pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan …repository.utu.ac.id/629/1/bab i_v.pdf · rokok guna...
TRANSCRIPT
PENGARUH FAKTOR PERILAKU TERHADAP PENERAPAN
KAWASAN TANPA ASAP ROKOK PADA MAHASISWA
DI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
DERI YUSRIZAL
09C10104075
FAKULTAS KESEHATAN MASYARKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asap Rokok Orang Lain (AROL) adalah asap yang keluar dari ujung
rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya, yang biasanya merupakan
gabungan dengan asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok. Asap rokok terdiri
dari asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan bebahaya dan
asap sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya.
Perokok pasif mengisap 75% bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang
di hembuskan keluar dari perokok. Perempuan bukan perokok yang menikah
dengan suami perokok memiliki resiko terkena kanker paru 30% lebih tinggi
dibandingkan bila menikah dengan suami bukan perokok (Nurwati dkk, 2010).
Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan
kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa
tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan
kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan dari merokok. Manusia di dunia yang merokok untuk pertama
kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti
memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua
Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap
rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan
merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan
1
2
bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok
hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke
Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara islam (Ahnyar,
2009).
Negara maju seperti Amerika Serikat kebiasaan merokok ada
kecenderungan menurun, karena sejak beberapa tahun lalu di negara tersebut telah
ada gerakan yang menyatakan bahwa merokok merupakan perilaku buruk, tidak
berpendidikan, lain halnya di negara berkembang ada kecenderungan meningkat
untuk merokok. Dewasa ini di negara berkembang telah menjadi sasaran reklame
rokok guna memasarkannya. Negara maju pun di kalangan remaja dan dewasa
muda cenderung meningkat dalam kebiasaan merokok (Ardini, 2012).
World Health Organization (WHO) mengatakan rokok menewaskan enam
juta orang per tahun di seluruh dunia, termasuk lebih dari 600.000 perokok pasif.
Bila tren ini meningkat terus, pada tahun 2030, rokok dapat menyebabkan
kematian delapan juta orang per tahun. Sebagian besar negara berkembang
memiliki angka yang rendah untuk mereka yang berhenti merokok, walaupun
diterapkan berbagai kampanye antirokok di seluruh dunia. Berdasarkan data
terbaru ini, jumlah perokok di seluruh dunia meningkat hampir 250 juta orang
antara 1980 hingga 2012. Jumlah perokok di seluruh dunia meningkat menjadi
hampir satu miliar orang dan di sejumlah negara termasuk Indonesia dan Rusia
lebih dari separuh jumlah penduduk laki-laki mserokok setiap hari (Ardini, 2012).
Berlawanan dengan tren global yang menunjukkan penurunan, prevalensi
merokok di Indonesia menunjukkan pening katan antara 1980 hingga 2012.
3
Meskipun sejumlah negara memperlihatkan penurunan rasio, angka prevalensi
kebiasaan merokok di Indonesia memperlihatkan kecenderungan peningkatan dari
1980 hingga 2012, saat ini diperkirakan sebanyak 52 juta orang merokok. Data ini
didapat dari penelitian terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation
(IHME) di University of Washington, Amerika Serikat (Amelia, 2012).
Indonesia menduduki peringkat 3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia
setelah Cina dan India (WHO, 2008) dan tetap menduduki posisi peringkat ke 5
konsumen rokok terbesar setelah Cina, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang pada
tahun 2007. Pada tahun yang sama prevalensi merokok dewasa usia 15 tahun ke
atas adalah sebesar 34,2% meningkat dari dari 31,5% tahun 2001. Kenaikan yang
sangat signifikan, 4 kali lipat dari 1,3% menjadi 5,2% selama kurun waktu 2001-
2007 terjadi pada perokok perempuan (Amelia, 2012).
Peningkatan prevalensi perokok pada kelompok umur 15-19 tahun, dari
7,1% (1995) menjadi 19,9% (2007) atau naik sebesar 180%. Peningkatan tertinggi
terjadi pada kelompok umur yang paling muda yaitu 10-14 tahun dari 0,3%
menjadi 2,0% atau meningkat 7 kali lipat selama kurun waktu 12 tahun (1995-
2007) (Kristanti dkk, 2010).
Provinsi Bengkulu pada tahun 2007 adalah provinsi dengan prevalensi
perokok tertinggi di Indonesia (38,7%), Lampung (38,2%) dan Gorontalo
(37,5%). Sementara Provinsi Aceh berada di urutan kesebelas dengan prevalensi
(34,8%). Sementara prevalensi perokok laki-laki tertinggi 74,2% berda di Provinsi
Gorontalo dan prevalensi perokok perempuan tertinggi 11,7% Povinsi Papua
(Kristanti dkk, 2010).
4
Perokok Aceh semakin mendapatkan tempat. Itu terlihat dari, antara lain,
munculnya “Kawasan Tanpa Rokok” yang kecil di warung kopi yang banyak
muncul di sana. Orang yang tidak merokok harus menepi. Padahal sebenarnya
perokoklah yang mesti dipinggirkan dan diberi tempat kecil tersendiri dalam
smoking area (Mardira, 2013).
Iklan promosi produsen rokok pun leluasa muncul di Aceh. Misalnya,
sebuah billboard rokok merek tertentu bisa berdampingan dengan papan kawasan
tanpa rokok yang berukuran lebih kecil. Billboard tersebut terkesan mengecilkan
keberadaan kawasan tanpa rokok. Profil sosial budaya di Aceh sering mendukung
penetrasi konsumsi rokok. Misalnya, di kenduri-kenduri, rokok selalu muncul
sebagai salah satu sajian. Di samping itu, tokoh-tokoh masyarakat banyak yang
perokok, maka hal itu ditiru oleh masyarakat. Statistik Kesejahteraan Rakyat Aceh
Tahun 2010 menunjukkan bahwa, bagi masyarakat Aceh, persentase pengeluaran
kelompok tembakau dan sirih menjadi kebutuhan dasar. Itu melebihi kebutuhan
esensial seperti kelompok pakaian, pendidikan, dan kesehatan. Persentase
pengeluaran kelompok tembakau tersebut mencapai empat kali lebih besar
daripada pengeluaran kelompok kesehatan dan pendidikan (Mardira, 2013).
Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh telah
berkomitmen untuk menerapkan kawasan bebas rokok di lingkungan kampus
tersebut, ini terbukti dengan telah diwacanakan oleh akademik dan Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh tentang kawasan tanpa asap rokok. Adapun area yang termasuk
5
larangan merokok adalah ruang perkuliahan, laboratorium, perkarangan kampus,
akademik dan musalla.
Namun sampai saat ini menurut pengamatan penulis, masih banyak
ditemui para perokok aktif dikalangan mahasiswa yang masih saja mengisap
rokok di sembarangan tempat, terutama di kawasan tanpa asap rokok di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh.
Dengan uraian diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian
tentang ”Pengaruh Faktor Perilaku Terhadap Penerapan Kawasan Tanpa Asap
Rokok Pada Mahasiswa Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka ditetapkan rumusan
masalah yaitu pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan kawasan tanpa asap
rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
pengetahuan dan sikap terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok
6
pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh.
2. Untuk mengetahui pengaruh Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
sarana dan prasarana terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok
pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh.
3. Untuk mengetahui pengaruh Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
dukungan terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada
mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh.
1.4 Hipotesa Penelitian
1. Adanya pengaruh antara faktor Pengetahuan tehadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
2. Adanya pengaruh antara faktor Sikap terhadap penerapan kawasan tanpa
asap rokok di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
3. Adanya pengaruh antara faktor Sarana dan Prasaran terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
4. Adanya pengaruh antara faktor Dukungan terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
7
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Menurut Pardono (2002), penetapan kawasan tanpa asap rokok
merupakan upaya yang sangat mempengaruhi perokok terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan rokok, meniadakan keinginan remaja untuk merokok,
mengurangi konsumsi rokok di antara perokok, menghentikan remaja atau orang
dewasa yang sudah merokok maupun memberikan keuntungan ekonomis. Pada
akhirnya, penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan
terhadap generasi muda yang sangat bermanfaat bagi perokok aktif.
1.5.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh
Merupakan suatu pemberian informasi lebih nyata tentang
pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok
pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh.
2) Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh, dapat dijadikan sebagai Referensi dan bahan bagi peneliti-
peneliti berikutnya tentang pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh dan menjadi alat ukur
8
apakah ada hubungan pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh.
3) Bagi Masyarakat
Menambah wawasan mayarakat tentang bahaya merokok dan dapat
meningkatakan pengetahuan masyarakat pentingnya kawasan tanpa asap
rokok.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Rokok
Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung dan
dibungkus dengan kertas, daun atau kulit jagung yang berukuran panjang antara
70 mm hingga 120 mm (bervariasi tergantung negaranya) dengan diameter sekitar
10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar salah
satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut
pada ujung lainnya (Frihartine, 2013).
Rokok merupakan salah satu benda berbahaya yang mestinya di jauhi
karena semua orang pasti telah mengetahui bahayanya dari kebiasaan bagi
kesehatan. Racun yang terdapat didalam rokok terbukti menjadi pemicu dari
berbagai macam penyakit yang muncul diakibatkan dari kebiasaan menghisap
rokok. Beberapa diantaranya bahkan penyakit-penyakit yang sangat berbahaya
seperti kanker, penyakit jantung hingga gangguan pernapasan (Ahnyar, 2009).
Bila dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok, perokok
cenderung merasa kurang sehat, lebih rentan terserang penyakit, menurunnya
sistem kekebalan tubuh sampai meningkatkan risiko infeksi. Kepadatan tulang
pada perokok akan berkurang, sehingga dapat menyebabkan terjadinya patah
tulang pinggul. Kepadatan tulang pada perokok diketahui lebih rendah daripada
mereka yang tidak merokok. Dalam waktu 10 detik setelah dihisap, nikotin dalam
rokok akan segera mencapai otak. Saat menghisap rokok itulah terjadi pengiriman
9
10
bahan kimia ke otak yang akan mengubah sifat kimiawi dalam otak sehingga
mempengaruhi perasaan perokok. Diketahui bahwa rokok merupakan salah satu
penyebab stroke (Mu’tadin, 2009).
Seperti yang kita ketahui, rokok merupakan salah satu dari beberapa
penyebab masalah kesehatan terbesar di Indonesia. Merokok sudah menjadi suatu
kebiasaan yang membudaya dikalangan masyarakat Indonesia. Didalam rokok
terdapat zat-zat yang sangat berbahaya seperti nikotin, tar, karbon monoksida, zat
karsinogen, dan zat iritan yang dapat menyebabkan kecanduan, merusak jaringan
otak, membunuh sel dalam saluran darah, kanker paru-paru, menghalangi
transportasi dalam darah, memicu pertumbuhan sel kanker dalam tubuh,
mengotori saluran udara, menyebabkan batuk dan sebagainya (Kemenkes, 2010).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang merokok, di antaranya
pengaruh orang tua, pengaruh pergaulan, pengaruh iklan maupun faktor
kepribadiannya. Rokok bukan saja memberi pengaruh kesehatan kepada perokok,
tetapi juga dapat mencemari udara dan alam sekitar. Di tinjau dari segi ekonomi,
merokok memberi pengaruh ke arah pembaziran, yang sepatutnya digunakan
kearah kebaikan seperti untuk biaya pendidikan, membeli makanan, maupun
memperbaiki taraf hidup keluarga, bukan digunakan untuk membeli rokok yang
tidak bermanfaat (Sumartono dkk, 2010).
Perokok Aktif adalah seseorang yang dengan sengaja menghisap lintingan
atau gulungan tembakau yang dibungkus biasanya dengan kertas, daun, dan kulit
jagung. Secara langsung mereka juga menghirup asap rokok yang mereka
hembuskan dari mulut mereka (Mu’tadin, 2009).
11
Jenis perokok dapat dibagi atas perokok ringan sampai berat. Perokok
ringan jika merokok kurang dari 10 batang per hari, perokok sedang menghisap
10-20 batang per hari, dan perokok berat jika lebih 20 batang per hari (Bustan,
2007).
Rokok juga dapat memberikan dampak langsung bagi perokok,
diantaranya batuk, pusing, napas pendek, sakit kepala, kehilangan keseimbangan,
tubuh bagaikan melayang dan susah tidur. Sedangkan dampak tidak langsung bagi
perokok, seperti rontoknya rambut, terganggunya sistem pencernaan, merusak
indra pengecap, dehidrasi, menguras energi dan merusak DNA. Merokok
memberikan kerugian lebih banyak lagi. Karena ketika sakit, kita tidak dapat
bekerja. Maka penghasilan yang seharusnya kita dapat jika bekerja menjadi
hilang, tidak menghasilkan uang dan mengeluarkan biaya untuk berobat (Ahnyar,
2009).
2.2 Dampak Kesehatan Akibat Paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL)
Paparan terhadap asap rokok orang lain menyebabkan penyakit jantung
dan meningkatkan resiko kematian akibat penyakit ini sebesar kira-kira 30%.
Sementara dampak pada kehamilan dapat menyebabkan berat badan bayi lahir
rendah (BBLR) dan bayi lahir prematur, Sindroma Kematian Bayi Mendadak
(Sudden Infant Death Syndrome), dan efek pada bayi berupa pertumbuhan janin
dalam rahim terhambat dan keguguran spontan.
Dengan komulasi bukti-bukti ilmiah yang ada, maka sejak tahun 1986,
Amerika Serikat telah menyimpulkan asap rokok orang lain memperlambat
pertumbuhan dan menurunkan fungsi paru pada masa anak-anak dan ada
12
hubungan antara ibu yang merokok pada masa hamil dengan akibatnya setelah
melahirkan (Pardono, 2002).
2.3 Kesadaran Masyarakat, Pendidikan dan Program Berhenti Merokok
Masyarakat tidak sepenuhnya sadar akan resiko penyakit dan kematian
dini akibat keputusannya untuk membeli produk tembakau, karena beberapa
faktor penyebabnya antara lain butuh waktu 20-25 tahun sejak orang mulai
merokok dan timbulnya gejala penyakit.
Sebagian besar perokok pemula adalah remaja yang belum mempunyai
kemampuan untuk menilai dengan benar informasi dampak merokok dan mereka
tidak menyadari efek adiktif nikotin yang sangat kuat yamg meningkat dan
menyebabkan orang sulit berhenti merokok.
Program pencegahan merokok yang efektif bagi remaja apabila dikemas
dalam program pengendalian tembakau yang komprehensif, tidak memposisikan
konsumsi tembakau sebagai kegiatan berkaitan dengan kedewasaan, tetapi sesuatu
yang mengenai semua umur, memberikan dukungan terhadap peningkatan cukai
(dan harga), memberikan dukungan terhadap larangan total dari iklan rokok,
memberikan dukungan terhadap kawasan tanpa rokok, melarang pemanjangan
(display) produk tembakau dan membatasi rantai penjualan, menekankan bahwa
nikotin adalah adiktif, mendiskusikan resiko merokok bagi semua umur dan
mendorong berhenti merokok pada semua perokok, tua dan muda. Sedangkan
salah satu sarana pendidikan masyarakat yang efektif dan tidak memerlukan biaya
dari pemerintah adalah peringatan kesehatan berbentuk gambar di bungkus rokok
(Natalia dkk, 2010).
13
2.4 Kawasan Tanpa Asap Rokok
Merokok merupakan masalah yang sistemik yang memiliki sisi
humanisme. Masalah sistemik adalah ketika suatu sistem dalam arti institusi
pendidikan diberlakukan sebagai kawasan tanpa rokok, maka seharusnya tidak
ada orang yang merokok di dalamnya. Namun pada kenyataannya, masih saja ada
mahasiswa atau karyawan yang merokok di lingkungan kampus. Sedangkan yang
dimaksud dengan humanisme yaitu merokok dan tidak merokok adalah suatu
pilihan. Tidak jarang orang yang merokok itu sebenarnya tahu akan bahaya rokok
dan ketika kita hendak menegur atau memberi sanksi yang kita tegur itu adalah
teman-teman kita sendiri. Terkadang ketika kita menegur, mereka malah
mengabaikan.
Kawasan tanpa asap rokok adalah ruangan atau area yang di nyatakan
dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan
penggunaan rokok. Penerapan kawasan tanpa asap rokok merupakan upaya
perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan
karena lingkungan tercemar asap rokok. Secara umum, penerapan kawasan tanpa
asap rokok bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
rokok. Secara khusus, tujuan penerapan kawasan tanpa asap rokok adalah
mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman, memberikan
perlindungan bagi masyarakat bukan perokok, menurunkan angka perokok,
mencegah perokok pemula dan melindungi generasi muda dari penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif (NAPZA) (Kemenkes, 2010).
14
Pemerintah membuat peaturan yang melindungi masyarakat terutama
anak-anak dari paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL) yang mematikan, karena
mengandung 4.000 bahan kimia berbahaya yang 69 diantaranya menyebabkan
kanker, penyakit jantung, sindroma kematian mendadak pada bayi dan penyakit
paru-paru.
Dalam Undang-undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 115
menyatakan bahwa yang termasuk kawasan tanpa rokok antara lain fasilitas
pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain
yang ditetapkan. Beberapa daerahpun telah mengeluarkan kebijakan kawasan
tanpa asap rokok seperti : DKI Jakarta, Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota
Surabaya, Kota Palembang dan Kota Padang Panjang (Candra dkk, 2008).
2.5 Perlunya Kawasan Tanpa Asap Rokok
Tidak ada batas aman terhadap asap rokok orang lain sehingga sangat
penting untuk menerapkan 100% kawasan tanpa asap rokok untuk dapat
menyelamatkan kehidupan. Menurut estimasi International Labor Organization
(ILO) tahun 2005 tidak kurang dari 200.000 pekerja yang mati setiap tahun karena
paparan asap rokok orang lain di tempat kerja. Kematian karena paparan asap
rokok orang lain merupakan 1 dari 7 penyebab kematian akibat kerja.
100% kawasan yang bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara
efektif dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang
lain. Menurut WHO cost effectiveness akan naik apabila kawasan tanpa asap
15
rokok dilaksanakan secara komprehesif dengan strategi pengendalian tembakau
lainnya.
Penerapan kawasan tanpa rokok melindungi hak bukan perokok untuk
menghirup udara bersih dan sehat, bebas dari asap rokok. Larangan merokok
perlu diterapkan di tempat-tempat umum, tempat kerja dan transportasi umum.
Penerapan kawasan tanpa asap rokok tidak saja untuk memenuhi hak bukan
perokok untuk menghirup udara bersih dan sehat, namun juga membantu perokok
untuk dapat menahan dan menunda kebiasaan merokoknya dan sebagai langkah
awal perokok untuk berhenti merokok. Penerapan kawasan tanpa tanpa rokok juga
semakin menyadarkan banyak orang akan bahaya adiktif rokok dan
mengembalikan norma untuk tidak merokok di tempat umum, terutama diruangan
tertutup (Soewarso dkk, 2010).
Larangan merokok di tempat kerja memberikan dampak kesehatan bagi
perokok maupun bukan perokok. Larangan ini akan mengurangi paparan bukan
perokok pada asap tembakau lingkungan dan mengurangi konsumsi rokok di
antara para perokok. Penelitian dengan jelas menyimpulkan bahwa larangan atau
pembatasan yang ketat terhadap merokok di tempat kerja memberikan keuntungan
ekonomis. Hal ini mencegah tuntutan hukum bukan perokok/perokok pasif serta
mengurangi biaya-biaya lainnya, termasuk diantaranya biaya untuk kebersihan,
pemeliharaan peralatan dan fasilitas, disamping risiko kebakaran, absensi pekerja,
dan kerusakan harta benda (Candra dkk, 2008).
16
2.6 Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia
Sejak tahun 1999, melalui PP 19/2003 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan, Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di
tempat-tempat yang ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan
peraturan kawasan tanpa rokok pada bagian enam pasal 22 – 25. Pasal 25
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan kawasan
tanpa rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan 100% kawasan bebas
asap rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk merokok
dengan ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang
untuk merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok nyaris tanpa resistensi. Pada
kenyataannya, ruang merokok dan ventilasi udara kecuali mahal, kedua hal
tersebut secara ilmiah terbukti tidak efektif untuk melindungi perokok pasif,
disamping rawan manipulasi dengan dalih hak azasi bagi perokok (Nurwati dkk,
2010).
2.7 Prinsip Kebijakan Kawasan Tanpa Asap Rokok
1. Kebijakan perlindungan yang efektif mensyaratkan eliminasi total dari
asap tembakau diruangan sehingga mencapai 100% lingkungan tanpa asap
rokok. Tidak ada batas aman dari paparan asap rokok ataupun ambang
tingkat keracunan yang bisa ditoleransi, karena ini bertentangan dengan
bukti ilmiah. Pendekatan lain untuk peraturan 100% lingkungan tanpa asap
rokok termasuk penggunaan ventilasi, saringan udara dan pembuatan
ruang merokok (dengan ventilasi terpisah ataupun tidak) yang terbukti
17
tidak efektif. Bukti ilmiah menyimpulkan bahwa pendekatan teknik
konstruksi tidak mampu melindungi paparan asap tembakau.
2. Semua orang harus terlindung dari paparan asap rokok. Semua tempat
kerja tertutup dan tempat umum harus bebas sepenuhnya dari asap rokok.
3. Peraturan harus dalam bentuk legislasi yang mengikat secara hukum.
Kebijakan sukarela yang tidak memiliki sangsi hukum terbukti tidak
efektif untuk memberikan perlindungan yang memadai. Agar efektif,
UU/PERDA harus sederhana, jelas dan dapat dilaksanakan secara hukum.
4. Perencanaan yang baik dan sumber daya yang cukup adalah esensial untuk
keberhasilan pelaksanaan dan penegakan hukum.
5. Lembaga-lembaga kemasyarakatan termasuk lembaga swadaya
masyarakat dan organisasi profesi memiliki peran sentral untuk
membangun dukungan masyarakat umum dan menjamin kepatuhan
terhadap peraturan, karenanya harus dilibatkan sebagai mitra aktif dalam
proses pengembangan, pelaksanaan dan penegakan hukum.
6. Pelaksanaan dari peraturan, penegakan hukum dan hasilnya harus dipantau
dan dievaluasi terus menerus. Termasuk di dalamnya merespon upaya
industri rokok untuk mengecilkan arti ataupun melemahkan pelaksanaan
peraturan secara langsung maupun tidak langsung dengan menyebarkan
mitos keliru yang menggunakan tangan ketiga (pengusaha restoran,
masyarakat perokok, dan sebagainya).
Perlindungan terhadap paparan asap rokok perlu senantiasa diperkuat dan
dikembangkan, bilamana perlu dengan amandemen, perbaikan penegakan hukum
18
atau kebijakan lain menampung perkembangan bukti ilmiah dan pengalaman
berdasarkan studi kasus (Nurwati dkk, 2010).
2.8 Konsep Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah
tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat di simpulkan bahwa
yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia,
baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar.
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2012) seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar).
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka.
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
19
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Renspons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh
orang lain.
Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Faktor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Misalnya di dalam
menetapkan kawasan tanpa asap rokok ditempat proses belajar mengajar
(kampus) harus ada sosialisasinya di lingkungan internal mahasiswa,
dosen maupun karyawannya. Di samping itu juga adanya sistem
monitoring teguran.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku
kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pemungkin atau faktor
pendukung.
20
Di dalam kawasan tanpa asap rokok harus ada pembuatan dan penempatan
tanda larangan merokok, membuat surat keputusan dari pimpinan tentang
penaggung jawab dan pengawas kawasan tanpa asap rokok, penyediaan
tempat bertanya dan menyediakan area khusus bagi perokok.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas
kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan,
baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping
itu, undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku
masyarakat tersebut. Pimpinan beserta pengelola kawasan tanpa asap
rokok harus memberikan contoh, mencatat pelanggaran, pemantauan,
memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan melakukan
evaluasi terhadap kawasan tanpa asap rokok tersebut (Notoatmodjo, 2012).
21
2.9 Kerangaka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Maulana, 2012
- Predisposi (Predisposing)
Pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan,
kebiasaan, nilai-nilai, norma
sosial, budaya dan faktor
sosio-demografi.
- Pendorong (Enabling)
Lingkungan fisik, sarana
kesehatan dan fasilitas
kesehatan.
- Penguat (Reinforcing)
Sikap dan perilaku petugas,
kelompok referensi dan
tokoh masyarakat.
Notoatmodjo, 2012
- Predisposi (Predisposing)
Pengetahuan, sikap, tradisi,
kepercayaan, tingkat
pendidikan, tingkat sosial
ekonomi dan sistem yang di
anut masyarakat.
kepercayaan, keyakinan,
- Pendorong (Enabling)
Sarana dan prasarana.
- Penguat (Reinforcing)
Sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama,
dan perilaku petugas
kesehatan.
Mubarak, 2007
- Predisposi (Predisposing)
kepercayaan
- Pendorong (Enabling)
Keterampilan dan fasilitas.
- Penguat (Reinforcing)
Dukungan.
Program Kawasan Tanpa
Asap Rokok
22
2.10 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Penerapan Kawasan
Tanpa Asap Rokok
- Pengetahuan
- Sikap
- Sarana dan prasarana
- Dukungan
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan yaitu jenis Penelitian Survey yang bersifat
Survey Analitik dengan pendekatan cross sectional survey yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran atau untuk mendeskripsikan
tentang suatu keadaan secara objektif di masa sekarang (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari tanggal 11 Agustus sampai 22 Agustus 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKM-UTU yang
berjumlah 607 orang.
3.3.2 Sampel
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini didasarkan pada rumus
Slovin sebagi berikut:
n = )2(1 dN
N
23
24
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d2
= Presisi ( diambil 10% = 0,1 )
Berdasarkan rumus Slovin diatas maka jumlah sampel yang diambil
adalah sebagai berikut :
N
n =
1 + N (d)2
607
n =
1 + 607 (0,1)2
607
n =
7,07
n = 85 sampel
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random
sampling yaitu dengan menomori responden di random, yang di ambil mahasiswa
dengan nomor ganjil dari semua angkatan yaitu :
Jumlah mahasiswa per angkatan
n =
1 + N (d)2
No Angkatan Jumlah Sampel
1 2009 59
7,07 8
2 2010 169
7,07 24
3 2011 160
7,07 22
4 2012 114
7,07 16
5 2013 105
7,07 15
25
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuisioner, untuk mencari informasi dari responden tentang pengaruh faktor
perilaku terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
3.4.2 Data Skunder
Data skunder merupakan data yang diperoleh dari pihak/ intansi terkait.
Untuk memenuhi data skunder maka diambil dari sumber:
1. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
2. Data yang diperoleh dari data yang diperoleh dari literature - literatur
perpustakaan (Library reseach) Koran, internet untuk menunjang
penulisan dan penelitian.
26
3.5 Definisi Operasional
Variabel Bebas (Independen)
No Variabe Definisi Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil
Ukur Skala
1 Pengetahuan Hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang
melakukan
pengindraan terhadap
suatu objek tertentu
Wawan-
cara
Kuisio-
ner
1. Baik
2. Kurang
Baik
Ordinal
2 Sikap Reaksi atau respons
yang masih tertutup
dari seseorang
terhadap suatu
stimulus atau objek
Wawan-
cara
Kuisio-
ner
1. Baik
2. Kurang
Baik
Ordinal
3 Sarana dan
Prasarana
Mendukung atau
memungkinkan
terwujudnya kawasan
tanpa asap rokok
Wawan-
cara
Kuisio-
ner
1. Baik
2. Kurang
Baik
Ordinal
4 Dukungan Pimpinan (Dekan)
beserta pengelola
kawasan tanpa asap
rokok harus
memberikan contoh,
mencatat pelanggaran,
pemantauan,
memberikan sanksi
sesuai dengan
peraturan yang
berlaku dan
melakukan evaluasi
terhadap kawasan
tanpa asap rokok
tersebut
Wawan-
cara
Kuisio-
ner
1. Baik
2. Kurang
Baik
Ordinal
Variabel Terikat
(Dependen)
5 Penerapan
kawasan tanpa
asap rokok
Ruangan atau area yang
dinyatakan
dilarang untuk
melakukan kegiatan
produksi, penjualan,
iklan, promosi dan atau
penggunaan rokok
Wawan-
cara
Kuisio-
ner
1. Baik
2. Kurang
Baik
Ordinal
27
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
1. Pengetahuan
Baik : jika nilai skor > 4
Kurang Baik : jika nilai skor 4
2. Sikap
Baik : jika nilai skor > 4
Kurang Baik : jika nilai skor 4
3. Sarana dan Prasarana
Baik : jika nilai skor > 5
Kurang Baik : jika nilai skor 5
4. Dukungan
Baik : jika nilai skor > 4
Kurang Baik : jika nilai skor 4
5. Penerapan Kawasan Tanpa Asap
Baik : jika nilai skor > 3
Kurang Baik : jika nilai skor 3
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mengambarkan
karakteristik masing-masing Variabel yang diteliti dalam bentuk distribusi
frekuensi dari setiap variabel penelitian. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa
besar proporsi variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menglihat hubungan satu variabel
independen dengan variabel dependen dengan tanpa mempertimbangkan variabel
independen atau faktor-faktor lainnya. Analisis bivariat menggunakan uji kai
kuadrat (Ch-Square).
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Tempat penelitian
4.1.1 Sejarah dan Keadaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh
Penelitian ini diadakan di Fakultas kesehatah Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh di Jalan Alue Penyareng Meulaboh, dimana fakultas ini
merupakan salah satu fakultas di Universitas Teuku Umar Meulaboh.
Terbentuknya Fakultas Kesehatan Masyarakat yang dilaksanakan melalui
Lembaga Pendidikan Teuku Umar. Dimana sejak T.A. 2002/2003 telah melalui
proses pendidikan berdasarkan dari prinsip pendirian dan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor : 1318/D2/2002
tanggal 25 Juli 2002, serta penerimaan mahasiswa berdasarkan surat keterangan
Bupati Aceh Barat Nomor: 122 Tahun 2002 Tanggal 10 September 2002.
Fakultas kesehatan Masyarakat melalui SK nomor 2125/D/T/k-1/2009
telah memperoleh Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Program Studi Kesehatan
Masyarakat S-1 pada Universitas Teuku Umar Meulaboh sampai dengan April
2013.
Pada Tanggal 28 Januari 2011 Fakultas telah terakerditasi oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruaan tinggi melalui surat Keputusan BAN-PT Nomor.
043/BAN-PT/Ak-XIII/S1/I/2011 menyatakan bahwa Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh telah terakreditasi.
28
29
Adapun batas-batas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh adalah :
1. Sebelah timur berbatasan dengan Ujong Tanoh Darat
2. Sebelah utara berbatasan dengan Ranto Panyang Timur
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Peunaga Cut Ujong
4. Sebelah barat berbatasan dengan Gunong Kleng.
4.1.2 Sumber Daya Manusia
Adapun Sumber Daya Manusia di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh adalah sebagai berikut :
Tenaga Pendidik
Tenaga Akademik
Dosen Tetap Dosen Tidak Tetap
Laki-laki Perempuan Laki-laki perempuan Laki-Laki Perempuan
7 orang 11 orang 32 orang 14 orang 5 orang 3 orang
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dari tanggal 11 Agustus
sampai 22 Agustus 2014, mengenai pengaruh faktor perilaku terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014, maka diperoleh hasil penelitian
sebagai berikut:
30
4.2.1 Analisis Univariat
Tabel 4.1 : Data Distribusi Pengetahuan terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
No Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 38 44,7
2 Kurang Baik 47 55,3
85 100
Dari table 4.1 di atas menunjukkan bahwa dari 85 responden yang
mempunyai pengetahuan yang kurang baik sebanyak 47 (55,3%) responden dan
yang berkategori baik sebanyak 38 (44,7%) responden.
Tabel 4.2 : Data Distribusi Sikap terhadap penerapan kawasan tanpa
asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
No Sikap Frekuensi %
1 Baik 32 37,6
2 Kurang Baik 53 62,4
85 100
Dari table 4.2 di atas menunjukkan bahwa dari 85 responden yang
mempunyai sikap yang kurang baik sebanyak 53 (62,4%) responden dan yang
berkategori baik sebanyak 32 (37,6%) responden.
31
Tabel 4.3 : Data Distribusi sarana dan prasarana terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh
tahun 2014.
No Saranadan Prasarana Frekuensi %
1 Baik 40 47,1
2 Kurang Baik 45 52,9
85 100
Dari table 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 85 responden yang
menyatakan sarana dan prasarana yang kurang baik sebanyak 45 (52,9%)
responden dan yang berkategori baik sebanyak 40 (47,1%) responden.
Tabel 4.4 : Data Distribusi Dukungan terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
No Dukungan Frekuensi %
1 Baik 39 45,9
2 Kurang Baik 46 54,1
85 100
Dari table 4.4 di atas menunjukkan bahwa dari 85 responden yang
menyatakan dukungan yang kurang baik sebanyak 46 (54,1%) responden dan
yang berkategori baik sebanyak 39 (45,9%) responden.
32
Tabel 4.5 : Data Distribusi Penerapan Kawasan Tanpa Asap Rokok
terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada
mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
No Penerapan Kawasan Tanpa
Asap Rokok Frekuensi %
1 Baik 36 42,4
2 Kurang Baik 49 57,6
85 100
Dari table 4.5 di atas menunjukkan bahwa dari 85 responden yang
menyatakan penerapan kawasan tanpa asap rokok yang kurang baik sebanyak 49
(42,4%) responden dan yang berkategori baik sebanyak 36 (42,4%) responden.
4.2.2 Analisa Bivariat
Tabel 4.6 : Pengaruh Faktor Pengetahuan terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
No Pengetahuan
Penerapan Kawasan
Tanpa Asap Rokok Total
P Value RP
Baik Kurang
Baik (CI 95%)
n % n % n %
1 Baik 21 55,3 17 44,7 38 100 0,052 1,732
2 Kurang Baik 15 31,9 32 68,1 47 100
(1,044-
Total 36 42,4 49 57,6 85 100
2,873)
Dari tabel 4.6 dapat kita simpulkan bahwa dari 47 responden yang
mempunyai pengetahuan yang kurang baik terhadap penerapan kawasan tanpa
asap rokok terdapat 32 (68,1%) responden yang menyatakan kurang baik.
Selanjutnya dari 38 responden yang mempunyai pengetahuan yang baik terhadap
penerapan kawasan tanpa asap rokok terdapat 21 (55,3%) responden yang
menyatakan baik.
33
Hasil analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara pengetahuan terhadap penerapan kawasan tanpa
asap rokok menunjukkan nilai Pvalue = 0,052 atau p = > 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara pengetahuan terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh Tahun 2014.
Tabel 4.7 : Pengaruh Faktor Sikap terhadap penerapan kawasan tanpa
asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
No
Sikap
Penerapan Kawasan
Tanpa Asap Rokok Total
P Value RP
Baik Kurang
Baik (CI 95%)
n % n % n %
1 Baik 20 62,5 12 37,5 32 100 0,007 2,070
2 Kurang Baik 16 30,2 37 69,8 53 100
(1,269-
Total 36 42,4 49 57,6 85 100
3,378)
Dari tabel 4.7 dapat kita simpulkan bahwa dari 53 responden yang
mempunyai sikap yang kurang baik terhadap penerapan kawasan tanpa asap
rokok terdapat 37 (69,8%) responden yang menyatakan kurang baik. Selanjutnya
dari 32 responden yang mempunyai sikap yang baik terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok terdapat 20 (62,5%) responden yang menyatakan baik.
Hasil analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara sikap terhadap penerapan kawasan tanpa asap
rokok menunjukkan nilai Pvalue = 0,007 atau p = < 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh antara sikap terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok
34
pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh Tahun 2014.
Tabel 4.8 : Pengaruh Faktor Sarana dan Prasarana terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh
tahun 2014.
No Sarana dan
Prasarana
Penerapan Kawasan
Tanpa Asap Rokok Total
P Value RP
Baik Kurang
Baik (CI 95%)
n % n % n %
1 Baik 24 60,0 16 40,0 40 100 0,004 2,250
2 Kurang Baik 12 26,7 33 73,3 45 100
(1,303-
Total 36 42,4 49 57,6 85 100
3,887)
Dari tabel 4.8 dapat kita simpulkan bahwa dari 45 responden yang
menyatakan sarana dan prasarana yang kurang baik terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok terdapat 33 (73,3%) responden yang menyatakan kurang baik.
Selanjutnya dari 40 responden yang menyatakan sarana dan prasarana yang baik
terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok terdapat 24 (60,0%) responden
yang menyatakan baik.
Hasil analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara sarana dan prasarana terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok menunjukkan nilai Pvalue = 0,004 atau p = < 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara sarana dan prasarana
terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh Tahun 2014.
35
Tabel 4.9 : Pengaruh Faktor Dukungan terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
No Dukungan
Penerapan Kawasan
Tanpa Asap Rokok Total
P Value RP
Baik Kurang
Baik
n % n % n %
(CI 95%)
1 Baik 24 61,5 15 38,5 39 100 0,002 2,359
2 Kurang Baik 12 26,1 34 73,9 46 100
(1,366-
Total 36 42,4 49 57,6 85 100
4,073
Dari tabel 4.9 dapat kita simpulkan bahwa dari 46 responden yang
menyatakan dukungan yang kurang baik terhadap penerapan kawasan tanpa asap
rokok terdapat 34 (73,9%) responden yang menyatakan kurang baik. Selanjutnya
dari 39 responden yang menyatakan dukungan yang baik terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok terdapat 24 (61,5%) responden yang menyatakan baik.
Hasil analisis statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara dukungan terhadap penerapan kawasan tanpa
asap rokok menunjukkan nilai Pvalue = 0,002 atau p = < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh antara dukungan terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh Tahun 2014.
36
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Faktor Pengetahuan terhadap penerapan kawasan tanpa
asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
Faktor ini meliputi pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan, tradisi
dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan yang tinggi belum tentu mempunyai perilaku yang baik
terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok. Walaupun pengetahuan mayoritas
mahasiswa sudah baik, tapi masih ada juga mahasiswa yang merokok di kawasan
tanpa asap rokok di fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh. Oleh karena itu, masih di perlukannya sosialisasi tentang penerapan
kawasan tanpa asap rokok kepada mahasiswa untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dan mengubah perilaku mahasiswa terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok di fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh.
Dari 85 responden mahasiswa di Fakultas Kesehatan Univesitas Teuku
Umar Meulaboh, maka responden yang mempunyai pengetahuan yang baik
adalah 38 (44,7%) responden dan yang mempunyai pengetahuan kurang baik
adalah 47 (55,3%) responden.
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis bivariat menggunakan uji chi-
square di dapatkan Pvalue = 0,052 nilai ini lebih besar dari α = 0,05 yang
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara pengetahuan terhadap penerapan
37
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh Tahun 2014.
Penelitian yang juga dilakukan oleh Christina (2012) di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan judul Pengaruh
Pengetahuan Dan Sikap Guru Dan Siswa Tentang Rokok Dan Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok Terhadap Partisipasi Dalam Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di
SMP Negeri 1 Kota Medan Tahun 2012, hasilnya ada pengaruh antara
pengetahuan terhadap kawasan tanpa rokok dengan menitik beratkan pada
pengetahuan dan sikap guru maupun siswa.
4.3.2 Pengaruh Faktor Sikap terhadap penerapan kawasan tanpa asap
rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
Faktor ini meliputi kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma
sosial, budaya dan faktor sosio-demografi. Manisfasi sikap tidak dapat dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan, kecenderungan yang berasal dari dalam diri
individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu (Maulana, 2012).
Meskipun pengetahuan mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh sudah baik, namun tidak diiringi dengan sikap
yang baik. Pada sebagian besar mahasiswa yang memiliki sikap yang kurang baik
terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok mengaku belum pernah melihat
adanya larangan atau sanksi apabila merokok di kawasan tanpa asap rokok di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh. Mayoritas
perokok pasifpun tidak mau ambil pusing apabila ada teman mereka yang
merokok di kawasan tersebut.
38
Dari 85 responden mahasiswa di Fakultas Kesehatan Univesitas Teuku
Umar Meulaboh, maka responden yang mempunyaisikap yang baik adalah 32
(37,6%) responden dan yang mempunyai sikap kurang baik adalah 53 (62,4%)
responden.
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis bivariat menggunakan uji chi-
square di dapatkan Pvalue = 0,007 nilai ini lebih kecil dari α = 0,05 yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara sikap terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh Tahun 2014.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Amalia
(2012) di RSUP Dr. Kariadi Semarang, di mana ada pengaruh antara sikap
terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok.
Penelitian yang juga dilakukan oleh Amalia (2012) di RSUP Dr. Kariadi
Semarang dengan judul Tingkat Pengetahuan Dan sikap Pengunjung Di
Linkungan RSUP Dr. Kariadi Tentang Kawasan Tanpa Rokok, hasilnya ada
pengaruh antara sikap terhadap kawasan tanpa rokok dengan menitik beratkan
pada pengetahuan dan sikap pengunjung terhadap kawasan tanpa rokok.
4.3.3 Pengaruh Faktor Sarana dan Prasarana terhadap penerapan
kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
Faktor ini meliputi keterampilan serta sumber daya yang penting untuk
menampilkan perilaku sehat. Sumber daya dimaksud meliputi fasilitas yang ada,
personalia yang tersedia, ruangan yang ada, atau sumber-sumber lain yang serupa
(Mubarak, 2007).
39
Itikat yang baik untuk menerapkan kawasan tanpa asap rokok harus
dilanjutkan dengan adanya fasilitas yang memadai, kurangnya sarana dan
prasarana seperti tanda larangan merokok di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh menjadi salah satu masalah masih banyaknya
mahasiswa yang merokok dikawasan tersebut.
Dari 85 responden mahasiswa di Fakultas Kesehatan Univesitas Teuku
Umar Meulaboh, maka responden yang menyatakan Sarana dan Prasarana yang
baik adalah 40 (47,1%) responden dan yang menyatakan enabling kurang baik
adalah 45 (52,9%) responden.
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis bivariat menggunakan uji chi-
square di dapatkan Pvalue = 0,004 nilai ini lebih kecil dari α = 0,05 yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara Sarana dan Prasarana terhadap
penerapan kawasan tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh Tahun 2014.
Penelitian yang juga dilakukan oleh Lindawati (2011) di Sekolah
Menengah Pertama Daerah Jakarta Selatan dengan judul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku Merokok Siswa-Siswi SMP Di Kawasan Tanpa Rokok
Jakarta Selatan Tahun 2011, hasilnya ada pengaruh antara sarana dan prasarana
dengan kawasan tanpa rokok dengan menitik beratkan pada pengetahuan, sarana
dan prasarana maupun dukungan terhadap perilaku.
40
4.3.4 Pengaruh Faktor Dukungan terhadap penerapan kawasan tanpa asap
rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2014.
Faktor ini meliputi faktor perilaku dan contoh (acuan) tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas. Termasuk juga di
sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
Pimpinan beserta pengelola kawasan tanpa asap rokok harus memberikan
contoh, mencatat pelanggaran, pemantauan, memberikan sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku dan melakukan evaluasi terhadap kawasan tanpa asap
rokok tersebut.
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tersebut bergantung pada
tujuan dan jenis program (Mubarak, 2007).
Dari 85 responden mahasiswa di Fakultas Kesehatan Univesitas Teuku
Umar Meulaboh, maka responden yang menyatakan Dukungan yang baik adalah
39 (45,9%) responden dan yang menyatakan reinforcing kurang baik adalah 46
(54,1%) responden.
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis bivariat menggunakan uji chi-
square di dapatkan Pvalue = 0,002 nilai ini lebih kecil dari α = 0,05 yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara Dukungan terhadap penerapan kawasan
tanpa asap rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh Tahun 2014.
41
Penelitian yang juga dilakukan oleh Febriani (2014) di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan judul Pengaruh Persepsi
Mahasiswa Terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Dukungan
Penerapannya Di Universitas Sumatra Utara. Hasil penelitian yang dilakukan di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tersebut ternyata
hailnya ada pengaruh yang signifikan antara dukungan terhadap penerapan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan menitik beratkan pada persepsi mahasiswa
dan dukungan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, dapat di
simpulkan sebagai berikut :
1. Pengaruh pengetahuan terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada
mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 38 (44,7%) responden
sudah mempunyai pengetahuan yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yaitu (p value = 0,052 > α).
2. Pengaruh sikap terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada
mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 53 (62,4%) responden
kurang mempunyai sikap yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yaitu (p value = 0,007 < α).
3. Pengaruh sarana dan prasarana terhadap penerapan kawasan tanpa asap
rokok pada mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 45 (52,9%)
responden kurang menyatakan sarana dan prasarana yang baik. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yaitu (p value = 0,004 < α).
4. Pengaruh dukungan terhadap penerapan kawasan tanpa asap rokok pada
mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 46 (54,1%) responden
42
43
kurang menyatakan dukungan yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yaitu (p value = 0,002 < α).
5.2 Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian, Penulis menyampaikan saran - saran
sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah Penulis lakukan ditemukan adanya
mahasiswa yang melanggar larangan tentang kawasan tanpa asap rokok,
oleh karena itu di sarankan kepada pihak terkait di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh untuk mengawasi dan
memperketat aturan tentang larangan merokok di kawasan tanpa asap
rokok supaya memberi efek jera bagi perokok aktif dan memberikan
perlindungan bagi perokok pasif.
2. Berhubung Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai pilar
keberhasilan Kesehatan Masyarakat, maka di sarankan kepada Mahasiswa
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh lebih
meningkatkan perilaku tidak merokok di kawasan tanpa asap rokok karena
merokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit bahkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Ahnyar. 2009, Dampak Merokok, Bina Medika, Jakarta.
Amelia, R, 2012, Jurnal Perilaku Merokok di Kalangan Mahasiswa,
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Ardini, RF, 2012, Jurnal Proses Berhenti Merokok Secara Mandiri Pada
Mantan Pecandu Rokok Dalam Usia Dewasa Awal, Universitas
Airlangga Surabaya.
Bustan, M.N, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta,
Jakarta.
Frihartine N.W, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Pada Siswa Laki-Laki Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banda
Aceh Tahun 2013, Skripsi U’Budiyah, Banda Aceh.
Ikatan Ahli Kesehtan Masyarakat Indonesia (IAKMI), 2008, Paket
Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, tobacco control center Ikatan
ahli kesehtan masyarakat indonesia, Jakarta.
Ikatan Ahli Kesehtan Masyarakat Indonesia (IAKMI), 2010, Fakta Tembakau
Permasalahannya di Indonesia, tobacco control center Ikatan ahli
kesehtan masyarakat indonesia, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2010), Pedoman Teknis
Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Jakarta.
Mardira, S, 2013, Akan Ada Qanun Kawasan Tanpa Rokok di Aceh,
http://news.okezone.com/read/2013/05/31/340/815523/akan-ada-qanun-
kawasan-tanpa-rokok-di-aceh.
Maulana, H, 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarata.
Mubarak WI, 2012, Promosi Kesehatan, Graha Ilmu, Yoyakarata.
Mu’tadin, Z, 2009, Panduan bagi Para Perokok, Hipokrates, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta.
Pardono, K, 2002, Passive Smokers, The Forgotten Disaster, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.