implementasi pembangunan bottom up terhadap …repository.utu.ac.id/190/1/bab i_v.pdf · ada pada...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BOTTOM UP
TERHADAP PERCEPATAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GAMPONG
(Studi Kasus di Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas
dan Memenuhi Syarat-syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
OLEH :
RIDA AFRIDA
NIM : 07C20201114
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT TAHUN 2013
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah karya terstruktur yang mempunyai implikasi luas
terhadap kualitas hidup manusia. Hal ini karena konstruksi pembangunan terdiri
atas serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan
manusia. Analogi ini menyiratkan bahwa karya terstruktur yang dilakukan melalui
pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan selama ini, ternyata telah
mengantarkan bangsa Indonesia memasuki millenium ketiga dengan berbagai
konsekuensinya. Salah satunya adalah konsep pembangunan dari bawah ke atas
(bottom up).
Konsep Pembangunan dari bawah ke atas (bottom up) secara konsep
cukup kuat, karena wilayah kecil mengelola sumberdayanya secara mandiri dan
terdisintegrasi dengan wilayah lainnya yang memungkinkan wilayah lokal
membangun dirinya sendiri. Namun dalam kecenderungan perekonomian dunia
yang tanpa batas, menyebabkan konsep yang ditawarkan bersifat sentralisasi
(Solihin, 2005, h. 1).
Berdasarkan hal-hal tersebut, konsep pembangunan berbasis bottom up
dilakukan dengan semaksimal mungkin mengaktifkan partisipasi masyarakat dan
bertumpu pada sumberdaya lokal merupakan alternatif konsep pembangunan yang
layak untuk dipertimbangkan. Implementasi konsep ini semakin dirasakan perlu
dalam pembangunan nasional sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004
2
2
tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Konsep ini
tepat diterapkan pada wilayah pedesaan (gampong), karena kesan pedesaan yang
ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas
manusia berbasis alam, terkait dengan kemiskinan dan serba terbelakang atau
tradisional. Masyarakat tradisional, sebagaimana dikemukakan Durkheim (dalam
Solihin, 2005, h. 2), memiliki ciri-ciri hidup dari kegiatan pertanian, sederhana
dalam cara kehidupan, norma-norma homogen, dan pembagian kerja atau
spesialisasi yang terbatas.
Gampong di Aceh adalah salah satu wilayah yang mempunyai wewenang
sendiri untuk mengatur pemerintahannya, pembangunan dan adat- istiadat
sehingga gampong mempunyai peran untuk menentukan pembangunan ke depan
tentunya dengan perencanaan yang matang terutama pembangunan infrastruktur.
Konsekuensi pembangunan gampong pada hakikatnya tidak terlepas dari
wacana tentang konsep pembangunan dari bawah ke atas (bottom up). Namun, di
gampong Meureubo tingkat pembangunannya masih kurang efesien terutama di
bidang sosial ekonomi, pertanian, perikanan, peternakan, maupun di bidang
infrastruktur fisik seperti pembangunan jalan yang masih sangat minim.
Pemerintahan Gampong Meureubo terdiri dari keuchik sebagai pemerintah
gampong dan lembaga Tuha Peut sebagai pengontrol dan membantu Keuchik
yang memimpin gampong serta Camat yang memimpim kecamatan dan
merupakan atasan dari Keuchik menyusun strategi perencanaan dengan
menggunakan model pembangunan bottom up, dimana program-program dan
3
3
kebijakannya berasal dari bawah yakni melihat bagaimana partisipasi masyarakat
gampong dalam meningkatkan percepatan pembangunan gampong.
Perencanaan pembangunan gampong tentunya harus meminta pendapat
dan saran masyarakat melalui pertemuan dan musyawarah gampong, karena
pendapat dan saran menjadi acuan pemerintah gampong dalam merumuskan
perencanaan pembangunan gampong dan akan dituangkan dalam peraturan
gampong yang disahkan melalui rapat lembaga tuha peut demi tercapainya
pembangunan gampong.
Tujuan pemerintahan Gampong Meureubo mengambil model
pembangunan Bottom Up, pada prinsipnya untuk mencapai situasi atau kondisi
yang lebih kondusif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat gampong.
Pemerintah harus mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat karena
keberhasilan pelaksanaan pembangunan gampong sangat tergantung dari peranan
pemerintah dan masyarakat, tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan
dapat mencapai hasil pembangunan yang maksimal.
Pemerintahan Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat menerapkan dua sasaran pembangunan, yang meliputi pembangunan
dalam aspek fisik, seperti pembangunan sarana, dan prasarana gampong, yaitu
pembangunan jalan gampong, pembangunan rumah, permukiman, jembatan,
bendungan, irigasi, tempat ibadah, pendidikan, dan sebagainya. Namun
pembangunan tersebut tidak maksimal direalisasikan.
Program pembangunan Gampong Meureubo masih memiliki berbagai
permasalahan, terutama dari segi pembangunan fisik, misalnya pembangunan
mesjid jalan setapak dan draenase. Hal ini karena apa yang diajukan oleh
4
4
masyarakat sangat lambat dikonfirmasi sehingga proses pembangunan yang
dilaksanakan berjalan lambat. Kemudian pembangunan dari segi fisik masih
adanya jalan dan got yang perlu direnovasi, sebab pembangunan dari segi fisik
merupakan program pembangunan gampong yang pada dasarnya adalah konsep
pembangunan Bottom Up. Konsep pembangunan dari bawah yang dilaksanakan di
Gampong Meureubo masih kurang efektif dilaksanakan, karena masih terdapat
permasalahan di antaranya adalah pembangunan dari segi fisik yang masih belum
maksimal direalisasikan. Masih minimnya infrastruktur fisik seperti sarana jalan
yang masih rusak, padahal masyarakat sudah membuat usulan mengenai sarana
fisik gampong kepada pemerintah gampong, akan tetapi kurang ditanggapi.
Pembangunan dari aspek pemberdayaan sosial, yaitu pengembangan dan
peningkatan kemampuan, skill serta pemberdayaan masyarakat di Gampong
Meureubo, misalnya pendidikan, pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan,
spiritual, dan sebagainya. Tujuan utama pemerintahan Gampong Meureubo adalah
untuk membantu masyarakat yang masih tergolong marjinal agar dapat
melepaskan diri dari berbagai belenggu keterbelakangan dan kemiskinan, akan
tetapi pembangunan dari aspek sosial tersebut juga masih belum maksimal
dilaksanakan, karena banyak kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa
perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “ Implementasi Pembangunan
Bottom Up Terhadap Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Gampong
(Studi Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat).
.
5
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana implementasi pembangunan Bottom-Up terhadap
percepatan pelaksanaan pembangunan gampong di gampong Meureubo,
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
untuk mengetahui implementasi pembangunan Bottom-Up terhadap percepatan
pelaksanaan pembangunan gampong di gampong Meureubo Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
Secara umum ada dua manfaat yang di peroleh dari penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
landasan penelitian selanjutnya dan sebagai pengetahuan yang berharga sesuai
dengan penerapan dan perkembangan percepatan pembangunan gampong secara
bottom up.
2. Manfaat Praktis
1. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi
pemerintah daerah kabupaten Aceh Barat dalam hubungan alokasi dana
gampong terhadap perkembangan pembangunan di gampong.
6
6
2. Diharapkan penelitian ini menjadi kontribusi bagi pemerintah gampong
dalam melaksanakan percepatan pembangunan yang dananya bersumber
dari dana Angggaran dan Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG).
3. Diharapkan penelitian ini juga bermanfaat bagi semua pihak terutama
peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapat pada
masa perkuliahan.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka
sistematika skripsi ini ditulis dengan struktur berikut ini:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini memuat tentang teori-teori yang mendukung penelitian.
Bab III: Metodologi Penelitian
Pada bab ini berisi tentang metodologi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan
pengujian kredibilitas data.
Bab IV: Hasil dan Pembahasan
Memuat tentang uraian laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian. Yakni deskripsi dari interprestasi data-data yang diperoleh.
Bab V : Penutup
Berisi kesimpulan dan saran
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Implementasi
Harsono (2002, h. 105) mendefinisikan “Implementasi merupakan proses
untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan
orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi
demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang
bisa dipercaya”.
Menurut Tangkilisan (2010, h. 23) “Implementasi adalah suatu proses
untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam
administrasi, dan pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu
program”.
Sedangkan menurut Miller, (2001, h. 112) “Implementasi adalah proses
untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya suatu tujuan.
Tujuan tersebut antara lain memantau kegiatan harian dalam pelaksanaan
kebijakan, dan untuk memberikan penilaian kegiatan dan kepuasan klien dengan
layanan yang diberikan”.
Mazmanian dan Sabatier dikutip oleh Putra (2003, h. 84) menyatakan
bahwa:
“Mengkaji masalah implementasi berarti berusaha memahami apa
yang nyata terjadi sesudah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah
proses mengesahkan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun yang menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian tertentu”.
8
8
Implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. Dari pegertian-
pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi merupakan suatu
proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan
harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh
birokrasi dari terciptanya suatu tujuan yang bias tercapai dengan jaringan
pelaksana yang bias terpercaya.
Terdapat beberapa definisi yang coba diangkat oleh ahli tentang
implementasi, namun konsepnya tetap sama yaitu merupakan rangkaian proses
penerjemahan dari kebijakan yang direspon berupa aksi atau tindakan para pelaku
pembangunan secara konsisten dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah digariskan oleh kebijakan yang dimaksud. Dalam mengimplementasikan
suatu kebijakan, diperlukan suatu input yang berupa peraturan perundang-
undangan sebagai acuan, sumber daya manusia sebagai pelaksana, sumber daya
keuangan yang akan mendukung pelaksanaan kebijakan, komitmen pelaku-pelaku
yang terkait.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, implementasi
merupakan proses pelaksanaan dan penerapan yang dilaksanakan, untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan.
2.2 Pengertian Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena
meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan
ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan bahkan
9
9
peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidup.
(Tjokroamidjojo, 2001, h. 19)
Menurut Siagian (2009, h. 3) “Pembangunan adalah suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam
rangka pembinaan bangsa”.
Sedangkan menurut Korten, (2002, h. 110) “Pembangunan adalah proses
di mana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas program dan
institusional mereka untuk memobilisasi dan mengolah sumberdaya untuk
menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup
sesuai dengan aspirasi mereka”.
Todoro (2000, h. 20) mendefinisikan “Pembangunan merupakan suatu
proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap
masyarakat, lembaga- lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan
ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan”. Lebih lanjut
Todoro (2000, h. 21) memberikan implikasi bahwa:
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income
(pendapatan), tetapi juga pemerataan.
2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusian seperti
peningkatan:
a. Life sustenance (kemampuan hidup) : Kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar.
10
10
b. Sef- Esteem (Pengharggaan hidup): Kemampuan untuk melakukan
berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang
lain.
Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang
sekarang ini menjadi populer yaitu :
1. Capacity (kapasitas), hal ini menyangkut aspek kemampuan
meningkatkan income atau produktifitas.
2. Equity (hak kekayaan), hal ini menyangkut aspek pengurangan
kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.
3. Empowerment (pemberdayaan), hal ini menyangkut pemberdayaan
masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya
dan sesamaya.
4. Suistanable (kelestarian), ha ini menyangkut usaha untuk menjaga
kelestarian pembangunan. Todoro (2000, h. 24).
Menurut Rostow dalam Arief (2006, h. 29) menyatakan bahwa :
“Pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak ouput
yang dihasilkan, tetapi juga lebih banyak jenis ouput dari yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan
melalui tahapan-tahapan : masyarakat tradisional, pra kondisi lepas landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dana masa konsumsi besar-besaran. Kunci di antara tahapan ini adalah tahap
tinggal landas yang di dorong satu sektor atau lebih”.
Dari pengertian pembangunan yang dikemukakan para ahli dapat
disimpulkan bahwa pembangunan merupakan kegiatan atau usaha secara sadar,
terencana dan berkelanjutan untuk mengubah suatu kondisi masyarakat menuju
kondisi yang lebih baik.
11
11
2.3 Tujuan Pembangunan
Pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan kearah yang
lebih baik dan bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan, dimana menurut
(Korten, 2001, h. 80), proses pembangunan harus memiliki tujuan inti, antara lain,
yaitu sebagai berikut:
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam
barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan perlindungan keamanan.
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai
kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk
memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan jati
diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.
3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta
bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari
belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap
orang atau negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang
berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusian mereka (korten, 2001, h.
80).
Sedangkan menurut Gant dalam Suryono, (2001, h. 31) tujuan
pembangunan ada dua tahap. Tahap (1) pada hakikatnya pembangunan bertujuan
untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai d irasakan
hasilnya, maka tahap (2) adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi
12
12
warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Untuk
mencapai keberhasilan pembangunan tersebut maka banyak aspek ata hal-hal
yang harus diperhatikan yang diantaranya adalah ketertiban masyarakat di dalam
pembangunan.
Menurut Zulkarimen Nasution (2008, h. 28-29) pembangunan memiliki
dua tujuan yaitu :
1. Tujuan umum
Adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dengan ide- ide manusia,
komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal terbaik yang
dapat dibayangkan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat
pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. Tujuan yang dirumuskan secara
konkrit, dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan
sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai aspirasi antara suatu
situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.
2.4 Prinsip-Prinsip Pembangunan Bottom-up (bawah ke atas)
Menurut Alisyahbana (2003, h. 95) “Pembangunan Bottom Up merupakan
kebalikan dari model pertama yakni model Top Down Innovation, inovasi ini
timbul karena hasil ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau
masyarakat. Bottom-Up Innovation (inovasi pembangunan dari bawah) bersumber
dari hasil ciptaan bawahan dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan
penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Biasanya dilakukan guru atau
masyarakat”.
13
13
Model strategi inovasi ini lebih bersifat empirik rasional. Asumsi dasar
pada model ini, menempatkan manusia pada kemampuannya menggunakan
pikiran logisnya atau akalnya sehingga, mereka bertindak rasional. Dalam hal ini
innovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode
yang terbaik dan valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya.
Pada masa orde baru secara substansial pembangunan desa cenderung
dilakukan secara seragam (penyeragaman) oleh pemerintah pusat. Program
pembangunan desa lebih bersifat top-down. Pada era reformasi secara substansial
pembangunan desa lebih cenderung diserahkan kepada desa itu sendiri,
sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah cenderung mengambil posisi dan
peran sebagai fasilitator, memberi bantuan dana, pembinaan dan pengawasan.
Program pembangunan desa lebih bersifat bottom-up atau kombinasi buttom-up.
Perencanaan pembangunan dari bawah ke atas (Bottom-up Planning)
dengan menggali potensi riil keinginan atau kebutuhan masyarakat desa. Dima na
masyarakat desa diberi kesempatan dan keluasan untuk membuat perencanaan
pembangunan dan merencanakan sendiri apa yang mereka butuhkan. Masyarakat
desa dianggap lebih tahu apa yang mereka butuhkan. Pemerintah hanya
memfasilitasi dan mendorong agar masyarakat desa dapat memberikan partisipasi
aktifnya dalam pembangunan desa (Alisyahbana, 2003, h. 98).
Suryono, (2001, h. 32) mengatakan konsep pembangunan dari bawah ke
atas (Bottom-up) dapat terwujud, harus mengembangkan beberapa prinsip yaitu :
1. Prinsip di tingkat desa, yaitu membudayakan warga desa memikirkan
desanya dan pembangunan desanya, dapat dilakukan melalui :
14
14
a. Perumusan masalah yang dihadapi oleh masyarakat sendiri sebagai input
dalam proses perencanaan pembangunan desa.
b. Pengenalan potensi yang dimiliki masyarakat.
2. Prinsip di tingkat kecamatan dapat dilakukan melalui :
a. Inventarisasi hal-hal positif yang dirasakan.
b. Pendalaman atau penambahan daftar masalah yang dihadapi setelah
memahami hal yang positif.
c. Penentuan tindakan dan aktor pelaksana penanganan masalah.
d. Penepatan prioritas sendiri.
3. Prinsip di tingkat kabupaten dapat dilakukan melalui :
a. Seluruh peserta mendengarkan presentasi usulan dari masyarakat.
b. Masyarakat mendengarkan dan mengkritisi program setiap Dinas yang
dipresentasikan (tujuan dan manfaatnya).
4. Merumuskan tindakan untuk penanganan tiap usulan masyarakat dapat
dilakukan melalui usulan yang dapat ditangani sendiri oleh masyarakat,
usulan yang membutuhkan bantuan dari pemerintah, dan usulan yang akan
ditangani oleh pemerintah.
5. Perencanaan Pembangunan Bottom-up
Perencanaan dari bawah keatas (Bottom-up) dianggap sebagai pendekatan
perencanaan yang seharusnya diikuti karena dipandang lebih didasarkan pada
kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari bawah ke atas
(Bottom-up) prosesnya dimulai dengan mengenali kebutuhan di tingkat
masyarakat, secara langsung yang terkait dengan pelaksanaan dan mendapat
dampak dari kegiatan pembangunan yang direncanakan.
15
15
2.5 Pengertian Gampong
Gampong merupakan kesatuan hunian “asli” Aceh yang dikenal sejak
sebelum Aceh menjadi wilayah kesultanan (Abad ke 16). Gampong adalah
kesatuan wilayah hukum terendah yang asli lahir dari masyarakat, bahkan
sebelunya mukim yang merupakan kumpulan beberapa gampong, yang muncul
setelah masa kesultanan di abad ke 16 dan 17.
Menurut Ismail (dalam Puteh, 2012, h. 78) mengatakan bahwa “ Gampong
adalah daerah yang memiliki rakyat dengan susunan pemerintahan sendiri. Dia
juga menambahkan bahwa suatu gampong juga memiliki tatanan aturan, harta
kekayaan dan batas territorial. Gampong berwenang penuh mengembangkan adat
dan istiadatnya, bahkan berfungsi menyelenggarakan peradilan adat sesuai dengan
tatanan adat yang mereka memiliki”.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus
bagi Provinsi Aceh, Pasal 1 ayat (13) menyebutkan bahwa “Gampong adalah
kesatuan masyarakat hukum yang merupakan organisasi pemerintahan terendah
langsung berada di bawah mukim yang menempati wilayah tertentu yang
dipimpin oleh keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri”. Definisi di atas juga sama dengan isi pasal 1 ayat 6 Qanun
Nomor 5 Tahun 2003 Tentang pemerintahan gampong bahwa” gampong dibentuk
atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan
sesuai kondisi budaya masyarakat setempat.
Sementara Dalam Pasal 1 ayat (9) Perda Nomor 7 Tahun 2000, yang
dimaksudkan dengan gampong adalah suatu wilayah yang ditempati oleh
16
16
sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang terendah dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Gampong terbentuk pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yakni
bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan di Aceh. Pada masa itu,
sebuah gampong terdiri dari kelompok rumah yang letaknya berdekatan satu sama
lain. Pimpinan gampong disebut keuchik, yang dibantu seseorang yang mahir
dalam masalah keagamaan dengan sebutan teungku meunasah. Gampong
merupakan pemerintahan bawahan dari mukim.
Menurut Hurgronje, (2001, h. 67) gampong merupakan satuan teritorial
terkecil. Sebuah gampong dilingkari pagar, dihubungkan oleh satu pintu gapura
dengan jalan raya (ret atau rot), suatu jalan yang melewati blang atau lampoih
serta tamah yang menuju ke gampong lain. Dulu setiap gampong mencakup satu
kawom (satuan-satuan baik dalam artian territorial maupun kesukuan) atau sub
kawom yang hanya akan bertambah warganya dengan perkawinan dalam
lingkungan sendiri, atau paling tidak, dengan meminta dari warga sesuku yang
bermukim berdekatan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gampong
adalah gabungan dari jurong atau dusun dan merupakan kesatuan hokum yang
bercorak agama serta pimpinan gampong disebut keuchik. Dalam struktur
pemerintahan kesultanan Aceh dikala itu, kedudukan gampong merupakan suatu
unit pemerintahan tingkat kelima setelah imuem mukim pada tingkat keempat,
Ulee Balang pada tingkat ke tiga, pemerintahan Sagoe pada tingkat kedua dan
kerajaan (raja) pada tingkat pertama.
17
17
2.6 Implementasi Pembangunan Bottom Up Tehadap Percepatan
Pelaksanaan Pembangunan
Partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan proses pembangunan gampong dan mengarahkan masyarakat
menuju masyarakat yang bertanggung jawab. Partisipasi masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan gampong sangat penting karena dapat menumbuhkan
sikap memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan.
Setiap pembangunan gampong selalu dilaksanakan musyawarah gampong
dalam rangka menerima masukan dan saran dari masyarakat, saran dan pendapat
dijadikan landasan awal sebagai perencanaan pembangunan gampong dengan
sistem skala prioritas.
Perencanaan pembangunan gampong dimusyawarahkan dalam
musyawarah gampong yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat terdiri dari tokoh
masyarakat, tokoh agama, cendikiawan, tokoh pemuda, tuha peut. Dalam
musyawarah keuchik sebagai pimpinan masyarakat, memimpin musyawarah
dengan menyampaikan gambaran umum mengenai perencanaan pembangunan
gampong yang akan dilaksanakan, keputusan tersebut dituangkan dalam peraturan
gampong sebagai acuan pemerintahan gampong dalam melaksanakan
pembangunan.
Keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan gampong sangat
dominan dalam pencapaian tujuan, dengan jalan mendiskusikan, merencanakan
dan mengerjakan secara bersama-sama apa yang telah ditetapkan berbasis
partisipasi masyarakat. Pembangunan gampong harus dilaksanakan oleh
18
18
masyarakat gampong, bukan oleh pemerintah. Melalui proses ini maka keinginan-
keinginan dan kebutuhan masyarakat gampong dapat disalurkan.
Perencanaan pembangunan Bottom Up adalah suatu yang sangat penting,
dan dari perencanaan inilah arah pembangunan gampong dapat ditentukan. oleh
karena itu menjadi kewajiban pemerintah gampong untuk menampung aspirasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan gampong. Aspirasi masyarakat
dapat ditampung dengan cara melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan gampong.
Dalam Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemerintahan gampong
menyatakan bahwa untuk menata pemerintahan gampong yang salah satunya
bertujuan untuk pembangunan masyarakat gampong. Gampong mempunyai tugas
menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, menata
masyarakat dengan prinsip-prinsip demokrasi, serta memperhatikan potensi dan
keragaman daerah.
Berdasarkan Qanun tersebut, bahwa pemerintahan gampong berwenang
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat
istiadat yang diakui dan dibentuk dalam sistem pemerintahan gampong. Gampong
diharuskan mempunyai perencanaan yang matang berdasarkan partisipasi dan
transparansi serta demokrasi yang berkembang di gampong, karena dari
perencanaan yang matang akan dapat dilaksanakan pembangunan gampong
berdasarkan yang telah direncanakan masyarakat dan pemerintah gampong.
Pembangunan gampong merupakan pembangunan yang dilakukan oleh
masyarakat, dari dan untuk masyarakat, dengan pengarahan, bimbingan dan
pembinaan serta pengawasan dilakukan oleh pemerintah.
19
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,
2002, h. 3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan
fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-
dalamnya. sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskripsi kualitatif,
dimana peneliti mendeskripsikan wawancara mendalam dan penyebaran angket
terhadap subjek penelitian.
Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu
menggambarkan tentang Implementasi Pembangunan Bottom Up Terhadap
Percepatan Pelaksanaan Pembangunan gampong di Gampong Meureubo
Kecamatan Meureubo.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat yang dipilih oleh peneliti untuk
melakukan sebuah penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih tempat di
Gampong Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan
tempat penelitian ini atas dasar pertimbangan penulis, karena untuk
mempermudah proses pengumpulan data serta ada permasalahan dalam penelitian
yang penulis teliti, sehingga tepat dijadikan lokasi penelitian.
20
3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Sumber Data
1. Data Primer
Merupakan sumber data adalah sumber-sumber dasar yang merupakan
bukti saksi utama dari kejadian yang lalu, contohnya ialah catatan resmi yang
dibuat pada suatu acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata,
keputusan-keputusan rapat, foto-foto, dan sebagainya (Moh. Nazir, 2005, h. 51).
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di
lapangan yang bersumber pada penelitian wawancara dengan Keuchik Gampong,
Masyarakat, dan beberapa orang aparatur gampong dan observasi dilakukan di
lapangan terhadap hasil pembangunan yang telah dilaksanakan.
2. Data Sekunder
Menurut Hasan (2002, h. 82) data sekunder adalah data yang diperoleh
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. data
sekunder merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,
internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis. Untuk
melengkapi data penelitian, maka data sekunder juga diperoleh dari dokumen
RPJMG gampong, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan fasilitas
ekonomi dan sosial.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Menurut Sukandarrumidi (2008, h. 35) “Observasi adalah melakukan
pengamatan dan pencatatan suatu objek, secara sistematik yang diselediki.
21
Observasi dapat dilakukan sesuai atau berulangkali Dalam obervasi melibatkan
dua komponen, yaitu pelaku observasi (disebut sebagai observer), dan objek yang
diobservasi (disebut sebagai observee)”.
2. Wawancara
Menurut Soehartono (2008, h. 67) “Wawancara adalah pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewancara (pengumpulan
data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam
dengan alat perekam (tape recorder). Teknik wawancara dapat digunakan pada
responden yang btu huruf atau tidak terbiasa membaca dan menulis, termasuk
anak-anak. Wawancara dapat dilakukan dengan telepon”.
3. Dokumentasi
Menurut Soehartono (2008, h. 70) “Studi dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.
Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh
orang yang langsung mengalami suatu peristiwa, dan dokumen sekunder, jika
peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini”.
Dokumen dapat berupa buku harian, surat probadi, laporan, notulen rapat,
catatan kasus (case record) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Akan
tetapi, perlu diingat bahwa dokumen-dokumen ini ditulis tidak untuk tujuan
penelitian sehingga penggunaannya memerlukan kecermatan penelitian. Adapun
dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen tertulis seperti buku RPJMG
dan dokumen foto-foto kegiatan penelitian.
22
3.4 Instrumen Penelitian
Menurut Suyanto & Sutinah (2006, h. 59) mengemukakan bahwa
“Instrumen penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari
responden sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei”.
Instrument penelitian ilmu sosial umumnya berbentuk kuesioner dan pedoman
pertanyaan (interview guide). Semua jenis instrumen penelitian ini berisi
rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau suatu permasalahan yang menjadi
tema pokok penelitian
Adapun instrumen penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas
penelitian baik atau sebaliknya. Adapun penelitian ini menggunakan instrumen
penelitian dengan cara peneliti terlebih dahulu mencari permasalahan awal,
selanjutnya peneliti mengembangkan penelitian dengan menerapkan instrumen
sederhana yaitu dengan melakukan perbandingan data melalui observasi dan
wawancara.
3.5 Teknik Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, di mana pembahasan penelitian
serta hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang
diperoleh. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
kualitatif, maka analisis data yang digunakan non statistik.
Moleong (2002, h. 103) mendefinisikan “Analisis data sebagai proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja”. Menurut (Miles, 2007, h. 15-19) “Analisis data dalam penelitian kualitatif
23
berlangsung secara interaktif, di mana pada setiap tahapan kegia tan tidak berjalan
sendiri-sendiri”. Meskipun tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan
yang direncanakan, akan tetapi kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang
antara kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta ver ifikasi
atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini,
digunakan langkah langkah atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau alur verifikasi
data
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang
tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2007, h. 17). Reduksi data ini bertujuan
untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau
verifikasi. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan
mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian
dipilih dan dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.
2. Penyajian Data
Menurut Miles dan Huberman (2007, h. 18) penyajian data adalah
“pengumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini, data yang telah
dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian data ”.
Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek yang teliti
24
yaitu implementasi pembangunan bottom up terhadap percepatan pembangunan
gampong.
3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan
“Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna -
makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,
kekokohannya dan kecocokannya (Miles dan Huberman, 2007, h. 19)”. Penarikan
kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat
dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok
permasalahan yang diteliti.
Menurut Miles dan Huberman (2007, h. 36) ada tiga komponen analisis
yaitu “reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Aktivitas ketiga
komponen dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data
sebagai suatu proses siklus. Peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen
analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan
memanfaatkan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini”.
Untuk lebih jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam
skema sebagai berikut:
Sumber : Miles dan Huberman (2007, h. 36)
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan
kesimpulan/verifikkasi
25
3.6 Pengujian Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan
member check. Pengujian kredibilitas data digunakan untuk mendapatkan data
yang lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2007, h. 270).
Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut :
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang memadai.
Menurut Moleong (2002, h. 327) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal
di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dalam
pengumpulan data, pengamatan yang dilakukan tidak hanya dilakukan dalam
waktu yang singkat melainkan memerlukan perpanjangan pengamatan dengan
keikutsertaan pada lata penelitian. Perpanjangan pengamatan yang dilakukan
peneliti adalah dengan sering melakukan hubungan interaksi dengan masyarakat
dan aparat gampong serta sering melakukan pengamatan di lapangan.
2. Peningkatan Ketekunan
Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan dilakukan
dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun dokumen yang terkait
dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa data apakah benar
dan bisa dipercaya atau tidak.
26
3. Triangulasi
Analisa Triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk mengatasi
masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau
satu metode penelitian saja. (Sugiyono, 2007, h. 225). Triangulasi dapat diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Menurut
Sugiyono (2007, h. 273) terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu :
a. Triangulasi sumber data
Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai
sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek sumber
data antara bawahan, atasan dan teman.
b. Triangulasi teknik pengumpulan data
Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data di cek kredibilitasnya
dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang
sama.
c. Triangulasi waktu pengumpulan data
Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang
sama.
Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi
lebih konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data (Sugiyono,
2007, h. 241).
4. Pemeriksaan Teman Sejawat
Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil
temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan
27
mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan yang
berguna untuk proses penelitian.
5. Analisis Kasus Negatif
Menurut Sugiyono (2007, h. 275) melakukan analis kasus negatif berarti
peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang
telah ditemukan.
6. Member Check
Member check atau pengujian anggota dilakukan dengan cara
mendiskusikan hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan
data untuk mengecek kebenaran data dan interprestasinya.
3.7 Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap
mempunyai informasi (Key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian.
Cara yang digunakan untuk menentukan informasi kunci tersebut maka penulis
menggunakan “purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik
sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-
pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009, h. 128).
Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari
informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Keuchik 1 orang
2. Kaur Pemerintahan 3 orang
3. Sekdes 1 orang
4. Tuha peut 3 orang
28
5. Kadus 4 orang
6. Masyarakat 18 orang
Jumlah 30 orang
Jadi, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30
orang. Penentuan informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis, tujuan yang
diambil mereka sebagai informan, karena mereka terlibat dalam meremuskan dan
melakukan pengawasan terhadap percepatan pelaksanaan pembangunan gampong
di Gampong Meureubo.
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil penulis adalah di Gampong Meureubo
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Sehubungan dengan penelitian ini,
maka yang perlu diketahui oleh peneliti adalah Kondisi geografis, Demografis,
keadaaan sosial dan ekonomi.
4.1.1 Keadaan Geografis
1. Batas Gampong
Gampong Meureubo merupakan ibu kota kecamatan 382 Ha/m2 yang
berbatasan dengan gampong, yaitu sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Ujong Tanjong
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Langung
3. Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Meureubo
4. Sebelah barat Berbatasan dengan Ujong Drien
2. Luas Gampong
Gampong Meureubo mempunyai luas tanah secara keseluruhan mencapai
± 382 ha/, yang terbagi menjadi:
1) Luas pemukiman : 352 ha/m2
2) Luas persawahan : 10 ha/m2
3) Luas pekebunan : 10 ha/m2
4) Luas kuburan : 0,5 ha/m2
5) Luas perkarangan : 2,7 ha/m2
30
30
6) Luas taman : 1,5 ha/m2
7) Perkantoran : 1,5 ha/m2
8) Luas prasarana umum lainnya: 1 ha/m2
4.1.2 Keadaan Demografis
Data jumlah penduduk Gampong Meureubo dapat berjumlah 966 laki- laki
dan 1200 orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga 519 jiwa. Agar lebih
jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel : 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia
No Golongan Umur Jenis Kelamin
Jumlah L P
1 0 bulan – 12 bulan 52 68 120
2 3 bulan – 4 Tahun 56 100 156
3 5 Tahun - 6 Tahun 76 99 175
4 7 tahun – 12 tahun 78 98 176
5 13 tahun – 15 tahun 75 99 174
6 16 tahun – 18 tahun 86 93 179
7 19 tahun – 25 tahun 102 175 277
8 26 tahun – 35 tahun 128 80 208
9 36 tahun – 45 tahun 125 130 255
10 46 tahun – 50 tahun 66 97 163
11 51 tahun - 60 tahun 72 96 168
12 61 tahun - 75 tahun 40 46 86
13 Di atas 75 tahun 10 19 25
JUMLAH 966 1200 2166
Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
Gampong Meureubo yang paling banyak adalah umur 36 tahun – 45 tahun dengan
jumlah 255 orang dan paling sedikit adalah yang berumur di atas 75 tahun dengan
jumlah 19 orang. Untuk melihat jumlah penduduk Gampong Meureubo
berdasarkan dusun, maka dapat dilhat pada tabel di bawah ini :
31
31
Tabel : 4.2 Jumlah Penduduk Gampong Meureubo berdasarkan dusun
No Dusun Jumlah KK Jumlah Jiwa
Total Jiwa L P
1 Pematang 197 310 452 762
2 Imum Musa 101 201 215 416
3 Syeh Jawab 118 224 272 496
4 Padang Si jabu 213 231 261 492
Jumlah 519 966 1200 2166
Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.2 di atas maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
Gampong Meureubo berdasarkan dusun yang paling banyak jumlah penduduknya
adalah Dusun Pematang yaitu 760 jiwa yang terdiri dari laki- laki dan perempuan
dan yang paling sedikit adalah dusun Imum Musa dengan jumlah 416 orang.
Kemudian untuk mengetahui jumlah penduduk berdasarkan pendidikan, dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel : 4.3. Jumlah penduduk menurut pendidikan
No Jenjang Sekolah Jumlah
1 SD 102
1 SMP 250
2 SMA 180
4 D-1 20
5 D-2 28
6 D-3 14
7 S-1 22
8 S-2 2
9 Lainnya 1548
Jumlah 2166 Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, bahwa jumlah penduduk Gampong
Meureubo menurut pendidikan yang paling banyak adalah tamatan SMP dengan
jumlah 250 jiwa sedangkan paling sedikit adalah pendidikan S2 dengan jumlah 2
32
32
jiwa. Sedangkan sisa yang lainnya adalah 1548 jiwa terdiri dari tidak sekolah,
belum sekolah atau sedang sekolah.
4.1.3. Mata Pencaharian
Dalam usaha peningkatan pendapatan masyarakat, Gampong Meureubo
sangat memungkinkan baik untuk pengembangan dan peningkatan usaha karena
dilihat dari areal lahan yang masih luas, terutama perkebunan, pertanian dan
peternakan.
Pasca gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2014
lalu, kondisi Gampong secara perlahan- lahan mulai pulih meskipun tidak sama
seperti sebelum stunami yang mata pencaharian penduduk mulai mengalami
perubahan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel : 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Uraian Jumlah
1 Petani 76
3 Pedagang 78
4 Peternak 35
5 Pertukangan 37
6 Sopir 18
7 Pekerja bengkel 20
8 Pengrajin/Industri rumah tangga 50
9 Wiraswasta 150
10 PNS/TNI/POLRI 42
11. Belum bekerja/tidak bekerja 1660
Jumlah 2166 Sumber : Profil Gampong Meureubo Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, maka dapat dilihat paling banyak penduduk
yaitu belum bekerja/tidak bekerja dengan jumlah 1660 orang. Sedangkan yang
paling sedikit adalah berprofesi sebagai sopir dengan jumlah 18 orang.
33
33
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Tabel : 4.5 Fasilitas Sosial dan Ekonomi Gampong Meureubo
No Jenis Fasilitas Jumlah Penggunaan Fasilitas
Dan kondisinya
1 Fasilitas Agama
1) Mesjid
2) Meunasah
3) Bak Wudhuk
1 Unit
3 Unit
3 Unit
Lagi direnovasi
Baik
Baik
2 Fasilitas Pendidikan
1) MIN
2) TK
3) TPQ
4) SMP
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
Baik
Baik
3 Fasilitas Ekonomi
1) Lembaga Ekonomi mikro
2) Rice milling unit 3) Trading centre
5 Unit
1 Unit
Milik masyarakat
Milik masyarakat
4 Fasilitas Pemerintahan
1) Balai desa 2) Kantor camat 3) Kantor KUA
4) Balai PKK
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Unit
Semi permanen/kurang
berfungsi
Aktif
Aktif
5 Fasilitas olah raga
1) Lapangan bola kaki 2) Lapangan bola voly
3) Lapangan Badminton 4) Lapangan Pencak silat
1 Unit Baik
Baik
6 Fasilitas Kesehatan
1) Puskesmas
2) Posyandu
1 Unit Baik
Baik
Sumber : Data Monografi Gampong Meureubo Tahun 2013
34
34
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Implementasi Pembangunan Bottom Up Terhadap Percepatan
Pelaksanaan Pembangunan Gampong Meureubo
Program pembangunan yang dilaksanakan di gampong harus mencakup 2
(dua) prioritas pembangunan, yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan guna
mengembangkan atau mempercepat pembangunan gampong, membangun
infrastruktur gampong dan infrastruktur dasar serta mewujudkan pemerintahan
gampong yang baik.
Pembangunan gampong sering dikaitkan dengan upaya atau usaha
bagaimana mempercepat pembangunan gampong tersebut menjadi lebih baik.
Sumber daya alam, sumber daya manusia, sangat menentukan proses
pembangunan gampong secara battom up. Mensejahterakan penduduk adalah
tujuan utama dari adanya pembangunan gampong. Salah satu caranya, yaitu
dengan membuat program-program yang dapat mengoptimalkan sumber daya
alam yang nantinya bisa menjadikan dana pemasukan bagi gampong.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak I Gusri, mengatakan
bahwa :
“Bahwa seluruh usulan program pembangunan yang dilaksanakan dari bawah (bottom up) masih belum efektif, padahal program pembangunan bottom up menjadikan sebuah bahan pertimbangan
dan akan dipilih secara demokratis, agar pembangunan yang akan kita laksanakan di Gampong Meureubo benar-benar dapat
dilaksanakan dengan cepat” (Wawancara, Sabtu 27 April 2013). Hasil wawancara dengan Salman. B selaku Kaur Pembangunan, yaitu :
“Usulan pembangunan bottom up sudah diusulkan di tingkat
gampong, bahkan sudah diusulkan di tingkat kecamatan, kemudian dari usulan tersebut kurang ditanggapi dengan baik oleh pemerintah gampong, sehingga pelaksanaan pembangunan tidak berjalan
dengan cepat”. (Wawancara, Sabtu 27 April 2013).
35
35
Hasil wawancara dengan Miswar selaku Kadus Imum Musa mengatakan
bahwa :
“Pelaksanaan pembangunan dengan sistem dari bawah ke atas,
guna mempercepat pembangunan gampong, khususnya pembangunan sarana fisik dan non fisik masih kurang maksimal
sehingga pembangunan masih agak terlambat. Kemudian pembangunan dari bawah perlu adanya kerja sama antara aparat gampong dengan masyarakat guna mempercepat proses
pembangunan gampong (Wawancara, Sabtu 27 April 2013).
Hasil wawancara dengan Adb. Halim selaku Kaur Pemerintahan
mengatakan bahwa :
“Pembangunan yang dilaksanakan dari bawah ke atas, perlu
dilakukan Musrembang dari bawah agar hasil pembangunan yang dicapai tepat sasaran dan proses pelaksanaan pembangunannya dapat dijalankan dengan cepat. Kemudian saya selaku Kaur
Pemerintahan mengajak seluruh aparat gampong untuk melaksanakan pembangunan Gampong Meureubo dengan cepat.
Namun kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan konsep pembangunan bottom up tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya”. (Wawancara, Jumat 28 April 2013).
Wawancara dengan Anwar, selaku tuha peut, mengatakan bahwa :
“Kami, selaku tuha peut, mengajak masyarakat untuk melaksanakan pembangunan gampong secara bottom up.
Pembangunan bottom up, kalau menurut saya adalah proses pembangunan dari bawah ke atas. Proses pembangunan dari bawah
yang dilaksanakan di Gampong Meureubo belum sepenuhnya berjalan dengan baik, hal ini terlihat bahwa masih lambatnya proses pembangunan”. (Wawancara, Jumat 28 April 2013).
Berdasarkan Hasil wawancara di atas, jelas bahwa pembangunan dari atas
atau pembangunan bottom up perlu dilaksanakan di Gampong Meureubo guna
mempercepat pelaksanaan pembangunan dan sesuai dengan tujuan pembangunan
yang hendak dicapai, namun kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa
pembangunan bottom up masih kurang efektif dilaksanakan.
36
36
Salah satu upaya untuk mempercepat pembangunan Gampong Meureubo
dari bawah ke atas, maka musyawarah para pihak berkepentingan di tingkat
gampong dalam menyepakati rencana tahunan pembangunan, Musrenbangdes
menjadi media yang penting dalam menjaring aspirasi masyarakat. Menurut
aturannya, aspirasi dan hasil-hasil pertemuan dalam forum ini yang kemudian
diteruskan pada Musrenbang tingkat kecamatan akan menjadi acuan bagi
pemerintah gampong dalam menetapkan rencana-rencana kegiatan pembangunan.
Sesuai dengan tata waktu dan mekanisme proses, Musrenbangdes dibagi menjadi
dua tahap, persiapan dan pelaksanaan. Namun rencana yang diajukan kurang
mendapat tanggapan dari pemerintah gampong, sehingga proses pelaksanaan
pembangunan gampong berjalan lambat. Agar pelaksanaan pembangunan bottom
up di Gampong Meureubo berjalan efektif, maka perlu merencanakan program
kerja yang direncanakan dalam rencana pembangunan jangka menengah
gampong.
Program kerja pembangunan Meureubo dalam kurun waktu tahun 2009-
2013 disusun berdasarkan analisis strategis terhadap faktor internal dan faktor
eksternal sehingga didapatkan suatu program kerja strategis untuk mencapai visi
misi dan misi yang ditetapkan. penyusunan program pembangunan gampong ini
di bagi dua atas dua urusan yaitu urusan wajib dan urusan pilihan.
1. Urusan Wajib
Urusan wajib adalah aspek agenda pembangunan dan permasalahan yang
harus ditangani setiap anggaran tahun oleh pemerintah gampong. Urusan ini
meliputi :
37
37
a. Bidang Insfrastruktur dan Pasarana
Program pembangunan gampong Meureubo di bidang sarana dan pasarana
mengarah kepada program pengadaan sarana dan pasarana untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dan penyediaan fasilitas untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat gampong sehingga dengan
adanya penyediaan sarana dan pasarana ini dapat meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
b. Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan arah pembangunan lebih menitik beratkan
penyediaan bantuan pendidikan dan pembinaan generasi muda sebagai
pendukung pembangunan gampong dimasa yang akan datang.
c. Bidang Kesehatan
Pengembangan kesehatan masyarakat dirasakan program rentan dalam
program pembangunan gampong Meureubo, hal ini dikarenakan karena
tingkat kesehatan masyarakat yang dirasakan masih rendah dan rentan
terhadap pengembangan penyakit ditambah dengan belum adanya sarana
Pendukung kesehatan masyarakat di Gampong Meureubo sehingga
penyediaan obat-obatan tradisional sebagai pertolongan awal merupakan
langkahyang tepat untuk dijadikan program kerja bagi pemerintahan
gampong Meureubo.
d. Bidang Lingkungan hidup
Di bidang lingkungan hidup program pembangunan gampong meureubo
mengarah kepada menciptakan lingkungan hidup yang sehat dan nyaman
sehingga dapat mendukung tingkat kesehatan masyarakat.
38
38
e. Bidang Sosial Budaya
Dalam penunjang pembangunan gampong yang berorientasi
kemasyarakatan pengembangan kehidupan bermasyarakat di Gampong
Meureubo dirasakan penting untuk mengembangkan pembangunan yang
partisipatif dan berkesinambungan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai
budaya yang ada.
f. Bidang Koperasi dan UKM
Masyarakat gampong Meureubo dalam pengembangan pendapatan
masyarakat masih sangat membutuhkan modal usaha sehingga dapat
diharapkan pendapatan masyarakat tidak hanya bertempu pada sektor
pertanian, namun pengembangan sektor pertanianjuga perlu dilakukan
karena berdasarkan sebagian besar pendapatan masyarakat masih
bertumpu pada sektor ini.
g. Bidang Syariat Islam
Pembangunan yang berorientasi pengembangan syariat Islam perlu
dikembangkan di gampong dalam rangka menunjang program
pemerintahan kabupaten aceh barat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan penguatan keagamaan di gampong dan pemberdayaan
kelembagaan keagamaan.
2. Urusan Pilihan
a. Bidang Pariwisata
Pengembangan pariwisata gampong Meureubo dirasakan perlu untuk
meningkatkan pendapatan asli gampong (PAG) dalam rangka
39
39
pembangunan gampong yang tidak bertumpu pada alokasi dana tahunan
dari pemerintahan kecamatan.
b. Bidang Pertanian
Sektor ini merupakan penting dalam pembangunan gampong meureubo
karena di sektor ini merupakan sumber utama pendapatan masyarakat.
Arah pembanguna di sektor ini lebih lebih mengarah kepada pembinaan
dan dan pengadaan modal usaha pertanian untuk menunjang pendapatan
masayarakat.
Dari hasil wawancara dengan Salman. B. mengatakan bahwa :
“Urusan pembangunan secara bottom up yang telah dijalankan mulai dari urusan wajib dan urusan pilihan direncanakan masih kurang maksimal dilaksanakannya, oleh sebab itu perlu
dilimpahkan ke kecamatan agar pembangunan yang direncanakan dapat dipercepat oleh pemerintah gampong” (Wawancara, Jumat
28 April 2013). Wawancara dengan Musriman, selaku masyarakat, mengatakan bahwa :
“Kami selaku masyarakat gampong Meureubo juga pernah
mengusulkan percepatan pembangunan yang mencangkup pembangunan wajib dan pembangunan urusan pilihan, namun kurang ada tanggapan dari pemerintah gampong. Kemudian
pembangunan tersebut diagendakan dalam Musrembangdes di tingkat gampong. Ini artinya pembangunan gampong seharusnya
dimulai dari bawah. (Wawancara, Jumat 28 April 2013). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ali, selaku masyarakat gampong
Meureubo mengatakan bahwa :
“Kalau menurut saya, memang program pembangunan gampong Meureubo perlu mencangkup urusan wajib dan urusan pilihan
sebagai mana tercantum dalam agenda rencana pembangunan jangka menengah gampong dan juga diagendakan dalam
Musrembangdes di tingkat gampong, karena selama ini pelaksanaan pembangunan secara bottom up masih belum efektif. masyarakat dan seluruh aparat gampong juga telah membahas
masalah ini. (Wawancara, Jumat 28 April 2013).
40
40
Menurut Azwar, selaku masyarakat, Mengatakan bahwa :
“Menurut saya pembangunan di gampong Meureubo menggunakan
konsep bottom up. Namun konsep tersebut masih kurang mengerti untuk dilaksanakan, sehingga berdampaknya terhadap lambat proses pembangunan gampong, contoh saya katakana bahwa
pembangunan Mesjid dan pembangunan jalan setapak yang proses berjalan lambat” (Wawancara, Jumat 28 April 2013).
Hal yang serupa juga diungpkan oleh Asni, selaku masyarakat gampong
Meureubo mengatakan bahwa :
“Benar apa yang dikatakan bahwa pembangunan gampong Meureubo menggunakan secara bottom up, akan tetapi tidak berjalan secara maksimal. Kalau saya pahami bahwa pembangunan
gampong Meureubo perlu menggunakan konsep yang benar-benar dapat mempercepat pembangunan gampong, agar pembangunan
bisa berjalan efektif”. Berdasarkan wawancara di atas, maka jelas bahwa Musrembangdes
merupakan langkah awal untuk melaksanakan pembangunan dari bawah (Bottom
Up), karena dengan Musrembangdes akan mempercepat proses pembangunan
gampong, karena konsep pembangunan bottom up di Gampong Meureubo kurang
efektif melaksanakan Musrembangdes di tingkat gampong. Dari pengamatan
penulis menemukan pembangunan yang telah dilaksanakan di Gampong
Meureubo terdiri dari pembangunan fisik dan non fisik. Pembangunan fisik terdiri
dari jalan setapak, pembangunan tempat wudhu, jembatan, perumahan bendungan,
irigasi pembangunan Mesjid. Sedangkan pembangunan non fisik ialah
peningkatakan ekonomi masyarakat melalui modal usaha dan peningkatan taraf
hidup masyarakat dengan memberikan kesehatan gratis serta peningkatan mutu
pendidikan. Namun pelaksanaan di lapangan masih kurang efektif, sebab apa yang
direnacanakan masih lambat dan tidak semua program pembangunan terealisasi.
41
41
Pembangunan gampong merupakan tanggung jawab bersama pemerintah
gampong dan masyarakat, baik dalam pendanaan, pelaksanaan, pemanfaatan,
maupun resiko pembangunan yang harus dihadapi. Prinsip dasarnya adalah
pemerintah yang semula berciri hirarkis dan terpusat menjadi kemitraan dan
pemberdayaan.
Secara konseptual pelaksanaan pembangunan dari bawah (battom up)
dengan perencanaan dari atas (dinas sektoral) melalui proses perencanaan
pembangunan berjenjang dari tingkat Desa (Musbangdes), Kecamatan, sampai
Kabupaten (Rakorbang). Akan tetapi, keterpaduan antar komponen perencana
tersebut tidak terwujud karena dominannya perencanaan dari atas. Pola
pembangunan dari bawah tetap mengikuti alur perencanaan yang sudah
ditetapkan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Hamdani, Ulee Jurong Pematang,
mengatakan bahwa :
“Saya juga pernah mengusulkan kepada aparat gampong agar
pelaksanaan pembangunan diagenda dalam Musrembandes dan dilaksanakan secara bottom up, hal ini untuk mempermudah merumuskan rencana pembangunan jangka menengah gampong,
sebab rencana pembangunan jangka menengah gampong juga merupakan bagian dari konsep pembangunan dari bawah. Namun
usulan tersebut masih lama ditanggapi, sehingga pembangunan masih kurang maksimal, seperti apa yang diharapkan masyarakat” (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).
Hasil wawancara dengan wawan, selaku masyarakat, mengatakan bahwa :
“Saya kurang memahami masalah pembangunan dari bawah, setahu saya aparat gampong cuma ada agenda rencana
pembangunan gampong yang telah ada dalam buku RPJMG, di situ semua tertulis tentang program-program pembangunan gampong.
Maka saya katakana bahwa pembangunan gampong Meureubo masih belum cepat dilaksanakan karena berfokus pada Rencana pembangunan saja, tidak laksanakan terus (Wawancara, Sabtu 29
April 2013).
42
42
Hasil wawancara dengan Hamdani, selaku Ulee Jurong Pematang,
mengatakan bahwa :
“Wacana pembangunan dari bawah atau biasa disebut bottom up,
memang dilaksanakan secara maksimal, sebab agenda yang dituangkan dalam rumusan pembangunan jangka menengah
gampong, semua telah dirumuskan dan disusun oleh aparat gampong serta masyarakat, Namun saya lihat di lapangan apa yang dirumuskan kurang berjalan, sebab tidak semua dijalankan
(Wawancara, Sabtu 29 April 2013).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
pembangunan yang dilaksanakan di Gampong Meureubo dilaksanakan dari
bawah, masih kurang berjalan dengan cepat dan masih lambat. Namun program-
program pembangunan yang dilaksanakan tertuang dalam rencana pembangunan
yang telah ditetapkan.
Pembangunan gampong dapat dilaksanakan dengan baik apabila masyarakat
gampong sudah menetapkan perencanaan dan memberi kesempatan kepada
masyarakat gampong untuk melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan
yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good
Governance) seperti partisipasif, transparan dan akuntabilitas. Maka berdasarkan
hal tersebut pelaksanaan pembangunan Gampong Meureubo berdasarkan konsep
bottom up bertujuan untuk mempercepat proses pembangunan gampong yang
dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka menengah gampong.
Dalam upaya pelaksanaan pembangunan gampong dapat dilihat dari
beberapa segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran
pembangunan gampong dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan
sektoral yang dilaksanakan di gampong. Pembangunan sektoral dilakukan di
gampong disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang ada di gampong.
43
43
Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perdesaan sebagai
pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi wilayah tersebut. Pembangunan wilayah
meliputi pembangunan wilayah gampong perdesaan yang terpadu dan saling
mengisi.
Ketiga, pembangunan gampong dilihat dari segi pemerintahannya. Agar
tujuan dan usaha pembangunan gampong dapat berhasil dengan baik maka
pemerintah gampong perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan
daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan
gampong.
Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara dengan Masrijal, Selaku
masyarakat, mengatakan bahwa :
“Pembangunan gampong dilihat dari segi potensi gampong dan
pemerintahannya. Misalnya saja gampong Meureubo banyak potensi yang ada, sehingga perlu dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya di bidang
ekonomi. Kemudian pelaksanaan pembangunan bottom up juga tergantung pada pemerintahan gampong itu sendiri, mampu atau
tidak dalam melaksanakannya.” (Wawancara, Minggu 30 April 2013).
Sedangkan menurut, Saiful, selaku Ulee Jurong Pada Sijabu, mengatakan
bahwa :
“Iya memang pembangunan yang dilaksanakan dari bawah perlu
dilihat juga dari beberapa aspek terutama potensi yang ada di gampong tersebut, hal ini berguna untuk melihat bahwa program
apa yang perlu dikembangkan bagi masyarakat” (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).
Sedangkan menurut, Musalli, selaku Ulee Kaur Kesra, mengatakan bahwa:
“Kami aparat gampong telah merumuskan semua program pembangunan gampong di dalam buku agenda RPJMG. Semua potensi yang ada telah kami rangkum untuk, setelah itu baru
direalisasikan dan dimusyawarahkan dalam rapat pembentukan tim perencanaan pembangunan. (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).
44
44
Hasil wawancara dengan Nyak Sayang, Selaku anggota tuha peut,
mengatakan bahwa :
“Fokus utama pembangunan bottom up ini adalah dari segi
pembangunan infrasttruktur fisik, guna menunjang pembangunan gampong, serta urusan wajib dan urusan pilihan masih menjadi
prioritas utama dalam mewujudkan pembangunan gampong yang selama ini masih kurang maksimal. (Wawancara, Sabtu 29 April 2013).
Hal ini, juga diungkapkan oleh Firdaus, selaku tuha peut, mengatakan
bahwa:
“Pembangunan gampong perlu dipercepat dengan cara bottom up, dan perlu juga dimusyawarahkan sesama warga, sebab
Musyawarah yang selama ini dijalankan tidak dapat hasil yang memuaskan. Pembangunan Meureubo belum sepenuhnya menggunakan konsep bottom up (Wawancara, Sabtu 29 April
2013).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
pembangunan gampong Meureubo masih belum berpedoman pada pembangunan
bottom up, perlu memperhatikan potensi yang ada di gampong tersebut.
Kemudian pembangunan gampong juga perlu membahas berbagai aspek yang,
terutama masalah kesenjangan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat,
masalah pembangunan gampong merupakan bagian dari pembangunan nasional,
maka oleh sebab itu pembangunan gampong juga perlu dilaksanakan dari bawah
ke atas, karena pembangunan masyarakat perdesaan yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah bagaimana memberdayakan masyarakat gampong seperti peningkatan
perekonomian masyarakat.
Dengan melihat pendekatan pembangunan gampong yang dilaksanakan
oleh masyarakat dan aparat Gampong Meureubo, maka pembagunan gampong
dapat dilihat sebagai suatu proses dari bawah ke atas. Dikatakan sebagai proses
45
45
bawah ke atas karna diperlihatkan oleh jalannya proses perubahan yang
berlangsung dari cara yang tradisional ke arah yang lebih maju dan lebih
menekankan kepada aspek perubahan yang terjadi pada masyarakat. Maka dari itu
berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis bahwa pelaksanaan
pembangunan bottom up merupakan pembangunan yang berdasarkan proses dari
perubahan, guna mempercepat proses pembangunan gampong.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Implementasi Pembangunan Bottom-Up Terhadap Percepatan
Pelaksanaan Pembangunan Gampong Meureubo
Pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang kontinyu dan
terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap
lebih baik. Usaha pembaharuan untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik harus
dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat dan pemerintah, karena pada
dasarnya kebijaksanaan pemerintah merupakan perpaduan dan pemadatan
daripada pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan rakyat dan golongan-
golongan dalam masyarakat.
Menurut Affandi (2004, h. 37) pembangunan sebagai proses perubahan
dari suatu kondisi tertentu ke kondisi lebih baik. Pembangunan dapat diartikan
sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak
secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya
yang paling manusiawi.
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan gampong dilaksanakan dari
bawah (bottom up) merupakan langkah awal untuk mempercepat pembangunan
gampong. Pembangunan gampong Meureubo yang dilaksanakan secara bottom up
46
46
merupakan agenda pemerintah gampong dan masyarakat untuk merumuskan
kegiatan-kegiatan pembangunan gampong.
Berdasarkan pengamatan pengamatan penulis di lapangan bahwa kegiatan-
kegiatan pembangunan Gampong Meureubo yang dilaksanakan di antaranya ialah
pembangunan jalan setapak, pembangunan Mesjid dan sebagainya. Kegiatan
pembangunan tersebut tidak terlepas dari kegiatan pembangunan dari bawah
(bottom up). Proses pembangunan dari bawah direncanakan oleh pemerintah
gampong dan masyarakat yang dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka
menengah gampong untuk merencanakan pembangunan apa yang lebih terarah.
Proses perencanaan yang dilakukan berjalan dua arah, yaitu dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas. Dari atas ke bawah berupa penetapan sasaran-
sasaran makro dan sektoral serta kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan
secara nasional. Dari bawah ke atas berupa aspirasi masyarakat yang
merencanakan pengembangan potensi daerah serta menampilkan keadaan yang
nyata di lapangan.
Proses "perencanaan dari bawah" dimulai dari musyawarah
(Musrembangdes) pada tingkat kelurahan/gampong, dan diteruskan dengan
musyawarah pada tingkat kecamatan; diikuti rapat koordinasi pembangunan
(Rakorbang) tingkat kabupaten dan Provinsi. Selanjutnya diadakan konsultasi
regional (Konreg) antar sejumlah propinsi dalam satu wilayah, dan diakhiri
dengan konsultasi nasional (konnas) pembangunan daerah, di mana rencana-
rencana pusat (sektoral) dan daerah dipertemukan dan dipadukan.
Dalam mewujudkan tujuan program pembangunan pada setiap lembaga
dibutuhkan suatu pola manajerial dalam pengelolaan pembangunan, pola
47
47
manajerial tersebut dimaksudkan agar pembangunan gampong dapat berjalan dari
semua aspek seperti aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik serta bisa dirasakan
dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu hal yang dibutuhkan adalah
kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat dalam menunjang
suksesnya pelaksanaan program pembangunan.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro
(nasional) dan mikro (community/group). Makna penting dari pembangunan
adalah adanya kemajuan/perbaikan (progres), pertumbuhan dan diversifikasi.
Seperti yang dikemukakan oleh para ahli, pembangunan adalah semua
proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan
terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara
alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Prasadja, 2002, h. 20).
Selain itu juga diperlukan kebijaksanaan pemerintah untuk mengarahkan
serta membimbing masyarakat untuk bersama-sama melaksanakan program
pembangunan yang telah direncanakan. Salah satu kebijaksanaan pemerintah
untuk mengarahkan bagaimana proses pembangunan gampong dilaksanakan dari
bawah agar proses pembangunan gampong bisa dijalankan dengan cepat.
Kebijakan pembangunan Gampong Meureubo didasarkan kepada
pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk peningkatan perekonomian
masyarakat yang didukung dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang memadai sehingga didapatkan berbagai strategi umum
pembangunan yang menghasilkan program-program pokok pembangunan,
48
48
selanjutnya akan dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) pembangunan
Gampong Meureubo Tahun 2009-2013.
Agar lebih jelas langkah- langkah rencana strategi pembangunan gampong
Meureubo yang merupakan penjabaran pembangunan bottom up. Maka langkah-
langkah strategi pencapaian pembangunan Gampong Meureubo Kecamatan
Meurebo Kabupaten Aceh Barat, dapat dilihat pada uraian tabel di bawah ini :
Tabel : 4.6 Tabel Tahapan Strategi Pencapaian Pembangunan Gampong
Tahun Strategi Langkah-Langkah Pencapaian
(1) (2) (3)
2009
Penyediaan fasilitas
untuk peningkatan
pelayanan umum dan
perekonomian
masyarakat
1. Musyawarah Gampong
2. Pendataan usulan sarana dan prasarana
yang dibangun
3. Penulisan proposal usulan
4. Pengajuan usulan (Musrembang Kecamatan, Musrembang Kabupaten,
kepihak ketiga, sumber dana lainnya)
5. Pelaksanaan kegiatan
6. Pengawasan/monitoring
7. Evaluasi
2010
Penyediaan modal
usaha dan
peningkatan kapasitas
aparatur gampong
untuk peningkatan
pelayanan umum dan
peningkatan
infrastruktur gampong
1. Musyawarah Gampong
2. Pendataan penerima manfaat modal usaha
3. Penulisan proposal usulan
4. Pengajuan usulan (Musrembang
Kecamatan, Musrembang Kabupaten, kepihak ketiga, sumber dana lainnya)
5. Pelaksanaan kegiatan
6. Pengawasan/monitoring
7. Pelaksanaan pelatihan
(1) (2) (3)
2011
Peningkatan
pendidikan anak usia
dini baik formal
maupun non formal
1. Musyawarah Gampong
2. Pendataan anak usia dini penerima
beasiswa pendidikan
3. Pendataan sarana dan prasarana penunjang
49
49
Sebagai regenerasi
pembangunan di
gampong
4. Penulisan proposal usulan
5. Pengajuan usulan (Musrembang
Kecamatan, Musrembang Kabupaten, kepihak ketiga, sumber dana lainnya)
6. Pelaksanaan kegiatan
7. Pengawasan/Monitoring
8. Persiapan penyaluran dana beasiswa
9. Penyaluran dana beasiswa
10. Evaluasi
2012
Menguatkan
perekonomian
kerakyatan dan
pengembangan
Industri Rakyat
dengan cara
penyertaan modal
usaha kerakyatan dan
peningkatan
pelayanan umum
1. Musyawarah Gampong
2. Pendataan kelompok keagamaan dan
pembentukan pengurus
3. Pendataan sarana dan prasarana
penunjang
4. Penulisan proposal usulan
5. Pengajuan USULAN (Musrembang
Kecamatan, Musrembang Kabupaten,
kepihak ketiga, sumber dana lainnya)
6. Sosialisasi
7. Pelaksanaan kegiatan keagamaan
8. Pengawasan/Monitoring secara
bekesinambungan
9. Evaluasi
(1) (2) (3)
2013
Terwujudnya
masyarakat Gampong
Meureubo yang
mandiri, dapat
meningkatkan
penguatan ekonomi
serta mampu
memenuhi kebutuhan
hidup secara layak
pada tahun 2014
terbebas dari
kemiskinan.
1. Musyawarah Gampong
2. Pendataan usulan baru untuk periode kedepan
3. Pembentukan Tim pemelihara kegiatan
4. Pembentukan Tim evaluasi periode
ke depan
5. Penggalian masalah kembali
6. Penyusunan RPJMG periode ke depan
7. Pengesahan Qanun RPJMG
Sumber : Data RPJMG Gampong Meureubo Periode 2009-2013
50
50
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dipahami bahwa tahapan rencana
strategi pencapaian pembangunan Gampong Meureubo, merupakan bagian dari
konsep pembangunan bottom up yang telah dirumuskan dalam rencana
pembangunan jangka menengah gampong. Adapun tahap-tahap strategi
pencapaian pembangunan gampong, tahunnya dimulai dari musyawarah aparat
gampong dengan masyarakat sampai dengan evaluasi program pembangunan.
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan gampong secara lebih
efektif, maka pemerintah gampong dan masyarakatnya perlu menciptakan suatu
strategi pencapaian tujuan tersebut. Dalam merancang strategi yang dimaksud,
pemerintah gampong perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Keterpaduan pembangunan gampong, di mana kegiatan-kegiatan
dilaksanakan memiliki sinergi dengan kegiatan pembangunan yang lain.
2. Partisipatif, di mana masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan dari
proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan.
3. Keberpihakan, di mana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun
pemanfaatan hasil kepada seluruh masyarakat.
4. Otonomi dan desentralisasi, di mana masyarakat memperoleh kepercayaan
dan kesempatan luas dalam kegiatan baik dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan maupun pemanfaatan hasilnya.
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
tentang mplementasi pembangunan Bottom Up terhadap percepatan pelaksanaan
pembangunan gampong , maka dapat disimpulkan bahwa :
Pembangunan Gampong Meureubo yang dilaksanakan berdasarkan konsep
pembangunan bottom up atau pembangunan dari bawah ke atas, masih kurang
efektif sebab apa telah direncanakan belum terealiasikan secar merata, karena
tidak semua program-program pembangunan yang dilaksanakan berjalan dengan
baik. Adapun tujuan pembangunan bottom up di Gampong Meureubo adalah
mempercepat proses pembangunan gampong. Adapun aspek pembangunan
bottom up di Gampong Meureubo yang telah dirumuskan dalam program
pembangunan, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan adalah pembangunan
fisik dan non fisik di antaranya adalah pembangunan sarana dan prasarana
gampong, seperti jalan setapak, jembatan, perumahan dan sebagainya, masih
belum maksimal pelaksanaannya.
5.2 Saran
Dengan melihat uraian-uraian dalam hasil penelitian dan pembahasan serta
kesimpulan, penulis memberikan altenatif pemecahan berupa saran sebagai
berikut :
1. Masih perlu dilakukan sosialisasi dari pemerintah kecamatan mengenai
pentingnya pelaksanaan pembangunan secara bottom up. Agar
52
52
pelaksanaan pembangunan gampong bisa berjalan dengan cepat, maka
hendaknya perlu koordinasi antara pemerintah gampong dengan
pemerintah kecamatan mengenai Musrembang di tingkat gampong.
2. Perlu dilakukan pengawasan secara rinci terutama terhadap kegiatan
masyarakat yang menunjukkan adanya kegiatan pembangunan. Kemudian
mengupayakan agar fungsi pemerintahan gampong untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada di gampong untuk memanfaatkan semaksimal
mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Anwar. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.
Prisma, Jakarta.
Alisyahbana, 2003. Pembangunan dari tingkat bawah ke atas. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Arikunto, Suharsimi, 2009, Manajemen Penelitian , PT Rieneka Cipta, Jakarta.
B. Miles Matthew dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.
Buku Panduan Penulisan Skripsi Universitas Teuku Umar Tahun 2010. Alue Peunyareng Aceh Barat.
Harsono, 2002. Penerapan dan Implementasi Pembangunan di Tingkat Daerah.
Jakarta: Pustaka Pulsar.
Iqbal, Hasan, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Kartasasmita, 2010. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada
University Press.
Korten, 2001. Administrasi Pembangunan Desa. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
M. Puteh, Jakfar. 2012. Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh.
Grafindo Litera Media. Jakarta.
Miller, 2001. Proses Terbentuknya Implementasi.Penebar Swadaya Agromedia
Pustaka Yogyakarta.
Moeleong, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung. Moh, Nasir. 2005. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.
Nasution, Zulkarimen, 2008. Komunikasi Pembangunan : Pengenalan tori dan
penerapannya, Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta. Tangkilisan, 2010. Kebijakan Publik. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Tjokroamidjojo, 2001. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Todoro, Michael, P. 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke Tiga, Erlangga,
Jakarta.
Putra, Fadillah. 2003, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik , Yogyakarta.
Siagian, Sondang. 2000. Administrasi pembangunan, Gunung Agung, Jakarta.
Sukirno, S. 2007. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan.Perpustakaan Nasional. Jakarta : Kencana.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,
Bandung
Suryono, Agus. 2001, Teori dan Isu Pembangunan, Universitas Malang Press, Malang.
Suyanto, Bagong & Sutinah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai
Alternatif Pendekatan. Ed. Pertama. Cet. Kedua. Kencana. Jakarta.
Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. PT. Remaja Rosdakarya :
Bandung. Sukandarrumidi. 2008. Dasar-Dasar Penulisan Proposal Penelitian (petunjuk
praktis untuk peneliti pemula). Gadjah Mada University press.
Solihin, Muhammad Amir, 2005. top down – bottom up planning sebagai
alternatif perencanaan strategis Pembangunan daerah hinterland secara
partisipatif (Kasus Studi Desa Cipelah Kecamatan Ciwidey Kabupaten
Bandung), Jurnal Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Rogers, 2010. Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbang Desa. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Ritzer, 2010. Sosiologi Pembangunan Dan Keterbelakangan Sosiologi, Jakarta:
Pustaka Pulsar.
Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus.
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 Tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah.
Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemerintahan gampong.