahukimo 33% 23.66 0.96 28.06 0 175086 4.33 27 38 0.001055 0.011901
422 Kab. Yalimo 43% 21.9 0.99 27.79 0 54911 3.33 35 17 0.00288 0.002749
423 Kota Jayapura 47% 25.36 0.8 28.37 1 272544 3.58 25 32 0.010919 0.005695
424 Kab. Kaimana 46% 23.65 0.98 28.33 0 51100 3.37 30 21 0.001814 0.003556
425 Kab. Sorong 43% 24.9 0.95 28.69 0 76669 3.4 25 16 0.002095 0.002263
160
161
LAMPIRAN III
HASIL OUTPUT SPSS
1) Lag Effect Models
DESCRIPTIVES
VARIABLES=DISC WEALTH DEPEND ASSET TYPE POP SKPD FINDL DEVL
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX .
Descriptives [DataSet1] C:\Users\user\Documents\data husni indo.sav
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS BCOV R ANOVA COLLIN TOL
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT DISC
/METHOD=ENTER LnWEALTH DEPEND LnASSET TYPE POP SKPD FINDL DEVL
/SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)
/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).
Descriptive Statistics
425 .31 .69 .4799 .05524
425 3235747159.00 2791580050709.51 127171575590.9697 248157131294.63
425 .22 .99 .8860 .08446
425 513004173680.34 37450893488257.30 2671526731592.3230 2845743904886.8
425 .00 1.00 .2047 .40396
425 32191.00 5202097.00 531668.3741 607007.86358
425 15.00 210.00 52.2494 21.24118
425 6.00 75.00 25.7624 12.83706
425 .00 .31 .0065 .02117
425
DISC
WEALTH
DEPEND
ASSET
TYPE
POP
SKPD
FINDL
DEVL
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
162
Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 DEVL, TYPE,
POP, FINDL,
SKPD, DEPEND,
LnASSET,
LnWEALTH
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: DISC
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .319a .102 .085 .05285 1.609
a. Predictors: (Constant), DEVL, TYPE, POP, FINDL, SKPD, DEPEND, LnASSET, LnWEALTH
b. Dependent Variable: DISC
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .132 8 .016 5.898 .000a
Residual 1.162 416 .003
Total 1.294 424
a. Predictors: (Constant), DEVL, TYPE, POP, FINDL, SKPD, DEPEND, LnASSET, LnWEALTH
b. Dependent Variable: DISC
163
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .108 .196 .552 .581
LnWEALTH .022 .006 .432 3.929 .000 .179 5.597
DEPEND .028 .051 .042 .535 .593 .350 2.858
LnASSET -.007 .007 -.079 -1.049 .295 .383 2.613
TYPE -.021 .007 -.157 -2.958 .003 .767 1.304
POP -4.893E-9 .000 -.054 -.729 .466 .397 2.519
SKPD .000 .000 .051 1.039 .299 .880 1.136
FINDL 3.193E-5 .000 .007 .156 .876 .960 1.042
DEVL -.028 .124 -.011 -.223 .823 .948 1.055
a. Dependent Variable: DISC
Charts
164
165
2) No Lag Effect
DESCRIPTIVES
VARIABLES=DISC WEALTH DEPEND ASSET TYPE POP SKPD FIND DEV
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX .
Descriptives [DataSet1] C:\Users\user\Documents\data husni indo.sav
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS BCOV R ANOVA COLLIN TOL
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT DISC
/METHOD=ENTER LnWEALTH DEPEND LnASSET TYPE POP SKPD FIND DEV
/SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)
/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).
Regression
Descriptive Statistics
425 .31 .69 .4799 .05524
425 3235747159.00 2791580050709.5 127171575591.0 248157131294.630
425 .22 .99 .8860 .08446
425 513004173680 37450893488257 2671526731592 2845743904886.78
425 .00 1.00 .2047 .40396
425 32191.00 5202097.00 531668.3741 607007.86358
425 15.00 210.00 52.2494 21.24118
425 5.00 82.00 26.3859 12.29940
425 .00 .16 .0058 .01331
425
DISC
WEALTH
DEPEND
ASSET
TYPE
POP
SKPD
FIND
DEV
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
166
Variables Entered/Removedb
DEV, FIND,
SKPD,
DEPEND,
TYPE,
LnASSET,
POP,
Ln
WEALTHa
. Enter
Model
1
Variables
Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: DISCb.
Model Summaryb
,320a ,102 ,085 ,05284 1,609
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET,
POP, LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
ANOVAb
,132 8 ,017 5,932 ,000a
1,161 416 ,003
1,294 424
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET, POP,
LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISCb.
167
Charts
Coefficientsa
,109 ,196 ,557 ,578
,022 ,006 ,430 3,950 ,000 ,182 5,488
,027 ,051 ,041 ,528 ,598 ,350 2,861
-,007 ,007 -,079 -1,048 ,295 ,384 2,605
-,022 ,007 -,159 -2,986 ,003 ,760 1,315
-5,2E-009 ,000 -,057 -,783 ,434 ,405 2,471
,000 ,000 ,051 1,042 ,298 ,885 1,130
,000 ,000 ,025 ,520 ,603 ,933 1,072
-,038 ,196 -,009 -,195 ,846 ,964 1,037
(Constant)
LnWEALTH
DEPEND
LnASSET
TYPE
POP
SKPD
FIND
DEV
Model1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: DISCa.
420-2-4
Regression Standardized Residual
60
50
40
30
20
10
0
Fre
qu
en
cy
Mean =-1.41E-14Std. Dev. =0.991
N =425
Histogram
Dependent Variable: DISC
168
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Exp
ecte
d C
um
Pro
b
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: DISC
2.50.0-2.5
Regression Standardized Predicted Value
4
2
0
-2
-4
Re
gre
ss
ion
Stu
de
nti
zed
R
es
idu
al
Scatterplot
Dependent Variable: DISC