implementasi pembangunan bottom up terhadap …repository.utu.ac.id/190/1/bab i_v.pdf · ada pada...

55
IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP PERCEPATAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GAMPONG (Studi Kasus di Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial OLEH : RIDA AFRIDA NIM : 07C20201114 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH-ACEH BARAT TAHUN 2013

Upload: others

Post on 09-Jun-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP

TERHADAP PERCEPATAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GAMPONG

(Studi Kasus di Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

dan Memenuhi Syarat-syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

OLEH :

RIDA AFRIDA

NIM : 07C20201114

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT TAHUN 2013

Page 2: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah karya terstruktur yang mempunyai implikasi luas

terhadap kualitas hidup manusia. Hal ini karena konstruksi pembangunan terdiri

atas serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan

manusia. Analogi ini menyiratkan bahwa karya terstruktur yang dilakukan melalui

pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan selama ini, ternyata telah

mengantarkan bangsa Indonesia memasuki millenium ketiga dengan berbagai

konsekuensinya. Salah satunya adalah konsep pembangunan dari bawah ke atas

(bottom up).

Konsep Pembangunan dari bawah ke atas (bottom up) secara konsep

cukup kuat, karena wilayah kecil mengelola sumberdayanya secara mandiri dan

terdisintegrasi dengan wilayah lainnya yang memungkinkan wilayah lokal

membangun dirinya sendiri. Namun dalam kecenderungan perekonomian dunia

yang tanpa batas, menyebabkan konsep yang ditawarkan bersifat sentralisasi

(Solihin, 2005, h. 1).

Berdasarkan hal-hal tersebut, konsep pembangunan berbasis bottom up

dilakukan dengan semaksimal mungkin mengaktifkan partisipasi masyarakat dan

bertumpu pada sumberdaya lokal merupakan alternatif konsep pembangunan yang

layak untuk dipertimbangkan. Implementasi konsep ini semakin dirasakan perlu

dalam pembangunan nasional sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004

Page 3: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

2

2

tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999

tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Konsep ini

tepat diterapkan pada wilayah pedesaan (gampong), karena kesan pedesaan yang

ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas

manusia berbasis alam, terkait dengan kemiskinan dan serba terbelakang atau

tradisional. Masyarakat tradisional, sebagaimana dikemukakan Durkheim (dalam

Solihin, 2005, h. 2), memiliki ciri-ciri hidup dari kegiatan pertanian, sederhana

dalam cara kehidupan, norma-norma homogen, dan pembagian kerja atau

spesialisasi yang terbatas.

Gampong di Aceh adalah salah satu wilayah yang mempunyai wewenang

sendiri untuk mengatur pemerintahannya, pembangunan dan adat- istiadat

sehingga gampong mempunyai peran untuk menentukan pembangunan ke depan

tentunya dengan perencanaan yang matang terutama pembangunan infrastruktur.

Konsekuensi pembangunan gampong pada hakikatnya tidak terlepas dari

wacana tentang konsep pembangunan dari bawah ke atas (bottom up). Namun, di

gampong Meureubo tingkat pembangunannya masih kurang efesien terutama di

bidang sosial ekonomi, pertanian, perikanan, peternakan, maupun di bidang

infrastruktur fisik seperti pembangunan jalan yang masih sangat minim.

Pemerintahan Gampong Meureubo terdiri dari keuchik sebagai pemerintah

gampong dan lembaga Tuha Peut sebagai pengontrol dan membantu Keuchik

yang memimpin gampong serta Camat yang memimpim kecamatan dan

merupakan atasan dari Keuchik menyusun strategi perencanaan dengan

menggunakan model pembangunan bottom up, dimana program-program dan

Page 4: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

3

3

kebijakannya berasal dari bawah yakni melihat bagaimana partisipasi masyarakat

gampong dalam meningkatkan percepatan pembangunan gampong.

Perencanaan pembangunan gampong tentunya harus meminta pendapat

dan saran masyarakat melalui pertemuan dan musyawarah gampong, karena

pendapat dan saran menjadi acuan pemerintah gampong dalam merumuskan

perencanaan pembangunan gampong dan akan dituangkan dalam peraturan

gampong yang disahkan melalui rapat lembaga tuha peut demi tercapainya

pembangunan gampong.

Tujuan pemerintahan Gampong Meureubo mengambil model

pembangunan Bottom Up, pada prinsipnya untuk mencapai situasi atau kondisi

yang lebih kondusif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat gampong.

Pemerintah harus mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat karena

keberhasilan pelaksanaan pembangunan gampong sangat tergantung dari peranan

pemerintah dan masyarakat, tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan

dapat mencapai hasil pembangunan yang maksimal.

Pemerintahan Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten

Aceh Barat menerapkan dua sasaran pembangunan, yang meliputi pembangunan

dalam aspek fisik, seperti pembangunan sarana, dan prasarana gampong, yaitu

pembangunan jalan gampong, pembangunan rumah, permukiman, jembatan,

bendungan, irigasi, tempat ibadah, pendidikan, dan sebagainya. Namun

pembangunan tersebut tidak maksimal direalisasikan.

Program pembangunan Gampong Meureubo masih memiliki berbagai

permasalahan, terutama dari segi pembangunan fisik, misalnya pembangunan

mesjid jalan setapak dan draenase. Hal ini karena apa yang diajukan oleh

Page 5: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

4

4

masyarakat sangat lambat dikonfirmasi sehingga proses pembangunan yang

dilaksanakan berjalan lambat. Kemudian pembangunan dari segi fisik masih

adanya jalan dan got yang perlu direnovasi, sebab pembangunan dari segi fisik

merupakan program pembangunan gampong yang pada dasarnya adalah konsep

pembangunan Bottom Up. Konsep pembangunan dari bawah yang dilaksanakan di

Gampong Meureubo masih kurang efektif dilaksanakan, karena masih terdapat

permasalahan di antaranya adalah pembangunan dari segi fisik yang masih belum

maksimal direalisasikan. Masih minimnya infrastruktur fisik seperti sarana jalan

yang masih rusak, padahal masyarakat sudah membuat usulan mengenai sarana

fisik gampong kepada pemerintah gampong, akan tetapi kurang ditanggapi.

Pembangunan dari aspek pemberdayaan sosial, yaitu pengembangan dan

peningkatan kemampuan, skill serta pemberdayaan masyarakat di Gampong

Meureubo, misalnya pendidikan, pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan,

spiritual, dan sebagainya. Tujuan utama pemerintahan Gampong Meureubo adalah

untuk membantu masyarakat yang masih tergolong marjinal agar dapat

melepaskan diri dari berbagai belenggu keterbelakangan dan kemiskinan, akan

tetapi pembangunan dari aspek sosial tersebut juga masih belum maksimal

dilaksanakan, karena banyak kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa

perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “ Implementasi Pembangunan

Bottom Up Terhadap Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Gampong

(Studi Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat).

.

Page 6: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

5

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana implementasi pembangunan Bottom-Up terhadap

percepatan pelaksanaan pembangunan gampong di gampong Meureubo,

Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

untuk mengetahui implementasi pembangunan Bottom-Up terhadap percepatan

pelaksanaan pembangunan gampong di gampong Meureubo Kecamatan

Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara umum ada dua manfaat yang di peroleh dari penelitian ini, yaitu :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai

landasan penelitian selanjutnya dan sebagai pengetahuan yang berharga sesuai

dengan penerapan dan perkembangan percepatan pembangunan gampong secara

bottom up.

2. Manfaat Praktis

1. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi

pemerintah daerah kabupaten Aceh Barat dalam hubungan alokasi dana

gampong terhadap perkembangan pembangunan di gampong.

Page 7: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

6

6

2. Diharapkan penelitian ini menjadi kontribusi bagi pemerintah gampong

dalam melaksanakan percepatan pembangunan yang dananya bersumber

dari dana Angggaran dan Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG).

3. Diharapkan penelitian ini juga bermanfaat bagi semua pihak terutama

peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapat pada

masa perkuliahan.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka

sistematika skripsi ini ditulis dengan struktur berikut ini:

Bab I: Pendahuluan

Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini memuat tentang teori-teori yang mendukung penelitian.

Bab III: Metodologi Penelitian

Pada bab ini berisi tentang metodologi penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan

pengujian kredibilitas data.

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Memuat tentang uraian laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil

penelitian. Yakni deskripsi dari interprestasi data-data yang diperoleh.

Bab V : Penutup

Berisi kesimpulan dan saran

Page 8: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

7

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Implementasi

Harsono (2002, h. 105) mendefinisikan “Implementasi merupakan proses

untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan

orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi

demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang

bisa dipercaya”.

Menurut Tangkilisan (2010, h. 23) “Implementasi adalah suatu proses

untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam

administrasi, dan pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu

program”.

Sedangkan menurut Miller, (2001, h. 112) “Implementasi adalah proses

untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya suatu tujuan.

Tujuan tersebut antara lain memantau kegiatan harian dalam pelaksanaan

kebijakan, dan untuk memberikan penilaian kegiatan dan kepuasan klien dengan

layanan yang diberikan”.

Mazmanian dan Sabatier dikutip oleh Putra (2003, h. 84) menyatakan

bahwa:

“Mengkaji masalah implementasi berarti berusaha memahami apa

yang nyata terjadi sesudah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah

proses mengesahkan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun yang menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian tertentu”.

Page 9: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

8

8

Implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya

mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu

kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. Dari pegertian-

pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi merupakan suatu

proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan

harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh

birokrasi dari terciptanya suatu tujuan yang bias tercapai dengan jaringan

pelaksana yang bias terpercaya.

Terdapat beberapa definisi yang coba diangkat oleh ahli tentang

implementasi, namun konsepnya tetap sama yaitu merupakan rangkaian proses

penerjemahan dari kebijakan yang direspon berupa aksi atau tindakan para pelaku

pembangunan secara konsisten dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran yang

telah digariskan oleh kebijakan yang dimaksud. Dalam mengimplementasikan

suatu kebijakan, diperlukan suatu input yang berupa peraturan perundang-

undangan sebagai acuan, sumber daya manusia sebagai pelaksana, sumber daya

keuangan yang akan mendukung pelaksanaan kebijakan, komitmen pelaku-pelaku

yang terkait.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, implementasi

merupakan proses pelaksanaan dan penerapan yang dilaksanakan, untuk mencapai

suatu tujuan yang telah ditetapkan.

2.2 Pengertian Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena

meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan

ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan bahkan

Page 10: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

9

9

peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidup.

(Tjokroamidjojo, 2001, h. 19)

Menurut Siagian (2009, h. 3) “Pembangunan adalah suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan

secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam

rangka pembinaan bangsa”.

Sedangkan menurut Korten, (2002, h. 110) “Pembangunan adalah proses

di mana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas program dan

institusional mereka untuk memobilisasi dan mengolah sumberdaya untuk

menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup

sesuai dengan aspirasi mereka”.

Todoro (2000, h. 20) mendefinisikan “Pembangunan merupakan suatu

proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap

masyarakat, lembaga- lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan

ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan”. Lebih lanjut

Todoro (2000, h. 21) memberikan implikasi bahwa:

1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income

(pendapatan), tetapi juga pemerataan.

2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusian seperti

peningkatan:

a. Life sustenance (kemampuan hidup) : Kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar.

Page 11: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

10

10

b. Sef- Esteem (Pengharggaan hidup): Kemampuan untuk melakukan

berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang

lain.

Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang

sekarang ini menjadi populer yaitu :

1. Capacity (kapasitas), hal ini menyangkut aspek kemampuan

meningkatkan income atau produktifitas.

2. Equity (hak kekayaan), hal ini menyangkut aspek pengurangan

kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.

3. Empowerment (pemberdayaan), hal ini menyangkut pemberdayaan

masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya

dan sesamaya.

4. Suistanable (kelestarian), ha ini menyangkut usaha untuk menjaga

kelestarian pembangunan. Todoro (2000, h. 24).

Menurut Rostow dalam Arief (2006, h. 29) menyatakan bahwa :

“Pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak ouput

yang dihasilkan, tetapi juga lebih banyak jenis ouput dari yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan

melalui tahapan-tahapan : masyarakat tradisional, pra kondisi lepas landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dana masa konsumsi besar-besaran. Kunci di antara tahapan ini adalah tahap

tinggal landas yang di dorong satu sektor atau lebih”.

Dari pengertian pembangunan yang dikemukakan para ahli dapat

disimpulkan bahwa pembangunan merupakan kegiatan atau usaha secara sadar,

terencana dan berkelanjutan untuk mengubah suatu kondisi masyarakat menuju

kondisi yang lebih baik.

Page 12: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

11

11

2.3 Tujuan Pembangunan

Pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan kearah yang

lebih baik dan bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan, dimana menurut

(Korten, 2001, h. 80), proses pembangunan harus memiliki tujuan inti, antara lain,

yaitu sebagai berikut:

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam

barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan,

kesehatan, dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan

pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,

perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai

kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk

memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan jati

diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta

bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari

belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap

orang atau negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang

berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusian mereka (korten, 2001, h.

80).

Sedangkan menurut Gant dalam Suryono, (2001, h. 31) tujuan

pembangunan ada dua tahap. Tahap (1) pada hakikatnya pembangunan bertujuan

untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai d irasakan

hasilnya, maka tahap (2) adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi

Page 13: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

12

12

warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Untuk

mencapai keberhasilan pembangunan tersebut maka banyak aspek ata hal-hal

yang harus diperhatikan yang diantaranya adalah ketertiban masyarakat di dalam

pembangunan.

Menurut Zulkarimen Nasution (2008, h. 28-29) pembangunan memiliki

dua tujuan yaitu :

1. Tujuan umum

Adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dengan ide- ide manusia,

komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal terbaik yang

dapat dibayangkan.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat

pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. Tujuan yang dirumuskan secara

konkrit, dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan

sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai aspirasi antara suatu

situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.

2.4 Prinsip-Prinsip Pembangunan Bottom-up (bawah ke atas)

Menurut Alisyahbana (2003, h. 95) “Pembangunan Bottom Up merupakan

kebalikan dari model pertama yakni model Top Down Innovation, inovasi ini

timbul karena hasil ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau

masyarakat. Bottom-Up Innovation (inovasi pembangunan dari bawah) bersumber

dari hasil ciptaan bawahan dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan

penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Biasanya dilakukan guru atau

masyarakat”.

Page 14: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

13

13

Model strategi inovasi ini lebih bersifat empirik rasional. Asumsi dasar

pada model ini, menempatkan manusia pada kemampuannya menggunakan

pikiran logisnya atau akalnya sehingga, mereka bertindak rasional. Dalam hal ini

innovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode

yang terbaik dan valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya.

Pada masa orde baru secara substansial pembangunan desa cenderung

dilakukan secara seragam (penyeragaman) oleh pemerintah pusat. Program

pembangunan desa lebih bersifat top-down. Pada era reformasi secara substansial

pembangunan desa lebih cenderung diserahkan kepada desa itu sendiri,

sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah cenderung mengambil posisi dan

peran sebagai fasilitator, memberi bantuan dana, pembinaan dan pengawasan.

Program pembangunan desa lebih bersifat bottom-up atau kombinasi buttom-up.

Perencanaan pembangunan dari bawah ke atas (Bottom-up Planning)

dengan menggali potensi riil keinginan atau kebutuhan masyarakat desa. Dima na

masyarakat desa diberi kesempatan dan keluasan untuk membuat perencanaan

pembangunan dan merencanakan sendiri apa yang mereka butuhkan. Masyarakat

desa dianggap lebih tahu apa yang mereka butuhkan. Pemerintah hanya

memfasilitasi dan mendorong agar masyarakat desa dapat memberikan partisipasi

aktifnya dalam pembangunan desa (Alisyahbana, 2003, h. 98).

Suryono, (2001, h. 32) mengatakan konsep pembangunan dari bawah ke

atas (Bottom-up) dapat terwujud, harus mengembangkan beberapa prinsip yaitu :

1. Prinsip di tingkat desa, yaitu membudayakan warga desa memikirkan

desanya dan pembangunan desanya, dapat dilakukan melalui :

Page 15: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

14

14

a. Perumusan masalah yang dihadapi oleh masyarakat sendiri sebagai input

dalam proses perencanaan pembangunan desa.

b. Pengenalan potensi yang dimiliki masyarakat.

2. Prinsip di tingkat kecamatan dapat dilakukan melalui :

a. Inventarisasi hal-hal positif yang dirasakan.

b. Pendalaman atau penambahan daftar masalah yang dihadapi setelah

memahami hal yang positif.

c. Penentuan tindakan dan aktor pelaksana penanganan masalah.

d. Penepatan prioritas sendiri.

3. Prinsip di tingkat kabupaten dapat dilakukan melalui :

a. Seluruh peserta mendengarkan presentasi usulan dari masyarakat.

b. Masyarakat mendengarkan dan mengkritisi program setiap Dinas yang

dipresentasikan (tujuan dan manfaatnya).

4. Merumuskan tindakan untuk penanganan tiap usulan masyarakat dapat

dilakukan melalui usulan yang dapat ditangani sendiri oleh masyarakat,

usulan yang membutuhkan bantuan dari pemerintah, dan usulan yang akan

ditangani oleh pemerintah.

5. Perencanaan Pembangunan Bottom-up

Perencanaan dari bawah keatas (Bottom-up) dianggap sebagai pendekatan

perencanaan yang seharusnya diikuti karena dipandang lebih didasarkan pada

kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari bawah ke atas

(Bottom-up) prosesnya dimulai dengan mengenali kebutuhan di tingkat

masyarakat, secara langsung yang terkait dengan pelaksanaan dan mendapat

dampak dari kegiatan pembangunan yang direncanakan.

Page 16: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

15

15

2.5 Pengertian Gampong

Gampong merupakan kesatuan hunian “asli” Aceh yang dikenal sejak

sebelum Aceh menjadi wilayah kesultanan (Abad ke 16). Gampong adalah

kesatuan wilayah hukum terendah yang asli lahir dari masyarakat, bahkan

sebelunya mukim yang merupakan kumpulan beberapa gampong, yang muncul

setelah masa kesultanan di abad ke 16 dan 17.

Menurut Ismail (dalam Puteh, 2012, h. 78) mengatakan bahwa “ Gampong

adalah daerah yang memiliki rakyat dengan susunan pemerintahan sendiri. Dia

juga menambahkan bahwa suatu gampong juga memiliki tatanan aturan, harta

kekayaan dan batas territorial. Gampong berwenang penuh mengembangkan adat

dan istiadatnya, bahkan berfungsi menyelenggarakan peradilan adat sesuai dengan

tatanan adat yang mereka memiliki”.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus

bagi Provinsi Aceh, Pasal 1 ayat (13) menyebutkan bahwa “Gampong adalah

kesatuan masyarakat hukum yang merupakan organisasi pemerintahan terendah

langsung berada di bawah mukim yang menempati wilayah tertentu yang

dipimpin oleh keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan rumah

tangganya sendiri”. Definisi di atas juga sama dengan isi pasal 1 ayat 6 Qanun

Nomor 5 Tahun 2003 Tentang pemerintahan gampong bahwa” gampong dibentuk

atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan

sesuai kondisi budaya masyarakat setempat.

Sementara Dalam Pasal 1 ayat (9) Perda Nomor 7 Tahun 2000, yang

dimaksudkan dengan gampong adalah suatu wilayah yang ditempati oleh

Page 17: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

16

16

sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang terendah dan berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.

Gampong terbentuk pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yakni

bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan di Aceh. Pada masa itu,

sebuah gampong terdiri dari kelompok rumah yang letaknya berdekatan satu sama

lain. Pimpinan gampong disebut keuchik, yang dibantu seseorang yang mahir

dalam masalah keagamaan dengan sebutan teungku meunasah. Gampong

merupakan pemerintahan bawahan dari mukim.

Menurut Hurgronje, (2001, h. 67) gampong merupakan satuan teritorial

terkecil. Sebuah gampong dilingkari pagar, dihubungkan oleh satu pintu gapura

dengan jalan raya (ret atau rot), suatu jalan yang melewati blang atau lampoih

serta tamah yang menuju ke gampong lain. Dulu setiap gampong mencakup satu

kawom (satuan-satuan baik dalam artian territorial maupun kesukuan) atau sub

kawom yang hanya akan bertambah warganya dengan perkawinan dalam

lingkungan sendiri, atau paling tidak, dengan meminta dari warga sesuku yang

bermukim berdekatan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gampong

adalah gabungan dari jurong atau dusun dan merupakan kesatuan hokum yang

bercorak agama serta pimpinan gampong disebut keuchik. Dalam struktur

pemerintahan kesultanan Aceh dikala itu, kedudukan gampong merupakan suatu

unit pemerintahan tingkat kelima setelah imuem mukim pada tingkat keempat,

Ulee Balang pada tingkat ke tiga, pemerintahan Sagoe pada tingkat kedua dan

kerajaan (raja) pada tingkat pertama.

Page 18: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

17

17

2.6 Implementasi Pembangunan Bottom Up Tehadap Percepatan

Pelaksanaan Pembangunan

Partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan proses pembangunan gampong dan mengarahkan masyarakat

menuju masyarakat yang bertanggung jawab. Partisipasi masyarakat dalam proses

perencanaan pembangunan gampong sangat penting karena dapat menumbuhkan

sikap memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan.

Setiap pembangunan gampong selalu dilaksanakan musyawarah gampong

dalam rangka menerima masukan dan saran dari masyarakat, saran dan pendapat

dijadikan landasan awal sebagai perencanaan pembangunan gampong dengan

sistem skala prioritas.

Perencanaan pembangunan gampong dimusyawarahkan dalam

musyawarah gampong yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat terdiri dari tokoh

masyarakat, tokoh agama, cendikiawan, tokoh pemuda, tuha peut. Dalam

musyawarah keuchik sebagai pimpinan masyarakat, memimpin musyawarah

dengan menyampaikan gambaran umum mengenai perencanaan pembangunan

gampong yang akan dilaksanakan, keputusan tersebut dituangkan dalam peraturan

gampong sebagai acuan pemerintahan gampong dalam melaksanakan

pembangunan.

Keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan gampong sangat

dominan dalam pencapaian tujuan, dengan jalan mendiskusikan, merencanakan

dan mengerjakan secara bersama-sama apa yang telah ditetapkan berbasis

partisipasi masyarakat. Pembangunan gampong harus dilaksanakan oleh

Page 19: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

18

18

masyarakat gampong, bukan oleh pemerintah. Melalui proses ini maka keinginan-

keinginan dan kebutuhan masyarakat gampong dapat disalurkan.

Perencanaan pembangunan Bottom Up adalah suatu yang sangat penting,

dan dari perencanaan inilah arah pembangunan gampong dapat ditentukan. oleh

karena itu menjadi kewajiban pemerintah gampong untuk menampung aspirasi

masyarakat dalam perencanaan pembangunan gampong. Aspirasi masyarakat

dapat ditampung dengan cara melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan

pembangunan gampong.

Dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemerintahan gampong

menyatakan bahwa untuk menata pemerintahan gampong yang salah satunya

bertujuan untuk pembangunan masyarakat gampong. Gampong mempunyai tugas

menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, menata

masyarakat dengan prinsip-prinsip demokrasi, serta memperhatikan potensi dan

keragaman daerah.

Berdasarkan Qanun tersebut, bahwa pemerintahan gampong berwenang

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat

istiadat yang diakui dan dibentuk dalam sistem pemerintahan gampong. Gampong

diharuskan mempunyai perencanaan yang matang berdasarkan partisipasi dan

transparansi serta demokrasi yang berkembang di gampong, karena dari

perencanaan yang matang akan dapat dilaksanakan pembangunan gampong

berdasarkan yang telah direncanakan masyarakat dan pemerintah gampong.

Pembangunan gampong merupakan pembangunan yang dilakukan oleh

masyarakat, dari dan untuk masyarakat, dengan pengarahan, bimbingan dan

pembinaan serta pengawasan dilakukan oleh pemerintah.

Page 20: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

19

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,

2002, h. 3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan

fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-

dalamnya. sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskripsi kualitatif,

dimana peneliti mendeskripsikan wawancara mendalam dan penyebaran angket

terhadap subjek penelitian.

Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu

menggambarkan tentang Implementasi Pembangunan Bottom Up Terhadap

Percepatan Pelaksanaan Pembangunan gampong di Gampong Meureubo

Kecamatan Meureubo.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat yang dipilih oleh peneliti untuk

melakukan sebuah penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih tempat di

Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan

tempat penelitian ini atas dasar pertimbangan penulis, karena untuk

mempermudah proses pengumpulan data serta ada permasalahan dalam penelitian

yang penulis teliti, sehingga tepat dijadikan lokasi penelitian.

Page 21: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

20

3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Sumber Data

1. Data Primer

Merupakan sumber data adalah sumber-sumber dasar yang merupakan

bukti saksi utama dari kejadian yang lalu, contohnya ialah catatan resmi yang

dibuat pada suatu acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata,

keputusan-keputusan rapat, foto-foto, dan sebagainya (Moh. Nazir, 2005, h. 51).

Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di

lapangan yang bersumber pada penelitian wawancara dengan Keuchik Gampong,

Masyarakat, dan beberapa orang aparatur gampong dan observasi dilakukan di

lapangan terhadap hasil pembangunan yang telah dilaksanakan.

2. Data Sekunder

Menurut Hasan (2002, h. 82) data sekunder adalah data yang diperoleh

oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. data

sekunder merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,

internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis. Untuk

melengkapi data penelitian, maka data sekunder juga diperoleh dari dokumen

RPJMG gampong, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan fasilitas

ekonomi dan sosial.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Menurut Sukandarrumidi (2008, h. 35) “Observasi adalah melakukan

pengamatan dan pencatatan suatu objek, secara sistematik yang diselediki.

Page 22: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

21

Observasi dapat dilakukan sesuai atau berulangkali Dalam obervasi melibatkan

dua komponen, yaitu pelaku observasi (disebut sebagai observer), dan objek yang

diobservasi (disebut sebagai observee)”.

2. Wawancara

Menurut Soehartono (2008, h. 67) “Wawancara adalah pengumpulan data

dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewancara (pengumpulan

data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam

dengan alat perekam (tape recorder). Teknik wawancara dapat digunakan pada

responden yang btu huruf atau tidak terbiasa membaca dan menulis, termasuk

anak-anak. Wawancara dapat dilakukan dengan telepon”.

3. Dokumentasi

Menurut Soehartono (2008, h. 70) “Studi dokumentasi merupakan teknik

pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.

Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.

Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh

orang yang langsung mengalami suatu peristiwa, dan dokumen sekunder, jika

peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini”.

Dokumen dapat berupa buku harian, surat probadi, laporan, notulen rapat,

catatan kasus (case record) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Akan

tetapi, perlu diingat bahwa dokumen-dokumen ini ditulis tidak untuk tujuan

penelitian sehingga penggunaannya memerlukan kecermatan penelitian. Adapun

dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen tertulis seperti buku RPJMG

dan dokumen foto-foto kegiatan penelitian.

Page 23: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

22

3.4 Instrumen Penelitian

Menurut Suyanto & Sutinah (2006, h. 59) mengemukakan bahwa

“Instrumen penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari

responden sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei”.

Instrument penelitian ilmu sosial umumnya berbentuk kuesioner dan pedoman

pertanyaan (interview guide). Semua jenis instrumen penelitian ini berisi

rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau suatu permasalahan yang menjadi

tema pokok penelitian

Adapun instrumen penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas

penelitian baik atau sebaliknya. Adapun penelitian ini menggunakan instrumen

penelitian dengan cara peneliti terlebih dahulu mencari permasalahan awal,

selanjutnya peneliti mengembangkan penelitian dengan menerapkan instrumen

sederhana yaitu dengan melakukan perbandingan data melalui observasi dan

wawancara.

3.5 Teknik Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data

dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, di mana pembahasan penelitian

serta hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang

diperoleh. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat

kualitatif, maka analisis data yang digunakan non statistik.

Moleong (2002, h. 103) mendefinisikan “Analisis data sebagai proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis

kerja”. Menurut (Miles, 2007, h. 15-19) “Analisis data dalam penelitian kualitatif

Page 24: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

23

berlangsung secara interaktif, di mana pada setiap tahapan kegia tan tidak berjalan

sendiri-sendiri”. Meskipun tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan

yang direncanakan, akan tetapi kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang

antara kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta ver ifikasi

atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini,

digunakan langkah langkah atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau alur verifikasi

data

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang

tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2007, h. 17). Reduksi data ini bertujuan

untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu

dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau

verifikasi. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan

mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian

dipilih dan dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.

2. Penyajian Data

Menurut Miles dan Huberman (2007, h. 18) penyajian data adalah

“pengumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini, data yang telah

dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian data ”.

Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek yang teliti

Page 25: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

24

yaitu implementasi pembangunan bottom up terhadap percepatan pembangunan

gampong.

3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

“Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna -

makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya (Miles dan Huberman, 2007, h. 19)”. Penarikan

kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat

dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok

permasalahan yang diteliti.

Menurut Miles dan Huberman (2007, h. 36) ada tiga komponen analisis

yaitu “reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Aktivitas ketiga

komponen dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data

sebagai suatu proses siklus. Peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen

analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan

memanfaatkan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini”.

Untuk lebih jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam

skema sebagai berikut:

Sumber : Miles dan Huberman (2007, h. 36)

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan

kesimpulan/verifikkasi

Page 26: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

25

3.6 Pengujian Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan

member check. Pengujian kredibilitas data digunakan untuk mendapatkan data

yang lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2007, h. 270).

Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut :

1. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan

yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang memadai.

Menurut Moleong (2002, h. 327) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal

di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dalam

pengumpulan data, pengamatan yang dilakukan tidak hanya dilakukan dalam

waktu yang singkat melainkan memerlukan perpanjangan pengamatan dengan

keikutsertaan pada lata penelitian. Perpanjangan pengamatan yang dilakukan

peneliti adalah dengan sering melakukan hubungan interaksi dengan masyarakat

dan aparat gampong serta sering melakukan pengamatan di lapangan.

2. Peningkatan Ketekunan

Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan dilakukan

dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun dokumen yang terkait

dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa data apakah benar

dan bisa dipercaya atau tidak.

Page 27: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

26

3. Triangulasi

Analisa Triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk mengatasi

masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau

satu metode penelitian saja. (Sugiyono, 2007, h. 225). Triangulasi dapat diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Menurut

Sugiyono (2007, h. 273) terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu :

a. Triangulasi sumber data

Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai

sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek sumber

data antara bawahan, atasan dan teman.

b. Triangulasi teknik pengumpulan data

Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data di cek kredibilitasnya

dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang

sama.

c. Triangulasi waktu pengumpulan data

Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya

dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang

sama.

Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi

lebih konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data (Sugiyono,

2007, h. 241).

4. Pemeriksaan Teman Sejawat

Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil

temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan

Page 28: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

27

mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan yang

berguna untuk proses penelitian.

5. Analisis Kasus Negatif

Menurut Sugiyono (2007, h. 275) melakukan analis kasus negatif berarti

peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang

telah ditemukan.

6. Member Check

Member check atau pengujian anggota dilakukan dengan cara

mendiskusikan hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan

data untuk mengecek kebenaran data dan interprestasinya.

3.7 Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap

mempunyai informasi (Key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian.

Cara yang digunakan untuk menentukan informasi kunci tersebut maka penulis

menggunakan “purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik

sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-

pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009, h. 128).

Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari

informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Keuchik 1 orang

2. Kaur Pemerintahan 3 orang

3. Sekdes 1 orang

4. Tuha peut 3 orang

Page 29: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

28

5. Kadus 4 orang

6. Masyarakat 18 orang

Jumlah 30 orang

Jadi, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30

orang. Penentuan informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis, tujuan yang

diambil mereka sebagai informan, karena mereka terlibat dalam meremuskan dan

melakukan pengawasan terhadap percepatan pelaksanaan pembangunan gampong

di Gampong Meureubo.

Page 30: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil penulis adalah di Gampong Meureubo

Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Sehubungan dengan penelitian ini,

maka yang perlu diketahui oleh peneliti adalah Kondisi geografis, Demografis,

keadaaan sosial dan ekonomi.

4.1.1 Keadaan Geografis

1. Batas Gampong

Gampong Meureubo merupakan ibu kota kecamatan 382 Ha/m2 yang

berbatasan dengan gampong, yaitu sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Ujong Tanjong

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Langung

3. Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Meureubo

4. Sebelah barat Berbatasan dengan Ujong Drien

2. Luas Gampong

Gampong Meureubo mempunyai luas tanah secara keseluruhan mencapai

± 382 ha/, yang terbagi menjadi:

1) Luas pemukiman : 352 ha/m2

2) Luas persawahan : 10 ha/m2

3) Luas pekebunan : 10 ha/m2

4) Luas kuburan : 0,5 ha/m2

5) Luas perkarangan : 2,7 ha/m2

Page 31: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

30

30

6) Luas taman : 1,5 ha/m2

7) Perkantoran : 1,5 ha/m2

8) Luas prasarana umum lainnya: 1 ha/m2

4.1.2 Keadaan Demografis

Data jumlah penduduk Gampong Meureubo dapat berjumlah 966 laki- laki

dan 1200 orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga 519 jiwa. Agar lebih

jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel : 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia

No Golongan Umur Jenis Kelamin

Jumlah L P

1 0 bulan – 12 bulan 52 68 120

2 3 bulan – 4 Tahun 56 100 156

3 5 Tahun - 6 Tahun 76 99 175

4 7 tahun – 12 tahun 78 98 176

5 13 tahun – 15 tahun 75 99 174

6 16 tahun – 18 tahun 86 93 179

7 19 tahun – 25 tahun 102 175 277

8 26 tahun – 35 tahun 128 80 208

9 36 tahun – 45 tahun 125 130 255

10 46 tahun – 50 tahun 66 97 163

11 51 tahun - 60 tahun 72 96 168

12 61 tahun - 75 tahun 40 46 86

13 Di atas 75 tahun 10 19 25

JUMLAH 966 1200 2166

Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

Gampong Meureubo yang paling banyak adalah umur 36 tahun – 45 tahun dengan

jumlah 255 orang dan paling sedikit adalah yang berumur di atas 75 tahun dengan

jumlah 19 orang. Untuk melihat jumlah penduduk Gampong Meureubo

berdasarkan dusun, maka dapat dilhat pada tabel di bawah ini :

Page 32: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

31

31

Tabel : 4.2 Jumlah Penduduk Gampong Meureubo berdasarkan dusun

No Dusun Jumlah KK Jumlah Jiwa

Total Jiwa L P

1 Pematang 197 310 452 762

2 Imum Musa 101 201 215 416

3 Syeh Jawab 118 224 272 496

4 Padang Si jabu 213 231 261 492

Jumlah 519 966 1200 2166

Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.2 di atas maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

Gampong Meureubo berdasarkan dusun yang paling banyak jumlah penduduknya

adalah Dusun Pematang yaitu 760 jiwa yang terdiri dari laki- laki dan perempuan

dan yang paling sedikit adalah dusun Imum Musa dengan jumlah 416 orang.

Kemudian untuk mengetahui jumlah penduduk berdasarkan pendidikan, dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel : 4.3. Jumlah penduduk menurut pendidikan

No Jenjang Sekolah Jumlah

1 SD 102

1 SMP 250

2 SMA 180

4 D-1 20

5 D-2 28

6 D-3 14

7 S-1 22

8 S-2 2

9 Lainnya 1548

Jumlah 2166 Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, bahwa jumlah penduduk Gampong

Meureubo menurut pendidikan yang paling banyak adalah tamatan SMP dengan

jumlah 250 jiwa sedangkan paling sedikit adalah pendidikan S2 dengan jumlah 2

Page 33: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

32

32

jiwa. Sedangkan sisa yang lainnya adalah 1548 jiwa terdiri dari tidak sekolah,

belum sekolah atau sedang sekolah.

4.1.3. Mata Pencaharian

Dalam usaha peningkatan pendapatan masyarakat, Gampong Meureubo

sangat memungkinkan baik untuk pengembangan dan peningkatan usaha karena

dilihat dari areal lahan yang masih luas, terutama perkebunan, pertanian dan

peternakan.

Pasca gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2014

lalu, kondisi Gampong secara perlahan- lahan mulai pulih meskipun tidak sama

seperti sebelum stunami yang mata pencaharian penduduk mulai mengalami

perubahan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel : 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Uraian Jumlah

1 Petani 76

3 Pedagang 78

4 Peternak 35

5 Pertukangan 37

6 Sopir 18

7 Pekerja bengkel 20

8 Pengrajin/Industri rumah tangga 50

9 Wiraswasta 150

10 PNS/TNI/POLRI 42

11. Belum bekerja/tidak bekerja 1660

Jumlah 2166 Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, maka dapat dilihat paling banyak penduduk

yaitu belum bekerja/tidak bekerja dengan jumlah 1660 orang. Sedangkan yang

paling sedikit adalah berprofesi sebagai sopir dengan jumlah 18 orang.

Page 34: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

33

33

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Tabel : 4.5 Fasilitas Sosial dan Ekonomi Gampong Meureubo

No Jenis Fasilitas Jumlah Penggunaan Fasilitas

Dan kondisinya

1 Fasilitas Agama

1) Mesjid

2) Meunasah

3) Bak Wudhuk

1 Unit

3 Unit

3 Unit

Lagi direnovasi

Baik

Baik

2 Fasilitas Pendidikan

1) MIN

2) TK

3) TPQ

4) SMP

1 Unit

1 Unit

1 Unit

1 Unit

Baik

Baik

3 Fasilitas Ekonomi

1) Lembaga Ekonomi mikro

2) Rice milling unit 3) Trading centre

5 Unit

1 Unit

Milik masyarakat

Milik masyarakat

4 Fasilitas Pemerintahan

1) Balai desa 2) Kantor camat 3) Kantor KUA

4) Balai PKK

1 Unit

1 Unit

1 Unit

1 Unit

Semi permanen/kurang

berfungsi

Aktif

Aktif

5 Fasilitas olah raga

1) Lapangan bola kaki 2) Lapangan bola voly

3) Lapangan Badminton 4) Lapangan Pencak silat

1 Unit Baik

Baik

6 Fasilitas Kesehatan

1) Puskesmas

2) Posyandu

1 Unit Baik

Baik

Sumber : Data Monografi Gampong Meureubo Tahun 2013

Page 35: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

34

34

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Implementasi Pembangunan Bottom Up Terhadap Percepatan

Pelaksanaan Pembangunan Gampong Meureubo

Program pembangunan yang dilaksanakan di gampong harus mencakup 2

(dua) prioritas pembangunan, yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan guna

mengembangkan atau mempercepat pembangunan gampong, membangun

infrastruktur gampong dan infrastruktur dasar serta mewujudkan pemerintahan

gampong yang baik.

Pembangunan gampong sering dikaitkan dengan upaya atau usaha

bagaimana mempercepat pembangunan gampong tersebut menjadi lebih baik.

Sumber daya alam, sumber daya manusia, sangat menentukan proses

pembangunan gampong secara battom up. Mensejahterakan penduduk adalah

tujuan utama dari adanya pembangunan gampong. Salah satu caranya, yaitu

dengan membuat program-program yang dapat mengoptimalkan sumber daya

alam yang nantinya bisa menjadikan dana pemasukan bagi gampong.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak I Gusri, mengatakan

bahwa :

“Bahwa seluruh usulan program pembangunan yang dilaksanakan dari bawah (bottom up) masih belum efektif, padahal program pembangunan bottom up menjadikan sebuah bahan pertimbangan

dan akan dipilih secara demokratis, agar pembangunan yang akan kita laksanakan di Gampong Meureubo benar-benar dapat

dilaksanakan dengan cepat” (Wawancara, Sabtu 27 April 2013). Hasil wawancara dengan Salman. B selaku Kaur Pembangunan, yaitu :

“Usulan pembangunan bottom up sudah diusulkan di tingkat

gampong, bahkan sudah diusulkan di tingkat kecamatan, kemudian dari usulan tersebut kurang ditanggapi dengan baik oleh pemerintah gampong, sehingga pelaksanaan pembangunan tidak berjalan

dengan cepat”. (Wawancara, Sabtu 27 April 2013).

Page 36: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

35

35

Hasil wawancara dengan Miswar selaku Kadus Imum Musa mengatakan

bahwa :

“Pelaksanaan pembangunan dengan sistem dari bawah ke atas,

guna mempercepat pembangunan gampong, khususnya pembangunan sarana fisik dan non fisik masih kurang maksimal

sehingga pembangunan masih agak terlambat. Kemudian pembangunan dari bawah perlu adanya kerja sama antara aparat gampong dengan masyarakat guna mempercepat proses

pembangunan gampong (Wawancara, Sabtu 27 April 2013).

Hasil wawancara dengan Adb. Halim selaku Kaur Pemerintahan

mengatakan bahwa :

“Pembangunan yang dilaksanakan dari bawah ke atas, perlu

dilakukan Musrembang dari bawah agar hasil pembangunan yang dicapai tepat sasaran dan proses pelaksanaan pembangunannya dapat dijalankan dengan cepat. Kemudian saya selaku Kaur

Pemerintahan mengajak seluruh aparat gampong untuk melaksanakan pembangunan Gampong Meureubo dengan cepat.

Namun kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan konsep pembangunan bottom up tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya”. (Wawancara, Jumat 28 April 2013).

Wawancara dengan Anwar, selaku tuha peut, mengatakan bahwa :

“Kami, selaku tuha peut, mengajak masyarakat untuk melaksanakan pembangunan gampong secara bottom up.

Pembangunan bottom up, kalau menurut saya adalah proses pembangunan dari bawah ke atas. Proses pembangunan dari bawah

yang dilaksanakan di Gampong Meureubo belum sepenuhnya berjalan dengan baik, hal ini terlihat bahwa masih lambatnya proses pembangunan”. (Wawancara, Jumat 28 April 2013).

Berdasarkan Hasil wawancara di atas, jelas bahwa pembangunan dari atas

atau pembangunan bottom up perlu dilaksanakan di Gampong Meureubo guna

mempercepat pelaksanaan pembangunan dan sesuai dengan tujuan pembangunan

yang hendak dicapai, namun kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa

pembangunan bottom up masih kurang efektif dilaksanakan.

Page 37: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

36

36

Salah satu upaya untuk mempercepat pembangunan Gampong Meureubo

dari bawah ke atas, maka musyawarah para pihak berkepentingan di tingkat

gampong dalam menyepakati rencana tahunan pembangunan, Musrenbangdes

menjadi media yang penting dalam menjaring aspirasi masyarakat. Menurut

aturannya, aspirasi dan hasil-hasil pertemuan dalam forum ini yang kemudian

diteruskan pada Musrenbang tingkat kecamatan akan menjadi acuan bagi

pemerintah gampong dalam menetapkan rencana-rencana kegiatan pembangunan.

Sesuai dengan tata waktu dan mekanisme proses, Musrenbangdes dibagi menjadi

dua tahap, persiapan dan pelaksanaan. Namun rencana yang diajukan kurang

mendapat tanggapan dari pemerintah gampong, sehingga proses pelaksanaan

pembangunan gampong berjalan lambat. Agar pelaksanaan pembangunan bottom

up di Gampong Meureubo berjalan efektif, maka perlu merencanakan program

kerja yang direncanakan dalam rencana pembangunan jangka menengah

gampong.

Program kerja pembangunan Meureubo dalam kurun waktu tahun 2009-

2013 disusun berdasarkan analisis strategis terhadap faktor internal dan faktor

eksternal sehingga didapatkan suatu program kerja strategis untuk mencapai visi

misi dan misi yang ditetapkan. penyusunan program pembangunan gampong ini

di bagi dua atas dua urusan yaitu urusan wajib dan urusan pilihan.

1. Urusan Wajib

Urusan wajib adalah aspek agenda pembangunan dan permasalahan yang

harus ditangani setiap anggaran tahun oleh pemerintah gampong. Urusan ini

meliputi :

Page 38: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

37

37

a. Bidang Insfrastruktur dan Pasarana

Program pembangunan gampong Meureubo di bidang sarana dan pasarana

mengarah kepada program pengadaan sarana dan pasarana untuk

mendukung pertumbuhan ekonomi dan penyediaan fasilitas untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat gampong sehingga dengan

adanya penyediaan sarana dan pasarana ini dapat meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat.

b. Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan arah pembangunan lebih menitik beratkan

penyediaan bantuan pendidikan dan pembinaan generasi muda sebagai

pendukung pembangunan gampong dimasa yang akan datang.

c. Bidang Kesehatan

Pengembangan kesehatan masyarakat dirasakan program rentan dalam

program pembangunan gampong Meureubo, hal ini dikarenakan karena

tingkat kesehatan masyarakat yang dirasakan masih rendah dan rentan

terhadap pengembangan penyakit ditambah dengan belum adanya sarana

Pendukung kesehatan masyarakat di Gampong Meureubo sehingga

penyediaan obat-obatan tradisional sebagai pertolongan awal merupakan

langkahyang tepat untuk dijadikan program kerja bagi pemerintahan

gampong Meureubo.

d. Bidang Lingkungan hidup

Di bidang lingkungan hidup program pembangunan gampong meureubo

mengarah kepada menciptakan lingkungan hidup yang sehat dan nyaman

sehingga dapat mendukung tingkat kesehatan masyarakat.

Page 39: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

38

38

e. Bidang Sosial Budaya

Dalam penunjang pembangunan gampong yang berorientasi

kemasyarakatan pengembangan kehidupan bermasyarakat di Gampong

Meureubo dirasakan penting untuk mengembangkan pembangunan yang

partisipatif dan berkesinambungan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai

budaya yang ada.

f. Bidang Koperasi dan UKM

Masyarakat gampong Meureubo dalam pengembangan pendapatan

masyarakat masih sangat membutuhkan modal usaha sehingga dapat

diharapkan pendapatan masyarakat tidak hanya bertempu pada sektor

pertanian, namun pengembangan sektor pertanianjuga perlu dilakukan

karena berdasarkan sebagian besar pendapatan masyarakat masih

bertumpu pada sektor ini.

g. Bidang Syariat Islam

Pembangunan yang berorientasi pengembangan syariat Islam perlu

dikembangkan di gampong dalam rangka menunjang program

pemerintahan kabupaten aceh barat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah

dengan melakukan penguatan keagamaan di gampong dan pemberdayaan

kelembagaan keagamaan.

2. Urusan Pilihan

a. Bidang Pariwisata

Pengembangan pariwisata gampong Meureubo dirasakan perlu untuk

meningkatkan pendapatan asli gampong (PAG) dalam rangka

Page 40: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

39

39

pembangunan gampong yang tidak bertumpu pada alokasi dana tahunan

dari pemerintahan kecamatan.

b. Bidang Pertanian

Sektor ini merupakan penting dalam pembangunan gampong meureubo

karena di sektor ini merupakan sumber utama pendapatan masyarakat.

Arah pembanguna di sektor ini lebih lebih mengarah kepada pembinaan

dan dan pengadaan modal usaha pertanian untuk menunjang pendapatan

masayarakat.

Dari hasil wawancara dengan Salman. B. mengatakan bahwa :

“Urusan pembangunan secara bottom up yang telah dijalankan mulai dari urusan wajib dan urusan pilihan direncanakan masih kurang maksimal dilaksanakannya, oleh sebab itu perlu

dilimpahkan ke kecamatan agar pembangunan yang direncanakan dapat dipercepat oleh pemerintah gampong” (Wawancara, Jumat

28 April 2013). Wawancara dengan Musriman, selaku masyarakat, mengatakan bahwa :

“Kami selaku masyarakat gampong Meureubo juga pernah

mengusulkan percepatan pembangunan yang mencangkup pembangunan wajib dan pembangunan urusan pilihan, namun kurang ada tanggapan dari pemerintah gampong. Kemudian

pembangunan tersebut diagendakan dalam Musrembangdes di tingkat gampong. Ini artinya pembangunan gampong seharusnya

dimulai dari bawah. (Wawancara, Jumat 28 April 2013). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ali, selaku masyarakat gampong

Meureubo mengatakan bahwa :

“Kalau menurut saya, memang program pembangunan gampong Meureubo perlu mencangkup urusan wajib dan urusan pilihan

sebagai mana tercantum dalam agenda rencana pembangunan jangka menengah gampong dan juga diagendakan dalam

Musrembangdes di tingkat gampong, karena selama ini pelaksanaan pembangunan secara bottom up masih belum efektif. masyarakat dan seluruh aparat gampong juga telah membahas

masalah ini. (Wawancara, Jumat 28 April 2013).

Page 41: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

40

40

Menurut Azwar, selaku masyarakat, Mengatakan bahwa :

“Menurut saya pembangunan di gampong Meureubo menggunakan

konsep bottom up. Namun konsep tersebut masih kurang mengerti untuk dilaksanakan, sehingga berdampaknya terhadap lambat proses pembangunan gampong, contoh saya katakana bahwa

pembangunan Mesjid dan pembangunan jalan setapak yang proses berjalan lambat” (Wawancara, Jumat 28 April 2013).

Hal yang serupa juga diungpkan oleh Asni, selaku masyarakat gampong

Meureubo mengatakan bahwa :

“Benar apa yang dikatakan bahwa pembangunan gampong Meureubo menggunakan secara bottom up, akan tetapi tidak berjalan secara maksimal. Kalau saya pahami bahwa pembangunan

gampong Meureubo perlu menggunakan konsep yang benar-benar dapat mempercepat pembangunan gampong, agar pembangunan

bisa berjalan efektif”. Berdasarkan wawancara di atas, maka jelas bahwa Musrembangdes

merupakan langkah awal untuk melaksanakan pembangunan dari bawah (Bottom

Up), karena dengan Musrembangdes akan mempercepat proses pembangunan

gampong, karena konsep pembangunan bottom up di Gampong Meureubo kurang

efektif melaksanakan Musrembangdes di tingkat gampong. Dari pengamatan

penulis menemukan pembangunan yang telah dilaksanakan di Gampong

Meureubo terdiri dari pembangunan fisik dan non fisik. Pembangunan fisik terdiri

dari jalan setapak, pembangunan tempat wudhu, jembatan, perumahan bendungan,

irigasi pembangunan Mesjid. Sedangkan pembangunan non fisik ialah

peningkatakan ekonomi masyarakat melalui modal usaha dan peningkatan taraf

hidup masyarakat dengan memberikan kesehatan gratis serta peningkatan mutu

pendidikan. Namun pelaksanaan di lapangan masih kurang efektif, sebab apa yang

direnacanakan masih lambat dan tidak semua program pembangunan terealisasi.

Page 42: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

41

41

Pembangunan gampong merupakan tanggung jawab bersama pemerintah

gampong dan masyarakat, baik dalam pendanaan, pelaksanaan, pemanfaatan,

maupun resiko pembangunan yang harus dihadapi. Prinsip dasarnya adalah

pemerintah yang semula berciri hirarkis dan terpusat menjadi kemitraan dan

pemberdayaan.

Secara konseptual pelaksanaan pembangunan dari bawah (battom up)

dengan perencanaan dari atas (dinas sektoral) melalui proses perencanaan

pembangunan berjenjang dari tingkat Desa (Musbangdes), Kecamatan, sampai

Kabupaten (Rakorbang). Akan tetapi, keterpaduan antar komponen perencana

tersebut tidak terwujud karena dominannya perencanaan dari atas. Pola

pembangunan dari bawah tetap mengikuti alur perencanaan yang sudah

ditetapkan.

Sebagaimana diungkapkan oleh Hamdani, Ulee Jurong Pematang,

mengatakan bahwa :

“Saya juga pernah mengusulkan kepada aparat gampong agar

pelaksanaan pembangunan diagenda dalam Musrembandes dan dilaksanakan secara bottom up, hal ini untuk mempermudah merumuskan rencana pembangunan jangka menengah gampong,

sebab rencana pembangunan jangka menengah gampong juga merupakan bagian dari konsep pembangunan dari bawah. Namun

usulan tersebut masih lama ditanggapi, sehingga pembangunan masih kurang maksimal, seperti apa yang diharapkan masyarakat” (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).

Hasil wawancara dengan wawan, selaku masyarakat, mengatakan bahwa :

“Saya kurang memahami masalah pembangunan dari bawah, setahu saya aparat gampong cuma ada agenda rencana

pembangunan gampong yang telah ada dalam buku RPJMG, di situ semua tertulis tentang program-program pembangunan gampong.

Maka saya katakana bahwa pembangunan gampong Meureubo masih belum cepat dilaksanakan karena berfokus pada Rencana pembangunan saja, tidak laksanakan terus (Wawancara, Sabtu 29

April 2013).

Page 43: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

42

42

Hasil wawancara dengan Hamdani, selaku Ulee Jurong Pematang,

mengatakan bahwa :

“Wacana pembangunan dari bawah atau biasa disebut bottom up,

memang dilaksanakan secara maksimal, sebab agenda yang dituangkan dalam rumusan pembangunan jangka menengah

gampong, semua telah dirumuskan dan disusun oleh aparat gampong serta masyarakat, Namun saya lihat di lapangan apa yang dirumuskan kurang berjalan, sebab tidak semua dijalankan

(Wawancara, Sabtu 29 April 2013).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa

pembangunan yang dilaksanakan di Gampong Meureubo dilaksanakan dari

bawah, masih kurang berjalan dengan cepat dan masih lambat. Namun program-

program pembangunan yang dilaksanakan tertuang dalam rencana pembangunan

yang telah ditetapkan.

Pembangunan gampong dapat dilaksanakan dengan baik apabila masyarakat

gampong sudah menetapkan perencanaan dan memberi kesempatan kepada

masyarakat gampong untuk melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan

yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good

Governance) seperti partisipasif, transparan dan akuntabilitas. Maka berdasarkan

hal tersebut pelaksanaan pembangunan Gampong Meureubo berdasarkan konsep

bottom up bertujuan untuk mempercepat proses pembangunan gampong yang

dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka menengah gampong.

Dalam upaya pelaksanaan pembangunan gampong dapat dilihat dari

beberapa segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran

pembangunan gampong dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan

sektoral yang dilaksanakan di gampong. Pembangunan sektoral dilakukan di

gampong disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang ada di gampong.

Page 44: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

43

43

Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perdesaan sebagai

pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi wilayah tersebut. Pembangunan wilayah

meliputi pembangunan wilayah gampong perdesaan yang terpadu dan saling

mengisi.

Ketiga, pembangunan gampong dilihat dari segi pemerintahannya. Agar

tujuan dan usaha pembangunan gampong dapat berhasil dengan baik maka

pemerintah gampong perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan

daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan

gampong.

Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara dengan Masrijal, Selaku

masyarakat, mengatakan bahwa :

“Pembangunan gampong dilihat dari segi potensi gampong dan

pemerintahannya. Misalnya saja gampong Meureubo banyak potensi yang ada, sehingga perlu dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya di bidang

ekonomi. Kemudian pelaksanaan pembangunan bottom up juga tergantung pada pemerintahan gampong itu sendiri, mampu atau

tidak dalam melaksanakannya.” (Wawancara, Minggu 30 April 2013).

Sedangkan menurut, Saiful, selaku Ulee Jurong Pada Sijabu, mengatakan

bahwa :

“Iya memang pembangunan yang dilaksanakan dari bawah perlu

dilihat juga dari beberapa aspek terutama potensi yang ada di gampong tersebut, hal ini berguna untuk melihat bahwa program

apa yang perlu dikembangkan bagi masyarakat” (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).

Sedangkan menurut, Musalli, selaku Ulee Kaur Kesra, mengatakan bahwa:

“Kami aparat gampong telah merumuskan semua program pembangunan gampong di dalam buku agenda RPJMG. Semua potensi yang ada telah kami rangkum untuk, setelah itu baru

direalisasikan dan dimusyawarahkan dalam rapat pembentukan tim perencanaan pembangunan. (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).

Page 45: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

44

44

Hasil wawancara dengan Nyak Sayang, Selaku anggota tuha peut,

mengatakan bahwa :

“Fokus utama pembangunan bottom up ini adalah dari segi

pembangunan infrasttruktur fisik, guna menunjang pembangunan gampong, serta urusan wajib dan urusan pilihan masih menjadi

prioritas utama dalam mewujudkan pembangunan gampong yang selama ini masih kurang maksimal. (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).

Hal ini, juga diungkapkan oleh Firdaus, selaku tuha peut, mengatakan

bahwa:

“Pembangunan gampong perlu dipercepat dengan cara bottom up, dan perlu juga dimusyawarahkan sesama warga, sebab

Musyawarah yang selama ini dijalankan tidak dapat hasil yang memuaskan. Pembangunan Meureubo belum sepenuhnya menggunakan konsep bottom up (Wawancara, Sabtu 29 April

2013).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa

pembangunan gampong Meureubo masih belum berpedoman pada pembangunan

bottom up, perlu memperhatikan potensi yang ada di gampong tersebut.

Kemudian pembangunan gampong juga perlu membahas berbagai aspek yang,

terutama masalah kesenjangan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat,

masalah pembangunan gampong merupakan bagian dari pembangunan nasional,

maka oleh sebab itu pembangunan gampong juga perlu dilaksanakan dari bawah

ke atas, karena pembangunan masyarakat perdesaan yang perlu diperhatikan oleh

pemerintah bagaimana memberdayakan masyarakat gampong seperti peningkatan

perekonomian masyarakat.

Dengan melihat pendekatan pembangunan gampong yang dilaksanakan

oleh masyarakat dan aparat Gampong Meureubo, maka pembagunan gampong

dapat dilihat sebagai suatu proses dari bawah ke atas. Dikatakan sebagai proses

Page 46: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

45

45

bawah ke atas karna diperlihatkan oleh jalannya proses perubahan yang

berlangsung dari cara yang tradisional ke arah yang lebih maju dan lebih

menekankan kepada aspek perubahan yang terjadi pada masyarakat. Maka dari itu

berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis bahwa pelaksanaan

pembangunan bottom up merupakan pembangunan yang berdasarkan proses dari

perubahan, guna mempercepat proses pembangunan gampong.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Implementasi Pembangunan Bottom-Up Terhadap Percepatan

Pelaksanaan Pembangunan Gampong Meureubo

Pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang kontinyu dan

terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap

lebih baik. Usaha pembaharuan untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik harus

dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat dan pemerintah, karena pada

dasarnya kebijaksanaan pemerintah merupakan perpaduan dan pemadatan

daripada pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan rakyat dan golongan-

golongan dalam masyarakat.

Menurut Affandi (2004, h. 37) pembangunan sebagai proses perubahan

dari suatu kondisi tertentu ke kondisi lebih baik. Pembangunan dapat diartikan

sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak

secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya

yang paling manusiawi.

Kebijakan pemerintah dalam pembangunan gampong dilaksanakan dari

bawah (bottom up) merupakan langkah awal untuk mempercepat pembangunan

gampong. Pembangunan gampong Meureubo yang dilaksanakan secara bottom up

Page 47: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

46

46

merupakan agenda pemerintah gampong dan masyarakat untuk merumuskan

kegiatan-kegiatan pembangunan gampong.

Berdasarkan pengamatan pengamatan penulis di lapangan bahwa kegiatan-

kegiatan pembangunan Gampong Meureubo yang dilaksanakan di antaranya ialah

pembangunan jalan setapak, pembangunan Mesjid dan sebagainya. Kegiatan

pembangunan tersebut tidak terlepas dari kegiatan pembangunan dari bawah

(bottom up). Proses pembangunan dari bawah direncanakan oleh pemerintah

gampong dan masyarakat yang dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka

menengah gampong untuk merencanakan pembangunan apa yang lebih terarah.

Proses perencanaan yang dilakukan berjalan dua arah, yaitu dari atas ke

bawah dan dari bawah ke atas. Dari atas ke bawah berupa penetapan sasaran-

sasaran makro dan sektoral serta kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan

secara nasional. Dari bawah ke atas berupa aspirasi masyarakat yang

merencanakan pengembangan potensi daerah serta menampilkan keadaan yang

nyata di lapangan.

Proses "perencanaan dari bawah" dimulai dari musyawarah

(Musrembangdes) pada tingkat kelurahan/gampong, dan diteruskan dengan

musyawarah pada tingkat kecamatan; diikuti rapat koordinasi pembangunan

(Rakorbang) tingkat kabupaten dan Provinsi. Selanjutnya diadakan konsultasi

regional (Konreg) antar sejumlah propinsi dalam satu wilayah, dan diakhiri

dengan konsultasi nasional (konnas) pembangunan daerah, di mana rencana-

rencana pusat (sektoral) dan daerah dipertemukan dan dipadukan.

Dalam mewujudkan tujuan program pembangunan pada setiap lembaga

dibutuhkan suatu pola manajerial dalam pengelolaan pembangunan, pola

Page 48: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

47

47

manajerial tersebut dimaksudkan agar pembangunan gampong dapat berjalan dari

semua aspek seperti aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik serta bisa dirasakan

dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu hal yang dibutuhkan adalah

kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat dalam menunjang

suksesnya pelaksanaan program pembangunan.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan

masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro

(nasional) dan mikro (community/group). Makna penting dari pembangunan

adalah adanya kemajuan/perbaikan (progres), pertumbuhan dan diversifikasi.

Seperti yang dikemukakan oleh para ahli, pembangunan adalah semua

proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan

terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara

alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Prasadja, 2002, h. 20).

Selain itu juga diperlukan kebijaksanaan pemerintah untuk mengarahkan

serta membimbing masyarakat untuk bersama-sama melaksanakan program

pembangunan yang telah direncanakan. Salah satu kebijaksanaan pemerintah

untuk mengarahkan bagaimana proses pembangunan gampong dilaksanakan dari

bawah agar proses pembangunan gampong bisa dijalankan dengan cepat.

Kebijakan pembangunan Gampong Meureubo didasarkan kepada

pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk peningkatan perekonomian

masyarakat yang didukung dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya

manusia yang memadai sehingga didapatkan berbagai strategi umum

pembangunan yang menghasilkan program-program pokok pembangunan,

Page 49: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

48

48

selanjutnya akan dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) pembangunan

Gampong Meureubo Tahun 2009-2013.

Agar lebih jelas langkah- langkah rencana strategi pembangunan gampong

Meureubo yang merupakan penjabaran pembangunan bottom up. Maka langkah-

langkah strategi pencapaian pembangunan Gampong Meureubo Kecamatan

Meurebo Kabupaten Aceh Barat, dapat dilihat pada uraian tabel di bawah ini :

Tabel : 4.6 Tabel Tahapan Strategi Pencapaian Pembangunan Gampong

Tahun Strategi Langkah-Langkah Pencapaian

(1) (2) (3)

2009

Penyediaan fasilitas

untuk peningkatan

pelayanan umum dan

perekonomian

masyarakat

1. Musyawarah Gampong

2. Pendataan usulan sarana dan prasarana

yang dibangun

3. Penulisan proposal usulan

4. Pengajuan usulan (Musrembang Kecamatan, Musrembang Kabupaten,

kepihak ketiga, sumber dana lainnya)

5. Pelaksanaan kegiatan

6. Pengawasan/monitoring

7. Evaluasi

2010

Penyediaan modal

usaha dan

peningkatan kapasitas

aparatur gampong

untuk peningkatan

pelayanan umum dan

peningkatan

infrastruktur gampong

1. Musyawarah Gampong

2. Pendataan penerima manfaat modal usaha

3. Penulisan proposal usulan

4. Pengajuan usulan (Musrembang

Kecamatan, Musrembang Kabupaten, kepihak ketiga, sumber dana lainnya)

5. Pelaksanaan kegiatan

6. Pengawasan/monitoring

7. Pelaksanaan pelatihan

(1) (2) (3)

2011

Peningkatan

pendidikan anak usia

dini baik formal

maupun non formal

1. Musyawarah Gampong

2. Pendataan anak usia dini penerima

beasiswa pendidikan

3. Pendataan sarana dan prasarana penunjang

Page 50: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

49

49

Sebagai regenerasi

pembangunan di

gampong

4. Penulisan proposal usulan

5. Pengajuan usulan (Musrembang

Kecamatan, Musrembang Kabupaten, kepihak ketiga, sumber dana lainnya)

6. Pelaksanaan kegiatan

7. Pengawasan/Monitoring

8. Persiapan penyaluran dana beasiswa

9. Penyaluran dana beasiswa

10. Evaluasi

2012

Menguatkan

perekonomian

kerakyatan dan

pengembangan

Industri Rakyat

dengan cara

penyertaan modal

usaha kerakyatan dan

peningkatan

pelayanan umum

1. Musyawarah Gampong

2. Pendataan kelompok keagamaan dan

pembentukan pengurus

3. Pendataan sarana dan prasarana

penunjang

4. Penulisan proposal usulan

5. Pengajuan USULAN (Musrembang

Kecamatan, Musrembang Kabupaten,

kepihak ketiga, sumber dana lainnya)

6. Sosialisasi

7. Pelaksanaan kegiatan keagamaan

8. Pengawasan/Monitoring secara

bekesinambungan

9. Evaluasi

(1) (2) (3)

2013

Terwujudnya

masyarakat Gampong

Meureubo yang

mandiri, dapat

meningkatkan

penguatan ekonomi

serta mampu

memenuhi kebutuhan

hidup secara layak

pada tahun 2014

terbebas dari

kemiskinan.

1. Musyawarah Gampong

2. Pendataan usulan baru untuk periode kedepan

3. Pembentukan Tim pemelihara kegiatan

4. Pembentukan Tim evaluasi periode

ke depan

5. Penggalian masalah kembali

6. Penyusunan RPJMG periode ke depan

7. Pengesahan Qanun RPJMG

Sumber : Data RPJMG Gampong Meureubo Periode 2009-2013

Page 51: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

50

50

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dipahami bahwa tahapan rencana

strategi pencapaian pembangunan Gampong Meureubo, merupakan bagian dari

konsep pembangunan bottom up yang telah dirumuskan dalam rencana

pembangunan jangka menengah gampong. Adapun tahap-tahap strategi

pencapaian pembangunan gampong, tahunnya dimulai dari musyawarah aparat

gampong dengan masyarakat sampai dengan evaluasi program pembangunan.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan gampong secara lebih

efektif, maka pemerintah gampong dan masyarakatnya perlu menciptakan suatu

strategi pencapaian tujuan tersebut. Dalam merancang strategi yang dimaksud,

pemerintah gampong perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Keterpaduan pembangunan gampong, di mana kegiatan-kegiatan

dilaksanakan memiliki sinergi dengan kegiatan pembangunan yang lain.

2. Partisipatif, di mana masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan dari

proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan.

3. Keberpihakan, di mana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun

pemanfaatan hasil kepada seluruh masyarakat.

4. Otonomi dan desentralisasi, di mana masyarakat memperoleh kepercayaan

dan kesempatan luas dalam kegiatan baik dalam proses perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan maupun pemanfaatan hasilnya.

Page 52: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

51

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan

tentang mplementasi pembangunan Bottom Up terhadap percepatan pelaksanaan

pembangunan gampong , maka dapat disimpulkan bahwa :

Pembangunan Gampong Meureubo yang dilaksanakan berdasarkan konsep

pembangunan bottom up atau pembangunan dari bawah ke atas, masih kurang

efektif sebab apa telah direncanakan belum terealiasikan secar merata, karena

tidak semua program-program pembangunan yang dilaksanakan berjalan dengan

baik. Adapun tujuan pembangunan bottom up di Gampong Meureubo adalah

mempercepat proses pembangunan gampong. Adapun aspek pembangunan

bottom up di Gampong Meureubo yang telah dirumuskan dalam program

pembangunan, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan adalah pembangunan

fisik dan non fisik di antaranya adalah pembangunan sarana dan prasarana

gampong, seperti jalan setapak, jembatan, perumahan dan sebagainya, masih

belum maksimal pelaksanaannya.

5.2 Saran

Dengan melihat uraian-uraian dalam hasil penelitian dan pembahasan serta

kesimpulan, penulis memberikan altenatif pemecahan berupa saran sebagai

berikut :

1. Masih perlu dilakukan sosialisasi dari pemerintah kecamatan mengenai

pentingnya pelaksanaan pembangunan secara bottom up. Agar

Page 53: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

52

52

pelaksanaan pembangunan gampong bisa berjalan dengan cepat, maka

hendaknya perlu koordinasi antara pemerintah gampong dengan

pemerintah kecamatan mengenai Musrembang di tingkat gampong.

2. Perlu dilakukan pengawasan secara rinci terutama terhadap kegiatan

masyarakat yang menunjukkan adanya kegiatan pembangunan. Kemudian

mengupayakan agar fungsi pemerintahan gampong untuk mengembangkan

potensi-potensi yang ada di gampong untuk memanfaatkan semaksimal

mungkin.

Page 54: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Anwar. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.

Prisma, Jakarta.

Alisyahbana, 2003. Pembangunan dari tingkat bawah ke atas. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Arikunto, Suharsimi, 2009, Manajemen Penelitian , PT Rieneka Cipta, Jakarta.

B. Miles Matthew dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.

Buku Panduan Penulisan Skripsi Universitas Teuku Umar Tahun 2010. Alue Peunyareng Aceh Barat.

Harsono, 2002. Penerapan dan Implementasi Pembangunan di Tingkat Daerah.

Jakarta: Pustaka Pulsar.

Iqbal, Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,

Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Kartasasmita, 2010. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada

University Press.

Korten, 2001. Administrasi Pembangunan Desa. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

M. Puteh, Jakfar. 2012. Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh.

Grafindo Litera Media. Jakarta.

Miller, 2001. Proses Terbentuknya Implementasi.Penebar Swadaya Agromedia

Pustaka Yogyakarta.

Moeleong, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung. Moh, Nasir. 2005. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.

Nasution, Zulkarimen, 2008. Komunikasi Pembangunan : Pengenalan tori dan

penerapannya, Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta. Tangkilisan, 2010. Kebijakan Publik. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Tjokroamidjojo, 2001. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 55: IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP TERHADAP …repository.utu.ac.id/190/1/BAB I_V.pdf · ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas manusia berbasis

Todoro, Michael, P. 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke Tiga, Erlangga,

Jakarta.

Putra, Fadillah. 2003, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik , Yogyakarta.

Siagian, Sondang. 2000. Administrasi pembangunan, Gunung Agung, Jakarta.

Sukirno, S. 2007. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan.Perpustakaan Nasional. Jakarta : Kencana.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,

Bandung

Suryono, Agus. 2001, Teori dan Isu Pembangunan, Universitas Malang Press, Malang.

Suyanto, Bagong & Sutinah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai

Alternatif Pendekatan. Ed. Pertama. Cet. Kedua. Kencana. Jakarta.

Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. PT. Remaja Rosdakarya :

Bandung. Sukandarrumidi. 2008. Dasar-Dasar Penulisan Proposal Penelitian (petunjuk

praktis untuk peneliti pemula). Gadjah Mada University press.

Solihin, Muhammad Amir, 2005. top down – bottom up planning sebagai

alternatif perencanaan strategis Pembangunan daerah hinterland secara

partisipatif (Kasus Studi Desa Cipelah Kecamatan Ciwidey Kabupaten

Bandung), Jurnal Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Rogers, 2010. Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbang Desa. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Ritzer, 2010. Sosiologi Pembangunan Dan Keterbelakangan Sosiologi, Jakarta:

Pustaka Pulsar.

Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus.

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 Tentang perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah.

Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemerintahan gampong.