pendugaan status kesuburan perairan danau lido, bogor, jawa barat
TRANSCRIPT
PRODUKTIVITAS ALGA Hydrodictyon
PADA SISTEM PERAIRAN TERTUTUP (CLOSED SYSTEM)
ENDAH FEBRIANTY
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PRODUKTIVITAS ALGA Hydrodictyon
PADA SISTEM PERAIRAN TERTUTUP (CLOSED SYSTEM)
ENDAH FEBRIANTY
C24060553
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Produktivitas Alga Hydrodictyon pada Sistem Perairan Tertutup (Closed
System)
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Endah Febrianty
C24060553
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Produktivitas Alga Hydrodictyon Pada Sistem Perairan
Tertutup (Closed System)
Nama Mahasiswa : Endah Febrianty
Nomor Pokok : C24060553
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si.
NIP 19680111 199203 2 002 NIP 19691031 199512 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.
NIP 19660728 199103 1 002
Tanggal Ujian : 25 Februari 2011
RINGKASAN
Endah Febrianty. C24060553. Produktivitas Alga Hydrodictyon pada Sistem
Perairan Tertutup (Closed System). Di bawah bimbingan Niken Tunjung
Murti Pratiwi dan Majariana Krisanti.
Keberadaan fitoplankton di perairan sering mengalami fluktuasi. Semakin
meningkat kandungan nutrien di perairan, semakin meningkat pula pertumbuhan
fitoplankton. Chlorophyceae berfilamen banyak ditemukan dan dapat tumbuh
dengan baik di perairan tawar. Salah satu alga berfilamen dari kelas Chlorophyceae
yang merupakan sumber utama makanan ikan air tawar adalah Hydrodictyon. Ikan
nilem dan ikan nila memanfaatkan alga berfilamen dalam proses pembesarannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan produktivitas atau laju produksi alga
Hydrodictyon di kolam yang mendapat tambahan nutrien tertentu.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan (Mei–
Juni 2010) dan penelitian utama (Juni-Agustus 2010). Penelitian dilakukan di kolam
percobaan Babakan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Dramaga, Bogor.
Pada penelitian pendahuluan, alga yang digunakan adalah Spirogyra dan
Hydrodictyon. Pada penelitian utama hanya satu alga yang ditumbuhkan, yaitu
Hydrodictyon sebesar 5 gram berat basah pada masing-masing perlakuan pupuk.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Ada tiga komposisi
pupuk yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 100% untuk komposisi pupuk
organik (PO), 85% pupuk organik dengan 15% pupuk anorganik (POA), dan 100%
pupuk anorganik (PA). Pemupukan dilakukan setiap lima hari. Pengumpulan data
dilakukan setiap 7 hari meliputi pengukuran biomassa basah dan kering
Hydrodictyon dengan menggunakan bingkai transek yang berukuran 15 cm x 15 cm
x 10 cm, penentuan waktu penggandaan (doubling time), dan kualitas air. Model
rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL), kemudian dilakukan
uji F yang dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT).
Pertumbuhan biomassa tertinggi terjadi pada perlakuan PO, sedangkan
biomassa terendah terjadi pada perlakuan PA. Produktivitas Hydrodictyon tertinggi
terjadi pada perlakuan PO (pupuk organik) dan terendah pada perlakuan PA dengan
laju pertumbuhan relatif (RGR) sebesar 0,076 dan 0,038 serta waktu penggandaan
(doubling time) 9 hari dan 14 hari. Hasil pengukuran suhu air, cahaya, dan pH pada
saat percobaan berada pada kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan Hydrodictyon.
Kandungan nutrien (NH4-N, NO2-N, NO3-N, dan PO4-P) tertinggi terdapat pada
perlakuan PA, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan PO. Hal ini diduga
karena perlakuan PA tidak mengalami proses dekomposisi sehingga nutrien
anorganik yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan PO yang
mengalami proses dekomposisi. Nilai rasio N:P dihitung untuk mengetahui nutrien
yang menjadi faktor pembatas untuk pertumbuhan alga. Rasio N:P yang tinggi
terdapat pada perlakuan PO, sedangkan yang rendah terdapat pada perlakuan PA.
Adapun kandungan protein, lemak dan karbohidrat pada Hydrodictyon berturut-turut
adalah 36,79% ; 1,09% ; dan 16,72%. Kandungan nutrisi pada Hydrodictyon
tersebut berpotensi mencukupi kebutuhan nutrisi ikan herbivora. Selain berpotensi
sebagai pakan alami ikan, alga ini juga berpotensi sebagai pupuk organik untuk
pertanian.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si. dan Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si., masing-
masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah
bersabar dalam memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasehat, serta
saran untuk penulis.
2. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc., selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati,
M.Si., selaku wakil komisi pendidikan program S1 atas masukan, saran, nasehat,
dan perbaikan yang sangat berarti untuk penulis.
3. Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan nasehat yang sangat berarti hingga dapat menyelesaikan setiap
bidang studi dan skripsi ini.
4. Bapak Novdiyanto atas kesempatan yang telah diberikan untuk dapat
berkunjung ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong
sehingga penulis banyak mengetahui mengenai filamentus alga.
5. Ibu Siti Nursiyamah dan Bapak Sodikin selaku staf Lab. Biologi Mikro I (BIMI
I), seluruh staf Proling (Ibu Ana, Ibu Wulan, Pak Tony, Pak Yayat, Kak Budi,
Kak Aan, Pak Hery, dan Mas Adon) atas bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis.
6. Keluarga tercinta; mama, mbak Sari, mbak Lia, a’ Hendi dan bang Adri atas
kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya.
7. Seluruh staf Tata Usaha dan civitas Departemen MSP.
8. Tim penelitian plankton (Tajudin, Gapay, dan Rini), teman-teman MSP 43 atas
kesetiaannya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan (Putri,
Kaka, Denny, Intan, Yani, Damora, dan seluruh MSP 43 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, serta angkatan 39, 44, dan 45), dan sahabat-sahabatku
terdekat (Yona “HPT”, Asme “FKH”, Hima “AGH”, Dan Baskoro “AGH”, dan
mba Indri “AGB”) yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat, pada tanggal 28
Februari 1988 dari pasangan Bapak Saiful Bahri (alm.) dan Ibu
Tuti Maryati. Penulis merupakan putri keempat dari empat
bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Penggilingan
Tengah (2000), SLTPN 3 Bekasi (2003), SMAN 4 Bekasi
(2006). Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur
USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Setelah setahun melewati tahap Tingkat
Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Praktikum
Mata Kuliah Limnologi (2008/2009 dan 2010/2011), dan Asisten Praktikum Mata
Kuliah Produktivitas Perairan (2010/2011). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan
kerja praktek di Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Jaya, Jakarta.
Penulis juga menjadi pengurus staf Divisi Akademi Himpunan Mahasiswa
Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2007/2008 dan menjadi
ketua Divisi Kewirausahaan di Akademi Himpunan Mahasiswa Manajemen
Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2008/2009. Penulis juga pernah
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dari Pendidikan Tinggi (DIKTI) di
bidang penelitian yang berjudul “Akuakultur Berbasis Teknologi Akuaponik :
Efisiensi Penggunaan Air Bersih dalam Budidaya Ikan”.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi
dengan judul “Produktivitas Alga Hydrodictyon pada Sistem Perairan Tertutup
(Closed System)”.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi
ini berjudul “Produktivitas Hydrodictyon pada Sistem Perairan Tertutup (Closed
System)”, disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Juni 2010, dan
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas
Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si. selaku dosen pembimbing pertama
dan Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah banyak
membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian
penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Bogor, April 2011
Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si. dan Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si., masing-
masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah bersabar
dalam memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasehat, serta saran untuk
penulis.
2. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc., selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.Si.,
selaku wakil komisi pendidikan program S1 atas masukan, saran, nasehat, dan
perbaikan yang sangat berarti untuk penulis.
3. Prof. Dr. Ir. M.F. Rahardjo, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
nasehat yang sangat berarti hingga dapat menyelesaikan setiap bidang studi dan
skripsi ini.
4. Bapak Novdiyanto atas kesempatan yang telah diberikan untuk dapat berkunjung
ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong sehingga penulis
banyak mengetahui mengenai filamentus alga.
5. Ibu Siti Nursiyamah dan Bapak Sodikin selaku staf Lab. Biologi Mikro I (BIMI I),
seluruh staf Proling (Ibu Ana, Ibu Wulan, Pak Tony, Pak Yayat, Kak Budi, Kak
Aan, Pak Hery, dan Mas Adon) atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis.
6. Keluarga tercinta; mama, mbak Sari, mbak Lia, a’ Hendi dan bang Adri atas kasih
sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya.
7. Seluruh staf Tata Usaha dan civitas Departemen MSP.
8. Tim penelitian plankton (Tajudin, Gapay, dan Rini), teman-teman MSP 43 atas
kesetiaannya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan (Putri,
Kaka, Denny, Intan, Yani, Damora, dan seluruh MSP 43 yang tidak bisa disebutkan
satu persatu, serta angkatan 39, 44, dan 45), dan sahabat-sahabatku terdekat (Yona
“HPT”, Asme “FKH”, Hima “AGH”, Dan Baskoro “AGH”, dan mba Indri “AGB”)
yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Pendekatan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Tujuan .............................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1. Alga ................................................................................................... 3
2.2. Chlorophyceae (Alga hijau) .............................................................. 3
2.3. Hydrodictyon..................................................................................... 4
2.4. Produktivitas .................................................................................... 5
2.5. Analisis Pertumbuhan ...................................................................... 6
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Alga ................... 6
2.6.1. Suhu ........................................................................................ 6
2.6.2. Cahaya ..................................................................................... 7
2.6.3. pH ............................................................................................ 7
2.6.4. Nutrien .................................................................................... 7
a. Nitrogen ................................................................................ 8
b. Fosfor ................................................................................... 8
3. METODE PENELITIAN .................................................................... 10
3.1. Rancangan Penelitian ....................................................................... 10
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 10
3.3. Alat dan Bahan ................................................................................. 10
3.4. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 11
3.4.1. Penelitian pendahuluan ........................................................... 11
3.4.2. Penelitian utama ...................................................................... 12
3.5. Pengumpulan Data ........................................................................... 13
3.5.1. Pengukuran biomassa .............................................................. 13
3.5.2. Penentuan doubling time (waktu penggandaan) ..................... 14
3.5.3. Parameter kualitas air .............................................................. 14
3.6. Analisis Data ................................................................................... 15
3.7. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) ....................................................... 16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 18
4.1. Hasil ................................................................................................. 18
xi
4.1.1. Pertumbuhan Hydrodictyon .................................................... 18
a. Biomassa .............................................................................. 18
b. Produktivitas Hydrodictyon ................................................. 19
b.1. Laju pertumbuhan relatif (relative growth rate/RGR) .. 19
b.2. Waktu penggandaan (doubling time) ........................... 20
4.1.2. Kualitas Air ............................................................................. 20
4.1.3. Nutrien .................................................................................... 21
a. Amonium (NH4-N) ............................................................... 21
b. Nitrit (NO2-N) ...................................................................... 22
c. Nitrat (NO3-N) ..................................................................... 23
d. Ortofosfat (PO4-P) ............................................................... 24
4.1.4. Kandungan Proksimat ............................................................. 26
4.2. Pembahasan ...................................................................................... 27
5. KESIMPULAN .................................................................................... 31
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
LAMPIRAN ................................................................................................... 35
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kualitas fisika dan kimia air yang digunakan untuk melihat
pertumbuhan Hydrodictyon ......................................................................... 15
2. Sidik ragam RAL ......................................................................................... 16
3. Laju pertumbuhan relatif (RGR) dan waktu penggandaan
(doubling time) ............................................................................................. 20
4. Kisaran pengukuran kandungan nutrien ...................................................... 21
5. Kandungan N dan P dalam air ..................................................................... 25
6. Kandungan proksimat Hydrodictyon dalam berat kering (%) ..................... 26
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema pendekatan masalah penelitian produktivitas Hydrodictyon pada
sistem perairan tertutup (Closed system) ..................................................... 2
2. Hydrodictyon ................................................................................................ 5
3. Rataan pertumbuhan berat basah Hydrodictyon .......................................... 18
4. Konsentrasi amonium (NH4-N) terhadap waktu (hari) ................................ 22
5. Konsentrasi nitrit (NO2-N) terhadap waktu (hari) ....................................... 23
6. Konsentrasi nitrat (NO3-N) terhadap waktu (hari) ....................................... 23
7. Konsentrasi orto-P terhadap waktu (hari) .................................................... 24
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fitoplankton dan tumbuhan air disebut juga organisme autotrof, yaitu
organisme yang dapat menggunakan senyawa-senyawa anorganik sederhana dan
membangun senyawa-senyawa kompleks serta mengikat energi sinar di bagian sel
tubuhnya (Odum 1993). Keberadaan fitoplankton di perairan sering mengalami
fluktuasi. Fitoplankton memerlukan nutrien untuk mendukung pertumbuhannya
(Goldman and Horne 1983). Semakin meningkat kandungan nutrien di perairan
semakin meningkat pula pertumbuhan fitoplankton. Menurut Wetzel (2001)
kelompok fitoplankton di perairan tawar yang umum dijumpai dalam jumlah
melimpah adalah Chlorophyceae.
Chlorophyceae atau alga hijau merupakan salah satu kelas fitoplankton yang
mempunyai ciri-ciri berwarna hijau, mempunyai pigmen fotosintetik yang terdiri
dari klorofil a dan b seperti pada tumbuhan, karoten, dan beberapa xantofil.
Cadangan makanan berupa pati, dinding sel terdiri dari selulosa, xylan, manan,
beberapa tidak berdinding sel, dan mempunyai flagela 1 sampai 8 buah (Wasetiawan
2009). Organisasi selnya dapat berbentuk uniseluler, multiseluler yang berbentuk
koloni, dan multiseluler yang berbentuk filament.
Banyak peneliti mengatakan bahwa alga hijau (Chlorophyceae) berfilamen
sangat merugikan sehingga alga ini merupakan salah satu penyebab terjadinya
kerusakan pada perairan. Jika keberadaan alga berfilamen di perairan melimpah,
alga ini dapat mengeluarkan busa dan lendir sehingga dapat menurunkan kualitas
perairan (Sze 1993). Chlorophyceae berfilamen banyak ditemukan di perairan
tawar. Alga berfilamen ini merupakan benang-benang yang panjang dan hanya
beberapa ikan yang memanfaatkan alga berfilamen sebagai pakan alaminya.
Namun tidak semua alga berfilamen ini merugikan. Menurut Margalef
(1983) in Cambra and Aboal (1992), alga hijau berfilamen mempunyai filamen
bercabang yang bervariasi yang memanfaatkan air dengan baik sebagai tempat
hidupnya dan sangat baik mengontrol penyerapan nutrien. Di perairan tergenang,
selain dapat menyerap nutrien dalam air juga dapat mentransfer suhu panas secara
horisontal dalam kaitannya dengan gradien suhu. Di samping itu, alga berfilamen
2
yang bercabang dengan struktur cabang yang agak kasar dapat menurunkan
turbulensi air (Margalef 1983 in Cambra and Aboal 1992).
Alga merupakan produser primer dalam rantai makanan. Beberapa contoh
alga berfilamen dari kelas Chlorophyceae yang merupakan sumber utama makanan
untuk larva insekta dan ikan air tawar adalah Zygnemataceae, Hydrodictyoceae,
Oedogoniaceae, dan Ulothrichales (Cambra and Aboal 1992). Di samping itu, ikan
nilem dan ikan nila memanfaatkan alga berfilamen dalam proses pembesarannya,
sementara organisme herbivore lebih menyukai diatom dan mikroalga epifit lainnya.
Oleh karena itu penelitian mengenai produktivitas dari Chlorophyceae berfilamen di
kolam ini dilakukan untuk dapat melihat laju produksi biomassa dari Chlorophyceae
berfilamen, khususnya pada alga Hydrodictyon, serta manfaat yang dihasilkannya.
1.2. Pendekatan Masalah
Nutrien yang masuk ke perairan dapat mempengaruhi kualitas air di perairan
tersebut dan juga dapat memacu pertumbuhan populasi alga hijau (Chlorophyceae)
berfilamen. Peningkatan nutrien dapat dilakukan melalui pemupukan. Pemupukan
dengan komposisi nutrien yang berbeda akan memberikan kondisi lingkungan yang
baik bagi pertumbuhan alga berfilamen. Dengan demikian akan berpengaruh pada
perkembangan biomassa alga tersebut yang dapat dilihat dari produktivitasnya.
Uraian tersebut diperjelas secara skematis pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema pendekatan masalah penelitian produktivitas Hydrodictyon pada sistem
perairan tertutup (Closed system)
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas atau laju
produksi alga Hydrodictyon di kolam yang mendapat tambahan nutrien tertentu.
-
Kualitas air
Biomassa
Hydrodictyon
Komposisi Pupuk
Hydrodictyon
Produktivitas
Hydrodictyon
+
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alga
Alga termasuk mikroorganisme eukariotik yang merupakan tumbuhan
tingkat rendah dan termasuk dalam anggota divisi Thallophyta (tumbuhan thallus),
satu kelompok dengan bakteri dan jamur (Cambra & Aboal 1992). Pada umumnya
alga bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), biru kehijauan
(fikobilin), coklat (fikosantin), dan merah (fikoeritrin). Secara morfologi, alga ada
yang berbentuk uniseluler dan ada pula yang multiseluler. Alga dapat hidup di
permukaan atau dalam perairan (aquatik) maupun daratan (terestrial) yang terkena
sinar matahari, namun kebanyakan hidup di perairan. Alga uniseluler (mikroskopik)
dapat berupa sel tunggal atau tumbuh dalam bentuk rantai atau filamen.
Sifat fotosintetik pada alga dapat bersifat mutlak (obligat fototrof). Oleh
karena itu, alga tumbuh di tempat-tempat yang terkena cahaya matahari
(Wasetiawan 2009). Alga tertentu dapat mengasimilasi senyawa organik sederhana
dengan menggunakan sumber energi cahaya (fotoheterotrof) (Wasetiawan 2009).
Pada alga tertentu dapat tidak terjadi proses fotosintesa sama sekali. Dalam hal ini
pemenuhan kebutuhan nutrisi didapatkan secara heterotrof. Alga akan tumbuh
sangat cepat pada musim panas daripada musim dingin. Alga akan tumbuh selama
6-8 minggu pada suhu dibawah 10 0C, sedangkan pada suhu diatas 20
0C alga akan
tumbuh selama 1-2 minggu (IACR 1999).
Berdasarkan tipe pigmen fotosintetik yang dihasilkan, bahan cadangan
makanan di dalam sel, dan sifat morfologi sel, alga dikelompokkan menjadi 7 divisi
utama, yaitu Chlorophyta, Euglenophyta, Chrysophyta, Pyrrophyta, Rhodophyta,
Phaeophyta, dan Cryptophyta (Goldman & Horne 1983).
2.2. Chlorophyceae (Alga Hijau)
Alga hijau (Chloropyceae) merupakan filum alga yang terbesar jumlah
spesiesnya di air tawar. Alga hijau ini mempunyai dinding sel berupa selulosa, serta
memiliki pigmen berupa klorofil-a dan b, karoten, dan xantofil. Klorofil-a
mempunyai jumlah terbanyak yang menyebabkan warna hijau pada alga ini.
Cadangan makanan berupa karbohidrat dalam bentuk tepung dan protein.
4
Organisasi selnya dapat berbentuk uniseluler, multiseluler yang berbentuk koloni,
dan multiseluler yang berbentuk filamen. Contoh alga hijau uniseluler yaitu ordo
Volvocales, adalah genera Chlamydomonas dan Volvox, yang bersifat motil karena
berflagela. Contog alga yang berbentuk filamen adalah genera Ulothrix, Spirogyra,
Hydrodictyon, dan Ulva. Bentuk Spirogyra sangat khusus karena kloroplasnya yang
berbentuk spiral (Wasetiawan 2009). Spirogyra tumbuh pada suhu yang rendah
dengan masukkan cahaya matahari yang cukup. Spirogyra banyak ditemukan di
sungai-sungai bagian hulu dengan arus yang sangat kecil atau air tenang.
Chlorophyceae di air tawar mempunyai cara-cara berkembang biak yang
beraneka ragam untuk mempertahankan. Chlorophyceae dapat berkembangbiak
dengan cara aseksual dan seksual. Cara perkembangbiakan aseksual dengan
membelah diri dan membentuk macam-macam spora, sedangkan perkembangbiakan
secara seksual dilakukan dengan konjugasi, fusi atau bercampurnya 2 isogamet atau
2 anisogamet, dan oogami. Alga berfilamen dan bentuk multiseluler lainnya
kemungkinan bereproduksi dengan cara fragmentasi atau dengan cara membebaskan
zoospora dari sel vegetatif biasa atau dari beberapa jenis struktur terspesialisasi
(sporangium) (Darley 1982).
2.3. Hydrodictyon
Beberapa tipe alga berfilamen banyak ditemukan pada ordo Cholorophyceae.
Pada alga berfilamen, pertumbuhan terjadi dengan melakukan pembelahan sel.
Spirogyra, Cladophora dan alga filamen lainnya akan mengalami pertumbuhan
biomassa tiga kali lipat hanya dalam tiga hari dan rata-rata sangat cepat selama
beberapa periode (Cambra & Aboal 1992).
Menurut Prescott (1970), klasifikasi dari Hydrodictyon adalah
Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Hydrodictyaceae
Genus : Hydrodictyon
5
Gambar 2. Hydrodictyon
Sumber www.silicasecchidisk.conncoll.org
Hydrodictyon merupakan salah satu alga hijau berfilamen yang bentuknya
seperti jaring-jaring. Hydrodictyon biasanya mengambang di permukaan air, namun
alga ini dapat hidup di dasar perairan atau di substrat jika populasinya berlimpah di
perairan (Wells & Clayton 2001). Distribusi alga ini tersebar sangat luas di dunia
tetapi hidupnya jarang menetap dan tumbuhnya mengganggu spesies filamentus lain
seperti Oedogonium, Cladophora dan Spirogyra (Pocock 1960 in Wells et al. 1999).
Alga ini banyak ditemukan di perairan Eropa dan Amerika. Hydrodictyon juga
merupakan alga musiman dimana pada musim-musim tertentu alga ini dapat tumbuh
banyak atau berlimpah.
Perkembangbiakannya terjadi secara vegetatif yaitu dengan fragmentasi
koloni. Setiap koloni akan terbagi menjadi beberapa koloni kecil. Selanjutnya,
setiap sel-sel koloni kecil membelah sehingga terbentuklah koloni yang besar
(Prescott 1970).
2.4. Produktivitas
Produktivitas merupakan jumlah bahan organik yang dihasilkan per satuan
luas per unit waktu (Odum 1993). Bahan organik yang disintesis oleh produser
primer tersebut pada akhirnya di transformasi dan ditansfer ke tingkat trofik (trophic
level) lainnya di ekosistem perairan. Ada tiga metode yang digunakan untuk
mengestimasi besarnya produksi alga di perairan yaitu sensus ”standing crop”,
menentukan perubahan jumlah suatu unsur di dalam air yang ada hubungannya
6
dengan aktivitas fitoplankton dan mengukur langsung laju fotosintesis terhadap
populasi yang terjadi di perairan (Basmi 1999).
2.5. Analisis Pertumbuhan
Analisis pertumbuhan yang biasanya digunakan untuk mengestimasi
pertumbuhan tumbuhan air dan alga yaitu dengan menggunakan konsep laju
pertumbuhan dan waktu penggandaan (doubling time). Doubling time merupakan
suatu konsep yang dapat mengaplikasikan pertumbuhan kinetik mikrobiologi pada
kultur bakteri dan alga yang sering mengalami perubahan tiap waktu (Mitchell
1974). Waktu penggandaan (doubling time) adalah waktu yang dibutuhkan oleh
alga untuk menggandakan biomassanya menjadi dua kali lipat. Penentuan doubling
time dapat dicari dengan mengetahui terlebih dahulu nilai laju pertumbuhan relatif
atau Relative Growth Rate (RGR).
Laju pertumbuhan relatif (RGR) merupakan peningkatan materi per unit
materi yang ada per unit waktu. Laju pertumbuhan relatif dapat juga dikatakan
sebagai peningkatan bahan organik per hari (Mitchell 1974). Laju pertumbuhan
merupakan bagian dari produktivitas. Laju pertumbuhan yang besar dan waktu
penggandaan yang cepat dapat menunjukkan produktivitas alga yang tinggi dan
sebaliknya.
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Alga
Pertumbuhan alga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti faktor
lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan alga
diantaranya adalah suhu, cahaya, pH, dan konsentrasi elemen-elemen esensial atau
nutrien yang dipakai untuk fotosintesis.
2.6.1. Suhu
Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Organisme akuatik memilki kisaran suhu tertentu ( batas atas dan batas bawah) yang
disukai bagi pertumbuhannya. misalnya alga dari filum Chlorophyta akan tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu 200C-30
0C (Goldman & Horne 1983). Skala suhu
untuk pertumbuhan alga Cladophora antara 150C-25
0C (Harris 2005 in Summers
7
2008). Tidak terlalu signifikan pertumbuhan filamentus alga lainnya yang
ditemukan pada beberapa sungai dengan air yang dingin (suhu maksimum 200C) di
Virginia Barat (Summers 2008).
2.6.2. Cahaya
Cahaya sangat mempengaruhi tingkah laku organisme akuatik. Alga
planktonik menunjukkan respon yang berbeda terhadap perubahan intensitas cahaya.
Pigmen klorofil menyerap cahaya biru dan merah, karoten menyerap cahaya biru
dan hijau, fikoeritrin menyerap warna hijau, dan fikosianin menyerap cahaya
kuning. Menurut Wells et al. (1999), di perairan cahaya memiliki dua fungsi utama
yaitu memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan
selanjutnya menyebabkan terjadinya pencampuran massa dan kimia air, dan
merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis alga dan tumbuhan air. Beberapa
filamen alga mulai tumbuh kurang dari satu meter dengan penetrasi cahaya yang
sampai ke dasar kolam (Pennstate 2006).
2.6.3. pH
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium
yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah.
Amonium bersifat tidak toksik. Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih
banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi dan berifat toksik (Tebbut 1992).
Pada pH kurang dari 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat
bertoleransi terhadap pH rendah (Haslam 1995). Fitoplankton dapat berkembang
pada kisaran pH 6,5 sampai dengan 8 (Goldman & Horne 1983).
2.6.4. Nutrien
Suplai nutrien berasal dari hasil dekomposisi bahan organik dan regenerasi
dari nutrien, dan oleh pengadukan vertikal air yang memungkinkan sediaan nutrien
yang tersimpan di lapisan air di bawah dapat dimanfaatkan di lapisan air permukaan.
Asimilasi nutrien untuk pertumbuhan tumbuhan akan mengurangi konsentrasinya di
perairan, yang kelak pada saat nutrien sangat rendah maka laju produksi menjadi
terbatas. Riley et al. (1949) in Goldman & Horne (1983) menyatakan bahwa laju
8
populasi fitoplankton di perairan dibatasi oleh konsentrasi fosfat bila ketersediaan
fosfat tersebut kuantitasnya kurang dari kebutuhan untuk lima hari untuk
pertumbuhan populasi. Nitogen dan Fosfor akan menyatu di dalam struktur sel alga
dengan rasio N:P yaitu 16:1 (Redfield 1958 in Summers 2008). Menurut Frandy
(2009), komposisi nutrien dalam pupuk yang mendukung pertumbuhan alga adalah
komposisi pupuk dengan rasio N:P yang rendah.
a. Nitrogen
Beberapa alga dapat menggunakan NO3-, NO2
- atau NH4
+ sebagai sumber
nitrogen. Nitrat (NO3) merupakan bentuk nitrogen utama di perairan alami dan juga
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat dan amonium
adalah sumber utama nitrogen di perairan. Namun, amonium lebih disukai oleh
tumbuhan. Amonium biasanya diikuti dengan nitrat yang besar pula karena
konsentrasi NH4+ diatas 0,5 – 1,0 μmol/l akan menghambat pengambilan NO3
-
(Darley 1982). Keseimbangan antara amonium dan amonia di dalam air sangat
dipengaruhi oleh nilai pH air. Pada pH 6, yang terdapat dalam air adalah 100%
amonium, pada pH 7 perbandingan antara keduanya adalah 1% amonia dan 99%
amonium, pada pH 8 terdapat 4% amonia dan 96% amonium, pada pH 9 terjadi
lonjakan dimana amonia sebesar 25% dan amonium sebesar 75%. Jadi semakin
tinggi nilai pH akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dengan amonia
semakin bergeser ke arah amonia, artinya kenaikan pH akan meningkatkan
konsentrasi amonia (Barus 2002).
Kandungan nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan
terjadinya pengayaan nutrien, sehingga dapat menstimulir pertumbuhan alga dan
tumbuhan air di perairan tersebut secara cepat (Darley 1982). Menurut Boyd
(1988), fitoplankton lebih banyak memanfaatkan unsur N dibanding unsur P.
b. Fosfor
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-
tumbuhan (Dugan 1972). Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi
tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi
tumbuhan dan alga serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan
9
(Goldman & Horne 1983). Ortofosfat, PO4-3
, merupakan fosfor anorganik sumber
yang sangat penting untuk pertumbuhan alga walaupun lebih dapat memperoleh
elemen dari berbagai macam fosfat organik. Beberapa alga menyediakan PO4-3
sebagai polyfosfat dalam butiran sitoplasmik dengan diameter sebesar 30–500 nm.
Alga akan tumbuh dipermukaan air dibatasi oleh keberadaan fosfor di perairan
tersebut (Weiner 1998 in Summers 2008). Idealnya, kondisi pertumbuhan alga pada
musim panas dapat terjadi dengan adanya konsentrasi fosfat anorganik kurang dari
0,005 – 0,01 mg/l (Kawaga 1989 in Summers 2008).
10
3. METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan kegiatan penelitian eksperimental alga
berfilamen pada level nutrien tertentu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
laju pembentukan biomassa beberapa jenis alga berfilamen pada level nutrien
tertentu di kolam percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB,
Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL).
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Mei–Juni 2010
dan penelitian utama dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2010 di kolam percobaan
Babakan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Dramaga Bogor.
Analisis kualitas air dan pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium
Fisika dan Kimia Lingkungan dan Laboratorium Biologi Mikro 1, Bagian
Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan. Selanjutnya, analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
3.3. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah
kolam ukuran 1 m x 1,5 m x 0,5 m, pupuk organik dan anorganik, air, dua jenis
alga berfilamen (Spirogyra dan Hydrodictyon), dan termometer. Di samping itu
juga dipersiapkan paranet untuk penutup kolam sebagai peneduh kolam.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian utama adalah kolam
ukuran 1 m x 1,5 m x 0,5 m, pupuk organik dan anorganik, air, dan satu jenis alga
berfilamen (Hydrodictyon). Terdapat sembilan buah botol sampel untuk
pengambilan air contoh, serta dua puluh tujuh bingkai transek tanpa tutup
berukuran 15 cm x 15 cm x 10 cm, saringan plankton net, dan pinset atau kuas
untuk melakukan pengambilan sampel alga. Selanjutnya, termometer, Lux meter,
11
dan pH meter digunakan untuk melakukan pengukuran suhu air, intensitas cahaya,
dan pH air, serta bahan pereaksi untuk analisis kandungan amonia, nitrit, nitrat,
dan ortofosfat. Oven listrik, desikator, alumunium foil, timbangan digital dengan
ketelitian lebih kurang 0,0005 gram digunakan untuk mengukur biomassa alga,
dan paranet.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Penelitian pendahuluan
Tujuan dilakukannya penelitian pendahuluan adalah untuk memilih alga
berfilamen yang akan digunakan pada jenis pupuk yang berbeda dan mengetahui
metode sampling yang akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian
pendahuluan ini dilakukan di kolam percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB, Dramaga Bogor. Dalam penelitian ini disiapkan 12 kolam
masing-masing berukuran 1 m x 0,5 m x 1,5 m, dua jenis alga berfilamen yaitu
Spirogyra dan Hydrodictyon. Inokulan alga berasal dari kolam Riset Perikanan
Budidaya Air Tawar dan Toksikologi Cibalagung-Bogor, kolam Riset Perikanan
Budidaya Air Tawar Cijeruk-Bogor dan Sungai Ciampea, Bogor.
Penelitian ini memerlukan pupuk untuk menumbuhkan alga berfilamen.
Pupuk yang digunakan yakni pupuk organik dan pupuk anorganik dengan
komposisi pupuk yang berbeda yang bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk
yang digunakan untuk pertumbuhan alga berfilamen. Pupuk organik dan
anorganik yang digunakan merupakan pupuk majemuk (N:P:K) komersil. Pupuk
ini digunakan pada penelitian sebelumnya (Frandy 2009), dimaksudkan untuk
menumbuhkan plankton sebagai pakan alami larva ikan nilem (Osteochilus
hasselti).
Bahan penyusun pupuk organik adalah campuran kotoran kelelawar
(guano), humus, gambut, rumput laut dan kompos. Selanjutnya, bahan penyusun
pupuk anorganik yang digunakan adalah urea, dolomit (sejenis kapur dengan
konsentrasi kalium yang tinggi), dan fosfat. Komposisi penyusun pupuk ini
sesuai teknis yang digunakan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
Cijeruk-Bogor. Ada tiga komposisi pupuk yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu 100% untuk komposisi pupuk organik (PO), 85% pupuk organik dengan
12
15% pupuk anorganik (POA), dan 100% pupuk anorganik (PA). Pupuk-pupuk
yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk serbuk. Adapun konsentrasi
pupuk yang digunakan disajikan pada Lampiran 1.
Pemupukan ini dilakukan setiap lima hari sekali. Waktu pemupukan ini
diacu dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Frandy (2009), dimana
pemupukan pada kolam ikan dilakukan setiap lima hari sekali untuk dapat
mengoptimalkan pertumbuhan plankton. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan
dari Riley et al. (1949) in Goldman & Horne (1983) bahwa laju populasi
fitoplankton di perairan dibatasi oleh konsentrasi fosfat karena ketersediaan fosfat
di perairan membutuhkan waktu selama lima hari untuk pertumbuhan populasi.
3.4.2. Penelitian utama
Pada tahap penelitian utama, kegiatan yang dilakukan adalah
pengembangbiakan alga berfilamen dalam kolam yang berukuran 1 m x 1,5 m x
0,5 m dengan perlakuan konsentrasi pupuk yang berbeda. Alga yang digunakan
hanya satu jenis yaitu Hydrodictyon. Hal ini dilakukan karena pada penelitian
pendahuluan hanya alga tersebut yang bisa tumbuh, sedangkan Spirogyra perlu
perlakuan khusus agar dapat tumbuh dengan baik. Hydrodictyon ditumbuhkan
pada tiga perlakuan pupuk yang berbeda, yaitu pupuk PO, POA, dan PA masing-
masing dengan tiga ulangan. Pupuk PO, POA, dan PA ini memiliki komposisi
sebagaimana yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Penelitian ini
dilakukan di ruang terbuka (out door) karena Hydrodictyon membutuhkan cahaya
yang disesuaikan dengan penelitian pendahuluan untuk pertumbuhannya. Cahaya
yang dibutuhkan sebesar 1.000–5.000 Lux.
Pada penelitian utama diperlukan persiapan penelitian untuk
menumbuhkan Hydrodictyon. Tahap persiapan dimulai dengan melakukan
pembersihan kolam untuk percobaan sebanyak 9 buah masing-masing berukuran
1 m x 1,5 m x 0,5 m. Setelah itu, dilakukan pengecekan kolam untuk melihat
bocor atau tidaknya kolam selama 24 jam. Jika kolam tidak mengalami
kebocoran, pengisian air dilakukan kurang lebih 20% dari volume kolam yaitu
dengan tinggi air sekitar 10 cm dari dasar kolam. Setelah itu, pupuk yang
digunakan dimasukkan ke dalam kolam (setiap perlakuan pupuk memerlukan tiga
13
kolam), kemudian didiamkan selama 3 hari. Setelah 3 hari, tiga buah bingkai
transek yang berukuran 15 cm x 15 cm x 10 cm diletakkan pada masing-masing
kolam secara acak (Lampiran 2). Selanjutnya, inokulan alga berfilamen
dimasukkan ke dalam setiap kolam dengan biomassa 5 gram pada bingkai transek.
Pengukuran biomassa dengan menggunakan bingkai transek dilakukan
setiap 7 hari untuk menentukan berat basah dan berat kering dari Hydrodictyon.
Hari ke-0, ke-7, ke-14, dan ke-21 dilakukan pengambilan contoh air untuk
menganalisis kualitas airnya. Biomassa yang mengalami pertumbuhan
maksimum akan digunakan untuk menentukan doubling time Hydrodictyon.
3.5. Pengumpulan Data
3.5.1. Pengukuran biomassa
Pengukuran biomassa dilakukan untuk mengetahui besarnya biomassa
Hydrodictyon. Biomassa Hydrodictyon yang mengalami pertumbuhan maksimum
akan digunakan untuk menentukan waktu penggandaan biomassa setelah
ditumbuhkan dengan menggunakan perlakuan pupuk yang berbeda. Pengukuran
biomassa dilakukan dengan pengambilan contoh secara acak.
Pada pengambilan contoh Hydrodictyon, bingkai transek dimasukkan pada
masing-masing kolam. Sebanyak tiga buah bingkai transek diletakkan pada tiap
kolam secara acak. Tiap pengambilan contoh, diambil satu buah bingkai transek
dari masing-masing kolam kemudian alga yang berada di sekitar bingkai transek
diambil dengan menggunakan pinset dan dikeringkan di saringan plankton net.
Biomassa yang dimaksud adalah berat basah dan berat kering dari alga
berfilamen. Berat basah alga ini diukur dengan menimbang berat masing-masing
alga yang sebelumnya alga dikeringkan dengan saringan plankton net agar air di
luar sel alga berkurang. Berat kering dari alga berfilamen dapat diukur dengan
cara alga yang telah ditimbang berat basahnya diletakkan pada alumunium foil.
Sebelumnya alumunium foil ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat
dari alumunium foil sebelum ditambah oleh alga. Kemudian alga pada
alumunium foil dimasukkan ke dalam oven listrik dengan suhu 1050C selama
lebih kurang satu jam. Setelah satu jam, alga dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit. Setelah dari desikator, alga pada alumunium foil ditimbang
14
dengan menggunakan alat timbangan dengan ketelitian lebih kurang 0,0005 gram
dan dicatat hasil pengukurannya.
3.5.2. Penentuan doubling time (waktu penggandaan)
Tujuan penentuan doubling time yaitu untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan oleh alga untuk menggandakan biomassanya menjadi dua kali lipat
dari biomassa awal. Penentuan doubling time pada alga mikrofita yang berukuran
besar dapat dilakukan dengan pendekatan laju pertumbuhan relatif (relative
growth rate/ RGR), yakni dengan membandingkan antara berat awal dan berat
akhir selama pengamatan. Laju pertumbuhan relatif merupakan bagian dari
produktivitas. Laju pertumbuhan yang besar dan waktu penggandaan (doubling
time) yang kecil dapat memperlihatkan tingkat produktivitas alga yang tinggi.
Dalam menentukan doubling time atau waktu penggandaan biomassa alga
digunakan rumus Relative Growth Rate/RGR (Gaudet in Mitchell 1974).
Keterangan :
Wo = berat basah awal (gr)
Wt = berat basah akhir (gr)
t = waktu (hari)
ln 2 = menggambarkan pertumbuhan tumbuhan air (termasuk alga) dalam
menghasilkan dirinya menjadi dua kali lipat.
3.5.3. Parameter kualitas air
Analisis parameter kualitas air digunakan untuk melihat kondisi perubahan
kualitas fisika dan kimia air pada kolam percobaan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar konsentrasi nutrien yang tersedia untuk pertumbuhan
dari Hydrodictyon. Kualitas air yang diukur yaitu kualitas fisika air seperti suhu,
dan cahaya ini diatur dengan kondisi yang sama sesuai dengan kondisi tumbuhnya
di alam agar dapat mengalami pertumbuhannya dengan baik.
Kualitas kimia air yang diukur adalah pH, amonia (NH3-N), amonium
(NH4-N), nitrat (NO3--N), nitrit (NO2
--N) dan ortofosfat (PO4-P) merupakan
kualitas air yang dipengaruhi oleh penambahan perlakuan pupuk. Kandungan
15
Yij = µ + τi + εij
amonium didapatkan dari perhitungan kadar amonia terhadap suhu dan pH
(Lampiran 3). Parameter kualitas air, metode, dan alat yang digunakan untuk
menganalisis kualitas air tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kualitas fisika dan kimia air yang digunakan untuk melihat pertumbuhan
Hydrodictyon
No. Parameter Satuan Metode Alat yang digunakan 1. Suhu
0C - Termometer
2. Cahaya Lux - Lux meter
3. pH - - pH meter
4. Amonia (NH3-N) mg/L - Strickland and Parsons
(1972) in Stirling (1985)
5. Nitrit (NO2--N) mg/L Sulfanilamide
Spektrofotometer,APHA
Ed 21st, 2005
6. Nitrat (NO3--N) mg/L Brucine
Spektrofotometer,
APHA Ed 21st, 2005
7. Ortofosfat (PO4-3
) mg/L Phenantroline Spektrofotometer,
APHA Ed 21st, 2005
3.6. Analisis Data
Penelitian ini merupakan kegiatan penelitian eksperimental terhadap
Hydrodictyon pada tiga jenis nutrien berbeda yang bertujuan untuk mengetahui
laju pembentukan biomassanya di kolam percobaan Babakan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. Analisis yang dilakukan mengikuti model
rancangan acak lengkap (RAL). Kemudian dilakukan analisis dengan uji F
(ANOVA) dan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT). Tabel sidik ragam RAL
disajikan pada Tabel 2. Bentuk umum dari model linear aditif (Mattjik dan
Sumertajaya 2002) adalah
Keterangan:
i : jumlah ulangan (wadah) yang diamati
j : jumlah perlakuan media dengan jenis pupuk yang berbeda
Yij : kandungan nutrien yang diamati dengan perlakuan media pada jenis pupuk
yang berbeda dan ulangan (wadah) yang diamati
µ : rataan umum
τi : pengaruh perlakuan media dengan jenis pupuk yang berbeda
εij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
16
Tabel 2. Sidik ragam RAL Sumber
Keragaman Derajat Bebas
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah
(KT) F Hitung F table
Perlakuan p-1 JKP KTP KTP/KTS (α ; db)
Sisa p(q-1) JKS KTS
Total pq-1 JKT
Sumber : modifikasi Mattjik dan Sumertajaya (2002)
Keterangan :
p : total perlakuan
q : total ulangan untuk semua perlakuan
Hipotesis yang diajukan adalah
H0 : pemberian jenis pupuk yang berbeda pada media pertumbuhan alga
Hydrodictyon tidak memberikan nilai biomassa yang berbeda.
µ1 = µ2 = µ3 = µ4
H1 : sedikitnya ada satu pemberian jenis pupuk pada medium pertumbuhan
alga Hydrodictyon yang memberikan nilai biomassa yang berbeda.
µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4
3.7. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Pengujian beda nyata terkecil (BNT) merupakan pengujian yang dilakukan
untuk melihat perbedaan pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan. Beberapa
persyaratan yang diperlukan dalam menerapkan uji ini antara lain data rata-rata
setiap perlakuan, derajat bebas galat, taraf nyata, dan tabel t-student (Matjik &
Sumertajaya 2000).
d = yi. - yj.
Keterangan:
yi. : rataan perlakuan ke-i
yj. : rataan perlakuan ke-j.
Kaidah pengambilan keputusan pada pengujian beda nyata terkecil
dilakukan dengan melihat dua nilai. Pertama, jika nilai d ≤ BNT, maka gagal
tolak H0. Keputusan tersebut mengandung pengertian bahwa antar perlakuan
tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 0,05. Kedua, jika nilai d > BNT, maka
keputusan yang diambil adalah tolak H0. Keputusan tersebut mengandung
pengertian bahwa antar perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf 0,05.
17
Keterangan: α : taraf nyata (α = 0,05)
dbs : derajat bebas sisa/galat
KTS : kuadrat tengah sisa/galat
n : ulangan
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Pertumbuhan Hydrodictyon
Pertumbuhan alga tergantung pada kemampuan untuk meningkatkan ukuran
seperti peningkatan jumlah sel mencapai ukuran yang maksimal. Pertumbuhan
Hydrodictyon dapat dilihat dari perkembangan biomassa dan produktivitas.
a. Biomassa
Pertumbuhan biomassa Hydrodictyon dipengaruhi oleh kandungan nutrien
dalam air pada kolam percobaan. Pertumbuhan biomassa ini dilihat dari jumlah
berat basah dan berat kering dari alga tiap waktu pengamatan (Lampiran 3). Hasil
rataan biomassa Hydrodictyon pada ketiga perlakuan di tiap pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rataan pertumbuhan berat basah Hydrodictyon
Pada awal penumbuhan, ke dalam masing-masing perlakuan dimasukkan
Hydrodictyon sebesar 5 gram berat basah. Pada Gambar 3 dapat dilihat rataan
biomassa Hydrodictyon pada berbagai perlakuan tiap waktu pengamatan. Tiap
perlakuan mempunyai pertumbuhan biomasa yang berbeda. Biomassa alga
mengalami peningkatan pertumbuhan hingga hari ke-14, kemudian mengalami
19
penurunan hingga hari ke-21. Keadaan ini diperkirakan terjadi karena alga sudah
mengalami siklus akhir dari pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
IACR (1999) bahwa pada suhu di atas 200C alga akan tumbuh selama 1-2 minggu.
Pertumbuhan biomassa alga pada perlakuan PO mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Nilai berat basah tertinggi terjadi pada hari ke-14 sebesar
14,51 gram, tetapi setelah itu menurun menjadi 12,12 gram. Pada perlakuan POA
juga terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Nilai berat basah tertinggi terdapat
pada hari ke-14 sebesar 10,23 gram, tetapi setelah itu menurun menjadi sebesar 6,60
gram. Demikian pula halnya dengan perlakuan PA. Pada perlakuan ini juga terjadi
peningkatan yang cukup signifikan dengan nilai berat basah yang paling tinggi
terdapat pada hari ke-14 sebesar 8,52 gram, tetapi pada hari ke-21 menurun menjadi
sebesar 6,98 gram.
Menurut hasil pengujian,statistik dapat disimpulkan bahwa ada sedikitnya
satu pemberian komposisi pupuk pada medium pertumbuhan Hydrodictyon yang
memberikan nilai biomassa yang berbeda (P<0,05 ). Selanjutnya, berdasarkan hasil
uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) didapatkan bahwa biomassa Hydrodictyon yang
ditumbuhkan pada media dengan komposisi pupuk PO, POA, dan PA berbeda nyata
satu dengan yang lainnya (Lampiran 4).
b. Produktivitas Hydrodictyon
Produktivitas adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan per satuan luas
per unit waktu (Odum 1993). Produktivitas Hydrodictyon dapat dilihat dari laju
pertumbuhan dan waktu penggandaan (doubling time).
b.1. Laju pertumbuhan relatif (relative growth rate/ RGR)
Laju pertumbuhan relatif (RGR) menunjukkan peningkatan materi per unit
materi yang ada per unit waktu (Mitchell 1974). Laju pertumbuhan dapat
menunjukkan tingkat produktivitas Hydrodictyon. Nilai RGR didapat dari selisih
pertumbuhan pada hari ke-0 dan hari ke-14 selama 14 hari karena biomassa
maksimum terjadi pada hari ke-14 (Lampiran 5). Laju pertumbuhan Hydrodictyon
pada ketiga perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
20
b.2. Waktu penggandaan (doubling time)
Waktu penggandaan (doubling time) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh
alga untuk menggandakan biomassanya menjadi dua kali lipat (Mitchell 1974).
Penentuan waktu penggandaan (doubling time) dapat dilakukan dengan pendekatan
laju pertumbuhan relatif (relative growth rate/ RGR). Waktu penggandaan
(doubling time) yang kecil terjadi jika laju pertumbuhan besar sehingga tingkat
produktivitas alga tinggi. Sebaliknya, waktu penggandaan (doubling time) yang
besar terjadi jika laju pertumbuhan kecil sehingga tingkat produktivitas alga rendah.
Waktu penggandaan (doubling time) pada Hydrodictyon dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Laju pertumbuhan relatif (RGR) dan waktu penggandaan (doubling time)
Perlakuan W0 (gram) Wt (gram) RGR DT (Hari)
PO 5.000 14,507 0.076 9
POA 5.000 10,261 0.051 13
PA 5.000 8,525 0.038 14
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa biomassa Hydrodictyon tiap perlakuan
mempunyai laju pertumbuhan relatif (RGR) dan waktu penggandaan (doubling time)
yang berbeda. Nilai RGR tertinggi terdapat pada perlakuan PO dan terendah
terdapat pada perlakuan PA (Tabel 3). Nilai RGR yang besar dapat memperlihatkan
waktu penggandaan (doubling time) yang kecil, sedangkan nilai RGR yang kecil
dapat memperlihatkan waktu penggandaan yang besar. Hydrodictyon yang
ditumbuhkan pada perlakuan PO memiliki waktu penggandaan (doubling time) lebih
kecil dibandingkan dengan menggunakan perlakuan PA. Oleh karena itu,
produktivitas Hydrodictyon tertinggi terjadi pada perlakuan PO dengan waktu
penggandaan (doubling time) kecil dan produktivitas terendah terjadi pada perlakuan
PA dengan waktu penggandaan besar.
4.1.2. Kualitas Air
Hasil pengukuran suhu air, cahaya, dan pH pada saat percobaan sesuai untuk
pertumbuhan Hydrodictyon. Nilai suhu air dan cahaya yang sesuai untuk
pertumbuhan Hydrodictyon berturut-turut berkisar antara 23,50C-28
0C dan 1.045
21
Lux-1.884 Lux (Lampiran 7a). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wells et al. (1999)
bahwa Hydrodictyon dapat tumbuh dari suhu 60C sampai 40
0C dengan laju
pertumbuhan tertinggi pada suhu 250C. Nilai pH yang sesuai untuk pertumbuhan
Hydrodictyon berkisar antara 6,71-8,39 (Lampiran 7a). Menurut Goldman and
Horne (1983), fitoplankton dapat berkembang pada kisaran pH 6,5 sampai dengan 8.
4.1.3. Nutrien
Kandungan nutrien seperti nitrit (NO2-N), amonium (NH4-N), nitrat (NO3-
N), dan ortofosfat (PO4-P) merupakan faktor yang mengalami perubahan karena
adanya penambahan pupuk. Perubahan kandungan nutrien pada ketiga perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kisaran pengukuran kandungan nutrien
Parameter Unit Perlakuan
PO POA PA
Amonium (NH4-N) mg/L 0,15-0,40 0,12-0,45 0,11-0,56
Nitrit (NO2-N) mg/L 0,00-0,01 0,00-0,01 0,00-0,02
Nitrat (NO3-N) mg/L 0,12-0,15 0,08-0,14 0,08-0,19
Orto-P mg/L 0,03-0,07 0,04-0,12 0,09-0,11
Pada Tabel 4 dapat dilihat kisaran kondisi perubahan kandungan nutrien
mempunyai nilai yang sangat beragam. Kandungan nutrien pada ketiga perlakuan
mengalami perubahan yang fluktuatif dari waktu ke waktu (Lampiran 7b).
a. Amonium (NH4-N)
Amonia bersifat toksik dan tidak dimanfaatkan oleh plankton tetapi amonia
dapat dimanfaatkan oleh plankton apabila mengalami perubahan bentuk transisi dari
amonia yaitu menjadi ion amonium. Kandungan amonium merupakan salah satu
sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh alga (Sulastri 2005).
Hasil pengukuran konsentrasi amonium pada ketiga perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 4.
22
Gambar 4. Konsentrasi amonium (NH4-N) terhadap waktu (hari).
Pada Gambar 4 terlihat perubahan konsentrasi amonium di perairan
mengalami fluktuasi tiap waktu dan perlakuan. Pada ketiga perlakuan tersebut,
kandungan amonium (NH4-N) mengalami peningkatan yang sangat drastis hingga
hari ke-7. Hal ini diperkirakan karena pada hari ke-7, pH dan suhu mengalami
peningkatan (Lampiran 7a), sehingga diduga amonium menjadi meningkat.
Menurut Goldman & Horne (1983), amonium dapat terjadi jika pH tinggi mencapai
7 dengan suhu 250C. Setelah itu, amonium mengalami penurunan hingga hari ke-14.
Hal ini diduga Hydrodictyon mengkonsumsi dan mengasimilasi kandungan
amonium untuk pertumbuhannya. Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa
kandungan amonium pada perlakuan PO, POA, dan PA tidak memperlihatkan
perbedaan yang nyata (Lampiran 8).
b. Nitrit (NO2-N)
Nitrit di perairan bersifat tidak stabil dan biasanya nilainya sangat kecil
bahkan tidak ada. Konsentrasi nitrit pada tiap perlakuan dan waktu pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 memperlihatkan perubahan konsentrasi
nitrit (NO2-N) terhadap waktu (hari), yaitu pada hari ke-0 nilai kandungan nitrit di
kolam percobaan masih rendah untuk semua perlakuan, namun pada hari ke-7
kandungan nitrit pada semua perlakuan mengalami peningkatan. Hal ini diduga
pada hari ke-7 sudah mulai mengalami proses nitrifikasi.
23
Gambar 5. Konsentrasi nitrit (NO2 -N) terhadap waktu (hari)
Pada hari ke-14, kandungan nitrit di kolam pada semua perlakuan telah
mengalami penurunan. Hal ini diduga karena pada hari ke-14 nitrit dioksidasi
menjadi nitrat. Pada hari ke-21, kandungan nitrit mulai meningkat pada semua
perlakuan dan peningkatan yang lebih drastis terjadi pada perlakuan PA.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa pemberian komposisi pupuk
pada medium pertumbuhan Hydrodictyon tidak memberikan nilai konsentrasi nitrit
yang berbeda (Lampiran 9). Hal ini diduga perubahan nilai konsentrasi nitrit pada
tiap perlakuan relatif kecil sehingga sangat sulit memperlihatkan perbedaan yang
nyata satu dengan yang lainnya.
c. Nitrat (NO3-N)
Nitrat (NO3-N) merupakan bentuk akhir nitrogen yang paling banyak
ditemukan di perairan alami dan juga merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
tanaman dan alga (Goldman & Horne 1983). Konsentrasi nitrat pada tiap waktu
pengamatan dan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Konsentrasi nitrat (NO3-N) terhadap waktu (hari)
24
Pada Gambar 6 tampak bahwa konsentrasi nitrat (NO3-N) semakin
meningkat tiap waktu. Kandungan nitrat pada perlakuan PO dan POA mengalami
peningkatan hingga hari ke-14 kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-21.
Pada perlakuan PA terus mengalami peningkatan hingga hari ke-21. Hal ini diduga
karena kandungan N anorganik pada pupuk anorganik (PA) tidak mengalami proses
dekomposisi sehingga nutrien N yang dihasilkan begitu besar. Hasil pengujian
statistik menunjukkan bahwa kandungan nitrat pada perlakuan PO, POA, dan PA
tidak memberikan perbedaan yang nyata satu dengan yang lainnya (Lampiran 10).
d. Ortofosfat (PO4-P)
Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh
tumbuh-tumbuhan (Dugan 1972). Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi
tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi
tumbuhan dan alga serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan.
Konsentrasi ortofosfat pada tiap perlakuan dan waktu pengamatan dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Konsentrasi orto-P terhadap waktu (hari)
Pada Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi ortofosfat yang nilainya
paling tinggi berada pada perlakuan pupuk PA dan konsentrasi yang paling rendah
berada pada perlakuan pupuk PO. Hal ini diduga fosfat anorganik yang dilepaskan
pada perlakuan PA tidak mengalami proses dekomposisi sehingga kandungan fosfat
anorganik yang dihasilkan oleh perlakuan PA lebih besar dibandingkan perlakuan
PO yang telah mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi dari bentuk P
organik menjadi P anorganik. Menurut Frandy (2009), pupuk anorganik merupakan
25
pupuk kimia yang larut di dalam air dan berfungsi menyediakan nutrien tanpa
melalui proses dekomposisi terlebih dahulu.
Pada perlakuan PO dan POA, kandungan ortofosfat mengalami penurunan
dari hari ke-7 hingga hari ke-21, sedangkan pada perlakuan PA terjadi penurunan
mulai dari hari ke-14 hingga hari ke-21. Hal ini diduga pada perlakuan PO dan POA,
Hydrodictyon cepat memanfaatkan fosfat anorganik untuk pertumbuhannya,
sedangkan pada perlakuan PA Hydrodictyon lebih lama memanfaatkan fosfat
anorganik kemungkinan disebabkan karena pada perlakuan PA tidak mengalami
proses dekomposisi sehingga kandungan fosfat anorganik yang dihasilkan
berlebihan dan dapat menyebabkan pertumbuhan Hydrodictyon menjadi terhambat.
Menurut Welch (1952), fosfat yang yang berlebihan dapat mengeliminasi
pertumbuhan alga dan pemakaian fosfat secara maksimal dapat menjadi faktor
pembatas pertumbuhan alga.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa kandungan ortofosfat pada
perlakuan PA berbeda nyata dari perlakuan PO dan POA. Kandungan ortofosfat
pada perlakuan PO tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dari perlakuan POA
(Lampiran 11).
Nutrien N dan P merupakan unsur-unsur yang terdapat di perairan dan
dimanfaatkan oleh Hydrodictyon untuk pertumbuhannya. Nutrien N didapatkan dari
akumulasi nitrogen anorganik dari nitrit (NO2-N), nitrat (NO3-N), amonium (NH4-
N), sedangkan nutrien P didapatkan dari nilai ortofosfat (PO4-P) (Fresenius et al.,
1988 in Sulastri 2005). Hasil kandungan N dan P dalam air dapat dilihat pada Tabel
5.
Tabel 5. Kandungan N dan P dalam air
Perlakuan P N Rasio
N:P H0 H7 H14 H21 H0 H7 H14 H21
PO 0.034 0.075 0.056 0.037 0.309 0.531 0.319 0.297 7:1
POA 0.044 0.115 0.088 0.070 0.202 0.560 0.294 0.267 4:1
PA 0.110 0.109 0.155 0.092 0.198 0.664 0.358 0.397 3:1
Tabel 5 menggambarkan kandungan N dan P dalam air pada tiap perlakuan
cukup bervariasi. Kandungan N dan P pada perlakuan PO dan POA mengalami
26
peningkatan hingga hari ke-7 kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-21.
Pada perlakuan PA, kandungan N mengalami peningkatan hingga hari ke-7 lalu
menurun pada hari ke-14 dan meningkat lagi pada hari ke-21, sedangkan kandungan
P terjadi peningkatan hingga hari ke-14 kemudian mengalami penurunan hingga hari
ke-21. Hal ini diduga karena kandungan nutrien N dan P anorganik pada pupuk
anorganik (PA) tidak mengalami proses dekomposisi terlebih dahulu sehingga N dan
P anorganik yang dihasilkan sangat besar.
Nilai rasio N:P dalam air yang terbesar terdapat pada perlakuan PO,
sedangkan nilai yang terkecil terdapat pada perlakuan PA. Nitogen dan Fosfor akan
menyatu di dalam struktur sel alga, dengan rasio N:P yaitu 16:1 (Redfield 1958 in
Summers 2008). Menurut Mason (1993) di perairan alami, jika rasio N:P lebih
besar dari 16:1 maka fosfor menjadi faktor pembatas. Sebaliknya, jika rasio N:P
lebih kecil dari 16:1 maka nitrogen menjadi faktor pembatas. Dalam percobaan ini,
nilai rasio N:P dalam kolam percobaan memiliki nilai rasio lebih kecil dari nilai
rasio di perairan alami maka diduga nitrogen yang menjadi faktor pembatas untuk
pertumbuhan Hydrodictyon.
4.1.4. Kandungan Proksimat
Kandungan proksimat terdiri dari kandungan protein, lemak dan karbohidrat.
Dalam pengukuran kandungan proksimat (Lampiran 12) dibutuhkan berat kering
dari alga Hydrodictyon. Hasil kandungan proksimat pada Hydrodictyon dapat
dilihat pada Tabel 6 .
Tabel 6. Kandungan proksimat Hydrodictyon dalam berat kering (%)
Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat
12,15 16,51 36,79 1,09 16,72
Tabel 6 menunjukkan kandungan proksimat pada Hydrodictyon memiliki
nilai persentase protein, lemak, dan karbohidrat yang berbeda. Kandungan protein
lebih besar dibandingkan dengan kandungan lainnya seperti lemak dan karbohidrat
yaitu sebesar 36,79% dalam berat kering, sedangkan kandungan lemak memiliki
27
nilai terkecil dibandingkan dengan kandungan lainnya hanya sebesar 1,09% dalam
berat kering.
Berdasarkan persentase kandungan proksimatnya, kandungan gizi
Hydrodictyon berpotensi untuk dapat mencukupi kebutuhan nutrisi ikan.
Kandungan gizi pada Hydrodictyon dapat dimanfatkan oleh ikan sebagai pakan
alami. Ikan membutuhkan protein yang tinggi pada pakannya untuk pertumbuhan.
Ikan yang biasanya memanfaatkan alga berfilamen sebagai pakan alaminya antara
lain adalah ikan nilem dan ikan nila. Menurut Ulum (2009), ikan nilem dan ikan
nila yang berumur 1-3 bulan membutuhkan protein berkisar 35%-50%. Dengan
demikian, protein yang terkandung pada Hydrodictyon berpotensi mencukupi
kebutuhan nutrisi ikan nilem dan nila.
4.2. Pembahasan
Pemberian perlakuan jenis pupuk yang berbeda pada Hydrodictyon dapat
memberikan pengaruh pertumbuhan yang berbeda. Pada awal penumbuhan
Hydrodictyon, diberikan berat basah yang sama sebesar 5 gram pada masing-masing
kolam percobaan. Biomassa basah dan kering Hydrodictyon mengalami perubahan
dari waktu ke waktu. Hydrodictyon mengalami peningkatan biomassa basah dan
kering hingga hari ke-14, kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-21
(Lampiran 2). Hal ini diduga karena siklus pertumbuhan Hydrodictyon hanya
sekitar 2 minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan IACR (1999) bahwa alga akan
tumbuh selama 1-2 minggu.
Selain itu, diduga bahwa perbedaan musim dapat memunculkan perbedaan
laju pertumbuhan alga. Menurut Wells & Clayton (2001), Hydrodictyon mengalami
penurunan biomassa pada musim dingin dan awal musim semi sebesar kurang dari 1
gram berat kering m-2
dan puncak kelimpahan biomassa Hydrodictyon terjadi selama
musim panas dan musim gugur. Pada waktu percobaan sering terjadi hujan dan
diduga pertumbuhan menjadi lambat.
Pertumbuhan Hydrodictyon tertinggi terjadi pada perlakuan PO dan
mengalami pertumbuhan maksimum pada hari ke-14 dengan berat basah sebesar
14,51 gram. Pertumbuhan Hydrodictyon terendah terjadi pada perlakuan PA dan
mencapai pertumbuhan maksimum pada hari ke-14 dengan berat basah sebesar 8,53
28
gram. Hal ini diduga karena nutrien N pada perlakuan pupuk organik (PO) optimum
untuk pertumbuhan Hydrodictyon sehingga pada saat proses mineralisasi bentuk N
yang dilepaskan dari bahan organik menjadi N anorganik yang dapat dimanfaatkan
oleh alga. Bentuk-bentuk N yang dilepaskan dari bahan organik dalam bentuk NH4+,
NO2-, dan NO3
- (Tisdale & Nelson 1975 in Supandi 1991). Namun, pada perlakuan
pupuk anorganik (PA) diduga terjadi penyedian nutrien N anorganik yang
berlebihan sehingga dapat menghambat pertumbuhan alga. Konsentrasi nutrien
dapat mempengaruhi tingkat produktivitas primer. Terbatasnya nutrien dapat
memunculkan produktivitas yang rendah pada alga meskipun kondisi cahayanya
baik. Sebaliknya nutrien yang berlebihan dapat menjadi penghambat pertumbuhan
alga (Mosisch et al. 1999 in Carey et al. 2007).
Laju pertumbuhan relatif (RGR) dan waktu penggandaan (doubling time)
dapat menentukan tingkat produktivitas Hydrodityon. Laju pertumbuhan relatif
(RGR) dapat menentukan waktu penggandaan (doubling time). Laju pertumbuhan
relatif (RGR) yang besar dapat menunjukkan waktu penggandaan (doubling time)
yang kecil sehingga tingkat produktivitas alga tinggi. Sebaliknya, laju pertumbuhan
relatif (RGR) yang kecil dapat menunjukkan waktu penggandaan (doubling time)
yang besar sehingga tingkat produktivitas alga rendah. Produktivitas Hydrodictyon
tertinggi terjadi pada perlakuan PO yaitu dengan biomassa sebesar 14,507 gram dan
laju pertumbuhan relatif sebesar 0,076 serta waktu penggandaan (doubling time) 9
hari. Selanjutnya, produktivitas Hydrodictyon terendah terjadi pada perlakuan PA
yang menghasilkan biomassa hanya sebesar 8,525 gram dengan laju pertumbuhan
relatif sebesar 0,038 dan waktu penggandaan (doubling time) 14 hari. Hal ini diduga
karena perlakuan PO cepat mengalami perubahan senyawa nitrogen anorganik dan
fosfor anorganik yang optimum sehingga Hydrodictyon cepat menggandakan selnya
dibandingkan dengan perlakuan pupuk lainnya.
Penambahan pupuk pada tiap kolam percobaan dapat mempengaruhi nutrien
dalam air (Tabel 4). Kandungan nutrien yang mengalami perubahan ini terjadi
dalam bentuk senyawa anorganik seperti amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3),
dan ortofosfat (PO4). Nutrien-nutrien ini dapat dimanfaatkan oleh Hydrodictyon
untuk pertumbuhannya. Nutrien tersebut dari waktu ke waktu mengalami perubahan
yang fluktuatif. Nutrien yang teranalisis merupakan nutrien yang tidak
29
termanfaatkan oleh alga. Pada perlakuan PA nutrien yang tidak termanfaatkan oleh
alga untuk pertumbuhannya lebih besar dibandingkan perlakuan PO (Lampiran 7b).
Hal ini diduga karena perlakuan PA nutrien anorganik yang dihasilkan relatif besar
sehingga tidak semua nutrien termanfaatkan oleh alga. Pada perlakuan PO nutrien
anorganik yang tersedia tidak sebanyak perlakuan PA sehingga nutrien anorganik
yang tidak termanfaatkan relatif sedikit. Menurut Prihmantoro (2007), pupuk
anorganik biasanya mengandung unsur hara atau nutrien yang tinggi.
Perubahan kandungan nutrien dalam air dapat mempengaruhi nilai rasio N:P.
Nilai rasio N:P dalam air pada tiap perlakuan memiliki nilai yang berbeda.
Perbedaan rasio N:P pada perlakuan PO dan PA diduga terjadi karena perbedaan
kondisi dan proses yang terjadi di kolam percobaan. Nilai rasio N:P tertinggi
terdapat pada perlakuan PO dan terendah terdapat pada perlakuan PA (Tabel 5). Hal
ini diduga karena Hydrodictyon lebih banyak memanfaatkan nutrien N dibanding
nutrien P sehingga Hydrodictyon tumbuh lebih baik pada perlakuan PO dibanding
perlakuan PA yaitu dengan rasio N:P sebesar 7:1 (Tabel 5). Menurut Mcllroy
(2009) Chlorophyceae lebih menyukai nutrien N dibanding nutrien P.
Hasil pengujian statistika menunjukkan bahwa sedikitnya ada satu jenis
pupuk pada media tumbuh Hydrodictyon yang memberikan nilai biomassa yang
berbeda. (Lampiran 3). Pengujian lanjut dengan uji beda nyata terkecil (BNT)
(Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai biomassa Hydrodictyon pada pemberian
dosis 100% pupuk organik (PO) berbeda nyata terhadap pemberian dosis 100%
pupuk anorganik (PA) (P<0,05). Demikian pula halnya dengan nilai biomassa
Hydrodictyon pada perlakuan pupuk organik dan anorganik (POA) yang berbeda
nyata terhadap perlakuan PO dan PA (P<0,05). Hal ini diduga terjadi karena
komposisi pupuk organik dan anorganik dalam perlakuan POA memiliki kandungan
N dan P yang berbeda dosisnya yaitu sebesar 85% pupuk organik dan 15% pupuk
anorganik sehingga ada perbedaan yang cukup nyata terhadap perlakuan PO dan PA.
Hal yang sangat nyata adalah komposisi nutrien N dan P dalam jenis pupuk terapan
pada perlakuan PO dan PA yang berbeda terlihat memberikan hasil yang berbeda
nyata.
Biomassa Hydrodictyon yang berlimpah dapat dimanfaatkan oleh organisme
air, misalnya ikan. Ikan yang memanfaatkan alga jenis ini yaitu ikan nilem
30
(Osteochilus hasselti) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan membutuhkan
protein yang tinggi pada pakannya untuk pertumbuhan. Adapun kandungan protein,
lemak dan karbohidrat pada Hydrodictyon berturut-turut yaitu 36,79% ; 1,09% ;
16,72%. Menurut Ulum (2009), ikan nilem dan ikan nila yang berumur 1-3 bulan
membutukan protein berkisar 35%-50%. Dengan demikian, protein yang
terkandung pada Hydrodictyon berpotensi mencukupi kebutuhan nutrisi ikan nilem
dan ikan nila.
Selain berpotensi sebagai pakan alami ikan, alga ini juga berpotensi sebagai
pupuk organik untuk pertanian. Menurut Bachtiar (2007), alga (termasuk alga hijau
atau Chlorophyceae) mengandung bahan-bahan mineral seperti potasium dan
hormon seperti auxin dan sytokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman
untuk tumbuh, berbunga, dan berbuah sehingga sangat cocok sebagai pupuk organik.
5. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Perbedaan jenis pupuk memberikan tingkat produktivitas dan waktu
penggandaan (doubling time) yang berbeda bagi pertumbuhan Hydrodictyon.
Produktivitas Hydrodictyon tertinggi terjadi pada perlakuan PO (pupuk organik)
dengan laju pertumbuhan relatif (RGR) sebesar 0,076 dan waktu penggandaan
(doubling time) 9 hari, sedangkan produktivitas Hydrodictyon terendah terjadi pada
perlakuan PA (pupuk anorganik) dengan laju pertumbuhan relatif (RGR) sebesar
0,038 dan waktu penggandaan (doubling time) 14 hari.
35
Lampiran 1. Konsentrasi pupuk yang digunakan pada penelitian
Pupuk Konsentrasi (mg/L) Berat pupuk yang digunakan pada
volume kolam 0,75 L (mg)
PO 20.8 15.60
POA 11.98 8.98
PA 6.25 4.69
36
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Kolam penelitian alga Hydrodictyon dan penebaran alat sampling alga
Pengambilan contoh alga dan alat sampling yang digunakan
Alat sampling
37
Lampiran 3. Perhitungan kadar amonia
% Amonia =
Dimana pKa adalah negatif logaritma dari konstanta ionisasi yang tergantung pada
suhu.
Suhu (0C) 20 22 24 25 26 27 28 29 30
pKa 9,40 9,33 9,27 9,24 9,21 9,17 9,09 9,12 9,09
38
Lampiran 4. Hasil pengukuran biomassa basah dan kering Hydrodictyon
Perlakuan Rataan bobot basah (gram) Rataan bobot kering (gram)
H0 H7 H14 H21 H7 H14 H21
PO 5,0000 5,6967 14,5072 12,1239 0,3433 1,0621 0,9071
POA 5,0000 5,6533 10,2261 6,6004 0,2482 1,1020 0,7476
PA 5,0000 4,3067 8,5254 6,9824 0,5621 0,9689 0,6716
39
Lampiran 5. Tabel sidik ragam biomassa
Ulangan Perlakuan
Jumlah PO POA PA
1 14.8621 15.8194 6.4931
2 14.9365 10.0966 7.8652
3 13.7231 4.7623 6.5889
jumlah 43.5217 30.6783 20.9472
Rataan 14.5072 10.2261 6.9824 31.7157
Sumber
Keragaman
Derajat
bebas
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F-hitung F-tabel
Perlakuan 2 25.295 12.647 13.516 3.182*
Sisa 6 5.614 0.935
Total 8 30.909
*= Tolak H0 (F-hit > F-tab)
Sx = 6,49
BNT = 0,38
Uji lanjut BNT
Perlakuan PO POA PA
PO 0 4.2811 5.9818
POA 0 1.7007
PA 0
PO-POA = berbeda nyata
PO-PA = berbeda nyata
POA-PA = berbeda nyata
40
Lampiran 6. Perhitungan laju pertumbuhan relatif (RGR) dan waktu penggandaan
(Doubling time)
1. Pada perlakuan pupuk PO berat awal alga Hydrodictyon (W0) = 5,000 dan berat
akhir alga Hydrodictyon (Wt) = 14,507. Maka nilai laju pertumbuhan relatif
(RGR) Hydrodictyon adalah
hari
2. Pada perlakuan pupuk POA berat awal alga Hydrodictyon (W0) = 5,000 dan
berat akhir alga Hydrodictyon (Wt) = 10,226. Maka nilai laju pertumbuhan
relatif (RGR) Hydrodictyon adalah
hari
3. Pada perlakuan pupuk PA berat awal alga Hydrodictyon (W0) = 5,000 dan berat
akhir alga Hydrodictyon (Wt) = 8,525. Maka nilai laju pertumbuhan relatif
(RGR) Hydrodictyon adalah
hari
41
Lampiran 7. Rataan nilai suhu, cahaya, pH, dan nutrien
7a. Rataan nilai suhu, cahaya, dan pH
Perlakuan Suhu (°C) pH Cahaya (Lux)
H0 H7 H14 H21 H0 H7 H14 H21 H0 H7 H14 H21
PO 25 25,7 25,7 26,8 6,9 7,2 7,5 7,9 1112 1830 1425 1643
POA 24,5 25 25 26 8,00 7,00 8,00 8,00 1118 1945 1775 1659
PA 24 25 26 27 8,00 7,00 7,00 8,00 1220 1800 1556 1673
7b. Rataan nilai pengukuran nutrien (NO2-N, NH4-N, NO3-N, dan Orto-P)
Perlakuan NO2 -N(mg/L) NH4
+ -N(mg/L)
H0 H7 H14 H21 H0 H7 H14 H21
PO 0,002 0,0045 -0,0123 -0,0029 0.1529 0.4033 0.2196 0.1544
POA 0,0004 0,0051 -0,0108 0,0007 0.1249 0.4525 0.1626 0.1623
PA 0,0021 0,0060 0,0024 0,0145 0.1089 0.5562 0.1873 0.1916
Perlakuan NO3 (mg/L) Orto-P (mg/L)
H0 H7 H14 H21 H0 H7 H14 H21
PO 0,1538 0,1228 0,1119 0,1451 0,0335 0,0747 0,0555 0,0368
POA 0,0762 0,1026 0,1422 0,1042 0,0440 0,1153 0,0879 0,0703
PA 0,0872 0,1019 0,1682 0,1907 0,1104 0,1093 0,1549 0,0917
42
Lampiran 8. Tabel Sidik Ragam Amonium
Ulangan Perlakuan
PO POA PA Jumlah
H0 0.1529 0.1249 0.1089
H7 0.4033 0.4525 0.5562
H14 0.4033 0.1626 0.1873
H21 0.4033 0.1623 0.1916
jumlah 1.3629 0.9023 1.0440
rataan 0.3407 0.2256 0.2610 0.8273
SK db JK KT Fhit F tab
Perlakuan 2 0.883 0.442 11.174 3.182*
sisa 6 0.237 0.040
total 8 1.121
* = Tolak H0 (F-hit > F-tab)
Uji BNT Amonium
Sx = 0.4355
BNT = 0.9851
Perlakuan PO POA PA
PO 0 0.0433 0.1485
POA 0 0.1919
PA 0
PO-POA = tidak berbeda nyata
PO-PA = tidak berbeda nyata
POA-PA = tidak berbeda nyata
43
Lampiran 9. Tabel Sidik Ragam Nitrit
Ulangan Perlakuan
Jumlah PO POA PA
H0 0.0020 0.0004 0.0021
H7 0.0045 0.0051 0.0060
H14 -0.0123 -0.0108 0.0024
H21 -0.0029 0.0007 0.0145
Jumlah -0.0087 -0.0046 0.0250
Rataan -0.0022 -0.0012 0.0063 0.0029
SK Db JK KT Fhit F tab
Perlakuan 2 0.0002 0.0001 2.0061 3.1824*
sisa 9 0.0004 0.0000
total 11 0.0006
*= Gagal Tolak H0 (F-hit < F-tab)
44
Lampiran 10. Tabel Sidik Ragam Nitrat
Ulangan Perlakuan
Jumlah PO POA PA
H0 0.1538 0.0762 0.0872
H7 0.1228 0.1026 0.1019
H14 0.1119 0.1422 0.1682
H21 0.1451 0.1042 0.1907
Jumlah 0.5336 0.4252 0.548
Rataan 0.1334 0.1063 0.137 0.3767
SK Db JK KT Fhit F tab
Perlakuan 2 0.1796 0.0898 74.0936 3.1824*
Sisa 9 0.0109 0.0012
total 11 0.1905
* = Tolak H0 (F-hit > F-tab)
Uji BNT Nitrat
Sx = 0.0739
BNT = 0.1671
Perlakuan PO POA PA
PO 0 0.1084 0.0144
POA 0 0.1228
PA 0
PO-POA = tidak berbeda nyata
PO-PA = tidak berbeda nyata
POA-PA = tidak berbeda nyata
45
Lampiran 11. Tabel Sidik Ragam Ortofosfat
Ulangan Perlakuan
Jumlah PO POA PA
H0 0.0335 0.044 0.1104
H7 0.0747 0.1153 0.1093
H14 0.0555 0.0879 0.1549
H21 0.0368 0.0703 0.0917
Jumlah 0.2005 0.3175 0.4663
Rataan 0.0501 0.0794 0.1166 0.2461
SK Db JK KT Fhit F tab
Perlakuan 2 0.0846 0.0423 63.8231 3.1824
Sisa 9 0.0060 0.0007
Total 11 0.0905
* = Tolak H0 (F-hit > F-tab)
Uji BNT Ortofosfat
Sx = 0.0546
BNT = 0.1202
perlakuan PO POA PA
PO 0 0.1170 0.2658
POA 0 0.1488
PA 0
PO-POA = tidak berbeda nyata
PO-PA = berbeda nyata
POA-PA = berbeda nyata
46
Lampiran 12. Prosedur analisis proksimat Hydrodictyon
A. Analisa kadar air
Prosedur :
Panaskan cawan dalam oven pada suhu 1100C selama 1 jam
Dinginkan cawan dalam desikator selama 30 menit
Timbang bobot cawan tadi (g) …. (a)
Timbang bahan/sampel, catat bobotnya (g) …. (b)
Panaskan cawan dengan sampel tadi di oven 110oC selama 2 jam
Dinginkan dalam desikator, selama 30-60 menit
timbang cawan tersebut
ulangi pemanasan dan prosedur tadi, samapi bobot cawan tetap
penimbangan terakhir pada cawan dicatat (g) … (c)
Perhitungan :
Kadar air (%) =
B. Analisa kadar abu
Prosedur :
Panaskan cawan dalam oven pada suhu 110oC selama 1 jam
Dinginkan cawan dalam desikator selama 30 menit
Timbang bobot cawan tadi (g) … (A)
Masukkan bahan/sampel 1-2 gram ke dalam cawan dan timbang dengan ketelitian
0,0001 gr, catat bobotnya … (B)
47
Bakar cawan dalam tanur yang di set pada suhu 600oC
diamkan semalam
dinginkan dalam desikator, selama 30-60 menit
timbang dan catat beratnya … (C)
Perhitungan :
% kadar abu =
C. Analisa lemak (metode Folch)
Prosedur :
Labu dioven (1100C, 1 jam), dinginkan dan timbang … X1 (gr)
Sampel/bahan … A (gr)
C ml (20 x A) larutan
kloroform/methanol (2:1)
Homogenize selama 5 menit
Pindahkan kedalam labu pemisah (200-300 ml)
tambahkan (0,2 x C) ml) MgCl2
0,03 M
Kocok dengan kuat selama 1 menit
tutup dan diamkan semalam
bagian atas bagian bawah
saring
Labu dievaporator sampai kering, lalu timbang … (X2 gr)
Perhitungan :
% Lemak kasar =
D. Analisa Protein (metode Kjeldahl)
Prosedur :
Sampel/bahan … A (gr)
48
Masukkan ke dalam labu Kjeldahl
Tambahkan 3 g katalis dan 10 ml
H2SO4 pekat
Simpan labu tersebut dalam rak digestion
Panaskan selama 3-4 jam sampai larutan menjadi hijau bening
Dinginkan labu
Encerkan sampai 100 ml
Destilasi
Tahap Destilasi:
1. Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi dengan
akuades sampai setengahnya untuk menghindari kontaminasi oleh ammonia
lingkungan, kemudian didihkan selama 10 menit.
2. Erlenmeyer yang berisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan 2 tetes larutan indicator
disimpan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan
sehingga ujung pipa tenggelam alam cairan.
3. masukkan 5 ml larutan sampel ke dalam tabung destilasi dan melalui corong
tersebut masukkan kedalamnya 10 ml NaOH 30% lalu ditutup.
4. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit
setelah terjadi pengembunan pada kondensor.
5. labu Erlenmeyer diturunkan sehingga kondensor berada di leher labu, diatas
permukaan larutan. Bilas kondensor dengan akuades selama 1-2 menit.
Tahap titrasi
1. Larutan hasil destilasi dititrasi dengan NaOH 0,05 N hingga berubah warna.
2. catat volume titran.
3. Lakukan prosedur yang sama terhadap blanko.
Perhitungan :
Protein (%) =
Keterangan : Vs = ml 0,05 N titran NaOH untuk sampel
Vb = ml titran NaOH untuk blanko
F = faktor koreksi dari 0,05 larutan NaOH
S = bobot sampel
*. = setiap ml 0,05 NaOH ekuivalen dengan 0,0007 gram nitrogen
** = faktor nitrogen