analisis pengaruh produksi perikanan terhadap …repository.utu.ac.id/733/1/bab i_v.pdf · di...

44
ANALISIS PENGARUH PRODUKSI PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI PELABUHANPENDARATAN IKAN (PPI) SAWANG BA’UKECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH SELATAN SKRIPSI OLEH MAULIDA DESVIKA NIM : 10C20101130 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT 2014

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS PENGARUH PRODUKSI PERIKANAN

    TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN

    DI PELABUHANPENDARATAN IKAN (PPI)

    SAWANG BA’UKECAMATAN SAWANG

    KABUPATEN ACEH SELATAN

    SKRIPSI

    OLEH

    MAULIDA DESVIKA

    NIM : 10C20101130

    PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

    FAKULTAS EKONOMI

    UNIVERSITAS TEUKU UMAR

    MEULABOH, ACEH BARAT

    2014

  • I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan strategis, dengan

    sumber daya alam yang kaya akan keanekaragaman hayati, baik di darat maupun

    di perairan tawar dan laut. Berdasarkan data yang terukur, Indonesia memiliki

    95.181 km panjang garis pantai dengan kurang lebih 5,0 juta luas Zona Ekonomi

    Eksklusif (ZEE). Indonesia yang terdiri dari 5 pulau besar seperti Sumatera,

    Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Papua, ditambah pula dengan ribuan pulau-pulau

    kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kepulauan Indonesia yang dua

    pertiganya adalah laut, di dalamnya terkandung kekayaan keanekaragaman hayati

    yang tersebar mulai dari dasar laut sampai daerah permukaan (Nuitja 2010, h. 1).

    Sebagai Negara kepulauan terbesar didunia, dengan panjang pantai 81.000

    km dan memiliki 17.508 pul au serta dua pertiga dari luar wilayahnya berupa

    perairan. Indonesia memiliki potensi perikanan yang besar. Potensi lestari ikannya

    paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas 4,07 juta ton di

    perairan nusantaranya yang hanya 38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton

    pertahun berada di perairan ZEE. Potensi ini pemanfaatannya juga baru 20 persen

    (Mulyadi 2005, h. 25).

    Aceh adalah salah satu Provinsi di Indonesia dengan kekuatan otonomi

    yang lebih besar di penghujung pulau sumatera. Aceh terletak dibarat laut

    Sumatera dengan kawasan seluas 57,365.57 km persegi atau merangkumi 12.26%

    pulau Sumatera. Aceh memiliki 119 pulau,73 sungai yang besar dan 2 tasik, Tasik

    Laut Tawar di Takengon, Aceh Tengah dan Tasik Aneuk Laot di Kota Sabang.

  • 2

    Aceh dikelilingi oleh Selat Malaka di sebelah utaranya, Provinsi Sumatra Utara di

    timur dan Lautan Hindi di sebelah selatan dan baratnya. Ibu kota Aceh adalah

    Banda Aceh yang dahulunya dikenali sebagai Kutaraja. Wilayah pesisir di

    Provinsi Aceh mempunyai panjang garis pantai 1.660 km, dengan luas wilayah

    perairan laut seluas 295.370 km terdiri dari laut wilayah (perairan teritorial dan

    perairan kepulauan) 56.563 km dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 238.807 km.

    Akibat tsunami pada 26 desember 2004, dari 1660 km panjang garis pantai, 800

    km rusak terkena gelombang tsunami. Sektor perikanan dari segi serapan tenaga

    kerja menyerap 257.300 jiwa yang terdiri dari 4 (empat) sektor yaitu : sektor

    penangkapan, sektor budidaya, sektor pengolahan dan sektor pemasaran hasil

    perikanan. Sektor penangkapan terdiri dari nelayan tidak tetap sebanyak 164.080

    jiwa, sektor budidaya sebanyak 56.300 jiwa, sektor pengolahan sebanyak 20.670

    jiwa dan sektor pemasaran hasil perikanan melalui penjual ikan (mugee ungkoet)

    mencapai 16.250 jiwa.

    Masyarakat nelayan di Provinsi Aceh pada umumnya identik dengan

    Lembaga Adat Panglima Laot yang memimpin wadah masyarakat nelayan

    sekaligus basis masyarakat nelayan lokal untuk membangun kesepakatan bersama

    dalam mengatur dan mengawasi pelaksanaan norma dan ketentuan tata cara

    pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih bertanggung jawab dan

    berkelanjutan. Lembaga Hukom Adat Laot dan Panglima Laot sudah ada sejak

    Kerajaan Samudera Pasai abad ke 14, dan dikukuhkan kembali dan diorganisir

    sesuai dengan perkembangan zaman sejak 22 Mei 2000. Pengembangan

    masyarakat nelayan pada umumnya kurang begitu diperhatikan, oleh karena itu

  • 3

    diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk menjadikan masyarakat

    nelayan itu dinamis.

    Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh telah melakukan penentuan

    tempat-tempat pengembangan untuk berbagai sub sektor di sektor perikanan yang

    disebut dengan pusat pertumbuhan. Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan ini,

    diharapakan dapat memacu tingkat perikanan di Aceh sekaligus dapat menarik

    wilayah-wilayah disekitar pusat pertumbuhan itu untuk secara bersama-sama

    memberi kontribusi dalam meningkatkan jumlah produksi perikanan di Aceh

    (http://regionalinvestment.com diakses tanggal 17 November 2013).

    Aceh selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh. Sebelum

    berdiri diri sebagai kabupaten otonom, Aceh Selatan adalah bagian dari kabupaten

    aceh barat. Pemisahan Aceh Selatan dari Aceh Barat ditandai dengan disahkannya

    Undang-Undang Darurat no. 7 tahun 1956 pada 4 November 1956.

    Wilayah kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Labuhan

    Haji di ikuti Kecamatan Klut Utara, sementara jumlah penduduk terkecil adalah

    kecamatan Sawang. Sebagian penduduk terkonsenransi di sepanjang jalan raya

    pesisir dan pinggiran sungai. Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan sangat

    bervariasi, terdiri dataran rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan

    dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal.

    Dari data yang diperoleh, kondisi topografi dengan tingkat kemiringan

    sangat curam/terjal mencapai 63,45 %, sedangkan berupa dataran hanya sekitar

    34,66 %, dengan kemiringan lahan dominan adalah pada kemiringan 3,40 %

    dengan luas 254.138.39 ha dan terkecil 8-15 % seluas 175.04 hektar selebihnya

    tersebar pada berbagai tingkat kemiringan. Dilihat dari ketinggian tempat (diatas

    http://regionalinvestment.com/

  • 4

    permukaan laut) ketinggian 0-25 meter memiliki luas terbesar yakni 152.648

    hektar (38,11%)dan terkecil adalah ketinggian 25,00 meter seluas 39.720 hektar

    (9,92%). (http://acehselatankab.go.id/sejarahdanharijadi.html?m=1 diakses

    tanggal 25 November 2013).

    Nelayan juga merupakan salah satu kelompok masyarakat yang

    mempunyai corak kehidupan yang berbeda dari kelompok masyarakat lain.

    Demikian juga kehidupan masyarakat nelayan Aceh Selatan. Masalah yang

    mendasar dalam kehidupan nelayan Aceh Selatan adalah kemiskinan. Kemiskinan

    ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu

    faktor eksternal yang sangat penting adalah sistem pemasaran hasil perikanan

    yang lebih menguntungkan pedagang perantara. Dengan adanya Pangkalan

    Pendaratan Ikan (PPI) diharapkan meningkatkan taraf kehidupan nelayan yaitu

    perbaikan sistem pemasaran hasil perikanan yang menguntungkan nelayan.

    Namun kebenaran argument ini perlu dibuktikan melalui kegiatan penelitian agar

    diperoleh jawaban yang akurat (Mulyadi 2005,h. 48).

    Pelabuhan pendaratan ikan pada hakikatnya merupakan pusat

    pengembangan ekonomi perikanan yang berfungsi antara lain mengatur cara jual

    beli yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, yaitu bagi nelayan adalah

    jaminan dapat menjual ikan dengan waktu yang tepat dan dengan harga yang

    wajar serta menerima pembayaran secara tunai sehingga tingkat pendapatannya

    dapat dijamin. Sedangkan bagi bakul atau pengusaha pengolahan ikan adalah

    adanya jaminan memperoleh ikan dalam keadaan baik dengan timbangan yang

    tepat.

    http://acehselatankab.go.id/sejarahdanharijadi.html?m=1

  • 5

    Berikut ini adalah tabel jumlah nelayan di Sawang Ba’u Kecamatan

    Sawang Kabupaten Aceh Selatan .

    Tabel 1

    Data Jumlah Nelayan yang Berdomisili di Sawang Ba’u Kecamatan Sawang

    Kabupaten Aceh Selatan

    No. Tahun Jumlah Nelayan Pertumbuhan

    (%)

    1. 2010 7.564 Jiwa -

    2. 2011 7.429 Jiwa -1,78 %

    3. 2012 7.391 Jiwa -0.51 %

    Sumber : BPS Kab.Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan (diolah

    November 2013)

    Berdasarkan tabel diatas maka penulis dapat menjelaskan bahwa Jumlah

    Nelayan dari tahun ke tahun terus berfluktuasi pada tahun 2010 berkisar hingga

    7.564 jiwa tetapi tidak terjadi petumbuhan nelayan, dan ditahun selanjutnya 2011

    jumlah nelayan turun menjadi 7.429 jiwa dan mengalami pertumbuhan sebesar -

    1,78 persen, dan pada tahun 2012 jumlah nelayan semakin menurun berkisar

    7.391 jiwa dan mengalami petumbuhan sebesar -0,51 persen. Bisa disimpulkan

    bahwa mengapa jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun ke tahun

    terjadi penurunan karena kemungkinan besar disebabkan oleh adanya sumber

    daya alam yaitu tambang emas yang mempengaruhi para nelayan Kabupaten Aceh

    Selatan berkecimpung melakukan pekerjaan sebagai penggali tambang emas yang

    dapat memperoleh keuntungan (Profit) yang sangat tinggi. Dan sumber daya alam

    tambang emas tersebut menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat tinggi

    bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Aceh Selatan.

    Upaya meningkatkan pendapatan nelayan dilakukan melalui perbaikan

    teknologi alat tangkap, mulai dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan

    pemasaran. Suatu teknologi atau ide baru akan diterima oleh nelayan jika

  • 6

    memberi keuntungan ekonomi. Bila teknologi tersebut diterapkan sesuai dengan

    lingkungan setempat,memiliki kemudahan, penghematan tenaga kerja dan waktu

    tidak memerlukan biaya yang besar.

    Dapat dipahami, jika ketergantungan nelayan terhadap teknologi

    penangkapan itu yang sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan selain kondisi

    sumber daya perikanan yang bersifat mobile, yaitu berpindah dari satu tempat ke

    tempat yang lain , juga untuk menangkapnya nelayan perlu sarana bantu yang

    dapat bertahan lama hidup diatas air. Pada umumnya nelayan masih mengalami

    keterbatasan teknologi penangkapan. Dengan alat tangkap yang sederhana

    wilayah operasipun menjadi terbatas hanya disekitar pantai (Mulyadi 2005, h. 49).

    Berikut ini adalah tabel data alat tangkap yang digunakan oleh nelayan

    sawang ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan untuk produksi

    perikanan dalam waktu 3 tahun :

    Tabel 2

    Data Jumlah Alat Tangkap Nelayan

    di Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan

    No

    Tahun

    Pukat Kantong

    Jaring

    Ingsang

    Pukat

    Pantai

    Pukat

    Cincin

    Jaring Rawai

    Tetap

    Bagan

    1. 2010 35 83 764 32 38

    2. 2011 41 93 514 32 43

    3. 2012 36 105 504 - 35

    Sumber : BPS Kab. Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan (diolah

    November 2013).

    Berdasarkan tabel 2 diatas maka penulis dapat menjelaskan bahwa pada

    tahun 2010 alat tangkap yang digunakan oleh nelayan yang ada di Sawang Ba’u

    Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan adalah sebagai berikut pukat

  • 7

    kantong sebesar 118 unit yang terdiri 35 unit pukat pantai dan 83 unit adalah

    pukat cincin. Untuk alat jaring ingsang sebanyak 764 unit, dan rawai tetap

    sebanyak 32 unit serta bagan sebanyak 38 unit. Dapat disimpulkan pada tahun

    2010-2012 para nelayan lebih banyak menggunakan alat tangkap berupa jarring

    ingsang sebagai alat dalam menangkap hasil ikannya.

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

    penelitian lebih lanjut dengan judul: ” Analisis Pengaruh Produksi Perikanan

    Terhadap Pendapatan Nelayan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang

    Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan”.

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah: Seberapa besar pengaruh Produksi Perikanan terhadap

    pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Adapun penelitian ini dibuat ialah untuk menganalisis pengaruh Produksi

    Perikanan terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang

    Kabupaten Aceh Selatan.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang dapat diharapkan dan diperoleh dari hasil penelitian

    ini terjadi menjadi 2 (dua) yaitu:

  • 8

    1.4.1. Manfaat Teoritis

    a. Bagi Penulis / Peneliti

    Manfaat penelitian bagi penulis adalah penambah wawasan bagi penulis

    dan pengetahuan tentang analisis produksi perikanan terhadap pendapatan nelayan

    di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan dan sebagai

    salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara ilmiah,

    sistematis dan metodelogis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur

    untuk menjadikan suatu wacana baru kedepan.

    b. Bagi Lingkungan Akademik

    Manfaat penelitian bagi lingkungan akademik adalah memberikan

    wawasan dan pengetahuan untuk pihak akademik baik secara langsung maupun

    tidak langsung bagi perpustakaan fakultas ekonomi, serta sebagai bahan acuan

    untuk kedepannya dalam melakukan penelitian yang lebih mendalam bagi para

    mahasiswa/i, khususnya kalangan fakultas ekonomi.

    1.4.2. Manfaat Praktis

    Manfaat praktis dari penelitian ini khususnya bagi pemerintah pusat atau

    bagi pihak lainnya yaitu sebagai informasi dan arahan yang baik, sehingga akan

    mendapatkan gambaran yang secara global dari pemerintah pusat dan pihak

    lainnya yang berkaitan. Dengan adanya penelitian ini, maka kita dapat mengetahui

    seberapa besar analisis pengaruh produksi perikanan terhadap pendapatan nelayan

    di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

  • 9

    1.5. Sistematika Pembahasan

    Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut.

    Bagian pertama pendahuluan yang berisi tentang pokok-pokok

    pembahasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

    manfaat penelitian yang terdiri manfaat teoritis dan manfaat praktis, dan

    sistematika pembahasan.

    Bagian kedua tinjauan pustaka berisikan tentang studi pustaka terhadap

    penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Berisi deskripsi teori

    mengenai teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian sesuai dengan

    masalah yang diteliti. Mengenai pengertian antara Variabel dalam judul serta

    perumusan hipotesis.

    Bagian ketiga metode penelitian, mengurai tentang ruang lingkup

    penelitian, yang menjelaskan dimana dilakukkan penelitian, tehnik dalam

    pengumpulan data, definisi operasional dan pengujian hipotesis.

    Bagian Keempat merupakan hasil dan pembahasan yang berisi tentang

    statistik deskriptif variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan

    hasil penelitian.

    Bagian kelima merupakan simpulan dan saran yang berisi tentang

    simpulan penelitian dan saran penulis.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pelabuhan perikanan (PP)

    2.1.1. Pengertian Pelabuhan Perikanan

    Pelabuhan perikanan merupakan wilayah dimana semua aktivitas bisnis

    perikanan dilakukan yang menyediakan multi pelayanan terhadap aktivitas

    perikanan, menyerap tenaga kerja yang sangat besar, sektor industri dan ekonomi.

    Merujuk pada pasal 1 Ayat 1 Keputusan Menteri KP No.16/MEN/2006 tentang

    pelabuhan perikanan, bahwa pelabuhan perikanan berfungsi untuk mendukung

    pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari

    praproduksi, produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan

    dalam suatu sistem bisnis perikanan.

    Pelabuhan perikanan di bagi Klas pelabuhan, yaitu Pelabuhan Perikanan

    Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan

    Pantai (PPP) dan Pangkalan pendaratan Ikan (PPI). Sementara itu, pelabuhan

    perikanan Aceh yang telah ada saat ini dapat dikelompokkan dalam dua klas

    pelabuhan perikanan, yaitu PPP dan PPI. Sebagian besar dari PPI ini secara

    faktual merupakan tempat-tempat dilakukan aktivitas pendaratan ikan yang dalam

    bahasa masyarakat disebut TPI (Tempat Pendaratan Ikan), dimana masih banyak

    diantaranya yang belum memiliki fasilitas maksimal untuk operasionalisasi.

    2.1.2. Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT)

    Dalam upaya pemanfaatan sumber daya ikan dan laut, Dinas Kelautan

    Perikanan Aceh melakukan upaya-upaya sebagai berikut:

  • 11

    a. Mengelola sumber daya ikan secara berkesinambungan dan bertanggung

    jawab.

    b. Meningkatkan pendapatan nelayan.

    c. Meningkatkan fasilitas pelabuhan perikanan, jumlah dan mutunya.

    d. Memperkuat armada penangkapan ikan.

    e. Mengembangkan bisnis perikanan yang efisien dan kompetitif.

    2.1.3. Tugas dan Fungsi Bidang Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT)

    Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT) bertugas melakukan kegiatan di

    bidang prasarana tangkap, tata ruang kelautan dan perikanan, pengembangan

    sarana, usaha dan pemberdayaan masyarakat perikanan, pengelolaan pesisir,

    pulau-pulau kecil dan konservasi taman laut.

    Pengembangan Perikanan Tangkap berfungsi sebagai :

    1. Pelaksanaan inventaris prasarana tangkap, tata ruang kelautan dan perikanan.

    2. Pelaksanaan pengembangan sarana, usaha dan pemberdayaan masyarakat

    perikanan.

    3. Pelaksanaan dan pengelolaan pesisir, pulau-pulau kecil, konservasi sumber

    daya kelautan dan perikanan.

    2.1.4. Pangkalan Pendaratan Ikan

    Pangkalan pendaratan ikan adalah pelabuhan khusus yang merupakan pusat

    pengembangan ekonomi perikanan, baik dilihat dari aspek produksinya maupun

    aspek pemasarannya. Dengan demikian maka pangkalan pendaratan ikan

    merupakan prasarana ekonomi yang berfungsi sebagai penunjang bagi

    perkembangan usaha perikanan laut maupun pelayaran. Pangkalan pendaratan

  • 12

    ikan merupakan tempat para nelayan mendaratkan ikan hasil tangkapannya dan

    menurut statusnya menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Daerah.

    Pada umumnya pangkalan pendaratan ikan berfungsi memberikan pelayanan

    yang optimal terhadap segenap aktifitas ekonomi perikanan yang di dalam

    implementasinya bersifat ganda yaitu:

    Pelayanan terhadap kapal perikanan sebagai sarana produksi. Pelayanan ini

    berfungsi:

    a. Sebagai tempat pemusatan (home bas) armada perikanan.

    b. Menjamin kelancaran bongkar muatkan hasil tangkapan.

    c. Menyediakan suplai logistic kapal-kapal perikanan berupa es, air tawar dan

    BBM.

    Pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga dalam faktor produksi,

    pelayanan ini meliputi aspek pengolahan, aspek pemasaran, dan aspek pembinaan

    masyarakat nelayan (http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-

    UPTD-Ppi diakses tanggal 30 Januari 2014).

    2.2. Pendapatan Masyarakat

    2.2.1. Pengertian Pendapatan Masyarakat

    Pendapatan masyarakat adalah pendapatan yang diperoleh tanpa

    menghiraukan tersedia atau tidaknya faktor produksi. Dengan adanya pendapatan

    tersebut akan digunakan untuk membeli berbagai barang kebutuhannya (Sukirno

    2006, h.48).

    Pendapatan merupakan penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang

    kontan maupun tidak. Pendapatan atau disebut juga dengan income dari seseorang

    warga masyarakat adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang

    http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppihttp://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppi

  • 13

    dimilikinya pada sektor produksi. Sektor produksi ini membeli faktor-faktor

    produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga

    yang berlaku dipasar faktor produksi.

    2.2.2. Jenis-Jenis Pendapatan

    Menurut Sadono Sukirno pendapatan terdiri dari berbagai jenis yaitu

    (Sukirno 2008, h. 33)

    a. Pendapatan nasional Neto (NNI)

    Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang

    dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai

    pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak

    tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya

    dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dan lain-

    lain.

    b. Pendapatan Perseorangan (PI)

    Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan

    yang diterima oleh rumah tangga dan usaha yang bukan perusahaan. Tidak seperti

    pendapatan nasional, pendapatan perorangan tidak mengikut sertakan pendapatan

    tertahan (etained earnings), yaitu pendapatan yang diperoleh perusahaan namun

    tidak dibagikan kepada para pemiliknya. Pendapatan perorangan juga mengurangi

    pajak pendapatan perusahaan dan kontribusi pada tunjangan sosial (Mankiew

    2006, h.9).

    c. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)

    Pendapatan yang siap dibelanjakan (Dipossable Income) adalah

    pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa

  • 14

    konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi.

    Dipossable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan

    pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak

    dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib

    pajak, contohnya pajak pendapatan.

    d. Pendapatan Nasional Riel

    Pendapatan Nasional Riel adalah pendapatan nasional yang dihitung atau

    di tentukan berdasarkan harga-harga yang tidak berubah atau tetap dari tahun

    ketahun.

    e. Pendapatan Nasional Menurut Harga yang Berlaku

    Pendapatan Nasional menurut harga yang berlaku adalah pendapatan

    nasional yang dihitung atau ditentukan berdasarkan harga-harga yang berlaku

    pada tahun dimana produksi nasional yang sedang dinilai diproduksikan.

    f. Pendapatan Nasional Menurut Harga Tetap

    Pendapatan Nasional menurut harga tetap adalah harga yang berlaku pada

    suatu tahun tertentu dan seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang

    dihasilkan pada tahun-tahun yang lain.

    2.2.3. Pendapatan Nelayan

    Pendapatan nelayan adalah ditentukan secara bagi hasil dan jarang

    diterima sistem upah/gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Sistem upah atau gaji

    bulanan ternyata hanya di peroleh pada alat penangkapan dengan jermal, hal mana

    mungkin disebabkan karena alat adalah bersifat fasif. Dalam sistem bagi hasil,

    bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi

    yang dikeluarkan pada waktu beroperasi ditambah dengan ongkos penjualan hasil.

  • 15

    Jadi, disini termasuk ongkos bahan bakar, oli, es dan garam, biaya makanan para

    awak kapal, dan pembayaran retribusi. Biaya lain yang masih termasuk ongkos

    eksploitasi seperti biaya reparasi dengan demikian adalah seluruhnya tanggungan

    dari pemilik alat dan boat.

    Berdasarkan dalam hal bagi hasil yang dibagi adalah hasil penjualan ikan

    hasil tangkapan. Caranya ialah ikan hasil tangkapan 1 unit penangkapan dijual

    oleh pemilik kemudian barulah dilakukan perhitungan bagi hasil. Waktu-waktu

    perhitungan bagi hasil juga dilakukan sekali sebulan sehingga para nelayan

    penggarap menerima bagiannya sebulan sekali (Mulyadi 2005, h. 90).

    2.3. Nelayan

    Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang pekerjaannya

    melaut untuk menangkap ikan. Sebagian hasil tangkapan ikan tersebut

    dikonsumsikan untuk keperluan rumah tangga atau dijual seluruhnya. Kegiatan

    melaut dilakukan setiap hari kecuali pada musim barat, masa terang bulan, atau

    malam jumat mereka libur kerja. Kapan waktu keberangkatan dan kepulangan

    melaut umumnya ditentukan oleh jenis dan kualitas alat tangkap (Kusnadi 2006,

    h. 27).

    Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap

    ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pemakai jarring) maupun secara

    tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli

    mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian

    (Mulyadi 2005,h.171).

    Merujuk kepada definisi tersebut, rumah tangga yang kegiatan utamanya

    bukan menangkap ikan, tetapi menggunakan ikan sebagai bahan proses produksi

  • 16

    bukan dikategorikan sebagai rumah tangga nelayan. Dengan demikian, para

    pedagang ikan sekalipun hidup di tepi pantai juga tidak tergolong kepada kategori

    nelayan. Nelayan berbeda dengan pantai tambak. Perbedaan yang mendasar

    adalah nelayan memanfaatkan wilayah pesisir sebagai tempat bekerja, sedangkan

    petani tambak mengelola daerah rawa, sungai, sawah, dan sejenisnya untuk

    mengelola ikan dan produk perikanan lainnya (Elfrindi,2002 dalam Mulyadi 2005,

    h.172).

    Petani tambak tidak tergantung dengan musim ikan karena petani tambak

    yang komersial biasanya mengelola perikanan dengan siklus tertentu, sedangkan

    nelayan sangat tergantung dengan cuaca dan musim. Sungguhpun keduanya

    menghasilkan ikan, namun ikan dari petani tambak biasanya dibudidayakan

    sehingga sangat tergantung pada bibit, makanan, perawatan, dan lainnya.

    Sementara itu, nelayan tidak ikut dalam proses budi daya, kecuali secara natural

    mereka berupa menangkap ikan yang sudah terbudi daya dengan sendirinya

    mengikuti ekosistem kelautan. Gabungan antara nelayan pantai dengan petani

    tambak lazim dikenal dengan rumah tangga perikanan (Mulyadi 2005, h.172).

    Nelayan bukanlah entitas tunggal mareka terdiri dari beberapa kelompok.

    Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi 3

    (tiga) kelompok yaitu (Mulyadi 2005, h, 7) :

    a. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang

    lain.

    b. Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang di

    operasikan oleh orang lain.

  • 17

    c. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri,

    dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

    Dilihat dari pemilikan alat-alat produksi, masyarakat nelayan dibagi

    kedalam dua kateogri sosial, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Kedua

    pihak terikat oleh hubungan kerja sama dalam organisasi penangkapan. Jumlah

    nelayan buruh dalam setiap organisasi penagkapan bergantung pada jenis dan

    ukuran perahu yang mengoperasikan alat tangkap yang dioperasikian.

    Dilihat dari skala usahanya, masyarakat nelayan terbagi menjadi dua

    kategori, yaitu nelayan besar dan nelayan kecil atau nelayan tradisonal. Nelayan

    yang mengoperasikan alat tangkap payam atau porsen termasuk kategori nelayan

    besar, sedangkan nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pancing atau jaring

    tradisional tergolong nelayan kecil. Nelayan besar memiliki orientasi ekonomis

    yang tinggi, sedangkan nelayan kecil lebih banyak bersifat subsistensi.

    2.3.2. Nelayan Tradisional Dan Modern

    Dalam perkembangannya nelayan telah terikat degan dualisme sesuai

    dengan perkembangan iptek selama ini. Gustaf Rasni mendefinisikan sektor

    tradisional adalah sektor yang belum tersentuh iptek. Dalam konteks nelayan,

    nelayan tradisional di artikan sebagai orang yang bergerak disektor kelautan

    dengan menggunakan perahu layar tanpa motor, sedangkan mereka yang

    menggunakan mesin atau perahu motor merupakan nelayan modern.

    Menurut Asri (2000) mencoba membuat dua kemungkinan jawaban, yakni

    nelayan muncul akibat kegiatan warisan yang turun temurun. Alternatif lain

    adalah nelayan tumbuh didasarkan pertimbangan ekonomi semata. Artinya,

    rumah tangga nelayan bertambah karena adanya tuntunan secara ekonomis dan

  • 18

    permintaan akan hasil ikan yang meningkat dari tahun ketahun. Asri juga

    mengemukakan bahwa pada kalangan nelayan tradisional yang bercirikan

    berusaha dengan perahu tanpa motor, sekitar 70% dari total jumlah nelayan

    merupakan nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan yang sudah turun

    temurun. Artinya nelayan tradisonal muncul sebagai kelanjutan dari usaha orang

    tua yang juga memiliki kegiatan utama sebagai nelayan.

    Sementara itu, rumah tangga nelayan modern berkembang sedemikian rupa

    sebagai reaksi dari permintaan pasar terhadap kebutuhan protein yang berasal dari

    sumber daya laut. Dengan kata lain, pertimbangan atau komersialisasi jauh lebih

    berperan dibandingkan dengan pertimbangan karena status bagai turun menurun

    (Mulyadi 2005.h. 173).

    2.4. Produksi

    Menurut Rosyidi (2003,h.56) produksi adalah suatu proses yang

    menciptakan atau memperbesar nilai suatu barang atau usaha yang menciptakan

    dan memperbesar daya guna barang. Fakto-faktor produksi adalah :

    a. Tanah (lokasi)

    b. Tenaga kerja

    c. Modal

    d. Kecakapan

    Primyastanto dan Isthikharoh (2006, h.17) produksi adalah kegiatan untuk

    mengolah bahan baku atau bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi

    yang dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh konsumen dan mempunyai nilai

    lebih.

  • 19

    Soeharno (2006, h. 4) produksi merupakan kegiatan untuk meningkatkan

    manfaat suatu barang. Untuk meningkatkan manfaat tersebut, diperlukan bahan-

    bahan yang disebut faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.

    Produksi adalah merupakan segala kegiatan dalam menciptakan dan

    menambah kegunaan suatu barang dan jasa selain itu produksi juga dapat

    diartikan sebagai kegiatan yang menghasilkan barang maupun jasa atau kegiatan

    menambah nilai kegunaan atau manfaat suatu barang (Assauri 2006, h. 107).

    2.4.1. Biaya Produksi

    Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk

    dapat memnghasilkan output (Rosyidi 2003,h.333).

    Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu biaya

    yang berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang merupakan bukan

    pengeluaran nyata (inputed cost.) dalam hal ini, pengeluaran-pengeluaran nyata

    ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran kontan misalnya, bahan

    bakar dan oli, bahan pengawet (es dan garam), pengeluaran untuk makanan dan

    konsumsi awak, pengeluaran untuk reparasi, pengeluaran untuk retribusi dan

    pajak.

    Pengeluaran yang tidak kontan misalnya upah/gaji awak nelayan yang

    pekerjaannya umum bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual.

    Pengeluaran yang tidak nyata ialah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin

    dan alat penangkap karena pengeluaran ini tidak bersifat pasti hanya merupakan

    tafsiran (Mulyadi 2005,h.88).

  • 20

    2.4.2. Fungsi Produksi

    Menurut Primyastanto dan Istikharoh (2006, h.17) fungsi produksi adalah

    hubungan fisik antara variabel yang jelas (Y) dan yang menjelaskan (X). Variabel

    yang dijelaskan biasanya berupa keluaran (produksi) atau outputnya dan variabel

    yang menjelaskan yaitu merupakan masukan (faktor produksi atau inputnya).

    Fungsi produksi dianggab penting dikarenakan oleh beberapa hal antara lain:

    a. Dengan fungsi produksi maka dapat mengetahui hubungan antara input dan

    output secara langsung. Dimana hubungan tersebut lebih mudah dimengerti.

    b. Dengan fungsi produksi maka dapat diketahui hubungan antar variabel yang

    dijelaskan.

    2.4.3.Produksi Perikanan

    Menurut Mulyadi (2005, h.25) perikanan harus dihasilkan dari suatu

    proses produksi yang berwawasan lingkungan. Proses produksi yang berwawasan

    lingkungan yaitu dengan persyaratan :

    1. Proses produksi (penangkapan atau budidaya) ikan tidak membahayakan

    kelestarian ikan itu sendiri.

    2. Proses produksi tidak mengakibatkan terancamnya kehidupan flora dan fauna

    laut yang dilindungi seperti penyu, terumbu karang, dll.

    3. Proses produksi tidak termaksud tatanan, fungsi dan proses ekologis.

    4. Proses produksi tidak membahayakan pelaku produksi dan kesehatan serta jiwa

    konsumen.

  • 21

    2.5. Perumusan Hipotesis

    Berdasarkan dari penelitian ini, yaitu mengenai pengaruh produksi

    perikanan terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang

    Kabupaten Aceh Selatan. Diduga produksi perikanan berpengaruh positif terhadap

    peningkatan pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang

    Kabupaten Aceh Selatan.

  • III. METODE PENELITIAN

    3.1. Populasi dan Sampel

    Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah nelayan Kabupaten

    Aceh Selatan yang berjumlah 7132 orang. Namun yang menjadi sampel dalam

    penelitian ini adalah nelayan di Kecamatan Sawang yang berjumlah 102 orang yang

    terdiri dari 34nelayan boat TS 300, 34 nelayan boat Pukat dan 34 nelayan boat

    Karang pada tahun 2014 dengan mewawancarai langsung para nelayan yang ada di

    Pangkalan Pendaratan Ikan Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

    3.2. Data Penelitian

    3.2.1. Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data

    primer. Data sekunder yaitu data yang diperoleh berupa yang sudah diolah maupun

    yang belum diolah. Dalam penelitian ini data-data sekunder yang digunakan yaitu

    antara lain literature yang relavan atau sesuai dengan judul penelitian ini seperti,

    buku-buku, makalah, waktu dan periode petunjuk teknis dan lain-lain yang memiliki

    relavansi dengan masalah yang diteliti. Sedangkan data primer yaitu data yang

    diperoleh dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara langsung

    dari penelitian tersebut.

    Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Kelautan

    dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang,

    Badan Pusat Statistik serta dari wawancara dengan nelayan. Penulis juga

  • 23

    menggunakan buku-buku ekonomi dan buku perikanan yang diperoleh dari

    perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar dan Perpustakaan daerah di

    Meulaboh.

    3.2.2. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik kuantitatif antara lain:

    a) Studi Pustaka (Library Research)

    Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan yaitu

    dengan cara membaca buku-buku dan literatur lainnyan yang diperlukan.

    b) Penelitian Lapangan (field research)

    Pada metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara langsung

    yaitu penulis mendatangi instansi-instansi yang relavan, misalnyaDinas Kelautan dan

    Perikanan (DKP) Kabupaten Aceh Selatan dan Badan Pusat Statistik (BPS)

    Kabupaten Aceh Selatan.

    3.3. Model Analisis Data

    Untuk menganalisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini

    menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana, analisis korelasi, dan uji t.

    a. Analisis Regresi Linier Sederhana

    Analisis ini untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel bebas (X)

    terhadap variabel terikat (Y), dengan rumusan masalah sebagai berikut (Supranto

    2001, h. 179):

    Y= bX

  • 24

    Dimana :

    Y = Variabel terikat (Pendapatan Nelayan)

    b = Koefisien Regresi

    x = Variabel Bebas (Produksi Perikanan)

    b. Koefisien Determinasi ( r )

    Model ini untuk mengukur tingkat hubungan antara variabel bebas (X) dengan

    variabel terikat (Y).

    c. Koefisien Determinasi (r²)

    Model koefisien determinasi ini sering juga disebut dengan koefisien penentu

    digunakan untuk melihat besarnya pengaruh nilai variabel X dengan variabel Y.

    d. Uji t

    Uji t merupakan uji yang digunakan melihat signifikan dari pengaruh yang

    ditimbulkan oleh variabel bebas ( Produksi Perikanan) terhadap variabel terikat

    (Pendapatan).

    3.4. Definisi Operasional Variabel

    Agar tidak menimbulkan pengertian ganda tentang variabel-variabel utama

    pada penelitian ini, maka akan dijelaskan masing-masing variabel sebagai berikut :

    a. Pendapatan (Y) adalah pendapatan yang diperoleh nelayan dari seluruh hasil

    penjualan ikan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

    b. Produksi perikanan (X) adalah banyaknya jumlah ikan yang ditangkap dan dijual

    oleh nelayan di PPI Sawang Ba’u Kabupaten Aceh Selatan.

  • 25

    3.5. Pengujian Hipotesis

    Berdasarkan pengujian hipotesis dalam penelitian ini maka diperoleh apabila:

    a. H0 ; β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel X

    (Produksi Perikanan) terhadap variabel Y (Pendapatan Nelayan) di PPI Sawang

    Ba’u Kecamatan SawangKabupaten Aceh Selatan.

    b. H1 ; β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan terhadap variabel X

    (Produksi Perikanan) terhadap variabel Y (Pendapatan Nelayan) di PPI Sawang

    Ba’u Kecamatan sawang Kabupaten Aceh Selatan.

    Kriteria pengujian hipotesis yang dugunakan dalam penelitian ini adalah:

    a. Apabila th ˃ tt, maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang

    signifikan antara Produksi Perikanan terhadap Pendapatan Nelayan PPI Sawang

    Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

    b. Apabila th˂ tt, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh

    yang signifikan antara Produk Perikanan terhadap Pendapatan Nelayan di PPI

    Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

  • 26

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

    Bagian ini penulis akan menjelaskan tentang analisis pengaruh produksi

    perikanan terhadap pendapatan nelayan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang

    Ba’u Kecamatan sawang Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2014 dengan

    mendatangi nelayan secara langsung dalam bentuk kuisioner.

    4.1.1. Perkembangan Produksi Perikanan

    Potensi sumber daya kelautan dan perikanan terdiri dari :

    a. Perikanan tangkap yaitu penangkapan ikan dilaut dan perairan umum seperti

    sungai, danau, waduk, rawa-rawa dan genangan air lainnya.

    b. Perikanan budidaya seperti : budidaya ikan air payau di tambak, budidaya ikan air

    tawar di kolam, budidaya ikan di sawah (mina padi) dan budidaya ikan dengan

    sistem keramba jaring apung baik di laut maupun di perairan tawar.

    c. Budidaya perairan laut lainnya seperti rumput laut.

    Potensi perairan tawar baik kolam, sawah dan perairan umum juga hampir

    tersebar di seluruh Aceh terutama di pedalaman untuk jenis komoditi ikan mas,

    gurami, nila, tawes lele, betutu, dan lain-lain.

    Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan Produksi

    ikan tangkap di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan sejak 4 tahun

    terakhirmenunjukkan peningkatan dan menjadi kecamatan produksi ikan terbanyak di

  • 27

    bandingkan Kecamatan lain yang ada di Aceh Selatansebagaimana dapat dilihat pada

    tabel dibawah ini

    Tabel 1

    Produksi Perikanan

    di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan

    No. Tahun Jumlah Produksi (ton)

    1 2010 2.867,08

    2 2011 3.042,36

    3 2012 3.042,36

    4 2013 3.403,40 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan

    Berdasarkan pada tabel 1 diatas penulis dapat menjelaskan bahwa produksi

    perikanan di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2010

    berjumlah2.867,08 ton pertahun meningkat di tahun 2011 dan 2012 menjadi 3.042,36

    ton pertahun, dan masih menunjukan peningkatan hingga tahun 2013 mencapai

    3.403,40ton. Berdasarkan uraian dan tabel diatas terlihat bahwa Kecamatan Sawang

    Kabupaten Aceh Selatan berpotensi dalam produksi perikanan di bandingkan

    kecamatan lain.

    4.1.2. Perkembangan Jumlah Nelayan di Kecamatan Sawang

    Jumlah nelayan di Kecamatan Sawang terdiri atas dua jenis yaitu nelayan

    tetap dan nelayan sambilan, artinya Nelayan di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan ada yang sepenuhnya mengandalkan dari hasil menangkap ikan atau yang

    biasa disebut nelayan tetap dan ada juga yang disebut nelayan sambilan artinya

    sebagian dari pendapatan nelayan sambilan ini tidak berasal dari hasil menangkap

    ikan melainkan dari pekerjaan utamanya, jumlah nelayan di Kecamatan Aceh Selatan

    dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

  • 28

    Tabel 2

    Jumlah Nelayan di Kecamatan Sawang

    Kabupaten Aceh Selatan

    No

    Tahun

    Nelayan Tetap

    (orang)

    Nelayan Sambilan

    (orang)

    Jumlah

    (orang)

    1. 2009 634 435 1069

    2. 2010 697 451 1148

    3. 2011 732 481 1213

    4. 2012 963 403 1366

    5. 2013 1482 60 1542

    Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan

    Berdasarkan tabel 2 diatas penulis dapat menjelaskan bahwa jumlah nelayan

    di Kecamatan Sawang pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami peningkatan dari

    1069-1542 orang.

    4.1.3. Gambaran Umum Hasil Penelitian

    Aceh Selatan Adalah salah Kabupaten yang terdapat dalam Propinsi Aceh.

    Pembentukan Kabupaten Aceh Selatan ditandai dengan disahkannya Undang-Undang

    Darurat Nomor 7 Tahun 1956 pada 4 November 1956. Pemekaran yang terjadi pada

    10 April 2002 sesuai dengan UU RI No.4 tahun 2002. Membuat kabupaten Aceh

    Selatan yang terletak dipesisir pulau Sumatera yang bernaung dibawah provinsi Aceh

    terbagi menjadi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh

    Singkil dan Kabupaten Aceh Selatan.

    Kabupaten Aceh Selatan memiliki luas wilayah 4.005,10 km2dengan jumlah

    penduduk sebanyak 193.545 jiwa, terdiri dari 16 Kecamatan, 43 Mukim, dan 247

    Desa/ Kelurahan, sebahagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor

  • 29

    pertanian (80 %) disamping usaha-usaha lainnya (20 %). Kabupaten Aceh Selatan

    dengan beribukota Tapak Tuan, secara geografis terletak pada posisi 02o22 ‘ 36 ” -

    04o - 06 ‘ Lintang Utara ( LU ) dan 90

    o35 ‘ 40

    o - 96

    o 35 ‘ 340 ” Bujur Timur ( BT )

    dengan batasan wilayah sebagai berikut :

    - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil

    - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat daya

    - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil

    - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara

    Kecamatan merupakan daerah sentra penunjang sebuah kabupaten.

    Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Selatan terbentang mulai dari Kecamatan

    Labuhan Haji yang berbatasan dengan kabupaten Aceh Barat Daya hingga kecamatan

    Trumon Timur yang berbatasan dengan Kotamadya Subulussalam.

    Tabel 3

    Jumlah produksi perikanan dan pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan

    Sawang Kabupaten Aceh Selatan

    Sumber : Data Primer April 2014

    Berdasarkan tabel 3 di atas maka penulis dapat menjelaskan bahwa jumlah

    produksi perikanan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan

    pada jenis bot TS 300 dengan jumlah responden 34 jiwa memiliki tingkat produksi

    sebesar 23.200 kg, hasil pendapatan perminggunya sebesar Rp. 47.715.000,- dengan

    harga Rp. 612.000,-. Selanjutnya pada jenis bot pukat dengan jumlah responden 34

    No Jenis Bot Jumlah

    Responden

    Produksi

    (Kg)

    Pendapatan Perminggu

    (Rp)

    Harga

    (Rp)

    1 TS 300 34 23.200 47.715.000 612.000

    2 Pukat 34 192.300 80.619.667 612.000

    3 Karang 34 18.800 86.267.918 1.190.000

  • 30

    jiwa memiliki tingkat produksi sebesar 192.300 kg, hasil pendapatan perminggunya

    sebesar Rp. 80.619.667,- dengan harga Rp. 612.000,-. Kemudian pada jenis bot

    karang dengan jumlah responden 34 jiwa memiliki tingkat produksi sebesar 18.800

    kg, hasil pendapatan perminggunya sebesar Rp. 86.267.918,- dengan harga Rp.

    1.190.000,-.

    4.2. Hasil Pengujian Hipotesis

    Bagian ini penulis akan membahas tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh

    produksi perikanan tangkap terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u

    Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan yang akan dianalisis dengan

    menggunakan model analisis regresi linear sederhana yang diolah dengan program

    SPSS 20. Dari hasil penelitian diperoleh hasil akhir sebagai berikut :

    Tabel 4

    Analisis Statistis

    No Jenis Bot Variabel Mean Root Mean Square N

    1 TS 300 Pendapatan.Nelayan 1403382,353 1607453,457 34

    Produksi.Perikanan 682,3529 760.80453 34

    2 Pukat Pendapatan.Nelayan 2348666,676 2470179,629 34

    Produksi.Perikanan 5538,3529 5803,92873 34

    3 Karang Pendapatan.Nelayan 2449056,412 2739614,108 34

    Produksi.Perikanan 552,9412 613,69182 34

    Sumber : Hasil Regresi April 2014

    Berdasarkan tabel 4 rata-rata pendapatan nelayan jenis bot TS 300

    Rp 1.403.382,35 dengan root mean square Rp 160.7453,46sedangkan rata-rata

    produksi perikanan 682,35Kg dengan root mean square 760,80Kg. Rata-rata

    pendapatan nelayan jenis bot pukat adalah Rp 2.348.666,68 dengan root mean square

    Rp 247.017,96 sedangkan rata-rata produksi perikanan 5.538,35 Kg dengan root

    mean square5803,93 Kg. Rata-rata pendapatan nelayan jenis bot karang adalah

  • 31

    Rp 2.449.056,41 dengan root mean square Rp 2.739.614,10 sedangkan produksi

    perikanan 552,94Kg dengan standar deviasi 613,69 Kg, dengan N menyatakan

    jumlah observasi yang berjumlah 34 sampel dari setiap jenis bot.

    4.2.1.Uji Regresi Linear Sederhana

    4.2.1.1.Uji Regresi Linear Sederhana Jenis Bot TS 300

    Tabel 5

    Uji Regresi Linear Sederhana

    Sumber : Hasil Regresi April 2014

    Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh persamaan regresi linear

    sederhana akhir estimasi sebagai berikut :

    Y = bX

    Y = 2107,393X

    Persamaan regresi linear sederhana diatas di jelaskan bahwa nilai koefisien

    variabel produksi perikanan bernilai positif adalah 2107,393. Hal ini menyatakan

    bahwa setiap penambahan 1 Kg produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan

    pendapatannelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan

    meningkat sebesar Rp 2107,393.

    Model Unstandardized

    Coefficients

    Standardized

    Coefficients t Sig.

    B Std.

    Error

    Beta

    1 Produksi.Perikanan.TS 2107.393 26.377 .997 79.895 ,000

  • 32

    4.2.1.2.Uji Regresi Linear Sederhana Jenis Bot Pukat

    Tabel 6

    Uji Regresi Linear Sederhana

    Sumber : Hasil Regresi April 2014

    Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh persamaan regresi linear

    sederhana akhir estimasi sebagai berikut :

    Y = bX

    Y = 421.138X

    Persamaan regresi linear sederhana diatas di jelaskan bahwa dari persamaan

    tersebut dapat dilihat bahwa nilai koefisien variabel produksi perikanan bernilai

    positif adalah 421.138. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg produksi

    ikan jenis bot pukat akan mengakibatkan pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u

    Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan meningkat sebesar Rp 421.138.

    4.2.1.3.Uji Regresi Linear Sederhana Jenis Bot Karang

    Tabel 7

    Uji Regresi Linear Sederhana

    Sumber : Hasil Regresi April 2014

    Model Unstandardized

    Coefficients

    Standardized

    Coefficients t Sig.

    B Std.

    Error

    Beta

    1 Produksi.Perikanan 421.138 10.706 .990 39.336 ,000

    Model Unstandardized

    Coefficients

    Standardized

    Coefficients t Sig.

    B Std.

    Error

    Beta

    1 Produksi 4429.139 97.139 .992 45.596 ,000

  • 33

    Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh persamaan regresi linear

    sederhana akhir estimasi sebagai berikut :

    Y = bX

    Y = 4429.139X

    Persamaan regresi linear sederhana diatas di jelaskan bahwa nilai koefisien

    variabel produksi perikanan bernilai positif adalah4429.139. Hal ini menyatakan

    bahwa setiap penambahan 1 Kg produksi ikan jenis bot karang akan mengakibatkan

    pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan meningkat sebesarRp 4429.139.

    4.2.2. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi

    Kriteria interprestasi untuk menetukan keeratan hubungan atau korelasi antar

    variabel tersebut, berikut ini diberikan nilai-nilai koefisien korelasi sebagai patokan

    (Hasan 2002, h. 234):

    1. 0,9 sampai mendekati 1 menunjukan adanya derajat hubungan yang sangat kuat

    dan positif

    2. 0,7 sampai dengan 0,8 menunjukan derajat hubungan yang kuat dan positif

    3. 0,5 sampai dengan 0,6 menunjukan derajat hubungan korelasi sedang.

    4. 0,3 sampai dengan 0,4 menunjukan adanya derajat korelasi yang rendah.

    5. 0,1 sampai dengan 0,2 yang atrinya hubungan derajat korelasi yang sangat rendah

    6. 0,0 tidak ada korelasi

  • 34

    Analisis koefisen korelasi dan determinasi digunakan untuk melihat keeratan

    hubungan keterkaitan antara variabel bebas (X) dengan variabel tak bebas (Y).

    berikut penjelasannya.

    a. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi jenis bot TS 300

    Tabel 8

    Koefisien korelasi dan determinasi

    Pendapatan.Nelayan.TS Produksi.Perikanan.TS

    Std.Cross-

    product

    Pendapatan.Nelayan.TS 1,000 ,997

    Produksi.Perikanan.TS ,997 1,000

    Model

    a. Koefisien Korelasi ,997

    b. Koefisien Determinasi ,995

    c. Koefisien Determinasi

    Adjusted ,995

    Sumber : Hasil Regresi April 2014

    Berdasarkan tabel 8 diatas peneliti menjelaskan bahwa koefisien korelasi variabel

    bebas (produksi perikanan) diperoleh R = 0,997 secara positif menjelaskan terdapat

    hubungan yang kuat antara produksi perikanan tangkap (X) jenis bot TS 300 terhadap

    pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan 99,7 persen, dari hasil R tersebut apabila

    produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan maka pendapatan nelayan juga

    akan meningkat, keeratan pengingkatan tersebut sangat kuat, sehingga pengaruh yang

    ditimbulkan juga sangat kuat.

    Pada penelitian ini menggunakan satu variabel bebas sehingga yang digunakan

    untuk menjelaskan adalah koefisien determinasi. Hal ini berarti 0,995(99,5 persen)

    pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan

    sisanya sebesar 0,5 persen dipengaruhi oleh variabel lain

  • 35

    b. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi jenis bot Pukat

    Tabel 9

    Koefisien korelasi dan determinasi

    Pendapatan.Nelayan.P Produksi.Perikanan.P

    Std.Cross-

    product

    Pendapatan.Nelayan.P 1,000 ,990

    Produksi.Perikanan.P ,990 1,000

    Model

    a. Koefisien Korelasi ,990

    b. Koefisien Determinasi ,979

    c. Koefisien Determinasi

    Adjusted ,978

    Sumber : Hasil Regresi April 2014

    Berdasarkan tabel 9 diatas peneliti menjelaskan bahwa koefisien korelasi

    variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R = 0,990 secara positif menjelaskan

    terdapat hubungan yang kuat antara produksi perikanan tangkap (X) jenis bot pukat

    terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan 99 persen, dari hasil R tersebut

    apabila produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan maka pendapatan

    nelayan juga akan meningkat, keeratan pengingkatan tersebut sangat kuat, sehingga

    pengaruh yang ditimbulkan juga sangat kuat.

    Pada penelitian ini menggunakan satu variabel bebas sehingga yang digunakan

    untuk menjelaskan adalah koefisien determinasi. Hal ini berarti 0,979 (97,9 persen)

    pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan

    sisanya sebesar 2,1 persen dipengaruhi oleh variabel lain.

  • 36

    c. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi jenis bot Karang

    Tabel 10

    Koefisien korelasi dan determinasi

    Pendapatan.Nelayan.K Produksi.Perikanan.K

    Std. Cross-

    product

    Pendapatan.Nelayan.K 1,000 ,992

    Produksi.Perikanan.K ,992 1,000

    Model

    a. Koefisien Korelasi ,992

    b. Koefisien Determinasi ,984

    c. Koefisien Determinasi

    Adjusted ,984

    Sumber : Hasil Regresi April 2014

    Berdasarkan tabel 10 diatas peneliti menjelaskan bahwa koefisien korelasi

    variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R = 0,992secara positif menjelaskan

    terdapat hubungan yang kuat antara produksi perikanan tangkap (X) jenis bot karang

    terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan 99,2 persen, dari hasil R tersebut

    apabila produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan maka pendapatan

    nelayan juga akan meningkat, keeratan pengingkatan tersebut sangat kuat, sehingga

    pengaruh yang ditimbulkan juga sangat kuat.

    Pada penelitian ini menggunakan satu variabel bebas sehingga yang digunakan

    untuk menjelaskan adalah koefisien determinasi. Hal ini berarti 0,984 ( 98,4persen)

    pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan

    sisanya sebesar 1,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain.

  • 37

    4.3. Uji t (Uji parsial/individual)

    Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar variabel

    bebas produksi perikanan (X) terhadap pendapatan nelayan (Y) secara individual

    dengan tingkat kepercayaan (level of confidence 95 %) yaitu :

    a. Produksi perikanan tangkap (X) jenis bot TS 300

    Variabel produksi perikanan tangkap tangkap (X) jenis bot TS 300 nilai thitung>

    ttabel(79,895 > 2,042) maka Ho ditolak H1 diterima, sehingga secara individual

    variabel produksi perikanan tangkap jenis bot TS 300 berpengaruh secara nyata

    terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten

    Aceh Selatan.

    b. Produksi perikanan tangkap (X) jenis bot pukat

    Variabel produksi perikanan tangkap tangkap (X) jenis bot pukat nilai thitung> ttabel

    (39,336 > 2,042) maka Ho ditolak H1 diterima, sehingga secara individual variabel

    produksi perikanan tangkap jenis pukat berpengaruh secara nyata terhadap

    pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan.

    c. Produksi perikanan tangkap (X) jenis bot Karang

    Variabel produksi perikanan tangkap tangkap (X) jenis bot Karang nilai thitung>

    ttabel (45,596 >2,042) maka Ho ditolak H1 diterima, sehingga secara individual

    variabel produksi perikanan tangkap jenis bot karang berpengaruh secara nyata

    terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten

    Aceh Selatan.

  • V. SIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Simpulan

    Berdasarkan dari hasil pengujian dan analisis yang dilakukan dalam

    penelitian ini, yaitu di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan

    Sawang Kabupaten Aceh Selatan dapat disimpulkan produksi perikanan

    berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang

    Kabupaten Aceh Selatan. Hal ini berdasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence

    interval 95%) yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

    a. Bot TS 300

    Rata-rata pendapatan nelayan jenis bot TS 300 Rp 1.403.382,35 dengan

    standar deviasi Rp 795.640,32, sedangkan rata-rata produksi perikanan 682,36 Kg

    dengan standar deviasi 341,54 Kg, dengan jumlah observasi 34 sampel.

    Uji regresi linear sederhana dengan persamaaan Y = 2107,393Xnilai

    koefisien regresi variabel produksi perikanan (X) nilai koefisien regresi bernilai

    positif adalah 2107,393. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg

    produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan pendapatan nelayan di

    Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatanmeningkat sebesar Rp 2107,393.

    Koefisien korelasi variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R =

    0,997secara positif menjelaskan terdapat hubungan yang kuat antara produksi

    perikanan (X) jenis bot TS 300 terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan

    99,7 persen.untuk koefisien determinasi diperoleh hasil 99,5 persen pendapatan

  • 39

    nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan sisanya

    sebesar 0,5 persen dipengaruhi oleh variabel lain.

    Berdasarkan pengujian secara individual variabel produksi perikanan tangkap

    dengan jenis bot TS 300 berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan nelayan di

    Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’uKecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan.

    b. Bot Pukat

    Pendapatan nelayan jenis bot pukat adalah Rp 2.371.166,68 dengan

    standar deviasi Rp 718.022,93, sedangkan rata-rata produksi perikanan

    5.655,88Kg dengan standar deviasi 1.494,27Kg., dengan jumlah observasi 34

    sampel.

    Uji regresi linear sederhana dengan persamaaan Y = 421.138Xnilai

    koefisien regresi variabel produksi perikanan (X) nilai koefisien regresi bernilai

    positif adalah 421.138. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg

    produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan pendapatan nelayan di

    Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan meningkat sebesar Rp 421.138.

    Koefisien korelasi variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R =

    0,990 secara positif menjelaskan terdapat hubungan yang kuat antara produksi

    perikanan (X) jenis bot pukat terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan

    99,0 persen.untuk koefisien determinasi diperoleh hasil 97,9persen pendapatan

    nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan sisanya

    sebesarn 2,1 persen dipengaruhi oleh variabel lain.

  • 40

    Berdasarkan pengujian secara individual variabel produksi perikanan tangkap

    dengan jenis bot pukat berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan di

    Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan.

    c. Bot Karang

    . Rata-rata pendapatan nelayan jenis bot karang adalah Rp 2.537.291,71

    dengan standar deviasi Rp 1328205,66, sedangkan produksi perikanan 552,94Kg

    dengan standar deviasi 270,22Kg, dengan N menyatakan jumlah observasi yang

    berjumlah 34 sampel.

    Uji regresi linear sederhana dengan persamaaan Y = 4429.139Xnilai

    koefisien regresi variabel produksi perikanan (X) nilai koefisien regresi bernilai

    positif adalah 4429.139. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg

    produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan pendapatan nelayan di

    Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan meningkat sebesar Rp 4429.139.

    Koefisien korelasi variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R =

    0,992 secara positif menjelaskan terdapat hubungan yang kuat antara produksi

    perikanan tangkap (X) jenis bot karang terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan

    keeratan 99,2 persen.untuk koefisien determinasi diperoleh hasil 98,4persen

    pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap,

    sedangkan sisanya sebesar 1,6persen dipengaruhi oleh variabel lain.

    Berdasarkan pengujian secara individual variabel produksi perikanan dengan

    jenis bot karang berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan nelayan di

  • 41

    Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh

    Selatan.

    5.2. Saran

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis akan mengajukan

    saran untuk :

    a. Kepada Pemerintah Kabupaten Selatan khususnya Dinas Kelautan dan

    Perikanan untuk memperhatikan kondisi perekonomian nelayan Aceh Selatan

    dengan memberikan penyuluhan dan bantuan modal usaha.

    b. Kepada pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dalam mengambil keputusan

    agar dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam mengatasi masalah

    peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Selatan.

    c. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat menambahkan beberapa variabel yang

    lebih berpengaruh terhadap pendapatan atau menggunakan variabel lain agar

    terlihat lebih besar pengaruhnya dari hasil penelitian sebelumnya.

    d. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat menggunakan metode lain dalam

    menganalisisnya, sehingga dapat membandingkan dengan penelitian yang

    digunakan dalam penelitian ini.

  • DAFTAR PUSTAKA

    BPS. Kab. Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan. Data

    diolah Nov 2013.

    Kab. Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan. Data diolah

    Nov 2013.

    Assauri, Sofyan. 2006. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit Fakultas

    Ekonomi Universitas Jakarta.

    Kusnadi.2006. Filosofi Perbedayaan Masyarakat Pesisir. Humaniora, Bandung.

    Mulyadi, 2005. Ekonomi Kelautan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

    Nuitja, I Njoman Sumerta. 2010. Manajemen Sumber Daya Perikanan. Edisi ke-1.

    PT. Penerbit IPB Press. Bogor.

    Nurbayan. 2012. Analisis Pengaruh Produksi Perikanan Terhadap Pendapatan

    Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Johan Pahlawan

    Kabupaten Aceh Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Teuku

    Umar.

    Nicholson. Walter. 2001. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar Pengembangannya.

    PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

    Primiyastanto, Mimit dan Istikharoh, Nunik. 2006. Potensi dan Peluang Bisnis,

    Usaha Unggulan Ikan Gurami dan Nila. Bahtera Press. Fakultas

    Perikanan Unibraw, Malang.

    Rosyidi, Suherman. 2003. Pengantar Teori Ekonomi:Pendekatan Kepada Teori

    Ekonomi Mikro dan Makro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

    Soeharno. 2006. Teori Mikro Ekonomi. Andi . Yogyakarta.

    Sukirno, Sadono. 2006. Teori Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi-1. PT. Raja Grafindo

    Persada. Jakarta.

    Sukirno, Sadono. 2010. Teori Pengantar Makro Ekonomi. Edisi-3. PT. Raja Grafindo

    Persada. Jakarta.

    Supranto.2001.Statistik Teori Aplikasi. Edisi ke-6. Erlangga. Jakarta.

    Sugiarto, et al. 2007. Ekonomi Mikro. Edisi-4. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

  • 43

    http://acehselatankab.go.id/sejarahharijadi.html?m=1diakses tanggal 25 November

    2013.

    http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppidiakses tanggal

    30 Januari 2014.

    http://regionalinvestment.comdiakses tanggal 17 November 2013.

    http://acehselatankab.go.id/sejarahharijadi.html?m=1http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppihttp://regionalinvestment.com/

    -Unlicensed-Cover(B)-Unlicensed-BAB I-Unlicensed-BAB II-Unlicensed-BAB III-Unlicensed-bab IV print 28-Unlicensed-bab V-Unlicensed-DAFTAR PUSTAKA 1