skripsi santi dwi astuti 11051968 a

77
EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica papaya, Linn.) TERHADAP AKTIVITAS AST & ALT PADA TIKUS GALUR WISTAR SETELAH PEMBERIAN OBAT TUBERKULOSIS (Isoniazid & Rifampisin) oleh: Santi Dwi Astuti 11051968A FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2009

Upload: hadi-nur-icshan

Post on 08-Aug-2015

222 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica papaya, Linn.) TERHADAP AKTIVITAS AST & ALT PADA TIKUS

GALUR WISTAR SETELAH PEMBERIAN OBAT TUBERKULOSIS (Isoniazid & Rifampisin)

oleh:

Santi Dwi Astuti 11051968A

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA

2009

Page 2: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis sampai saat ini masih merupakan penyebab angka kematian yang tinggi di

negara berkembang, bahkan di negara maju angka kematian tuberkulosis meningkat kembali seiring

dengan meningkatnya Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Sindrom

(HIV/AIDS) (Prihatni et al 2005).

Penyakit tuberkulosis terutama tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan di

negara berkembang seperti di Indonesia, diperkirakan 1020 juta penderita tersebar di seluruh dunia.

Obat-obat anti tuberkulosis seperti isoniazid (INH), rifampisin, pirazinamid dan

ethambutol mempunyai beberapa efek samping, dari yang ringan sampai yang berat.

Efek samping yang patut diwaspadai adalah efek hepatotoksik. Hampir semua obat

anti tuberkulosis mempunyai efek hepatotoksik kecuali streptomisin (Arsyad 1996).

Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ

ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian obat dan toksikan. Zat yang biasanya dapat

mengalami detoksifikasi, tetapi banyak toksikan dapat dibioaktifkan dan menjadi lebih toksik (Frank

1995).

Kerusakan sel hati bervariasi dari yang ringan asimptomatik sampai

menimbulkan gejala serius akibat nekrosis sel hati. Pirazinamid yang sering dipakai

untuk pengobatan jangka pendek tuberkulosis paru telah dilaporkan menyebabkan

hepatitis. Peninggian aspartat amino transferase (AST) dan alanine amino

transferase (ALT) merupakan gejala dini dari kelainan hati. INH merupakan obat

Page 3: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

yang hampir selalu digunakan dengan kombinasi obat anti tuberkulosis yang lain.

Efek samping INH adalah neuropati perifer dan hepatotoksik. Efek hepatotoksik INH

akan bertambah besar pada usia tua dan pada individu yang mempunyai asetilasi

lambat. Kerusakan hati diduga karena hasil metabolit INH berupa asetilhidrazin. Pada

orang normal metabolit yang toksik lebih sedikit dari metabolit yang nontoksik.

Kombinasi INH dengan rifampisin lebih toksik dari kombinasi INH dengan

streptomisin karena pada kombinasi tersebut dihasilkan lebih banyak metabolit toksik

(Arsyad 1996).

Rifampisin 85-90% dimetabolisme di hati dan metabolit aktifnya disekresikan melalui urin

dan saluran cerna, bekerja secara sinergis dengan INH. Pada penderita dengan kelainan hepar akan

ditemukan kadar rifampisin serum yang lebih tinggi. Rifampisin akan menginduksi sistem enzim

sitokrom P450 yang akan terus berlangsung hingga 7-14 hari setelah obat dihentikan. Efek

hepatotoksik dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, dan proses metabolisme obat dipengaruhi oleh

faktor umur, jenis kelamin, lingkungan dalam lambung dan penyakit hepar (Prihatni et al 2005).

Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal

akan cepat dan mudah terjadi resistensi. INH merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati

semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan untuk

mengkonsumsi vitamin piridoksin sebagai penambah darah (Ganiswarna 1995).

Obat yang biasa digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu obat primer

meliputi INH, rifampisin, ethambutol, streptomisin, pirazinamid. Obat sekunder meliputi exionamid,

para amino salisilat, sikloserin, amiksasin, dan kanamisin (Ganiswarna 1995).

Penanda dini dari hepatotoksik adalah peningkatan enzim-enzim transaminase dalam serum

yang terdiri dari AST yang disekresikan secara paralel dengan ALT yang merupakan penanda yang

lebih spesifik untuk mendeteksi adanya kerusakan hepar (Prihatni et al 2005).

Page 4: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Trauma pada tingkat sel akan mengakibatkan perubahan yang bersifat irreversibel dalam

waktu 20-60 menit pertama. Perubahan irreversibel yang akan berakhir pada kematian sel, meliputi

kerusakan membran sel, pembengkakan lisosom dan vakuolisasi mitokondria dengan penurunan

kapasitas pembentukan Adenosin Tri Phosphat (ATP). Apabila telah terjadi gangguan fungsi

mitokondria dan membran sel, maka sel hepatosit akan mengeluarkan enzim-enzim transaminase

merupakan penanda dini hepatotoksik (Prihatni et al 2005).

Daun pepaya sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Dilaporkan

bahwa tanaman ini memiliki kandungan kimia yaitu alkaloid, saponin dan flavonoid

pada daun, akar dan kulit batangnya, mengandung polifenol pada daun dan akarnya,

serta mengandung saponin pada bijinya (Depkes 2000).

Khasiat tanaman pepaya antara lain sebagai anti inflamasi dari ekstrak etanol

akar pepaya (Adjirni dan Sa’roni 2006), efek spermisid (antifertilitas) dari ekstrak biji

pepaya (Ilyas dkk), anti kanker dari ekstrak daun pepaya (Sukardiman dan Ekasari

2000), peningkatan kemampuan belajar pada tikus Wistar yang diberi ekstrak daun

pepaya (Rachmawati 2007) dan buah pepaya sebagai obat kerusakan hati (Hembing

2008). Penelitian Sukardiman (2000) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun

pepaya memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim DNA Topoisomerase II, suatu

enzim yang berperan penting dalam proses replikasi, transkripsi, rekombinasi DNA,

dan poliferasi dari sel kanker. Penelitian oleh Huda (2001) menunjukkan bahwa

ekstrak metanol daun pepaya memiliki aktivitas sitotoksik terhadap kultur sel

mieloma.

Sediaan ekstrak dibuat agar zat berkhasiat dari simplisia mempunyai kadar tinggi sehingga

memudahkan dalam pengaturan dosis. Etanol sebagai penyari dapat memperbaiki stabilitas bahan

Page 5: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

terlarut dan mampu mengendapkan albumin. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah

bahan aktif yang optimal, bahan pengotor hanya dalam skala kecil dalam cairan pengekstraksi (Voight

1995).

Pal (2006) meneliti bahwa ekstrak bawang putih dapat mencegah kerusakan

hati pada tikus yang diinduksi oleh INH dosis 10 mg/200 gram berat badan tikus dan

rifampisin dosis 10 mg/ 200 gram berat badan tikus selama 28 hari. Senyawa yang

berkasiat sebagai hepatoprotektor dari bawang putih adalah flavonoid .

Efek flavonoid terhadap berbagai organisme antara lain flavonoida merupakan

senyawa pereduksi yang baik, flavonoid menghambat banyak reaksi oksidasi.

Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik bagi radikal hidroksi dan

superoksida serta melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas

antioksidannya mungkin dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan

komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati

gangguan fungsi hati (Robinson 1995).

Ekstrak etanol daun papaya telah diteliti mampu meningkatkan kekebalan

tubuh pada mencit jantan. Daun pepaya digunakan untuk penelitian hepatoprotektor,

diharapkan senyawa yang terkandung didalamnya mampu mengobati gangguan

fungsi hati yang dibuktikan dengan adanya aktivitas penurunan kadar AST dan ALT

Hewan yang paling banyak digunakan untuk pengujian adalah tikus dan

mencit. Hewan ini digunakan karena mudah didapat, ukurannya kecil, harganya

murah, mudah ditangani, dan data toksikologinya relatif telah banyak. Penetapan

Page 6: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

toksisitas pada hati sering merupakan bagian penelitian jangka pendek dan jangka

panjang yang biasanya dilakukan pada tikus dan mencit (Frank 1995).

B. Konteks Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol 70% daun

pepaya mempunyai efek menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar

setelah pemberian obat TBC (INH dan rifampisin) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol 70%

daun pepaya terhadap penurunan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar setelah

pemberian obat TBC (INH dan rifampisin).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi dan ilmu

pengetahuan, khususnya di bidang obat tradisional sehingga dapat bermanfaat sebagai

dasar pengobatan alternatif untuk meningkatkan efek hepatoprotektor.

Page 7: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Sistematika

Sistematika tanaman daun pepaya (Carica papaya, Linn.) adalah:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Cistales

Suku : Caricacea

Marga : Carica

Jenis : Carica papaya, Linn. (Depkes 2000).

2. Nama daerah

Pente (Aceh), Pertek (Gayo), Pastela (Batak), Embetik (Karo), Botik (Batak

Toba), Bala (Nias), Sikailo (Mentawai), Kates (Palembang), Kalikih (Minangkabau),

Gedang (Lampung), Gedang (Sunda), Kates (Jawa Tengah), Kates (Madura), Bali

(Gedang), Kustela (Banjar), Bua medung (Dayak Busang), Buah dong (Dayak

Kenya), Kates (Sasak), Kampaya (Bima), Kala jawa (Sumbawa), Padu (Flores),

Papaya (Gurontalo), Papaya (Buol), Kaliki (Baree), Papaya (Manado), Unti jawa

(Makasar), Kaliki riaure (Bugis), Papai (Buru), Papaya (Halmahera), Papae (Ambon),

Page 8: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Palaki (Seram), Kapaya (Tidore), Tapaya (Ternate), Ihwarwerah (Sarmi), Siberiani

(Windesi) (Depkes 2000).

3. Morfologi

Tanaman pepaya merupakan perdu tinggi kurang lebih 10 meter, tidak

berkayu, silindris, berongga, putih, kotor. Daun tunggal, bulat, ujung runcing,

pangkal bertoreh, tepi bertoreh, tepi bergerigi, diameter 25-75 cm, pertulangan

menjari, panjang tangkai 25-100 cm, hijau. Bunga tunggal, bertekuk bintang, di

ketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan

yang serupa malai, kelopak kecil, kapala sari bertangkai pendek atau duduk, kuning,

mahkota bentuk terompet, tepi bertajuk lima, bertabung panjang, putih kekuningan.

Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima, duduk, bakal buah

beruang satu, putih kekuningan. Biji bulat atau bulat panjang, kecil, bagian luar

dibungkus selaput tipis yang berisi cairan, masih muda putih, setelah tua hitam.

Akarnya tunggang, bercabang bulat, putih kekuningan (Depkes 2000).

4. Kandungan kimia

Daun, akar dan kulit batang Carica papaya, Linn. mengandung alkaloid,

saponin dan flavonoid. Daun dan akar juga mengandung polifenol dan biji

mengandung saponin (Depkes 2000).

Daun mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, pseudo karpaina,

glikosid, karposid, dan saponin. Buah mengandung beta karotene, pectin, d-galaktosa,

l-arabinosa, papain, papayotimin papain. Biji mengandung glukosida cacirin, karpain.

Page 9: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Getah mengandung papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamine, dan

siklotransferase (Muchlisah 2004).

5. Kegunaan

Daun pepaya berkhasiat sebagai bahan obat malaria dan menambah nafsu

makan. Akar dan biji berkhasiat sebagai obat cacing, getah buah berkhasiat sebagai

obat memperbaiki pencernakan (Depkes 2000).

Getah buah pepaya untuk kulit melepuh karena panas, daun pepaya muda

untuk pengobatan malaria, demam dan susah buang air besar, akar jari pepaya untuk

pengobatan karena digigit ular berbisa, biji pepaya untuk pengobatan rambut beruban

sebelum waktunya dan obat cacing gelang, serta pengobatan lain misalnya maag,

sariawan dan merangsang nafsu makan (Muchlisah 2004).

Khasiat tanaman pepaya antara lain sebagai anti inflamasi dari ekstrak etanol

akar pepaya (Adjirni dan Sa’roni 2000), efek spermisid (antifertilitas) dari ekstrak biji

pepaya (Ilyas dkk) anti kanker dari ekstrak daun pepaya (Sukardiman dan Ekasari

2006), peningkatan kemampuan belajar pada tikus yang diberi ekstrak daun pepaya

(Rachmawati 2007) dan buah pepaya sebagai obat kerusakan hati (Hembing 2008).

B. Maserasi dan Larutan Penyari

1. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Simplisia dihaluskan

sesuai dengan persyaratan farmakope (umumnya terpotong-potong atau diserbuk

Page 10: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

kasar) disatukan dengan bahan ekstraksi, disimpan ditempat yang terlindung dari

cahaya langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan

warna lalu dikocok kembali. Waktu maserasi adalah berbeda-beda, masing-masing

farmakope mencantumkan 4-10 hari, kira-kira 5 hari menurut pengalaman sudah

memadai, diperas dengan kain pemeras (Voigt 1994).

Maserasi dilakukan dengan mencampur 10 bagian simplisia yang mempunyai

derajat halus yang cocok dengan 75 bagian cairan penyari dalam sebuah bejana

sambil sesekali diaduk. Campuran setelah lima hari diperas, dicuci ampasnya dengan

penyari secukupnya sampai diperoleh 100 bagian. Maserat disuling atau diuapkan

pada tekanan rendah tidak lebih 50oC sampai konsistensi yang dikehendaki (Anief

1999).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara ini adalah

pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.

2. Larutan penyari

Pemilihan larutan penyari harus memperhatikan banyak faktor. Larutan

penyari harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara

fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,

selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi

zat berkhasiat, diperbolehkan oleh peraturan.

Farmakope Indonesia menetapkan sebagai cairan penyari adalah air, etanol,

etanol-air dan eter. Etanol digunakan sebagai larutan penyari dalam metode soxhlet

Page 11: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

dan maserasi karena tidak menyebabkan pembengkakan sel, memperbaiki stabilitas

bahan obat terlarut (Voigt 1995).

Etanol sebagai penyari dapat memperbaiki stabilitas bahan terlarut dan

mampu mengendapkan albumin. Keuntungan lain dari etanol 70% sangat efektif

dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, di mana bahan pengotor hanya

dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi (Voigt 1995).

C. Hewan Uji

1. Sistematika tikus putih

Sistematika tikus putih adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Classis : Mamalia

Sub classis : Placentalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus (Sugiyanto 1995).

2. Karakteristik utama tikus putih

Tikus merupakan hewan yang cerdas dan relatif resisten terhadap infeksi.

Tikus putih umumnya tenang dan mudah ditangani, dan kecenderungan untuk

berkumpul sesamanya tidak begitu besar, hewan ini dapat tinggal sendiri dalam

Page 12: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

kandang asal masih mendengar atau melihat tikus lain. Aktivitasnya tidak terganggu

dengan kehadiran manusia. Tikus mudah ditangani, menjadi agresif terutama saat

diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi nutrisi. Hewan uji merupakan suatu

sumber variasi avaibilitas sistemik, distribusi, dan kecepatan eliminasi obat-obatan.

Tikus jantan kecepatan metabolismenya lebih cepat dibandingkan dengan tikus

betina. Kondisi biologis tubuh tikus jantan juga lebih stabil dibanding tikus betina.

Pada tikus betina secara berkala dalam tubuhnya mengalami perubahan kondisi

seperti masa kehamilan, menyusui, dan menstruasi (Sugiyanto 1995).

Tikus putih yang dibiakkan di laboratorium lebih cepat dewasa dan lebih

mudah berkembang biak. Berat badan tikus di laboratorium cenderung lebih ringan

dibanding tikus liar. Tikus tidak dapat muntah seperti hewan coba lainnya karena

struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung

dan tikus tidak memiliki kantung empedu (Sugiyanto 1995).

Hewan yang paling banyak digunakan untuk pengujian adalah tikus dan

mencit. Tikus mudah didapat, ukurannya kecil, harganya murah, mudah ditangani,

dan data toksikologinya relatif telah banyak. Penetapan toksisitas pada hati sering

merupakan bagian penelitian jangka pendek dan jangka panjang yang biasanya

dilakukan pada tikus dan mencit (Frank 1995).

D. Hati

1. Hati

Page 13: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Hati atau liver merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati

terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi,

pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan

penetralan racun atau obat yang masuk dalam tubuh. Hati merupakan kelenjar

terberat didalam tubuh, beratnya 1,5 kg atau lebih, konsistensinya lunak dan terletak

didalam diafragma dalam rongga abdomen atas. Dalam keadaan segar warnanya

metah tua atau merah coklat, warna tersebut terutama disebabkan oleh adanya darah

yang amat banyak. Hati tidak hanya menerima pandarahan dari arteri tetapi juga

menerima pendarahan dari saluran cerna melalui vena porta (Leeson 1996).

Hati mudah rusak oleh bagian-bagian toksik yang diserap. Hati penting untuk

mempertahankan kadar gula darah. Sel mengambil gula darah dan menyimpannya

sebagai glikogen, juga dibentuk dari bahan lain seperti asam laktat dan asam piruvat.

Hati penting terhadap metabolisme lipid, karena lipid diangkut didalam darah sebagai

lipoprotein, dan lipoprotein ini dibentuk didalam hati. Hati juga menyimpan vitamin

A dan B dan heparin (dihasilkan dari sel mast). Hati mengsekresi garam empedu ke

dalam sistem biliaris, dan fibrinogen (faktor anti anemia) dan albumin plasma ke

dalam darah. Hati juga mensintesis kolesterol, mengeluarkan pigmen empedu dari

uraian hemoglobin sel darah merah yang rusak, dan menghasilkan urea (hasil

samping metabolit protein). Menawarkan berbagai bahan toksik dalam peredaran

darah (Lesson 1996).

Page 14: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

2. Penyakit-penyakit hati

Penyakit hati karena infeksi misalnya hepatitis virus yaitu ditularkan melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang

terkontaminasi, kegiatan seksual. Penyakit hati karena racun misalnya karena alkohol

atau obat tertentu. Alkohol bersifat toksik terhadap hati. Adanya penimbunan obat

dalam hati maupun gangguan pada metabolisme obat dapat menyebabkan penyakit

pada hati. Penyakit hati karena genetik atau keturunan misalnya hemochromatosis

yang merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya

pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Gangguan imun misalnya

hepatitis autoimun merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya perlawanan

terhadap jaringan tubuh sendiri. Pada hepatitis autoimun umumnya yang dilawan

adalah sel-sel hati, sehingga terjadi peradangan yang kronis (Anonim 2004)

Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari berat hati

atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati sering berpotensi

menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena

mengkonsumsi alkohol berlebih. Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang sudah

lanjut dimana fungsi hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan parut di

dalam hati. Sirosis hati dapat terjadi karena virus hepatitis B dan hepatitis C yang

berkelanjutan, karena alkohol, salah gizi, atau karena penyakit lain yang

menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan,

Page 15: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi seperti muntah dan

berak darah, asites atau perut membesar, mata kuning serta koma hepatikum (Anonim

2004)

Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan memproduksi atau

pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya

penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga adanya penumpukan asam

empedu, bilirubin dan kolesterol di hati. Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi

darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan bola mata

disebut jaundice. Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi

lebih gelap, sedangkan faeses lebih terang (Anonim 2004).

Kanker hati dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik diantaranya

aflatoxin, polyvinyl chloride (bahan pembuat plastik) dan virus. Kanker hati terjadi

apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati. Kanker hati yang banyak terjadi

adalah hepatocellular carcinoma yaitu merupakan komplikasi akhir yang serius dari

hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, hepatitis C dan

hemochromatosis (Anonim 2004).

INH merupakan obat yang hampir selalu digunakan dengan kombinasi obat

anti tuberkulosis yang lain. Efek samping INH adalah neuropati perifer dan

hepatotoksik. Kombinasi INH dengan rifampisin lebih toksik dari kombinasi INH

Page 16: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

dengan streptomisin karena pada kombinasi tersebut dihasilkan lebih banyak

metabolit toksik (Arsyad 1996).

3. Hepatotoksin

Hepatotoksin yaitu suatu zat yang mempunyai efek toksik pada hati dengan

dosis berlebihan atau dalam jangka waktu lama. Hepatotoksin dapat dibagi menjadi

empat kelompok yaitu hepatotoksin intrinsik, hepatotoksin idiosinkratik, alkohol dan

asetaminophen (Woodley & Whelan 1992).

3.1. Hepatotoksin intrinsik. Meliputi hepatotoksin direk dan hepatotoksin

indirek. Hepatotoksin direk meliputi karbon tetrachlorida, dan fosfor. Bahan-bahan

ini menyebabkan kerusakan terhadap sel-sel hati akibat serangan secara fisiko

kimiawi. Hepatotoksin indirek meliputi tetrasiklin, methotrexate, 6-mercaptopurine,

asetaminophen, amanita phalloides (racun jamur). Racun-racun ini dapat

mengganggu jalur metabolisme sel hati atau mengganggu mekanisme sekresinya

(Woodley dan Whelan 1992).

3.2. Hepatotoksin idiosinkratik. Meliputi reaksi-reaksi hipersensitivitas

misalnya sulfonamide, nitrofuratoin, asam para aminosalisilat, phenitoin, dan

halothane dan idiosinkrasi metabolik yang dapat menimbulkan keracunan pada pasien

yang rentan, sebagai akibat jalur metabolisme obat yang menyimpang dari normalnya

sehingga menimbulkan gangguan pada pembersihan obat itu dari tubuh atau

mempercepat produksi hasil-hasil metabolisme yang bersifat hepatotoksik atau

Page 17: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

kedua-duanya misalnya isoniazid, methyldopa beberapa kasus toksisitas obat

halothane (Woodley & Whelan 1992).

3.3 Hepatotoksin Alkohol. Menimbulkan efek toksik langsung pada hati,

meskipun demikian hanya 10-20% dari para pengidap kecanduan alkohol menahun

yang menimbulkan kerusakan hati. Faktor-faktor tambahan misalnya genetik,

nutrisional, lingkungan juga mempengaruhi patogenesis penyakit hati karena

alkoholisme (Woodley & Whelan 1992).

3.4. Asetaminophen. Menyebabkan kerusakan sel-sel hati pada over dosis

yang sengaja atau karena tak disengaja. Kombinasi alkohol dengan asetaminophen

dosis terapeutik menimbulkan efek potensiasi toksik yang dapat menyebabkan

perlukaan sel-sel secara bermakna (Woodley & Whelan 1992).

E. Pemeriksaan Kerusakan Hati

Tujuan pemeriksaan kerusakan hati adalah untuk mengetahui adanya kelainan

yang terjadi serta berapa berat kelainan tersebut. Penanda dini dari hepatotoksik

adalah peningkatan enzim-enzim transaminase dalam serum yang terdiri dari aspartat

amino transferase (AST) yang disekresikan secara paralel dengan alanine amino

transferase (ALT) yang merupakan penanda yang lebih spesifik untuk mendeteksi

adanya kerusakan hepar (Prihatni et al 2005).

Page 18: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Sebuah langkah awal dalam mendeteksi kerusakan hati adalah tes darah yang

sederhana untuk menentukan adanya enzim tertentu di dalam darah. Dalam keadaan

normal, enzim berada di dalam sel hati. Enzim membantu mempercepat proses

katalisis rutin yang diperlukan dan reaksi kimia dalam tubuh. Aspartate

aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) adalah enzim

aminotransferase yang paling sensitif dan paling banyak digunakan di hati. Apabila

terjadi kerusakan hati maka enzim yang berada pada sel-sel hati akan tumpah ke

dalam darah, sehingga akan meningkatkan kadar enzim AST/ALT di dalam darah dan

merupakan suatu tanda bahwa ada kerusakan hati. Enzim aminotransferase

mengkatalisis reaksi kimia dalam sel yang terdapat sebuah asam amino sedang

membentuk suatu protein yang ditransfer dari molekul donor ke molekul penerima

sehingga disebut dengan aminotransferase. Nama lain untuk aminotransferase adalah

transaminase. Enzim AST juga dikenal sebagai serum glutamic oxaloacetic

transaminase (SGOT), dan ALT juga dikenal sebagai serum glutamic pyruvic

transaminase (SGPT). AST biasanya ditemukan dalam keragaman jaringan termasuk

hati, jantung, otot, ginjal, dan otak. Dilepaskan ke dalam serum bila salah satu dari

sel-sel ini sudah rusak. AST bukan indikator yang sangat spesifik dari kerusakan hati.

ALT sebagian besar ditemukan di hati. Enzim dilepaskan ke dalam darah sebagai

akibat dari luka hati, ALT digunakan sebagai indikator yang paling spesifik dari

kerusakan hati. Kerja enzim transaminase:

Aspartic + Ketoglutaric Oxaloacetic + Glutamic

Page 19: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

acid acid (AST) acid acid Alanine + Ketoglutaric Pyruvit + Glutamic acid acid (ALT) acid acid

Pengujian aktivitas AST dan ALT pada hewan uji yang dilakukan secara

fotometrik dengan mencampur serum darah 100 µl dengan reagen kerja 1000 µl,

didiamkan selama satu menit kemudian dibaca kadarnya pada panjang gelombang

340 nm, tebal kuvet 1 cm, pada temperatur 370C dengan spektrofotometer. Reagen

AST yang terdiri dari larutan R1 (L-aspartate, Lactate dehydrogenase, Malat

dehydrogenase, dan TRIS pH 7,8) larutan R2 (2- Oxoglutarate dan NADH). Reagen

ALT yang terdiri dari larutan R1 (L-alanin, Lactate dehydrogenase dan TRIS pH 7,5)

larutan R2 (2-Oxoglutarate dan NADH). R1 ditambah dengan R2 pada masing-

masing reagen tersebut apabila direaksikan dengan serum darah yang mengandung

AST atau ALT akan menunjukkan adanya aktivitas kerja enzim transaminase.

Gangguan hati yang disertai dengan kenaikan AST dan ALT yang menonjol

adalah bersifat hepatosellular. Kadar yang meningkat secara mencolok 500 unit/liter

khas terdapat pada kerusakan sel hati akut misalnya karena virus, obat-obatan,

hepatitis karena ischemia sedangkan kenaikan berderajat sedang (kurang dari 300

unit/liter) dapat terlihat pada berbagai keadaan kerusakan hepatosellular akut atau

kronik. ALT pada umumnya lebih sensitif dari pada AST untuk mendeteksi hepatitis

viral. Pada penyakit hati karena alkoholisme, AST atau meningkat melebihi ALT,

khas dua kali atau lebih tinggi (Woodley & Whelan 1992).

Page 20: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

F. Isoniazid (INH) dan Rifampisin

1. Rifampisin

Rifampisin merupakan antibiotik derivat semisintetik dari rifampisin B yang

dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei, yaitu suatu jamur tanah yang berasal dari

Perancis Selatan. Zat yang berwarna merah bata bermolekul besar dengan banyak

cincin (makrosiklis). Rifampisin berkhasiat bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan

Mycobacterium tuberkulosae dan Mycobacterium leprae, baik yang berada di luar

maupun di dalam sel (ekstra–inter selular). Rifampisin mematikan kuman dormant

selama fase pembelahannya yang singkat. Rifampisin juga aktif terhadap kuman gram

positif lain dan kuman gram negatif (Eschericia coli, Klebsiella, suku-suku Proteus

dan Pseudomonas), terutama terhadap stafilokoki, termasuk yang resisten terhadap

penicillin (Tan et al 1978).

Resorpsinya di usus sangat tinggi, distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh

juga baik. Pewarnaan jingga atau merah dari air seni, tinja, ludah keringat dan air

mata. Plasma t½ nya berkisar antara 1,5-5 jam dan meningkat bila ada gangguan

fungsi hati. Massa paruh ini akan turun pada pasien yang bersamaan menggunakan

INH. Dalam hati terjadi deasetilasi dengan terbentuknya metabolit-metabolit dengan

kegiatan antibakteri. Ekskresinya khusus melalui empedu, sedangkan melalui ginjal

berlangsung secara fakultatif (Tan et al 1978).

Efek samping yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit

kuning (ikterus), terutama bila dikombinasi dengan INH yang juga agak toksik bagi

hati. Pada penggunaan lama dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik.

Page 21: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Dosis pada TBC oral sehari 450-600 mg sekaligus tiap pagi sebelum makan,

karena kecepatan dan kadar resorpsinya dihambat oleh isi lambung. Selalu

dikombinasi dengan INH 300 mg (Tan et al 1978).

2. Isoniazid (INH)

INH merupakan derivat asam isonikotinat berkhasiat antituberkulosis paling

kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat

bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap kuman yang

berada intraseluler dalam makrofag maupun di luar sel (ekstraseluler). INH masih

tetap merupakan obat khemoterapi terpenting terhadap berbagai tipe tuberkulosis dan

selalu dalam bentuk multipel terapi dengan rifampisin dan pirazinamida (Tan et al

1978).

Efek samping pada dosis normal (200-300 mg sehari) jarang dan ringan

(gatal-gatal, ikterus), tetapi lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg

menimbulkan polyneuritis, kerusakan hati dengan hepatitis dan ikterus yang fatal

(Tan et al 1978).

G. Methicol®

Methicol® tablet merupakan sediaan farmasi dari pabrik Otto yang tiap tablet

mengandung metionin 100 mg, kolin bitartrat 100 mg, vitamin B1 nitrat 2 mg,

vitamin B6 HCl 2 mg, vitamin B12 0,67 µg, Vitamin E 3 mg, vitamin H 100 µg,

vitamin kalsium pantotenat 3 mg, asam folat 400 µg, nikotinamid 6 mg. Methicol®

Page 22: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

mempunyai indikasi untuk penyakit hati menular, degenerasi lemak atau infiltrasi

hati, gangguan hati akibat obat-obatan (Anonim 2008).

Metionin bersama dengan sistein adalah asam amino yang memiliki atom

Sulfur. Asam amino ini penting dalam sintesis protein yaitu dalam proses transkripsi

yang menerjemahkan urutan basa nitrogen di DNA untuk membentuk RNA. Kode

metionin sama dengan kode awal untuk suatu rangkaian RNA, metionin awal tidak

akan terikat dalam protein yang akan terbentuk karena dibuang dalam proses pasca

transkripsi. Asam amino bagi manusia bersifat esensial, sehingga harus dipasok dari

bahan pangan. Sumber utama metionin adalah buah-buahan, daging, susu, sayuran,

serta kacang-kacangan. Biosintesis metionin dilakukan oleh tumbuhan dan mikrobia

menggunakan asam aspartat dan sistein sebagai bahan baku (sistein juga dibuat dari

metionin, suatu proses timbal balik) (Anonim 2008).

H. Landasan Teori

Obat-obatan anti tuberkulosis seperti INH, rifampisin, pirazinamid dan

ethambutol mempunyai beberapa efek samping, dari yang ringan sampai yang berat.

Efek samping yang patut diwaspadai adalah efek hepatotoksik. Hampir semua Obat

Anti Tuberkulosis (OAT) mempunyai efek hepatotoksik kecuali streptomisin (Arsyad

1996).

Kerusakan sel hati bervariasi dan yang ringan asimptomatik sampai

menimbulkan gejala serius akibat nekrosis sel hati. Peninggian AST dan ALT

Page 23: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

merupakan gejala dini dari kelainan hati. Isoniazid (INH) merupakan obat yang

hampir selalu digunakan dengan kombinasi obat anti tuberkulosis yang lain. Efek

samping INH adalah neuropati perifer dan hepatotoksik. Efek hepatotoksik INH akan

bertambah besar pada usia tua dan pada individu yang mempunyai asetilasi lambat.

Kerusakan hati diduga karena hasil metabolit INH berupa asetilhidrazin. Pada orang

normal metabolit yang toksik lebih sedikit dari metabolit yang nontoksik. Kombinasi

INH dengan rifampisin ternyata lebih toksik dan kombinasi INH dengan streptomisin

karena pada kombinasi tersebut dihasilkan lebih banyak metabolit toksik (Arsyad

1996).

AST dan ALT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama

oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis,

biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Lewat hasil tes laboratorium, keduanya

dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati.

ALT pada umumnya lebih sensitif dari pada AST untuk mendeteksi hepatitis

viral. Pada penyakit hati karena alkoholisme, AST meningkat melebihi ALT, dua kali

atau lebih tinggi (Woodley dan Whelan 1992).

Daun mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, pseudo karpaina,

glikosid, karposid, dan saponin. Buah mengandung beta karotene, pectin, d-galaktosa,

l-arabinosa, papain, papayotimin papain. Biji mengandung glukosida cacirin, karpain.

Getah mengandung papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamine, dan

siklotransferase (Muchlisah 2004).

Page 24: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Efek flavonoid terhadap berbagai organisme antara lain flavonoid merupakan

senyawa pereduksi yang baik, flavonoid menghambat banyak reaksi oksidasi.

Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik bagi radikal hidroksi dan

superoksida serta melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas

antioksidannya mungkin dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan

komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati

gangguan fungsi hati (Robinson 1995).

Penelitian Sukardiman (2000) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun

pepaya memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim DNA Topoisomerase II, suatu

enzim yang berperan penting dalam proses replikasi, transkripsi, rekombinasi DNA,

dan poliferasi dari sel kanker. Penelitian oleh Huda (2001) menunjukkan bahwa

ekstrak metanol daun pepaya memiliki aktivitas sitotoksik terhadap kultur sel

mieloma.

Khasiat tanaman pepaya antara lain sebagai anti inflamasi dari ekstrak etanol

akar pepaya (Adjirni dan Sa’roni 2006), efek spermisid (antifertilitas) dari ekstrak biji

pepaya (Ilyas dkk), anti kanker dari ekstrak daun pepaya (Sukardiman dan Ekasari

2000), peningkatan kemampuan belajar tikus Wistar yang diberi ekstrak daun pepaya

(Rachmawati 2007) dan buah pepaya sebagai obat kerusakan hati (Hembing 2008).

Daun pepaya digunakan untuk penelitian hepatoprotektor, diharapkan senyawa

flavonoid yang terkandung didalamnya mampu mengobati gangguan fungsi hati.

Page 25: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Pal (2006) meneliti bahwa ekstrak bawang putih dapat mencegah kerusakan

hati pada tikus yang diinduksi oleh INH dosis 10 mg/200 gram berat badan tikus dan

rifampisin dosis 10 mg/ 200 gram berat badan tikus selama 28 hari.

Hewan yang paling banyak digunakan untuk pengujian adalah tikus dan

mencit. Hewan ini digunakan karena mudah didapat, ukurannya kecil, harganya

murah, mudah ditangani, dan data toksikologinya relatif telah banyak. Penetapan

toksisitas pada hati sering merupakan bagian penelitian jangka pendek dan jangka

panjang yang biasanya dilakukan pada tikus dan mencit (Frank 1995).

I. Hipotesis

Berdasarkan hasil studi literatur ekstrak etanol 70% daun pepaya mempunyai

efek menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar setelah pemberian

obat TBC (INH dan rifampisin).

Page 26: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi daun pepaya (Carica papaya, Linn.) yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dari daun pepaya yang didapat dari daerah Karang Pandan,

Karanganyar.

Sampel diambil dari populasi secara random yaitu daun pepaya yang masih

segar dan agak tua kemudian dibuat ekstrak daun pepaya (Carica papaya, Linn.) pada

bulan Pebruari 2009 dari daerah Karang Pandan, Karanganyar.

B. Variabel Penelitian

1. Identifikasi variabel utama

Variabel utama dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pepaya.

Variabel utama yang kedua adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan berat badan

kira-kira 180-200 gram, dengan usia kira-kira 2 bulan.

2. Klasifikasi variabel utama

Klasifikasi variabel utama memuat pengelompokan variabel-variabel utama

sesuai dengan jenis dan perananya dalam penelitian. Klasifikasi ini diperlukan untuk

menentukan alat pengambil data dan metode analisa data yang sesuai.

Page 27: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Variabel menurut fungsinya dalam penelitian ini, dapat diklasifikasikan

berdasarkan pola hubungan sebab akibat menjadi variabel tergantung disatu pihak

dan variabel bebas, moderator, kendali di lain pihak.

Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diubah-ubah untuk dipelajari

pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Penelitian ini, variabel bebas adalah

ekstrak etanol 70% daun pepaya.

Variabel moderator adalah variabel yang memungkinkan mempengaruhi

variabel tergantung, tetapi tidak diutamanakan diteliti. Penelitian ini variabel

moderator adalah metode ekstraksi daun pepaya yaitu dengan metode maserasi.

Variabel kendali merupakan variabel yang mempengaruhi variabel

tergantung, sehingga perlu dinetralisir atau ditetapkan kualifikasinya agar hasil yang

didapatkan tidak tersebar dan dapat diulang oleh peneliti yang lain secara tepat.

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah kondisi pengukur atau peneliti,

laboratorium, dan kondisi fisik hewan uji yang meliputi berat badan, usia jenis

kelamin, galur dan lingkungan tempat tinggal.

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim AST dan ALT

dari serum hewan uji yang diperiksa.

3. Definisi operasional variabel utama

Pertama, ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah ekstrak yang diperoleh

dengan cara maserasi, kemudian diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental. Kedua,

dosis INH dan rifampisin adalah dosis terapi untuk pengobatan tuberkulosis yang

diberikan pada hewan uji.

Page 28: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Ketiga, dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah dosis ekstrak daun

pepaya yang diberikan terhadap hewan uji sebagai model hepatoprotektor. Keempat,

hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus putih yang sehat usia kira-kira 2 bulan

dengan berat badan antara 180-200 gram.

Kelima, parameter uji fungsi hati dalam penelitian ini adalah AST dan ALT.

Pengujian aktivitas AST dan ALT pada hewan uji dilakukan secara fotometrik

dengan metode kinetik GPT-ALAT (Alanin Amino Transferase) dan GPT-ASAT

(Aspartat Amino Transferase).

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan yang digunakan untuk maserasi yaitu beaker glass, vakum

evaporator, batang pengaduk, gelas ukur, kain flannel. Peralatan yang digunakan

untuk perlakuan hewan uji adalah kandang tikus, timbangan, dan jarum oral.

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan darah dan pengumpulan serum

yaitu pipa kapiler, mikrosentrifuge dan tabung reaksi. Peralatan yang digunakan

untuk penetapan AST dan ALT yaitu sentrifuge, tabung reaksi, fotometer, klinik pet

dan yellow tip.

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun pepaya yang diperoleh dari Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu,

Karanganyar. Hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus putih galur Wistar dengan

Page 29: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

umur kira-kira 2 bulan dengan berat badan antara 180-200 gram. Pelarut yang

digunakan adalah etanol 70%.

Hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat anti

tuberkulosis yaitu INH dan rifampisin yang masing-masing disuspensikan dalam

CMC 1% untuk pemberian secara oral pada tikus putih.

Hepatoprotektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan farmasi

dengan merk dagang methicol® tablet dari pabrik Otto yang diperoleh dari salah satu

Apotek yang berada di wilayah Surakarta.

Penetapan AST dan ALT pada penelitian ini menggunakan pereaksi siap

pakai tanpa pengenceran yaitu dalam kemasan. Dilakukan di laboratorium klinik

Universitas Setia Budi Surakarta.

D. Jalannya Penelitian

1. Determinasi dan diskripsi tanaman pepaya

Tahap pertama penelitian ini adalah menetapkan kebenaran sampel tanaman

pepaya berkaitan dengan ciri-ciri morfologis yang ada pada tanaman berdasarkan

kepustakaan (C.A Backer 1968) yang dilakukan di Laboratorium Morfologi

Sistematik Tumbuhan Obat Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Obat dan Obat

Tradisional, Tawangmangu, Karanganyar.

2. Pengambilan bahan

Daun pepaya diambil dari daerah Karang Pandan, Karanganyar pada bulan

Pebruari 2009.

Page 30: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

3. Pembuatan serbuk daun pepaya

Daun pepaya dicuci hingga bersih, kemudian diangin-anginkan dilanjutkan

pengeringan dengan oven pada suhu 400C sampai kering, kemudian simplisia kering

dihaluskan dengan mesin penggiling kemudian diayak dengan ayakan no.40 mesh.

4. Pembuatan ekstrak etanol 70% daun pepaya

Serbuk daun pepaya sebanyak 100 gram kemudian dimasukkan wadah

berwarna gelap, ditambah etanol 70% sebanyak 750 ml aduk hingga homogen, tutup

segera kemudian disimpan dalam ruangan yang terhindar dari cahaya matahari

selama 5 hari dan sering kali dikocok. Rendaman tersebut disaring dengan kain

flanel, ampas dicuci dengan pelarut sampai volume 750 ml. Hasil dipekatkan dengan

vakum evaporator sampai didapat ekstrak kental.

5. Identifikasi etanol pada ekstrak etanol 70% daun pepaya

Identifikasi etanol dalam ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah pertama,

ekstrak dilarutkan dalam aquadest lalu ditambahkan CH3COOH dan H2SO4 pekat

(Depkes 1977)

6. Identifikasi senyawa flavonoid, saponin dan alkaloid dalam ekstrak etanol 70% daun pepaya

Identifikasi kandungan flavonoid dalam ekstrak etanol 70% daun pepaya pada

uji pendahuluan yang menggunakan ekstrak kemudian diencerkan dengan aquadest,

larutan tersebut kemudian diteteskan pada kertas saring terbentuk warna kuning pada

kertas saring setelah diuapi dengan ammonia (Depkes 1977).

Page 31: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Pada uji penegasan identifikasi kandungan flavonoid, menggunakan ekstrak

yang diuapkan hingga kering ditambah ditambah serbuk Mg dan 2 ml larutan alkohol

|: HCL 2N (1:1) dalam pelarut amil alkohol didiamkan selama satu menit sehingga

menunjukkan warna jingga pada amil alkohol (Depkes 1977).

Uji saponin dengan cara ekstrak ditambah 10 ml air panas, didinginkan lalu

dikocok kuat kemudian ditambah HCL 2N (Depkes 1977).

Uji Alkaloid pertama dengan menggunakan ekstrak ditambah HCL 2% dan

reagen dragendorf. Uji alkaloid kedua dengan menggunakan ekstrak ditambah HCL 2%

dan reagen mayer (Depkes 1977).

7. Pembuatan sediaan uji

Ekstrak etanol 70% daun pepaya, INH, rifampisin dan methicol® yang

diperoleh ditimbang sesuai dengan dosis kelompok perlakuan yang diinginkan

kemudian dilarutkan dalam suspensi CMC 1% disesuaikan dengan volume maksimal

yang bisa diberikan pada tikus. Stok sediaan uji yang dibuat tersebut selalu dibuat

baru setiap 7 hari sekali, penyimpanan dalam kulkas.

8. Penentuan dosis INH, rifampisin dan methicol®, ekstrak etanol 70% daun

pepaya

Dosis INH yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram berat

tikus. Dosis rifampisin yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram

berat tikus. Dosis methicol® yang digunakan sebagai hepatoprotektor pada manusia

adalah 700 mg 1 x hari. Dosis methicol® untuk tikus adalah hasil perkalian antara

faktor konversi dari dosis manusia ke tikus. Faktor konversi dari manusia ke tikus

Page 32: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

adalah 0,018. Dosis methicol® adalah 700 x 0,018= 12,6 mg/200 gram berat badan

tikus. Dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah 20 mg/ 200 gram berat badan

tikus.

9. Perlakuan hewan uji

Sebelum dilakukan uji pada tikus, dilakukan aklimatisasi terhadap lingkungan

minimal satu minggu. Suhu dan kelembaban relatif dari kandang harus diperhatikan

karena hal tersebut dapat mempengaruhi uji penelitian. Sebelum perlakuan, semua

tikus ditimbang untuk pengaturan dosis. Hewan uji dikelompokan menjadi empat

kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus, satu hari sebelumnya tikus

dipuasakan. Sebelum perlakuan (hari ke-0) setiap ekor tikus diambil darahnya untuk

diukur kadar AST dan ALT.

Kelompok I kelompok pemberian suspensi INH dosis 10 mg/200 gram berat

tikus dan suspensi rifampisin dosis 10 mg/200 gram berat tikus serta ekstrak etanol

70% daun pepaya dosis 20 mg/200 gram berat badan tikus.

Kelompok II adalah sebagai kontrol negatif yaitu kelompok yang mendapat

perlakuan suspensi INH dosis 10 mg/200 gram berat tikus dan suspensi rifampisin

dosis 10 mg/200 gram berat tikus.

Kelompok III adalah sebagai kontrol positif yaitu kelompok pemberian

suspensi INH dosis 10 mg/ 200 gram berat tikus dan suspensi rifampisin dosis 10

mg/200 gram berat tikus serta obat hepatoprotektor methicol® yaitu 12,6 mg/200

gram berat tikus.

Page 33: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Kelompok IV tanpa perlakuan yaitu tikus tanpa ada perlakuan, setiap hari

diberi makan dan minum secukupnya hingga kenyang.

Setiap kelompok perlakuan dilakukan setiap hari selama 28 hari, kemudian

hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28 diambil darahnya untuk diukur kadar

AST/ALT. Selama penelitian berlangsung tikus tetap diberi makan dan minum.

4 kelompok perlakuan

@ 5 ekor tikus

Kelompok I INH

+ Rifampisin

+ Ekstrak pepaya

Kelompok II Kontrol (-)

INH

+ Rifampisin

Kelompok IV Kontrol netral

Tanpa perlakuan

Kelompok III Kontrol (+)

INH +

Rifampisin +

Methicol®

Hari ke-O tes kadar AST dan ALT

Hari ke-14 tes kadar AST dan ALT

Hari ke-21 tes kadar AST dan ALT

Hari ke-28 tes kadar AST dan ALT

Analisis Data

Page 34: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 1. Skema Penelitian

10. Pengambilan darah dan pengumpulan serum

Pengambilan darah dilakukan melalui vena mata dengan menggunakan pipa

kapiler. Darah ditampung dalam tabung reaksi dan didiamkan selama 15 menit

kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit, serum yang

sudah terpisah dari endapan kemudian diambil dengan pipet 100 µl.

11. Penetapan aktivitas AST dan ALT

Pengujian aktivitas AST dan ALT pada hewan uji dilakukan secara

fotometrik. Panjang gelombang 340 nm, tebal kuvet 1 cm pada temperatur 370C.

Tabel 1. Penetapan Kadar AST/ALT Prosedur Pada suhu 370C

Sampel / Serum Reagent kerja

100 µl 1000 µl

Dicampur lalu didiamkan kemudian dibaca kadarnya pada panjang gelombang 340

selama satu menit dengan spektrofotometer nm

Aktivitas AST dan ALT yang dihitung dinyatakan dalam Unit/Liter dan

dihitung pada masing-masing kelompok tikus. Makin kuat daya hepatoprotektor

bahan uji, makin besar kemampuan untuk mempertahankan aktivitas

aminotransferase. Semakin tinggi kadar AST / ALT maka akan semakin tinggi

tingkat kerusakan hati. Pengujian aktivitas AST dan ALT pada hewan uji dilakukan

Kesimpulan

Page 35: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

secara fotometrik dengan metode kinetik GPT-ALAT (Alanin Amino Transferase)

dan GPT-ASAT (Aspartat Amino Transferase).

12. Analisis statistik

Sebelum dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai

ALT dan AST yang nyata, maka data hasil pengukuran ALT dan AST dari keempat

kelompok sampel diuji normalitasnya, yaitu apakah data hasil pengukuran

terdistribusi secara normal. Hal ini perlu untuk menentukan apakah uji hipotesis

dilakukan dengan metode statistika parametrik atau non parametrik. Uji normalitas

data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria ujinya adalah bila nilai

signifikansi (Asymp.Sig.) lebih besar dari 0,05, maka data terdistribusi secara normal,

bila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal.

Pada uji anova dua jalan apabila didapatkan kesimpulan bahwa ada beda

nyata, maka perlu dilakukan uji lanjutan (Post Hoc Test) pada faktor Kelompok dan

Hari untuk mengetahui secara spesifik pada Kelompok dan Hari yang mana

mempunyai efek menurunkan nilai AST dan ALT paling baik. Sebelum uji lanjutan

dilakukan perlu dilakukan uji kesamaan varian (test of equality of error of variances).

Uji kesamaan varian dilakukan dengan uji Levene. Kriteria ujinya adalah bila nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 maka varian dinyatakan sama, sebaliknya bila nilai

signifikansi lebih kecil dari 0,05 varian dinyatakan tidak sama.

Kriteria uji yang mempunyai nilai varian yang berbeda, maka uji lanjutan

yang perlu dilakukan adalah dengan uji Dunnett. Kriteria uji ini adalah bila nilai

Page 36: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan ada beda nyata (diberi tanda*)

diantara dua faktor yang dibandingkan.

Kriteria uji yang mempunyai nilai varian sama, maka uji lanjutan yang perlu

dilakukan adalah uji SNK. Kriteria uji ini adalah dua hari pengamatan dinyatakan ada

perbedaan bila terletak dalam kolom (subset) yang berbeda, tidak ada perbedaan bila

terletak dalam kolom yang sama.

Page 37: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Daun Pepaya (Carica papaya, Linn.)

1. Hasil determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan guna menetapkan kebenaran sampel

tanaman pepaya berkaitan dengan ciri-ciri morfologis yang ada pada tanaman

berdasarkan kepustakaan, menghindari kesalahan dalam pengumpulan bahan, serta

menghindari kemungkinan bercampurnya bahan dengan tanaman lain.

Hasil determinasi daun pepaya (C.A Backer 1968) adalah sebagai berikut:

1b-2b-3b-4b-12b-13b-14b-17b-18b-19b-20b-21b-23b-24b-25b-26b-27a-28b-29b-

30b-31a-32a-33b-35a-36d-37b-38b-39b-41b-42b-44b-45b-46e-50b-51b-53b-54b-

56b-57b-58b-9d-72b-73b-74a-75b-76a-77b-104b-106b-107a-108b-109b-134a-135b-

136b-137a-138c-39b-140a-141b-142b-143b-147b-156b-157a-158b-160b-

162a 77.Caricaceae

1 Carica

1 Carica papaya,L.

Deskripsi tanaman pepaya adalah sebagai berikut: habitus perdu, tinggi ±10

meter, batang tidak berkayu, silindris, berongga, putih kotor. Daun tunggal, bulat,

ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, diameter 25-75 cm, pertulangan

menjari, panjang tangkai 25-100 cm, hijau. Bunga tunggal, bentuk bintang, diketiak

daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan yang

Page 38: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

serupa malai, kelopak kecil, kepala sari bertangkai pendek atau duduk, kuning,

mahkota bentuk terompet, tepi bertaju lima, bertabung panjang, putih kekuningan.

Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima, duduk, bakal buah

beruang satu, putih kekuningan. Buah buni, bulat memanjang, berdaging, masih

muda hijau setelah tua jingga. Biji bulat atau panjang, kecil, bagian luar dibungkus

selaput yang berisi cairan, masih muda putih setelah tua hitam. Akar tunggang,

bercabang, putih kekuningan.

2. Pengambilan bahan

Daun pepaya diambil yaitu daun pepaya yang masih segar dan agak tua

kemudian dibuat ekstrak daun pepaya (Carica papaya, Linn.) pada bulan Pebruari

2009 dari daerah Karang Pandan, Karanganyar.

3. Hasil Pembuatan serbuk daun pepaya

3.1. Hasil prosentase bobot kering terhadap bobot basah daun papaya. Daun

pepaya yang masih basah sebanyak 5300 gram dikeringkan sehingga menghasilkan

bobot daun kering 1111,41 gram, setelah diserbuk menjadi 1000,27 gram. Hasil

prosentase bobot kering terhadap bobot basah daun pepaya adalah 20,97%.

3.2. Hasil pengukuran kandungan lembab serbuk daun papaya. Kandungan

lembab serbuk daun pepaya diukur di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Obat dan Obat Tradisional dengan menggunakan alat pengukur kelembaban

yaitu moisture balance. Kandungan lembab serbuk daun pepaya adalah 1,44%.

Page 39: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

4. Hasil pembuatan ekstrak etanol 70% daun pepaya

Serbuk daun pepaya sebanyak 100 gram dimaserasi dengan 750 ml pelarut

etanol 70%. Proses maserasi selama lima hari kemudian disaring, dipekatkan

menggunakan alat evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental. Proses maserasi

serbuk daun pepaya menghasilkan ekstrak kental 12,484 gram. Prosentase rendemen

ekstrak adalah 12, 48%.Perhitungan prosentase rendemen ekstrak terlampir dalam

lampiran 1 tabel 2.

5. Hasil identifikasi etanol terhadap ekstrak etanol 70% daun pepaya

Tujuan identifikasi etanol terhadap ekstrak etanol 70% daun pepaya dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk memastikan tidak adanya etanol dalam ekstrak

etanol daun pepaya.

Tabel 3. Test Bebas Alkohol No. Tes bebas alkohol Hasil pustaka

(Depkes 1977) Hasil uji

1. Ekstrak + H2SO4 pekat + CH3COOH, dipanaskan

tercium bau ester yang khas

Tidak tercium bau ester yang khas

Hasil identifikasi etanol menunjukkan hasil negatif, maka ekstrak etanol daun

pepaya sudah tidak mengandung etanol 70%.

Page 40: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

6. Hasil identifikasi senyawa flavonoid, saponin dan alkaloid dalam ekstrak etanol 70% daun pepaya

Tabel 4. Identifikasi senyawa No. Identifikasi Hasil Pustaka

(Depkes 1977) Hasil uji

1. Flavonoid 1.1. ekstrak pada kertas saring + uap ammonia

1.2. ekstrak + serbuk Mg + 2 ml alkohol : HCL 2N (1:1) dalam amil alkohol

noda warna kuning pada kertas saring warna jingga pada amil alkohol

noda warna kuning pada kertas saring warna jingga pada amil alkohol

2.

Saponin ekstrak + 10 ml air panas, didinginkan lalu dikocok kuat + HCL 2N

buih yang mantap

buih yang mantap

3.

Alkaloid 3.1. ekstrak + HCL 2% + reagen dragendorf 3.2. ekstrak + HCL 2% + reagen mayer

kekeruhan coklat Endapan putih kekuningan

kekeruhan coklat Endapan putih kuning (endapan langsung hilang).

Ekstrak etanol 70% daun pepaya mengandung flavonoid, saponin dan

alkaloid.

Page 41: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

B. Hasil Pembuatan Sediaan Uji

1. Pembuatan sediaan uji

Tabel 5. Pembuatan sediaan uji NO SEDIAAN UJI KADAR CARA PEMBUATAN 1 ekstrak etanol

70% daun pepaya

4% mencampur 4 gram ekstrak etanol 70% daun pepaya kedalam suspensi CMC hingga volume 100 ml

2 INH 2% mencampur 2 gram serbuk dari sediaan tablet INH 300 mg kedalam larutan CMC hingga volume 100 ml

3 rifampisin 2% mencampur 2 gram serbuk dari sediaan tablet rifampisin 400 mg kedalam larutan CMC hingga volume 100 ml

4 methicol® 2% mencampur 2 gram serbuk dari sediaan tablet methicol® yang sudah diserbuk halus kedalam larutan CMC hingga volume 100 ml.

2. Dosis INH, rifampisin dan methicol®

Dosis INH yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram berat

tikus. Dosis rifampisin yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram

berat tikus. Dosis methicol® yang digunakan sebagai hepatoprotektor pada manusia

adalah 700 mg 1 x hari. Dosis methicol® untuk tikus adalah hasil perkalian antara

faktor konversi dari dosis manusia ke tikus. Faktor konversi dari manusia ke tikus

adalah 0,018. Dosis methicol® adalah 700 x 0,018= 12,6 mg/200 gram berat badan

Page 42: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

tikus. Dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah 20 mg/ 200 gram berat badan

tikus.

C. Perlakuan Hewan Uji

1. Hasil penimbangan berat badan tikus

Data penimbangan berat badan rata-rata 20 ekor tikus galur Wistar sebelum

perlakuan adalah 147,6 gram. Data tercantum dalam lampiran tabel 6. Data

penimbangan berat badan tikus digunakan untuk menentukan volume sediaan obat

yang diberikan secara oral pada masing-masing tikus.

2. Pemberian sediaan obat secara oral terhadap tikus galur Wistar

Data pemberian sediaan obat terhadap tikus galur Wistar secara oral yang

ditentukan sesuai dengan berat badan masing-masing tikus. Dicantumkan dalam

lampiran tabel 7.

D. Hasil Penetapan Kadar ALT/AST

1. Hasil Kadar ALT

Data kadar ALT untuk masing-masing tikus pada kelompok perlakuan

dilampirkan pada lampiran 3 tabel 8.

2. Hasil Kadar AST

Data kadar AST untuk masing-masing tikus pada kelompok perlakuan

dilampirkan pada lampiran 4 tabel 9.

Page 43: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

E. Analisis statistik

1. Analisis Aktivitas ALT.

Kadar rata-rata ALT dari masing-masing kelompok, disajikan dalam data

seperti dibawah ini:

Tabel 10. Kadar rata-rata ALT (unit/liter) Kelompok Perlakuan Ke-0 Ke-14 Ke-21 Ke-28

I INH, rifampisin, ekstrak papaya

20,20 14,40 14,40 10,75

II INH, rifampisin 24,40 18,40 24,00 32,80

III INH, rifampisin, methicol®

26,80 18,80 16,20 12,20

IV Tanpa perlakuan 21,80 19,60 21,00 19,60

Gambar 2. Grafik kadar rata-rata enzim ALT

Tabel 26. Rata-rata penurunan kadar ALT Kelompok Perlakuan [0 - 14] [0 - 21] [0 - 28]

I INH, rifampisin, ekstrak papaya

6,6 5,6 9,45

II INH, rifampisin 6 0,4 8, 4 III INH, rifampisin,

methicol® 8 10,6 14,6

IV Tanpa perlakuan

3,2 0,8 2,2

K A D A R

Kelompok dan hari ke- perlakuan

Page 44: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 16. Grafik penurunan rata-rata ALT

Data penurunan rata-rata kadar ALT, kelompok I mengalami penurunan kadar

ALT lebih baik dibanding kelompok II (kontrol negatif), tetapi kelompok III (kontrol

positif) terjadi penurunan kadar ALT paling besar. Selama 28 hari kelompok I

menurunkan kadar ALT sebesar 21,65 unit/liter, kelompok II (kontrol negatif) 14,8

unit/liter, kelompok III (kontrol positif) 33,2 unit/liter dan pada kelompok IV

(kontrol normal) 6,2 unit/liter kelompok I mengalami penurunan kadar ALT paling

optimal pada hari ke-28.

Data analisis nilai signifikansi (Asymp.Sig.) ALT sebesar 0,191. Nilai ini lebih

besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data pengukuran nilai ALT terdistribusi

secara normal. Oleh karena data terdistribusi secara normal, maka uji hipotesis

menggunakan metode statistika parametrik. Uji hipotesis yang sesuai dengan itu

adalah anova dua jalan, karena nilai ALT dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kelompok

perlakuan dan hari pengamatan (hari ke 0, 14, 21, 28).

Pada faktor kelompok, nilai signifikansinya sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil

dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaaan nilai ALT diantara kelompok-

K A D A R

Kelompok dan hari ke- perlakuan

Page 45: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

kelompok sampel yang diteliti. Pada faktor Hari, nilai signifikansinya sebesar 0,002.

Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaaan nilai ALT

pada hari pengamatan ke 0, 14, 21, 28.

Terlihat nilai ALT kelompok INH, rifampisin, dan methicol® (Kelompok III)

berbeda secara nyata dengan kelompok INH dan rifampisin (Kelompok II) dan

kelompok tanpa perlakuan (Kelompok IV). Kelompok INH, rifampisin, dan

methicol® mempunyai rata-rata penurunan ALT paling tinggi maka mempunyai efek

menurunkan nilai ALT paling baik walaupun demikian kelompok INH, rifampisin,

dan ekstrak pepaya (Kelompok I) mempunyai kemampuan terhadap aktivitas

penurunan kadar ALT, yang mempengaruhi efek tersebut dimungkinkan karena

adanya senyawa alkaloid flavopiridol yang merupakan senyawa semisintesis dari

alkaloid piperidina dengan senyawa flavonoid (Sukardiman 2000). Adanya

penurunan kadar ALT dalam darah merupakan salah satu indikasi adanya efek

hepatoprotektor.

2. Analisis Aktivitas AST.

Hasil perhitungan nilai rata-rata kadar AST dari masing-masing kelompok,

disajikan dalam data seperti dibawah ini:

Tabel 11. Kadar rata-rata AST (unit/liter) Kelompok Perlakuan Ke-0 Ke-14 Ke-21 Ke-28

I INH, rifampisin, ekstrak pepaya

304,300 119,020 129,140 121,440

II INH, rifampisin 166,840 172,900 196,120 220,184III INH, rifampisin,

methicol® 286,920 160,320 140,720 111,860

IV Tanpa perlakuan 175,940 185,540 182,840 180,680

Page 46: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 3. Grafik Kadar rata-rata enzim AST

Tabel 27. Rata-rata penurunan kadar AST

Kelompok Perlakuan [0 - 14] [0 - 21] [0 - 28] I INH, rifampisin,

ekstrak papaya 185,28 175,16 182,86

II INH, rifampisin 6,06 29,28 53,26 III INH, rifampisin,

methicol® 126,6 146,2 175,06

IV Tanpa perlakuan

9,6 6,9 4,74

Gambar 17. Diagram penurunan rata-rata AST

Dari data penurunan rata-rata kadar AST, kelompok I mengalami penurunan

kadar AST paling baik, dengan penurunan paling optimal pada hari ke-14. Selama 28

hari kelompok I mampu menurunkan kadar ALT sebesar 1543,3 unit/liter, kelompok

K A D A R

Kelompok dan hari ke- perlakuan

K A D A R

Kelompok dan hari ke- perlakuan

Page 47: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

II (kontrol negatif) 100,2 unit/liter, kelompok III (kontrol positif) 447,86 unit/liter dan

pada kelompok IV (kontrol normal) 21,24 unit/liter. Kelompok dengan pemberian

ekstrak etanol 70% daun pepaya mampu menurunkan kadar AST lebih baik

dibanding dengan kelompok dengan pemberian methicol®.

Data analisis nilai signifikansi (Asymp.Sig.) AST sebesar 0,09. Nilai ini lebih

besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data pengukuran nilai AST terdistribusi

secara normal. Pada faktor Hari, nilai signifikansinya sebesar 0,392. Nilai ini lebih

besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan nilai AST pada hari

pengamatan ke 0-14, 0-21, 0-28.

Terlihat penurunan AST semua kelompok uji berbeda secara nyata satu sama

lain kecuali antara kelompok INH, rifampisin, dan ekstrak pepaya (Kelompok I) dan

INH, rifampisin, dan methicol® (Kelompok III). Urutan kelompok perlakuan

berdasarkan pada penurunan AST adalah kelompok INH, rifampisin, dan ekstrak

pepaya (Kelompok I), INH, rifampisin, dan methicol® (Kelompok III), kelompok

INH dan rifampisin (Kelompok II) terakhir kelompok tanpa perlakuan (Kelompok

IV). Kelompok yang terbaik dalam menurunkan AST adalah kelompok INH,

rifampisin, dan ekstrak pepaya (Kelompok I) dan kelompok INH, rifampisin, dan

methicol® (Kelompok III).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun pepaya

pada dosis pemberian 20mg/200 gram berat badan tikus galur Wistar setelah

pemberian obat TBC ( INH dosis 10 mg/200 gram berat tikus dan rifampisin dosis 10

mg/200 gram berat tikus) mampu menurunkan kadar ALT dan AST. Aktivitas

Page 48: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

penurunan kadar AST dan ALT merupakan salah satu indikasi adanya efek

hepatoprotektor.

Aktivitas enzim ALT sesuai dengan ketentuan, menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan, yaitu adanya penurunan kadar

ALT, sedangkan pada aktivitas enzim AST tidak menunjukkan adanya perbedaan

antara kelompok perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALT lebih sensitif

bila digunakan sebagai parameter untuk mendeteksi adanya kerusakan hati daripada

AST. Hal ini dikarenakan AST merupakan salah satu enzim yang lebih banyak

terdapat pada otot jantung, otot bergaris, dan sebagian kecil berada di hati, sehingga

adanya aktivitas AST belum dapat dipastikan bahwa penyebab utama karena

kerusakan hati, aktivitas tubuh seperti infark miocard, kerusakan otot karena latihan

fisik yang terlalu berat mampu meningkatkan kadar AST. Proses pengambilan darah

tikus pada saat penetapan kadar, bila darah mengalami hemolisis maka dapat

meningkatkan kadar enzim AST, sehingga AST tidak spesifik untuk parameter

kerusakan hati.

.

Page 49: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa ekstrak etanol 70% daun

pepaya mempunyai efek terhadap aktivitas penurunan kadar AST dan ALT pada tikus

galur Wistar setelah pemberian obat TBC (INH dan rifampisin).

B. Saran

Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah

1. Perlu dilakukan adanya peningkatan variasi dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya

sehingga dapat diketahui dosis yang paling efektif mampu menurunkan kadar

AST dan ALT.

2. Isolasi senyawa yang diduga paling efektif terhadap penurunan kadar AST dan

ALT.

Page 50: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

DAFTAR PUSTAKA

Adjirni dan Sa’roni. 2000. Penelitian Antiinflamasi dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Carica papaya,L. pada Tikus Putih. Cermin Dunia Kedokteran:129.

Arsyad Z. 1993. Tuberculosis manifestations in Dr. M. Jamil Hospital Andalas

University Padang Indonesia. Bangkok: Abst 17th Eastern Regional Conference on Tuberculosis and Respiratory Diseasis.

Arsyad Z. 1996.Evaluasi Faal Hati Pada Penderita Tuberkulosis Paru yang

Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis. Cermin Dunia Kedokteran: 110

Bahri S. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dari Buah Lada dengan Uji Aktivitas Antifeedant terhadap Hama Ulat Bayam. Lampung:Research Report. Digital Library Universitas

Dalimarta S. 2003. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker. Seri Agrosehat. Jakarta: Penebar Swadaya: 1-5.76-77

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Inventaris Tanaman Obat

Indonesia (I). Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1974. Farmakope Indonesia. edisi II.Jakarta Departemen Kesehatan RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta Departemen Kesehatan. 1977. Materia Medika Indonesia jilid I. Jakarta Ganiswarna E. 1995. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia. Jakarta Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalis

Tumbuhan. Bandung: ITB.234-245. Huda N. 2001.Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Daun Carica papaya Linn.

Pada Kultur Sel Mieloma Mencit dengan Metode Viabilitas Sel. Skripsi. Surabaya : Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

Ilyas S. Nursahara P dan Nursal. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Medan

(Carica papaya, L.) Terhadap Gambaran Histopatologi Beberapa Aspek Reproduksi dan non Reproduksi Mencit Jantan (Mus musculus,L.). Sumatera: Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.

Page 51: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Katzung B.G. 1995. Basic and Clinical Pharmacology. 7th edition. Prentice Hall International.

Leeson CR. 1996. Buku Teks Histologi Edisi ke-5. Jakarta: EGC. Lenny S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, Alkaloida. USU Repository

Markham KR.1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung : ITB. Linawati Y, Antonius P, Erly S, Imelda W, Imono A.D. Efek Hepatoprotektif

Rebusan Herba Putri Malu Pada Tikus Terangsang Parasetamol. Yogja: Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.Universitas Gadjah Mada.

Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar . Jakarta: UI Press. Muchlisah F. 2004. Tanaman Obat Keluarga (TOGA).Jakarta: Penebar Swadaya. Mustikawati I. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun

Gendarusa vulgaris Ness. Thesis. Digital Library. Surabaya: Universitas Airlangga.

Nugraha E. 1995. Toksikologi Dasar Edisi ke-2. Jakarta. UI Press. Prihatni D. Ida P. Idaningroem S. Coriejati R. 2005. Efek Hepatotoksik Tuberkulosis

Terhadap Kadar Aspatate Aminotransferase dan Alanine Aminotransferase Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol.12.No 1.Nov 2005:1-5.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung:ITB. Sadiyah ER.2007.Pengaruh Ekstrak Kasar Daun Pepaya (Carica papaya ,L.)

Terhadap Kemampuan Belajar Pada Tikus (Rattus norvegicus Berkenhout) Wistar Jantan Lepas Sapih.

Sugiyanto. 1995. Petunjuk Praktikum Farmakologi Edisi IV. Fakultas Farmasi

laboratorium Farmakologi dan Toksikologi. Jogja:UGM. Sukardiman dan Wiwied E. Uji Anti Kanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Kloroform

dari Daun Papaya (Carica papaya,L.) terhadap Kultur Sel Kanker. http://digilib.litbang.depkes.go.id/gophp?node=146 jkpkbppk-gdl-res-2007-

sukardiman-2328

Page 52: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Sukardiman, Poernomo H., 2000, Penampisan Antikanker dari Tanaman Obat Indonesia dengan Molekul Target Enzim DNA topoisomerase. Penelitian DCRG. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Tan Hoan Tjay dan Kirana R. 1978. Obat-Obat Penting Edisi ke-4. Departemen

Kesehatan RI. Voigt R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta. Woodley M and Alison WMP. 1992. Pedoman Pengobatan. 473-491.

Page 53: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 1

Tabel 2. Prosentase rendemen ekstrak etanol 70% daun pepaya Berat serbuk

gram

Berat cawan kosong gram

Berat cawan + ekstrak

gram

Berat ekstrak gram

prosentase rendemen

%

100

116,144

128,629

12, 484

12, 48

Perhitungan = 128,629 - 116,144 = 12, 484

12, 484 : 100 x 100 % = 12, 484 % = 12, 48 %

Tabel 6. Data berat badan tikus NO Berat badan

(gram) Kelompok

I

Berat badan (gram)

Kelompok II

Berat badan (gram)

Kelompok III

Berat badan (gram)

Kelompok IV

1 190 200 200 150 2 200 200 200 200 3 210 200 200 150 4 190 190 210 150 5 150 150 200 150

Rata-rata 188 188 202 160 Keterangan : Kelompok I adalah kelompok perlakuan ekstrak daun papaya + INH + rifampisin Kelompok II adalah kelompok perlakuan eksINH + rifampisin Kelompok III adalah kelompok perlakuan INH + rifampisin + methicol®

Kelompok IV adalah kelompok tanpa perlakuan

Page 54: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 2

Tabel 7. Data Pemberian sedian obat per oral KLMP

NO NO

EXTR. PEPAYA (ml)

INH (ml)

RIFAMPISIN (ml)

METHICOL® (ml)

I 1 0.48 0.48 0.48 - 2 0.5 0.5 0.5 - 3 0.53 0.53 0.53 - 4 0.48 0.48 0.48 - 5 0.38 0.38 0.38 -

II 1 - 0.5 0.5 - 2 - 0.5 0.5 - 3 - 0.5 0.5 - 4 - 0.48 0.48 - 5 - 0.38 0.38 -

III 1 - 0.5 0.5 0.63 2 - 0.5 0.5 0.63 3 - 0.5 0.5 0.63 4 - 0.53 0.53 0.66 5 - 0.5 0.5 0.63

IV 1 - - - - 2 - - - - 3 - - - - 4 - - - - 5 - - - -

Page 55: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 3

Tabel 8. Data Kadar ALT (unit/liter) KEL N

O HARI KE-0

HARI KE-14

HARI KE-21

HARI KE-28

± (C-D) ± (C-E)

± (C-F)

A B C D E F G H I I 1 22 7 15 10 15 7 12 2 19 18 14 11 1 5 8 3 18 16 15 7 2 3 11 4 22 14 16 10 8 6 12 5 20 17 12 12 3 8 8

II 1 21 18 21 30 3 0 9 2 30 21 20 41 9 10 11 3 27 23 29 36 4 2 9 4 21 15 29 31 6 8 10 5 23 15 21 26 8 2 3

III 1 19 11 9 8 8 10 11 2 27 21 12 11 6 15 16 3 37 29 20 12 8 17 25 4 29 20 19 16 9 10 13 5 22 13 21 14 9 1 8

IV 1 18 15 19 20 3 1 2 2 25 19 20 18 6 5 7 3 23 19 21 20 4 2 3 4 19 19 23 21 0 4 2 5 24 26 22 19 2 2 5

Page 56: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 4

Tabel 9. Data Kadar AST (unit/liter) KEL N

O HARI KE-0

HARI KE-14

HARI KE-21

HARI KE-28

[C-D] [C-E]

[C-F]

A B C D E F G H I I 1 319,3 75 104,7 125,6 244,3 214,6 193,7

2 340,3 89 148,3 111,7 251,3 192 228,6 3 296,6 185 134,4 165,8 111,6 162,2 130,8 4 233,8 118,7 118,7 106,4 115,1 115,1 127,4 5 331,5 127, 4 127,4 99,5 204,1 204,1 232

II 1 158,3 166 172,3 196 7,7 14 37,7 2 147 186 193,2 200,1 39 46,2 53,1 3 200,2 207,6 250,1 294 7, 4 49,9 93,8 4 163,7 173,9 189 210,1 10,2 25,3 47 5 165 141 176 200.7 24 11 35,7

III 1 242,6 169,9 147 130,3 72,7 95,6 112,3 2 387,4 171 125,6 103 216, 4 261,8 284,4 3 265,9 162,3 146,6 128,7 103,6 119,3 137,2 4 245,5 151,8 148,3 136,2 93,7 97,2 109,3 5 293,2 146,6 136,1 61,1 146,6 157,1 232,1

IV 1 178 200,3 178,6 170,5 22,3 0,6 7,5 2 147,8 141,6 158,3 144,5 6,2 10,5 3,3 3 198 189,8 186,7 203,6 8,2 11,3 5,6 4 200,6 192,3 206,6 198,1 8,3 6 2,5 5 155,3 158,3 149,2 160,1 3 6,1 4,8

Page 57: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 5

Tabel 12. Test Kolmogorov-Smirov ALT

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

606,92

4,890,105,105

-,080,814,521

NMeanStd. Deviation

Normal Parametersa,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

ALT

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Tabel 13. Test Normalitas ALT

Between-Subjects Factors

Pepaya 15INH dan Rifampisin 15INH, Rifampisin, dan Methicol 15Tanpa perlakuan 15Hari ke 0-14 20Hari ke 0-21 20Hari ke 0-28 20

1234

Kelompok

123

Hari

Value Label N

Tabel 14. Uji Levene ALT

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable: ALT

1,905 11 48 ,062F df1 df2 Sig.

Tests the null hypothesis that the error variance of thedependent variable is equal across groups.

Design: Intercept+Kelompok+Hari+Kelompok * Haria.

Page 58: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Tabel 15. Dependent variable I ALT

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: ALT

774,983a 11 70,453 5,321 ,0002870,417 1 2870,417 216,772 ,000494,983 3 164,994 12,460 ,000195,033 2 97,517 7,364 ,00284,967 6 14,161 1,069 ,394

635,600 48 13,2424281,000 601410,583 59

SourceCorrected ModelInterceptKelompokHariKelompok * HariErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,549 (Adjusted R Squared = ,446)a.

Tabel 16. Uji SNK ALT

ALT

Student-Newman-Keulsa,b

15 3,2015 5,73 5,7315 7,67

15 11,07

,063 ,152 1,000

KelompokTanpa perlakuanINH dan RifampisinPepayaINH, Rifampisin,dan MethicolSig.

N 1 2 3Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 13,242.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000.a.

Alpha = ,05.b.

Page 59: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

ALT

Student-Newman-Keulsa,b

20 5,4020 5,9020 9,45

,666 1,000

HariHari ke 0-21Hari ke 0-14Hari ke 0-28Sig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 13,242.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000.a.

Alpha = ,05.b.

Hari ke 0-28Hari ke 0-21Hari ke 0-14

Hari

15

12.5

10

7.5

5

2.5

Estim

ated

Mar

gina

l Mea

ns Tanpa perlakuan

INH, Rifampisin, danMethicol

INH dan RifampisinPepaya

Kelompok

Estimated Marginal Means of ALT

Page 60: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Tabel 17. Test Kolmogorov-Smirov AST One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

6092.717

86.2069,160,160

-,1431,243,091

NMeanStd. Deviation

Normal Parametersa,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

AST

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Tabel 18. Uji normalitas AST Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: AST

337533,337a 11 30684,849 14,593 ,000515786,525 1 515786,525 245,289 ,000327955,889 3 109318,630 51,988 ,000

4017,931 2 2008,965 ,955 ,3925559,517 6 926,586 ,441 ,848

100933,054 48 2102,772954252,916 60438466,391 59

SourceCorrected ModelInterceptKelompokHariKelompok * HariErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,770 (Adjusted R Squared = ,717)a.

Tabel 19. Uji levene AST

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable: AST

1,198 15 64 ,297F df1 df2 Sig.

Tests the null hypothesis that the error variance of thedependent variable is equal across groups.

Design: Intercept+Kelompok+Hari+Kelompok * Haria.

Page 61: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Multiple Comparisons

Dependent Variable: ASTDunnett T3

147.699* 14.9836 ,000 104.105 191.293

31.813 22.0974 ,629 -30.680 94.307

174.020* 13.7865 ,000 132.461 215.579-147.699* 14.9836 ,000 -191.293 -104.105

-115.885* 18.3350 ,000 -169.819 -61.952

26.321* 6.1601 ,004 7.934 44.708-31.813 22.0974 ,629 -94.307 30.680115.885* 18.3350 ,000 61.952 169.819

142.207* 17.3704 ,000 89.794 194.619

-174.020* 13.7865 ,000 -215.579 -132.461-26.321* 6.1601 ,004 -44.708 -7.934

-142.207* 17.3704 ,000 -194.619 -89.794

(J) KelompokINH dan RifampisinINH, Rifampisin,dan MethicolTanpa perlakuanPepayaINH, Rifampisin,dan MethicolTanpa perlakuanPepayaINH dan RifampisinTanpa perlakuan

PepayaINH dan RifampisinINH, Rifampisin,dan Methicol

(I) KelompokPepaya

INH dan Rifampisin

INH, Rifampisin,dan Methicol

Tanpa perlakuan

MeanDifference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval

Based on observed means.The mean difference is significant at the ,05 level.*.

Multiple Comparisons

Dependent Variable: ASTDunnett T3

-4.600 27.2950 ,998 -72.648 63.448-19.196 27.8095 ,867 -88.529 50.137

4.600 27.2950 ,998 -63.448 72.648-14.596 27.7162 ,935 -83.698 54.50619.196 27.8095 ,867 -50.137 88.52914.596 27.7162 ,935 -54.506 83.698

(J) HariHari ke 0-21Hari ke 0-28Hari ke 0-14Hari ke 0-28Hari ke 0-14Hari ke 0-21

(I) HariHari ke 0-14

Hari ke 0-21

Hari ke 0-28

MeanDifference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval

Based on observed means.

Page 62: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Hari ke 0-28Hari ke 0-21Hari ke 0-14

Hari

200.0

150.0

100.0

50.0

0.0

Estim

ated

Mar

gina

l Mea

ns Tanpa perlakuan

INH, Rifampisin, danMethicol

INH dan RifampisinPepaya

Kelompok

Estimated Marginal Means of AST

Page 63: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Tabel 21. Standart deviasi ALT Descriptive Statistics

Dependent Variable: ALT

6,60 5,595 55,60 1,673 5

10,80 1,643 57,67 3,994 156,00 2,550 52,60 3,130 58,60 3,362 55,73 3,788 158,00 1,225 5

10,60 6,189 514,60 6,504 511,07 5,599 153,00 2,236 52,80 1,643 53,80 2,168 53,20 1,935 155,90 3,582 205,40 4,717 209,45 5,375 206,92 4,890 60

HariHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28Total

KelompokPepaya

INH dan Rifampisin

INH, Rifampisin,dan Methicol

Tanpa perlakuan

Total

Mean Std. Deviation N

Page 64: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Tabel 22. Standart deviasi AST Descriptive Statistics

Dependent Variable: AST

185.280 68.0995 5175.160 61.2862 5182.860 37.7250 5181.100 53.1481 15

17.660 13.7451 529.280 17.9927 553.264 23.7349 533.401 23.3001 15

126.600 56.9663 5146.200 69.2227 5175.060 78.9072 5149.287 67.0797 15

9.600 7.4172 56.900 4.2854 54.740 1.9655 57.080 5.1288 15

84.785 86.6141 2089.385 86.0135 20

103.981 89.2490 2092.717 86.2069 60

HariHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28Total

KelompokPepaya

INH dan Rifampisin

INH, Rifampisin,dan Methicol

Tanpa perlakuan

Total

Mean Std. Deviation N

Page 65: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 6

PERHITUNGAN SEDIAAN PER ORAL

EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA, INH dan RIFAMPISIN

Konsentarasi obat 4% = 4 gram/100 ml = 40 mg/ml

Obat per oral untuk berat badan tikus 200 gram = mlmlxmgmg 5,01

4020

=

Contoh perhitungan, berat badan 190 gram = mlxmgmg 5,0

200190 = 0, 48 ml

Tabel 23. Pemberian sediaan per oral ekstrak etanol 70% daun pepaya, INH dan rifampisin Kelmpk No.

tikus Berat badan

gram Volume

ml I 1 190 0, 48 2 200 0,5 3 210 0,53 4 190 0, 48 5 150 0,38

II 1 200 0,5 2 200 0,5 3 200 0,5 4 190 0, 48 5 150 0,38

III 1 200 0,5 2 200 0,5 3 200 0,5 4 210 0,53

5 200 0,5 IV 1 150 0,38

2 200 0,5 3 150 0,38 4 150 0,38 5 150 0,38

Page 66: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 7

PERHITUNGAN SEDIAAN PER ORAL METHICOL® 2%

1 tablet = 700 mg

Dosis untuk tikus = 700 mg x faktor konversi = 700 x 0,018 ~12,6 mg/ 200 gram

Konsentarasi obat 2% = 2 gram/100 ml = 20 mg/ ml

Obat per oral untuk berat badan tikus 200 gram = mlmlxmgmg 63,01

206,12

=

Tabel 24. Pemberian sediaan per oral Methicol® 2% Kelmpk No.

tikus Perhitungan Volume

ml III 1

mlxmgmg 63,0

200200

0,63

2 mlx

mgmg 63,0

200200

0,63

3 mlx

mgmg 63,0

200200

0,63

4 mlxmgmg 63,0

200210 0,66

5 mlx

mgmg 63,0

200200

0,63

Page 67: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 8

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

Tabel 25. Jadwal kegiatan penelitian No Jenis Kegiatan Tahun 2008 Tahun 2009 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei1 Studi Pustaka V V V 2 Persiapan Penelitian V a. Determinasi Tanaman V b. Pengeringan simplisia V c. Penyerbukan simplisia V d. Maserasi V e. Pemekatan ekstrak V 3 Penelitian Laboratorium V V a. Identifikasi Kandungan V b. Orientasi Penelitian V 4 Pengumpulan dan Analisis data V 5 Penyusunan Laporan V V

Page 68: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 9

PERHITUNGAN DOSIS PEPAYA

Data empiris diperoleh dosis daun pepaya untuk pengobatan kanker sebanyak

45 gram daun pepaya segar untuk manusia.

Dari data penelitian :

5300 gram daun basah = 1111, 41 gram daun kering

1111,41 gram daun kering = 1000,27 gram serbuk kering

100 gram serbuk kering = 12, 484 gram ekstrak kental

1 kali pakai ~ 45 gram daun pepaya segar ~ X gram ekstrak kental

X = ,11115300

45 x 41 = 9, 44 gram daun kering

9, 44 gram daun kering ~ X gram serbuk kering

X = 50,827,100041,1111

44,9=x gram serbuk kering

8,50 gram serbuk kering ~ X gram ekstrak kental

X = 48,12100

50,8 x 4 = 1,061 gram ekstrak kental (dosis untuk manusia)

Jadi, dosis ekstrak kental untuk tikus = 1,061 x faktor konversi manusia ke tikus

= 1,061 x 0,018

= 19,10 mg ~ 20 mg

Page 69: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 10

Gambar 4. Pohon pepaya

Gambar 5. Daun pepaya

Page 70: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 6. Fotometer

Gambar 7. Tikus galur Wistar

Page 71: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 8. Hasil uji saponin

Gambar 9. Hasil uji alkaloid reagent dragendorf

Page 72: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 10. Hasil uji alkaloid reagent mayer

Gambar 11. Almari pengering

Page 73: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 12. Moisture balance

Gambar 13. Alat penggiling

Page 74: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

Gambar 14. Kelompok tikus galur Wistar

Gambar 15. Tempat pengeringan simplisia

Page 75: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 10

Page 76: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 11

Page 77: Skripsi Santi Dwi Astuti 11051968 A

LAMPIRAN 12