pembahasan referat santi

43
BAB I Latar Belakang Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi intrakranial.Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak iskemik.Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang signifikan. Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat dan non invasive.Semoga dengan adanya referat ini, dapat membantudalam melakukan pengamatan penting karena otak letaknya terkurung dalam kerangka yang kaku, penekanan tekanan dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat gangguan fungsi otak yang permanen.Tengkorak bayi, yang belum kaku, merupakan kekecualian dan penekanan tekanan intrakranial dapat diamati sebagai penonjolan fontanel.Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis. 1

Upload: alfiatur-rizki

Post on 29-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB I

Latar Belakang

Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi

intrakranial.Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi

dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak

iskemik.Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang signifikan.

Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat

dan non invasive.Semoga dengan adanya referat ini, dapat membantudalam melakukan

pengamatan penting karena otak letaknya terkurung dalam kerangka yang kaku, penekanan

tekanan dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat

gangguan fungsi otak yang permanen.Tengkorak bayi, yang belum kaku, merupakan kekecualian

dan penekanan tekanan intrakranial dapat diamati sebagai penonjolan fontanel.Pemantauan TIK

yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan

mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

A. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,

connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose

conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

Gambar 1.Lapisan Kranium

B. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.Tulang tengkorak

terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.Kalvaria

khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis.

Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak

akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa

2

yaitu :fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa

posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Duramater

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan

lapisan meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat

fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat pada

selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural)

yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan

subdural.Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak

menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat

mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis superior

mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.Laserasi dari sinus-

sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang

epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri

ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami cedera adalah

arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput

arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang

meliputi otak.Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium

subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor

serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid

umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

3. Pia mater

3

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.Pia mater adarah

membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk

kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu

dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh

pia mater.

D. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar

14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari

serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak

belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.

Gambar 2. Lobus-lobus Otak

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.Lobus frontal berkaitan dengan

fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal berhubungan

dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori

tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan

pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan

4

kewapadaan.Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik.Serebellum

bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

E. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan

produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen

monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan

direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada

sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid

sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan

intracranial.Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml

dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial

(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi

fosa kranii posterior).

G. Perdarahan Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat

arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus

Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat

tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam

sinus venosus cranialis.

5

Tekanan Intra Kranial

Definisi

Tekanan intrakranial adalah tekanan yang dihasilkan dari komponen otak, cairan

serebrospinal (CSF), dan suplai pembuluh darah dalam ruang intrakranial.Tekanan intrakranial

dapat dinyatakan dalam satuan sentimeter H2O (cmH2O) atau milimeter air raksa (mmHg) dan

normalnya tekanan intrakranial berada pada kisaran 10 – 15 mmHg pada orang dewasa, 5 – 20

mmHg pada anak-anak.Peningkatan tekanan intrakranial melebihi ambang yang telah disebutkan

di atas disebut tekanan tinggi intrakranial (TTIK atau increased intracranial pressure-ICP) dan

dapat meningkatkan risiko kematian.Anak-anak lebih dapat mentoleransi peningkatan tekanan

intrakranial untuk waktu yang lebih lama dibandingkan dengan orang dewasa.Peningkatan

tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh trauma kepala (hematom intrakranial atau edema

serebri), hidrosefalus, herniasi otak, dan iskemia otak).

Etiologi

Penyebab tekanan tinggi intrakranial dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme terjadinya:

- Adanya massa seperti tumor otak, infark otak dengan edema, kontusio, hematom

subdural atau epidural, dan abses.

- Pembengkakan seluruh otak, terjadi pada stadium iskemia-anoksia, gagal hepar akut,

hipertensi ensefalopati, pseudomotor serebri, hiperkarbia, dan sindrom Reye

hepatoserebral. Kondisi-kondisi tersebut mengakibatkan penurunan tekanan perfusi

serebral.

- Peningkatan tekanan vena, yang dapat disebabkan oleh trombosis sinus venosus, gagal

jantung, atau obstruksi vena jugular/mediastinum.

- Obstruksi aliran atau gangguan absorpsi CSF, seperti pada hidrosefalus, penyakit-

penyakit meningen, atau obtruksi pada konveksitas serebral dan sinus sagital superior.

- Peningkatan produksi CSF, dapat terjadi pada meningitis, perdarahan subarachnoid, atau

tumor pleksus koroid.

6

Fisiologi Tekanan Intrakranial

Tekanan Intrakranial menuju pada tekanan cairan serebrospinal (CSF) di dalam rongga

kranium. Selama CSF mengalir dalam sumbu kraniospinal, dan tidak tersumbat maka tekanan

CSF selalu konstan.

Variasi TIK tergantung pada:

1. Diameter CSF

2. Sirkulasi serebral

3. Abnormalitas intrakranial

Sirkulasi Serebral

Otak mendapat 15 % curah jantung

Aliran darah serebral secara global : volume darah per menit per 100 gram jaringan otak.

Kety dan Schmidt : CBF 53 ml/menit/100 gr otak pada individu muda normal

Obrist : CBF 74,5 ml/menit/100 gr otak

Gray matter 24,8 ml/menit/100 gr otak.

Volume darah serebral sebesar 2 % dari volume intrakranial (teknik beku pada hewan)

Volume darah serebral 7% dari volume intrakranial (invivo pada manusia)

Jika taksiran ini benar, pengembangan massa di kepala bisa mencapai ukuran sedang

tanpa meningkatkan TIK dengan menggeser darah dari rongga kepala. Sirkulasi serebral dan TIK

menunjukkan efek yang bertolak belakang.TIK meningkat mengakibatkan vasospasme dan

penurunan CBF. Bila TIK mendekati MAP maka sirkulasi serebral berhenti.Vasodilatasi serebral

menyebabkan volume darah serebral meningkat sehingga TIK meningkat.

Vasodilatasi :

- Fisiologis

- Patologis

7

Pembuluh darah serebral mengembang sebagai respon terhadap hiperaktifitas fisiologis

dalam otak.Vasodilatasi ini bersifat fokal dan tidak berarti terhadap CBV.

Relaksasi lebih luas terjadi pada hiperkapnea.

CO2 menurunkan resistensi vaskular sehingga CBV meningkat.

Pada PCO2 30-60 mmHg bebas dari faktor-faktor yang mempengaruhi

autoregulasi.Perubahan 1 mmHg dari PaCO2 sekitar 2,5% perubahan pada aliran darah

serebral (CBF).

PaCO2 tidak lagi mempengaruhi CBF saat mencapai 80 mmHg atau < 15 mmHg.

Selama hipotensi sistemik yang parah

Saat autoregulasi menghilang maka efek CO2 menurun atau menghilang

Kenaikan PCO2 5-7% akan menaikkan CBF 75% (peningkatan tekanan arteri sistemik

yang disebabkan oleh vasokonstriksi perifer). Reaksi pembuluh darah perifer paradoks terhadap

hiperkapnea, terjadi karena pelepasan katekolamin dalam jumlah besar ke dalam darah.

Hipokapnea akibat hiperventilasi aktif atau pasif akan menurunkan CBF sepertiga nilai

dasar (efek ini bebas dari pH arteri). Penurunan CBF ini akan menghilangkan CBV dan TIK.

Penurunan TIK tidak sampai semenit setelah hiperventilasi buatan. Jika hiperventilasi

dipertahankan dalam jangka panjang TIK pelan-pelan akan meningkat walaupun tetap lebih

rendah (butuh waktu 2 – 5 jam).

Hipokapnea (< 20 mmHg) tidak berarti secara klinis, karena dihubungkan dengan

hipoksia jaringan (saat kurva disosiasi bergeser ke kiri). Hipoksia yang berat akan menyebabkan

vasodilatasi dan peningkatan CBF. Hiperkapnea disertai hipoksia yang parah akan melumpuhkan

pembuluh darah dan berakibat hilangnya autoregulasi (CBV meningkat dan peningkatan TIK).

Anatomi – Fisiologi

Kranium merupakan kompartemen yang kaku kecuali pada bayi, hingga setiap

penambahan massa didalamnya akan berakibat peningkatan tekanan intrakranial bila

kemampuan kompensasi sudah terlampaui. Didalamnya berisi jaringan otak, cairan serebrospinal

serta darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Terdapat satu lubang utama yaitu foramen

8

magnum, hingga bila terjadi peingkatan tekanan intrakranial jaringan otak akan mencari jalan

keluar melalui lubang ini. Disamping itu pada tentorium yang memisahkan otak besar dan otak

kecil terdapat lubang yang disebut hiatus yang mana disana terletak batang otak, sehingga

apabila terjadi peninggian tekanan intrakranial pada daerah otak besar, akan terjadi pergeseran

jaringan otak besar kedalam hiatus ini hingga akan menekan batang otak yang merupakan pusat

dari fungsi vital.

Fisiologi Cairan Serebrospinal

Sebagian besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari ventrikulus lateralis, sisanya

dihasilkan oleh jaringan otak dan dialirkan langsung ke rongga sub arachnoid lalu diabsorpsi

melalui vili arachnoid menuju sagitalis.

Pengikatan atau penghilangan pleksus choroidalis akan menurunkan CSF 60%. Produksi CSF

0,3 – 0,5 cc/menit (450-500 cc/hari). Karena hanya ada volume 150cc CSF di otak dewasa, jadi

ada 3 kali penggantian CSF selama sehari. Produksi CSF bersifat konstan dan tidak tergantung

tekanan.

Variasi pada TIK tidak mempengaruhi laju produksi CSF. Absorpsi CSF secara langsung

dipengaruhi oleh kenaikan TIK. Tempat utama penyerapan CSF pada vili arachnoidalis

(merupakan suatu katub yang diatur oleh tekanan). Bila fungsi katub rusak atau jika tekanan

sinus vena meningkat, maka absorpsi CSF menurun, maka terjadilah peningkatan CSF. Obstruksi

terutama terjadi di aquaductus Sylvii dan cisterna basalis. Jika aliran CSF tersumbat maka akan

terjadi hidrocephalus tipe obstruktif.

Respon tekanan atau volume.

Tengkorak merupakan kotak kaku yang membatasi pergerakan bebas maupun

pengembangan otak.

Isi tengkorak :

1. Otak.

2. CSF : cairan serebrospinal Total Volume bersifat konstan

3. Darah.

9

Jika salah satu komponen meningkat maka terjadi penurunan komponen lain (Hukum

Monroe-Kelly). Diantara ketiga komponen, hanya otak yang volumenya konstan, sehingga yang

bisa bergeser adalah CSF dan darah. Bila massa otak meningkat maka mula-mula CSF dan darah

keluar dari rongga tengkorak, lalu apabila massa otak semakin meningkat akan terjadi

mekanisme kompensasi tidak efektif sehingga menyebabkan TIK meningkat.

Peningkatan volume intrakranial yang menyebabkan peningkatan tekanan sampai dengan

nilai kritis tercapai. Setelah itu sedikit saja penambahan volume akan meningkatkan tekanan.

Volume tambahan dalam rongga otak akan dikompensasi dengan menggeser CSF ke

kantung duralspinalis (70%) dan penurunan vena serebralis (30%). Pada obstruksi foramen

magnum tidak ada peran duralspinalis sehingga mekanisme kompensasi menurun. Compliance

(ΔV/ ΔP) bersifat pressure dependent.

Patofisiologi

Struktur otak, tulang kranium, dan duramater yang inelastik membentuk suatu kontainer

yang kaku (rigid container), sehingga bila terjadi peningkatan tekanan pada komponen isi

kontainer tersebut (otak, darah, atau cairan serebrospinal) akan meningkatkan tekanan

intrakranial. Peningkatan tekanan pada salah satu komponen akan mempengaruhi kedua

komponen lainnya, hal ini dikenal sebagai doktrin Monro-Kellie. Peningkatan ringan dari

volume cairan otak tidak langsung menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial karena

terdapat mekanisme kompensasi sirkulasi cairan serebrospinal yang akan mengalirkan kelebihan

volume cairan otak melalui kanalis spinalis (spinal canal). Ambang nilai tekanan yang dapat

ditoleransi oleh mekanisme ini adalah 25 mmHg.

Salah satu bahaya peningkatan tekanan intrakranial adalah iskemia otak akibat penurunan

tekanan perfusi serebral (CCP).CCP(cerebral perfusion pressure) adalah selisih antara ICP

dengan tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) pada pembuluh darah serebral.

CCP menunjukkan jumlah volume darah yang dapat diraih oleh otak.

ICP = MAP – CCP

(10-15mmHg) (80-85mmHg) (70mmHg)

10

Apabila tekanan intrakranial mencapai level tekanan sistemik rata-rata maka akan sangat

sulit untuk mengalirkan darah ke dalam ruang intrakranial. Respon tubuh untuk menurunkan

CCP adalah dengan meningkatkan tekanan darah dan dilatasi pembuluh darah otak sehingga

mengakibatkan peningkatan volume darah otak dan kemudian meningkatkan tekanan

intrakranial. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan aliran dan perfusi serebral, bahkan dapat

menyebabkan iskemia dan infark otak. Peningkatan tekanan darah juga dapat menyebabkan

perdarahan intrakranial yang pada akhirnya dapat mencetuskan peningkatan tekanan intrakranial.

Peningkatan tekanan intrakranial pada salah satu ruang otak (one-side-occupying-

process) seperti hematom dapat menyebabkan pergeseran garis tengah (midline shift).Midline

shift dapat menekan ventrikel sehingga mempengaruhi sirkulasi CSF. Akibat lain yang

ditimbulkan oleh midline shift dan space-occupying-process adalah herniasi otak (biasanya

terjadi herniasi uncal atau cerebellar). Apabila sampai terjadi penekanan pada batang otak, sistem

respirasi dapat terganggu dan dapat berakibat fatal.

Metode pemantauan TIK

Ada 3 kelompok metode pengukuran TIK:

1. Epidural (EDP)

2. Subdural

3. Intraventrikuler.

Pengukuran Epidural (EDP)

Penanaman sensor tekanan atau penempatan transducer langsung di atas permukaan

dura.

Pemantauan tekanan subdural

Memasang stopcock yang diisi saline pada rongga subdural melalui lubang pada

kranium. Stopcock ini dihubungkan dengan tranducer melalui pipa intravena berisis

saline.

Pemantauan tekanan ventrikuler.

11

Penggunaan ventrikulostomi untuk mengeluarkan cairan CSF untuk studi diagnostik

merupakan prosedur neurosurgical yang lama yang paling dapat dipercaya untuk

mengukur TIK.

Kesuksesan dengan ventricular catheter meningkat bila menggunakan CT Scan

untuk mengetahui lokasi dan ukuran dari ventricular.Jika ventrikulus lateralis menyempit

dan tidak terlihat dengan CT Scan sehingga teknik subdural lebih praktis.Ventrikulus

yang dipilih untuk pemasangan kateterisasi pada sisi kontralateral hemisfer yang terlihat.

Kateterisasi ventrikulus memungkinkan untuk

1. Mengukur komplians serebralis.

2. Laju produksi CSF dan tahanan aliran dengan cara menyuntikkan / menyedot

sejumlah kecil cairan.

Tanda dan Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK meliputi:

Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi karena

traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala yang berat

pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.

Mual dan muntah dan mungkin projektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.

Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang

berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis

yang baik untuk hipertensi intrakranial.

Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah,

iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik.

Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran

jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s triad

(hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu

melokalisasi level cedera.

12

Gambar 3.Pola pernafasan abnormal sehubungan dengan letak lesi patologis yang

berbeda. (Sumber : Decision Making in Neurocritical Care)

Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena

perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma; onset yang bertahap karena tumor,

hidrosefalus yang sudah lama, atau abses.Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya

berat badan, merokok, penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit

iskemik dapat berguna dalam mencari etiologi.

Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada semua pasien. Pada

pemeriksaan neurologis yang diperhatikan adalah:

1) Perubahan mental status penderita dapat mulai dari kurang perhatian

(inattention) hingga koma.

2) Pemeriksaan nervi kraniales : gambaran pupil menetukan lokasi.

Kelumpuhan nervus tiga (menunjukkan herniasi unkal, ruptur aneurisma

arteri komunikan anterior), kelumpuhan nervus enam, dan papil edema.

3) Pemeriksaan motorik :posturing – dekortikasi atau flexor posturing

disebabkan gangguan pada traktus motorik. Deserebrasi atau extensor

posturing disebabkan kerusakan berat pada mesensefalon dan batang otak.

Namun, posturing ini tidak selalu berlaku.

4) Fenomena Kernohan’s notch (kelemahan pada sisi ipsilateral lesi karena

adanya herniasi dan kompresi pedunkulus serebri kontralateral).

13

Pergeseran jaringan otak dapat menyebabkan dilatasi pupil, kelumpuhan nervus abdusen

(N. VI), dan triad Cushing (peningkatan tekanan darah sistolik, bradikardi, dan pola respirasi

yang abnormal). Pada anak-anak, irama pernafasan yang melambat dapat mengarah pada gejala

peningkatan tekanan intrakranial.

Respirasi yang iregular dapat terjadi apabila terdapat penekanan pusat pernafasan.

Respirasi Cheyne-Stokes terjadi apabila terdapat penekanan pada hemisfer serebral atau

diensefalon. Hiperventilasi terjadi apabila terdapat kerusakan batang otak atau tegmentum.

Kesadaran pasien dapat dipertahankan pada ambang tekanan 25 – 40 mmHg dengan

tekanan darah yang normal dan tanpa pergeseran jaringan. Kesadaran pasien akan terganggu

apabila tekanan intrakranial melebihi 40 – 50 mmHg dan terdapat penurunan CPP. Peningkatan

tekanan intrakranial lebih jauh lagi dapat menyebabkan infark dan kematian otak.

Pada bayi dan anak-anak terdapat sedikit perbedaan toleransi peningkatan tekanan

intrakranial dibandingkan dengan orang dewasa karena pada bayi dan anak-anak sutura kranial

belum menutup. Peningkatan tekanan intrakranial yang sangat tinggi pada bayi akan

mengakibatkan penonjolan (bulging) fontanel.

Evaluasi diagnostic

1) Monitor tekanan intracranial

Monitoring TIK merupakan rangkaian tatalaksana cedera otak traumatik dalam

menurunkan mortalitas. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya  untuk mendiagnosis

peningkatan intrakranial adalah dengan mengukurnya secara langsung. Hal ini dapat

dikerjakan dengan melakukan punksi lumbal, tetapi tidak dibenarkan untuk monitoring

TIK kontinu. Selain itu, harus dipertimbangkan juga, punksi lumbal tidak bisa dilakukan

pada pasien dengan lesi massa di fossa posterior, pasien dengan midline shift yang

signifikan, atau pada pasien dengan perdarahan ventrikel.

2) Pencitraan (imaging)

CT scan kepala tanpa kontras dapat menunjukkan efek massa dengan melihat adanya :

sulci dan gyri yang menghilang,

ventrikel otak menyempit atau menghilang,

14

sisterna basalis yang menghilang,

penggeseran garis tengah (midline shift),

edema fokal atau global, perdarahan atau kontusio, dan/atau infark.

CT scan kepala itu sendiri tidak begitu dapat diandalkan dalam menentukan

peningkatan TIK. Sepuluh hingga lima belas persen pasien dengan trauma kepala yang

koma mengalami peningkatan TIK namun dari pemeriksaan CT scan kepala normal.

3) Pengukuran non-invasif

Peningkatan indeks pulsatility (tekanan sistol-diastol/tekanan rata-rata) yang

diukur dengan alat transkranial Doppler dapat menjadi suatu penanda/marker

peningkatan TIK, walaupun sensitivitas dan spesifisitas indeks pulsatility suboptimal.

4) Monitoring lanjutan

Teknologi mikrodialisis, menggunakan tampilan kromatografi cairan untuk

mengukur level laktat, piruvat, dan glukosa dalam jaringan. Monitoring oksigen jaringan

otak menunjukkan ukuran rata-rata dari tekanan oksigen kapiler dan interstisial otak.Hal

ini penting untuk memahami keterbatasan otak tersebut dengan monitoring.PbO2 tidak

ekuivalen dengan fraksi ekstraksi oksigen atau oksigen yang sampai ke jaringan otak,

tetapi cukup mewakili tekanan parsial oksigen otak, atau oksigen yang terkandung di

otak.Nilai PbO2 lebih mewakili oksigen difusi daripada oksigen delivery atau

metabolisme oksigen.

Kombinasi pemakaian teknologi mikrodialisis dengan sensor oksigen jaringan

otak, TIK, dan monitoring CBF, terkadang dikombinasi dengan elektroensefalogram

(EEG) kontinus, dikenal sebagai monitoring multimodalitas.

Berikut ini nilai ambang normal dan abnormal pada monitoring multimodalitas :

Tabel 1. Nilai ambang batas normal dan abnormal pada monitoring multimodalitas

Mikrodialisis

Normal              Glukosa > 2 mmol/L

                          Glutamat < 15 mmol/L

                          Laktat/piruvat 15-25 mmol/L

15

Abnormal         Glukosa < 2 mmol/L

                         Glutamat > 15 mmol/L

                         Laktat/piruvat > 25-40 mmol/L

Brain tissue O2

Normal             PbO2 20-40 mmHg

Abnormal         PbO2 < 10-15 mmHg iskemik/ inadekuat O2 delivery atau

kebutuhan        

                                       berlebihan (excessive demand)

                         PbO2 > 50 mmHg hiperemia, peningkatan FlO2 atau

                                       ketidakmampuan mengambil/mengikat oksigen

PET

Normal             CMRO2 3,0 ml/100gr/min

                         CMRglukosa 25µmol/100 gr/min

                         CBF 50 ml/100 gr/min

                         CBV 4 ml/100 ml

                         OEF 30-40%

Abnormal         CMRO2 <1,25 ml/100 gr/min

                         CMRglukosa < 25 µmol/100gr/min

                         CBF < 20 ml/100gr/min iskemik

                                 < 10 ml/100 gr/min infark

                         CBV < 3 ml/100 ml

                         OEF > 40% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat

                                 < 20% metabolik downregulasi

SjvO2

Normal               60-80%

Abnormal           < 60% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat

                          >80% hiperemia, atau ketidakmampuan untuk mengikat O2.

Pemantauan peningkatan TIK

            Monitor tekanan intrakranial digunakan untuk mencegah terjadinya fase

kompensasi ke fase dekompensasi. Secara objektif, pemantauan TIK adalah untuk

16

mengikuti kecenderungan TIK tersebut, karena nilai tekanan menentukan tindakan yang

perlu dilakukan agar terhindar dari cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat

irreversibel dan letal.Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP,

yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga

dengan oksigenasi otak.

Beberapa tipe monitor TIK

Ada beberapa tipe monitor yaitu monitor intraventrikular, intraparenkimal,

subarakhnoid/subdural, dan epidural. Tipe intraventrikular merupakan gold standard dan

dapat mengukur peningkatan tekanan intrakranial global2,3,10,11.

Gambar 4. Tipe monitor TIK (Sumber : Decision Making in Neurocritical Care)

Tabel 2. Monitor tekanan intrakranial

Tipe Monitor Keuntungan Kerugian

Intraventrikular Gold standard, pengukuran

TIK global, digunakan

untuk diagnosis dan terapi

Angka infeksi tinggi (5-

20%), resiko perdarahan

2%

Intraparenkimal Angka infeksi dan

perdarahan rendah (1%),

penempatan mudah

Mengukur TIK regional,

tidak dapat dikalibrasi

ulang setelah

17

ditempatkan,

penyimpangan (3 mmHg)

Subarakhnoid/subdural Angka infeksi dan

perdarahan rendah

Pengukuran tidak dapat

percaya, jarang digunakan

Epidural Resiko perdarahan lebih

rendah jika dibandingkan

dengan monitor

intraventrikular dan

intraparenkimal, kadang

dipakai pada pasien dengan

koagulopati

Pengukuran tidak dapat

dipercaya

Pemasangan monitor intraventrikular dimulai dengan teknik insersi dengan menempatkan

kateter pada frontal horn ventrikel lateral dengan memperkirakan titik Kocher, dan

disambungkan ke monitor TIK.

Indikasi, kontraindikasi dan komplikasi pemasangan monitoring TIK

Indikasi pemasangan monitoring TIK:

a) Kriteria neurologis : cedera kepala berat (GCS ≤ 8 setelah resusitasi kardiopulmoner)

dengan :

Abnormal  CT scan kepala saat masuk atau

Normal CT scan kepala tetapi dengan ≥ 2 faktor resiko berikut : a) umur > 40

tahun, b) tekanan darah sistol < 90 mmHg, c) deserebrasi atau dekortikasi.

b) Perdarahan intracranial

c) Edema serebri

d) Post kraniotomi

e) Space Occupying Lessions seperti perdarahan epidural atau subdural, tumor, abses, atau

aneurisma yang menutup jalan aliran cairan serebrospinal.

f) Ensefalopati misal karena hipertensi krisis.

g) Meningitis/ensefalitis yang mengakibatkan malabsorpsi cairan serebrospinal

18

Kontraindikasi (relatif):

a) Pasien sadar : monitor biasanya tidak diperlukan karena dapat mengevaluasi

neurologisnya.

b) Koagulopati atau terapi antikoagulan

c) Infeksi sistem saraf pusat

d) Infeksi SCALP

e) Edema serebri yang mengakibatkan kolaps ventrikel

Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah2,3,7,10-12 :

a) Infeksi intrakranial

b) Perdarahan intraserebral

c) Kebocoran udara masuk ke ventrikel atau ruang subarakhnoid

d) Kebocoran cairan serebrospinal

e) Overdrainage CSF menyebabkan ventrikel kolaps dan herniasi

f) Hilang pemantauan atau kemampuan drainase karena oklusi kateter dengan

jaringan otak atau darah

g) Terapi yang tidak tepat karena kesalahan dalam pembacaan TIK disebabkan

bentuk gelombang yang kecil, kegagalan elektromekanis, atau kesalahan operator.

Interpretasi gelombang pada monitor TIK

Selain nilai absolut TIK, gelombang TIK dapat memberikan informasi tentang

compliance.Bentuk gelombang TIK digolongkan menjadi komponen P1, P2, P3, dengan tiap

elemen gelombang lebih kecil dari sebelumnya (gambar 7). Gelombang P1 menunjukkan

gelombang arterial, P2 menunjukkan rebound, dan P3 menunjukkan outflow vena. Peningkatan

gelombang P2 merupakan tanda compliance yang jelek.Compliance dapat diukur dengan

pengaturan drainase volume CSF dan memeriksa perubahan pada tekanan yang ditimbulkan

(Δvolume/Δtekanan).Jika compliance TIK yang rendah dan kritis, disertai dengan perfusi

jaringan yang tidak adekuat, dapat mengakibatkan gelombang Lundberg (gambar 8).

19

Gambar 6 .Bentuk gelombang TIK .7. Gelombang TIK patologik (Sumber : Guide to the

Careof the Patient with Intracranial Pressure Monitoring)

Gelombang Lundberg A (gelombang plateau) menunjukkan peningkatan TIK

tiba-tiba dari 20 ke 100 mmHg yang bertahan dari menit ke jam, menyebabkan

penurunan CBF/CPP dan iskemik otak. Gelombang Lundberg B sedikit meningkat,

biasanya 5-20 mmHg, bertahan 1-5 menit, berhubungan dengan variasi respirasi, dan

digolongkan dengan ketajaman gelombang.Gelombang Lundberg ini merupakan penanda

untuk compliance intrakranial rendah kritis dan mungkin mengakibatkan hipoperfusi

jaringan, pembesaran arteriolar yang progresif, dan peningkatan CBV.Gelombang

Lundberg A harus diterapi dengan agresif dengan meningkatkan CPP menggunakan

vasopressor, dan menurunkan TIK dengan terapi osmotik dan hiperventilasi.

Penting untuk dicatat bahwa pasien dapat terjadi herniasi dengan nilai TIK

normal.Pasien asimptomatik dengan kurva compliance normal, TIK dapat tiba-tiba naik

(seperti saat batuk, atau membalik badan).

Manajemen Tekanan Tinggi Intrakranial

20

Penderita tekanan tinggi intrakranial harus mendapat sirkulasi, pernafasan, dan

oksigenasi yang adekuat. Keadaan oksigen yang inadekuat dan CO2 yang berlebih akan

menyebabkan pembuluh darah otak berdilatasi sehingga meningkatkan tekanan intrakranial.

Oksigenasi inadekuat juga mengakibatkan sel otak akan mengalami metabolisme anaerob yang

menghasilkan laktat dan dapat menurunkan pH, sehingga pembuluh darah darah otak juga

berdilatasi.

Penderita tekanan tinggi intrakranial yang disertai dengan hipertensi tanpa cedera kepala

diberikan terapi antihipertensi seperti obat-obat calcium channel blockers untuk menurunkan

MAPapabila penurunan aliran darah ke otak diperlukan. Obat-obat penghilang nyeri dapat

digunakan untuk menurunkan agitasi dan kebutuhan metabolik otak namun harus berhati-hati

terhadap beberapa obat penghilang nyeri yang menimbulkan efek samping lain. Pemberian obat-

obat untuk menurunkan tekanan intrakranial pada anak tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan kelumpuhan.

Perawatan penderita tekanan tinggi intrakranial di ruang perawatan bedah saraf intensif

(NCCU) dapat menggunakan tranduser atau lumbar puncture untuk mengukur/mengevaluasi

tekanan intrakranial. Insersi kateter ke dalam ventrikel keempat otak dapat digunakan untuk

mengalirkan CSF dan menurunkan tekanan intrakranial.

Kraniotomi evakuasi dilakukan untuk mengeluarkan hematom intrakranial atau

menurunkan tekanan pada salah satu bagian otak.

Penanganan yang cukup drastis untuk mencegah herniasi otak adalah dengan kraniektomi

dan perluasan duramater, sehingga edema otak tidak akan menyebabkan kerusakan otak atau

herniasi otak.

Manajemen terapi peningkatan TIK

            Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga

agar CPP > 60 - 70 mmHg2,13.

Tatalaksana Umum

21

Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari hipotensi

(tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK

tidak meninggi antara lain adalah :

1) Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki venous

return

2) Mengusahakan tekanan darah yang optimal

Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya

tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan

menyebabkan edema dan peningkatan TIK.

3) Mencegah dan mengatasi kejang

4) Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri

5) Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC

Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme

serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi

kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan

peninggian TIK.

6) Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit

Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi

edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.

7) Hindari kondisi hiperglikemia

Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika

diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi

8) Atasi hipoksia

Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan

terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa

metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis

laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan peningkatan TIK.

9) Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)

10) Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk,

mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan.

22

Tatalaksana khusus

1) Mengurangi efek massa

Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan intraserebral

spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial tentunya akan

menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya. Sebagian dari kondisi

tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa.

Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap

terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.

2) Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya

peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan.

Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya

myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang2,3,4.

3) Mengurangi volume cairan serebrospinal2,3,13

Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan hidrosefalus

sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi meningitis atau

kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter

intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang

dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial.

Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila diyakini

pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus

obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal.Dengan

kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat juga dipakai untuk

mengukur TIK.Keuntungan lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan

dapat dilakukan di luar ICU.

4) Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik jika

CPP < 60 mmHg. (CPP = MAP-TIK)1,2

5) Mengurangi volume darah intravaskular1,2

Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar

pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi

CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat

23

dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam

menangani krisis peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga

hal ini hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja.Hiperventilasi dilakukan dalam

jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan

menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

peningkatan resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu

yang singkat.

Indikasi hiperventilasi :

1. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :

Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial.

Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut

kemunduran neurologis.

2. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif terhadap

sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik.

Hindari ventilasi bila 2 :

1. Jangan digunakan untuk profilaksis

2. Hindari hiperventilasi yang panjang

Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu,

pertimbangkan untuk monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari iskemik

serebri

3. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan hiperventilasi

jika pCO2 =30-35 mmHg

4. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg

Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan

penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang

rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas

oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK.

Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas

oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan

24

meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah

mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah 30%1.

6). Terapi osmotik

Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler.Baik mannitol maupun salin hipertonik

memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan

volume dan rigiditas sel darah merah.

a) Salin hipertonik2,3 : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui

CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155

mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan

edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema

rebound.

b) Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis

pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan  kadar osmolaritas serum 300-320

mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam.

Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.

Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih

kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut :

1. Menurunkan TIK :

a) Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah dimana

akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam

beberapa menit.

b) Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema cairan

dari parenkim otak.

2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah.

Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu

sebagai berikut :

25

i. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar darah otak ke

sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak. Jadi penggunaan mannitol harus

diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK.

ii. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan jika autoregulasi

terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi daripada

mencegahnya.

iii. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada

osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-obatan nefrotoksik lainnya, sepsis,

adanya penyakit ginjal sebelumnya.

Tabel 3. Terapi osmotik3

Pemberian Efek samping Digunakan Hindari bila

Salin

hipertonik

Dapat diberikan dg

infus berlanjut,

memperbaiki CPP,

meningkatkan

volume, efektif dlm

menurunkan TIK

pada pasien yg

refrakter dg mannitol

Overload volume,

edem pulmonal,

hipernatremia ekstrim,

rebound edema serebri

saat tapering,

insufisiensi renal,

CPM (central pontine

myenolysis)

Ingin

meningkatkan

volume atau

memperbaiki

CPP

CHF

dekompensata,

hati-hati jika

hiponatremia

baseline > 24

jam.

Mannitol Dapat digunakan

melalui jalur perifer,

bolus

Deplesi volume, harus

penuh urine output

dengan salin,

khususnya pada TBI

dan SAH, hipotensi,

rebound edema

serebral,

hipernatremia,

insufisiensi renal

Ingin untuk

diuresis

Gagal ginjal,

hipotensi

7.        Pilihan lainnya :

26

a) Totilac ®: merupakan cairan hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi fisiologis

potasium klorida dan kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas 1020 mOsm/L

dengan pH 7.0. Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme, ia tidak menyebabkan

asidosis. Dosis penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam intravena. Totilac ® mengandung

ion yang akan berdisosiasi menjadi anion (laktat dan klorida) dan kation (sodium, potasium,

kalsium).

Sodium, kation di ekstraseluler, jika konsentrasinya tinggi akan menjaga hipertonisitas

sehingga memperbaiki hemodinamik.

Laktat, metabolik fisiologis dimana akan dioksidasi di mitokondria, dimana oksidasinya

akan menghasilkan energi yang sama dengan glukosa.

Kalsium, memegang peranan pada kontraktilitas jantung.

Potasium, mencegah hipokalemia, dimana dapat disebabkan infus sodium laktat.

b) Barbiturat: bolus penobarbital 5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat menurunkan

metabolic demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai metabolisme masih intak.

Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai pasien karena efek sedatifnya,

supresi jantung.

c) Induksi hipotermia hingga 32-34ºC dapat menurunkan CBF dan TIK dengan menurunkan

metabolic demand. Tiap penurunan temperatur 1ºC akan menurunkan metabolisme oksigen

otak (CMRO2) 7%.  Efek samping hipotermi meliputi infeksi sistemik, bakteremia,

koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan aritmia1.

d) Steroid : seperti deksametason tidak efektif digunakan pada pasien trauma kapitis. Biasanya

berguna untuk edema yang berhubungan dengan tumor dan infeksi. Dosis awal yang biasa

digunakan adalah 10 mg deksametason intravena diikuti 4 mg tiap 6 jam.

Tabel 4. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut

Langkah Rasional

Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum)

Pastikan pasien disedasi dan paralisis Menurunkan peningkatan respon simpatis

dan hipertensi karena gerakan, tensing

abdominal musculature

Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal jika ada Menurunkan volume intrakranial

27

IVC (intraventricular catheter)

Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 ml

salin 23%

↑ volumeplasma ↑ CBF ↓ TIK,

↑ osmolalitas serum → ↓ air di otak

Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga pCO2

> 25 mmHg)

Menurunkan pCO2 ↓ CBF → ↓ TIK

Penobarbital 100 mg iv pelan atau tiopental

2,5 mg/kg iv 10 menit

Sedatif, ↓ TIK, terapi kejang, kemungkinan

neuroprotektif

*lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika

osmolalitas serum > 320 mOsm/L.

28

DAFTAR PUSTAKA

1) Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P.

EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

2) Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com

3) Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme

Medical Publisher, New York,1996, 22

4) Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams &

Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178

5) Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah

Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

6) Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar,

Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

7) POKDI Neurointervensi & Critical Care Perdossi. Manajemen Peninggian Tekanan

Intrakranial dalam ANLS for Doctors. Indonesians Neurological Associations.

8) Mark S Greenberg. Intracranial Pressure in Handbook of Neurosurgery. 6th ed. Thieme.

New York. 2006; 647-663.

9) David S, Stephen A M, Jennifer A F. Management of Elevated Intracranial Pressure in

Decision Making in Neurocritical Care. Thieme. New York. 2009; 195-218.

29