Download - Pembahasan Referat Santi
BAB I
Latar Belakang
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi
intrakranial.Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi
dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak
iskemik.Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang signifikan.
Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat
dan non invasive.Semoga dengan adanya referat ini, dapat membantudalam melakukan
pengamatan penting karena otak letaknya terkurung dalam kerangka yang kaku, penekanan
tekanan dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat
gangguan fungsi otak yang permanen.Tengkorak bayi, yang belum kaku, merupakan kekecualian
dan penekanan tekanan intrakranial dapat diamati sebagai penonjolan fontanel.Pemantauan TIK
yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan
mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose
conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
Gambar 1.Lapisan Kranium
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.Kalvaria
khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
2
yaitu :fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat
fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat pada
selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural)
yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan
subdural.Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.Laserasi dari sinus-
sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri
ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami cedera adalah
arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak.Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3. Pia mater
3
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh
pia mater.
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar
14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Gambar 2. Lobus-lobus Otak
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori
tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan
pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
4
kewapadaan.Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik.Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intracranial.Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml
dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi
fosa kranii posterior).
G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus
Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat
tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam
sinus venosus cranialis.
5
Tekanan Intra Kranial
Definisi
Tekanan intrakranial adalah tekanan yang dihasilkan dari komponen otak, cairan
serebrospinal (CSF), dan suplai pembuluh darah dalam ruang intrakranial.Tekanan intrakranial
dapat dinyatakan dalam satuan sentimeter H2O (cmH2O) atau milimeter air raksa (mmHg) dan
normalnya tekanan intrakranial berada pada kisaran 10 – 15 mmHg pada orang dewasa, 5 – 20
mmHg pada anak-anak.Peningkatan tekanan intrakranial melebihi ambang yang telah disebutkan
di atas disebut tekanan tinggi intrakranial (TTIK atau increased intracranial pressure-ICP) dan
dapat meningkatkan risiko kematian.Anak-anak lebih dapat mentoleransi peningkatan tekanan
intrakranial untuk waktu yang lebih lama dibandingkan dengan orang dewasa.Peningkatan
tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh trauma kepala (hematom intrakranial atau edema
serebri), hidrosefalus, herniasi otak, dan iskemia otak).
Etiologi
Penyebab tekanan tinggi intrakranial dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme terjadinya:
- Adanya massa seperti tumor otak, infark otak dengan edema, kontusio, hematom
subdural atau epidural, dan abses.
- Pembengkakan seluruh otak, terjadi pada stadium iskemia-anoksia, gagal hepar akut,
hipertensi ensefalopati, pseudomotor serebri, hiperkarbia, dan sindrom Reye
hepatoserebral. Kondisi-kondisi tersebut mengakibatkan penurunan tekanan perfusi
serebral.
- Peningkatan tekanan vena, yang dapat disebabkan oleh trombosis sinus venosus, gagal
jantung, atau obstruksi vena jugular/mediastinum.
- Obstruksi aliran atau gangguan absorpsi CSF, seperti pada hidrosefalus, penyakit-
penyakit meningen, atau obtruksi pada konveksitas serebral dan sinus sagital superior.
- Peningkatan produksi CSF, dapat terjadi pada meningitis, perdarahan subarachnoid, atau
tumor pleksus koroid.
6
Fisiologi Tekanan Intrakranial
Tekanan Intrakranial menuju pada tekanan cairan serebrospinal (CSF) di dalam rongga
kranium. Selama CSF mengalir dalam sumbu kraniospinal, dan tidak tersumbat maka tekanan
CSF selalu konstan.
Variasi TIK tergantung pada:
1. Diameter CSF
2. Sirkulasi serebral
3. Abnormalitas intrakranial
Sirkulasi Serebral
Otak mendapat 15 % curah jantung
Aliran darah serebral secara global : volume darah per menit per 100 gram jaringan otak.
Kety dan Schmidt : CBF 53 ml/menit/100 gr otak pada individu muda normal
Obrist : CBF 74,5 ml/menit/100 gr otak
Gray matter 24,8 ml/menit/100 gr otak.
Volume darah serebral sebesar 2 % dari volume intrakranial (teknik beku pada hewan)
Volume darah serebral 7% dari volume intrakranial (invivo pada manusia)
Jika taksiran ini benar, pengembangan massa di kepala bisa mencapai ukuran sedang
tanpa meningkatkan TIK dengan menggeser darah dari rongga kepala. Sirkulasi serebral dan TIK
menunjukkan efek yang bertolak belakang.TIK meningkat mengakibatkan vasospasme dan
penurunan CBF. Bila TIK mendekati MAP maka sirkulasi serebral berhenti.Vasodilatasi serebral
menyebabkan volume darah serebral meningkat sehingga TIK meningkat.
Vasodilatasi :
- Fisiologis
- Patologis
7
Pembuluh darah serebral mengembang sebagai respon terhadap hiperaktifitas fisiologis
dalam otak.Vasodilatasi ini bersifat fokal dan tidak berarti terhadap CBV.
Relaksasi lebih luas terjadi pada hiperkapnea.
CO2 menurunkan resistensi vaskular sehingga CBV meningkat.
Pada PCO2 30-60 mmHg bebas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
autoregulasi.Perubahan 1 mmHg dari PaCO2 sekitar 2,5% perubahan pada aliran darah
serebral (CBF).
PaCO2 tidak lagi mempengaruhi CBF saat mencapai 80 mmHg atau < 15 mmHg.
Selama hipotensi sistemik yang parah
Saat autoregulasi menghilang maka efek CO2 menurun atau menghilang
Kenaikan PCO2 5-7% akan menaikkan CBF 75% (peningkatan tekanan arteri sistemik
yang disebabkan oleh vasokonstriksi perifer). Reaksi pembuluh darah perifer paradoks terhadap
hiperkapnea, terjadi karena pelepasan katekolamin dalam jumlah besar ke dalam darah.
Hipokapnea akibat hiperventilasi aktif atau pasif akan menurunkan CBF sepertiga nilai
dasar (efek ini bebas dari pH arteri). Penurunan CBF ini akan menghilangkan CBV dan TIK.
Penurunan TIK tidak sampai semenit setelah hiperventilasi buatan. Jika hiperventilasi
dipertahankan dalam jangka panjang TIK pelan-pelan akan meningkat walaupun tetap lebih
rendah (butuh waktu 2 – 5 jam).
Hipokapnea (< 20 mmHg) tidak berarti secara klinis, karena dihubungkan dengan
hipoksia jaringan (saat kurva disosiasi bergeser ke kiri). Hipoksia yang berat akan menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan CBF. Hiperkapnea disertai hipoksia yang parah akan melumpuhkan
pembuluh darah dan berakibat hilangnya autoregulasi (CBV meningkat dan peningkatan TIK).
Anatomi – Fisiologi
Kranium merupakan kompartemen yang kaku kecuali pada bayi, hingga setiap
penambahan massa didalamnya akan berakibat peningkatan tekanan intrakranial bila
kemampuan kompensasi sudah terlampaui. Didalamnya berisi jaringan otak, cairan serebrospinal
serta darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Terdapat satu lubang utama yaitu foramen
8
magnum, hingga bila terjadi peingkatan tekanan intrakranial jaringan otak akan mencari jalan
keluar melalui lubang ini. Disamping itu pada tentorium yang memisahkan otak besar dan otak
kecil terdapat lubang yang disebut hiatus yang mana disana terletak batang otak, sehingga
apabila terjadi peninggian tekanan intrakranial pada daerah otak besar, akan terjadi pergeseran
jaringan otak besar kedalam hiatus ini hingga akan menekan batang otak yang merupakan pusat
dari fungsi vital.
Fisiologi Cairan Serebrospinal
Sebagian besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari ventrikulus lateralis, sisanya
dihasilkan oleh jaringan otak dan dialirkan langsung ke rongga sub arachnoid lalu diabsorpsi
melalui vili arachnoid menuju sagitalis.
Pengikatan atau penghilangan pleksus choroidalis akan menurunkan CSF 60%. Produksi CSF
0,3 – 0,5 cc/menit (450-500 cc/hari). Karena hanya ada volume 150cc CSF di otak dewasa, jadi
ada 3 kali penggantian CSF selama sehari. Produksi CSF bersifat konstan dan tidak tergantung
tekanan.
Variasi pada TIK tidak mempengaruhi laju produksi CSF. Absorpsi CSF secara langsung
dipengaruhi oleh kenaikan TIK. Tempat utama penyerapan CSF pada vili arachnoidalis
(merupakan suatu katub yang diatur oleh tekanan). Bila fungsi katub rusak atau jika tekanan
sinus vena meningkat, maka absorpsi CSF menurun, maka terjadilah peningkatan CSF. Obstruksi
terutama terjadi di aquaductus Sylvii dan cisterna basalis. Jika aliran CSF tersumbat maka akan
terjadi hidrocephalus tipe obstruktif.
Respon tekanan atau volume.
Tengkorak merupakan kotak kaku yang membatasi pergerakan bebas maupun
pengembangan otak.
Isi tengkorak :
1. Otak.
2. CSF : cairan serebrospinal Total Volume bersifat konstan
3. Darah.
9
Jika salah satu komponen meningkat maka terjadi penurunan komponen lain (Hukum
Monroe-Kelly). Diantara ketiga komponen, hanya otak yang volumenya konstan, sehingga yang
bisa bergeser adalah CSF dan darah. Bila massa otak meningkat maka mula-mula CSF dan darah
keluar dari rongga tengkorak, lalu apabila massa otak semakin meningkat akan terjadi
mekanisme kompensasi tidak efektif sehingga menyebabkan TIK meningkat.
Peningkatan volume intrakranial yang menyebabkan peningkatan tekanan sampai dengan
nilai kritis tercapai. Setelah itu sedikit saja penambahan volume akan meningkatkan tekanan.
Volume tambahan dalam rongga otak akan dikompensasi dengan menggeser CSF ke
kantung duralspinalis (70%) dan penurunan vena serebralis (30%). Pada obstruksi foramen
magnum tidak ada peran duralspinalis sehingga mekanisme kompensasi menurun. Compliance
(ΔV/ ΔP) bersifat pressure dependent.
Patofisiologi
Struktur otak, tulang kranium, dan duramater yang inelastik membentuk suatu kontainer
yang kaku (rigid container), sehingga bila terjadi peningkatan tekanan pada komponen isi
kontainer tersebut (otak, darah, atau cairan serebrospinal) akan meningkatkan tekanan
intrakranial. Peningkatan tekanan pada salah satu komponen akan mempengaruhi kedua
komponen lainnya, hal ini dikenal sebagai doktrin Monro-Kellie. Peningkatan ringan dari
volume cairan otak tidak langsung menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial karena
terdapat mekanisme kompensasi sirkulasi cairan serebrospinal yang akan mengalirkan kelebihan
volume cairan otak melalui kanalis spinalis (spinal canal). Ambang nilai tekanan yang dapat
ditoleransi oleh mekanisme ini adalah 25 mmHg.
Salah satu bahaya peningkatan tekanan intrakranial adalah iskemia otak akibat penurunan
tekanan perfusi serebral (CCP).CCP(cerebral perfusion pressure) adalah selisih antara ICP
dengan tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) pada pembuluh darah serebral.
CCP menunjukkan jumlah volume darah yang dapat diraih oleh otak.
ICP = MAP – CCP
(10-15mmHg) (80-85mmHg) (70mmHg)
10
Apabila tekanan intrakranial mencapai level tekanan sistemik rata-rata maka akan sangat
sulit untuk mengalirkan darah ke dalam ruang intrakranial. Respon tubuh untuk menurunkan
CCP adalah dengan meningkatkan tekanan darah dan dilatasi pembuluh darah otak sehingga
mengakibatkan peningkatan volume darah otak dan kemudian meningkatkan tekanan
intrakranial. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan aliran dan perfusi serebral, bahkan dapat
menyebabkan iskemia dan infark otak. Peningkatan tekanan darah juga dapat menyebabkan
perdarahan intrakranial yang pada akhirnya dapat mencetuskan peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakranial pada salah satu ruang otak (one-side-occupying-
process) seperti hematom dapat menyebabkan pergeseran garis tengah (midline shift).Midline
shift dapat menekan ventrikel sehingga mempengaruhi sirkulasi CSF. Akibat lain yang
ditimbulkan oleh midline shift dan space-occupying-process adalah herniasi otak (biasanya
terjadi herniasi uncal atau cerebellar). Apabila sampai terjadi penekanan pada batang otak, sistem
respirasi dapat terganggu dan dapat berakibat fatal.
Metode pemantauan TIK
Ada 3 kelompok metode pengukuran TIK:
1. Epidural (EDP)
2. Subdural
3. Intraventrikuler.
Pengukuran Epidural (EDP)
Penanaman sensor tekanan atau penempatan transducer langsung di atas permukaan
dura.
Pemantauan tekanan subdural
Memasang stopcock yang diisi saline pada rongga subdural melalui lubang pada
kranium. Stopcock ini dihubungkan dengan tranducer melalui pipa intravena berisis
saline.
Pemantauan tekanan ventrikuler.
11
Penggunaan ventrikulostomi untuk mengeluarkan cairan CSF untuk studi diagnostik
merupakan prosedur neurosurgical yang lama yang paling dapat dipercaya untuk
mengukur TIK.
Kesuksesan dengan ventricular catheter meningkat bila menggunakan CT Scan
untuk mengetahui lokasi dan ukuran dari ventricular.Jika ventrikulus lateralis menyempit
dan tidak terlihat dengan CT Scan sehingga teknik subdural lebih praktis.Ventrikulus
yang dipilih untuk pemasangan kateterisasi pada sisi kontralateral hemisfer yang terlihat.
Kateterisasi ventrikulus memungkinkan untuk
1. Mengukur komplians serebralis.
2. Laju produksi CSF dan tahanan aliran dengan cara menyuntikkan / menyedot
sejumlah kecil cairan.
Tanda dan Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK meliputi:
Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi karena
traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala yang berat
pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.
Mual dan muntah dan mungkin projektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.
Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang
berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis
yang baik untuk hipertensi intrakranial.
Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah,
iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik.
Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran
jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s triad
(hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu
melokalisasi level cedera.
12
Gambar 3.Pola pernafasan abnormal sehubungan dengan letak lesi patologis yang
berbeda. (Sumber : Decision Making in Neurocritical Care)
Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena
perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma; onset yang bertahap karena tumor,
hidrosefalus yang sudah lama, atau abses.Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya
berat badan, merokok, penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit
iskemik dapat berguna dalam mencari etiologi.
Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada semua pasien. Pada
pemeriksaan neurologis yang diperhatikan adalah:
1) Perubahan mental status penderita dapat mulai dari kurang perhatian
(inattention) hingga koma.
2) Pemeriksaan nervi kraniales : gambaran pupil menetukan lokasi.
Kelumpuhan nervus tiga (menunjukkan herniasi unkal, ruptur aneurisma
arteri komunikan anterior), kelumpuhan nervus enam, dan papil edema.
3) Pemeriksaan motorik :posturing – dekortikasi atau flexor posturing
disebabkan gangguan pada traktus motorik. Deserebrasi atau extensor
posturing disebabkan kerusakan berat pada mesensefalon dan batang otak.
Namun, posturing ini tidak selalu berlaku.
4) Fenomena Kernohan’s notch (kelemahan pada sisi ipsilateral lesi karena
adanya herniasi dan kompresi pedunkulus serebri kontralateral).
13
Pergeseran jaringan otak dapat menyebabkan dilatasi pupil, kelumpuhan nervus abdusen
(N. VI), dan triad Cushing (peningkatan tekanan darah sistolik, bradikardi, dan pola respirasi
yang abnormal). Pada anak-anak, irama pernafasan yang melambat dapat mengarah pada gejala
peningkatan tekanan intrakranial.
Respirasi yang iregular dapat terjadi apabila terdapat penekanan pusat pernafasan.
Respirasi Cheyne-Stokes terjadi apabila terdapat penekanan pada hemisfer serebral atau
diensefalon. Hiperventilasi terjadi apabila terdapat kerusakan batang otak atau tegmentum.
Kesadaran pasien dapat dipertahankan pada ambang tekanan 25 – 40 mmHg dengan
tekanan darah yang normal dan tanpa pergeseran jaringan. Kesadaran pasien akan terganggu
apabila tekanan intrakranial melebihi 40 – 50 mmHg dan terdapat penurunan CPP. Peningkatan
tekanan intrakranial lebih jauh lagi dapat menyebabkan infark dan kematian otak.
Pada bayi dan anak-anak terdapat sedikit perbedaan toleransi peningkatan tekanan
intrakranial dibandingkan dengan orang dewasa karena pada bayi dan anak-anak sutura kranial
belum menutup. Peningkatan tekanan intrakranial yang sangat tinggi pada bayi akan
mengakibatkan penonjolan (bulging) fontanel.
Evaluasi diagnostic
1) Monitor tekanan intracranial
Monitoring TIK merupakan rangkaian tatalaksana cedera otak traumatik dalam
menurunkan mortalitas. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mendiagnosis
peningkatan intrakranial adalah dengan mengukurnya secara langsung. Hal ini dapat
dikerjakan dengan melakukan punksi lumbal, tetapi tidak dibenarkan untuk monitoring
TIK kontinu. Selain itu, harus dipertimbangkan juga, punksi lumbal tidak bisa dilakukan
pada pasien dengan lesi massa di fossa posterior, pasien dengan midline shift yang
signifikan, atau pada pasien dengan perdarahan ventrikel.
2) Pencitraan (imaging)
CT scan kepala tanpa kontras dapat menunjukkan efek massa dengan melihat adanya :
sulci dan gyri yang menghilang,
ventrikel otak menyempit atau menghilang,
14
sisterna basalis yang menghilang,
penggeseran garis tengah (midline shift),
edema fokal atau global, perdarahan atau kontusio, dan/atau infark.
CT scan kepala itu sendiri tidak begitu dapat diandalkan dalam menentukan
peningkatan TIK. Sepuluh hingga lima belas persen pasien dengan trauma kepala yang
koma mengalami peningkatan TIK namun dari pemeriksaan CT scan kepala normal.
3) Pengukuran non-invasif
Peningkatan indeks pulsatility (tekanan sistol-diastol/tekanan rata-rata) yang
diukur dengan alat transkranial Doppler dapat menjadi suatu penanda/marker
peningkatan TIK, walaupun sensitivitas dan spesifisitas indeks pulsatility suboptimal.
4) Monitoring lanjutan
Teknologi mikrodialisis, menggunakan tampilan kromatografi cairan untuk
mengukur level laktat, piruvat, dan glukosa dalam jaringan. Monitoring oksigen jaringan
otak menunjukkan ukuran rata-rata dari tekanan oksigen kapiler dan interstisial otak.Hal
ini penting untuk memahami keterbatasan otak tersebut dengan monitoring.PbO2 tidak
ekuivalen dengan fraksi ekstraksi oksigen atau oksigen yang sampai ke jaringan otak,
tetapi cukup mewakili tekanan parsial oksigen otak, atau oksigen yang terkandung di
otak.Nilai PbO2 lebih mewakili oksigen difusi daripada oksigen delivery atau
metabolisme oksigen.
Kombinasi pemakaian teknologi mikrodialisis dengan sensor oksigen jaringan
otak, TIK, dan monitoring CBF, terkadang dikombinasi dengan elektroensefalogram
(EEG) kontinus, dikenal sebagai monitoring multimodalitas.
Berikut ini nilai ambang normal dan abnormal pada monitoring multimodalitas :
Tabel 1. Nilai ambang batas normal dan abnormal pada monitoring multimodalitas
Mikrodialisis
Normal Glukosa > 2 mmol/L
Glutamat < 15 mmol/L
Laktat/piruvat 15-25 mmol/L
15
Abnormal Glukosa < 2 mmol/L
Glutamat > 15 mmol/L
Laktat/piruvat > 25-40 mmol/L
Brain tissue O2
Normal PbO2 20-40 mmHg
Abnormal PbO2 < 10-15 mmHg iskemik/ inadekuat O2 delivery atau
kebutuhan
berlebihan (excessive demand)
PbO2 > 50 mmHg hiperemia, peningkatan FlO2 atau
ketidakmampuan mengambil/mengikat oksigen
PET
Normal CMRO2 3,0 ml/100gr/min
CMRglukosa 25µmol/100 gr/min
CBF 50 ml/100 gr/min
CBV 4 ml/100 ml
OEF 30-40%
Abnormal CMRO2 <1,25 ml/100 gr/min
CMRglukosa < 25 µmol/100gr/min
CBF < 20 ml/100gr/min iskemik
< 10 ml/100 gr/min infark
CBV < 3 ml/100 ml
OEF > 40% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat
< 20% metabolik downregulasi
SjvO2
Normal 60-80%
Abnormal < 60% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat
>80% hiperemia, atau ketidakmampuan untuk mengikat O2.
Pemantauan peningkatan TIK
Monitor tekanan intrakranial digunakan untuk mencegah terjadinya fase
kompensasi ke fase dekompensasi. Secara objektif, pemantauan TIK adalah untuk
16
mengikuti kecenderungan TIK tersebut, karena nilai tekanan menentukan tindakan yang
perlu dilakukan agar terhindar dari cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat
irreversibel dan letal.Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP,
yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga
dengan oksigenasi otak.
Beberapa tipe monitor TIK
Ada beberapa tipe monitor yaitu monitor intraventrikular, intraparenkimal,
subarakhnoid/subdural, dan epidural. Tipe intraventrikular merupakan gold standard dan
dapat mengukur peningkatan tekanan intrakranial global2,3,10,11.
Gambar 4. Tipe monitor TIK (Sumber : Decision Making in Neurocritical Care)
Tabel 2. Monitor tekanan intrakranial
Tipe Monitor Keuntungan Kerugian
Intraventrikular Gold standard, pengukuran
TIK global, digunakan
untuk diagnosis dan terapi
Angka infeksi tinggi (5-
20%), resiko perdarahan
2%
Intraparenkimal Angka infeksi dan
perdarahan rendah (1%),
penempatan mudah
Mengukur TIK regional,
tidak dapat dikalibrasi
ulang setelah
17
ditempatkan,
penyimpangan (3 mmHg)
Subarakhnoid/subdural Angka infeksi dan
perdarahan rendah
Pengukuran tidak dapat
percaya, jarang digunakan
Epidural Resiko perdarahan lebih
rendah jika dibandingkan
dengan monitor
intraventrikular dan
intraparenkimal, kadang
dipakai pada pasien dengan
koagulopati
Pengukuran tidak dapat
dipercaya
Pemasangan monitor intraventrikular dimulai dengan teknik insersi dengan menempatkan
kateter pada frontal horn ventrikel lateral dengan memperkirakan titik Kocher, dan
disambungkan ke monitor TIK.
Indikasi, kontraindikasi dan komplikasi pemasangan monitoring TIK
Indikasi pemasangan monitoring TIK:
a) Kriteria neurologis : cedera kepala berat (GCS ≤ 8 setelah resusitasi kardiopulmoner)
dengan :
Abnormal CT scan kepala saat masuk atau
Normal CT scan kepala tetapi dengan ≥ 2 faktor resiko berikut : a) umur > 40
tahun, b) tekanan darah sistol < 90 mmHg, c) deserebrasi atau dekortikasi.
b) Perdarahan intracranial
c) Edema serebri
d) Post kraniotomi
e) Space Occupying Lessions seperti perdarahan epidural atau subdural, tumor, abses, atau
aneurisma yang menutup jalan aliran cairan serebrospinal.
f) Ensefalopati misal karena hipertensi krisis.
g) Meningitis/ensefalitis yang mengakibatkan malabsorpsi cairan serebrospinal
18
Kontraindikasi (relatif):
a) Pasien sadar : monitor biasanya tidak diperlukan karena dapat mengevaluasi
neurologisnya.
b) Koagulopati atau terapi antikoagulan
c) Infeksi sistem saraf pusat
d) Infeksi SCALP
e) Edema serebri yang mengakibatkan kolaps ventrikel
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah2,3,7,10-12 :
a) Infeksi intrakranial
b) Perdarahan intraserebral
c) Kebocoran udara masuk ke ventrikel atau ruang subarakhnoid
d) Kebocoran cairan serebrospinal
e) Overdrainage CSF menyebabkan ventrikel kolaps dan herniasi
f) Hilang pemantauan atau kemampuan drainase karena oklusi kateter dengan
jaringan otak atau darah
g) Terapi yang tidak tepat karena kesalahan dalam pembacaan TIK disebabkan
bentuk gelombang yang kecil, kegagalan elektromekanis, atau kesalahan operator.
Interpretasi gelombang pada monitor TIK
Selain nilai absolut TIK, gelombang TIK dapat memberikan informasi tentang
compliance.Bentuk gelombang TIK digolongkan menjadi komponen P1, P2, P3, dengan tiap
elemen gelombang lebih kecil dari sebelumnya (gambar 7). Gelombang P1 menunjukkan
gelombang arterial, P2 menunjukkan rebound, dan P3 menunjukkan outflow vena. Peningkatan
gelombang P2 merupakan tanda compliance yang jelek.Compliance dapat diukur dengan
pengaturan drainase volume CSF dan memeriksa perubahan pada tekanan yang ditimbulkan
(Δvolume/Δtekanan).Jika compliance TIK yang rendah dan kritis, disertai dengan perfusi
jaringan yang tidak adekuat, dapat mengakibatkan gelombang Lundberg (gambar 8).
19
Gambar 6 .Bentuk gelombang TIK .7. Gelombang TIK patologik (Sumber : Guide to the
Careof the Patient with Intracranial Pressure Monitoring)
Gelombang Lundberg A (gelombang plateau) menunjukkan peningkatan TIK
tiba-tiba dari 20 ke 100 mmHg yang bertahan dari menit ke jam, menyebabkan
penurunan CBF/CPP dan iskemik otak. Gelombang Lundberg B sedikit meningkat,
biasanya 5-20 mmHg, bertahan 1-5 menit, berhubungan dengan variasi respirasi, dan
digolongkan dengan ketajaman gelombang.Gelombang Lundberg ini merupakan penanda
untuk compliance intrakranial rendah kritis dan mungkin mengakibatkan hipoperfusi
jaringan, pembesaran arteriolar yang progresif, dan peningkatan CBV.Gelombang
Lundberg A harus diterapi dengan agresif dengan meningkatkan CPP menggunakan
vasopressor, dan menurunkan TIK dengan terapi osmotik dan hiperventilasi.
Penting untuk dicatat bahwa pasien dapat terjadi herniasi dengan nilai TIK
normal.Pasien asimptomatik dengan kurva compliance normal, TIK dapat tiba-tiba naik
(seperti saat batuk, atau membalik badan).
Manajemen Tekanan Tinggi Intrakranial
20
Penderita tekanan tinggi intrakranial harus mendapat sirkulasi, pernafasan, dan
oksigenasi yang adekuat. Keadaan oksigen yang inadekuat dan CO2 yang berlebih akan
menyebabkan pembuluh darah otak berdilatasi sehingga meningkatkan tekanan intrakranial.
Oksigenasi inadekuat juga mengakibatkan sel otak akan mengalami metabolisme anaerob yang
menghasilkan laktat dan dapat menurunkan pH, sehingga pembuluh darah darah otak juga
berdilatasi.
Penderita tekanan tinggi intrakranial yang disertai dengan hipertensi tanpa cedera kepala
diberikan terapi antihipertensi seperti obat-obat calcium channel blockers untuk menurunkan
MAPapabila penurunan aliran darah ke otak diperlukan. Obat-obat penghilang nyeri dapat
digunakan untuk menurunkan agitasi dan kebutuhan metabolik otak namun harus berhati-hati
terhadap beberapa obat penghilang nyeri yang menimbulkan efek samping lain. Pemberian obat-
obat untuk menurunkan tekanan intrakranial pada anak tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan kelumpuhan.
Perawatan penderita tekanan tinggi intrakranial di ruang perawatan bedah saraf intensif
(NCCU) dapat menggunakan tranduser atau lumbar puncture untuk mengukur/mengevaluasi
tekanan intrakranial. Insersi kateter ke dalam ventrikel keempat otak dapat digunakan untuk
mengalirkan CSF dan menurunkan tekanan intrakranial.
Kraniotomi evakuasi dilakukan untuk mengeluarkan hematom intrakranial atau
menurunkan tekanan pada salah satu bagian otak.
Penanganan yang cukup drastis untuk mencegah herniasi otak adalah dengan kraniektomi
dan perluasan duramater, sehingga edema otak tidak akan menyebabkan kerusakan otak atau
herniasi otak.
Manajemen terapi peningkatan TIK
Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga
agar CPP > 60 - 70 mmHg2,13.
Tatalaksana Umum
21
Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari hipotensi
(tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK
tidak meninggi antara lain adalah :
1) Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki venous
return
2) Mengusahakan tekanan darah yang optimal
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya
tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan
menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
3) Mencegah dan mengatasi kejang
4) Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
5) Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC
Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme
serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi
kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan
peninggian TIK.
6) Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit
Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi
edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.
7) Hindari kondisi hiperglikemia
Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika
diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi
8) Atasi hipoksia
Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan
terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa
metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis
laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan peningkatan TIK.
9) Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
10) Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk,
mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan.
22
Tatalaksana khusus
1) Mengurangi efek massa
Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan intraserebral
spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial tentunya akan
menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya. Sebagian dari kondisi
tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa.
Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap
terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.
2) Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya
peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan.
Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya
myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang2,3,4.
3) Mengurangi volume cairan serebrospinal2,3,13
Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan hidrosefalus
sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi meningitis atau
kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter
intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang
dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial.
Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila diyakini
pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus
obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal.Dengan
kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat juga dipakai untuk
mengukur TIK.Keuntungan lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan
dapat dilakukan di luar ICU.
4) Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik jika
CPP < 60 mmHg. (CPP = MAP-TIK)1,2
5) Mengurangi volume darah intravaskular1,2
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar
pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi
CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat
23
dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam
menangani krisis peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga
hal ini hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja.Hiperventilasi dilakukan dalam
jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan
menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
peningkatan resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu
yang singkat.
Indikasi hiperventilasi :
1. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :
Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial.
Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut
kemunduran neurologis.
2. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif terhadap
sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik.
Hindari ventilasi bila 2 :
1. Jangan digunakan untuk profilaksis
2. Hindari hiperventilasi yang panjang
Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu,
pertimbangkan untuk monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari iskemik
serebri
3. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan hiperventilasi
jika pCO2 =30-35 mmHg
4. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg
Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan
penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang
rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas
oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK.
Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas
oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan
24
meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah
mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah 30%1.
6). Terapi osmotik
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler.Baik mannitol maupun salin hipertonik
memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan
volume dan rigiditas sel darah merah.
a) Salin hipertonik2,3 : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui
CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155
mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan
edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema
rebound.
b) Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis
pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320
mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam.
Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.
Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih
kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut :
1. Menurunkan TIK :
a) Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah dimana
akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam
beberapa menit.
b) Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema cairan
dari parenkim otak.
2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah.
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu
sebagai berikut :
25
i. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar darah otak ke
sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak. Jadi penggunaan mannitol harus
diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK.
ii. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan jika autoregulasi
terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi daripada
mencegahnya.
iii. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada
osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-obatan nefrotoksik lainnya, sepsis,
adanya penyakit ginjal sebelumnya.
Tabel 3. Terapi osmotik3
Pemberian Efek samping Digunakan Hindari bila
Salin
hipertonik
Dapat diberikan dg
infus berlanjut,
memperbaiki CPP,
meningkatkan
volume, efektif dlm
menurunkan TIK
pada pasien yg
refrakter dg mannitol
Overload volume,
edem pulmonal,
hipernatremia ekstrim,
rebound edema serebri
saat tapering,
insufisiensi renal,
CPM (central pontine
myenolysis)
Ingin
meningkatkan
volume atau
memperbaiki
CPP
CHF
dekompensata,
hati-hati jika
hiponatremia
baseline > 24
jam.
Mannitol Dapat digunakan
melalui jalur perifer,
bolus
Deplesi volume, harus
penuh urine output
dengan salin,
khususnya pada TBI
dan SAH, hipotensi,
rebound edema
serebral,
hipernatremia,
insufisiensi renal
Ingin untuk
diuresis
Gagal ginjal,
hipotensi
7. Pilihan lainnya :
26
a) Totilac ®: merupakan cairan hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi fisiologis
potasium klorida dan kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas 1020 mOsm/L
dengan pH 7.0. Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme, ia tidak menyebabkan
asidosis. Dosis penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam intravena. Totilac ® mengandung
ion yang akan berdisosiasi menjadi anion (laktat dan klorida) dan kation (sodium, potasium,
kalsium).
Sodium, kation di ekstraseluler, jika konsentrasinya tinggi akan menjaga hipertonisitas
sehingga memperbaiki hemodinamik.
Laktat, metabolik fisiologis dimana akan dioksidasi di mitokondria, dimana oksidasinya
akan menghasilkan energi yang sama dengan glukosa.
Kalsium, memegang peranan pada kontraktilitas jantung.
Potasium, mencegah hipokalemia, dimana dapat disebabkan infus sodium laktat.
b) Barbiturat: bolus penobarbital 5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat menurunkan
metabolic demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai metabolisme masih intak.
Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai pasien karena efek sedatifnya,
supresi jantung.
c) Induksi hipotermia hingga 32-34ºC dapat menurunkan CBF dan TIK dengan menurunkan
metabolic demand. Tiap penurunan temperatur 1ºC akan menurunkan metabolisme oksigen
otak (CMRO2) 7%. Efek samping hipotermi meliputi infeksi sistemik, bakteremia,
koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan aritmia1.
d) Steroid : seperti deksametason tidak efektif digunakan pada pasien trauma kapitis. Biasanya
berguna untuk edema yang berhubungan dengan tumor dan infeksi. Dosis awal yang biasa
digunakan adalah 10 mg deksametason intravena diikuti 4 mg tiap 6 jam.
Tabel 4. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut
Langkah Rasional
Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum)
Pastikan pasien disedasi dan paralisis Menurunkan peningkatan respon simpatis
dan hipertensi karena gerakan, tensing
abdominal musculature
Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal jika ada Menurunkan volume intrakranial
27
IVC (intraventricular catheter)
Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 ml
salin 23%
↑ volumeplasma ↑ CBF ↓ TIK,
↑ osmolalitas serum → ↓ air di otak
Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga pCO2
> 25 mmHg)
Menurunkan pCO2 ↓ CBF → ↓ TIK
Penobarbital 100 mg iv pelan atau tiopental
2,5 mg/kg iv 10 menit
Sedatif, ↓ TIK, terapi kejang, kemungkinan
neuroprotektif
*lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika
osmolalitas serum > 320 mOsm/L.
28
DAFTAR PUSTAKA
1) Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P.
EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
2) Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com
3) Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme
Medical Publisher, New York,1996, 22
4) Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams &
Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178
5) Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
6) Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar,
Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
7) POKDI Neurointervensi & Critical Care Perdossi. Manajemen Peninggian Tekanan
Intrakranial dalam ANLS for Doctors. Indonesians Neurological Associations.
8) Mark S Greenberg. Intracranial Pressure in Handbook of Neurosurgery. 6th ed. Thieme.
New York. 2006; 647-663.
9) David S, Stephen A M, Jennifer A F. Management of Elevated Intracranial Pressure in
Decision Making in Neurocritical Care. Thieme. New York. 2009; 195-218.
29