penanganan arthrtitis infektif syifa (375)

24
BAB I PENDAHULUAN Artritis bacterial akut atau septik artritis atau artiritis infektif meruipakan kegawatdaruratan rematologis dimana terjadi pengrusakan sendi secara cepat dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Diagnosis yang tepat dapat secara khusus menjadi tantangan pada pasien dngan penyakit inflamasi sendi yang mendasarinya. (1; 2) Replikasi bakteri di dalam sendi dan proses inflamasi yang terus terjadi dapat menyebabkan kerusakan sendi lokal yang cepat, dan dapat disertai dengan infeksi sistemik. Pengenalan yang cepat dari petugas kesehatan akan sendi yang terinfeksi dan penerapan terapi yang tepat merupakan hal yang penting dan kritis untuk mencegah morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan infeksi ini. (1) Insidensi yang semakin meningkat dimungkikan akibat prosedur ortopedi yang dilakukan dan seiring bertambahnya usia dimana semakin banyak psenyakit sistemik dan sendi yang mendasarninya. Orang – orang yang berisiko terkena septik artritis diantaranya oaring dengan penyakit radang sendi. Penggunaan yang meningkat akan agen agen immunomodulator telah membuat diagnosis dan managemen menjadi semakin sulit. Melalui makalh ini akan dibahas mengenai manajemen arthrtitis infektif pada dewasa. (2)

Upload: fathah-muhammad

Post on 25-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

hao perkenalkan namas aya muhadadmm dajje saya erasal dari sjsejr je r sehingga memukau cmadat mata buta butakjeot ake halo ii ro k shit fucksss

TRANSCRIPT

Page 1: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

BAB I

PENDAHULUAN

Artritis bacterial akut atau septik artritis atau artiritis infektif meruipakan

kegawatdaruratan rematologis dimana terjadi pengrusakan sendi secara cepat dan

dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Diagnosis yang

tepat dapat secara khusus menjadi tantangan pada pasien dngan penyakit inflamasi

sendi yang mendasarinya. (1; 2)

Replikasi bakteri di dalam sendi dan proses inflamasi yang terus terjadi

dapat menyebabkan kerusakan sendi lokal yang cepat, dan dapat disertai dengan

infeksi sistemik. Pengenalan yang cepat dari petugas kesehatan akan sendi yang

terinfeksi dan penerapan terapi yang tepat merupakan hal yang penting dan kritis

untuk mencegah morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan infeksi ini. (1)

Insidensi yang semakin meningkat dimungkikan akibat prosedur ortopedi

yang dilakukan dan seiring bertambahnya usia dimana semakin banyak psenyakit

sistemik dan sendi yang mendasarninya. Orang – orang yang berisiko terkena

septik artritis diantaranya oaring dengan penyakit radang sendi. Penggunaan yang

meningkat akan agen agen immunomodulator telah membuat diagnosis dan

managemen menjadi semakin sulit. Melalui makalh ini akan dibahas mengenai

manajemen arthrtitis infektif pada dewasa. (2)

Page 2: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

BAB II

FAKTOR – FAKTOR RISIKO ARTHRITIS INFEKTIF

Faktor Risiko

Morfologi sendi yang tidak normal merupakan faktro risiko paling penting

dari artirtis infektif sebagaimana yang ditemukan pada atritis rheumatoid (RA),

terinduksi – Kristal, dan artropati charcot. Untuk alas an yang tidak begitu jelas,

risiko septik artritis meningkat 4 hingga 15 kali lipat pada pasien tanpa terapi.

Suatu hipotesis mengenai peningkatan risiko ini menyebutkan bahwa pada psien

RA terdapat suatu aktivitas bakteriosida cairan synovial yang berkutang dan

berkurangnya aktivitas fagositaosis oleh sel polymorfonuklear. Tambah lagi,

morflogi sendi yang tidak normal dapat mendukung mikoroorganisme untuk dapat

lolos dari fagositosis. Hubungan antara artirits septik dan gout kurang banyak

dilaporkan pada literature kedokteran, mungkin dikaenakan sifat episodic dari

serangan gout atau karena diagnosis yang kurang (underdiagnosis) akibat

gambaran klinis yang sama antara artitis infektif dan gout. (3; 2)

Meskipun penyakit sendi yang mendasari merupakan factor risiko utama

dari artritis infektif, obat anti – rematik termodifikasi – penyakit atau Disease –

Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) yang dapat menghambat kerusakan

sendi akibat penyakit rheumatologis tampaknya secara bersamaan juga

meningkatkan risiko infeksi sendi. Suatu penelitian retrospektif pasien dengan RA

yang diobati dengan Tumor Necrosis Factor Inhibitor (anti – TNF) dan DMARDs

non – biologis secara berturut – turut menunjukkan angka insidensi artritis septik

Page 3: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

sebesar 4.2/ 1000 pasien per tahun dan 1.8 / 1000 pasien per tahun. Anti – TNF

yang digunakan pada RA berkatian dengan risiko ganda artritis septik

dibandingkan dengan agen DMRADs non – biologis (2)

Frekuensi tindakan yang berkatian dengan artritis infektif juga meningkat

pada tahun – tahun ini sebagai akibat semakin banyaknya prosedur intraartikuler

yang dilakukan. Intervensi ortopedis dapat mengantarkan cairan terkontaminasi

yang menyebabkan meningkatnya insidensi artritis septik. Peningkatan ini telah

ditunjukkan di Eropa, dimana suatu penelitian retrospektif mengenai artritis

infeksi menunjukkan bahwa infeksi sendi bacterial 41.8% adalah iatrogenic;

insidensi artritis infektif (AI) meningkat dari 4.2 kasus /100000 di tahun 1990

menjadi 11.0 kasus /100000 di tahun 2002. Penelitian sebelumnya telah

menyarankan bahwa injeksi steroid intraartikuler dan hyaluronat meningkatkan

risiko infeksi sendi seperti yang ditemukan pada kasus – kasus AI setelah

dilakukan injeksi pada lutut dengan steroid yang terkontaminasi. (4)

BAB III

Page 4: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Etiologi

Menentukkan organisme penyebab merupakan hal yang penting dalam

pengobatan artritis Infeksi (AI) yang optimal dan tepat. Banyak bakteri dapat

menjadi pathogen pada artritis infeksi. S. aureus merupakan organisme yang

paling umum ditemui pada AI dan sering berkaitan dengan selulitis, abses,

endocarditis, osteomyelitis kronik, dan penyalahgunaan obat. Methicillin resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan masalah darurat terutama pada

pengguna obat intravena, orang tua, dan infeksi ortopedi. Dulunya MRSA

berkaitan dengan pelayanan kesehatan, namun saat ini infeksi MRSA di

masyarakat yang tidak berkaitan dengan pelayanan kesehatan kerap terjadi.

Infeksi ii sering menunjukkan komplikasi supuratif yang meningkat dan demam

serta perawatan rumah sakit yang semakin lama diaandingkan dengan MSSA.

Arthritis infeksi Vancomycin – intermediate S. aureus (VISA, vancomycin MIC 4

– 8 µg/nl) dan S. aureus reduced Vancomycin susceptibility (SA – RVS,

vancomycin MIC ≥ 2 µg/ml) telah dilaporkan pada pasien dengan riwayat paparan

tempat – tempat pelayanan kesehatan yang sering, riwayat terpapar vancomycin

sebelumnya, dan riwayat infeksi MRSA sebelumnya. (3; 4)

Organisme gran negatif berhasil dikultur dari kira – kira 5 – 20 % pasien

dengan AI dan dari pasien tersebut sebagia besar adalah anak – anak, orang tua,

orang immunosupresif dan pengguna obat intravena. Prevalensio resistensi

terhadap enterobacteriaceae telah meningkat selama decade terakhir dengan

Page 5: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

munculnya organisme yang menghasilkan β – lactamase spectrum luas atau

extened – spectrum β - lactamase (ESBL) dan karbamase. Beberapa

enterobacteriaceae penghasil carbapenemase atau carbapenemase – producing

Enterobacteriaceae (CRE) resisten terhadap semua antibiotic yang ada, meskipun

untungnya hanya sedikit laporan mengenai AI yang disebabkan oleh organisme

ini di Amerika Serikat. Sementara itu, dulunya, infeksi gonococcus merupakan hal

yang biasa sebagai penyebab sindroma dermatitis – artritis pada dewsa seksual

aktif, namun data terbaru menyarankan bahwa organisme ini sekarang jarang

ditemukan sebagai penyebab artritis infeksif di Eropa dan Amarika Utara. (5)

Pada pasien denga RA, S. aureusmasih menjadi organisme yang paling

sering dilaporkan dan menjadi penyebab dari sekitar 60 – 75 % kasus infeksi

sendi. Tambahan menganai S. aureus, pasien dengan terapi anti – TNF juga

menderita infeksi akibat organisme intraseluler termasuk Listeria dan Salmonella.

Lebih lanjut, spesies gram – negative mencakupe 50 % organisme pada pasien

DMARDs non biologis dan 10 % spesies pada pasien yang menjalani terapi anti –

TNF. Mengenai pathogen spesifik lain berkaitan dengan arthritis infeksi dapat

dilihat pada tabel 1. (2)

Page 6: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Tabel 1 : scenario klinis pathogen - spesifik artritis septik (2)

Riwayat klinis Keterkatian sendi patogen

Selulitis, infeksi kulit Monoartikuler,

poliartikuler

S. aureus, Streptococcus

Seksual aktif Poliartikkuler N. gonorrhea

Pasien tua dengan ISK,

pengeluasan kulit

Monoartikuler Gram-negative rods

Penyalahgunaan obat

suntik

Sternoclaviculer,

sacroiliaka, simfisis pubis

Pseudomonas, S. aureus

Berkebun, Luka tusuk

tanaman

Monoartikuler : lutut,

tangan, pergelangan

tangan

Pantoea agglomerans,

Nocardia asteroides,

Sporothrix schenckii

Arthritis rheumatoid Monoartikuler S. aureus

Terapi Anti – TNF Monoartikuler Salmonella, Listeria

Produk susu tak

tersterilisasi

Sendi sakroiliaka,

monoartritis, oligoartris

anggota gerak bawah

Brucellosis

Gigitan binatang Sendi kecil (jari, jempol) Pasteurella multocida,

Capnocytophaga

canimorsus, oral

aerobes/anaerobes

Page 7: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Pathogenesis

Lesi pada sendi menyebabkan tubuh melakukan usaha perbaikan dengan

mengahasilkan berbagai macam protein ekstra seluler; seperti fibronektin, elastin,

dan sialoprotein, dalam rangka penyembuhan sendi. Akan tetapi hal ini memiliki

sisi negative, dimana protein ekstraseluler tersebut menjadi lingkungan yang baik

bagi organisme, sehingga memudahkan mikroorganisme yang virulen menempel

pada selaput sendi dan mempermudah terjadinya infeksi sendi. Stafilokokus

memproduksi sejenis protein permukaan yang dapat melekat atau bersifat

adhesive ke berbagai permukaan sel tubuh. Protein ini disebut microbial surface

component recognizing adhesive matrix molecule (MSCRAM). MSCRAM ini

akan mempermudah stafilokokus untuk dapat bersembuni di dalam sel (osteoblast,

osteosit, atau leukosit) dari antibiotik maupun fagosit sehingga dapat bertahan

hidup. Adanya kuman intraseluler ini juga menyebabkan proses apoptosis dan

menyebabkan kematian sel – sel respon imun, akhirnya menyebabkan arthritis

infektif menjadi fulminant atau persisten. DNA kuman stafilokokus jenis

unmethylene dan enterotoksin merupakan antigen yang merangsang terjadinya

inflamasi serta memacu berbagai sitokin pro inflamasi (IL-1β, IL-6 dan TNF α)

serta enzim proteolitik yang keselurahnnya akan merusak jaringan sendi. (4; 5)

BAB IV

Page 8: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

DIAGNOSIS ARHTRITIS INFEKTIF

Ketika mengevaluasi pasien dengan kecurigaan arthritis infeksi, klinisi

juga harus mempertimbangkan berbagai kondisi seperti kelainan rheumatologis

primer (seperti vasculitis, atrhtitidis cristalina), arthritits yang dinduksi obat, dan

arthrtits reaktif (misalnya sindroma diare postinfeksius, arthritis

postmeningococcal dan postgonococcal, arthritis penyakit perut dalam). (4)

Pada awal infeksi gonococcus yang luas, suatu tenosynovitis awal sering

didapati tanpa invasi sendi yang nyata seperti yang terjadi pada variasi lanjut

infeksi gonococcus luas. Suatu sindroa viral biasnya menimbulkan arthritis

poliartikuler. Lesi pustule konsisten dengan kondisi bacteremia stafilokokal

(selalu ada pada segala macam lesi kulit). Ketika terdapat vesikel, selalu pikirkan

infeksi stafilokokus (2)

Tidak seperti osteomyelitis salmonella, frekuensi arthritis akibat

salmonella tidak begitu meingkat pada pasien dengan anemia sel sabit. Namun,

ketika artritis infeksi terjadi, salmonella menjadi organisme yang lebih sering

teridentifiasi, (2)

Staphylococcus aureus masih merupakan agen infeksius yang paling

sering pada penyalahguna obat intravena. Meskipun begitu, angka infeksi yang

lebih tinggi dengan organisme gram negative, khususnya Pseudomonas

aeruginosa dan spesies Serratia, terjadi pada kasus – kasus artritis infeksi. Lebih

lagi angka infeksi dari jamur dan organisme anaerob juga lebih tinggi pada

Page 9: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

pengguna obat ini. Lokasi sendi yang tidak umum juga kerap terjadi misalnya

sendi sternoclavicula. (4)

Arthrtitis infektif sebaiknya ikut dipikiran apabila menemui pasien dengan

arthritis monoartikuler atau oligoartikuler. Definisi kasus yang telah diterima luas

menenai artitis infektif bacterial telah diasjukan oleh Newman, dan didalamnya

memerlukan satu dari empat point diantaranya : (1) isolasi organisme dari sendi

yang terserang; (2) isolasi organisme dari sendi lain yang bengkak berulang, sendi

yang hangat, (3) tampilan klinis dan cairan sendi yang keruh dengan riwayat

pengobatan antibiotic sebelumnya, dan (4) buti histologis atau radiologis yang

sesuai dengan arthrtits infektif. Meskipun demikian, karena kriteria ini tidak

spesifik, diagnosis banding dari arthritis monoartikuler akut harus luas khususnya

ketika terdapat tanda inflamasi sistemik, riwayat paparan antibiotic, atau agen

immunosupresif yang semua itu dapat mengaburkan gambaran diagnosis arthrtits

infektif ini. (2)

Kebanyakan kasus arthrtitis infektif terjadis menyebar secara hematogen

ke membrane synovial satu atau lebih sendi. Sehingga, kultur darah merupakan

hal yang penting dalam evaluasi diagnostic awal pada pasien yang diurigai

memiliki artritis infektif. Kapanpun bilamana mungkin, kliis harus mendapatkan

paling tidak 2 set kultur darah sebelum memberikan terapi antibiotic. (5)

Page 10: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Laboratorium

Suatu kajian sistematis menunjukkan bahwa kombinasi hitung sel darah

putih cairan synovial dan presentase sel PMN pada cairan tersebut merupakan alat

diagnosis paling baik untuk memprediksi arthritis infektif sebelum hasl uji kulur

cairan synovial diketahui. Hitung leukosit airan synovial lebih dari 50,000

sel/mm3 sering digunakan sebagai predictor diagositik arthritis infektif. Meskipun

begitu hitung sel darah putih yang lebih rendah dapat juga terjadi pada artritis

infektif, khususnya mereka yang sudah diobati sebelumnya dengan antibiotic atau

memang kondisi pasien tersebut immunosupressi. Pada pasien yang telah memili

arthritis inflamasi seperti RA atau gout, terdapat tumpangtindih nilai diagnostic

arthritis inlamasi dan infektif. Oleh sebab itu, peningkatan inflamasi yang

mendadak pada satu atau dua sendi leih dari proporsi aktivitas penyakit haus

menimbulkan kecurigaan akan komplikasi arthritis bacterial. (1)

Jumlah leukosit darah perifer akan meninggi pada arthritis infektif anak –

anak, akan tetapi pada penderita arthritis infektif dewasa jumlah leukosit di

darah perifer biasanya normal tidak meninggi. Protein C reaktif akan

meninggi disertai kenaikan laju endap darah. Cairan sendi menunjukkan

gambaran turbid, viskositas rendah, dengan jumlah leukosit sebesar 50.000/mm3

atau lebih (range 25.000 – 75.000). pengecatan kuman cairan sendi dengan teknik

gram/BTA dapat menentukan penetapan diagnosis arthritis infektif, dan

membantu dalam pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan. Apabila hasil

kultur cairan sendi steril, akan tetapi kecurigaan terhadap arthritis infektif tinggi,

Page 11: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

sebaiknya diambil dampel dari biopsy jaringan sendi kemudian dilakukan kultur

ulang atau teknik identifikasi yang lain. (1)

Suatu penelitian prospektif mengevaluasi gejala klinis dan marker

laboratoris dari kelompok pasien yang terbukti arthritis berdasarkan kultur (n =

47) dan kelompok curiga arthritis (n = 35) dan menemukan tidak ada perbedaan

ang bermakna pada riwayat, pemeriksaan klinis, marker laboratoris atau kematian

antara dua kelompok, sehingga adalah penting untuk menggarisbawahi terapi

arhtitis infektif meskipun kultur egatif. (2; 5)

Suatu alat baru dimanfaatkan untk diagnosis atau konfirmasi arthritis

infektif yaitu amplifikasi asam nukelat mikroba universal dan polymerase chain

reaction (PCR). Alat diagnostik molekuler ini terutama bermanfaat ketika kultur

egatif atau terapi antibiotic telah diberikan sebelum arthrocentesis. Meskiun

demikian, keutungan ni dibatasi oleh waktu yang lama, kurangnya gold standard,

dan tingginya positif palsu atau kontaminasi. (6)

Drainase cairan sendi

Terdapat berbagai teknik aspirasi cairan sendi pada penderita arthritis

infektif yaitu aspirasi jarum, irigasi tidal, tindakan atroskopi dan bedah.

Tindakan yang akan dipilih para dokter berdasarkan pertimbangan biaya, factor

invasive, efektivitas drainase, dan tersedianya alat dan sumber daya manusia.

Studi retrospektif yang telah dilakukan menunjukkan teknik drainase dengan

jarum (spuit 20 cc dan jarum no 18) efektif untuk drainase sendi perifer dengan

lokasi mudah terjangkau seperti sendi lutut, siku, pergelangan kaki, dan

Page 12: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

pergelangan tangan. Untuk sendi yang lokasi sulit sendi aksial, sendi

panggul, bahu dan sternoklavikuler, maka tindakan drainase dilakukan dengan

artroskopik atau bedah drainase terbuka. Pengulangan drainase cairan sendi

dengan jarum dapat dilakukan pad ahari – hari minggu pertama ( 2-3 kali

setiap hari sampai beberapa hari). Apabila volume cairan sendi, jumlah sel,

dan persentasi sel polimortonuklear leukosit menunjukkan angka yang menurun

pada setiap aspirasi, maka keadaan menunjukkan keberhasilan terapi penderita

arthritis infektif. Apabila cairan sendi tetap persisten pada hari ke-7 makak

tindakan aspirasi cairan sendi tidak efektif dan sebaiknya dilakukan tindakan

artroskopi atau drainase terbuka oleh ahli bedah. (6; 1)

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologic penderita arthritis infektif bukan suatu

indicator yang abslut untukmenetapkan diagnosis arthritis infektif. Pada

beberapa hari pertama gambaran radiologic menunjukkan adanya

pembengkakan sendi atau jaringan sekitar sendi, dengan struktur sendi tidak

berubah. Apabila terjadi progresivitas infeksi, maka akan terjadi destruksi rawan

sendi atau penyempitan celah sendi. Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai

keunggulan dalam mendeteksi adanya efusi cairan sendi (ketajaman sampai 1 – 2

ml). pemeriksaan imaging yang lebih canggih (magneting resonance

imaging/MRI) yang bertujuan untuk membantu penetapan diagnosis arthritis

infektif sering tidak diperlukan. (1; 4; 6)

Page 13: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

BAB V

TERAPI ARTHRITIS INFEKTIF

Semua kasus arthritis infektif harus diobati dengan terapi anti – microbial

dengan segera. Pengobatan non – farmakologis dapat pula diindikasikan.

Meskipun demikian, bukti yang dapat dijadikan pedoman berkaitan dengan

manajemen medis dan bedah masih jarang.

Terapi Antibiotik

Belum ada uji klinis randomized controlled yang telah mengevaluasi suatu

agen antimikroba terhadap antmikrboa yang lain atau mengenau durasi

pangobatan antibiotik arthrtitis infektif. Suatu meta – analisis yang besar tidak

menunjukkan keuntungan pengggunaan satu regimen terapi terhadap regimen lain

untuk infeksi sendi, dan sehingga terapi antibiotic inisial dipilih berdasarkan

presentasi klinis pasien (Tabel 1) dan hasil pengecatan gram (Tabel 2). (2)

Ketika arthritis infekif dicuigai, terapi antimicrobial empiris harus sangat

hati – hati diberkan hinga data kulutur tersedia, bahkan pada kondisi terdapat hasil

pengecatan gram negative. Kemudian, untuk pasien dengan kecurigaan yang

tinggi akan arthritis infektif dan kultur negatif yang berespon terhadap terapi

empiris, melanjutkan pengobatan hingga tuntas merupakan hal yang bijaksana. (2)

Pemberian antibiotika segera diberikan, pemilihan jenis antibiotika

berdasarkan tampilan klinis empiris, rwayat penyakit, usia penderita, analisa

Page 14: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

cairan sendi, pengecatan gram / kultur, serta saran dari ahli mikrobiologi berkaitan

dengan pengetahuan mengenai prevalensi resistensi patogen terhadap obat

didaerah tersebut. Antibiotika rata – rata diberikan selama 2 minggu. (2) (5)

Tabel 2. Terapi empiris arthrtitis infektif (2)

Pengecatan gram Antimikrobial (dosis disesuaikan dengan fungsi ginajl

Kokkus gram –

positive

Vancomycin 15 – 20 mg/kg IV q 8 – 12 h

Kokkus gram –

negative

Ceftriaxone 1 g IV q 24 h + azithromycin 1 g PO x 1 (atau

doxycycline 100 mg PO BID×7 hari)

Batang gram –

negative

Ceftazidime 2 grams IV q 8 h, cefepime 2 grams IV q 8 – 12

h, piperacillin/tazobactam 4.5 g IV q 6 h, atau carbapenem

(imipenem 500 mg IV q 6 h, meropenem 1 g IV q 8 h,

datauipenem 500 mg IV q 8 h)

Allergi B-lactam:

Aztreonam 2 g IV q 8 h atau fluatauoquinolone

(ciprofloxacin 400 mg IV q 12 h atau levofloxacin 750 mg

IV q 24 h)

Bakteri gram negative Pertimbangangan PMS: ceftriaxone 1 g IV q 24 h +

azithromycin 1 g PO×1 hari (atau doxycycline 100 mg PO

BID× 7 hari)

No STD risk:

Vancomycin 15 – 20 mg/kg IV q 8 – 12 h + ceftriaxone 1 g

IV q 24 h atau vancomycin 15 – 20 mg/kg IV q 8 – 12 h plus

cefepime 2 g IV q 8 – 12 h (untuk orang tua, pasien

immunocompromised, petugas kesehatan)

Page 15: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Pada pasien arthrtitis infektif tertapi pada pengecatan gram tidak

menunjukkanadanya kuman adalah cephalosporing generasi 3 / 4 yaitu injeksi

sefotaksim (1 gram / 8 jam) atau seftriakson (1 – 2 gram / 24 jam). Apabila

ditemukan kuman kokus gram positif. Maka antibiotika pilihan adalah derivate

penisilin oxacillin / nafcillin (2 gram/ 4 – 6 jam), apabila Metichilin – resistance

Staphylococcus aureus / MRSA telah banyak dijumpai pada rumah sakit tersebut,

maka injeksi vankomisin (1 gram / 12 jam) dianjurkan diberikan sebagai

pengganti oxacillin / nafcillin. Kombinasi aminoglikosida dan sefalosporin

generasi ke – 3 (injeksi seftazidim 1 gram / 8 jam) dapat diberikan pada arthritis

infektif yang diakibatkan kuman Pseudomonas aeruginosa. Sebagai alternative

jenis antibiotika yang lain adalah kombinasi injeksi aminoglikosida dengan

mezosili (penicillin) injeksi (3 gram / 4 – 6 jam). Apabila kuman yang dijumpai

adalah spesies streptokokus, maka dapat diberikan injeksi penicillin G (dosis 2

juta unit / 4 -6 jam). Untuk arthritis infektif yang diakibatkan kuman

Haemophylus influenza dapat diberikan injeksi sefotaksim / seftriakson. Apabila

kuman golongan streptokokus tersebut dijumpai sudah resisten terhadap

penicillin, maka pilihan antibiotika yang akan diberikanadalah kombinasi preparat

injeksi penicillin dengan gentamisin atau kombinasi dengan sefalosporin generasi

ke – 3. Apabila pengecatan menunjukkan kuman gram negative maka antibiotika

spectrum luas seperti sefalosporin (injeksi seftazidim 2 gram IV / 8 jam, atau

injeksi seftriakson 1 -2 gram / 24 jam) akan memadai untuk diberikan. Seftriakson

juga dianjurkan diberikan pada penderita infektif anak muda engan riwayat

seksual yang aktif. Injeksi antibiotika intra artikuler tidak diperlikan karena kadar

Page 16: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

antibiotika dalam cairan sendi cukup baik pasca pemberian injeksi maupun oral.

Antibiotika intra artikuler serring menyebabkan sinovitis chemical. (1; 2; 4)

Pemberian antibiotika pada usia lanjut harus berhati – hati dengan

memperhitungkan kliren kreatinin ginjal, berat badan ideal dan adanya

polifarmasi yang sudah diberikan. Antibiotika pilihan untuk anak dibawah 5

tahun secara empiris umumnya dipakai sefuroksim, seftriakson, sefotaksim, atau

fosfomisin sambil menunggu hasil kultur darah atau sendi. (2)

Pada pasien yang memiliki arthritis monoartikuler akut dan dengan

infeksi gram negative yang mimilii risiko tinggi terkena penyakit menular seksual,

ceftriaxone ditambah azithromycin atau dozyccline dapat digunakan secara

empiris untuk mengobati infeksi akibat Gonococcus dan Chlamidia. Meskipun

demikian, pada kondisi gram negative dan risiko STD yang tidak jelas, terapi

empiris harus mecakup ceftriaxone ditambah satu agen yang aktif melawan

MRSA. (6)

Pada orag tua, immunocompromised , dan pasien dengan riwayat paparan

paelayanan kesehatan, suatu pilihan rasional yag empiris yang dapat diberikan

adalah vancomycin dikombinasikan dengan cephalosporin generasi ke 4

(cefepime) untuk aktivitas gram negatif yang lebih luas. Jika pasien memiliki

riwayat ESBL sebelumnya atau dicurigai mengidap organisme ini, pilihan

antibiotik harus mencakup carbapenem, suatu quinolone, atau efepime (Tabel 3).

(2)

Page 17: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Tabel 3. Rekomendasi pilihan empiris antibiotik awal pada suspek arthritis infektif

(inggris) (2; 1)

Kondisi pasien Pilihan antibiotik

Tidak memiliki faktor risiko untuk

organisme khusus

Flukloksasilin 2 gram (4 kali/hari inj IV)

plus asam fusidat 500mg (3 x sehari)

atau plus gentamisin inj alternatif;

klindamisin 450-600 mg 4 kali sehari

atau sefalosporin generasi 2 atau 3.

Risiko tinggi sepsis gram – negatif

(orang tua, kondisi lemah, ISK

berulang, setelah menjalani operasi

perut)

Inj sefalosporin generasi 2 atau 3

(sefuroksim) 1,5 gram/8 jam plus

flukloksasilin (kebijaksanaan local)

Risiko MRSA (MRSA yang telah

diketahui, pasien rawat inap, pasien

rawat di rumah, ulkus di kaki, pasien

dengan kateter.

Vankomisin plus generasi 2 atau 3

sefalosporin

Curiga gonococcus atau

meningococcus

Sefriakson

Pengguna obat intravena Konsiltasi ahli mikrobiologi

Pasein ICU Konsultasi ahli mikrobiologi

Pilihan antibiotik perlu dimodifikasi sedikit berkaitan dengan hasil pengecatan gram dan

kultur. Rencana terapi ini juga harus dikonsultasikan kepada departemen mikrobiologi

setempat. (Catherine J, Coakley G Current Opinion in Rheumatology, 2008. Balsa A, and

Mola EM, Septic Artritis, Rheumatology, 2011).

Page 18: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Pengguna obat injeksi harus diobati secara dini dengan obat seperti

vancomyci ditambah β lactam antipseudomonal yang aktif melawan MRSA dan

basil gra negative. Vancomycin merupakan terapi empiris yang masuk akal untuk

pasien dengan faktor risiko MRSA seperti hemodialysis, diabetes, perawatan

dirumah sakit, inkarserasi, atau tinggal lama di fasilitas kesehata. Arthritis infeksi

berkaitan dengan gigitan manusia, anjinga atau kucing harus mendapatkan suatu

kombinasi beta – lactam / beta – lactamase inhibitor seperti ampicillin –

silbactam utuk melawan bakteri anaerob dan flora oral. Ketika oganisme

penyebab teridentifikasi dan terdapat kecurigaan antimicrobial, terapi antibiotic

harus lebih dikhususkan. (6)

Pengobatan Non – Medikamentosa

Pengambilan materi purulen dari sendi yang terkena dipertimbangkan

merupakan suatu hal yang penting pada managemen efektif arthritis infektif,

meskipun hal ini berdasarkan saran dari para ahli bukan dari hasil uji coba klinis.

Hal ini dapat dilakukan baik dengan operatif menggunakan arthroskopi atau

arthrotomi terbuka atau melalui aspirasi jarum tertutup. Terdapat kontroversi

berkaitan dengan metode mana yang lebih baik, dan suatu kajian literatur

sistematis pada tahun 2007 tidak mengungkap adanya penelitian yang dapat

menjawab pertanyaan ini. Hal yang hanya diteliti pada orang deasa adalah

mengenai perbandingan drainase dengan aspirasi jarum dan operasi, melalui

analisis retrospektif pada pdnelitian sejak tahun 1975, menyarankan bahwa

aspirasi jarum, dapat, pada banyak kasus, lebih bermanfaat daripada bedah,

Page 19: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

meskipun hasilnya tidak secara statistik bermakna. Smith dkk mempublikasikan

penelitian prospektif mengenai pengobatan sepsis bahu pada anak di Malawi.

Enam puluh satu anak diacak untuk mendapatkan terapi aspirasi jarum atau

arthrotomy dan washout. Keluaran klonis pada 2 kelompok tersebut secara

statistik tidak berbeda pada tingkatan manapun selama follow up 2 tahun. Hal ini

menyarankan bahwa tindakan aspirasi jarum tertutup adalah tindakan yang aman

dan dapat sebagai alternative arthrotomi. (2; 5; 6)

Steroids

Kerusakan sendi pada arthritis infektif utamanya digiatkan oleh respon

inflamasi terhadap organisme penyerang. Dengan pola piker ini, pemberian

kortikosteroid sistemik dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Sakiniene

memberikan kortikosteroid intraperitoneal dengan cloxacillin pada tikus, yang

mana menghasilkan prevalensi dan keparahan arthrtits yang lebih lender dan

begitu juga tingkat mortalitasnya bila dibandingkan dengan kelompok tikus yang

biobati menggunakan cloxacillin saja. Pada suatu penelitian terkontrol placebo,

double blinded, anak dengan arhtirits infektif yang menerima suntukan intravena

obat dexamethasone ditambah antibiotic menunjukan durasi kesakitan dengan

kerusakan residual dan disfungsi sendi yang lebih kurang bila dibandingkan

dengan kelompok yang mendapatkan terapi antibiotik saja. Suatu penelitian

serupa yang lebih kecil, menunjukkan bahwa pemberian antibiotic ditambah

kortikosteroid sitemik berkaitan dengan durasi antibiotic intravena dan lama rawat

inap yang leih pendek pada anak – anak. (5)

Page 20: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Gambar 1. Algoritma Diagnostik Dan Terapeuti (5)

Page 21: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Belum ada data yang diterbitkan berkaitan dengan penggunaan steroid

pada pasien dewasa yang menarik kesimpulan serupa. Terdapat suatu penelitian

terhadap hewan mengenai penggunaan kortikosteroid intraartikuler pada arthritis

infektif, namun penelitian ini tidak secara cukup dapat diterapkan pada manusia

untuk aplikasi rutin. Kelinci – kelinci percobaan diberikan Staphylococcus

epidermidis menerima antibiotic sistemik atau antibiotic sistemik ditambah steroid

intraartikuler. Kelompok sterioid kurang memiliki inflamasi synovial bila

dibandingkan dengan kelompok yang menerima antibiotic saja. Sebagai informasi

tambahan, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa infeksi atau destruksi sendi

semakin parah ketika kortikosteroid intraartikuler diberikan bersama antibiotic. (5)

Bisphosphonates

Terapi bifosfinat telah diteliti pada hewan sebagai terapi tambahan untuk

bone loss pada arthrtitis infektif. Vardrengh menginfeksikan tikus dengan S.

aureus dan mengobatinya dengan antibiotic, bifosfinat, atau kombinasi antibiotic,

bifosfonat, dan steroid sistemik. Tikus yang diobati dengan kombinasi antibiotic

dan bifosfonat memiliki densitas tulang yang lebih tinggi, arthrtitis yang kurang

parah dan aktivitas osteoklasitik yang lebih rendah daripada yang diterapi

menggunakan antibiotic atau bifosfonat saja. Aktivitas osteoklastik kemudian

semakin berkurang dengan ditambahkannya steroid sistemik (2) (6)

Page 22: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

Algoritma Diagnostik Dan Terapeutik

Salah satu kesulitan dalam diagnosis arthritis infeksi adalah kurangnya

pengalaman klinisi dalam management penyakit musculoskeletal. Ditambah lagi

pengobatan yang berdasar pada bukti masih sedikit. Pada tahun 2006, organisasi

rheumatology inggris atau Britihs Society for Rheumatology (BSR) menerbitkan

pegangan erbasis bukti untuk menmberikan endekatan yang terstruktur mengenai

penatalaksanaan sendi bengkaka dan arthritis infektif pada khususnya. Algoritma

diagnostic dan engobatan ditampilkan pada gambar 1. (5)

Page 23: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

BAB VI

KESIMPULAN

Arthritis infeksi merupakan kegawatdaruratan medis yang memerlukan

diagnosis dan pengobatan yang cepat untuk menghindari morbiditas dan

mortalitas. Penyakit radang sendi yang mendasari, penggunaan agen

ummunomodulasi, dan prosedur ortipedis merupakan faktor – faktor risiko yang

menimbulkan arthritis infektif dan mungkin berkontribusi pada naiknya insidensi

penyakit ini seperti yang terjadi di Amerika serikat. Staphylococcus aureus

merupakan patogen penyebab yang paling umum, dan MRSA merupakan

penyebab penintg arthritis infektif akibat perawatan. Meskipun glikopeptida

masih menjadi pilihan untuk terapi infeksi MRSA, intoleransi terhadap

vancomisin dan meningkatnya resistensi menyebabkan perlunya antibiotic baru

untuk mengobati infeksi MRSA. Drainase ciran sendi merupakan hal yang

penting dilakukan pada manajemen arthrtisi infektif. Data yang lebih banyak

diperulkan sebelum terapi tambahan lain seperti steroid dan bifosfinat disarankan

untuk pengobatan.

Page 24: Penanganan ARthrtitis Infektif Syifa (375)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi, Suyanto. Artritis Infektif. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Undip.

[Online] [Cited: September 28, 2013.]

http://ipd.fk.undip.ac.id/images/stories/pustaka/suyantohadi.pdf.

2. Septic Arthritis: Current Diagnostic And Therapeutic Algorithm. Coakley,

Catherine J. Mathews and Gerald. Curr Opin Rheumatol 20:457–462.

3. Fauci. Harrison's Priciples of Internal Medicine, 17 edition. New York :

McGraw - Hill, 2008.

4. Brush, John L. Septic Arthritis . Medscape. [Online] September 28, 2012.

[Cited: September 30, 2013.] http://emedicine.medscape.com/article/236299-

overview.

5. Clinical Management of Septic Arthritis. Sharff, Katie A., Richards, Eric P.

and Townes, John M. 2013, Curr Rheumatol Rep , pp. DOI 10.1007/s11926-

013-0332-4.

6. Brush, John L. Septic Arhritis Treatment and Management. Medscape.

[Online] September 28, 2012. [Cited: September 30, 2013.]

http://emedicine.medscape.com/article/236299-treatment.