pendampingan pengembangan kawasan ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/06-lapkhir...ucapan...
TRANSCRIPT
LAPORAN HASIL KEGIATAN
PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN KAWASAN PERKEBUNAN (KOPI,
KAKAO, DAN TEBU)
PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN : FIRDAUS
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2015
2
LEMBARAN PENGESAHAN
1. Judul RDHP : Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian Kawasan Perkebunan (Kopi, Kakao, Dan Tebu)
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
3. Alamat Unit Kerja : Jl. P. Nyak Makam No 27 Lampineung Banda Aceh
4. Sumber Dana : APBN
5. Status Penelitian : Baru (B)
6. Penanggung Jawab :
a. Nama : Firdaus, SP., M.Si
b. Pangkat/Golongan
: Penata, III/c
c. Jabatan : Penyuluh Muda
7. Lokasi : Desa Sp. Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah, Desa Jurong Ano Kecamatan Padang Tiji Kab Pidie, Desa Pante Raya Kabupaten Pidie Jaya)
8. Agroekosistem : Dataran rendah, dan tinggi
9. Tahun Mulai : Januari 2015
10. Tahun Selesai : Desember 2015
11. Output : Terdiseminasi Teknologi Budidaya Terpadu Tanaman Perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) kepada pengguna (petani)
12. Biaya : Rp. 258,500,000, -
Koordinator Program Penanggung Jawab RDHP,
Dr. Rachman Jaya, M.Si Firdaus, SP., M.Si NIP. 19740305 200003 1 001
NIP. 19710805 200604 1 002
Mengetahui : Kepala Balai Besar
Menyetujui Kepala Balai
Dr. Ir. Abdul Basit MS NIP. 19610929 198603 1 003
Ir. Basri A. Bakar, M.Si.
NIP. 19600811 198503 1 001
3
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan Akhir dengan judul ”Pendampingan Pengembangan
Kawasan Pertanian Kawasan Perkebunan (Kopi, Kakao, Dan Tebu)”.
Kegiatan ini bertujuan Mempercepat arus diseminasi Teknologi Budidaya
Terpadu Tanaman Perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) kepada pengguna
(petani).
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat di dalam kegiatan
ini yang telah banyak membantu dalam melaksanakan kegiatan ini di lapangan
sejak awal sampai kegiatan ini terlaksana dengan baik hingga siapnya laporan
akhir ini.
Demikian laporan ini kami buat dan kami sampaikan segala kritikan dan
saran yang membangun terhadap laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Banda Aceh, Desember 2015 Penanggung Jawab Kegiatan, Firdaus, SP., M.Si NIP. 19710805 200604 1 002
5
RINGKASAN
1. Judul RPTP : Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian Kawasan Perkebunan (Kopi, Kakao, Dan Tebu)
2. Unit Kerja : BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
3. Lokasi : Desa Sp. Antara Kecamatan Wih Pesam
Kabupaten Bener Meriah, Desa Jurong Ano Kecamatan Padang Tiji Kab Pidie, Desa Pante Raya Kabupaten Pidie Jaya)
4. Agroekosistem : DATARAN RENDAH, DAN TINGGI
5. Status : BARU
6. Tujuan : Mendiseminasi Teknologi Budidaya Terpadu Tanaman Perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) kepada pengguna (petani)
7. Keluaran : (1) Diadopsi minimal 30% inovasi teknologi Budidaya tanaman perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) secara terpadu) (2) Terjadi peningkatan produktivitas tanaman perkebunan 10% dibandingkan sebelum diadopsi teknologi.
8. Hasil : Terjadinya perubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap petani
9. Prakiraan Manfaat : Dapat meningkatkan kesejahteraan petani,
10. Prakiraan Dampak : Terjadi peningkatan produktivitas kopi, kakao dan tebu
11. Prosedur : Kegiatan pendampingan tanaman perkebunan terdiri dari 3 kegiatan utama dengan uraian pelaksanaan sebagai berikut: 1. Survei awal (baseline survey) untuk
mengetahui tingkat adopsi inovasi dan kebutuhan inovasi teknologi. Survei ini bertujuan untuk melihat keragaan penerapan inovasi teknologi dan kebutuhan inovasi teknologi. Survei dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara terstruktur secara mendalam.
2. Diseminasi inovasi teknologi dengan pola/model SDMC yang diawali dengan sosialisasi dan advokasi,
6
Pelatihan petani dan penyuluh, pembuatan dan penyebarluasan media cetak serta pelaksanaan peragaan (demplot) inovasi teknologi budidaya tanaman perkebunan yang dibutuhkan petani. Pelaksanaan dari masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi dan advokasi dilakukan terhadap pemangku kepentingan di lokasi penelitian, seperti: penyuluh, camat, tuha peut, ketua kelompok tani, alim ulama dan pemuka masyarakat yang ada lokasi.
b. Pelatihan petani dan penyuluh tentang teknologi budidaya tanaman perkebunan (kopi, kakao, dan tebu) terpadu terhadap 50 orang petani kakao dan 10 orang penyuluh lapangan per masing-masing lokasi kegiatan. Materi pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan hasil survei awal.
c. Penerbitan dan penyebaran media cetak dalam bentuk leaflet dan poster. Judul leaflet dan poster yang diterbitkan dan didistribusikan disesuaikan dengan inovasi teknologi tanaman perkebunan yang dibutuhkan.
d. Pemutaran video budidaya tanaman perkebunan.
e. Setiap petani kooperator dilakukan pendampingan tentang teknik budidaya teknologi secara terpadu.
3. Survei akhir untuk mengetahui peningkatan adopsi inovasi teknologi dan permasalahan dalam adopsi teknologi. Survei dilakukan dengan wawancara terstruktur secara mendalam dengan menggunakan kuesioner dengan petani sampel sebanyak 10 orang petani per lokasi.
12. Jangka Waktu : 1 TAHUN
13. Biaya : RP 258,500,000,- (DUA RATUS LIMA PULUH DELAPAN JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH)
7
SUMMARY
1. Title : Region Agricultural Area Development Assistance Plantation (coffee, cocoa, and sugarcane)
2. Implementation Unit : BPTP Aceh
3. Location : Desa Sp. Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah, Desa Jurong Ano Kecamatan Padang Tiji Kab Pidie, Desa Pante Raya Kabupaten Pidie Jaya)
4. Agroecosystem : High Land
5. Status : NEW
6. Objectives
: Disseminating Integrated Crops Cultivation
Technology (coffee, cocoa, and sugarcane) to the users (farmers)
7. Output
: (1) Adopted at least 30% of technological innovation cultivation of plantation crops (coffee, cocoa, and sugarcane) in an integrated manner) (2) An increase in the productivity of plantations of 10% compared to before the adoption of technology
8. Outcome
: Changes in knowledge, skills and attitudes of farmers
9. Expected benefit : To improve the welfare of farmers,
10. Expected impact : An increase in productivity of coffee, cocoa and sugar cane
11. Procedure
: Mentoring activities of plantation crops consists of three major activities with the implementation of the following descriptions: 1. The initial survey (baseline survey) to determine the level of adoption of innovation and the need for technological innovation. This survey aims to look at the performance of the application of technological innovation and the need for technological innovation. The survey was conducted by the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth structured interviews.
8
2. The dissemination of technological innovation with the pattern / model SDMC that begins with socialization and advocacy, training of farmers and extension workers, manufacture and distribution of print media as well as the implementation of demonstration (pilot project) plantation crop cultivation technology innovation needed by farmers. Implementation of each activity are as follows: a. Dissemination and advocacy carried out on stakeholders in the research sites, such as: extension, district, tuha peut, farmer groups, clergy and community leaders that no location. b. Training of farmers and extension agents on technology cultivation of plantation crops (coffee, cocoa, and sugar cane) is integrated to 50 cocoa farmers and 10 extension field per each operational site. The training material is adjusted to the results of the initial survey. c. Publishing and distribution of print media in the form of lea fl ets and posters. Title lea fl ets and posters were published and distributed customized with plantations of technological innovation is needed. d. Video playback cultivation of plantation crops. e. Each farmer cooperators do mentoring on cultivation techniques of integrated technology. 3. The final survey to determine the increased adoption of technological innovations and issues in technology adoption. The survey was conducted with in-depth structured interviews using a questionnaire with a sample of 10 peasant farmers per location.
12. Duration : 1 YEAR
13. Budget : RP 258,500,000, - (Two Hundred And Fifty Eight Million Five Hundred Thousand Rupiah)
9
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar ii
Ringkasan iii
Summary v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
I. Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Dasar Pertimbangan 4
1.3 Tujuan 4
1.4 Keluaran 5
II. Prosedur Pelaksanaan 6
2.1 Tahapan Kegiatan 6
2.2 Waktu dan Tempat 7
2.3 Bahan dan Alat
III. Hasil dan Pembahasan 8
3.1 Gambaran Umum Lokasi Kegiatan 8
3.1.1. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Pendampingan Perkebunan Kopi
8
3.1.2. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Pendampingan Perkebunan Kakao di Kabupaten Pidie.
10
3.1.3. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Pendampingan Perkebunan Kakao di Kabupaten Pidie Jaya
11
3.2 Survei Awal 12 3.2.1. Mengenal lebih dekat Hama Penggerek
Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei 13
3.2.2. Permasalahan Utama Kakao adalah Serangan Hama dan Penyakit
17
3.2.3. Peningkatan Produksi Tebu dengan Sistem Tanam Juring Ganda
18
3.3 Pelatihan Petani dan Penyuluh 20 3.3.1. Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian
dalam Rangka Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Budidaya Tanaman Kopi di Desa Simpang Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah
20
3.3.2. Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Usaha Tani Kakao di Desa Jurong Ano Paloh
24
10
3.3.3 Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian
untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Usaha Tani Kakao di Kecamatan Pante Raja Kabupaten Pidie Jaya
29
3.4 Percepatan Proses Diseminasi dengan Penyebaran Media Cetak
31
3.5 Survei Akhir Kegiatan 33
IV. Kesimpulan dan Saran 35 4.1 Kesimpulan 35 4.2 Saran 35
Daftar Pustaka 36 Lampiran - lampiran 37
1 Tenaga dan Organisasi Pelaksanaan 37 2 Anggaran 38 3 Foto Kegiatan 39
11
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Data luas, produksi dan produktivitas kopi di tiga kabupaten 1 Tabel 2. Perkembangan luas areal dan produksi tebu perkebunan
rakyat di Provinsi Aceh, 2013-2014 4
Tabel 3. Rincian nama kecamatan, mukim dan desa Kabupaten Bener Meriah
8
Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Menurut Kecamatan di Kabupaten Bener Meriah
9
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Kabupaten Bener Meriah
9
Gambar 2. Potensi Kakao di Kabupaten Pidie Jaya 13.484 Ha 12
Gambar 3. Ukuran sebenarnya (A) Gejala serangan (B) Imago Hama PBKo diperbesar (C) Pupa didalam biji kopi (D)
13
Gambar 4. Gejala serangan hama PBK dan penyakit busuk buah 18
Gambar 5. Kondisi tanaman tebu petani varietas lokal di Desa Suka Makmur
19
Gambar 6. Penjab Kegiatan Firdaus, SP., M.Si Menyampaikan tujuan dan maksud kegiatan Pendampingan kawasan perkebunan (kopi) pada saat kegiatan temu lapang Pengendalian Hama PBKo
22
Gambar 7. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
23
Gambar 8. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
23
Gambar 9. Peserta berfoto bersama usai pelatihan materi dan praktek dilapangan
24
Gambar 10. Ketua kelompok tani sedang membagikan alat tulis menulis kepada peserta
25
Gambar 11. Sambutan Ketua Kelompok Tani Bapak Keuchik Nasir 26
Gambar 12. Penjab Kegiatan Firdaus menjelaskan tentang Kegiatan Pendampingan Perkebunan
27
Gambar 13. Kadishutbun Kab. Pidie Ir Syarkawi memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan pelatihan petani dan penyuluh
27
Gambar 14. Peserta pelatihan sedang melakukan sambung samping dengan entres unggul
28
Gambar 15. Kegiatan Pelatihan Petani dan Penyuluh di Aula Kantor Camat Pante Raja Kabupaten Pidie Jaya. Dari kiri Penjab Kegiatan, Kadishutbun Pidie Jaya, Camat Panteraja, Kadis Perlindungan Tanaman
30
Gambar 16. Penyerahan Alat Tulis menulis kepada Peserta Pelatihan
30
13
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia
lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara (Herdianto, 2007).
Sentra produksi kopi Provinsi Aceh adalah Dataran Tinggi Gayo. Dataran
tinggi Gayo merupakan suatu kawasan yang meliputi tiga kabupaten yaitu
kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Ketiga daerah ini
merupakan penghasil kopi Arabika Gayo(Tabel 1).
Tabel 1. Data luas, produksi dan produktivitas kopi di tiga kabupaten
Kabupaten Luas (Ha) Produksi (ton) Produktivitas
(ton/Ha)
Aceh Tengah 48300 25370 0.525258799
Bener Meriah 48101 22414 0.465977838
Gayo Lues 4652 1118 0.240326741
Total 1010
53 48902 Sumber : (BPS, 2014)
Kecamatan Wih Pesam merupakan suatu wilayah di kabupaten Bener
Meriahyang terdiri dari sembilan desa. Daerah ini memiliki luas lahan perkebunan
kopi seluas 3.825,5 ha. Pada umumnya penduduk setempat mempunyai mata
pencaharian sebagai petani kopi. Kopi dari kawasan ini dikenal dipasaran
domestik, nasional dan internasional dengan kopi Gayo yang mempunyai mutu
dan citarasa yang sangat baik, sehingga mendapatkan harga yang premium.
Gambar 17. Peserta melakukan foto bersama setelah pelatihan praktek sambung samping di lahan kebun petani
31
Gambar 18. Salah satu poster Pengendalian Hama PBKo 32
Gambar 19. Poster tentang Fermentasi Biji Kakao 32
Gambar 20. Poster tentang teknik sambung samping 34
14
Kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan kualitas ekspor di
Provinsi Aceh namun sayangnya potensi ini belum ditangani dengan baik. Rantai
pemasaran dari petani ke konsumen masih panjang, sehingga merugikan petani.
Pertanaman kakao relatif sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini
dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber
pendapatan harian atau mingguan bagi petani. Kakao dapat mulai berproduksi
pada umur 18 bulan (1,5 tahun) dan dapat menghasilkan biji kakao yang
selanjutnya bisa di olah menjadi bahan setengah jadi (bubuk coklat) maupun
bahan jadi (coklat).
Provinsi Aceh dengan luas 58,375.63 km2, dengan rincian lahan
persawahan 311.825 ha (5,44 %), pertanian tanah kering semusim 137.616 ha
(2,40 %), kebun 305.577 ha (5,33 %) dan perkebunan 678.450 ha (11,83 %),
(BPS, 2012). Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang mempunyai
potensi cukup baik di bidang perkebunan kakao karena lahan dan cuacanya
mendukung.
Secara topografi Aceh sangat cocok untuk di kembangkan komoditas
kakao, selain itu kakao sudah familiar dengan masyarakat. Pasca berakhirnya
konflik banyak lahan perkebunan yang secara teknis sangat baik untuk di
kembangkan komoditas kakao karena terbengkalainya lahan terutama di
Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Barat, Aceh Timur, dan Aceh Tenggara
yang juga merupakan sentrasentra perkebunan kakao.
Perkembangan kakao di Aceh tidak terlepas dari berbagai masalah yang
dijumpai dari sektor hulu hingga sektor hilir. Beberapa masalah di sektor hulu
antara lain produktivitas tanaman masih rendah. Permasalahan di sektor hilir
mengenai rendahnya kualitas mutu biji terutama biji yang tidak difermentasi.
Meskipun areal dan produksi kakao di Aceh selama lima tahun terakhir
mengalami peningkatan, namun dari segi aspek produktivitas menurun 4,25 %
pertahun. Usaha pengembangan hasil perkebunan tidak hanya dengan
pemperbaiki cara berusaha petani saja, tetapi harus diikuti dengan
penyempurnaan dalam bidang pemasaran.
Peningkatan produksi kakao dapat ditingkatkan melalui kultur teknis yang
baku, antara lain penggunaan bahan tanam unggul, pemangkasan, pengendalian
hama/penyakit dan pemupukan. Pada tanaman yang tidak produktif
15
peningkatan produksi dapat di upayakan melalui rehabilitasi tanaman dengan
teknologi sambung samping/sambung pucuk atau dengan teknik tanam ulang
(tanpa melakukan pembongkaran).
Tebu
Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini
hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis
rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan
Sumatera. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas
dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air
perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula
pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula
5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air.
Daun tebu yang kering adalah biomassa yang mempunyai nilai kalori
cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering memakai dadhok itu sebagai bahan
bakar untuk memasak; selain menghemat minyak tanah yang makin mahal,
bahan bakar ini juga cepat panas. Dalam konversi energi pabrik gula, daun tebu
dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar boiler, yang uapnya
digunakan untuk proses produksi dan pembangkit listrik.
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian
Indonesia. Dengan luas areal sekitar 400 ribu ha pada periode 2007-2009,
industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai
sekitar 1.3 juta orang. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok
masyarakat, maka dinamika harga gula akan mempunyai pengaruh langsung
terhadap laju inflasi.
Tanaman tebu merupakan tanaman yang cukup umum di Provinsi Aceh.
Namun karena luas areal dan jumlah produksinya relatif kecil dibandingkan
dengan provinsi lain, maka komoditas tebu dari provinsi Aceh kurang dikenal
secara nasional. Penyebaran tanaman tebu hampir merata terdapat di setiap
daerah, tetapi pemanfaatannya terbatas hanya sebagai bahan untuk pembuatan
minuman segar dan bahan baku pengolahan gula merah. Oleh karena itu
pengembangan usahatani tebu relatif terbatas yang dilakukan melalui
16
perkebunan rakyat. Luas areal tanaman tebu di Provinsi Aceh pada tahun 2012
sebanyak 9.777 hektar dengan produksi mencapai 37.860 ton produktivitas 32
ton/ha (Aceh Dalam Angka 2013). Sebagian besar luas areal tersebut
terkonsentrasi pada dua kabupaten, yaitu kabupaten Aceh Tengah dan Bener
Meriah yang merupakan daerah dataran tingg dan hanya sebagian kecil tersebar
pada 11 kabupaten lainnya. Perkembangan luas areal dan produksi tebu
perkebunan rakyat di Provinsi Aceh selama periode 2011-2012 terdapat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan luas areal dan produksi tebu perkebunan rakyat di Provinsi Aceh, 2013-2014.
Kabupaten
2013 2014
Luas (ha)
Produksi (ton)
Ton/Ha Luas (ha)
Produksi (ton)
Ton/Ha
Aceh Tengah 7.849 49.872 63,5 7.849 49.872 41,9
Bener meriah
1.442 4.512 31,2 1.441 4.374 30,3
kabupaten Lainnya
436 283 6,49 397 198 4,98
Jumlah 9.727 54.667 9.777 37.860
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2014.
Budidaya tanaman tebu rakyat umumnya dilakukan secara sederhana
dengan tingkat pemanfaatan teknologi yang masih terbatas. Meskipun demikian,
produktivitas tanaman tebu di daerah ini cukup potensial, mencapai 30,3 ton/ha.
Hal ini disebabkan kondisi tanah yang subur dan iklim di dataran tinggi Gayo
yang mendukung. Produktivitas tanaman tebu tersebut relatif stabil dari tahun
ke tahun.
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan usahatani tebu rakyat di
Aceh adalah masih terbatasnya pemanfaatan hasil panen, sehingga bentuk
produk yang dihasilkan untuk keperluan industri hanya berupa gula merah yang
dilakukan oleh unit-unit pengolahan hasil berskala kecil ayang ada di lokasi
setempat.
1.2. Dasar Pertimbangan
Tingkat pengetahuan dan ketrampilan petani tentang teknik budidaya
tanaman perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) masih sangat rendah. Keadaan ini
jelas terlihat dari produktivitas tanaman perkebunan di bawah rata rata produksi
17
nasional. Sehingga sangat perlu dilakukan percepatan penerapan diseminasi
teknologi budidaya tanaman perkebunan secara terpadu.
1.3. Tujuan
Mendiseminasi Teknologi Budidaya Terpadu Tanaman Perkebunan (Kopi,
Kakao, dan Tebu) kepada pengguna (petani)
1.4. Perkiraan Keluaran
Keluaran yang diharapkan (1) Diadopsi minimal 30% inovasi teknologi
Budidaya tanaman perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) secara terpadu) (2)
Terjadi peningkatan produktivitas tanaman perkebunan 10% dibandingkan
sebelum diadopsi teknologi.
18
II. PROSEDUR PELAKSANAAN
2.1. Tahapan Kegiatan
Kegiatan pendampingan tanaman perkebunan terdiri dari 3 kegiatan
utama dengan uraian pelaksanaan sebagai berikut:
1. Survei awal (baseline survey) untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi dan
kebutuhan inovasi teknologi. Survei ini bertujuan untuk melihat keragaan
penerapan inovasi teknologi dan kebutuhan inovasi teknologi. Survei dilakukan
dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara terstruktur secara
mendalam.
2. Diseminasi inovasi teknologi dengan pola/model SDMC yang diawali dengan
sosialisasi dan advokasi, Pelatihan petani dan penyuluh, pembuatan dan
penyebarluasan media cetak serta pelaksanaan peragaan (demplot) inovasi
teknologi budidaya tanaman perkebunan yang dibutuhkan petani. Pelaksanaan
dari masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi dan advokasi dilakukan terhadap pemangku kepentingan di
lokasi penelitian, seperti: penyuluh, camat, tuha peut, ketua kelompok tani,
alim ulama dan pemuka masyarakat yang ada lokasi.
b. Pelatihan petani dan penyuluh tentang teknologi budidaya tanaman
perkebunan (kopi, kakao, dan tebu) terpadu terhadap 50 orang petani
kakao dan 10 orang penyuluh lapangan per masing-masing lokasi kegiatan.
Materi pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan hasil survei awal.
c. Penerbitan dan penyebaran media cetak dalam bentuk leaflet dan
poster. Judul leaflet dan poster yang diterbitkan dan didistribusikan
disesuaikan dengan inovasi teknologi tanaman perkebunan yang
dibutuhkan.
19
d. Pemutaran video budidaya tanaman perkebunan.
e. Setiap petani kooperator dilakukan pendampingan tentang teknik
budidaya teknologi secara terpadu.
3. Survei akhir untuk mengetahui peningkatan adopsi inovasi teknologi dan
permasalahan dalam adopsi teknologi. Survei dilakukan dengan wawancara
terstruktur secara mendalam dengan menggunakan kuesioner dengan petani
sampel sebanyak 10 orang petani per lokasi.
2.2. Waktu dan Tempat
Rencana kegiatan ini dilaksanakan dari Januari s/d Desember tahun 2015
di Kebupaten Bener Meriah (kopi, tebu), Kabupaten Pidie (kakao), Kabupaten
Pidie Jaya (kakao).
2.3. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini berupa alat tulis kantor, bahan
untuk budidaya tanaman berupa saprodi, dan pestisida, bahan dan alat pelatihan
petani, serta bahan dan alat pendukung lainnya.
20
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan
3.1. 1. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Pendampingan Perkebunan Kopi
Kabupaten Bener Meriah yang beribukota di Simpang Tiga Redelong
memiliki luas 1.919,69 km² terdiri dari 10 Kecamatan dan 233 desa. Jumlah
Penduduk Kabupaten Bener Meriah Hasil Data Agregat Kependudukan Per
Kecamatan Tahun 2012 berjumlah 148.616 jiwa yang terdiri atas 75.958 dan
72.658 jiwa. Bener Meriah terletak 4°33’ 50’’ - 4° 54 50 Lintang Utara dan 96° 40
75- 97° 17 50 Bujur Timur dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 -
2.500 m dpl. Batas-batas daerah Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Aceh Utara dan Bireuen.
Sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Aceh Tengah.
Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Aceh Tengah .
Sebelah Timur berbatas dengan dengan Kabupaten Aceh Timur.
Secara umum seluruh kecamatan memiliki kebun kopi rakyat. Lahan kopi
di kabupaten Bener Meriah seluas 80.000 Ha dengan rata-rata produksi tanaman
kopi mencapai 1 hektar kebun mampu memproduksi kopi 1.500 Kg/tahun dan
dikalikan dengan jumlah luas kebun kopi, maka jumlah produksi kopi per-
tahunnya bisa mencapai 229.500,000 Kg/tahun. Pada tabel dibawah dapat di
lihat nama mukim dan desa dirinci perkecamatan sebagai berikut (Tabel 3).
Tabel 3. Rincian nama kecamatan, mukim dan desa Kabupaten Bener Meriah
21
No Kecamatan Mukim Desa
1 Timang Gajah 3 30
2 Gajah Putih 1 10
3 Pintu Rime Gayo 2 23
4 Bukit 3 40
5 Wih Pesan 3 27
6 Bandar 5 35
7 Bener Kelipah 2 12
8 Syah Utama 2 14
9 Mesidah 2 15
10 Permata 4 27
Gambar 1. Peta Kabupaten Bener Meriah
Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Menurut Kecamatan di Kabupaten Bener Meriah
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Total Sex Ratio
1 Timang Gajah 9028 8785 17813 102,77
2 Gajah Putih 3916 3814 7730 102,67
3 Pintu Rime Gayo 5419 5124 10543 105,76
4 Bukit 11297 11213 22510 100,75
5 Wih Pesan 10523 10061 20584 104,59
6 Bandar 11147 10967 22114 101,64
7 Bener Kelipah 2017 1957 3974 103,07
8 Syah Utama 660 656 1316 100,61
22
9 Mesidah 1749 1552 3301 112,69
10 Permata 7724 7467 15191 103,44
3.1.1. Topografi
Letak topografi sebagian besar desa di kabupaten Bener Meriah adalah di
daerah yang berbukit-bukit dan pegunungan. Keadaan topografi Kabupaten
Bener Meriah yang umummnya berupa pegunungan dan perbukitan sangat
potensial untuk pengembangan pertanian, perkebunan dan tanaman pangan,
peternakan dan perikanan. Berdasarkan kelas ketinggian maka Kabupaten Bener
Meriah didominasi Kelas Ketinggian 1000-1.200 m dpl.
3.1.2. Keadaan Iklim dan Cuaca
Kabupaten Bener Meriah merupakan kawasan beriklim tropis dengan curah
hujan berkisar 1.000-2.500 (mm) pertahun dengan jumlah hari hujan 143-178.
Hujan umumnya turun pada bulan September sampai Februari. Musim kemarau
terjadi pada bulan Maret sampai Agustus. Temperatur maksimum berkisar pada
260C. Kelembaban relatif maksimum 75,8% dan kelembaban relative minimum
20%.
3.1.2. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Pendampingan Perkebunan Kakao di Kabupaten Pidie.
Kabupaten Pidie mempunyai luas wilayah 4.160.550 Ha dengan jumlah
penduduk 518.846 Jiwa (BPS, 2005) dan merupakan daerah kantong kemiskinan
kedua terbesar di Nanggroe Aceh Darussalam setelah Aceh Utara. Potensi
wilayah yang dimiliki Kabupaten Pidie sebagian besar (66.77%) adalah wilayah
berupa hutan dan baru sebagian kecil (15 %) yang dimanfaatkan untuk areal
pertanian tanaman pangan dan perkebunan dan perikanan darat. Kabupaten
Pidie sangat potensial untuk pengembangan usaha pertanian khususnya
perkebunan tanaman pangan dan perkebunan.
Panca penandatangan MOU tanggal 15 Agustus 2005 dan Bencana
gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam
pada tanggal 26 Desember 2004 telah melahirkan semangat perdamaian untuk
mengakhiri konflik yang sudah cukup lama mendera Penduduk Nanggroe Aceh
Darussalam. Semangat perdamaian inilah akhirnya membangkitkan kembali
23
gairah ekonomi masyarakat pedalaman yang melakukan aktivitas pertanian
perkebunan.
Komoditi pertanian perkebunan yang manyoritas di budidayakan oleh
masyarakat pidie selama ini meliputi: kakao, kelapa, pinang dan kopi. Khusunya
budidaya Kakao Kabupaten Pidie merupakan sentral pengembangan kakao di
Penduduk Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas Lahan produktif kakao
sekarang 8.906 Ha dan potensi pengembangan budidaya Kakao seluas 35.435
Ha.
Kondisi petani kakao saat ini hanya 11% yang kategorikan sejahtera dan
29 % menengah serta lehih dari separuh (57%) Petani berada pada kategori
miskin. Kondisi inilah akhirnya berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas
dan kemampuan petani kakao dalam budidaya kakao untuk meningkatkan
kesejahteraanya.
3.1.3. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Pendampingan Perkebunan Kakao di Kabupaten Pidie Jaya
Letak Georafi Kabupaten Pidie Jaya berada pada 4°54' 15,702"N sampai
5° 18' 2,244" N dan 96°1' 13,656"E sampai 96°22'1,007"E. Secara Topografi
Kabupaten Pidie Jaya berada pada ketinggian 0 mdpl s.d 2300 mdpl dengan
tingkat kemiringan lahan antara 0 sampai 40%. Wilayah Kecamatan Jangkabuya
secara keseluruhan merupakan dataran rendah antara 0 mdpl s.d 20 mdpl,
Kecamatan Bandar Dua berada pada 10 mdpl s.d. 2300 mdpl sedangkan
Kecamatan Ulim, Meurah Dua, Meureudu, Trienggadeng, Pante Raja, dan Bandar
Baru berada pada 0 mdpl s.d 2.300 mdpl terbentang dari Pesisir Selat Malaka
hingga Puncak Gunong Peuet Sagoe pada Gugusan Bukit Barisan. Secara
keseluruhan Kabupaten Pidie Jaya rawan terhadap banjir dan erosi. Dari
klasifikasi lereng, Kabupaten Pidie Jaya merupakan daerah dataran tinggi yang
memiliki daerah kelas lereng sampai dengan 40%.
BATAS WILAYAH
UTARA : Selat Malaka
SELATAN : Kecamatan Tangse, Geumpang dan Mane, Kabuapen Pidie
24
BARAT : Kecamatan Glumpang Tiga, Glumpang Baro, dan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie
TIMUR : Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen
Gambar 2. Potensi Kakao di Kabupaten Pidie Jaya 13.484 Ha
3. 2. Survei Awal
Tim pemdampingan kawasan perkebunan pada awal kegiatan melakukan
Survei awal dilokasi kegiatan : Kabupaten Bener Meriah untuk komoditi kopi dan
tebu, Kakako untuk Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya. Survei awal (baseline
survey) untuk mengetahui kondisi terkini kebun petani. Permasalahan
permasalahan yang dihadapi setiap hari dalam usahataninya perlu didata, untuk
mengetahui solusi inovasi yang didesiminasi kepada petani. Hasil survei awal
sangat berguna untuk melaksanakan kegiatan pendampingan kawasan
perkebunan.
Hasil survei awal permasalahan utama yang dihadapi petani kopi setiap
hari adalah rendahnya produktivitas akibat serangan hama dan penyakit. Hama
yang sangat meresahkan petani adalah hama penggerek buah kopi (PBKo)
Hypothenemus hampei. Hasil penelitian Firdaus (2013) serangan hama PBKo di
kecamatan Wih Pesam pada ketinggian 800 mdpl mencapai 60%. Pada
25
Ketinggian dibawah 1000 mdpl hama ini sangat cepat berkembang sehingga
intensitas serangannnya mengakibatkan kerugian sangat besar dialami petani.
3.2.1. Mengenal lebih dekat Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei
Hypothenemus hampei merupakan salah satu penyebab utama
penurunan produksi dan mutu kopi Indonesia, bahkan di seluruh negara
penghasil kopi. Kerusakan yang ditimbulkannya berupa buah menjadi tidak
berkembang, berubah warna menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur
mengakibatkan penurunan jumlah dan mutu hasil.
Gambar 3. Ukuran sebenarnya (A) Gejala serangan (B) Imago Hama PBKo diperbesar (C) Pupa didalam biji kopi (D)
Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Scolytidae
A B
C D
26
Genus : Hypothenemus
Spesies : Hypothenemus hampei
Biologi dan Ekologi H. hampei
Hama PBKo H. hampei perkembangannya dengan metamorfosa
sempurna dengan tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa.
Kumbang betina lebih besar dari kumbang jantan. Panjang kumbang betina
lebih kurang 1,7 mm dan lebar 0,7 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2
mm dan lebar 0,6-0,7 mm. Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang
gerekan dengan diameter lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada
bagian ujung. Kemudian kumbang tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya.
Telur menetas 5-9 hari. Stadium larva 10-26 hari dan stadium pupa 4-9 hari.
Pada ketinggian 500 m dpl, serangga membutuhkan waktu 25 hari untuk
perkembangannya. Pada ketinggian 1200 m dpl, untuk perkembangan serangga
diperlukan waktu 33 hari . Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari,
sedangkan serangga jantan maksimal 103 hari.
Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30 -50
butir. Telur menetas menjadi larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi
kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong. Jantan
dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah
lain untuk masuk, lalu bertelur lagi. Serangga dewasa atau imago, perbandingan
antara serangga betina dengan serangga jantan rata-rata 10:1. Namun, pada
saat akhir panen kopi populasi serangga mulai turun karena terbatasnya
makanan, populasi serangga hampir semuanya betina, karena serangga betina
memiliki umur yang lebih panjang dibanding serangga jantan. Pada kondisi
demikian perbandingan serangga betina dan jantan dapat mencapai 500:1.
Serangga jantan H.hampei tidak bisa terbang, oleh karena itu mereka
tetap tinggal pada liang gerekan di dalam biji. Umur serangga jantan hanya 103
hari, sedang serangga betina dapat mencapai 282 hari dengan rata-rata 156
hari. Serangga betina mengadakan penerbangan pada sore hari, yaitu sekitar
pukul 16.00 sampai dengan 18.00 (Wiryadiputra, 2007).
2.3.2. Gejala Serangan PBKo
27
Pada umumnya H. hampei menyerang buah dengan endosperma yang
telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah
kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan
makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang,
warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan
pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi
karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap
susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji
berlubang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia,
sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-komponen
senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al., 2006).
Serangga H. hampei masuk ke dalam buah kopi dengan cara membuat
lubang di sekitar diskus. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah,
serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-
lubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006).
Perkembangan dari telur menjadi imago berlangsung hanya di dalam biji
keras yang sudah matang. Kumbang penggerek ini dapat mati secara prematur
pada biji di dalam endosperma jika tidak tersedia substrat yang dibutuhkan. Kopi
setelah pemetikan adalah tempat berkembang biak yang sangat baik untuk
penggerek ini, dalam kopi tersebut dapat ditemukan sampai 75 ekor serangga
perbiji. Kumbang ini diperkirakan dapat bertahan hidup selama kurang lebih satu
tahun pada biji kopi dalam kontainer tertutup (Kalshoven, 1981).
H. hampei mengarahkan serangan pertamanya pada areal kebun kopi
yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak
dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan
kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 H. hampei
(DPP, 2004). Betina berkembang biak pada buah kopi hijau yang sudah matang
sampai merah , biasanya membuat lubang dari ujung dan meletakkan telur pada
buah. Kumbang betina terbang dari satu pohon ke pohon yang lain untuk
meletakkan telur. Ketika telur menetas, larva akan memakan isi buah sehingga
menyebabkan menurunnya mutu kopi (USDA, 2002).
Serangan H. hampei pada buah muda menyebabkan gugur buah.
Serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-
lubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006). H. hampei diketahui makan dan
28
berkembang biak hanya di dalam buah kopi saja. Kumbang betina masuk ke
dalam buah kopi dengan membuat lubang dari ujung buah dan berkembang biak
dalam buah (Irulandi et al., 2007).
Imago H.hampei telah merusak biji kopi sejak biji mulai membentuk
endosperma. Serangga yang betina meletakkan telur pada buah kopi yang telah
memiliki endosperma yang keras (Rubio et al., 2008). Betina membuat lubang
kecil dari permukaan kulit luar kopi (mesokarp) buah untuk meletakkan telur jika
buah sudah cukup matang (Baker et al., 1992).
2.3.3. Pola Penyebaran
Penggerek buah kopi ini mula-mula berasal dari Afrika kemudian
menyebar luas sampai ke Brazil, Guatemala, Asia, termasuk India, Indonesia dan
beberapa pulau di kepulauan Pasifik, hama ini hanya menyerang buah kopi
(Vega, 2002). Serangga hama ini dikenal dengan bubuk buah kopi atau ”coffee
berry barer”, termasuk ordo Coleoptera, famili Scolytidae dan mempunyai
penyebaran di Indonesia. Kumbang H. hampei berwarna hitam berkilat atau
hitam coklat (Susniahti et al., 2005).
Hama bubuk buah kopi, H. hampei serangannya meluas ke Afrika
Tengah. Laporan tahunan kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama ini
diperkirakan lebih dari $ 500 juta setiap tahun. Disebutkan bahwa hama bubuk
buah kopi ini telah ada di negara yang berbeda di mana lebih dari 20 negara,
termasuk Puerto Rico juga telah terdapat hama ini (Vega, 2002).
Serangga H. hampei diketahui menyukai tanaman kopi yang rimbun
dengan naungan yang gelap. Kondisi demikian tampaknya berkaitan dengan
daerah asal dari hama PBKo, yaitu Afrika dimana serangga PBKo menyerang
tanaman kopi liar yang berada di bawah hutan tropis yang lembab. Kondisi
serupa juga dijumpai di Brazil, di mana serangan berat hama PBKo biasanya
terjadi pada pertanaman kopi dengan naungan berat dan berkabut sehingga
kelembaban udara cukup tinggi.
Berdasarkan fenologi pada pembuahan tanaman kopi, pengelolaan PBKo
dapat berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Karena fenologi
pembuahan tanaman kopi tersebut sangat bervariasi menurut ketinggian tempat,
curah hujan, suhu, tipe tanah, varietas atau klon kopi dan praktek agronomis.
Kondisi pertanaman kopi di daerah Sumatera yang tergolong daerah basah dan
29
sebagian besar memiliki tipe iklim B dan A (menurut tipe iklim Schmidt dan
Ferguson) akan sulit menerapkan sistem sanitasi untuk memutuskan siklus hidup
hama karena pertanaman kopi berbuah sepanjang tahun. Pada daerah dataran
tinggi (lebih dari 1200 m dpl.) serangga H. hampei perkembangannya terhambat,
sehingga pada daerah-daerah tersebut biasanya intensitas serangan H. hampei
juga rendah.
2.3.4 Pengaruh Lingkungan
Perkembangan H. hampei dipengaruhi oleh suhu dan ketersediaan buah
kopi. H. hampei dapat hidup pada suhu 15⁰C-35⁰C, suhu optimal untuk
perkembangan telur antara 30⁰C-32⁰C dan untuk larva, pupa dan dewasa antara
27⁰C-30⁰C. Serangga betina dapat menggerek buah kopi antara suhu 20⁰C-33⁰C,
pada suhu 15⁰C dan 35⁰C serangga betina gagal menggerek buah kopi atau
mampu menggerek buah kopi tapi tidak bertelur (Jaramilo et al.,2009).
Selanjutnya Survei awal pada tanaman kakao dilaksanakan kegiatan
koordinasi dan diskusi dengan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Pidie Bapak Ir. Syarkawi dimaksudkan untuk mengkomunikasikan
maksud dan tujuan kegiatan Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian
Kawasan Perkebunan serta dukungan yang diperlukan. Bapak Syarkawi sangat
mendukung kegiatan pendampingan ini yang dilaksanakan oleh BPTP Aceh di
Kabupaten Pidie, karena kegiatan ini merupakan permasalahan utama yang
dihadapi petani kakao.
3.2.2. Permasalahan Utama Kakao adalah Serangan Hama dan
Penyakit
Hasil survei awal Tim BPTP Aceh bersama Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Pidie Ir . H. Syarkawi serta wawancara langsung dengan
petani permasalahan utamanya adalah Penyakit busuk buah dan serangan hama
penggerek buah kakao (PBK) (Gambar 4). Selanjutnya Pemda Pidie sudah
dilakukan semua teknik pengendalian OPT tersebut, namun sampai sekarang
belum bisa kita kendalikan. “ Petani tidak boleh menyerah pada keadaan ini, mari
kita lakukan rawat kembali kebun dengan lebih giat semoga serangan OPT dapat
30
dikendalikan,” demikian harapannya disaat survey kelapangan bersama tim BPTP
Aceh.
Gambar 4. Gejala serangan hama PBK dan penyakit busuk buah
Hasil Survei awal ditemukan juga kondisi kebun umumnya kurang terawat
(sudah diterlantarkan) dan tingginya intensitas serangan Organisme Penganggu
Tanaman (OPT). Menurut Keuchik Nasir Petani teladan di Padang Tiji, Hama dan
Penyakit yang banyak menyerang kebun kakao milik petani adalah adalah PBK,
helopeltis, dan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phythopthora.
Hal senada juga dikatakan oleh Saiful, petani kakao di Gampong Jurong Ano
Paloh Kecamatan Padang Tiji bahwa akibat serangan OPT tersebut, hasil panen
mereka menurun sangat drastis bahkan ada kalanya mereka tidak panen sama
sekali.
Harapan Pemda Pidie melalui Kadishutbun Ir Syarkawi dan petani, BPTP
Aceh dapat melakukan percepatan adopsi inovasi teknologi pengendalian OPT
secara terpadu dengan melakuan PsPSP (Panen sering Pemangkasan Sanitasi
dan Pemupukan) serta melakukan sambung samping dan sambung pucuk
dengan klon unggul lokal yang tahan terhadap busuk buah dan PBK.
3.2.3. Peningkatan Produksi Tebu dengan Sistem Tanam Juring
Ganda
Hasil survey awal dilokasi pendampingan, umumnya jenis tebu yang
diusahakan petani setempat adalah jenis lokal (Gambar 5) dengan ciri berwarna
kuning dengan kulit tebu yang keras dan jenis Surabaya dengan ciri warna
seperti klon BL (ungu). Dinas sendiri sudah bekerjasama dengan P3GI
membangun KBD di Sasongo Kecamatan Pintu Rime Gayo. Benih yang
31
ditangkarkan berasal dari kultur jaringan, yaitu klon PSJT, PS.881, PS 882,
Kidang Kencana dan BL. Benih tersebut siap salur dan sudah disertifikasi. Benih
tersebut cukup untuk 120 hektar. Pada tahun 2013 Dishutbun dapat anggaran
bongkar ratoon seluas 100 hektar dari Ditjen tanaman semusim di Kecamatan
Pintu Rime Gayo yang memiliki luas pertanaman tebu 420 hektar. Terdapat
6.000 hektar di Kecamatan Syah Utama untuk pembukaan areal baru.
Gambar 5. Kondisi tanaman tebu petani varietas lokal di Desa Suka Makmur
Hasil survey awal di Desa/kampung Suka Makmur Induk Kecamatan Wih
Pesam (areal tebu terluas di Kabupaten Bener Meriah) yang berjarak 15-20 km
dari ibu kota kabupaten. Berdasarkan data yang diperoleh, di Desa Suka
Makmur Induk terdapat pertanaman tebu seluas 363 hektar yang melibatkan 235
petani. Luas pemilikan lahan oleh petani tebu paling kecil 0,5 hektar dan paling
luas 2,5 hektar. Curah hujan tahunan di lokasi survey 2.000 - 3.000 mm/tahun
dengan jenis tanah Andosol, tekstur tanah di dominasi liat berlempung sampai
lempung berpasir. Kondisi pertanaman tebu cukup terpelihara, dilakukan
pemupukan, hanya jarang dilakukan kletek. Pertanaman tebu jenis lokal menurut
petani setempat tidak pernah dibongkar. Bongkar ratoon selain jenis lokal, yaitu
jenis Surabaya dilakukan lebih dari 15 kali (RC > 15). Masalah yang dihadapi
pada pertanaman baru (PC) adalah babi hutan yang memakan tanaman tebu
muda.
Hasil pengamatan pengolahan nira dilokasi pendampingan. Unit
pengolahan nira tebu jadi gula merah yang ada di desa tersebut berjumlah 6 unit
dan semuanya berjalan dengan baik. Kapasitas memasak 2 truk tebu (± 4 ton)
32
dalam satu hari atau 800 kg gula merah. Produksi gula merah per hektarnya
dapat mencapai 12.800 kg gula merah. Menurut petani tebu jenis lokal niranya
lebih manis dibandingkan dengan jenis Surabaya,
Hasil survei ke unit pengolahan tebu, outputnya adalah gula merah.
Jenis gula merah yang dihasilkan terbagi dalam beberapa jenis. Jenis paling
baik (kelas 1) disebut gula lusi, yaitu gula merah bentuk tepung halus warna
kekuningan dengan harga pada saat survei Rp.7.000,-/kg, kelas dua dengan
bentuk tepung halus warna kemerahan harga Rp.6.500,- kelas tiga tepung tidak
halus warna merah harga Rp.6.000,- dan gula bara (gula batu) harga Rp.5.000,-
Jenis gula kelas terakhir ini biasanya dijual ke pabrik kecap. Sedangkan kelas
lainnya di jual ke penampung di ibu kota kabupaten.
Tanaman tebu dilokasi kegiatan pendampingan Desa Suka Makmur
Kecamatan Wih Pesam tidak bermasalah dengan kondisi tanaman tebu.
Tanaman tebu tumbuh dengan baik dikarenakan kondisi tanah sangat subur.
Tanah subur ditandai dengan kandungan bahan organic tinggi. Namun demikian
setelah dilakukan survey awal masih bisa ditingkatkan produksi tebu petani
dengan inovasi sistem tanam juring ganda. Sistem tanam juring ganda pada
prinsipnya sama dengan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi. Juring
ganda dapat meningkatkan populasi tanaman tebu, diharapkan dengan
penambahan jumlah tanaman tebu dapat meningkatkan produksi tebu.
3.3 Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Budidaya Tanaman Kopi di Desa Simpang Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah
Permasalahan utama tanaman kopi di daerah lokasi kegiatan adalah
rendahnya produksi kopi selama ini. Produksi kopi semester I bulan Februari
2015 rendah dibandingkan dengan produksi rata rata nasional. Permasalahan ini
di karenakan belum tau petani tentang teknologi budidaya kopi terpadu dan
teknik pengendalian hama dan penyakit terpadu.
Melihat kondisi ini dilapangan BPTP Aceh dengan teamnya melakukan
percepatan diseminasi teknologi budidaya kopi dengan metode pelatihan petani
dan pembagian media leflet dan poster. Pelatihan petani lebih diutamakan pada
teknik budidaya dan pengendalian hama PBKo. Pelatihan petani terdiri dari
33
penyampaian materi di ruangan dan praktek di lapangan. Materi mencakup
pemangkasan, pemupukan, tanaman penaung dan pengendalian hama PBKo.
Masalah yang tidak kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan
produktivitas dan mutu kopi adalah serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT) dan belum berkembangnya kelembagaan petani. Sampai saat ini tercatat
lebih dari 900 jenis serangga hama pada tanaman kopi yang tersebar diseluruh
dunia.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis hama utama kopi, yaitu: hama
penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei, penggerek cabang hitam
Xylosandrus compactus, penggerek cabang coklat Xylosandrus morigerus, kutu
hijau Coccus viridis, dan penggerek batang merah Zeuzera coffea. Sedangkan
penyakit : Karat daun kopi (Hemileia vastatrix), Bercak daun kopi
(Mycosphaerella coffeicola), Nematoda (Pratylenchus coffeae dan Radopholus
similis Jamur upas (Corticium salmonicolor ), dan Penyakit akar: coklat, hitam,
putih.
Gambar 6. Penjab Kegiatan Firdaus, SP., M.Si Menyampaikan tujuan dan maksud kegiatan Pendampingan kawasan perkebunan (kopi) pada saat kegiatan temu lapang Pengendalian Hama PBKo
Pada kegiatan pelatihan petani dan penyuluh, Tim BPTP Aceh diwakili
oleh penanggung jawab kegiatan Firdaus, SP., M.Si menjelaskan tahapan
tahapan kegiatan pelatihan (Gambar 6). Pelatihan diawali dengan pemberian
materi teori teori di dalam ruangan. Bahan pelatihan yang diajarkan mencakup
34
budidaya tanaman kopi secara terpadu, dan yang sangat penting adalah
pengendalian hama utama kopi Penggerek Buah Kopi (PBKo).
Gambar 7. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
Pemateri atau narasumber berasal dari instansi terkait yaitu Dishutbun
Kabupaten Bener Meriah, Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, serta Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. Salah seorang narasumber dari BPTP Aceh
peneliti kopi Sdr Lamhot SP sedang memberikan materi pengendalian hama
penggerek buah kopi secara terpadu (Gambar 7).
Peserta pelatihan berasal dari Kelompok Tani Sejahtera petani kopi
Gampong Simpang Antara Kecamatan Wih Pesam. Selain petani kopi peserta
juga berasal dari penyuluh pertanian lapangan BP3K Kecamatan wih Pesam.
Peserta selain menerima satu set alat tulis menulis, juga alat praktek berupa
gunting pangkas tanaman kopi, gergaji, parang, dan saprodi pupuk.
35
Gambar 8. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
Peserta sangat antusias mengikuti materi yang di berikan oleh
narasumber (Gambar 8). Materi yang diberikan selain persentasi dengan infokus
, juga dibagikan brosur dan leaflet tentang budidaya kopi dan pengendalian
hama dan penyakit
Materi yang di terima peserta pelatihan sangat berguna bagi petani, yang
selama ini budidaya kopi seperti teknik pemangkasan belum sesuai dengan
anjuran yang disampaikan oleh narasumber. Dengan adanya pelatihan ini ada
peningkatan pengetahuan yang dirasakan oleh petani, untuk merubah sikap dan
praktek budidaya kopi kearah yang lebih baik, sehingga harapan petani
peningkatan produksi menjadi kenyataan (Gambar 9).
36
Gambar 9. Peserta berfoto bersama usai pelatihan materi dan praktek di lapangan
Teknik Pengendalian Hama PBKo diberikan kepada petani baik materi
maupun praktek langsung di lapangan. yang persentase buah terserang pada
petak perlakuan pemangkasan, sanitasi Beuveria dan pemasangan perangkap
hypotan diduga karena terdapat empat cara pengendalian yang diterapkan yaitu
dengan melakukan sanitasi dengan cara memetik buah-buah yang terserang
hama bubuk di pohon pada awal pengamatan dan memungut buah kopi yang
jatuh di tanah baik terhadap buah terserang maupun buah tidak terserang, dapat
memutuskan daur hidup hama bubuk buah kopi.
Tindakan pemangkasan wiwilan, cabang sakit dan cabang tidak produktif
menghindari kondisi pertanaman yang terlalu gelap karena ada cabang yang
tumpang tindih sehingga menciptakan suasana kebun yang tidak sesuai bagi
hama bubuk buah kopi. Disamping itu, pemangkasan juga akan mengurangi
persaingan makanan sehingga merangsang cabang produktif untuk berproduksi
lebih banyak. Selanjutnya perlakuan Beauveria juga dapat menekan populasi
hama bubuk buah ditambah lagi dengan pemasangan perangkap. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wiryadiputra (2007) bahwa pengendalian hama bubuk buah
kopi dengan sanitasi sangat efektif untuk menurunkan intesitas serangan dari 40-
90% menjadi 0,5-3%.
Selanjutnya Kadir et al. (2003) melaporkan bahwa pemangkasan
merupakan salah satu upaya pengendalian secara kultur teknis yang
dimaksudkan untuk memutus siklus hidup hama utama pada tanaman kopi.
37
Tindakan pemangkasan pada tanaman kopi akan menghindari kelembaban
kebun yang tinggi, memperlancar aliran udara sehingga proses penyerbukan
dapat berlangsung secara intensif, membuka kanopi agar tanaman mendapat
penyinaran merata guna merangsang pembungaan dan membuang cabang tua
yang kurang produktif atau terserang hama atau penyakit sehingga hara dapat
didistribusikan ke cabang muda yang lebih produktif.
Aplikasi Beauveria dapat menekan persentase serangan hama bubuk
buah kopi, selanjutnya penggunaan senyawa perangkap hypotan juga dilaporkan
efektif dalam menurunkan persentase serangan hama bubuk buah kopi hingga
80% (Wiryadiputra et al. 2010).
3.3 Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Usaha Tani Kakao di Desa Jurong Ano Paloh
Kondisi tanaman kakao petani di lokasi kegiatan Desa Jurong Ano Paloh
Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie seluas 120 Ha sangat memprihatinkan.
Banyak tanaman kakao sudah tua dan tidak terurus dengan baik. Dengan
demikian produksi kakao sangat rendah hanya 300 kg/ha/thn. Melihat
kenyataan ini, petani banyak menelantarkan kebun sendiri. Bahkan petani ada
yang sudah menggantikan tanaman kakao dengan tanaman perkebunan lain
seperti sawit dan karet.
Melihat permasalahan di atas, BPTP Aceh melaksanakan pendampingan
teknologi budidaya kakao kepada kebun petani. Pada kegiatan ini hal yang
sangat penting adalah peningkatan sumber daya petani dan penyuluh tentang
teknik budidaya kakao sehat dan teknik sambung samping pada tanamn kakao.
Pelatihan petani dan penyuluh dilaksanakan di mushalla Desa Jurong Ano Paloh
Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie.
38
Gambar 10. Ketua kelompok tani sedang membagikan alat tulis menulis kepada peserta
Peserta terdiri dari 50 orang petani dan 10 orang penyuluh lapangan
Kecamatan Padang Tiji. Kepala Dishutbun pada saat pembukaan acara
mengharapkan petani petani kakao yang terpilih pada hari ini mengikuti
pelatihan, mohon memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Karena BPTP
Aceh akan melatih bapak bapak untuk melaksanakan budidaya kakao dengan
benar. Dan yang paling penting juga hari ini akan diajarkan bagaimana cara
sambung samping dan sambung pucuk tanaman kakao dengan baik. Sehingga
program pemerintah merehabilitasi tanaman kakao rakyat akan berhasil.
Pada kegiatan pelatihan petani dan penyuluh, Tim BPTP Aceh diwakili
oleh penanggung jawab kegiatan Firdaus, SP., M.Si menjelaskan tahapan
tahapan kegiatan pelatihan (Gambar 12). Pelatihan diawali dengan pemberian
materi teori teori di dalam ruangan. Bahan pelatihan yang diajarkan mencakup
budidaya tanaman kakao secara terpadu, dan yang sangat penting adalah
pengendalian hama dan penyakit kakao serta teknik sambung samping kakao.
39
Gambar 11. Sambutan Ketua Kelompok Tani Bapak Keuchik Nasir
Pemateri atau narasumber berasal dari instansi terkait yaitu Dishutbun
Kabupaten Pidie, Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, serta Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. Salah seorang narasumber dari petani
teladan Keuchik Nasir sedang memberikan materi teknik sambung samping
(Gambar 11).
Peserta pelatihan berasal dari Kelompok Tani bahagia petani kakao
Gampong Jurong ano Paloh Kecamatan Padang Tiji. Selain petani kakao peserta
juga berasal dari penyuluh pertanian lapangan BP3K Kecamatan Padang Tiji.
Peserta selain menerima satu set alat tulis menulis, juga alat praktek berupa
gunting pangkas tanaman kakao, pisau okulasi, cutter, gergaji, parang, dan
saprodi pupuk.
Peserta sangat antusias mengikuti materi yang di berikan oleh
narasumber (Gambar 10). Materi yang diberikan selain persentasi dengan
infokus, juga dibagikan brosur dan leaflet tentang budidaya kakao dan
pengendalian hama dan penyakit
40
Gambar 12. Penjab Kegiatan Firdaus menjelaskan tentang Kegiatan Pendampingan Perkebunan
Kadishutbun Kabupaten Pidie Ir Syarkawi memberikan sambutan
sekaligus membuka kegiatan pelatihan petani dan penyuluh. Beliau sangat
mengharapkan kepada petani agar kegiatan pelatihan ini di ikuti dengan baik.
Sehingga nanti apa yang di pelajari saat pelatihan bisa di praktek pada kebun
sendiri, sehingga di harapkan permasalahan kakao dapat teratasi.
Gambar 13. Kadishutbun Kab. Pidie Ir Syarkawi memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan pelatihan petani dan penyuluh
41
Pada saat pelatihan materi yang sangat penting adalah pemangkasan.
Pemangkasan merupakan salah satu tindakan kultur teknis yang cukup penting
dan menjadi keharusan pada tanaman kakao. Pemangkasan harus menjadi
perhatian, karena dengan adanya pemangkasan akan dapat mengatur
pertumbuhan tanaman kakao menjadi lebih seimbang. Pemangkasan pada
tanaman kakao adalah kegiatan pemotongan (pembuangan) bagian tanaman
berupa cabang, ranting, dan daun yang tidak dinginkan.
Tanaman kakao dalam pertumbuhannya memerlukan intensitas sinar
matahari dalam jumlah tertentu. Pengaturan kebutuhan intensitas sinar
matahari pada tanaman kakao dilakukan melalui kegiatan pemangkasan baik
terhadap tanaman kakao itu sendiri maupun tanaman pelindungnya.
PELATIHAN SAMBUNG SAMPING
Disamping pelatihan tentang budidaya kakao sehat, peserta pelatihan
juga diberikan teknik rehab kebun yang tidak lagi produktif dengan teknik
sambung samping. Produktivitas dan mutu kakao tersebut dapat diperbaiki
melalui penerapan teknologi. Salah satu diantaranya yaitu teknologi peremajaan
tanaman dengan teknik sambung samping (side grafting). Melalui metode ini
kita dapat memilih pohon induk yang berproduksi tinggi dengan kualitas baik
yang diambil sebagai entris untuk disambung pada tanaman yang kurang baik,
sehingga tanaman tersebut menjadi baik (Gambar 4)
Gambar 14. Peserta pelatihan sedang melakukan sambung samping dengan entres unggul
42
Teknik sambung samping merupakan teknik perbanyakan tanaman secara
vegetatif dengan menggabungkan bagian dari satu tanaman ke tanaman lain
yang sejenis (se family) sehingga tumbuh menjadi satu tanaman dan mempunyai
sifat yang sama dengan induknya (entrisnya). Hasil penelitian pada tanaman
kakao, sambung samping dapat berproduksi pada umur 9 – 12 bulan sesudah
perlakuan. Rata-rata hasil yang dapat diperoleh dari sambungan yang sudah
produktif sekitar 1,5 ton biji kering. Sambung samping sebaiknya dilakukan pada
awal musim hujan, agar tunas yang tumbuh dari sambungan dapat tumbuh
dengan cepat.
Keuntungan teknologi sambung samping tanaman kakao adalah ;lebih
mudah pelaksanaannya, sehingga areal pertanaman kakao dapat di rehabilitasi
dalam waktu singkat; lebih mudah, dan tanaman kakao lebih cepat berproduksi;
Sementara batang atas belum berproduksi, hasil buah dari batang bawah masih
dapat dipertahankan; batang bawah dapat berfungsi sebagai penaung sementara
bagi batang atas yang sedang tumbuh.
3.3.3 Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Usaha Tani Kakao di Kecamatan Pante Raja Kabupaten Pidie Jaya
Kabupaten Pidie Jaya salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang
mempunyai potensi di bidang perkebunan. Kakao salah satu komoditi
perkebunan setelah sawit dan karet. Pengembangan sumber pendapatan petani
ke depan adalah kebun kakao. Komoditas ini sesuai diusahakan oleh petani
mengingat dapat berbuah terus menerus, pengelolaannya relatif mudah, dan
harga jual biji masih tinggi. Dewasa ini luas areal kakao di Pidie Jaya dilaporkan
sekitar 13.484 hektar.
Kondisi Pertanaman Kakao Rakyat
Dari hasil survey yang dilakukan Maret 2015, diketahui bahwa kondisi
pertanaman umumnya baik, populasi masih relatif penuh. Pemeliharaan tanaman
(pangkasan, pengelolaan tanaman pelindung, pemupukan, pengendalian
hama/penyakit), kebanyakan tidak dilakukan, disebabkan oleh ketidaktahuan
petani karena tidak adanya penyuluhan/pendampingan oleh petugas. Tajuk
43
tanaman rimbun, tanaman yang di lading kebanyakan kurang penaung,
sementara yang diusahakan di pekarangan kelebihan penaung. Kondisi tersebut
menyebabkan pembuahan kurang optimum. Masalah yang cukup
memprihatinkan adalah serangan hama PBK (Penggerek Buah Kakao). Hasil
pengamatan di sembilan (9) desa menunjukkan serangannya telah merata
dengan intensitas ringan sampai berat.
Gambar 15. Kegiatan Pelatihan Petani dan Penyuluh di Aula Kantor Camat Pante Raja Kabupaten Pidie Jaya. Dari kiri Penjab Kegiatan, Kadishutbun Pidie Jaya, Camat Panteraja, Kadis Perlindungan Tanaman
Gambar 16. Penyerahan Alat Tulis menulis kepada Peserta Pelatihan
Kesimpulan dari kondisi pertanaman yang sudah ada bahwa selama dasa
warsa terakhir, kakao merupakan komoditas baru sebagai sumber pendapatan
44
yang penting. Dalam sepuluh tahun terakhir, tanaman ini mulai terserang hama
PBK dengan intensitas ringan sampai berat. Pekebun banyak kehilangan sumber
pendapatan dan mulai malas merawat tanamannya karena belum ada
penyuluhan cara mengendalikannya. Dalam jangka pendek, petani perlu sumber
pendapatan yang memadai. Oleh sebab itu aset kebun kakao yang sudah ada
disarankan untuk diberdayakan kembali mengingat umurnya masih muda, dan
populasi masih penuh. Pemberdayaan tersebut dalam bentuk penanggulangan
masalah yang melekat pada komoditas kakao, yakni serangan hama PBK
(Penggerek Buah Kakao), serta belum dikenalnya cara pemeliharaan tanaman
kakao yang benar. Aplikasi kegiatannya melalui :
Gambar 17. Peserta melakukan foto bersama setelah pelatihan praktek
sambung samping di lahan kebun petani
a. Pelatihan kepada petugas dinas (penyuluh pertanian), serta pengurus
kelompok tani (kader petani desa).
b. Melakukan pendampingan budidaya tanaman sehat, terpadu mulai aspek
prapanen sampai dengan pascapanen.
Kegiatan Pendampingan Komoditi Tebu
Untuk kegiatan pendampingan tebu hanya dilakukan rawat ratoon di
lokasi Desa Suka Makmur Kecamatan Wih Pesam Kab Bener Meriah dan demplot
tebu dengan sitem tanam jurung ganda di Visitor Plot BPTP Aceh.
3.4 Percepatan Proses Diseminasi dengan Penyebaran Media Cetak
Penerbitan dan penyebaran media cetak dalam bentuk leaflet dan poster.
Judul leaflet dan poster yang diterbitkan dan didistribusikan disesuaikan dengan
45
inovasi teknologi tanaman perkebunan yang dibutuhkan. Proses diseminasi
menggunakan media cetak sangat dibutuhkan oleh petani. Media cetak seoerti
leaflet dan poster dengan gambar yang jelas dan tulisan singkat dapat menjadi
pedoman di dalam melakukan budidaya tanaman perkebunan (Kopi, Kakao, dan
Tebu).
Gambar 18. Salah satu poster Pengendalian Hama PBKo Leaflet juga ada tiga judul untuk diseminasi budidaya tanaman kopi diantaranya.
46
Gambar 19. Poster tentang Fermentasi Biji Kakao
Gambar 20. Poster tentang teknik sambung samping
Disamping penyebaran media cetak leaflet dan poster, juga dilakukan
pemutaran video dengan judul budidaya kakao sehat, teknik sambung samping,
dan pengendalian OPT Utama Kakao. Untuk komoditi tebu dilakukan pemutaran
video dengan judul Teknik Juring Ganda.
3.5. Survei Akhir Kegiatan
Survei akhir untuk mengetahui peningkatan adopsi inovasi teknologi dan
permasalahan dalam adopsi teknologi. Survei dilakukan dengan wawancara
terstruktur secara mendalam dengan menggunakan kuesioner dengan petani
47
sampel sebanyak 10 orang petani per lokasi.
Hasil survey akhir adalah disemua lokasi pendampingan kawasan
perkebuan (Kopi, Kakao, dan Tebu) telah terjadi peningkatan pengetahuan
petani dalam memahami teknik budidaya yang baik. Petani sudah memahami
teknik – teknik budidaya kopi seperti pemangkasan, pemupukan dan
pengendalian hama PBKo. Petani sudah mau merawat kebun sendiri, setelah
melihat kebun petani lain yang telah menerapkan teknologi budidaya yang benar.
Terjadi penurunan intensitas serangan hama PBKo setelah petani melakukan
pengendalian hama PBKo secara terpadu dan serentak.
Sementara pada pendampingan kawasan perkebunan komoditi kakao, di
Pidie dan Pidie Jaya terjadi peningkatan pengetahuan petani setelah dilakukan
pendampingan oleh BPTP Aceh. Petani sudah mengerti tentang teknologi
budidaya kakao yang sehat serta teknik sambung samping pada tanaman kakao.
Beberapa teknik budidaya kakao sehat seperti teknik pemangkasan, sanitasi,
pemupukan, serta pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman telah
dilaksanakan pada kebun kakao masing masing petani.
48
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Setelah dilaksanakan kegiatan pendampingan kawasan perkebuan (Kopi,
Kakao, dan Tebu) telah terjadi peningkatan pengetahuan petani dalam
memahami teknik budidaya yang baik. Petani sudah memahami teknik – teknik
budidaya kopi seperti pemangkasan, pemupukan dan pengendalian hama PBKo.
Petani sudah mau merawat kebun sendiri, setelah melihat kebun petani lain yang
telah menerapkan teknologi budidaya yang benar. Terjadi penurunan intensitas
serangan hama PBKo setelah petani melakukan pengendalian hama PBKo secara
terpadu dan serentak.
Sementara pada pendampingan kawasan perkebunan komoditi kakao, di
Pidie dan Pidie Jaya terjadi peningkatan pengetahuan petani setelah dilakukan
pendampingan oleh BPTP Aceh. Petani sudah mengetahui tentang teknologi
budidaya kakao yang sehat serta teknik sambung samping pada tanaman kakao.
Beberapa teknik budidaya kakao sehat seperti teknik pemangkasan, sanitasi,
pemupukan, serta pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman telah
dilaksanakan pada kebun kakao masing masing petani.
4.2. Saran
Pemerintah daerah masing masing lokasi kegiatan pendampingan
kawasan perkebunan dapat melanjutkan kegiatan ini dengan pengembangan
kawasan perkebunan semakin luas. BPTP Aceh telah menyampaikan inovasi
teknologi kepada petani. Semoga petani dapat mengadopsi semua teknologi
untuk meningkatkan produksi.
49
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (2014) Aceh dalam Angka
Aksi Agraris Kanisius, 2010. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius, Yogyakarta.
Baon, J. et.al., 2013. Pengelolaan Kesuburan Tanah Perkebunan Kopi dalam Mewujudkan Usaha Tani yang Ramah Lingkungan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Dinas Perkebunan Provinsi Aceh, 2014. Statistik Perkebunan Propinsi Aceh.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia, Kopi 2001-2003. Jakarta 87p.
Gupta, P.C. & J.C. O’Toole. 1986. Upland Rice A Global Perspective. Manila. IRRI. p360.
Hulupi, R. (2012). Bahan Tanam Kopi yang Sesuai untuk Kondisi Agroklimat di Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15 (1), 64-81.
International Coffee Organization. 2010. Coffee Market Report. Agustus 2004
Iskandar, S. H. (2008). Beberapa Aspek Budidaya Tanaman Perkebunan. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 48 Hal.
50
Lampiran – Lampiran
Tenaga dan Organisasi Pelaksanaan
Anggaran
Uraian Vol Sat Biaya/Sat
(Rp.000)
Jumlah
(Rp.000)
521211
1. Belanja Bahan 12.000
- Fotocopy, Biaya konsumsi temu lapang
1 Keg 12.000 12.000
521213
2.Honor Output Kegiatan
- Upah harian lepas 500 OH 50 25.000
521811
3. Belanja barang utk persediaan konsumsi
134.500
- ATK dan Komputer Suplier 1 Keg 7.000
- Bahan saprodi dan Pendukung 1 Keg 87.500
- Bahan pembantu lapang 1 Keg 20.000
- Biaya Temu lapang 1 Keg 20.000
524111
4. Belanja Perjalanan Biasa 69.000
- Perjalanan ke daerah (perencana- an, pelaksanaan dan monitoring)
69.000
524119
5. Biaya perjalanan paket meting 18.000
- Penginapan 5.400
- uang harian 12.600
TOTAL 258.500
51
Foto Kegiatan
Gambar 1. Kondisi tanaman yang terserang penyakit busuk akar
Gambar 2. Keadaan buah kakao terserang hama dan penyakit
52
Gambar 3. Kadishutbun Pidie Ir Syarkawi sedang menjelaskan keadaan
tanaman kakao di lapangan
Gambar 4. Koordinasi dengan KaDishutbun Kabupaten Pidie Jaya Ir.
Syarkawi
53
Gambar 5. Team BPTP Aceh berfoto bersama dengan PPL saat melakukan survey CPCL
54
Gambar 7. Kadishutbun Kab. Pidie Ir Syarkawi memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan pelatihan petani dan penyuluh
Gambar 8. Kepala Balai dan Penjab Kegiatan P2T3 sedang koordinasi dengan Kadishutbun Bener Meriah
55
Gambar 9. Penjab melakukan wawancara dengan calon petani
56
Gambar 11 Tim BPTP melakukan koordinasi dengan ketua kelompok tani dan penyuluh pertanian untuk menentukan lokasi sampel pengendalian PBKo.
Keterangan : Tim BPTP mempraktekkan cara penggunaan Atrakop 500 L
Gambar 12. Salah seorang petani sedang melakukan pemangkasan
57
Gambar 13. Petani sedang melaksanakan pemangkasan bentuk
58
Gambar 15. Penyerahan alat alat praktek sambung samping kepada ketua kelompok
Gambar 16. Petani sedang melakukan sambung samping
59
Gambar 17. Penjab Kegiatan Firdaus, SP., M.Si Menyampaikan tujuan dan maksud kegiatan Pendampingan kawasan perkebunan (kopi) pada saat kegiatan temu lapang Pengendalian Hama PBKo
Gambar 18. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
60
Gambar 19. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
Gambar 20. Peserta berfoto bersama usai pelatihan materi dan praktek
61
Gambar 21. Penanggung Jawab Kegiatan Firdaus SP., M.Si melakukan koordinasi dengan Kabid Produksi Dishutbun Pidie Jaya Zamri, SP., MM
Gambar 22. Penjab dan Kabid meyempatkan melihat pembibitan petani
62
LEMBARAN PENGESAHAN
13. Judul RDHP : Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian Kawasan Perkebunan (Kopi, Kakao, Dan Tebu)
14. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
15. Alamat Unit Kerja : Jl. P. Nyak Makam No 27 Lampineung Banda Aceh
16. Sumber Dana : APBN
17. Status Penelitian : Baru (B)
18. Penanggung Jawab :
a. Nama : Firdaus, SP., M.Si
b. Pangkat/Golongan : Penata, III/c
c. Jabatan : Penyuluh Muda
19. Lokasi : Desa Sp. Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah, Desa Jurong Ano Kecamatan Padang Tiji Kab Pidie, Desa Pante Raya Kabupaten Pidie Jaya)
20. Agroekosistem : Dataran rendah, dan tinggi
21. Tahun Mulai : Januari 2015
22. Tahun Selesai : Desember 2015
23. Output : Terdiseminasi Teknologi Budidaya Terpadu Tanaman Perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) kepada pengguna (petani)
24. Biaya : Rp. 258,500,000, -
Koordinator Program Penanggung Jawab
RDHP,
Dr. Rachman Jaya, M.Si Firdaus, SP., M.Si NIP. 19740305 200003 1 001
NIP. 19710805 200604 1 002
Kepala Balai,
Ir. Basri AB, M.Si NIP. 19591226 198303 1 002
63
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan Akhir dengan judul ”Pendampingan Pengembangan
Kawasan Pertanian Kawasan Perkebunan (Kopi, Kakao, Dan Tebu)”.
Kegiatan ini bertujuan Mempercepat arus diseminasi Teknologi Budidaya
Terpadu Tanaman Perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) kepada pengguna
(petani).
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat di dalam kegiatan
ini yang telah banyak membantu dalam melaksanakan kegiatan ini di lapangan
sejak awal sampai kegiatan ini terlaksana dengan baik hingga siapnya laporan
akhir ini.
Demikian laporan ini kami buat dan kami sampaikan segala kritikan dan
saran yang membangun terhadap laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Banda Aceh, Desember 2015 Penanggung Jawab Kegiatan, Firdaus, SP., M.Si
NIP. 19710805 200604 1 002
64
RINGKASAN
1. Judul RPTP : Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian Kawasan Perkebunan (Kopi, Kakao, Dan Tebu)
2. Unit Kerja : BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
3. Lokasi : Desa Sp. Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah, Desa Jurong Ano Kecamatan Padang Tiji Kab Pidie, Desa Pante Raya Kabupaten Pidie Jaya)
4. Agroekosistem : DATARAN RENDAH, DAN TINGGI
5. Status : BARU
6. Tujuan : Mendiseminasi Teknologi Budidaya Terpadu Tanaman Perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) kepada pengguna (petani)
7. Keluaran : (1) Diadopsi minimal 30% inovasi teknologi Budidaya tanaman perkebunan (Kopi, Kakao, dan Tebu) secara terpadu) (2) Terjadi peningkatan produktivitas tanaman perkebunan 10% dibandingkan sebelum diadopsi teknologi.
8. Hasil : Terjadinya perubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap petani
9. Prakiraan Manfaat : Dapat meningkatkan kesejahteraan petani,
10. Prakiraan Dampak : Terjadi peningkatan produktivitas kopi, kakao dan tebu
11. Prosedur : Kegiatan pendampingan tanaman perkebunan terdiri dari 3 kegiatan utama dengan uraian pelaksanaan sebagai berikut: 3. Survei awal (baseline survey) untuk
mengetahui tingkat adopsi inovasi dan kebutuhan inovasi teknologi. Survei ini bertujuan untuk melihat keragaan penerapan inovasi teknologi dan kebutuhan inovasi teknologi. Survei dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara terstruktur secara mendalam.
4. Diseminasi inovasi teknologi dengan pola/model SDMC yang diawali dengan sosialisasi dan advokasi,
65
Pelatihan petani dan penyuluh, pembuatan dan penyebarluasan media cetak serta pelaksanaan peragaan (demplot) inovasi teknologi budidaya tanaman perkebunan yang dibutuhkan petani. Pelaksanaan dari masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
f. Sosialisasi dan advokasi dilakukan terhadap pemangku kepentingan di lokasi penelitian, seperti: penyuluh, camat, tuha peut, ketua kelompok tani, alim ulama dan pemuka masyarakat yang ada lokasi.
g. Pelatihan petani dan penyuluh tentang teknologi budidaya tanaman perkebunan (kopi, kakao, dan tebu) terpadu terhadap 50 orang petani kakao dan 10 orang penyuluh lapangan per masing-masing lokasi kegiatan. Materi pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan hasil survei awal.
h. Penerbitan dan penyebaran media cetak dalam bentuk leaflet dan poster. Judul leaflet dan poster yang diterbitkan dan didistribusikan disesuaikan dengan inovasi teknologi tanaman perkebunan yang dibutuhkan.
i. Pemutaran video budidaya tanaman perkebunan.
j. Setiap petani kooperator dilakukan pendampingan tentang teknik budidaya teknologi secara terpadu.
3. Survei akhir untuk mengetahui peningkatan adopsi inovasi teknologi dan permasalahan dalam adopsi teknologi. Survei dilakukan dengan wawancara terstruktur secara mendalam dengan menggunakan kuesioner dengan petani sampel sebanyak 10 orang petani per lokasi.
12. Jangka Waktu : 1 TAHUN
13. Biaya : RP 258,500,000,- (DUA RATUS LIMA PULUH DELAPAN JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH)
66
SUMMARY
1. Title : Region Agricultural Area Development Assistance Plantation (coffee, cocoa, and sugarcane)
2. Implementation Unit : BPTP Aceh
3. Location : Desa Sp. Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah, Desa Jurong Ano Kecamatan Padang Tiji Kab Pidie, Desa Pante Raya Kabupaten Pidie Jaya)
4. Agroecosystem : High Land
5. Status : NEW
6. Objectives
: Disseminating Integrated Crops Cultivation Technology (coffee, cocoa, and sugarcane) to the users (farmers)
7. Output
: (1) Adopted at least 30% of technological innovation cultivation of plantation crops (coffee, cocoa, and sugarcane) in an integrated manner) (2) An increase in the productivity of plantations of 10% compared to before the adoption of technology
8. Outcome
: Changes in knowledge, skills and attitudes of farmers
9. Expected benefit : To improve the welfare of farmers,
10. Expected impact : An increase in productivity of coffee, cocoa and sugar cane
11. Procedure
: Mentoring activities of plantation crops consists of three major activities with the implementation of the following descriptions: 1. The initial survey (baseline survey) to determine the level of adoption of innovation and the need for technological innovation. This survey aims to look at the performance of the application of technological innovation and the need for technological innovation. The survey was conducted by the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth structured interviews.
67
2. The dissemination of technological innovation with the pattern / model SDMC that begins with socialization and advocacy, training of farmers and extension workers, manufacture and distribution of print media as well as the implementation of demonstration (pilot project) plantation crop cultivation technology innovation needed by farmers. Implementation of each activity are as follows: a. Dissemination and advocacy carried out on stakeholders in the research sites, such as: extension, district, tuha peut, farmer groups, clergy and community leaders that no location. b. Training of farmers and extension agents on technology cultivation of plantation crops (coffee, cocoa, and sugar cane) is integrated to 50 cocoa farmers and 10 extension field per each operational site. The training material is adjusted to the results of the initial survey. c. Publishing and distribution of print media in the form of lea fl ets and posters. Title lea fl ets and posters were published and distributed customized with plantations of technological innovation is needed. d. Video playback cultivation of plantation crops. e. Each farmer cooperators do mentoring on cultivation techniques of integrated technology. 3. The final survey to determine the increased adoption of technological innovations and issues in technology adoption. The survey was conducted with in-depth structured interviews using a questionnaire with a sample of 10 peasant farmers per location.
12. Duration : 1 YEAR
13. Budget : RP 258,500,000, - (Two Hundred And Fifty Eight Million Five Hundred Thousand Rupiah)
68
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar ii
Ringkasan iii
Summary v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
I. Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Dasar Pertimbangan 4
1.3 Tujuan 4
1.4 Keluaran 5
II. Prosedur Pelaksanaan 6
2.1 Tahapan Kegiatan 6
2.2 Waktu dan Tempat 7
2.3 Bahan dan Alat
III. Hasil dan Pembahasan 8
3.1 Gambaran Umum Lokasi Kegiatan 8
3.1.1. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan
Pendampingan Perkebunan Kopi 8
3.1.2. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan
Pendampingan Perkebunan Kakao di Kabupaten Pidie. 10
3.1.3. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan
Pendampingan Perkebunan Kakao di Kabupaten Pidie
Jaya
11
3.2 Survei Awal 12 3.2.1. Mengenal lebih dekat Hama Penggerek
Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei 13
3.2.2. Permasalahan Utama Kakao adalah Serangan Hama dan Penyakit
17
3.2.3. Peningkatan Produksi Tebu dengan Sistem Tanam Juring Ganda
18
3.3 Pelatihan Petani dan Penyuluh 20 3.3.1. Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian
dalam Rangka Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Budidaya Tanaman Kopi di Desa Simpang Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah
20
3.3.2. Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Usaha Tani Kakao di Desa Jurong Ano Paloh
24
69
3.3.3 Pelatihan Petani dan Penyuluh Pertanian untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Usaha Tani Kakao di Kecamatan Pante Raja Kabupaten Pidie Jaya
29
3.4 Percepatan Proses Diseminasi dengan Penyebaran Media Cetak
31
3.5 Survei Akhir Kegiatan 33
IV. Kesimpulan dan Saran 35 4.1 Kesimpulan 35 4.2 Saran 35
Daftar Pustaka 36 Lampiran - lampiran 37
1 Tenaga dan Organisasi Pelaksanaan 37 2 Anggaran 38 3 Foto Kegiatan 39
70
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Data luas, produksi dan produktivitas kopi di tiga kabupaten 1 Tabel 2. Perkembangan luas areal dan produksi tebu perkebunan
rakyat di Provinsi Aceh, 2013-2014 4
Tabel 3. Rincian nama kecamatan, mukim dan desa Kabupaten Bener Meriah
8
Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Menurut Kecamatan di Kabupaten Bener Meriah
9
71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Kabupaten Bener Meriah
9
Gambar 2. Potensi Kakao di Kabupaten Pidie Jaya 13.484 Ha 12
Gambar 3. Ukuran sebenarnya (A) Gejala serangan (B) Imago Hama PBKo diperbesar (C) Pupa didalam biji kopi (D)
13
Gambar 4. Gejala serangan hama PBK dan penyakit busuk buah 18
Gambar 5. Kondisi tanaman tebu petani varietas lokal di Desa Suka Makmur
19
Gambar 6. Penjab Kegiatan Firdaus, SP., M.Si Menyampaikan tujuan dan maksud kegiatan Pendampingan kawasan perkebunan (kopi) pada saat kegiatan temu lapang Pengendalian Hama PBKo
22
Gambar 7. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
23
Gambar 8. Petani sedang mengikuti materi Budidaya Tanaman Kopi Terpadu di Ruangan.
23
Gambar 9. Peserta berfoto bersama usai pelatihan materi dan praktek dilapangan
24
Gambar 10. Ketua kelompok tani sedang membagikan alat tulis menulis kepada peserta
25
Gambar 11. Sambutan Ketua Kelompok Tani Bapak Keuchik Nasir 26
Gambar 12. Penjab Kegiatan Firdaus menjelaskan tentang Kegiatan Pendampingan Perkebunan
27
Gambar 13. Kadishutbun Kab. Pidie Ir Syarkawi memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan pelatihan petani dan penyuluh
27
Gambar 14. Peserta pelatihan sedang melakukan sambung samping dengan entres unggul
28
Gambar 15. Kegiatan Pelatihan Petani dan Penyuluh di Aula Kantor Camat Pante Raja Kabupaten Pidie Jaya. Dari kiri Penjab Kegiatan, Kadishutbun Pidie Jaya, Camat Panteraja, Kadis Perlindungan Tanaman
30
Gambar 16. Penyerahan Alat Tulis menulis kepada Peserta Pelatihan
30
72
Gambar 17. Peserta melakukan foto bersama setelah pelatihan praktek sambung samping di lahan kebun petani
31
Gambar 18. Salah satu poster Pengendalian Hama PBKo 32
Gambar 19. Poster tentang Fermentasi Biji Kakao 32
Gambar 20. Poster tentang teknik sambung samping 34
73
LAPORAN AKHIR
FIRDAUS
PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN KAWASAN
PERKEBUNAN (KOPI, KAKAO, DAN TEBU)
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN 2015
74