pemberian elevasi ekstremitas bawah ......pemberian elevasi ekstremitas bawah terhadap proses...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP
PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn.S DENGAN DIABETES
MELLITUS DI BANGSAL MELATI 1 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH
DWI MARTA NINGSIH
NIM : P.12 078
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP
PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn.S DENGAN DIABETES
MELLITUS DI BANGSAL MELATI 1 RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Akhir
Pendidikan Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH
DWI MARTA NINGSIH
NIM : P.12 078
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Dwi Marta Ningsih
NIM : P 12 078
Program Studi : D III Keperawatan
Judul : PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH
TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS
DIABETIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S
DENGAN DIABETES MELLITUS DI BANGSAL
MELATI 1 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA.
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Ditetapkan di : Surakarta
Hari / Tanggal : 23 Mei 2015
Pembimbing : S. Dwi Sulisetyowati, S.Kep., Ns., M.Kep. ( )
NIK.200984041
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH
TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK PADA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DI BANGSAL MELATI 1 RUMAH
SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA”
Dalam penyusunan Karya Tulis banyak mendapat bmbingan dan
dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Program studi D III
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. S. Dwi Sulisetyowati, S.kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen pembimbing sekaligus
sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, member masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dengan bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanyastudi kasus ini.
4. Joko Kismanto S.Kep., Ns selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Annisa Cindy N.A S.kep,. Ns., M.Kep selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
vi
6. Semua dosen Program studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, 23 Mei 2015
Penulis
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati
Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk orang-orang
yang kusayang.
Orang tuaku Ibu Wiwik Arenasari dan bapak Joko Kristanto,
Terima kasih kepada kedua orang tuaku untuk setiamu,
semangatmu dan motivasimu yang tak pernah henti engkau
berikan kepadaku, tak lupa untuk setiap doa yang engkau
panjatkan setiap saat untukku.
Dan untuk kakakku Candra Handhika, yang menjadi
penyemangat tanpa henti yang memberi kasih tanpa ada
batasnya.
Dan untuk para sahabatku yang setia menemani dan
membantu untuk kalian Bellinda, Muz dalifah, Peni,
Lussyanawati dan Vira, terimakasih untuk semangat dan
dukungannya sahabat.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… x
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Definisi Diabetes Mellitus ............................................... 7
2. Ulkus Diabetik ................................................................. 32
3. Elevasi ekstremitas bawah .............................................. 33
B. Kerangka Teori ....................................................................... 34
C. Kerangka Konsep ................................................................... 35
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ................................................................ 36
B. Tempat dan waktu .................................................................. 36
C. Media dan alat yang digunakan .............................................. 36
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ......................... 36
E. Alat ukur evaluasi ................................................................... 38
ix
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ...................................................................... 39
B. Pengkajian ............................................................................. 39
C. Diagnosa keperawatan ............................................................ 45
D. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 47
E. Implementasi Keperawatan ................................................... 49
F. Evaluasi keperawatan ............................................................. 53
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................. 61
B. Diagnosa keperawatan ............................................................ 63
C. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 67
D. Implementasi Keperawatan ................................................... 69
E. Evaluasi keperawatan ............................................................. 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ..................................................................... 76
B. SARAN .................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2 Asuhan keperawatan
Lampiran 3 Jurnal Aplikasi Riset
Lampiran 4 Lembar Observasi
Lampiran 5 Log Book Kegiatan Harian
Lampiran 6 Lembar Pendelegasian Pasien
Lampiran 7 Usulan Judul Jurnal Dalam Pengelolaan Asuhan Keperawatan Pada
Klien
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tes Toleransi Glukosa …………………………………. 18
xii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Teori ……………………………………… 35
2. Gambar 2.2 Kerangka Konsep ……..…………………………….. 36
3. Gambar 4.1 Genogram …………………………………………… 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia,pada diabetes mellitus kemampuan tubuh untuk bereaksi
terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama
sekali produksi insulin (Brunner dan Suddrath, 2001 dalam Wijaya dan Putri,
2013).
Diabetes melitus 8yang tidak terkontrol dengan baik dapat
menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya yaitu ulkus diabetikum,
Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke
dalam dermis (Waspadji, 2006 dalam Ferawati, 2014).
Laporan statistik dari Internasional Diabetes Federation (IDF)
menyebutkan, bahwa sekarang ada sekitar 230 juta penderita diabetes.Angka
ini terus bertambah hingga 3% atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya.
Dengan demikian jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350
juta pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia,
terutama India, Pakistan, Indonesia (Tandra, 2007).
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan
prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia
lebih 15 tahun,bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan
daerah rural sebesar7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali
2
dibandingkan dengan negara maju, sehingga diabetes mellitus merupakan
masalah kesehatan masyarakat yangserius. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Indonesia tahun 2003penduduk Indonesia yang berusia di atas 20
tahun sebesar 133 juta jiwa, makapada tahun 2003 diperkirakan terdapat
penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah
5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan polapertambahan penduduk diperkirakan
pada tahun 2030 akan terdapat 194 jutapenduduk yang berusia di atas 20
tahun maka diperkirakan terdapat penderitasejumlah 12 juta di daerah urban
dan 8,1 juta di daerah rural (Hastuti,2008).
Penderita diabetes mellitus lebih berisiko terjadi komplikasi ulkus
diabetika.Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati.Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi infeksi karena
masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi
tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Ulkus diabetika kalau tidak
segera mendapatkan pengobatan dan perawatan, maka akan mudah terjadi
infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan
tindakan amputasi. Ulkus diabetika merupakan komplikasi menahun yang
paling ditakuti dan mengesalkan bagi penderita DM, baik ditinjau dari
lamanya perawatan, biaya tinggi yang diperlukan untuk pengobatan yang
menghabiskan dana 3 kali lebih banyak dibandingkan tanpa ulkus (Hastusi,
2008).
3
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan destruksijaringan ikat
dalam yang berhubungan dengan neuropatidan penyakit vaskuler perifer pada
tungkai bawah.Hiperglikemia pada DM yang tidak dikelola dengan baik
akanmenimbulkan berbagai komplikasi kronis yaitu neuropatiperifer dan
angiopati. Dengan adanya angiopati perifer danneuropati, trauma ringan dapat
menimbulkan ulkus padapenderita DM. Ulkus DM mudah terinfeksi karena
respons kekebalan tubuh pada penderita DM biasanya
menurun.Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkusbertambah parah
dan menjadi gangren yang terinfeksi (Declori,2008).
Ulkus diabetikum adalah kaki pada pasien dengan diabetes melitus
yang mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang
berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer
dengan derajat bervariasi dan komplikasi metabolik dari diabetes pada
ekstremitas bawah.Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
neuropati, trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan
penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang
menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan perawatan
yang adekuat(Wesnawa,2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pemberian
tindakan elevasi ekstremitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus
diabetik pada pasien diabetes mellitus, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :hasil penelitian menunjukan rerata proses perkembangan ulkus
diabetik pada kelompok intervensi lebih tinggi sebesar 0,213. Pelaksanaan
4
elevasi ekstremitas bawah menunjukan hasil yang signifikan (P value 0,003)
terhadap proses penyembuhan luka.
Prevalensi diabetes mellitus di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
didapatkan data pada tahun 2013 berkisar 5 orang dan mengalami
peningkatan pada tahun 2014 berkisar 13 orang. Salah satu tindakan
keperawatan untuk mempercepat proses penyembuhan pada pasien adalah
dilakukan elevasi ekstremitas bawah. Elevasi ekstremitas bawah bertujuan
agar sirkulasi perifer tidak menumpuk diarea distal ulkus sirkulasi dapat
dipertahankan (Frykberg,2002 dalam Wulandari,2010).Tindakan elevasi
ekstremitas bawah pada pasien diabetes mellitus dengan ulkus setiap kali
pasien melakukan mobilisasi >15 menit, elevasi dapat dilakukan dengan alat
bantal atau selimutuntuk menopang pangkal paha.Melakukan tindakan elevasi
pada ekstremitas bawah yang mengalami ulkus diabetik selama 10 menit
setiap pasien melakukan aktivitas >15 menit.
Berdasarkan latar belakang diataspenulis tertarik melakukan
implementasi terkait riset tentang “Pemberian tindakan Elevasi Ekstremitas
bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik” di Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan tindakan elevasi ekstremitas bawah terhadap
proses penyembuhan ulkus diabetik pada Tn. S diabetes mellitus.
5
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. S diabetes melitus
dengan ulkus diabetik.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa padaTn. Sdiabetes melitus
dengan ulkus diabetik.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. S
diabetes melitus dengan ulkus diabetik.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. Sdiabetes melitus
dengan ulkus diabetik.
e. Penulis mampu melakukan pemberiantindakan evaluasi pada Tn. S
ulkus diabetik.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian elevasi ekstremitas
bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi IImu Pengetahuan
Sebagai bahan pertimbangan dan sumber data untuk study selanjutnya
tentang ulkus diabetik.
2. Bagi Pasien
Pasien mendapatkan perawatan penyembuhan ulkus diabetik.
3. Bagi Penulis
Sebagai proses belajar dan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat
dibangku kuliah dan dapat mengembangkan kemampuan penulis
6
tentang pengaruh elevasi ekstremitas bawah terhadap proses
penyembuhan ulkus diabetik.
4. Bagi Institusi
a. Rumah Sakit
Memberi data dan bahan masukan pengetahuan untuk melakukan
keperawatan khusunya pada tindakan elevasi ekstremitas bawah
terhadapproses penyembuhan ulkus diabetik.
b. STIKes Kusuma Husada Surakarta
Hasil karya tulis dapat digunakan sebagai referensi dan sumber
bacaan tentang pengaruh elevasi ekstremitas bawah terhadap
proses penyembuhan ulkus diabetik.
7
BAB II
LANDASANTEORI
A. Tinjauan Teori
1. Diabetes Mellitus
a. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth, 2002 dalam Padila,
2012).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan
kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute
maupun relative (Arjatmo, 2002 dalam Padila, 2012).
b. Tipe-Tipe
1) Diabetes tipe I (IDDM / Insulin Dependent Diabetes Mellitus):
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewaris diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe I.
kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
8
b) Faktor –faktor imunologi
Adanya respon otoimun yang merupakan respon
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin
endogen.
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta (Padila,
2012)
2) Diabetes tipe II (NIDDM / non-insulin dependent diabetes
mellitus)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih
belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a) Usia
Resiko bertambah sejalan dengan usia. Insidens
DM tipe 2 bertambah sejalan dengan bertambahnya usia
(jumlah sel β yang prokduktif berkurang seiring
bertambahnya usia). Upayakan memeriksa gula darah
9
puasa jika usia telah diatas 45 tahun atau segera jika ada
faktor resiko lain
b) Obesitas
Mungkin kegemukan ini adalah faktor resiko yang
paling penting untuk diperhatikan.Sebab melonjaknya
angka kejadian diabetes tipe II sangat terkait dengan
obesitas. Penurunan berat badan bukan sekedar tentang
diet, tetapi juga menyangkut perubahan gaya hidup,
olahraga, meninggalkan hidup santai. Lebih dari 8 diantara
10 penderita diabetes tipe II adalah kegemukan. Semakin
banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan
semakin resisten terhadap kerja insulin (insulin resistance)
terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan
terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity).
c) Riwayat keluarga
Orang tua atau saudara kandung mengidap diabetes
mellitus sekitar 40 % diabetes terbukti lahir dari keluarga
yang juga mengidap diabetes mellitus dan lebih-kurang
60-90 %kembar identik merupakan penyandang Diabetes
Mellitus (Arisman, 2011).
3) Diabetes Mellitus Malnutrisi
Kategori ini dimasukan oleh WHO karena kasusnya
banyak sekali ditemukan di negara-negara sedang berkembang,
10
terutama di wilayah tropis. Diabetes ini biasanya menunjukan
gejalanya pada usia muda antara 10-30 tahun (lazimnya dibawah
30 tahun). Sebagian pasien mengalami nyeri perut hingga
menjalar ke punggung (pola jalaran ini mirip dengan pola
jalaran nyeri akibat pankreatitis).Ciri lainnya ialah hiperglisemia
derajat sedang hingga berat, cenderung tidak berkembang
kearah ketosis dan adanya riwayat malnutrisi saat bayi atau anak
(Arisman, 2011).
4) Diabetes mellitus tipe Lain
Diabetes ini sering disebut diabetes sekunder, etiologi diabetes
jenis ini meliputi :
a) Penyakit pada pancreas yang merusak sel β, seperti
hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik.
b) Sindrom hormonal yang mengganggu sekresi atau
menghambat kerja insulin, seperti akromegali.
c) Obat-obat yang mengganggu kerja insulin atau
menghambat kerja insulin.
d) Kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada
reseptor insulin.
e) Sindrom genetik (Arisman, 2011).
11
c. Etiologi
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewaris diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya DM tipe I. kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor –faktor imunologi
Adanya respon otoimun yang merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi selbeta (Padila, 2012).
4) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun)
5) Obesitas
6) Riwayat keluarga
7) Nutrisi
8) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
12
d. Patofisiologi
Insulin merupakan suatu hormon yang dihasilkan oleh sel
beta pankreas yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah.
Secara fisiologis, insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
membran sel sehingga menimbulkan reaksi. Reaksi yang dihasilkan
oleh adanya ikatan antara reseptor dengan insulintersebut adalah
uptake glukosa oleh insulin dan terjadinya metabolisme glukosa
dalam sel (Guyton, 2007 dalam Yuanita,2013)
Resistensi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan
karena fungsi fisiologis insulin terganggu, yaitu menurunnya
kemampuan insulin dalam berikatan dengan reseptor sehingga
jumlah glukosa yang dimetabolisme didalam sel berkurang.
Gangguan sekresi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan
oleh menurunnya kemampuan sel beta dalam mensekresikan
insulin. Dampak yang diakibatkan dari adanya resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin adalah meningkatnya kadar glukosa
darah karena glukosa tidak mengalami metabolisme di dalam sel
(Price dan Wilson, 2005 dalam Yuanita,2013).
Cara untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah adalah harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Jika semakin banyak
glukosa yang tidak dapat dimetabolisme dan digunakan oleh
jaringan, maka kebutuhan jaringan terhadap glukosa semakin
13
meningkat. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya proses
pemecahan lemak dan protein atau sering disebut dengan
glukoneogenesis. Proses glukoneogenesis menghasilkan produk
sampingan lemak dan protein yang berupa asam lemak dan badan
keton. Produk sampingan ini akan menumpuk di dalam pembuluh
darah sehingga mengakibatkan penyempitan pembuluh darah
(aterosklerosis). Penyempitan pembuluh darah juga diakibatkan
oleh kerusakan sel endotel pembuluh darah karena kadar glukosa
darah yang meningkat. Penyempitan pembuluh darah tersebut
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke jaringan sehingga
jaringan mengalami iskemik dan nekrosis serta memicu terjadinya
berbagai komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2001 dalam
Yuanita,2013).
e. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM, yaitu :
1) Poliuria (peningkatan peneluaran urine) karena air mengikuti
glukosa yang keluar melalui urin.
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang
sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
3) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot
dan ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa
14
sebagai energi, aliran darah yang buruk pada pasien diabetes
kronis juga berperan menyebabkan kelelahan.
4) Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absortif
yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif
sel, sering terjadi penurunan berat badan tanpa terapi (Corwin,
2009).
Pada pasien diabetes dengan adanya gangren diabetik akibat
mikroangiopatik disebut juga ganggren panas karena walaupun
nekrosis daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal.Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses
makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangakan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis
5P,yaitu :
1) Pain (Nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (parestesia atau kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh) (Wijaya dan Putri,2013).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis
menurut pola dari fontaine :
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
15
3) Stadium III : timbul nyeri saat istirahat
4) Stadium IV : terjadi kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus)(Brunner dan Suddrarth, 2005 dalam Wijaya dan Putri,
2013).
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang
biasa terdapat pada pasien DM pada usia lanjut dapat berubah tiba-
tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang
tadinya bersifat relative sekarang menjadi absolut dan timbul
keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun hiperglikemia, dehidrasi dan
ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa
lapar, menguap dan keringat banyak umumnya tidak ada pada DM
usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala
dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetative
dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang
merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih
jelas.(Padila,2012).
Rata-rata penderita mengetahui adanya DM pada saat
kontrol yang kemudian ditemukan kadar glukosa yang tinggi pada
diri mereka. Berikut beberapa gambaran laboratorium yang
menunjukan adanya tanda-tanda DM yaitu:
1) Gula darah sewaktu > 200 mg/dl
16
2) Gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan
makanan/kalori sejak 10 jam terakhir)
3) Glukosa plasma dua jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75
grm (Saifunurmazah,2013).
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh diabetes yaitu :
1) Penderita diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik,
komplikasi jangka panjang yang akan dialami adalah serangan
jantung dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata akan
menyebabkan gangguan penglihatan mata.
2) Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering
mengalami cidera.
3) Berkurangnya aliran darah ke kulit dapat menyebabkan ulkus
dan semua penyembuhan luka menjadi lambat. Ulkus di kaki
dapat sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa
penyembuhan lama sehingga tungkai harus diamputasi (Ratna,
2013).
Terdapat beberapa pengklasifikasian ulkus diabetik yaitu :
1) Wagner di kutip oleh Waspadji .S membagi gangrene kaki
diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
17
Derajat 0 = tidak ada lesi yang terbuka, kulit masih utuh
dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “callus”
Derajat I = terdapat ulkus superficial, hanya pada kulit.
DerajatIII= abses dalaam, dengan atau tanpa
osteomielitis.
Derajat IV = gangren jari kaki atau bagian distal kaki,
dengan atau tanpa selulitis (infeksi jaringan)
Derajat V = gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
bawah.
2) Menurut Brand dan ward membagi menjadi dua golongan :
a) Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ketungkai
akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari
pembuluh darah besar ditungkai, terutama didaerah
betis. Gambaran klinis KDI :
(1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
(2) Pada perabaan terasa dingin.
(3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
(4) Didapatkan ulkus sampai ganggren.
b) Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik,
tidak ada gangguan dari sirkulasi.Klinis dijumpai kaki
18
yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki,
dengan pembuluh darah kaki teraba baik (Waspadji,
2005 dalam Wijaya dan Putri, 2013).
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Glukosa darah sewaktu
2) Kadar glukosa darah puasa
3) Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
diagnosis DM (mg/dl)
Tabel 2.1 Tes Toleransi Glukosa
Bukan
DM
Belum
pasti DM
DM
Kadar gula darah
sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
<100
<80
100-200
80-100
>200
>200
Kadar gula darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
<110
<90
110-120
90-110
>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2
kali pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
19
3) Glukosa plasma dari sample yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkomsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post
prandial(pp) >200 mg/dl) (Padila, 2012).
h. Penatalaksanaan
Tujuan utama diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar gula darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap diabetes mellitus adalah mencapai kadar gula
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada
pola aktivitas pasien. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan
diabetes :
1) Diet
Syarat diet diabetes mellitus hendaknya dapat :
a) Memperbaikki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan yang normal
c) Menormalkan pertumbuhan diabetes mellitus anak dan
diabetes mellitus dewasa muda
d) Mempertahankan kadar gula darah normal
e) Menekan dan menunda timbulnya penyakit agiopati
diabetik
f) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita
g) Menarik dan mudah diberikan
20
Prinsip diet diabetes mellitus adalah :
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis : boleh dimakan atau tidak.
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
diabetes mellitus, adalah :
a) Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1 ½
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolesterol-hing density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolestrol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik (Rendy
dan Margareth, 2012).
3) Pemantauan
Pemantauan bagi penderita diabetes sangat penting untuk
menjaga kadar glukosa dalam darah supaya tetap berada dalam
21
batas normal. Penderita wajib melakukan pemeriksaan
kandungan glukosa dalam darah secara rutin untuk mencegah
terjadinya peningkatan glukosa dalam darah.Dan bermanfaat
untuk merubah pola hidup.
4) Terapi (jika diperlukan)
Intervensi farmakologis meliputi pemberian obat-obatan kepada
pasien DM tipe 2.Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat
oral dan bentuk suntikan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi
pemberian insulin dan agonis
5) Pendidikan kesehatan
Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi
tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat
merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan
mencegah komplikasi lebih lanjut. Penyuluhan meliputi :
a) Penyuluhan untuk pencegahan primer
Ditujukan untuk kelompok risiko tinggi.
b) Penyuluhan untuk pencegahan sekunder
Ditujukan pada diabetes terutama pasien yang baru. Materi
yang diberikan meliputi : pengertian Diabetes, gejala,
penatalaksanaan diabetes mellitus, mengenal dan mencegah
komplikasi akut dan kronik, perawatan pemeliharaan kaki,
dll.
c) Penyuluhan untuk pencegahan tersier
22
Ditujukan pada diabetik lanjut dan materi yang diberikan
meliputi :cara perawatan dan pencegahan komplikasi, upaya
untuk rehabilitasi,dll (Padila, 2012).
Bagi penderita Diabetes Mellitus yang sudah terdapat Ulkus
Diabetik, penatalaksanaan yang dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Pengobatan
Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh
derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang
dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk
menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement
yang harus dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka
diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
a) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b) Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi
lembab.
c) Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol diabetes
dan kontrol faktor penyerta)
d) Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
2. Perawatan luka diabetik
a) Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka
serta menghindari kemungkinan terjadinya infeksi. Proses
23
pencucian luka bertujuan untuk membuang nekrosis, cairan
luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa
metabolik tubuh pada permukaan luka.
Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka
adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka
misalnya NaCL 0,9%. Penggunaan hidrigenperoxida,
hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement
lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis
atau slough dan tidak pada jaringan granulasi.Cairan
antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya
digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada saat
penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan
kembali dengan saline (Wijaya dan Putri, 2013).
b) Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau
slough pada luka. Debridement dilakukan bertujuan untuk
menghindari infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis
selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah
bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun
dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh
secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan
lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis
atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis).
24
Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan
nekrotik oleh leokosit dan enzim lyzomatik. Debridement
dengan system autolysis dengan menggunakan occlusive
dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien
dengan lukadiabetik. Terutama untuk menghindari resiko
infeksi (Gitarja W, 1999 dalam Wijaya dan Putri, 2013).
c) Terapi antibiotika
Pemberian antibiotik biasanya diberikan peroral yang
bersifat untuk menghambat kuman gram positif dan gram
negative.Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka
tersebut, maka terapi antibiotik dapat diberikan
perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman
(Sutjahyo, 1998 dalam Wijaya dan Putri, 2013).
d) Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang
berperan dalam penyembuhan luka (Tjokroprawiro, 2001
dalam Wijaya dan Putri, 2013).
e) Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis
balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan
luka dalam dalam keadaan lembab, mempercepat proses
penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat atau cairan
luka yang keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis
25
atau slough (support autolysis), kontrol terhadap infeksi
atau terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan
menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan
menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost
effective). Jenis balutan :absorbent dressing, hydroactive
gel, hydrocoloi.
Selain pengobatan dan perawatan, diperlukan juga
pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali,
karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat
berpengaruh pada penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb
lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5
g/dl. Dan perlu dilakukan juga monitor gulkosa secara
ketat, karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah
yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda
memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar
sembuh (Gitarja W, 1999 dalam Wijaya dan Putri, 2013)
Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik
dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan penderita
sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi
yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang
besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-
rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan
26
dengan cara penyuluhan dimana masing-masing profesi
mempunyai peranan yang saling menunjang.
f) Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap
saat berjalan dan jangan terlanjang kaki saat berjalan :
(1) Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik
serta memberikan perhatian khusus pada daerah sela-
sela jari kaki.
(2) Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus,
tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki.
(3) Suhu air yang diginakan untuk mencuci kaki antara
29,5oC - 30
oC dan diukur dulu dengan thermometer.
(4) Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi
air panas.
(5) Langkah-langkah yang membantu meningkatkan
sirkulasi pada ekstremitas bawahyang harus dilakukan
yaitu : hindari kebiasaan merokok, hindari bertumpang
kaki duduk, lindungi kaki dari kedinginan, hindari
merendam kaki dengan air dingin, gunakan kaos kaki
atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada
tungkai atau daerah tertentu, periksalah kaki setiap hari
dan laporkanlah jika ada luka, bullae atau kemerahan
atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan
27
tindakan awal dan jika kulit kaki kering gunakan
pelembab atau kream (Wijaya dan Putri, 2013).
i. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus
1) Pengkajian
a) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang mempunyai riwayat penyakit seperti
klien.
b) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana
cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c) Aktivitas/ istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
d) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstermitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah.
e) Intensitas Ego
Stress, ansietas.
f) Eliminasi
28
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, auria ), diare.
g) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan
berat badan, haus, penggunaan diuretik.
h) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
i) Nyeri / kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang/berat)
j) Pernapasan
Batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi atau tidak).
k) Keamanan
Kuit kering, gatal, ulkus kulit.
2) Masalah Keperawatan
a) Resiko tinggi gangguan nutrisi : kekurangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
b) Kekerangan volume cairan
c) Gangguan integritas kulit
d) Nyeri akut
e) Resiko injury
29
3) Intervensi
a) Resiko tinggi gangguan nutrisi : kekurangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme
protein, lemak.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi.Dengan Kriteria hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kebutuhan nutrient yang tepat,
berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya,
mual dan muntah pasien berkurang sampai hilang, gula darah
dalam batas normal dan terkontrol, tanda-tanda vital dalam
keadaan normal, ansietas menurun.
Intervensi :
(1) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan
tingkat kesadaran, kulit lembab / dingin, denyut nadi
cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
(2) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi.
(3) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
(nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah
dapat mentoleransinya melalui oral.
(4) Kolaborasi dengan ahli Gizi
30
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi. Dengan kriteria hasil :
Pasien menunjukan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh
tanda tanda vital yang stabil, nadi perifer dapat teraba, turgor
kulit dan pengisian kapiler baik, keluaran urin tepat secara
individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
(1) Obsevasi adanya kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan BB
(2) Pertahankan untuk pemberian cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
(3) Pantau input dan output
(4) Kolaborasi pemberian terapi cairan
c) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
status metabolik (neuropati perifer)
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan gangguan integritas kulit berkurang dan
menunjukan penyembuhan. Dengan kriteria hasil:kondisi
luka adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
31
(1) Observasi nyeri dan infeksi.
(2) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
(3) Pantau luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, adanya
pus, edema, dan discharge.
(4) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi
d) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. Dengan
kriteria hasil :Pasien dapat meperlihatkan pengendalian nyeri,
pasien dapat menunjukan tingkatan nyeri.
Intervensi :
(1) Kaji lokasi nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri
(2) Ajarkan relaksasi nafas dalam
(3) Pantau nyeri pasien
(4) Kolaborasi pemberian terapi farmakologi
e) Resiko injury berhubungan dengan penurunan fungsi
penglihatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan pasien tidak mengalami injury. Dengan
kriteria hasil :Pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa
mengalami injury
Intervensi :
(1) Orientasikan klien dengan waktu, tempat dan ruangan.
32
(2) Gunakan bed yang rendah
(3) Hindari lantai yang licin
(4) Motivasi klien untuk menggunakan alat bantu atau
penyanggah tubuh ketika berjalan (Padila, 2012).
2. Ulkus Diabetik
Ulkus diabetikum adalah kaki pada pasien dengan diabetes melitus
yang mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang
berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer
dengan derajat bervariasi, dan atau komplikasi metabolik dari diabetes
pada ekstrimitas bawah.Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak
kaki dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus
diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan
arahan perawatan yang adekuat (Wesnawa, 2013).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasife
kuman saprofit.Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah saju gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus diabetik
dikenal dengan istilah gangrene didefinisikan sebagai jaringan nekrosis
atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah
besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah berhenti. Dapat
33
terjadi sebagai proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit
serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degenerative
(arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus. Ganggren
diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat
penyakit diabetes mellitus. Biasanya ganggren tersebut terjadi pada
daerah tungkai.Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan
timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa
menginfeksi pada ganggren diabetik adalah streptococcus (Wijaya dan
Putri, 2013).
3. Elevasi ekstremitas bawah
Elevasi ekstremitas bawah bertujuan agar sirkulasi perifer tidak
menumpuk diarea distal ulkus sirkulasi dapat dipertahankan.Elevasi
ekstremitas bawah dilakukan setelah pasien dilakukan setelah pasien
beraktivitas atau turun dari tempat tidur.Saat turun dari tempat tidur
meskipun kaki tidak dijadikan tumpuan namun akibat efek gravitasi
menyebabkan aliran darah cenderung menuju perifer terutama kaki yang
mengalami ulkus (Frykberg,2002 dalam Wulandari, 2010).
34
B. Kerangka Teori
faktor resiko : a. Faktor genetik
b. Faktor imunologi
c. Faktor lingkungan Diabetes Mellitus
d. Usia
e. Obesitas
f. Riwayat keperawatan Ulkus Diabetik
Penatalaksanaan :
a. Terapi Farmakologi
b. Terapi Non Farmakologi :
1. Elevasi Ekstremitas Bawah
2. Diet
3. Latihan
4. Pemantauan
5. Pendidikan Kesehatan
Proses penyembuhan ukus diabetik
Gambar : 2.1 Kerangka Teori.
(Sumber : Alvinda,2013 ;Wulandari,2010)
35
Pemberian elevasi
ekstremitas bawah
Proses penyembuhan ulkus
diabetik
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
(Sumber :Wulandari, 2010)
36
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Penderita ulkus diabetik yang dirawat di Bangsal Melati 1Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta.
B. Tempat/Waktu
1. Tempat aplikasi riset
Penelitian ini dilakukan di Bangsal Melati 1.
2. Waktu aplikasi riset
Prosedur elevasi ekstremitas bawah dilakukan setelah selama 10 menit
setelah pasien melakukan aktivitas > 15 menit ,dilakukan selama 6 hari.
C. Media dan Alat yang digunakan
1. Media yang digunakan
Tumpukan bantal atau selimut untuk menopang pangkal paha.
2. Alat yang digunakan
Bantal, selimut(Wulandari,2010).
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Melakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah pada pasien diabetes
melitus dengan ulkus selama 10 menit setiap kali pasien mobilsiasi >15
37
menit.Elevasi dapat dilakukan dengan alat khusus elevasi ekstremitas bawah
atau menggunaan sumber daya yang ada seperti tumpukan bantal atau selimut
untuk menopang pangkal paha.
Stardart Operating Sistem
a. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan kesiapan klien
b. Fase Kerja
1. Mencuci tangan
2. Memakai handscoon
3. Menyiapkan alat
4. Mengatur posisi terlentang klien supaya nyaman
5. Meletakan tumpukan bantal di pangkal paha klien selama 10 menit
6. Merapikan alat dan klien
7. Mencuci tangan
c. Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi
2. Menyampaikan tindak lanjut
3. Berpamitan
38
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset
Menurut Bozan et al 2006 dalam Wulandari (2010) Pengukuran
kemajuan proses penyembuhan ulkus dapat dilakukan dengan menggunakan
healing index yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran hari pertama
dengan hari berikutnya yang diikut selama proses penyembuhan ulkus terjadi.
39
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini dibahas tentang hasil pemberian tindakan elevasi ekstermitas
bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik pada asuhan keperawatan
Tn.S dengan diabetes mellitus di bangsal Melati 1 Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 11.00.
A. Identitas Klien
Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 46 tahun dengan inisial Tn. S,
beragama Islam bertempat tinggal di Kampung Sewu, Surakarta, pekerjaan
swasta. Dengan diagnose medis Ulkus Diabetes Mellitus. Pasien masuk pada
tanggal 15 Maret 2015. Selama dirumah sakit yang bertanggung jawab atas
nama Ny. S berusia 43 tahun beragama Islam bertempat tinggal di Kampung
Sewu, Surakarta, hubungan dengan pasien adalahistri.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 11:00 WIB
dengan metode pengkajian autoanamnesa dan alloanamnesa.Keluahan utama
yang dirasakan pasien adalahpasien mengatakan nyeri pada kaki kanan 1/3
distal. Riwayat penyakit sekarang adalah Tn. S mengatakan 4 minggu yang
lalu, kaki kanan bengkak selama 2 minggu dan kemudian pecah selama 2
minggu luka dirawat sendiri oleh keluarga namun tidak lekas sembuh dan
luka semakin meluas. Kemudian oleh keluarga, Tn. S dibawa ke IGD Rumah
40
Sakit Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 15 Marat 2015.Dari IGD Tn. S
mendapatkan terapi infus RL 20 tpm.Kemudian dari IGD dipindah ke
Bangsal Melati 1 pada tanggal 15 Maret 2015.
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan mempunyai riwayat
penyakit gagal ginjal 5 bulan yang lalu. Pasien mengatakan tidak memiliki
alergi terhadap obat-obatan atau makanan.
Riwayat kesehatan keluarga, pasien merupakan anak ke 1 dari 3
bersaudara, pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang mempunyai
penyakit diabetes mellitus dan ketika ada anggota keluarga yang sakit segera
dibawa ke rumah sakit. Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan
tinggal di perkampungan dan lingkungan yang bersih.
Genogram :
Gambar 4.1 Genogram
Keterangan :
: laki-laki
: peremuan
------------ : tinggal satu rumah
: garis keturunan
: pasien
Tn. S,
46th
41
Pengkajian pola kesehatan fungsional menurut gordon, pada pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan kesehatan itu
penting dan ingin segera sembuh.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari
dengan jenis nasi, sayur, lauk makan habis 1 porsi dan tidak ada keluhan
sehabis atau sesudah makan. Sebelum sakit pasien minum sebanyak 6 sampai
7 gelas (@250cc) dengan jenis air putih dan teh tidak ada keluhan. Selama
sakit pasien makan 3 kali sehari dengan jenis nasi, sayur,lauk dan buah,
makan habis 1 porsi tidak ada keluhan sehabis atau sesudah makan dan
selama sakit pasien minum ± 1200 liter air putih tidak ada keluhan.
Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan buang air besar 1
sampai 2 kali setiap pagi dengan konsistensi lunak, warna kuning, tidak ada
keluhan. Dan buang air kecil 5 samapi 6 kali dalam sehari ± 1200cc warna
kuning,tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan buang air besar 1
kali sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning tidak ada keluhan.Dan
buang air kecil memakai kateter ± 1500 liter warna kuning, tidak ada keluhan.
Pola aktivitas dan latihan, sebelumsakit pasien mengatakan
melakukan aktivitas secara mandiri dan tidak ada masalah. Selama sakit
pasien mengatakan makan atau minum dibantu orang lain, toileting dibantu
orang lain dan alat, berpakaian dibantu orang lain, mobilitas ditempat tidur
dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan ambulasi rom dibantu
orang lain.
42
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan mulai tidur
pukul 23:00 WIB sampai 07:00 WIB.Jadi pasien tidur selama 8 jam.Selama
sakit pasien mengatakan tidur pukul 21:00 WIB sampai 05:00 WIB,
terkadang tidur siang dan sering terbangun.
Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada
gangguan rasa nyaman, tidak ada penurunan pada pendengaran,
penglihatan,penciuman dan komunikasi. Selama sakit pasien mengatakan
Provoking (P) nyeri timbul saat digunakan bertumpu, Quality (Q) nyeri
seperti disayat-sayat, Region (R) pada kaki kanan 1/3 distal, scale (S) nyeri 5,
Time (T) nyeri dirasakan sering ketika terlalu lama digunakan bertumpu.
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit pasien mengatakan identitas
diri pasien adalah seorang laki-laki yang merupakan kepala keluarga.Peran
diri, pasien adalah kepala keluarga yang mempunyai 1 orang anak.Harga diri,
pasien mengatakan dirinya merasa dihargai oleh anggota keluarga.Ideal diri,
pasien mengatakan ingin menjadi kepala keluarga yang bertanggung
jawab.Gambaran diri, pasien mengatakan bahwa dirinya mensyukuri seluruh
anggota tubuhnya.Selama sakit, identisas diri pasien adalah seorang laki-laki
yang merupakan kepala keluarga dan saat ini dirawat di bangsal Melati 1
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.Ideal diri, pasien mengatakan ingin
segera sembuh supaya dapat beraktivitas seperti biasa.Harga diri pasien
mengatakan dirinya masih dihargai oleh anggota keluarga.Peran diri pasien
mengatakan saat ini tidak bisa memenuhi kewajibannya karena
43
sakit.Gambaran diri pasien mengatakan merasa sedih dengan keadaannya saat
ini.
Pola seksual reproduksi pasien mengatakan sudah menikah dan sudah
memiliki 1 orang anak.Selama sakit pasien mengatakan tidak dapat
berhubungan seksual dengan istrinya karena sakit.
Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan bila ada
masalah pasien bermusyawarah dengan istrinya.Selama sakit pasien
mengatakan masih bermusyawarah jika ada masalah.
Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan beragama
islam. Selama sakit pasien megatakan melakukan sholat dengan semampunya
ditempat tidur.
Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data pasien bahwa kesadaran
composmentis dan GCS : E 4, M 6, V 5, tanda-tanda vital : tekanan darah
130/80 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20 x/menit, nadi 92 x/menit. Bentuk
kepala pasien mesocepal kulit kepala bersih rambut beruban. Keadaan mata
pasien palbebra tidak ada lingkaran hitam, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterus, pupil isocor diameter kanan-kiri simetris kanan-kiri, tidak
menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung bentuk simetris, tidak ada polip,
pernapasan teratur tidak ada sekret.Mulut tidak ada stomatitis, gigi tidak ada
caries.Telinga simetris kanan-kiri, tidak ada sekret, tidak ada gangguan
pendengaran.Leher tidak ada kaku kuduk, tidak ada gangguan menelan.
Pemeriksaan dada, pada paru-paru inspeksi bentuk thorak simetris,
pernapasan teratur.Palpasi tidak ada benjolan abnormal.Perkusi paru-paru
44
sonor kanan-kiri, tidak ada pembesaran paru.Auskultasi vasikuler pada paru-
paru kanan kiri.Pada pemeriksaan didapatkan data saat inspeksi tidak ada
jejas, ictus cordis tidak tampak.Palpasi ictus cordis teraba di ics 5, perkusi
redup, auskultasi normal.
Pemeriksaan fisik abdomen : inspeksi asites,tidak ada jejas, tidak ada
benjolan. Auskultasi peristaltik usus 20 x/menit. Perkusi tymphani pada
kuadran 2,3,4. Palpasi tidak ada nyeri tekan.Genetalia terpasang cateter. Pada
pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan-kiri 4/5, ROM kanan-kiri
aktif, capillary revil : < 2 detik, perabaan akral hangat, tidak ada perubahan
bentuk tulang. Pada ekstremitas bawab kekuatan otot kanan-kiri 3/5, ROM
kanan kiri aktif, capillary revil :< 2 detik, perabaan akral hangat, tidak ada
perubahan bentuk tulang. Terdapat luka ulkus di kaki kanan 1/3 distal dengan
hasil klasifikasi PEDIS pada tanggal 16 Maret 2015, didapatkan data
gangguan perfusi, penyakit arteri perifer tetapi tidak parah. Dalamnya luka
pada kaki sampai dibawah dermis meliputi fasia, otot atau tendon.Infeksi
dengan manifestasi demam leukositosis dan hipotensi. Status infeksi dolor :
nyeri pada jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat saat diraba.
Tumor : ekstremitas bawah dextra tampak oedema. Rubor : tampak
kemerahan pada sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning. Fusio
laesa: ekstremitas bawah dextra kurang berfungsi dengan baik.
Hasil pemeriksaan radiologi-radiodiagnostik, foto pedis kanan A.P
lateral.Didapatkan hasil dengan kesimpulan vulnus diregio cruris kanan 1/3
tenga distal tanpa mendestruksi tulang di sekitarnya.
45
Hasil pemeriksaan penunjang pada laboratorium pada tanggal 17
Maret 2015 meliputi hemoglobin 11,2 g/dl (nilai normal 13,5-17,5),
hematokrit 36 % (nilai normal 33-36), leukosit 7,9 ribu/ul (nilai normal 4,5-
11,0), trombosit 203 ribu/ul (nilai normal 150-40), eritrosit 403 juta/ul (nilai
normal 450-590), HbA1C 6,7% (nilai normal 4,8-5,9), glukosa darah puasa
124 mg/dl (nilai normal 70-110), albumin 3,1 g/dl (nilai normal 3,5- 5,2),
creatinene 1,9 mg/dl (nilai normal 0,9 -1,3), ureum 111 mg/dl (nilai normal <
50), natrium 133 mmol/L (nilai normal136-145), kalsium 3,0 mmol/L (nilai
normal 3,3-5,1), calcium ion 1,03 mmol/L (nilai normal1,17-1,29)
Progam terapi yang didapat pasien pada tanggal 16 Maret 2015, infuse
RL, infuse kidmin, furosemide 3 x 40mg (injeksi IV), clindamycin 300mg
(injeksi IV), Metronidazole 500mg.
C. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan analisa data pada tanggal pengkajian 16 Maret 2015
ditemukan masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik (ulkus diabetik). Dengan data subyektif pasien mengatakn nyeri, P :
nyeri saat digunakan bertumpu, Q : seperti disayat-sayat, R : kaki kanan 1/3
distal, S : skala nyeri 5, T : sering. Data obyektif yang diperoleh tanda-tanda
vital : Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi : 92 x/menit, respirasi : 20 x/menit,
suhu : 36,5oC, pasien tampak meringis.
Ditemukan masalah keperawatan kerusakan intregritas jaringan
berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik).Dengan
46
data subyektif pasien mengatakan luka dikaki semakin meluas dan dalam.
Data obyektif terdapat ulkus pada ekstremitas bawah dextra 1/3 distal.Hasil
pemeriksaan radiologi pada tanggal 17 Maret 2015, vulnus di region cruris
kanan 1/3 tengah hingga distal tanpa mendestruksi tulang sekitar.Pada tanggal
16 Maret 2015 di dapatkan hasil tanda-tanda infeksi dolor : nyeri pada
jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor :
ekstremitas bawah dextra tampak edema. Rubor : tampak kemerahan pada
sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning. Fusio laesa: ekstremitass
bawah dextra kurang berfungsi dengan baik.
Didapatkan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan fisik tidak bugar. Dengan data subyektif pasien
mengatakan mudah lelah karena hanya berbaring dan kurang aktivitas. Data
obyektif pasien berbaring , tidak banyak melakukan aktivitas. Kemampuan
perawatan diri selama sakit pasien mengatakan makan atau minum dibantu
orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, berpakaian dibantu orang
lain, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain
dan ambulasi rom dibantu orang lain. Ekstremitas atas 5/4, ekstremitas bawah
5/3.
Ditemukan masalah keperawatan gangguan pola tidur berhubungan
dengan kurang privasi.Dengan data subyektif pasien mengatakan sering
terbangun saat tidur. Data obyektif selama sakit pasien mengatakan tidur
pukul 21:00 WIB sampai 05:00 WIB, terkadang tidur siang dan sering
47
terbangun, pasien tampak lesu,tampak tidak segar, pasien mengatakan tidak
puas tidur.
Berdasarkan data tersebut dapat ditegakan diagnosa keperawatan yang
pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus
diabetik).Diagnosa yang kedua kerusakan intregritas jaringan berhubungan
dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik).Diagnosa yang ketiga
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar.Diagnosa
yang ke empat gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi.
D. Perencanaan keperawatan
Perencanaan dari masalah keperawatan diatas pada tanggal 16 Maret
2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diangnosa keperawatan yang pertama
yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah nyeri
berkurang dengan kriteria hasil mampu mengenali nyeri (skala, lokasi dan
frekuensi nyeri), mampu mengontrol nyeri, mengatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dari 5 menjai 2. Intervensi yang
dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang pertama yaitu kaji nyeri (skala,
lokasi dan frekuensi nyeri), ajarkan teknik non farmakologi yaitu relaksasi
nafas dalam, anjurkan mengurangi faktor persipitasi,kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik.
48
Diagnosa yang kedua adalah kerusakan intregritas jaringan
berhubungan dengan faktor mekanik. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan intergritas jaringan membaik
dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda infeksi, menunjukan terjadinya
proses penyembuhan luka, menunjukan pemahamam proses perbaikan
jaringan dan mencegah terjadinya cidera berulang. Intervensi yang dilakukan
untuk mengatasi diagnosa yang kedua adalah observasi luka (lokasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi), lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan
elevasi ekstremitas bawah, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet.
Diagnosa yang ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
fisik tidak bugar. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan hambatan mobilitas fisik berkurang dengan kriteria hasil ada
peningkatan dalam aktivitas fisik, dapat melakukan aktivitas secara bertahap.
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang ketiga adalah kaji
kemampuan pasien dalam aktivitas, latih klien dalam pemenuhan kebutuhan
diri secara mandiri, anjurkan keluarga mendampingi dalam melakukan
aktivitas, dukung latihan rom aktif atau pasif.
Diagnosa yang keempat adalah gangguan pola tidur berhubungan
dengan kurang privasi. Setelah dilakukan tindakan keperawata selama 3 x 24
jam diharapkan masalah gangguan pola tidur berkurang dengan kriteria hasil
jumlah tidur dalam batas normal 6-8 jam. Perasaan segar sesudah tidur atau
istirahat. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur.
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa ke empat adalah
49
observasi jam tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, ciptakan
lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian obat tidur.
E. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015
pada pukul 11:00 WIBadalah mengobservasi keadaan pasien.Respon
subyektif pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan. Respon obyektif
provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-
sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal , scale (S) skala 5, time (T) sering,
pasien tampak meringis. Pada pukul 11:30 WIB melakukan vital sign, respon
subyektif pasien bersedia untuk dilakukan memeriksaan tekanan darah, suhu
dan respirasi.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan darah 130/80 mmHg,
suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 92x/menit.Pada pukul 13:30 WIB
dilakukan tindakan mengubah posisi, respon subyektif pasien mengatakan
merasa lebih nyaman.Respon obyektif pasien tampak lebih rileks, klien
miring ke kiri.
Kemudian paada tanggal 17 Maret 2015 pukul 09:15 WIB
mengobservasi keadaan pasien dan memberikan obat furosemide 40mg,
metronidazole 500mg, respon subyektif pasien mengatakan semalam tidur
tidak nyenyak sering terbangun dan merasa kurang puas tidur. Respon
obyektif pasien tampak lesu, pasien tampak tidak segar, obat sudah masuk
melalui intravena. Pada pukul 11:00 WIB melakukan medikasi luka, respon
subyektif pasien bersedia luka dibersihkan. Respon obyektif pasien tampak
50
meringis, pencetus (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti
disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T)
sering.Pada pukul 11:45 WIB melakukan vital sign, respon subyektif pasien
bersedia untuk dilakukan memeriksaan tekanan darah, suhu dan
respirasi.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan darah 130/90 mmHg, suhu
36oC, respirasi 18x/menit, nadi 96x/menit.Pada pukul 13:00 WIB melakukan
aktivitas selama 15 menit, respon subyektif pasien bersedia
melakukan.Respon obyektif pasien menggerakan kaki-kakinya, pasien pindah
duduk ke ditempat duduk.Pada pukul 13:15 WIB melakukan tindakan elevasi
ekstremitas bawah respon subyektif pasien bersedia dilakukan
tindakan.Respon obyektif pasien merasa lebih nyaman dan pasien tampak
lebih rileks.
Pada tanggal 18 Maret 2015 pukul 08:40 WIB mengobservasi keadaan
pasien, respon subyektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang. Respon
obyektif provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti
disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal , scale (S) skala 4, time (T)
sering. Pada pukul 09:30 WIB dilakukan tindakan medikasi luka, respon
subyektif pasien mengatakan bersedia luka dilakukan perawatan.Respon
obyektif pus sudah berkurang, jaringan granulasi mulai tumbuh.Pukul 10:30
WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, respon subyektif pasien
bersedia dilakukan pemeriksaan.Respon obyektif didapatkan hasil tekanan
darah 135/90 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 94x/menit.Pada
pukul 11:00 WIB melatih aktivitas, respon subyektif pasien bersedia melatih
51
aktivitas. Respon obyektif pasien makan dengan mandiri, pasien berusaha
duduk di kursi dengan bantuan orang lain. Pada pukul 11 30 WIB melakukan
tindakan elevasi ekstremitas bawah selama 10 menit, respon subyektif pasien
bersedia dilakukan tindakan dan pasien mengatakan rasa lelah hilang setelah
dilakukan tindakan. Respon obyektif pasien tampak rileks, pasien tampak
nyaman. Pada pukul 13:00 WIB memberikan lingkungan nyaman, respon
subyektif pasien mengatakan ingin tidur siang.Respon obyektif menutup tirai,
pasien tampak mengantuk.
Pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 08:30 WIB mengobservasi keadaan
klien, respon subyektif pasien mengatakan semalam bisa tidur. Respon
subyektif pasien tampak lebih segar.Pukul 09:00 WIB melakukan perawatan
luka, respon subyektif pasien mengatakan nyeri berkurang.provoking (P)
nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R)
kaki kanan 1/3 distal , scale (S) skala 4, time (T) kadang-kadang.Pada pukul
10:00 WIB mengajarkan merubah posisi, respon subyektif pasien bersedia
melakukan rubah posisi.Respon obyektif pasien posisi semi fowler, pasien
tampak rileks.Pukul 11:30 WIBmelakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
respon subyektif pasien bersedia dilakukan pemeriksaan.Respon obyektif
didapatkan hasil tekanan darah 120/90 mmHg, suhu 36,8oC, respirasi
19x/menit, nadi 90x/menit.Pada pukul 13:30 WIB melakukan tindakan
elevasi ekstremitas bawah selama 10 menit, respon obyektif pasien bersedia
dilakukan tindakan. Respon obyektif pasien tampak rileks, pasien tampak
nyaman.
52
Pada tanggal 20 Maret 2015 pukul 09:15 WIB mengobservasi keadaan
pasien, respon pasien mengatakan nyeri sudah berkurang. Respon obyektif
provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-
sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T) kadang-
kadang.Pukul 09:45 WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien bersedia. Respon Obyektif :tekanan darah 110/90 mmHg,
suhu 36,8oC, nadi 88x/menit, respirasi 20x/menit. Pada pukul 10:00WIB
melakukan medikasi luka, respon subyektif pasien bersedia luka
dibersihkan.Respon obyektif pasien tampak meringis, tampak pemulihan ada
luka.Pada pukul 13:00WIBmelatih aktivitas, respon subyektif pasien bersedia
melakukan.Respon obyektif pasien menggerakan kaki-kakinya, pasien makan
dengan mandiri.Pada pukul 13:15 WIB melakukan tindakan elevasi
ekstremitas bawah respon subyektif pasien bersedia dilakukan
tindakan.Respon obyektif pasien merasa lebih nyaman.
Pada tanggal 21 Maret 2015 pada pukul 08:00 WIBmengobservasi
keadaan pasien respon subyektif pasien mengatakan semalam bisa tidur.
Respon obyektif pasien tampak lebih segar. Pada pukul 09:00WIB melakukan
injeksi forusemide 40mg, respon subyektif pasien bersedia di berikan
obat.Respon obyektif obat sudah masuk melalui intravena, infus RL
lancar.Pukul 10:00 WIBmelakukan medikasi luka, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia dilakukan tindakan perawatan luka. Respon obyektif
pasien tampak meringis, luka tampak mengeluarkan darah segar saat di
nekrotomi, tampak peningkatan proses penyembuhan,Kalor: rasa hangat saat
53
diraba.Tumor :ekstremitas bawah dextra tidak edema.Rubor : tidak terdapat
pus di ulkus diabetik. Fusio laesa: ekstremitas bawah dextra ada peningkatan
aktivitas.Provoking(P) nyeri saat dilakukan perawatan, quality (Q) seperti
disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T)
kadang-kadang. Pada pukul 11:30 WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, respon subyektif pasien bersedia dilakukan pemeriksaan.Respon
obyektif didapatkan hasil tekanan darah 110/95 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi
18x/menit, nadi 82x/menit.Pukul 12:30 WIB melatih aktivitas, respon
obyektif pasien mengatakan bersedia makan mandiri. Respon obyektif pasien
makan dan minum secara mandiri, pasien ganti baju di bantu orang lain,
pasien duduk dikursi. Pada pukul 13:00 WIB melakukan tindakan elevasi
ekstremitas bawah respon subyektif pasien bersedia dilakukan
tindakan.Respon obyektif pasien merasa lebih nyaman, rasa lelah berkurang.
F. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, setiap hari di lalukan
evaluasi dengan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, planning). Evaluasi pada
tanggal 16 Maret 2015 pukul 14:00 WIBhasil evaluasi diagnosa pertama
adalah subyektif: pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, provoking(P)
nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R)
kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T) sering. Obyektif : tanda-
tanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit,
nadi 92x/menit. Analisa : masalah belum teratasi. Planning: lanjutkan
54
intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Hasil evaluasi diagnosa kedua , subyektif: pasien mengatakan luka
dikaki semakin luas dan dalam. Obyektif: terdapat ulkus diabetik pada kaki
kanan 1/3 distal. Analisa : masalah belum teratasi. Planning: lanjukkan
intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas
bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan.
Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif: pasien mengatakan mudah lelah
karena hanya berbaring ditempat tidur. Obyektif : pasien tampak berbaring
dan pasien tidak banyak melakukan aktivitas. Analisa :masalah belum
teratasi. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL
(activity daily living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi
pasien saat beraktivitas.
Evaluasi diagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan sering
terbangun saat tidur. Obyektif: pasien mulai tidur pukul 21:00-05:00 WIB
terkadang tidur siang namun sering terbangun, pasien tampak lesu, pasien
tampak tidak segar, pasien tidak puas tidur. Analisa:masalah belum
teratasi.Planning : lanjutkan intervensi, jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian terapi
farmakologi.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 17 Maret 2015 pukul 14:00 WIB
hasil evaluasi diagnosa pertama adalah subyektif: pasien mengatakan nyeri
pada kaki kanan, provoking(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q)
55
seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal,scale (S) skala 5,
time(T) sering. Obyektif : tekanan darah 130/90 mmHg, suhu 36oC, respirasi
18x/menit, nadi 96x/menit, pasien tampak meringis. Analisa : masalah belum
teratasi. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi
nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik.
Hasil evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien mengatakan luka
rasanya seperti disayat-sayat. Obyektif:sudah dilakukan medikasi, jaringan
nikrotik sudah di nekrotomi. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning:
lanjutkan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi
ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan. Evaluasi diagnosa
ketiga, subyektif:pasien mengatakan sudah makan sediri. Obyektif :pasien
mengatakan secara mandiri, pasien beraktivitas secara bertahap. Analisa :
masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam
pemenuhan ADL (Activity Daily Living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan
keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas.
Evaluasi diagnosa keempat, subyektif:pasien mengatakan merasa
kurang puas tidur. Obyektif:pasien tampak kurang segar. Analisa : masalah
belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi, jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian terapi
farmakologi.
Evaluasi hari ketiga pada tanggal 18 Maret 2015 pada pukul 14:00
WIB hasil evaluasi diagnosa pertama adalah subyektif: pasien mengatakan
56
nyeri nyeri berkurang, provoking (P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality
(Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 4,
time (T) sering. Obyektif :tekanan darah 135/90 mmHg, suhu 36,5oC,
respirasi 20x/menit, nadi 94x/menit. Analisa :masalah belum teratasi.
Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian
analgetik.
Hasil evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien mengatakan kaki
kanan merasa lebih nyaman. Obyektif:jaringan granulasi sudah tumbuh,
dilakukan medikasi setiap hari, bau sudah berkurang, merasa nyaman
dilakukan tindakan elevasiekstremitas bawah. Analisa: masalah teratasi
sebagian. Planning: lanjukan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril,
lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan.
Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif:pasien bersedia melatih aktivitas.
Obyektif :pasien makan dengan mandiri, pasien berusaha duduk dikursi
dengan bantuan orang lain. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning :
lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL / aktivitas sehari-
hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas.
Evaluasi diagnosa keempat, subyektif:pasien mengatakan ingin tidur
siang. Obyektif: menjaga privasi pasien, mengurangi kebisingan lingkungan.
Analisa : masalah teratasi sebagian.Planning: lanjutkan intervensi, jelaskan
pentingnya tidur yang adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi
pemberian terapi farmakologi.
57
Evaluasi pada hari keempat pada tanggal 19 Maret 2015 pada pukul
14:00 WIB hasil evaluasi diagnosa pertama adalah subyektif: pasien
mengatakan nyeri berkurang, provoking(P) nyeri saat digunakan bertumpu,
quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S)
skala 4, time (T) kadang-kadang. Obyektif :tekanan darah 120/90 mmHg,
suhu 36,8oC, respirasi 19x/menit, nadi 90x/menit. Analisa :masalah belum
teratasi. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi
nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik.
Hasil evaluasi diagnosa kedua, subyektif:pasien mengatakan bersedia
dilakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah. Obyektif: jaringan granulasi
sudah tumbuh, dilakukan medikasi setiap hari, nyaman dilakukan tindakan
elevasiekstremitas bawah. Analisa: masalah teratasi sebagian. Planning:
lanjukan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi
ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan.
Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif:pasien bersedia melakukan rubah
posisi. Obyektif :pasien posisi semi fowler, pasien tampak rileks. Analisa :
masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi, latih pasien dalam
pemenuhan ADL (Activity Daily Living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan
keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas.
Evaluasi diagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan semalam
bisa tidur Obyektif: pasien tampak lebih segar. Analisa: masalah
58
teratasi.Planning: lanjutkan intervensi, ciptakan lingkungan yang nyaman dan
tenang.
Evaluasi pada hari kelima pada tanggal 20 maret 2015, evaluasi
diagnosa pertama adalah subyektif: pasien mengatakan nyeri sudah
berkurang, provoking(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti
disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T)
kadang-kadang. Obyektif: tekanan darah 110/90 mmHg, suhu 36,8oC, nadi
88x/menit, respirasi 20x/menit.Analisa: masalah teratasi sebagian. Planning:
lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
Evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien bersedia luka dibersihkan.
Obyektif : tampak meringis, tampak ada peningkatan perbaikan luka,
dilakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah.Analisa : masalah teratasi
sebagian. Planning: lanjukan intervensi, lakukan teknik perawatan luka steril,
lakukan elevasi ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan.
Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif: pasien mengatakan melatih
aktivitas mandiri. Obyektif : pasien makan dan minum secara mandiri,
menggerakan kaki dan tangan, duduk dikursi dengan bantuan orang lain.
Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi, latih
pasien dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living) / aktivitas sehari-hari,
anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas.
Evaluasi diagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan sudah bisa
tidur tidak sering terbangun. Obyektif: pasien tampak segar tidak lesu.Analisa
59
:masalah teratasi. Planning : lanjutkan intervensi, ciptakan lingkungan yang
nyaman dan tenang.
Evaluasi pada hari keenam tanggal 21 Maret 2015 pada pukul 14:00
WIBevaluasi diagnosa pertama, subyektif: pasien mengatakan lebih merasa
nyaman. Provoking (P) nyeri saat dilakukan perawatan luka, quality (Q)
seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time
(T) kadang-kadang. Obyektif: tekanan darah 110/90 mmHg, suhu 36,5oC,
respirasi 18x/menit, nadi 88x/menit, pasien tampak meringis.Analisa :
masalah teratasi sebagian. Planning: lanjutkan intervensi, ajarkan kurangi
faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi
dengan dokter pemberian analgetik.
Evaluasi diagnosa kedua, subyektif: pasien mengatakan bersedia
dilakukan tindakan perawatan luka. Obyektif: pasien tampak meringis
obyektif luka tampak mengeluarkan darah segar saat di nekrotomi, tampak
peningkatan proses penyembuhan, Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor
:ekstremitas bawah dextra tidak edema. Rubor : tidak terdapat pus di ulkus
diabetik. Fusio laesa: ekstremitas bawah dextra ada peningkatan
aktivitas.Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning: lanjukan intervensi,
lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah,
anjurkan keluarga menjaga kebersihan.
Evaluasi diagnosa ketiga, subyektif: pasien mengatakan bersedia
melatih aktivitas. Obyektif:pasien makan dan minum secara mandiri, duduk
di kursi dibantu orang lain. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning :
60
lanjutkan intervensi, latih pasien dalam pemenuhan ADL (Activity Daily
Living) / aktivitas sehari-hari, anjurkan keluarga mendampingi pasien saat
beraktivitas.
Evaluasidiagnosa keempat, subyektif: pasien mengatakan semalam
bisa tidur. Obyektif: pasien tampak lebih segar. Analisa :masalah
teratasi.Planning: lanjutkan intervensi, ciptakan lingkungan yang nyaman dan
tenang.
61
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas tentang pemberian elevasi ekstremitas bawah
terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik pada asuhan keperawatan Tn.S
dengan Diabetes Mellitus di Bangsal Melati 1 Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta. Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 maret 2015. Pembahasan ini
tentang proses asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang
kesesuaian dan kesenjangan antara teori dan kenyataan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi
pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang
diangkat akan menentukan disain perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya,
tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat.Oleh
karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga
seluruh kebutuhan perawataan pada pasien dapat diidentifikasi (Rohmah dan
Walid,2012).
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 16 Maret 2015 pukul
11:00 WIB. Keluhan utama pada saat dikaji adalah nyeri pada kaki kanan
disebabkan oleh karena adanya luka robekan pada kaki kanan dan sudah 2
62
minggu, didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah
130/80 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 20x/menit, nadi 90x/menit.Provoking
(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region
(R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T) sering, pasien tampak
meringis.Hal sesuai dengan teori pada pengkajian keluhan pasien yaitu nyeri
pada kaki kanan 1/3 distal.
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut (Long, 1996 dalam Mubarak, 2008).Nyeri yang terjadi
pada Tn. S dikarenakan adanya agen cidera fisik yaitu ulkus pada kaki
kanan 1/3 distal.Ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien diabetik
yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik, luka yang
terjadi karena adanya kelainan saraf, kelainan pembuluh darah dan
kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik hal itu akan
berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi (Suryadi, 2004
dalam Wijaya dan Putri, 2013).
Pada pemeriksaan fisik didapat adanya kerusakan intregritas
jaringan di kaki kanan 1/3 distal,tanda-tanda infeksi dolor : nyeri pada
jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor :
ekstremitas bawah dextra tampak edema. Rubor : tampak kemerahan pada
sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning. Fusio laesa :
ekstremitas bawah dextra kurang berfungsi dengan baik.Pengkajian ini
sesuai dengan teori pada pasien diabetik dengan ulkus yaitu terjadinya
63
kerusakan intregritas kulit atau jaringan.Kerusakan intregritas jaringan
merupakan kerusakan jaringan membrane mukosa, kornea, integumen atau
subkutan (Nanda, 2010).
Pada pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh pasien secara
keseluruhan atau hanya beberapa bagian saja yang dianggap perlu oleh
dokter yang bersangkutan (Mubarak, 2008). Hasil pemeriksaan kemampuan
perawatan diri selama sakit pasien mengatakan makan atau minum dibantu
orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, berpakaian dibantu orang
lain, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang
lain dan ambulasi rom di bantu orang lain. Ekstremitas atas kiri-kanan : 5/4,
ekstremitas bawah kiri-kanan : 5/3. Penurunan kekuatan otot pada Tn. S
disebabkan karena gangguan mobilisasi adalah ketidakmampuan seseorang
untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat (Mubarak, 2008).
Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan gangguan pada pola
istirahat dan tidur.Selama sakit pasien mengatakan tidur pukul 21:00 WIB
sampai 05:00 WIB, terkadang tidur siang dan sering terbangun.Gangguan
pola tidur merupakan gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat
faktor ekstrenal (Nanda, 2010).
B. Diagnosa
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan
respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual atau
64
potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal
mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan,
atau meencegah perubahan (Rohmah dan Walid, 2012).
Diagnosa yang muncul pada pasien yang pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik).Kedua kerusakan
intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus
diabetik).Ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak
bugar.Keempat gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi
(ruangan kelas III, banyak pasien dan pengunjung).
Berikut diagnosa yang telah diangkat penulis berserta analisanya :
1. Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(ulkus diabetik) (Nanda,2010).
Masalah keperawatan yang diambil Penulis untuk diagnosa yang
pertama, yaitu nyeri.Batasan karakteristk nyeri yaitu mengespresikan
perilaku (merengek dan menangis), masker wajah (meringis, tampak
kacau, mata kurang bercahaya), gangguan tidur, melaporkan nyeri
secara verbal, perubahan posisi untuk menghindari nyeri (Nanda, 2010).
Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian dengan data subyektif
pasien mengatakan nyeri P : nyeri saat digunakan bertumpu, Q : seperti
disayat-sayat, R : kaki kanan 1/3 distal, S : skala nyeri 5, T : sering.
Pasien tampak meringis.Yang dialami oleh pasien sudah sesuai dengan
65
batasan karakteristik dalam Nanda (2010), hal ini dikarenakan pasien
melaporkan nyeri secara verbal.
Nyeri menjadi diangnosa pertama karena dalam prioritas
kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow, manusia
membutuhkan keselamatan dan rasa aman salah satu dari rasa aman
yaitu terhindar dari rasa nyeri (Mubarak, 2008).
2. Diagnosa keperawatan kerusakan intregritas jaringan berhubungan
dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik)
Masalah yang diambil pada diagnosa yang kedua yaitu
kerusakan intregritas jaringan sesuai dengan Nanda (2010). Batasan
karakteristik kerusakan intregritas jaringan yaitu kerusakan jaringan
(misalnya kornea, membran mukosa, integumen, atau subkutan)
Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian dengan data subyektif
pasien mengatakan luka pada kaki kanan semakin meluas dan
dalam.Yang dialami pasien sesuai dengan batasan karakteristik dalam
Nanda (2010), karena pasien mengalami kerusakan jaringan pada kaki
kanan 1/3 distal.
Kerusakan intregritas jaringan menjadi diangnosa kedua karena
dalam kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow, manusia
membutuhkan keselamatan dan rasa aman salah satu dari rasa aman
yaitu terhindar dadi infeksi (Mubarak, 2008).
3. Diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik behubungan dengan
fisik tidak bugar.
66
Masalah yang diambil penulis hambatan mobilitas fisik.Batasan
karakteristik mobilitas fisik yaitu kesulitan membolak-balik posisi,
pergerakan lambat, keterbatasan kemampuan untuk melakukan
ketrampilan motorik halus, keterbatasan kemampuan untuk melakukan
ketrampilan motorik kasar (Nanda, 2010).
Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian data subyektif pasien
mengatakan pasien mengatakan mudah lelah karena hanya berbaring
dan kurang aktivitas Ekstremitas atas kanan-kiri : 4/5, ekstremitas
bawah kanan-kiri : 3/5. ADL dibantu dengan orang lain. Yang dialami
pasien sudah sesuai dengan batasan karakteristik dalam Nanda (2010),
hal ini dikarenakan dalam kebutuhan aktivitas dibantu oleh orang lain
dan alat.
Hambatan mobilitas fisik menjadi diagnosa yang ketiga karena
pada pasien diabetes mellitus, terjadi rasa lelah dan kelemahan otot
akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energi, aliran darah yang buruk
pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkan kelelahan
(Corwin, 2009).
4. Diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan
kurang privasi.
Masalah keperawatan yang diambil penulis gangguan pola
tidur.gangguan pola tidur yaitu gangguan kualitas tidur dan kuantitas
waktu tidur akibat faktor eksternal (Nanda, 2010).
67
Pada Tn. S didapatkan hasil pengkajian dengan data subyektif
pasien mengatakan pasien mengatakan tidur pukul 21:00 WIB sampai
05:00 WIB, terkadang tidur siang dan sering terbangun,merasa lesu
tidak puas tidur.Yang dialami pasien sudah sesuai dengan batasan
karakteristik Nanda (2010), hal ini karena dalam istirahat tidur pasien
mengalami sering terbangun dan tidak puas tidur.Gangguan pola tidur
menjadi diagnosa yang keempat karena pola tidur pasien kurang
terpenuhi berhubungan dengan kurang privasi.
Berdasarkan diagnosa yang diambil diatas, penulis mengambil 3
diagnosa yang sesuai dari konsep asuhan keperawatan secara teori pada
pasien diabetes mellitus. Dalam diagnosa diatas penulis menambahkan
1 diagnosa yaitu gangguan pola tidur yang berhubungan dengan kurang
privasi, alasan diagkatnya diagnosa tersebut karena pasien dirawat di
kelas tiga dan dalam 1 ruangan terdapat 8 pasien dan diruangan tersebut
banyak pengunjung pasien.
C. Intervensi
Perencanaan adalah pegembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi mesalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam
diagnosis keperawatan. Desain perencannaan menggambarkan sejauh mana
perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan
efisien (Nikmatur dan saiful, 2012). Pembahasan dari intervensi yang
meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan :
68
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Pada kasus Tn. S
penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan maasalah nyeri berkurang dengan kriteria hasil mampu
mengenali nyeri (skala, lolasi dan frekuensi nyeri), mampu mengontrol
nyeri, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, skala nyeri
berkurang dari 5 menjadi 2. Intervensi yang dilakukan yaitu untuk
mengatasi diagnosa yang pertama yaitu mengkaji nyeri (skala, lokasi dan
frekuensi nyeri) dengan rasional untuk mengetahui status perkembagan
(skala, lokasi daan frekuensi nyeri),ajarkan teknik non farmakologi yaitu
relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk membantu mengurangi nyeri
secara non farmakologi, anjurkan mengurangi faktor persipitasi dengan
rasional untuk mengurangi timbulnya nyeri,kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik dengan rasional untuk memberikan terapi
farmakologi.
2. Kedua kerusakan intregritas jaringan berhubungan dengan faktor
mekanik. Pada kaasus Tn.S penulis melakukan rencana tindakan
keperawtan selama 3 x 24 jam diharapkan intergritas jaringan membaik
dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda infeksi, menunjukan
terjadinya proses penyembuhan luka, menunjukan pemahamam proses
perbaikan jaringan dan mencegah terjadinya cidera berulang. Intervensi
yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang kedua adalah observasi
luka (lokasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi) dengan rasional
untuk mengetahui keadaan luka, lakukan teknik perawatan luka
69
sterildengan rasional untuk menghindari penyebaran virus, lakukan
elevasi ekstremitas bawah dengan rasional untuk meningkatkan proses
penyembuhan , kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet dengan
rasional untuk membantu pemulihan.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar. Pada
kaasus Tn.S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik berkurang dengan kriteria
hasil ada peningkatan dalam aktivitas fisik, dapat melakukan aktivitas
secara bertahap.Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa
yang ketiga adalah kaji kemampuan pasien dalam aktivitas dengan
rasional untuk mengetahui kemampuan aktivitas, latih klien dalam
pemenuhan kebutuhan diri secara mandiridengan rasional untuk
meningkatkan aktivitas klien, anjurkan keluarga mendampingi dalam
melakukan aktivitas dengan rasional untuk menjaga klien saat
beraktivitas, dukung latihan rom aktif atau pasif dengan rasional untuk
meningkatkan kemampuan dan member motivasi.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi. Pada kasus
Tn. S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam Setelah dilakukan tindakan keperawata selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah gangguan pola tidur berkurang dengan kriteria hasil
jumlah tidur dalam batas normal 6-8 jam. Perasaan segar sesudah tidur
atau istirahat. Mampu menidentifikasi hal-hal yang menningkatkan
tidur.Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa ke empat
70
adalah observasi jam tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui pola
tidur klien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat dengan rasional
untuk memberikan pengetahuan pentingnya tidur yang efektif, ciptakan
lingkungan yang nyaman dengan rasional untuk meningkatkan waktu
tidur klien, kolaborasi pemberian obat tidur untuk membantu memenuhi
kebutuhan tidur.
D. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan databerkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan
Walid, 2012).
Diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (ulkus diabetik) implementasi yang dilakukan penulis sesuai yang
sudah dirumuskan dari (Nurarif dan Kusuma, 2013). Dengan hasil pada saat
pengkajian pada tanggal 16 Maret 2015 didapatkan data subyektif provoking
(P) nyeri saat digunakan bertumpu, quality (Q) seperti disayat-sayat, region
(R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 5, time (T) sering, pasien tampak
meringis. Hasil perubahan data subyektif yang didapat pada hari terakhir
implementasi tanggal 21 Maret 2015 terdapat perubahan data subyektif
didapatkan provoking (P) nyeri saat dilakukan perawatan, quality (Q) seperti
71
disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal, scale (S) skala 3, time (T)
kadang-kadang.
Diagnosa yang kedua yaitu kerusakan intregritas jaringan
berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik)
implementasi yang dilakukan penulis sesuai yang dirumuskan dari (Amin dan
Hardhi, 2013).Dan ditambahkan tindakan tindakan elevasi ekstremitas
bawah.Didapatkan data subyektif pada tanggal 16 Maret 2015 yaitu terdapat
ulkus pada ekstremitas bawah dextra 1/3 distal. Didapatkan hasil tanda-tanda
infeksi dolor : nyeri pada jaringan yang mengalami infeksi. Kalor: rasa hangat
saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tampak oedema. Rubor :
tampak kemerahan pada sekitar area ulkus dan terdapat pus berwarna kuning.
Fusio laesa: ekstremitass bawah dextra kurang berfungsi dengan baik. Hasil
perubahan data subyektif yang didapat pada hari terakhir implementasi
tanggal 21 Maret 2015 terdapat perubahan data subyektif didapatkan jaringan
granulasi tumbuh dengan baik, hasil tanda-tanda infeksi Kalor: rasa hangat
saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tidak odema. Rubor : tidak
terdapat pus di ulkus diabetik. Fusio laesa: ekstremitass bawah dextra ada
peningkatan aktivitas. Penulis berusaha menerangkan implementasi tentang
pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah sesuai dengan hasil riset yang
terdapat dalam jurnalWulandari (2010). Elevasi ekstremitas bawah
merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan ditetapkan untuk proses
penyembuhan ulkus diabetik pada ekstrimitas bawah yang paling sering
ditemukan pada pasien diabetes mellitus, bertujuan untuk agar sirkulasi
72
perifer tidak menumpuk diarea distal ulkus sirkulasi yang dipertahankan.
Elevasi ekstremitas bawah berguna untuk mengembalikan aliran darah dan
mengurangi tekanan di bagian distal ekstremitas.Aktivitas > 15 menit dapat
meningkatkan tekanan ke distal 20% sehingga meningkatkan resiko
terjadinya edema perifer sebagian besar dapat menghambat penyembuhan
ulkus.Respon pasien saat dilakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah
pasien kooperatif dan pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah satu kali
selama penulis melakukan shift, tetapi penulis juga menganjurkan keluarga
untuk melakukan tindakan elevasi ekstremitas bawah saat penulis sedang
tidak shift. Tindakan elevasi ekstremitas bawah dilakukan selama 10 menit
setalah pasien melakukan aktivitas > 15 menit.
Diagnosa yang ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan fisik tidak bugar.Implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan
yang sudah dirumuskan dari (Amin dan Hardhi, 2013).Didapatkan data
subyektif pada tanggal 16 Maret 2015 yaitu pasien mudah lelah karena hanya
berbaring dan kurang aktivitas, tidak banyak melakukan aktivitas.kemampuan
perawatan diri selama sakit pasien mengatakan makan atau minum di bantu
orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat, berpakaian di bantu orang
lain, mobilitas di tempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang
lain dan ambulasi rom di bantu orang lain. Ekstremitas atas 5/4, ekstremitas
bawah 5/3.Hasil perubahan data subyektif yang didapat pada hari terakhir
implementasi tanggal 21 Maret 2015 yaitu : pasien makan dan minum secara
73
mandiri, duduk dikursi dibantu orang lain, toileting masih dibantu orang lain
dan alat.
Diagnosa keempat yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan
kurang privasi.Implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan yang
dirumuskan dari (Nurarif dan Kusuma, 2013). Didapatkan data subyektif pada
tanggal 16 Maret 2015 yaitu pasien mengatakan sering terbangun saat tidur,
merasa tidak puas tidur, tampak lesu dan tidak segar. Hasil perubahan data
subyektif yang didapat pada hari terakhir implementasi tanggal 21 Maret
2015 yaitu semalam bisa tidur, tampak segar dan merasa puas tidur.
Selama dilakukan implementasi pasien kooperatif, jadi selama
dilakukan implementasi penulis tidak mengalami masalah dalam
implementasi.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012).
Evaluasi diagnosa pertama nyeri akut data subyektif: pasien
mengatakan lebih merasa nyaman, provoking (P) nyeri saat dilakukan
perawatan, quality (Q) seperti disayat-sayat, region (R) kaki kanan 1/3 distal,
scale (S) skala 3, time (T) kadang-kadang. Data obyektif :tekanan darah
110/90 mmHg, suhu 36,5oC, respirasi 18x/menit, nadi 88x/menit. Hasil
analisa untuk masalah nyeri akut masalah teratasi sebagian dan intervensi
74
dilanjutkan yaitu ajarkan kurangi faktor presipitasi nyeri, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Evaluasi untuk masalah kerusakan intregritas jaringan data subyektif
pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan perawatan luka.Data obyektif
pasien tampak meringis luka tampak mengeluarkan darah segar saat di
nekrotomi, tampak peningkatan proses penyembuhan, hasil tanda-tanda
infeksi Kalor: rasa hangat saat diraba. Tumor : ekstremitas bawah dextra tidak
odema. Rubor : tidak terdapat pus di ulkus diabetik. Fusio laesa: ekstremitass
bawah dextra ada peningkatan aktivitas.Hasil analisa untuk masalah
kerusakan intregritas jaringan masalah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan yaitu lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi
ekstremitas bawah, anjurkan keluarga menjaga kebersihan.
Evaluasi untuk masalah hambatan mobilitas fisik data subyektif
pasien mengatakan bersedia duduk dikursi. Data obyektif pasien makan dan
minum secara mandiri, duduk di kursi dibantu orang lain.Hasil analisa untuk
maasalah hambataan mobilitas fisik masalah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan yaitu latih pasien dalam pemenuhan ADL / aktivitas sehari-hari,
anjurkan keluarga mendampingi pasien saat beraktivitas.
Evaluasi untuk masalah keperawayan gangguan pola tidur data
subyektif pasien mengatakan semalam bisa tidur.Data obyektif pasien tampak
lebih segar. Hasil analisa untuk masalah gangguan pola tidur masalah teratasi
dan intervensi dilanjutkan yaitu ciptakan lingkungan yang nyaman dan
tenang.
75
Dalam melakukan evaluasi ini didapatkan 1 diagnosa masalah
keperawatan yang teratasi yaitu, gangguan pola tidur berhubungan dengan
kerang privasi (dirawat dikelas tiga, pasien dan pengunjung banyak).Terdapat
3 diagnosa keperawatan yang masih teratasi sebagian yaitu : nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik), kerusakan intregritas
jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik),
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar. Alasannya
karena penulis kekurangan waktu, waktu yang diberikan selama 6 hari.
76
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
menentukan diagnosa, intervensi melakukan implementasi dan evalusi serta
mengaplikasikan pemberian elevasi ekstremitas bawah terhadap proses
penyembuhan ulkus diabetik pada asuhan keperawatan Tn. S di Bangsal Melati 1
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta secara metodestudi kasus, maka dapat
ditarik kesimpulan.
A. Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut.
1. Pengkajian
Pengkajian pada Tn. S diperoleh data nyeri pada kaki kanan,
tampak meringisluka dikaki semakin luas dan dalam, mudah lelah karena
hanya berbaring, saat tidur sering terbangun.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. S adalah nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik (ulkus diabetik), kerusakan
intregritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka
ulkus diabetik), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak
bugar, gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi.
3. Intervensi
77
Intervensi untuk diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik (luka ulkus)yaitu :kaji nyeri skala, lokasi dan
frekuensi nyeri), ajarkan teknik non farmakologi yaitu relaksasi nafas
dalam, anjurkan mengurangi faktor persipitasi,kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik.
Intervensi diagnosa yang kedua adalah kerusakan intregritas
jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka ulkus diabetik)
yaitu : observasi luka (lokasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi),
lakukan teknik perawatan luka steril, lakukan elevasi ekstremitas bawah,
kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet.
Intervensi diagnosa yang ketiga hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan fisik tidak bugaryaitu : kaji kemampuan pasien dalam
aktivitas, latih klien dalam pemenuhan kebutuhan diri secara mandiri,
anjurkan keluarga mendampingi dalam melakukan aktivitas. dukung
latihan rom aktif atau pasif.
Intervensi diagnosa yang keempat adalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan kurang privasi (dirawat di kelas III, bayak pasien dan
pengunjung)yaitu :observasi jam tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur
yang adekuat, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian
obat tidur.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan perawat sesuai dengan intervensi
yang sudah dibuat perawat.Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa
78
pertama yaitu : mengkaji nyeri (skala, lokasi dan frekuensi nyeri),
mengajarkan teknik non farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam,
menganjurkan mengurangi faktor persipitasi,kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik.
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua untuk
mengatasi masalah kerusakan intregritas jaringan, yaitu : mengobservasi
luka (lokasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi), melakukan teknik
perawatan luka steril, melakukan elevasi ekstremitas bawah, kolaborasi
dengan ahli gizi pemberian diet.
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa ketiga untuk
mengatasi hambatan mobilitas fisik, yaitu : mengkaji kemampuan pasien
dalam aktivitas, melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan diri secara
mandiri, menganjurkan keluarga mendampingi dalam melakukan aktivitas,
mendukung latihan rom aktif atau pasif.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang
keempat, yaitu :mengobservasi jam tidur pasien, menjelaskan pentingnya
tidur yang adekuat, menciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi
pemberian obat tidur.
79
5. Evaluasi
Evaluasi dari tindakan yang sudah dilakuan pada tanggal 16 Maret
sampai 21 Maret 2015 hasil terakhir didapatkan skala nyeri sudah turun
menjadi 3 dan nyeri timbul kadang-kadang. Maka masalah teratasi
sebagian dan intervensi dilanjutkan.Hasil evaluasikerusakan intregritas
jaringan, didapatkan hasil terakhir adanya peningkatan proses
penyembuhan,ekstremitas bawah dextra tidak edema, tidak terdapat pus di
ulkus diabetik. Maka masalah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.Untuk hasil evaluasi hambatan mobilitas fisik adanya
peningkatan aktivitas dan memenuhi kebutuhan diri secara bertahap.Maka
masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan.Hasil evaluasi
gangguan pola tidur, pasien mengatakan semalam bisa tidur, merasa puas
tidur.Jadi masalahsudah teratasi dan intervensi dilanjutkan.
6. Analisa
Didalam pengaplikasian pemberian tindakan elevasi ekstremitas
bawah selama 6 hari.Hasil dari aplikasi penulis yang didapatkan hasil
adanya peningkatan penyembuhan pada ulkus diabetik, tidak ada pus
diulkus, tidak terjadi edema pada kaki dextra, adanya pertumbuhan
jaringan granulasi yang meningkat. Hasil yang didapatkan sesuai dalam
jurnal dasar, akan tetapi waktu yang didapat penulis untuk melakukan
tindakan elevasi ekstremitas bawah hanya dalam 6 hari.
80
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
ulkus diabetik, penulis akan memberikan usulan dan masukan positif,
khususnya dibidang keperawatan antara lain :
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama yang baik antara tim kesehatan dan
pasien, diharapkan rumah sakit juga memberikan informasi lebih lanjut
tentang elevasi ekstremitas bawah kepada para perawat sehingga dapat
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus dengan terjadinya ulkus diabetik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih
berkualitas dan profesional untuk menciptakan perawat-perawat yang
professional, tanggung jawab, handal dan ulet.Dan mampu memberikan
asuhan keperawatan efektifitas elevasi ekstremitas bawah secara
kooperatif pada pasien diabetes mellitus dengan terjadinya ulkus diabetik.
3. Bagi Perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab untuk selalu
memperbaharui pengetahuan serta keterampilannya, guna meningkatkan
pelayanan kepada pasien. Pemberian tindakan elevasi ekstremitas bawah
benar juga diterapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami ulkus diabetik.
81
4. Bagi Penulis
Setelah diakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan ulkus
diabetik diharapkan penulis dapat lebih mengetahui cara tindakan elevasi
ekstremitas bawah yang baik dan benar pada penyakit diabetes mellitus
dengan ulkus diabetik.
5. Bagi Pembaca
Diharapkan memberikan kemudahan bagi paa pembaca untuk sarana
dan prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan diharapkan setalah
membaca dapat mengetahui tentang tindakan elevasi ekstremitas bawah.
82
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2011. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus dan
Dislipidemia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin.E.J. 2009.Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 . Alih Bahasa Oleh
Subekti ,N.B. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Decroli E, Karini J, Manaf A, Syahbuddin S. 2008. Profil Ulkus Diabetik
pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam
RSUP.Dr.Mdjamil Padang. Artikel
Penelitian.http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/art
icle/download/561/557.20 februari 2015 (11:00).
Ferawati,I.2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ulkus
Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD
Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto.Skripsi. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan
Purwokerto. Purwokerto
Hastuti,R.T. 2008.Faktor-faktor Resiko Ulkus Diabetik pada Penderita
DiabetesMellitus. Tesis.Program Studi Magister Epidemologi
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Semarang.
Herdman, T.Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Jamilah , A.S. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Manusia. Bina Rupa
Aksara. Tangerang Selatan
Misnadiarly. 2006.Diabetes Mellitus: Gangren,Ulcer,Infeksi.Pustaka
Popular Obor. Jakarta.
Mubarak, W.I. dan Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Manusia :
Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Penerbit Buku kedokteran EGC.
Jakarta.
Nurarif, A.H dan Kusuma, H. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC.Med Action.
Yogyakarta.
Padila.2012. Buku Ajar:Keperawatan Medikal Bedah.Nuha
Medika.Yogyakarta.
83
Pudiastuti, R.D. 2013.Penyakit-Penyakit Mematikan.Nuha Medika.
Yogyakarta.
Rendi,M.C. dan TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Dan Penyakit Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta.
Rohmah, N. dan Walid, S. 2012. Proses Keperawatan Teori Dan
Aplikasi.Ar-ruzz media.Yogyakarta.
Saifurnurmazah,D. 2013. Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Dalam
menjalani Terapi Olahraga Dan Diet.Skipsi.Jurusan Psikologi
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Semarang.
.
Tandra,hans. 2007. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Wesnawa,M.A. 2013. Debridement Sebagai Tatalaksana Ulkus Kaki
Diabetik.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=133
193&val=970.20 Februari 2015 (11:00).
Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2013.KMB 2 Keperawatan MediKal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh Asuhan Keperawatan.
Nuha Medika. Yogyakarta.
Wulandari I, YettiK, Hayati R.S. 2010. Pengaruh Elevasi Ekstremitas
Bawah Terhadap Proses Penyembuhan Ulkus
Diabetik.https://lp3msht.files.wordpress.com/2013/01/pdf-jurnal-7.pdf
.17 Februari 2015 (16:00).
Yuanita, A. 2013. Pengaruh Diabetes Self Management Education
(DSME) Terhadap Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik Pada Pasien
Rawat Jalan Dengan Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 di RSD dr.
SoebandiJember.Program Studi Ilmu Keperawatan Jember.
Skripsi.Jember.