analisis kebijakan pembangunan pertanian...

51
Laporan Akhir Kegiatan ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH Oleh : T. Iskandar M. Ferizal Syukri Hasan Jamal Khalid Nurlaili Junaidi Yusuf Ratna Elis Rajab Setia Budi Ahmad Firdaus M. Ismail Eka Fitria Saifullah Nur Aida Fitri BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) NAD BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENETRIAN PERTANIAN 2011

Upload: tranhuong

Post on 05-Feb-2018

246 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

Laporan Akhir Kegiatan

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH

Oleh :

T. Iskandar M. Ferizal

Syukri Hasan Jamal Khalid

Nurlaili Junaidi Yusuf

Ratna Elis Rajab Setia Budi

Ahmad Firdaus

M. Ismail Eka Fitria Saifullah

Nur Aida Fitri

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) NAD BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENETRIAN PERTANIAN 2011

Page 2: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

laporan tahunan kegiatan Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian Provinsi Aceh

tahun anggaran 2011.

Kegiatan Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian Provinsi Aceh bertujuan

untuk menemukan solusi permasalahan pertanian atau issu aktual yang terjadi di

tingkat petani maupun pemerintah daerah. Oleh karena itu Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) NAD selaku lembaga penelitian menganalisis akar

permasalahan dan menemukan tahapan-tahapan penyelesaian yang

direkomendasikan kepada pemerintah daerah dengan harapan dapat menjawab

permasalahan di tingkat petani.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Kepala Balai dan teman-teman yang

terlibat di dalam tim kegiatan ini yang telah banyak membantu dalam melaksanakan

kegiatan ini dilapangan sejak dari awal sehingga kegiatan Analisis Kebijakan

Pembangunan Pertanian Provinsi Aceh ini terlaksana dengan baik hingga siapnya

laporan akhir ini. Demikian laporan ini kami buat dan kami sampaikan segala kritikan

dan saran yang membangun terhadap laporan ini kami ucapkan terima kasih.

Banda Aceh, Desember 2011 Penanggung Jawab Kegiatan, Ir. T. Iskandar, M.Si NIP. 19580121 198303 1 001

Page 3: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

iii

ABSTRAK

Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian Di Provinsi Aceh; Respon Terhadap Isu Aktual. Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian di Provinsi Aceh, berbagai permasalahan dan

isu kebijakan dapat muncul setiap saat. Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian tersebut memerlukan kajian untuk menyiapkan bahan

kebijaksanaan secara cepat dan tepat baik yang bersifat antisipatif atau yang menjawab

permasalahan yang berkembang. Studi analsis kebijakan bertujuan untuk: (a)

menginventarisir berbagai issu dan masalah pembangunan pertanian yang berkembang di

masyarakat; (b) melakukan berbagai kajian spesifik tentang issu dan maslah pembangunan pertanian; (c) memberikan masukan kepada pengambil kebijakan tentang berbagai issu dan

masalah pembangunan pertanian dari hasil penelitian yang dilakukan secara cepat dan lengkap. Studi ini berupa kegiatan penelitian dengan menggunakan metoda: (1) Survey:

untuk mendapatkan data dan informasi teknis dan sosial ekonomi yang bersifat responsive

dan berorientasi partisipatif, (2) Desk study: analisis data-data sekunder yang menunjang

berkaitan dengan topik yang atau objek yang sedang dipelajari. Topik kajian dalam

penelitian ini adalah masalah dan isu kebijaksanaan yang aktual yang terkait dengan sektor

pertanian. Data yang dikumpulkan dalam meliputi data sekunder dan data primer. Penarikan

sampel menggunakan teknik kuota sampling yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjawab permasalahan yang dikaji tetap berpegang pada prinsip representatif.

Analisis yang digunakan akan disesuaikan dengan topik kajian dan landasan teoritis yang

mendukung. Metode analisis data dapat dilakukan baik secara statistik maupun deskriptif.

Kata Kunci : Analisis kebijakan, pembangunan pertanian, respons dan issu aktual

Page 4: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

iv

ABSTRACT

Policy Analysis of Agricultural Development in the Aceh Province; Response

to Current Issues. In the implementation of agricultural development in the province

of Aceh, a variety of problems and policy issues can arise at any time. Various problems and

issues of agricultural development policy require the review of policies to prepare

materials quickly and accurately either the anticipatory or the answer is a

growing problem. Policy analysis study aimed to: (a) an inventory of the various issues and problems of agricultural development in society, (b) perform a variety of specific studies

about the issue and an issue of agricultural development, (c) provide input to policy makers about various issues and problems of agricultural development from

the results of research conducted quickly and completely. This study is a research

activity using the method: (1) Survey: to get the data and technical and socio economic information that is responsive and participatory oriented, (2) Desk

study: secondary analysis of data that support related to the topic or object being

studied. Topics in this research study are the problem and the actual policy issues related

to the agricultural sector. The data includes data collected in the secondary and primary

data. Sampling using quota sampling technique that amount adjusted to the needs to address issues that were examined to stick to the principle of representative. The analysis

used will be tailored to the topic of study and theoretical foundation that supports. Methods of data analysis can be performed both statistical and descriptive. Keywords: policy analysis, agricultural development, response and actual issues

Page 5: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

v

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ i

KATA PENGANTAR ....................................................................... ii

RINGKASAN ............................................................................... iii

ABSTRACT .................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................ v

DAFTAR TABEL ........................................................................... vi

I. PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................. 1

1.2. Tujuan ............................................................................... 4

1.5. Perkiraan Keluaran .............................................................. 4

1.6. Perkiraan hasil .................................................................... 4

1.7. Perkiraan manfaat dan dampak ............................................ 5

II. PROSEDUR PELAKSANAAN ................................................... 6

2.1. Persiapan ............................................................................ 6 2.2. Bahan dan Alat .................................................................... 6 2.3 Ruang Lingkup kegiatan ....................................................... 6 2.4 Pendekatan ......................................................................... 7 2.5. Waktu dan tempat ............................................................... 8 2.6. Metode analisis .................................................................... 9 2.7. Pelaporan ........................................................................... 15

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 16 3.1. Ketersediaan Benih di tingkat Petani ...................................... 16 3.2. Perkembangan Penangkar Benih ........................................... 17 3.3. Potensi Wilayah dan Hasil Perbanyakan Benih ........................ 17

3.4. Kebutuhan Benih dan Jenis Varietas yang digunakan .............. 26 3.5. Pembinaan Kelompok Penangkaran Benih .............................. 37 IV. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 40 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................ 41

Page 6: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

vi

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Ruang lingkup Kegiatan Perbanyakan Benih Padi dan Kedelai

Mendukung Program SLPTT di Provinsi Aceh...........................................

7 2. Perbanyakan Benih Padi dan kedelai Mendukung Program SLPTT di

Provinsi Aceh .......................................................................................

9 3. Daftar jenis varietas, kelas benih, luas tanam dan jumlah petani yang

terlibat dalam kegiatan perbanyakan benih di Kabupaten Aceh Barat Daya....................................................................................................

19 4. Daftar jenis varietas padi, kelas benih, jumlah benih hasilkan serta yang

disertifikasi pada kegiatan perbanyakan benih di Kabupaten Aceh Barat Daya ...................................................................................................

20 5. Daftar jenis varietas padi, kelas benih, luas tanam dan jumlah petani

yang terlibat dalam kegiatan perbanyakan benih di Kabupaten Pidie ........

22 6. Daftar jenis varietas padi, kelas benih, jumlah benih hasilkan serta yang

disertifikasi pada kegiatan perbanyakan benih di Kabupaten Pidie ...........

22

7. Daftar jenis varietas kedelai, kelas benih, luas tanam dan jumlah petani pelaksana dalam kegiatan perbanyakan benih kedelai di Kabupaten Pidie....................................................................................

23 8. Daftar jenis varietas kedelai, kelas benih, jumlah benih hasilkan serta

yang disertifikasi pada kegiatan perbanyakan benih di Kabupaten Pidie....................................................................................................

23

9. Daftar jenis varietas kedelai, kelas benih, luas tanam dan jumlah petani pelaksana dalam kegiatan perbanyakan benih kedelai di Kabupaten Pidie Jaya.....................................................................................................

25 10. Daftar jenis varietas kedelai, kelas benih, jumlah benih hasilkan serta

yang disertifikasi pada kegiatan perbanyakan benih di Kabupaten Pidie Jaya..................

25

Page 7: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian dipengaruhi oleh dinamika lingkungan strategis

baik global maupun dalam negeri. Perubahan lingkungan strategis global yang

mengarah kepada semakin kuatnya liberalisasi dan globalisasi perdagangan akan

membawa berbagai konsekuensi terhadap daya saing komoditas pertanian

Indonesia di pasar global. Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas sangat

mempengaruhi seluruh sendi kehidupan di dunia termasuk sektor pertanian yang

merupakan andalan bagi sebagian besar negara berkembang (Kasryno et al,

2002). Untuk mendukung arah pembangunan nasional menyongsong era

globalisasi maka pembangunan sektor pertanian diarahkan kepada pembangunan

agribisnis yang tangguh dan bertumpu pada potensi daerah dengan pendekatan

agribisnis. Pendekatan agribisnis memberi perhatian kepada usaha-usaha

peningkatan efisiensi dan kelestarian daya dukung sumberdaya pertanian.

Pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami pertumbuhan sebesar 5,32 persen.

Sementara bila melibatkan minyak dan gas (migas) pertumbuhan yang terjadi

sebesar 2,64 persen. Sektor pertanian masih menjadi penopang utama PDRB

Aceh dengan sumbangan sebesar 34 persen. Hampir seluruh sektor ekonomi

yang membentuk PRDB mengalami peningkatan. Namun demikian, pertumbuhan

ekonomi Aceh ini masih di bawah nasional yang tumbuh 6,1 persen dengan

migas, dan 6,6 persen tanpa migas. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor

listrik dan air bersih (16,97 persen), pengangkutan dan komunikasi (6,57

persen), perdagangan, hotel dan restauran (6,536 persen), keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan (5,54 persen), sektor bangunan (5,11 persen),

pertanian (5,02 persen), dan terakhir sektor jasa-jasa (3,62 persen).

Meskipun pertumbuhan sektor pertanian berada di bawah rata-rata

pertumbuhan PDRB, tetapi sektor ini masih tetap menjadi penyumbang terbesar

dalam pembentukan PDRB Aceh, baik tanpa migas maupun dengan migas.

Dengan migas kontribusi sektor pertanian mencapai 28,34 persen sedangkan

tanpa migas mencapai 34 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor

pertanian memegang peranan penting dalam proses pembangunan secara

keseluruhan. Di masa sekarang, sektor pertanian diharapkan memegang peranan

Page 8: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

2

penting dalam penyediaan pangan dan penciptaan lapangan kerja bagi

masyarakat. Dengan demikian kebijakan pembangunan pertanian yang tepat di

Provinsi Aceh menjadi hal yang sangat penting dalam penurunan tingkat

kemiskinan dan percepatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian di Provinsi Aceh, berbagai

permasalahan dan issu kebijakan dapat muncul setiap saat. Permasalahan-

permasalahan seperti terjadinya konflik di Aceh yang berkepanjangan telah

menggangu terlaksananya pembangunan pertanian menyebabkan terpuruknya

perekonomian masyarakat, lapangan kerja tidak terbuka, dan bertambahnya

pengangguran. Bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami pada akhir

tahun 2004 telah memunculkan kebutuhan berbagai kebijakan untuk mengatasi

kerusakan lahan pertanian dan mengembalikan kehidupan ekonomi petani yang

hancur. Beberapa issu kebijakan pertanian penting lainnya yang perlu dicermati

misalnya perubahan iklim secara global, pengurangan subsidi pupuk, bantuan

langsung tunai kepada masyarakat, dan peningkatan daya saing komoditas

unggulan daerah.

Berbagai permasalahan dan issu-issu kebijakan pembangunan pertanian

tersebut memerlukan kajian untuk menyiapkan bahan kebijaksanaan secara

cepat dan tepat baik yang bersifat antisipatif atau yang menjawab permasalahan

yang berkembang.

1.2. Tujuan :

a. Menginventarisir berbagai issu dan masalah pembangunan pertanian

yang berkembang di masyarakat.

b. Melakukan berbagai kajian spesifik tentang issu dan masalah

pembangunan pertanian yang berkembang di masyarakat secara cepat

dan lengkap.

c. Memberikan masukan kepada pengambil kebijakan tentang berbagai issu

dan masalah pembangunan pertanian dari hasil penelitian yang

dilakukan secara cepat dan lengkap.

Page 9: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

3

1.3. Perkiraan Keluaran

a. Data dan informasi tentang dinamika permasalahan pembangunan

pertanian di Provinsi Aceh.

b. Data dan informasi mengenai dampak kebijaksanaan terhadap

sumberdaya, produksi dan pendapatan.

c. Bahan rumusan alternatif kebijaksanaan untuk mengatasi berbagai

masalah pembangunan pertanian.

1.4. Perkiraan Hasil

Tersedianya data base dan informasi tentang permasalahan

pembangunan pertanian dan dampak kebijakan terhadap produksi dan juga

pendapatan petani, serta sebagai bahan rumusan kebijakan untuk mengatasi

permasalahan tersebut.

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Dengan tersedianya hasil analisis terhadap isu dan permasalahan aktual

pembangunan pertanian di Provinsi Aceh secara cepat, maka akan cepat tersedia

bahan masukan bagi pengambil kebijakan di daerah untuk menentukan langkah

kebijakan dalam merespon isu dan permasalahan pembangunan pertanian secara

cepat dan tepat. Dengan demikian kebijakan yang akan ditempuh adalah

berdasarkan hasil kajian ilmiah dan didasarkan pada fakta kuantitatif dan

kualitatif.

Page 10: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

4

II. PROSEDUR PELAKSANAAN

2.1. Ruang Lingkup

Seperti telah disebutkan di atas, yang termasuk dalam topik kajian dalam

penelitian ini adalah masalah dan isu kebijaksanaan yang berlangsung (isu

hangat) yang terkait dengan sektor pertanian. Oleh sebab itu, agar tidak

ketinggalan dan kehilangan relevansi, analisi kebijaksanaan ini perlu dilakukan

secara cepat sehingga diperoleh hasil kajian yang masih tetap relevan untuk

perumusan kebijaksanaan. Meskipun demikian, metoda penelitian ini akan tetap

memperhatikan landasan teoritis dan mempertahankan objektivitas.

2.2. Pendekatan

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan, antara lain : (i) informasi

relevan dalam bentuk perumusan kebijaksanaan, dan (ii) rekomendasi

kebijaksanaan. Bentuk penyajian berupa : (i) memo atau policy brief untuk

masalah sensitif, (ii) bahan untuk Rakorbang di Provinsi Aceh , dan (iii) makalah

kerja untuk masalah kebijaksanaan yang tidak sensitif. Adapun pengguna hasil

kajian ini sangat terbatas, antara lain: (i) Gubernur Provinsi Aceh (ii) Dinas

lingkup pertanian, (iii) Kepala Biro Perekonomian, Bappeda, serta (iv) beberapa

Eselon II lingkup Provinsi Aceh. Penelitian ini akan dilaksanakan oleh peneliti

BPTP Aceh Pertanian dan berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait di

daerah. Pemilihan lokasi penelitian disesuaikan dengan topik kajian.

2.3. Metode Analisis

Penarikan Contoh dan Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan

data primer. Data sekunder adalah data mengenai perkembangan sektor

pertanian dalam bentuk data deret waktu 15 tahun terakhir, sedangkan data

primer adalah data mengenai dampak dari suatu kebijaksanaan pembangunan

yang diperoleh dengan teknik pemahaman secara singkat (Rapid Appraisal).

Penarikan contoh untuk memperoleh data primer menggunakan teknik kuota

sampling yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjawab

permasalahan yang dikaji tetap berpegang pada prinsip representatif.

Page 11: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

5

2.4. Analisis Data

Untuk menjawab tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini

seperangkat analisis yang digunakan akan disesuaikan dengan topik kajian dan

landasan teoritis yang mendukung. Metode analisis data dapat dilakukan baik

secara statistik maupun deskriptif.

2.5. Waktu dan Tempat

Secara umum waktu pelaksanaan kegiatan Analisis Kebijakan

Pembangunan Pertanian Provinsi Aceh ini telah dimulai pada bulan Januari s/d

Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat,

Pidie, Pidie Jaya, Aceh Tengah, dan Bener Meriah.

Page 12: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

6

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahun 2011 telah dilakukan dua kegiatan analisis terhadap issu

aktual yang berkembang dan menjadi perhatian pemerintah serta masyarakat

luas di Provinsi Aceh. Dua kegiatan analisis yang telah selesai dilaksanakan dan

telah direkomendasikan ke pemerintah daerah (gubernur dan kepala dinas

terkait) adalah:

1. Analisis dampak pemanasan global terhadap produktivitas kopi Arabika Gayo.

2. Analisis Perberasan di Provinsi Aceh

3.1. Komoditas Kopi Arabika

Dataran tinggi Gayo yang berada di kabupaten Aceh Tengah dan Bener

Meriah semakin panas. Suhu udara sepanjang lima tahun terakhir terus

mengalami peningkatan dan mulai memberi dampak mengkhawatirkan. Tahun

2011 ini diperkirakan produktivitas kopi Arabika akan merosot hingga 20%. Data

stasiun pemantauan iklim di Aceh Tengah yang dianalisis oleh dosen Fakultas

Pertanian Unsyiah Prof. Abu Bakar Karim dan Ashabul Anhar, menunjukkan

sepanjang tahun 1940 hingga 2009 (69 tahun), telah terjadi peningkatan suhu

udara sebesar 2,63oC atau terjadi kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,05oC setiap

tahunnya.

Disamping itu pola dan curah hujan juga berubah. Pola hujan telah

bergeser yang ditandai makin lamanya berlangsung musim kering. Meski

demikian intensitas hujan yang turun justeru semakin besar. Kenaikan suhu 2oC

itu sudah pada fase mengkhawatirkan, kenaikan suhu akan memicu hama

tanaman bermigrasi dari sebelumnya berkembang di wilayah 800 m dpl

berpindah ke lokasi lebih tinggi di wilayah 1.000 hingga 1.200 m dpl. Masalahnya

60% wilayah kopi Arabika di Aceh Tengah berada di wilayah 100 hingga 1.200

mdpl sehingga nanti lahan kopi kita yang tersisa tinggal yang di atas 1.200 mdpl.

(Harian Serambi, 2011a).

Produksi kopi Arabika di Kabupaten Bener Meriah, provinsi Aceh, pada

musim panen 2011 mengalami penurunan 30 persen, karena dampak dari

perubahan cuaca. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bener Meriah

Darussalam di Redelong, produksi kopi Arabika di daerahnya sekarang ini turun

dari satu tonper hektare menjadi 700 kg/ha, karena pengaruh iklim secara

Page 13: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

7

global. ”Produksi turun karena akibat frekuensi curah hujan yang tinggi, sehingga

membuat tidak terjadi pembuahan kopi,” katanya.

Idealnya, dalam setahun musim hujan adalah tiga bulan, sehingga bunga-

bunga kopi yang akan menjadi buah terjadi proses pembuahan. Bunga kopi yang

seharusnya terjadi proses penyerbukan menjadi gagal dan berganti dengan

menjadi daun-daun yang rimbun akibat terus diguyur hujan (WaspadaOnline,

2011).

Dataran tinggi Gayo merupakan suatu kawasan yang meliputi tiga

kabupaten yaitu kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Ketiga

daerah ini merupakan penghasil kopi Arabika Gayo namun kabupaten Aceh

Tengah yang paling luas areal tanamnya sebesar 48.000 ha, diikuti Bener Meriah

seluas 39.430 ha dan Gayo Lues 3.938 ha. Dataran tinggi Gayo yang memiliki

ketinggian 600 - 1.200 m bahkan sampai 1.400 m dari permukaan laut sangat

cocok untuk pengembangan pertanian, seperti sayur-sayuran dan juga tanaman

tahunan seperti kopi. Hal ini sudah berlangsung lama, artinya masyarakat yang

tinggal di daerah Gayo telah menentukan pilihan sebagai penghasil pertanian.

Karena itu juga sekitar 90 persen masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Jadi

tidak ada alasan bagi mereka yang tinggal di Gayo tidak mengetahui bagaimana

menjaga dan meningkatkan sistem pertanian yang mengarah nanti pada

peningkatan hasil.

Sebelumnya perhatian masyarakat masih terbagi dua antara bersawah

dengan berkebun kopi, setiap anggota masyarakat memiliki sawah dan kebun

kopi, tapi dengan perluasan wilayah tempat tinggal juga keadaan alam dengan

semakin sulitnya air, sawah semakin lama semakin berkurang. Sedang kebun

kopi semakin luas sementara itu juga batas wilayah tidak mungkin bertambah

lebar, maka sudah seharusnya keseriusan masyarakat tertumpu pada lahan

perkebunan kopi.

3.1.1 Kabupaten Aceh Tengah

Secara geografis kabupaten Aceh Tengah terletak antara 4o 10’33” – 5o

57’50” LU dan 95o 15’40” – 97o 20’25” BT dengan ketinggian rata-rata 200 –

2600 m dpl. Kabupaten ini memiliki luas wilayah mencapai 4.318,39 km2 dengan

jumlah penduduk sebanyak 175.527 jiwa, adapun yang mengupayakan tanaman

kopi Arabika mencapai 34.476 KK pada tahun 2010 (BPS, 2010).

Page 14: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

8

Tabel 1. Data Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Laju Pertumbuhan Kopi Arabika Kabupaten Aceh Tengah

Tahun

Kabupaten Aceh Tengah

Luas Panen

(ha) %

Produktivitas

(t/ha) %

Produksi

(ton) %

2003 3834 0 5.63 0 21593 0

2004 5238 36.62 3.79 (32.65) 19867 (7.99)

2005 5238 0 3.79 0 19867 0

2006 3742 (28.56) 6.08 60.34 22757 14.55

2007 31750 748.48 0.72 (88.21) 22757 0

2008 38703 21.90 0.72 0.17 27789 22.11

2009 39203 1.29 0.72 0.70 28344 2.00

2010 34982 (10.77) 0.72 (0.48) 25171 (11.19) Sumber: BPS provinsi Aceh, diolah. Keterangan: nilai dalam kurung adalah minus (laju menurun)

Gambar 1. Grafik Luas Panen dan Produksi Kopi Arabika Kabupaten Aceh Tengah

Sumber: BPS provinsi Aceh, diolah

Berdasarkan data dari BPS tersebut di atas terlihat bahwa dari tahun 2002

hingga 2010 terjadi peningkatan luas areal penanaman kopi Arabika di

kabupaten Aceh Tengah, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 109,8% pada

tanaman menghasilkan (Luas Panen), dan produksi sebesar 2,78% per tahun.

Kedua angka pertumbuhan tersebut menunjukkan begitu besarnya perhatian dan

keinginan masyarakat untuk terus mengembangkan komoditas kopi Arabika di

daerah tersebut yang memang sesuai agroklimatnya.

Terlihatnya data yang sama antara tahun 2004 dengan 2005 merupakan

imbas dari pemekaran wilayah kabupaten Aceh Tengah menjadi kabupaten Bener

Meriah, sehingga mempengaruhi infrastruktur pencatatan data produksi maupun

Page 15: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

9

luas areal penanaman kopi Arabika di wilayah ini. Namun terlihat peningkatan

produksi dan luas areal pemanenan dari tahun sebelumnya.

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebagai dampak

membaiknya stabilitas keamanan dan perekonomian masyarakat setelah

berakhirnya masa konflik internal di Provinsi Aceh yang ditandai dengan MoU

Helsinki pada 15 Agustus 2005. Kondisi ini membuat masyarakat petani kopi

khususnya berani kembali ke kebun untuk mengusahakan tanaman kopi mereka.

Selain mulai bergairahnya petani, pemerintah daerah, dan elemen masyarakat

lainnya pun mulai menata kembali perekonomian perkopian Aceh dengan

membentuk berbagai asosiasi petani maupun pedagang kopi Aceh, salah satu

lembaga yang paling intensif memberikan perhatian pada pengembangan kopi

Arabika Gayo adalah Aceh Partnerships for Economic Development (APED) yang

dibentuk oleh pemerintah daerah dan United Nation Development Program

(UNDP).

Membaiknya perekonomian di Aceh Tengah juga dapat dilihat dari data

BPS yang menunjukkan pada tahun 2006 pertumbuhan sektor pertanian sebesar

7,39% dan pertumbuhan ekonomi regional juga tinggi sebesar 7,42%.

Pertumbuhan sektor pertanian mengalami pasang surut selama lima tahun

terakhir. Sektor inilah yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

regional Aceh Tengah, sehingga dapat kita lihat bahwa ketika pertumbuhan

sektor ini tingggi, maka tinggi pula pertumbuhan ekonomi, demikian sebaliknya.

Menyikapi perbaikan perekonomian perkopian Aceh, BPTP Aceh

bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka),

APED, Universitas Syiah Kuala, dan pemerintah daerah telah berhasil

menerbitkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) kopi Arabika Gayo pada tahun 2009

dan melepas dua varietas unggul kopi Arabika Gayo 1 dan Gayo 2 yang dahulu

biasa disebut kopi Timtim dan Borbor pada akhir tahun 2010. Secara ekologi dan

agroklimat, varietas Gayo 1 lebih cocok dikembangkan di kabupaten Aceh

Tengah sedangkan Borbor di Bener Meriah.

Secara umum petani kopi di Aceh Tengah telah memilih varietas Gayo 1

yang diusahakan di kebun-kebun mereka. Hal ini bukan merupakan suatu

kebetulan semata, tetapi para petani tersebut telah mampu menilai potensi dan

kesesuaian varietas tersebut untuk dikembangkan di daerahnya. Terlihat jelas

bahwa petani telah memiliki pemahaman yang baik tentang kesesuaian lahan

Page 16: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

10

dan varietas menjadi hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman yang mereka usahakan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Perkebunan dan

Kehutanan Aceh Tengah, rata-rata produksi per bulan kopi di daerah ini sebesar

181,11 ton. Pemerintah daerah belum memiliki stasiun pencatat data produksi.

Data diperoleh dari para penyuluh lapangan melalui pengumpulan data penjualan

kopi petani pada pedagang-pedagang pengumpul besar dan kecil di tiap

kecamatan setiap tahunnya. Hal ini lah yang menjadi masalah dalam

penghitungan produksi kopi di Aceh Tengah. Dilaporkan pula secara umum

produksi kopi Arabika di Aceh Tengah diperoleh dalam periode Januari – Mei, dan

September – Nopember setiap tahunnya. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya

produksi bisa dikatakan tidak diperoleh yang disebabkan sifat genetik tanaman

kopi itu sendiri.

Umumnya panen raya kopi Arabika di Aceh Tengah setiap tahunnya

dilakukan pada periode Maret hingga April sedangkan pada bulan-bulan lainnya

petani melakukan panen tiap 15 hari sekali pada musim kemarau sedangkan

dalam musim hujan pemanenan kopi dilakukan dengan interval 10 hari. Adapun

proses pembentukan bunga menjadi buah memerlukan waktu sekitar 8-10 bulan.

Secara fisiologis proses pembentukan bunga hingga menjadi buah sangat

dipengaruhi oleh curah hujan dan ketersediaan air tanah, bila curah hujan tinggi

akan mengakibatkan banyaknya bunga yang gugur, sebaliknya bila ketersediaan

air tanah yang kurang menyebabkan jumlah bunga yang muncul juga berkurang.

Selain curah hujan dan ketersediaan air tanah, pembentukan bunga dan

pematangan buah kopi dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Pada ketinggian

tempat 800 – 1.000 m dpl, buah dapat matang fisiologisnya dalam masa delapan

bulan, sedangkan pada ketinggian di atas 1.000 m dpl bunga menjadi buah yang

dapat dipanen pada umur 9–10 bulan. Perbedaan ketinggian temat ini juga yang

mempengaruhi mutu dan citarasa kopi Arabika. Citarasa kopi terbaik didapat

pada ketinggian 1.000–1.200 m dpl.

3.1.2 Kabupaten Bener Meriah

Tidak berbeda jauh dengan kabupaten Aceh Tengah yang wilayahnya

berbukit-bukit dan bersuhu dingin, tinggi rata-rata 100–2500 m dpl. Kabupaten

ini terdiri dari 7 kecamatan, 232 desa dan 13 kemukiman dengan luas wilayah

Page 17: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

11

1.888,70 km2. Adapun petani yang mengusahakan tanaman kopi pada tahun

2010 mencapai 20.000 KK. Geografis kabupaten Bener Meriah terletak antara 4o

33’50” – 4o 54’50” LU dan 96o 40’75” – 97o 17’50” BT. Kabupaten ini merupakan

pemekaran baru dari kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2004.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Laju Pertumbuhan Kopi Arabika Kabupaten Bener Meriah

Tahun Kabupaten Bener Meriah

Luas Panen

(ha)

% Produktivitas

(t/ha)

% Produksi

(ton)

%

2003 0 0 0 0 0 0

2004 1265 0 5.99 0 7581 0

2005 1265 0 5.99 0 7581 0

2006 1116 (11.78) 7.53 25.69 8406 10.88

2007 18842 1,588.35 0.68 (90.96) 12832 52.65

2008 19781 4.98 0.67 (1.37) 13287 3.55

2009 19781 0 0.67 (0.29) 13248 (0.29)

2010 23740.92 20.02 0.67 0.46 15973.82 20.58

Sumber: BPS provinsi Aceh, diolah

Sumber: BPS provinsi Aceh, diolah

Gambar 2. Diagram Luas Panen dan Produksi Kopi Arabika Kab. Bener Meriah Tahun 2002 – 2010

Seperti yang terjadi di kabupaten Aceh Tengah, data BPS juga

menunjukkan bahwa produksi kopi Arabika di kabupaten Bener Meriah terus

meningkat dari tahun 2003 hingga 2010. Laju pertumbuhan luas panen kopi

Arabika terus meningkat dengan rata-rata 228,8% per tahun dan laju produksi

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Page 18: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

12

meningkat sebesar 12,48% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sektor

perkebunan khususnya kopi Arabika memang menjadi andalan bagi pendapatan

petani dan pemerintah daerah.

Peningkatan tertinggi juga terjadi pada tahun 2007 dimana produksi

meningkat sebesar 52,65% dan luas areal panen sebesar 1.588,35%. Hal ini

disebebabkan pesatnya peningkatan luas panen sebagai dampak membaiknya

kondisi keamanan di Aceh, sehingga petani telah berani kembali mengusahakan

lahan perkebunan miliknya.

Hal yang sama di Aceh Tengah juga berlaku di kabupaten Bener Meriah,

karena geografis, suhu, type tanah dan iklim yang tidak jauh berbeda maka

umumnya petani melakukan panen raya juga berlangsung antara bulan Maret–

April, dan interval panen harian juga 15 hari pada musim kemarau dan 10 hari

pada musim hujan. Selain curah hujan dan ketersediaan air tanah, pembentukan

bunga dan pematangan buah kopi dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Pada

ketinggian tempat 800–1.000 m dpl, buah telah matang fisiologisnya dalam masa

8 bulan, sedangkan pada ketinggian di atas 1.000 m dpl bunga menjadi buah

yang dapat dipanen pada umur 9–10 bulan. Perbedaan ketinggian temat ini juga

yang mempengaruhi mutu dan citarasa kopi Arabika. Citarasa terbaik didapat

pada ketinggian 1.000–1.200 m dpl.

3.1.3 Kesesuaian Lingkungan Pertumbuhan Kopi Arabika

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman

kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari,

angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 300 - 600 m dpl,

tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai

ekonomis pada ketinggian di bawah 300 m dpl. (Rr. Ernawati, dkk 2008).

Sedangkan kopi Arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari pada

kopi robusta, yaitu antara 500–1.700 m dpl (web.ipb.ac.id 2002). Menurut Aris

Wibawa (2008) kopi Arabika optimal tumbuh pada ketinggian 1000-1200 mdpl.

Curah hujan yang optimum untuk kopi Arabika adalah pada daerah-

daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 1.500–2.500 mm per tahun,

mempunyai bulan kering (curah hujan <60 mm per bulan) selama 1–3 bulan dan

suhu udara harian rata-rata 15–25oC. Tanaman kopi umumnya menghendaki

sinar matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir

Page 19: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

13

musim hujan. Hal ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga.

Angin berperan dalam membantu proses perpindahan serbuk sari bunga kopi

dari tanaman kopi yang satu ke lainnya. Kondisi ini sangat diperlukan terutama

untuk jenis kopi yang self steril.

Secara umum tanaman kopi Arabika menghendaki tanah yang gembur,

subur dan kaya bahan organik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah

yang agak masam, yaitu dengan pH 5,5–6,5. Sifat kimia tanah (terutama pada

lapisan 0-30 cm) yang yang mejadi syarat tumbuhnya adalah sebagai berikut:

- Kadar bahan organik >3,5% atau kadar C >2%

- Nisbah C/N 10-12

- Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) >15 me/100 gr tanah

- Kejenuhan basa >35%

- Kadar unsur hara minimum N 0,28%; P (Bray I) 32 ppm; K tertukar 0,50

me/100g; Ca tertukar 5,3 me/100 g; Mg tertukar 1 me/100 g (Aris

Wibawa, 2008).

3.1.4 Sifat Genetik Biennial Bearing

Penurunan produksi kopi di Dataran Tinggi Gayo sesungguhnya juga

dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman itu sendiri dimana bila produksi jumlah

buah meningkat dalan satu tanaman (individu) pada suatu tahun, maka pada

tahun berikutnya produksi buah akan menurun, hal ini dikenal dengan sifat

biennial bearing. Perilaku ini bisa disebabkan oleh hormon tanaman, terutama

giberelin diproduksi di dalam embrio buah muda dalam tahun berjalan. Hal ini

juga bisa disebabkan oleh menipisnya cadangan karbohidrat di pohon. Pola

produksi seperti ini lebih sering terjadi pada tanaman buah-buahan tertentu

seperti apel, aprikot pir, dan alpukat, dan nyaris tidak ada di anggur.

Dalam hal ini yang sangat terlihat jelas terdapat pada kopi arabika

Bergendal (varietas lokal), bila mana produksinya meningkat maka pada tahun

berikutnya tanaman akan tidak berbuah sama sekali atau produksi sama dengan

nihil. Sedangkan pada varietas Gayo 1 dan Gayo 2 laju penurunan produksinya

relatif melandai sehingga efek biennial bearing tidak terlalu kentara dirasakan

oleh petani. Artinya petani tetap dapat melakukan panen dengan interval 10-15

hari namun dengan hasil yang lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Page 20: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

14

3.1.5 Dampak Perubahan Iklim

Dataran tinggi Gayo yang berada di kabupaten Aceh Tengah dan Bener

Meriah semakin panas. Suhu udara selama lima tahun terakhir semakin

mengalami peningkatan dan mulai menunjukkan dampak mengkhawatirkan.

Tahun 2011 ini diperkirakan produksi kopi Gayo akan merosot. Data Stasiun

Pemantauan Iklim Aceh Tengah menunjukkan terjadinya peningkatan suhu

0,05oC setiap tahunnya. Sekaligus pergeseran pola curah huja yang disertai

semakin lamanya musim kering. Hal ini berpengaruh terhadap proses

pembungaan kopi Arabika, terutama pada ketinggian 1.000–1.200 m dpl. Di sisi

lain walaupun bulan basahnya menurun namun intensitas curah hujan

meningkat. Ini juga akan mempengaruhi tingkat serangan hama dan penyakit.

Akan terjadi pergeseran serangan pada tingkat curah hujan tinggi tersebut.

Tabel 3. Data Curah Hujan Kabupaten Bener Meriah Dari Tahun 2007 – 2010 Tahun

Jumlah Hari

Hujan

Total Curah Hujan

(mm)

Jumlah Curah Hujan

Perbulan (mm)

2007 106.00 1,592.22 153.29

2008 128.71 1,905.34 149.46

2009 175.83 1,867.00 332.73

2010 151.00 1,934.00 151.93

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan kabupaten Bener Meriah.

Kabid. Produksi, Pengembangan dan Perlindungan Tanaman Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bener Meriah Syarinsyah, SP mengatakan, “Berdasarkan hasil pengamatan lapangan terjadi serangan hama PBKo (Hypothemus hampei) sebesar 25% dan JAP sebesar 15% dari total luas kebun kopi di Bener Meriah. Hal ini yang menurunkan produksi kopi Gayo secara keseluruhan, disamping rendahnya kemampuan modal petani untuk memberikan pupuk pada tanaman kopinya”.

Page 21: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

15

Gambar 3. Grafik Curah Hujan di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2007 - 2010

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan kabupaten Bener Meriah.

Data di atas menunjukkan peningkatan rata-rata curah hujan di

kabupaten Bener Meriah setiap tahunnya. Rata-rata curah hujan dari tahun 2007

hingga 2010 dalam kisaran 1.500 mm sampai dengan 1.900 mm per tahun,

adapun tanaman kopi Arabika menghendaki curah hujan rata-rata sebesar

1.000–2.500 mm per tahun, jadi masih di dalam batas-batas kebutuhan

optimalnya. Hanya saja peningkatan curah hujan mengakibatkan banyaknya

jumlah bunga kopi yang gugur. Curah hujan yang sama diperkirakan juga sama

di kabupaten Aceh Tengah.

Selain peningkatan curah hujan, yang paling mengkhawatirkan adalah

peninngkatan suhu rata-rata harian di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Seperti

disebutkan oleh Abu Bakar Karim dan Anhar kepada Harian Serambi, telah terjadi

peningkatan suhu rata-rata harian sebesar 0,05oC setiap tahunnya, ditambah

dengan bergesernya pola bulan kering darri dua sampai tiga bulan menjadi lima

sampai enam bulan setiap tahunnya. Hal inilah yang sangat merugikan petani

kopi di Dataran Tinggi Gayo yang berpotensi besar terhadap penurunan

produktivitas. Data peningkatan jumlah hari hujan dapat dilihat pada Gambar 3.

Data diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan karena stasiun meteorologi

dan geofisika Bener Meriah yang berada di bandara belum diaktifkan.

Page 22: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

16

Gambar 4. Garfik Jumlah Curah Hujan dan Rata-rata Curah Hujan Kabupaten Bener Meriah

3.1.6 Pengaruh Iklim Pada Produksi Kopi

Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang

selanjutnya menurunkan produktivitas tanaman pangan (Las, 2007),

meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan buah/biji, menurunkan

mutu hasil dan berkembangnya berbagai hama penyakit (OPT). Tanaman kopi

tidak tahan terhadap angin yang kencang, lebih-lebih dimusim kemarau karena

angin akan mempertinggi penguapan air dipermukaan tanah dan juga dapat

mematahkan pohon pelindung (Sri Puji Rahayu, 2009).

Perhatian dan kerjasama antara para ahli klimatologi dengan ahli

pertanian di Indonesia saat ini makin meningkat, hal disebabkan adanya dampak

perubahan iklim yang bila tidak ditangani dengan baik dan cepat akan membawa

risiko yang besar terhadap produksi pertanian nasional. Adanya perubahan

dampak iklim tidak saja mengganggu produksi pertanian tetapi juga berakibat

pada gagal panen baik tanaman pangan maupun perkebunan. Kombinasi antara

curah hujan dan suhu udara sangat berperan dalam mekanisme proses

fotosintesis. Bila dua faktor tersebut ada gangguan tentunya akan mengganggu

fotosinsesis yang beujung pada menurunnya produksi kopi.

Terjadinya iklim ekstrim seperti kekeringan sangat berpengaruh pada

pertumbuhan kopi dari tingkat kerusakan ringan, sedang dan berat yang dapat

digambarkan sebagai berikut:

1. Tingkat kerusakan ringan dengan gejala: daun layu tetapi warna tetap hijau,

ranting tanaman tetap sehat.

Page 23: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

17

2. Tingkat kerusakan sedang, dengan gejala: daun layu dan warna daun

berubah menjadi hijau pucat, ranting lebih dari 50% mengering, tunas

bunga mengering

3. Tingkat kerusakan berat, gejalanya daun mengering dan gosong, ranting

tanaman mengering dan mudah patah, akar mulai mengering, hampir 100%

tunas bunga mengering, biji yang belum masak menguning lebih cepat, biji

kopi akan mengeriput 100% dalam beberapa tahun kedepan.

Faktor lingkugan seperti sinar matahari, curah hujan, kelembaban dan

temperatur memainkan peranan penting dalam pola pertumbuhan kopi yang

mengarah pada pembentukan bunga dan buah. Dengan adanya penyimpangan

dari pola normal dapat memberikan dampak bagi hasil panen kopi. Oleh karena

itu tindakan pengendalian pembukaan areal baru harus diperhatikan agar tidak

menjangkau kawasan hutan yang menjadi sumber utama pengendali suhu dan

temperatur di Dataran Tinggi Gayo. Dinamika musim hujan dan bulan kering

telah benar-benar berubah, hal ini berdampak pada perekonomian kopi Arabika

Dataran Tinggi ayo yang berimbas pada mutu dan nilai ekspor petani ke pasar

dunia.

Penelitian di India menunjukkan selama dua dekade terakhir terjadi

hubungan yang kuat antara temperatur dan kemampuan tanaman kopi

berbunga. Suhu yang tidak tepat selama masa kritis pembentukan bunga sangat

menentukan berhasil atau gagalnya bunga terbentuk. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan bunga adalah jumlah penyinaran matahari yang

pendek, rasio karbon dan nitrogen, suhu, dan keseimbangan hormon tanaman.

Tanaman yang kekurangan karbohidrat akan menghentikan pembentukan bunga.

Setelah mencapai panjang tertentu (7-8 mm) akan terjadi penghentian

perpanjangan bunga selama beberapa minggu sampai bunga lainnya terbentuk.

Kemudian kuncup bungan akan melanjutkan pertumbuhannya lebih cepat,

perubahan warna dan membuka sekitar 8 sampai 10 hari (Anand Titus dan Geeta

N. Pereira, 2009).

3.1.7 Serangan Hama Penyakit

Pemanasan suhu global merupakan suatu permasalahan tersendiri bagi

petani kopi, karena ada hama (penggerek buah) yang sebelumnya hanya dapat

hidup pada daerah yang ketinggiannya sekitar 600 meter, dan kalau lebih dari

Page 24: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

18

ketinggian tertentu hama tersebut tidak bisa hidup. Hama (lalat buah) yang

selama ini tidak bisa hidup pada ketinggian tempat diatas 600 mdpl sekarang

telah berkembang biak, karenanya petani dan mereka yang berkepentingan

dengan kopi Arabika harus memperhatikan ini. Pemanasan global ini dapat

ditandai dengan tidak perlu lagi mengenakan jaket penahan suhu dingin yang

biasa dilakukan penduduk di siang hari karena suhu udara di Gayo telah berubah.

Berdasarkan hasil survey tim BPTP Aceh di lapangan, seluruh petani

responden mengatakan bahwa telah terjadi pergerakan hama penggerek buah

kopi (PBKo) Hypothenemus hampei dari ketinggian 800 m dpl ke elevasi >1000

m dpl. Serangan pada buah kopi yang cukup tua dapat menyebabkan biji kopi

cacat berlubang dan bermutu rendah, sehingga menyebabkan penurunan

produksi dan kualitas.

Selain itu diperoleh informasi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh

Tengah tentang penurunan produksi kopi di Aceh Tengah juga disebabkan oleh

serangan hama PBK0 yang telah mencapai 10% dari luas kebun petani.

Penanganan yang dilakukan oleh petani hanya secara manual yaitu dengan tetap

memanen buah kopi kemudian disortir dengan cara perendaman. Buah yang

mengapung (buah terserang) selanjutnya ditanam ke dalam tanah.

Hama penggerek buah, Hypothenemus hampei, adalah salah satu

penyebab penurunan jumlah produksi dan mutunya sejak di pertanaman sampai

transportasi untuk ekspor. Tinggi tempat, naungan dan kerentanan tanaman kopi

merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh pada perkembangan bubuk

buah. Sampai saat ini pengendalian yang dianggap paling efektif adalah dengan

sanitasi kebun yang meliputi tindakan petik bubuk, racutan dan lelesan.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tengah, Ir. Sahrial mengatakan, “Turunnya produksi kopi Arabika di Aceh Tengah, antara lain disebabkan tingginya serangan hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) dan Jamur Akar Putih (JAP). Hal lain yang menyebabkannya adalah meningkatnya suhu rata-rata di Aceh Tengah dan tingginya curah hujan pada saat tanaman

kopi berbunga”.

Page 25: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

19

Pengendalian PBKo dapat dilakukan secara kultur teknis dengan memutus

daur hidup hama melalui tindakan sebagai berikut:

1. Petik bubuk, yaitu mengawali panen dengan memetik semua buah masak

yang terserang maupun tidak terserang. Pemanenan dilakukan 15-30 hari

sebelum panen besar.

2. Lelesan, yaitu tindakan pemungutan semua buah kopi yang jatuh di tanah

baik terhadap buah terserang maupun buah tidak terserang.

3. Rampasan, yaitu memetik seluruh buah terserang yang ada di pohon pada

akhir panen.

Semua buah hasil petik bubuk, lelesan, dan rampasan direndam dalam air panas

±5 menit. Tindakan pengendalian dengan kultur teknis sulit dilakukan di Gayo

pada wilayah yang pembuahan kopinya berlangsung terus menerus.

Hama PBKo juga dapat dikendalikan dengan secara biologis dengan

menggunakan parasitoid Chepalonomia stepanoderis dan jamur entomopatogen

Beauveria bassiana yang diaplikasikan dengan dosis 2,5 kg biakan padat atau

100 g spora murni per hektar selama tiga kali per musim panen. Selain

pengendalian secar kultur teknis dan biologis, dapat pula dengan menggunakan

perangkap yaitu dengan menarik serangga betina dewasa dengan menggunakan

larutan Hypotan maupun Brocap trap. Kepadatan perangkap 24 buah per hektar

yang dipasang pada ketinggian 1,6 meter di atas tanah (Soekadar Wiryadiputra,

2008). Sebelumnya Sulistyowati (1986) mengatakan, pengendalian secara

kimiawi dapat dilaksanakan, tetapi karena sebagian besar hama hidup di dalam

buah maka cara ini dianggap kurang ekonomis. Untuk menyelamatkan produksi

kopi dan peningkatan mutu serta jumlah produksinya, pengendalian bubuk buah

perlu dilaksanakan dengan lebih sungguh-sungguh. Pengendalian yang

dilaksanakan hendaknya bersifat serentak meliputi areal yang luas dan diulang

secara periodik.

Page 26: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

20

Selain hama PBKo, hasil survey tim BPTP Aceh di lapangan juga

menunjukkan adanya serangan Jamur Akar Kopi (JAK). Pada tahun tahun

sebelumnya diketahui bahwa JAK juga hanya ditemui pada ketinggian ≤1.000

mdpl namun saat ini telah dijumpai pada ketinggian 1.412 m dpl seperti pada

kebun milik Bapak Arden Hasugian di kecamatan Atu Lintang dan areal kebun

milik Kebun Percobaan Gayo (1.400 m dpl).

Terdapat tiga jenis penyakit akar yang menyerang tanaman kopi Arabika

di daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah, yitu jamur akar coklat yang

disebabkan jamur Formes noxius, jamur akar putih yang disebabkan jamur

Formes lignosus, dan jamur akar hitam yang disebabkan oleh jamur Rosellinia

bunodes. Namun demikian jamur akar coklat adalah yang paling banyak

dijumpai. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah melakukan eradikasi

tanaman seperti tahapan berikut:

1. membongkar tanaman yang sakit, semua akar yang sakit hingga yang kecil-

kecil harus diangkat, dikumpulkan lalu dibakar. Lubang bekas pembongkaran

Gambar 5. Buah kopi yang terserang hama PBKo

Gambar 6. Posisi hama PBKo dalam biji kopi (gambar oleh Gonzalo Hoyos, CENICAFE) J. Jaramillo, 2006

Page 27: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

21

dibiarkan terbuka, diperlakukan dengan serbuk belerang 500 g per tanaman

dan tidak ditanami kembali selama minimal satu tahun.

2. Tunggul-tunggul dan bangkai tanaman yang mati juga dikeluarkan dari kebun

dan dibakar.

3. Untuk tujuan pengendalian prefentif dan tanaman yang terserang ringan, bisa

dilakukan aplikasi kapur dan pupuk urea. Kapur dengan dosis 200 g per pohon

ditabur di sekitar tanaman dan urea sebanyak 60 g dilarutkan dalam 2 liter air

dan disiramkan pada bahan kapur yang telah ditaburkan.

4. Pada tanaman kopi yang belum terserang dapat diaplikasi dengan jamur

Trichoderma spp dengan dosis 200 g pada formulasi dedak per tanaman

(Soekadar Wiryadiputra, 2008).

3.1.8 Strategi Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Beberapa hal yang dapat dilakukan petani dalam meminimalkan dampak

perubahan iklim yang terjadi di Dataran Tinggi Gayo antara lain adalah antara

lain perbaikan pengelolaan kebun melalui perbaikan teknik budidaya seperti

pemeliharaan tanaman pelindung, pemangkasan periodik tajuk tanaman, terkait

dengan intensitas serangan hama PBKo dan penyakit JAP.

Gambar 7. Tanaman terserang Jamur Akar Putih (JAP) di areal kebun KP Gayo

Gambar 8. Tindakan eradikasi oleh tim KP Gayo

Page 28: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

22

Tanaman Pelindung

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan pohon pelindung bagi

tanaman kopi Arabika antara lain sebagai berikut:

− Mengurangi intensitas cahaya matahari agar tidak terlalu panas.

− Mengurangi perbedaan temperatur antara siang dan malam dan menjaga iklim

mikro agar lebih stabil.

− Menekan perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman.

− Sumber bahan organik (pupuk hijau).

− Penahan angin dan erosi.

− Memperpanjang umur tanaman/masa produksi kopi.

− Sumber kayu bakar untuk keluarga petani.

Adapun pohon pelindung yang baik digunakan untuk menunjang produktivitas

dianjurkan memiliki sifat sebagai berikut :

− Tajuk tidak terlalu rimbun, dan tahan dipangkas (mampu segera melakukan

pemulihan tajuk setelah dipangkas).

− Memiliki perakaran yang kuat.

− Memiliki percabangan yang mudah diatur.

− Ukuran daun relatif kecil, tidak mudah rontok dan dapat meneruskan cahaya.

− Termasuk leguminosae dan berumur panjang.

− Menghasilkan bahan organik cukup banyak.

− Tidak menjadi inang hama penyakit maupun menimbulkan efek alelopati

terhadap tanaman kopi.

Berikut ini jenis pohon pelindung yang dapat digunakan beserta cara

penanamannya:

1. Lamtoro tipe PG 69 dan 79, pohon dadap dan pohon sengon laut.

- Penaung produktif seperti pohon jeruk, apokat dan sebagainya bisa

digunakan tapi dicampur dengan penaung resmi, misalnya 50% jeruk dan

50% lamtoro.

- Pohon pelindung sebaiknya ditanam 12 bulan sebelum penanaman kopi.

Penanaman pelindung sementara diatur dengan arah Utara - Selatan untuk

lahan datar/kemiringan <15%, untuk lahan miring letak barisan naungan

diatur searah kontur (sabuk gunung), pada bibir teras. Penaung tetap

Page 29: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

23

Gambar 10. Tumpang sari dengan jeruk siam sekaligus sebagai pohon pelindung

Gambar 9. Lamtoro sebagai pohon pelindung, umum digunakan di Aceh Tengah dan Bener Meriah

ditanam di antara lajur tanaman penaung sementara dengan tata tanam

dan populasi tertentu, disesuaikan dengan jarak tanam kopi

- Sebagai pedoman umum populasi pohon penaung adalah 1 pohon untuk 4

tanaman kopi (1 : 4). Sebagai contoh apabila jarak tanam kopi 2,5 x 2,5

(populasi 1.600 pohon/ha) maka tanaman pelindung ditanam dengan jarak

tanam 5 x 5 m (populasi penaung 400 pohon/ha).

2. Lamtoro PG 79 umur <1 tahun, ditanam sebelum penanaman kopi di

lapangan (www.amarta.net).

Pohon pelindung secara langsung mempengaruhi besarnya sinar matahari

yang diterima oleh tanaman kopi. Diketahui bahwa proses fotosintesis terjadi bila

daun tanaman mendapatkan cahaya. Berkenaan dengan hal itu Winarsih (1985)

mengatakan, kapasitas fotosintesis merupakan salah satu faktor pembatas dalam

meningkatkan produksi kopi. Sekitar 95% bahan makanan tanaman berasal dari

karbohidrat, hasil fotosintesis. Dari beberapa hasil penelitian di berbagai negara

penghasil kopi menunjukkan bahwa produktivitas kopi per unit luas tanah lebih

rendah dari nilai potensinya. Produksi kopi yang tinggi dapat diperoleh hanya

apabila persediaan karbohidrat dan nutrisi dalam tanaman cukup untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan buahnya. Selama

perkembangannya, buah secara terus menerus menarik cadangan karbohidrat

dalam jumlah yang cukup banyak dari tempat sintesis. Kelebatan buah

mengakibatkan tidak adanya keseimbangan antara konsumsi dan tersedianya

Page 30: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

24

nutrisi di dalam tanaman. Mati pucuk adalah gejala khusus dari pada

ketidakseimbangan ini.

Pemangkasan Periodik Tajuk Tanaman

Secara umum pemangkasan bertujuan untuk memelihara bentuk tajuk

tanaman sehingga memudahkan perawatan. Di Dataran Tinggi Gayo dikenal dua

periode pemangkasan pada tanaman menghasilkan, yaitu pemangkasan berat

yang dilakukan dua tahun sekali pada bulan Januari hingga Maret atau setelah

panen raya. Kemudian pemangkasan ringan pada bulan Juni – Juli setiap

tahunnya. Pemangkasan umumnya dilakukan secara gotong royong oleh anggota

dalam kelompok tani ataupun bergiliran berdasarkan kesamaan lokasi pemilikan

kebun.

Hasil survey tim BPTP Aceh menunjukkan bahwa petani kopi di Dataran

Tingi Gayo hampir seluruhnya menerapkan model bentuk batang tunggal pada

tanaman kopinya, hal ini menguntungkan dalam perawatan tanaman.

Keunggulan yang diperoleh dari model bentuk tersebut adalah tanaman tetap

rendah, cabang-cabang produksi yang baru mudah terbentuk, memudahkan

pemasukan cahaya matahari dan sirkulasi udara ke dalam tajuk, mengurangi

dampak kekeringan, memudahkan pengendalian hama penyakit dan mampu

mengurangi fluktuasi produksi yang tajam (biennial bearing) serta menurunkan

risiko kematian tanaman akibat pembuahan yang berlebihan (overbearing die-

back).

Pemangkasan pemeliharaan bertujuan untuk mempertahankan

keseimbangan kerangka tanaman yang diperoleh dari pangkasan bentuk dengan

cara menghilangkan cabang-cabang tidak produktif. Cabang tidak produktif yang

dibuang meliputi: cabang tua yang sudah berbuah 2–3 kali, cabang balik, cabang

liar, cabang cacing, cabang terserang hama penyakit, rusak dan tunas air

(ceding). Adapun cabang B3 (berbuah tiga kali) dapat dipelihara tetapi secara

selektif. Pemotongan cabang produksi dilakukan pada ruas cabang yang telah

mengeluarkan tunas dan diusahakan sedekat mungkin dengan batang, (Retno

Hulupi, 2008). Pemangkasan juga dapat mengurangi laju transpirasi tanaman

dari cabang-cabang yang produktif, sehingga penggunaan lengas tanah yang

terbatas di musim kemarau lebih efisien (Yahmadi dalam Syafruddin Kadir et al,

2004).

Page 31: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

25

Hasil penelitian Syafruddin Kadir di desa Gandang Batu kecamatan

Mengkendek kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan menunjukkan, bahwa

pemangkasan tanaman kopi dan tanaman pelindung mampu memperbaiki

pertumbuhan dan komponen produksi tanaman kopi. Jumlah cabang produktif,

jumlah ruas produktif, dan jumlah bunga tanaman kopi yang dipangkas dua kali

setelah pemangkasan berat lebih banyak dibandingkan tanpa pemangkasan dan

pemangkasan satu kali setelah pemangkasan berat (Syafruddin Kadir et al,

2004).

3.1.9 Rekomendasi Budidaya Kopi Arabika Berkaitan Perubahan Iklim:

1. Untuk mengurangi dampak perubahan suhu dan iklim global di Dataran Tinggi

Gayo petani disarankan menggunakan tanaman/pohon pelindung yang lebih

rapat mencapai 500 batang per hektar. Penggunaan pelindung yang lebih

rapat mampu mempertahankan suhu mikro di dalam tajuk tanaman kopi.

2. Agar petani lebih memperhatikan ketersediaan hara tanah yang dibutuhkan

tanaman kopi dengan melakukan pemupukan baik yang mengikuti program

kopi organik maupun tidak. Perolehan hara yang cukup akan meningkatkan

kemampuan tanaman menghadapi cekaman suhu dan iklim yang berubah,

sekaligus mampu menghasilkan bunga dan buah yang lebih banyak dan sehat.

Kekurangan cadangan karbohidrat akan menurunkan produksi bunga dan

kerentanan terhadap serangan hama penyakit.

3. Perawatan kontur tanah pada wilayah lereng akan mengurangi laju run off

sehingga mampu mempertahankan ketersediaan air tanah. Tanaman yang

kekurangan air akan sulit menghasilkan bunga.

4. Pemangkasan pohon pelindung mutlak dilakukan, terutama pada akhir musim

panen besar (Nopember–Desember dan Maret–April) dengan tujuan

mengurangi laju jatuhnya tetes air hujan sekaligus mempercepat proses

pemasakan buah.

5. Pengendalian hama PBKo secara kimia dapat dilakukan oleh petani secara

perorangan dan periodik untuk menekan populasinya.

Page 32: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

26

3.2. Komoditas Padi di Provinsi Aceh

Secara umum produksi padi sawah di Aceh pada tahun 2010 mengalami

kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2009. Kenaikan ini terjadi pada

produktivitas yaitu dari 4,373 ton/hektar pada tahun 2009 naik menjadi 4,518

ton/hektar tahun 2010 atau naik rata-rata sebesar 3,3 persen (0,145 ton/hektar).

Akibatnya total produksi naik juga sebesar 2,1 persen (31.591 ton GKG) dari

1.539.449 ton GKG tahun 2009 menjadi 1.571.040 ton GKG. Luas panen

menurun 1,2 persen yaitu dari 352.006 hektar menjadi 347.727 hektar. Dari

keempat kabupaten contoh, hanya kabupaten Pidie Jaya yang mengalami

penurunan produksi sebesar 0,7 persen, sedangkan kabupaten Aceh Barat luas

panen terjadi penurunan dari 11.302 hektar pada tahun 2009 turun menjadi

10.889 hektar pada tahun 2011 atau sebesar 3,6 persen. Sementara kabupaten

Aceh Besar dan Pidie untuk ketiga variabel mengalami peningkatan baik pada

luas panen, produksi maupun produktivitas (Tabel 4).

Peningkatan produksi padi sawah tahun 2010 disebabkan keberhasilan

program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), Bantuan

Langsung Benih Unggul (BLBU), perbaikan saluran irigasi, tersedianya pupuk

bersubsidi di tingkat petani. Hal lain juga meyebabkan terjadinya peningkatan

produksi padi sawah adalah harga Gabah Kering Panen cukup baik sepanjang

tahun 2010 berkisar antara Rp 3.800–4.200/kg, sehingga petani lebih intensif

mengusahakan tanaman padinya.

Secara umum dalam setahun ada tiga periode tanam padi atau disebut

dengan Sub Round (SB) yaitu periode Januari April (Subround I), Mei–Agustus

(Subround II) dan September–Desember (Subround III). Di Provinsi Aceh

umumnya Januari-April merupakan periode produksi padi paling tinggi selama

setahun, dibandingkan dengan periode lainnya produksi subround I mencapai

732.409 ton GKG atau sekitar 46,61 persen dari total produksi setahun,

dilanjutkan dengan subround III sebesar 32,89 persen atau sekitar 516.870 ton

GKG dan subround II sebesar 20,45 persen (321.761). Pada periode Januari-April

produksi padi mengalami peningkatan sebesar 74.711 ton GKG dengan

perbandingan produksi Januari–April tahun 2009 sebesar 660.179 ton GKG,

sedangkan pada tahun 2010 sebesar 732.409 ton GKG. Dengan demikian ada

kenaikan produksi sebanyak 1,61 persen.

Page 33: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

27

Periode Mei–Agustus 2010 terjadi penurunan produksi sebesar 29,45

persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009 atau dari

produksi yang hanya sebesar 404.395 ton GKG menjadi 323.644 tonGKG.

Sedangkan pada periode September–Desember 2010 produksi padi kembali

mengalami peningkatan yaitu dari 490.065 ton GKG menjadi 521.640 ton GKG

atau mengalami peningkatan produksi sebesar 6,05 persen (Gambar 9).

Gambar 11. Perbandingan Produksi Padi Sawah Provinsi Aceh Tahun 2009 dan

2010

Sumber : BPS Aceh 2011 (diolah)

Dengan melihat perilaku panen padi di atas, dimana panen raya terjadi

pada bulan Januari–April, maka untuk mengamankan hasil padi petani agar

harga gabah yang diterima petani tidak jatuh, minimal sesuai dengan harga

dasar yang ditetapkan pemerintah, seyogyanya operasi pasar oleh pihak Bulog

dan instansi terkait dilakukan pada periode di atas. Dengan demikian perlu

perencanaan yang matang, karena pada periode tersebut curah hujan

dibeberapa daerah terutama di bagian Barat Selatan masih cukup tinggi.

Kegagalan mengantisipasi hal ini akan mengakibatkan turunnya kualitas gabah

sehingga harga gabah menjadi rendah.

Page 34: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

28

Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah pada Tahun 2009 dan 2010 di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat, Pidie, dan Pidie Jaya, serta Provinsi Aceh.

Sumber : BPS Aceh 2011 (diolah) Keterangan: nilai dalam kurung adalah minus (laju menurun)

Tahun Panen

KABUPATEN PROVINSI

ACEH BESAR PIDIE JAYA ACEH BARAT PIDIE Luas

Panen (ha)

Produkti vitas (t/ha)

Produksi (ton)

Luas Panen (ha)

Produkti vitas (t/ha)

Produksi (ton)

Luas Panen (ha)

Produktivitas (t/ha)

Produksi (ton)

Luas Panen (ha)

Produktivitas (t/ha)

Produksi (ton)

Luas Panen (ha)

Produktivitas (t/ha)

Produksi (ton)

2009 35.628 4,557 162.354 12.814 4,481 57.425 11.302 4,087 46.191 38.628 4,468 172.593 352.006 4,373 1.539.449

2010 40.102 4,642 186.144 12.378 4,607 57.028 10.899 4,309 46.961 39.166 4,566 178.847 347.727 4,518 1.571.040

Laju (%)

12,6 1,9 14,7 (3,4) 2,8 (0,7) (3,6) 5,4 1,7 1,4 2,2 3,6 (1,2) 3,3 2,1

Page 35: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

29

Tabel 5. Karakteristik petani produsen beras di kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat, Pidie, dan Pidie Jaya Provinsi Aceh 2010. NO URAIAN ACEH BESAR PIDIE JAYA ACEH BARAT PIDIE

I Karakteristik Petani 1. Rata-rata pemilikan lahan (Ha)

2. Rata-rata luas garapan (Ha) 3. Rata-rata jumlah tanggungan (jiwa)

4. stok gabah

0,25

0,5 4

0,4 – 1 ton/musim, cukup

0,5

0,5 3

0,75

0,75 5

0,75 – 1,8 ton/musim

0,5

0,75 4

1,75 – 1,5 ton/musim

II Teknologi Produksi 1. Varietas yang di tanam

2. Klasifikasi benih 3. Penggunaan pupuk

4. Dosis pemupukan 5. Pengendalian OPT sasaran

6. Sistem panen 7. Alat perontok

8. Produktivitas (t/ha)

VUB (Ciherang)

Berlabel Urea, TSP, KCl

Blm sesuai rekomendasi Pestisida, belum PHT

Arit Power threser

5,6

VUB (Ciherang, Cibogo)

Berlabel TSP, Poska, Urea

Belum sesuai rekomendasi Pestisida

Arit Power threser

5,6

VUB (Ciherang)

Berlabel Urea

Belum sesuai rekomendasi Kimiawi

Arit Power threser

4,5

VUB (Ciherang, impari 13)

Berlabel Urea, NPK

Belum sesuai rekomendasi Pestisida, semi PHT

Arit Power threser

5,5

III Sistem Penjualan

1. Waktu penjualan 2. Alasan dijual

3. Pembeli 4. Sistem pembayaran

5. Penentuan harga

Setelah panen Kebutuhan keluarga, harga tinggi,

bayar utang, gabah baru panen harga tinggi,

Agen desa, jual sendiri ke P. Padi Cast/ tunai

Tawar menawar

Setelah panen Kebutuhan hidup, sosial,

utang, kelebihan panen, harga tinggi, ada raskin

Kilang padi, agen desa tunai

Tawar menawar

Setelah panen Kebutuhan non pangan,

social, bayar utang, harga tinggi.

Pedagang desa, kilang padi tunai

Tawar menawar

Setelah panen Biaya hidup, penidikan

anak, harga tinggi, disimpan susut, raskin

Agen pengumpul tunai

Tawar menawar

IV Sumber modal Sendiri, agen pengumpul, K Padi Sendiri, Kilang Padi Swadaya, pedagang Sendiri, Kilang Padi

V Hambatan Hama tikus, parairan Tikus dan Air Tikus dan Air Tikus, kepinding tanah

Page 36: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

30

3.2.1 Karakteristik Pelaku Perberasan di Provinsi Aceh

3.2.1.1Karakteristik Petani

Pelaku perberasan di Aceh dapat dibagi tiga bagian besar yaitu pihak

produsen dalam hal ini adalah petani, pihak pengolah dan distributor adalah

pedagang dan Bulog, serta pihak konsumen. Pihak produsen dalam hal ini petani

adalah penghasil gabah, sedang pihak pengolah dan distributor adalah pihak

mengolah gabah menjadi beras serta mendistribusikan beras tersebut sampai ke

tingkat konsumen, pihak konsumen adalah yang memanfaatkan beras tersebut

menjadi bahan makanan.

Rata-rata luas pemilikan lahan sawah di keempat desa contoh relatif kecil

yaitu berkisar 0,25 ha–0,75 ha, dengan rata-rata luas garapan di atas luas

pemilikan, penambahan luas garapan ini melalui sistem bagi hasil atau sewa.

Berbeda dengan kasus di desa Lung Tanoh Tho Kecamatan Woyla Kabupaten

Aceh Barat luas lahan milik sendiri sama dengan luas lahan garapan, karena

lahan garapan merupakan tanah milik orang tuanya yang diwariskan kepada

anak-anaknya.

Secara umum jumlah tanggungan keluarga hampir sama untuk semua

kabupaten sampel yaitu rata-rata 5 jiwa (Tabel 5). Hal ini menunjukkan keluarga

petani merupakan keluarga kecil yang mempunyai tiga orang anak. Berbicara

petani sebagai produsen, hal ini tidak selalu benar, kenyataan di lapang, seperti

contoh kasus di daerah Aceh Barat, ada petani yang melakukan penyimpanan

gabah untuk konsumsi rumah tangga. Hasil produksinya dijual saat setelah

panen, untuk keperluan konsumsi sehari-hari mereka membeli di warung

terdekat. Dengan demikian dalam kasus ini petani dapat dikatakan sebagai

konsumen beras.

Berbeda dengan petani di tiga Kabupaten lainnya Aceh Besar, Pidie, dan

Pidie Jaya yang menyimpan gabah untuk keperluan konsumsi rata-rata 0,5

sampai 1,5 ton GKG (Tabel 5). Termotivasinya petani tersebut menyimpan gabah

untuk keperluan konsumsi disebabkan oleh berfluktuasi harga beras saat ini,

kegagalan panen serta antisipasi kebutuhan dana mendadak. Menurut salah

seorang petani, Tgk Azhari mengatakan “Saya menyimpan padi untuk persediaan

selama musim turun ke sawah, sisanya kami jual untuk kebutuhan sehari-hari,

karena kami tidak ada pendapatan lain”. Secara umum menyimpan gabah cukup

untuk kebutuhan hidup sampai pada musim panen berikutnya.

Page 37: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

31

Gambar 12. Tgk Azhari salah seorang petani di Kabupaten Pidie sedang memberikan data distribusi gabah pada tim BPTP Aceh.

3.2.1.2 Teknologi Produksi

Tingkat teknologi yang diterapkan oleh petani di desa contoh Aceh Besar,

Pidie Jaya dan Pidie relatif maju baik dilihat dalam hal penggunaan benih,

pemakaian pupuk dan alat perontok. Hampir semua kabupaten contoh telah

mengadopsi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu padi sawah. Hal ini dapat

dilihat dari rata-rata produktivitas ketiga desa contoh yang relatif tinggi yaitu di

atas produktivitas rata-rata nasional. Namun tidak demikian dengan daerah di

Aceh Barat produktivitas masih rata-rata 4,5 ton/hektar. Hal ini disebabkan lahan

sawah di desa contoh adalah tadah hujan. Perairan untuk lahan sawah di Aceh

Barat merupakan kendala utama dalam peningkatan produktivitas padi sawah.

Dalam penggunaan pupuk hampir semua desa contoh belum melakukan

uji tanah sebelum melakukan pemupukan. Menurut Syamsumar salah seorang

petani di desa Lung Tanoh Tho Kabupaten Aceh Barat menyatakan dalam hal

pemupukan padi sawah kami hanya memupuk jika ada bantuan dari pemerintah,

apalagi memberikan pupuk sesuai dengan rekomendasi. Salah satu kelemahan

teknologi di tingkat petani contoh adalah belum ada tersedia alat uji tanah yang

mampu petani sendiri melakukan pengujian di lahan sawah sendiri, sehingga

mareka melakukan pemupukan berdasarkan hasil rekomendasi PUTS dan BWD,

bukan berdasarkan pengalaman pada tahun sebelumnya.

Masalah dosis pemupukan secara umum untuk setiap kabupaten contoh

belum ada rekomendasi. Petani hanya mengandalkan penampilan morfologi dari

tanaman padi untuk menentukan kekurangan zat hara tertentu seperti Nitrogen.

Page 38: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

32

Kebiasaan ini sering dilakukan oleh Muhammad (43 tahun) salah seorang petani

padi sawah di Desa Dayah Baroh Kecamatan Ulim Kabupaten Pidie Jaya, dia

hanya memupuk padi sawah dengan Urea 100 kg/ha, sementara pupuk lain tidak

ada.

Sementara itu organisme pengganggu tanaman padi di empat kabupaten

contoh adalah tikus, kepinding tanah, walang sangit, dan keong mas. Kerusakan

tanaman akibat serangan OPT tersebut sangat bervariasi antara 0–10%. Selama

ini hama yang pernah menyerang tanaman padi kami adalah tikus kata Nurhayati

(53 tahun) petani di Desa Dham Cekok Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh

Besar. Beliau menambahkan pengendalian yang pernah dilakukan adalah

pemberian umpan racun kimia. Memang dalam hal ini pengendalian yang

dilakukan di desa sampel belum memenuhi kaedah-kaedah Pengendalian Hama

Terpadu, seperti penggunaan musuh alami, varietas resisten, dan penggunaan

perangkap.

3.2.1.3 Sistem Penjualan

Perilaku petani dalam menjual hasil padinya juga sangat tergantung

kepada kondisi daerah. Keempat kabupaten yang dilakukan survey, waktu

penjualan gabah sangat di pengaruhi oleh kebutuhan petani dan harga pada saat

panen. Jika harga gabah tinggi pada saat panen, maka hasil panennya akan

dijual sebagian dan sisanya dibawa pulang untuk persediaan selama musim

tanam. Survei yang dilakukan selama ini tidak dijumpai di kabupaten sampel

waktu penjualan disaat panen dengan sistem tebasan. Sistem ini banyak terjadi

di daerah Malang Jawa Timur dimana tenaga kerja relatif mahal petani lebih

banyak menjual padinya dengan sistem tebasan.

Page 39: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

33

Gambar 13. Kepala BKPP Kabupaten Pidie Jaya Ir. H. Sayed Hamid (kanan) saat memberikan penjelasan tentang distribusi gabah/beras di Kabupaten Pidie

Umumnya petani di Aceh Besar, Pidie dan Pidie Jaya alasan menjual padi

setelah panen, antara lain untuk kebutuhan keluarga, bayar utang, gabah yang

baru panen harga lebih tinggi. Sementara di Kabupaten Pidie Jaya RASKIN

sangat berpengaruh terhadap penjualan gabah petani. Raimah (45) petani Pidie

menyatakan “ Panen tahun ini saya jual semua, karena untuk makan sudah ada

jatah Raskin dan cukup untuk tiga bulan kedepan”. Kepala BKPP Kabupaten Pidie

Jaya Ir. H. Sayed Hamid, (Gambar 13) menambahkan di samping pengaruh

RASKIN, tidak ada tempat penyimpanan gabah di rumah yang aman dari

serangan tikus, membayar ongkos produksi yang segera di bayar setelah panen,

harga masih tinggi, keperluan uang kontan untuk kebutuhan lain, sehingga

petani menjual hasil padinya begitu setelah panen. Pembeli gabah umumnya

pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang ini merupakan mitra Kilang Padi

(RMU) setempat, cara pembayarannya secara tunai, harga ditentukan melalui

kesepakatan tawar menawar.

Pasar gabah di tingkat petani cukup kompetitif, hal ini ditandai oleh

banyaknya pedagang pembeli gabah, baik yang berasal dari desa setempat

maupun yang berasal dari daerah lain. Pembeli gabah langsung mendatangi

daerah persawahan yang sedang panen lengkap dengan peralatan pendukung

Page 40: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

34

(timbangan, karung, mesin perontok, buruh dan sarana transportasi). Umumnya

pedagang gabah atau agen tingkat desa merupakan mitra dari unit penggilingan

padi. Setiap desa sentra produksi padi paling sedikit terdapat satu unit RMU

stationer. Untuk mendapatkan kelangsungan bahan baku gabah tiap unit RMU

mempunyai 10-15 pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul ini mendapat

modal kerja dari pihak penggilingan padi, dengan kewajiban gabah hasil

pembeliannya harus digiling di penggilingan padi miliknya, seperti yang dilakukan

oleh salah seorang agen tingkat desa Dayah Baroh kecamatan Ulim Kabupaten

Pidie Jaya (Gambar 14). Persaingan antar RMU juga sangat ketat dalam

mendapatkan kontinuitas bahan baku gabah guna memperbesar kapasitas dan

volume usaha. Kadangkala pada saat terjadi kelangkaan gabah di wilayah

operasinya, pihak RMU membeli gabah dari luar wilayahnya bahkan sampai dari

luar kabupaten.

Gambar 14. Salah seorang pedagang pengumpul tingkat desa (inzet) sedang mengontrol proses muat gabah yang akan dikirim ke penggilingan padi

Untuk kasus Aceh dengan struktur pasar gabah di tingkat petani cukup

kompetitif, mengakibatkan posisi tawar petani menjadi meningkat. Hasil

penelitian ditingkat petani (kelompok tani) di empat kabupaten contoh

menunjukkan bahwa harga gabah yang diterima petani pada panen MH

2010/2011 bulan November 2011 cukup stabil berkisar antara Rp 3.500–Rp

4.200 per kg GKP, yaitu di atas harga dasar yang ditetapkan pemerintah Rp

3.300/kg, dengan kadar air 25 persen dan hampa kotoran 10 persen.

Page 41: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

35

3.2.1.4 Pola Distribusi Gabah/Beras

Pola distribusi gabah/beras di Aceh terdiri dari empat kelompok pelaku

utama, yaitu: (1) Pedagang pengumpul tingkat desa (pedagang lokal), (2)

Pengusaha penggilingan padi kecil tingkat kecamatan, (3) Pedagang Besar

(kontraktor) punya RMU besar, dan (4) Pedagang antar provinsi.

Pedagang pengumpul tingkat desa (pedagang lokal) berperan membeli

gabah petani berupa GKP kemudian hasil pembeliannya disetor/dijual ke unit

penggilingan padi (RMU). (2) Pengusaha penggilingan (RMU) menampung hasil

pedagang lokal, gabah yang ditampung tersebut kemudian dikeringkan menjadi

gabah kering giling (GKG), atau pihak Penggilingan padi dapat langsung juga

membeli gabah dari petani. Gabah ini dapat digiling menjadi beras atau dijual

kembali ke sub BULOG atau ke pihak kontraktor (pedagang besar), (3) Pedagang

besar menampung gabah dari RMU atau pedagang lokal kemudian dipasok ke

sub BULOG setempat berupa GKG atau dapat juga menjual beras ke pedagang

perantara antar kota atau antar provinsi atau langsung menjual beras ke pasar

induk tingkat kabupaten atau provinsi (grosir), (4) Pedagang antar provinsi

umumnya yang diperdagangkan adalah beras, ke pasar bebas, pengecer atau ke

grosir antar provinsi. Secara rinci struktur aliran distribusi gabah/beras dapat

dilihat pada Gambar 15.

Page 42: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

36

Gambar 15. Struktur Aliran Distribusi Gabah/Beras di Wilayah Provinsi Aceh 2011

PETANI (PRODUSEN)

PENGGILINGAN PADI KECIL

PDG BESAR (KONTRAKTOR)

SUB BULOG

GROSIR

AGEN DESA / TOKE

PDG, PENGUMPUL,

AGEN KEC. RMU

TOKE LUAR PROV

(MEDAN) RMU BSR

PDG, PENGECER,

DALAM PROV GROSIR LUAR

PROV

PDG, PENGUMPUL,

AGEN

KONSUMEN

GABAH GABAH

GABAH

GABAH

GABAH/BERAS

GABAH GABAH/BERAS

GABAH/BERAS

GABAH

GABAH

BERAS

BERAS

Page 43: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

37

Hasil wawancara dengan Usman (38 tahun) salah seorang pemilik kilang

padi di daerah contoh Kabupaten Pidie, mengatakan bahwa hampir tiap hari

disaat panen raya toke-toke medan datang kesini membeli gabah dan beras dari

agen lokal. Harga gabah dan beras dibeli dengan harga rata-rata di atas Harga

Pembelian Pemerintah (HPP). Pedagang beras di sini lebih senang menjual ke

toke Medan, disamping harga tinggi dan cara pembayarannya kontan. Jika dijual

ke pengecer di kabupaten sistem pelunasannya dengan cara utang.

Gambar 16. Usman (38 tahun) pemilik penggilingan padi di Kabupaten Pidie

Hal senada juga diungkapkan oleh Hasanuddin (45 tahun) “Seandainya

gabah dan beras tidak dijual ke Medan, Perum Bulog Provinsi Aceh tidak sanggup

menampung gabah petani, pada akhirnya harga gabah akan turun”. Realisasi

pengadaan beras Perum BULOG Provinsi Aceh hingga Juni mencapai sekitar 24

persen atau 16.678 ribu tondari target 65 ribu tonpada 2011. "Minimnya realisasi

pengadaan beras dalam negeri itu akibat tingginya harga beli beras di pasaran

sedangkan Bulog menampung sesuai dengan harga pembelian pemerintah

(HPP)", kata Kepala Bidang Pelayanan Publik, Bulog Divisi regional (Divre) Aceh,

Sufridawati di Banda Aceh. “Ia pesimistis target realisasi tersebut akan tercapai,

jika harga komoditas tersebut terus mengalami lonjakan, sementara BULOG

tetap menampung dengan harga HPP”, ujarnya.

Harga beras yang lebih tinggi dari HPP menunjukkan dua sisi yang

berbeda. Di satu sisi mencerminkan keberhasilan kebijakan perberasan dalam

Page 44: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

38

menjaga kepentingan petani dengan menikmati harga yang lebih baik. Di sisi

lain, penyerapan beras oleh Bulog jadi tersendat karena kesulitan Bulog

menambah stok akibat harga HPP di bawah harga pasar. Padahal stok tersebut

digunakan tidak hanya untuk stabilisasi harga tetapi yang tak kalah penting

adalah untuk melayani keluarga miskin dengan penyaluran raskin oleh Bulog.

Selanjutnya Fakhrurrazi (50 tahun) salah seorang pelaku distribusi beras

di Kabupaten Pidie menyebutkan toke-toke medan membeli beras kita dengan

harga beras biasa, dengan menggunakan teknologi penggilingan padi yang

modern kemudian mareka menjual kembali ke Aceh dalam kualitas yang berbeda

super, medium dan premium.

Setiap kabupaten contoh (Aceh Besar, Pidie, dan Pidie Jaya) terdapat dua

sampai tiga pedagang beras skala besar aktif melakukan kegiatan pemasaran

beras. Pedagang beras tersebut umumnya memiliki RMU dan lantai jemur.

Pedagang besar ini disamping mensuplai beras ke tingkat grosir di kabupaten

atau antar kabupaten juga kadangkala sampai tingkat provinsi di Medan. Tingkat

harga gabah yang diterima petani berkisar dari Rp 3.800−Rp4.200/kg GKP.

3.2.2 Peta Perberasan di Provinsi Aceh

Pola panen padi musim hujan dimulai dari wilayah Timur yaitu kabupaten

Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Biruen, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang

kemudian berlanjut ke bagian Barat yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya,

Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan. Masa panen dengan areal yang cukup luas

terjadi pada periode Januari-April, dengan masa puncak panen terjadi pada bulan

Pebruari-Maret. Lima kabupaten yang memiliki areal panen diatas puluhan ribu

hektar adalah kabupaten Aceh Utara, Bireun, Aceh Tamiang, Aceh Timur (BPS,

2011).

Dari sisi pertumbuhan produksi yaitu peningkatan produktivitas per

satuan luas masih memungkinkan untuk dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dibeberapa daerah masih terdapat senjang hasil yang cukup lebar antara

hasil riil yang dapat dicapai petani saat ini dengan potensi hasil dari lahan

sawahnya. Sebagai contoh hasil wawancara dengan petani kabupaten Aceh Barat

(kecamatan Woyla) dengan penerapan teknologi varietas unggul baru, dan

pemupukan berimbang, hasil riil yang dapat dicapai pernah sampai 7 ton GKP/ha,

Page 45: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

39

sedang rata-rata produksi riil petani baru 4−5 ton GKP/ha. Oleh sebab itu

tantangan bagi BPTP Aceh agar mampu membuat peta produksi padi di wilayah

kerjanya, agar dapat diketahui dimana daerah-daerah dengan produksi riil petani

sudah mendekati produksi potensial lahannya, dan dimana daerah-daerah yang

masih terdapat senjang hasil yang cukup lebar, sehingga penelitian atau

pengkajian dapat diarahkan ke daerah-daerah yang masih memiliki kesenjangan

hasil yang cukup besar, agar potensi sumberdaya lahannya dapat dimanfaatkan

secara lebih optimal.

3.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Turunnya Harga Gabah

Walaupun pada musim panen ini (Januari−Maret) tidak dijumpai turunnya

harga gabah di tiga kabupaten contoh, dimana harga gabah yang terjadi masih

berkisar pada harga dasar yang ditetapkan pemerintah. Namun menurut

pengalaman petani pergerakan turunnya harga gabah kadang-kadang terjadi

tiba-tiba. Pergerakan turunnya harga gabah umumnya lebih cepat dibandingkan

dengan turunnya harga beras, menurut pengalaman petani harga beras relatif

lebih stabil dibandingkan dengan harga gabah.

Dari hasil wawancara dengan kelompok tani di empat kabupaten dapat

disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi turun naiknya harga

gabah ditingkat petani yaitu: (1) Kualitas gabah. Kualitas gabah yang dihasilkan

petani sangat mempengaruhi tingkat harga yang diterima. Kualitas gabah dapat

disebabkan oleh faktor biofisik tanah, sebagai contoh kualitas gabah di

kabupaten Aceh Utara lebih baik dibandingkan produksi gabah di kabupaten

Aceh Barat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah butir hampa, dan rendemen. Di

samping itu curah hujan waktu panen sangat mempengaruhi kualitas gabah,

curah hujan yang cukup tinggi pada saat panen mengakibatkan kadar air gabah

menjadi tinggi, proses pengeringan menjadi masalah sehingga akan menurunkan

harga gabah. Kualitas gabah juga dipengaruhi oleh cara dan alat panen yang

digunakan, perontokan tanpa power-thresher mengakibatkan kadar kotoran dan

kehilangan gabah menjadi tinggi, lebih-lebih pada saat panen terjadi hujan; (2)

Pola tanam. Pola tanam yang tidak serempak antar lokasi atau kabupaten

mengakibatkan masa panen juga tidak serempak, hal ini akan menghindari

terjadinya over supply, dengan demikian tingkat harga gabah dapat

Page 46: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

40

dipertahankan. Pola tanam tidak serempak berdampak positif terhadap harga

produksi gabah, tapi perlu diantisipasi serangan hama dan penyakit. Operasi

pasar yang dilakukan oleh Bulog, menurut petani kadang-kadang terlambat

dilakukan. Seyogyanya operasi pasar dilakukan sebelum harga jatuh, operasi

pasar segera dilakukan apabila terjadi panen serempak pada hamparan yang

cukup luas, serta bila pada saat panen terjadi hujan yang berkepanjangan.

3.2.3 Rekomendasi Distribusi Gabah/Beras:

1. Penyediaan stok pupuk dan obat anti serangga/hama yang mencukupi bagi

kebutuhan petani di provinsi Aceh, tentunya akan meminimalisir peran

spekulan yang dapat menyebabkan biaya produksi beras menjadi tinggi dan

imbanya pada kenaikan harga jual beras.

2. Penyediaan bibit unggul akan membantu petani dalam menghasilkan kualitas

padi yang baik dan jumlah panen yang meningkat, sehingga mampu

mendongkrak margin keuntungan petani. Sedangkan bantuan sarana

pertanian kepada petani dapat dijadikan insentif yang diharapkan mampu

meminimalisir keinginan petani padi dalam mengalihfungsikan lahannya.

3. Perlunya pembangunan jalur irigasi yang mendukung peningkatan produksi

padi terutama di daerah-daerah yang belum memiliki saluran irigasi yang

memadai sekaligus pemeliharaan jalur irigasi yang telah ada di sentra-sentra

produksi padi. Hal ini diperlukan dalam rangka menjaga ketersediaan air yang

mendukung peningkatan produksi padi terutama di saat musim kemarau.

4. Alih Fungsi lahan pertanian (khususnya sawah) menjadi lahan perkebunan

serta ancaman menyusutnya lahan pertanian akibat komersialisasi lahan

sawah misalnya pendirian ruko-ruko, perumahan/real estate, dan sebagainya

perlu dibatasi dan diatur dengan baik sehingga pemenuhan kebutuhan stok

pangan yang berasal dari dalam Provinsi Aceh minimal dapat

dipertahankan/ditingkatkan. Pengaturan alih fungsi lahan pertanian menjadi

perumahan perlu diatur dan disusun dalam suatu tata ruang kota/provinsi

yang komprehensif dalam Peraturan Daerah.

5. Perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan diperlukan dalam rangka

memperlancar kegiatan arus barang keluar masuk Provinsi Aceh, sehingga

biaya produksi dan distribusi berada dalam tingkat yang wajar dalam

Page 47: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

41

mendukung ketersediaan bahan pangan (padi) yang terjangkau bagi

kebutuhan masyarakat Aceh. Hal ini perlu menjadi perhatian karena sebagian

besar pemenuhan kebutuhan beras Provinsi Aceh didatangkan dari luar

daerah.

Page 48: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

42

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

4.1. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Penurunan Produksi Kopi

Arabika

1. Perubahan iklim global yang terjadi di Dataran Tinggi Gayo diyakini

mengakibatkan penurunan produksi kopi. Curah hujan yang tinggi

mengakibatkan banyaknya bunga kopi yang gugur sehingga tidak menjadi

buah.

2. Selain akibat perubahan iklim, hama PBKo dan Jamur Akar Putih juga

menurunkan produksi dimana kedua OPT tersebut telah menyebar hingga

pada ketinggian 1.600 mdpl dari sebelumnya hanya pada ketinggian <1000

mdpl.

3. Upaya yang dapat dilakukan petani untuk meminimalisir dampak tersebut

antara lain adalah melakukan penambahan jumlah pohon pelindung dan

pemangkasan periodik pada pohon pelindung dan tanaman kopi.

4.1.1 Implikasi Kebijakan

1. Untuk Pemerintah Daerah Penggunaan pohon pelindung yang lebih rapat

dapat mempertahankan suhu mikro tanaman, oleh karena itu perlu

penambahan di kebun petani.

2. Pengendalian hama PBKo harus dilakukan secara massal, ini dapat ini

dilakukan oleh pemerintah daerah.

4.2. Distribusi Gabah/Beras Provinsi Aceh

1. Secara umum struktur pasar gabah/beras di Aceh cukup kompetitif. Hal ini

ditandai oleh banyaknya pelaku pasar baik di tingkat desa, kecamatan

maupun kabupaten.

2. Pola distribusi gabah/beras sudah terbentuk sejak lama didukung oleh

infrastruktur yang memadai, distribusi gabah/beras mulai dari produsen

(petani) ke pengumpul desa, penggilingan padi (RMU), sub BULOG, maupun

ke pedagang besar dan pedagang antar provinsi cukup lancar dan tidak

dijumpai adanya hambatan yang berarti. Dengan demikian distribusi

gabah/beras ini tidak mengidentifikasikan terjadinya distorsi pasar yang

mengakibatkan harga gabah menjadi turun.

Page 49: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

43

3. Penurunan harga gabah di tingkat petani disebabkan oleh faktor alam yaitu

faktor biofisik tanah, cuaca, serta alat panen dan prosesing yang digunakan

petani, kesemua itu mengakibatkan kualitas gabah menjadi menurun

sehingga harganya turun.

4. Antisipasi turunnya harga dapat dilakukan melalui mengatur pola tanam padi

secara bergelombang secara alami sesuai faktor ketersediaan air dan iklim,

seperti yang berlaku saat ini masa tanam padi sesuai kondisi masing-masing

wilayah serta meningkatkan efektivitas operasi pasar yang dilakukan oleh

Bulog.

5. Kelompok tani atau petani sebagai produsen tidak lagi menjual gabah

tetapimampu menjual beras, nilai tambah beras akan dapat dinikmati oleh

anggota kelompoknya sendiri. Dengan demikian agribisnis beras di tingkat

kelompok tani bisa berjalan dengan baik.

4.2.2 Implikasi Kebijakan

1. Memberdayakan kelompok-kelompok tani di sentra-sentra produksi padi

dengan memperkuat modal mereka melalui pemilikan RMU skala kecil dan

alat pengering sendiri, hal ini akan dapat mengurangi kejenuhan pasar

gabah.

2. Tantangan bagi BPTP Aceh untuk dapat membuat peta produksi padi di

wilayah kerjanya. Peta tersebut dapat menggambarkan daerah-daerah

dimana produksi riil petani sudah mendekati produksi potensial lahannya,

dan daerah-daerah dimana produksi riil petani masih jauh dari produksi

potensial lahannya, atau dengan kata lain dimana senjang hasil (yield gap)

masih lebar. Dengan adanya peta ini akan mempermudah bagi pelaksanaan

penelitian dan pengkajian memilih lokasi. Prioritas lokasi pengkajian tentunya

diarahkan ke daerah yang memiliki senjang hasil cukup lebar, dengan tujuan

untuk mempersempit senjang hasil tersebut agar produksi riil petani dapat

mendekati atau bahkan menyamai produksi potensial lahannya. Hal ini akan

mengoptimalkan sumberdaya lahan yang digunakan.

Page 50: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

44

DAFTAR PUSTAKA

Anand Titus dan Geeta N. Pereira. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kopi. http://www.ineedcoffee.com/09/climate-change/?page=all diakses tanggal 27 Desember 2011.

Anonymous. 2008. Pohon Pelindung Tanaman Kopi. www.amarta.net

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=amarta.net%20pohon%20pelindung%20kopi&source=web&cd=1&sqi=2&ved=0CB4QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.amarta.net%2Famarta%2FPresentation%2FID%2FPoster%2520Pelindung%2520Tanaman%2520Kopi.pdf&ei=NXkmT6PaK9CsrAeRtvXLCA&usg=AFQjCNFCkMqsnKaT4rrhg2lxu0a8npNU5g Poster diakses 12 Januari 2011.

----------------- 2010. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi

Aceh, Banda Aceh. ----------------- 2010. Laporan Badan Usaha Logistik Provinsi Aceh, Banda Aceh. Achmad Suryana, Studi Mardianto dan Moh. Ihksan, 2001. Dinamika Kebijakan

Perberasan Nasional. Sebuah Pengantar. Dalam Bunga Rampai Ekonomi Beras. Penyunting, Achmad Suryana dan Sudi Mardianto. Penerbit, Lembaga Penjelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas EKonomi Universitas Indonesia (LPEM – FEUI).

Amang, Beddu dan M. Husein Sawit, 2001. Kebijakan Beras dan Pangan

Nasional, Pelajaran dari Orde Baru dan Orde Reformasi Edisi Kedua, IPB Press, Bogor

Bambang Prijambodo, 2001. Kondisi Ekonomi Makro dan Keuangan Pemerintah

Dalam kebijakan Beras Nasional. Dalam Bunga Rampai Ekonomi Beras. Penyunting, Achmad Suryana dan Sudi Mardianto. Penerbit, Lembaga Penjelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas EKonomi Universitas Indonesia (LPEM – FEUI).

BPS 2010. Aceh Dalam Angka. Banda Aceh ----------------- 2011. Aceh Dalam Angka. Banda Aceh Chamber, 1995. PRA . Participatory Rural Appraisal. Memahami Desa Secar

Partisipatif, Kanisius, dan Oxfarm, Yayasan Mitra Tani Yogyakarta. Harian Serambi. 2011. Dataran Tinggi Gayo Makin Panas. Produktivitas Kopi

Diperkirakan Turun 20 Persen. Diakses Kamis 23 Juni 2011. J. Jaramillo, et al. 2006. Coffee berry borer Hypothenemus hampei (Coleoptera:

Curculionidae): searching for sustainable control strategies Bulletin of Entomological Research (2006) 96, 223–233 DOI: 10.1079/BER2006434.

Page 51: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2011/02... · Berbagai permasalahan dan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian

LAPORAN AKHIR KEGIATAN ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI ACEH TA.2011

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam

Jl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 Email : [email protected] ; [email protected]

Website:http://nad.litbang.deptan.go.id

45

Las, I., E. Surmaini, A Ruskandar. 2008. Antisipasi Perubahan Iklim: Inovasi Teknologi dan Arah PenelitianPadi di Indonesia dalam : Prosiding Seminar Nasional Padi 2008. Inovasi Teknologi Padi MengantisipasiPerubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. BB Padi.

Retno Hulupi. 2008. Pemangkasan. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi

Arabika Gayo. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Soekadar Wiryadiputra, 2008. Hama-hama Utama Pada Kopi Arabika. Panduan

Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Soekadar Wiryadiputra, 2008. Penyakit-penyakit Utama Pada Kopi Arabika.

Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Sri Puji Rahayu. 2009. Jurnal Tanah dan Iklim, BB Litbang Sumberdaya Lahan

Pertanian, Bogor 2009. Simatupang, P., 2001. Kebijakan Harga Gabah Mengambang Terkendali Sebagai

Opsi Pengganti Harga Dasar Gabah. Dalam Bunga Rampai Ekonomi Beras. Penyunting, Achmad Suryana dan Sudi Mardianto. Penerbit, Lembaga Penjelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas EKonomi Universitas Indonesia (LPEM – FEUI).

Sri Winarsih. 1985. Kapasitas fotosintesis dan pengaruhnya pada pertumbuhan

dan perkembangan tanaman kopi. Photosynthetic capacity and its influence on the growth and the development of coffee trees/Sri-Winarsih (Balai Penelitian Perkebunan, Jember). Menara Perkebunan. ISSN 0125-9318 (1985) v. 53(6) p. 207-213, 3 ill., 2 tables; 15 ref.

Sulistyowati, E. 1986. Masalah Hama Bubuk Buah Kopi, Hypothenemus hampei

Ferr (Coleoptera, Scolytidae) Dan Usaha Pengendaliannya. The problems of coffee berry borer, Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera, Scolytidae) and its control/ Sulistyowati, E. (Balai Penelitian Perkebunan, Jember). Pelita Perkebunan. ISSN 0215-0212 (1986) v. 2(1) p. 10-18, 6 ill.; 19 ref.

Syafruddin Kadir, et al. 2004. Pengaruh Pemangkasan Terhadap Pertumbuhan

Dan Komponen Produksi Tanaman Kopi. Balai Pengkajian dan Penerapan teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Jurnal Agrivor 4 (1):15:20; Desember 2004: 1412-2286.

WaspadaOnline, 2011. Produksi Kopi Bener Meriah Turun 30%.

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=191611:produksi-kopi-bener-meriah-turun-30&catid=13:aceh&Itemid=26 Diakses Kamis 23 Juni 2011.