pemanfaatan indraja (pengindraan jauh)

22

Upload: january-yungky

Post on 20-May-2015

5.177 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)
Page 2: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

TUGAS GEOGRAFIPEMANFAATAN INDRA JAUH

Page 3: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

SUMBER ARTIKEL

www.lapan.go.idwww.google.co.id

Page 4: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

SPOT

Contoh Penerapan

Page 5: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

KAJI BANDING PENENTUAN TITIK API (HOTSPOT) DENGAN DATA MODIS DAN NOAA AVHRR

Kebakaran hutan di Indonesia khususnya di Kalimantan dan Sumatera merupakan fenomena yang terjadi setiap tahun.Walaupun telah banyak upaya yang telah dilakukan,kebakaran hutan tetap terjadi setiap tahun.Salah satu upaya yang membantu adalah memantau kebakaran hutan dengan data satelit yang sering disebut penentuan hotspot.Data satelit yang selama ini digunakan adalah NOAA AVHRR. Beberapa metode untuk menentukan hotspot dengan data NOAA telah dilakukan, namun dari hasil yang diperoleh tidak sama.MODIS merupakan data satelit hyperspektral dengan 36 kanal merupakan alternatif dan dimungkinkan dapat lebih baik dalam memantau titik api.

Page 6: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Penelitian ini melakukan perbandingan penentuan titik api (hotspot) dengan data NOAA AVHHR dengan metode yang sering digunakan di LAPAN dan penentuan titik api (hotspot)dengan data MODIS dengan metode yang dikeluarkan oleh NASA.Validasinya dilakukan dengan data SPOT pada tanggal yang sama dengan penerimaan data MODIS.Studi kasus wilayah yang dipilih adalah Propinsi Riau.

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah titik api yang diperoleh dari data NOAA AVHRR lebih tinggi dibandingkan dengan hotspot yang diperoleh dari data MODIS. Namun dari persentase ketepatan terjadinya kebakaran hutan dengan data SPOT diperoleh bahwa MODIS memiliki ketepatan lebih tinggi dibandingkan dengan data NOAA AVHRR.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa deteksi hotspot dengan data MODIS akan lebih teliti dibandingkan dengan data NOAA AVHRR. Hal ini disebabkan karena pemilahan spectral data MODIS lebih detail dibandingkan dengan data NOAA AVHRR.

Page 7: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

ANALISISO Salah satu upaya yang membantu memantau kebakaran

hutan di Indonesia dengan data satelit yang sering disebut penentuan hotspot.Data satelit yang selama ini digunakan adalah NOAA AVHRR. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah titik api yang diperoleh dari data NOAA AVHRR lebih tinggi dibandingkan dengan hotspot yang diperoleh dari data MODIS. Namun dari persentase ketepatan terjadinya kebakaran hutan dengan data SPOT diperoleh bahwa MODIS memiliki ketepatan lebih tinggi dibandingkan dengan data NOAA AVHRR.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa deteksi hotspot dengan data MODIS akan lebih teliti dibandingkan dengan data NOAA AVHRR. Hal ini disebabkan karena pemilahan spectral data MODIS lebih detail dibandingkan dengan data NOAA AVHRR.

Page 8: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

LANDSAT

Program Landsat adalah program paling lama untuk mendapatkan citra bumi dari luar angkasa. Satelit Landsat pertama diluncurkan pada tahun 1972; yang paling akhir Landsat 7, diluncurkan tanggal 15 april 1999. Instrumen satelit-satelit Landsat telah menghasilkan jutaan citra. Citra-citra tersebut diarsipkan di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun penerima Landsat di seluruh dunia; dimana merupakan sumber daya yang unik untuk riset perubahan global dan aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan, perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Landsat 7 memiliki resolusi 15-30 meter

Page 9: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Daerah kars telah menjadi obyek kajian menarik karena menyimpan potensi sumberdaya alam yang terpendam yaitu berupa kekayaan mineral batu gamping dan sumber-sumber air yang melimpah dari sungai-sungai bawah tanah.Sebelumnya daerah ini dipandang hanya sebatas tandus,kering,gersang,dan tidak potensial.Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan aplikasi data inderaja dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk penyajian informasi spasial potensi-potensi yang terdapat pada daerah kars.Daerah penelitian mengambil lokasi di daerah kars Pacitan Propinsi Jawa Timur.Data yang digunakan adalah Citra Landsat-7 ETM+ dan dibantu dengan peta geologi. Metode penelitian meliputi analisis citra penginderaan jauh dan analisis dengan Sistem Informasi Geografi (SIG).Metode analisis citra meliputi pengolahan citra digital dan interpretasi citra. Pengolahan citra digital meliputi

1)koreksi citra baik koreksi radiometric maupun koreksi geometric, 2)Penghitungan nilai OIF dan pembuatan citra komposit warna, 3)penajaman citra dan 4) pemfilteran spasial.Interpretasi citra meliputi interpretasi

morfologi,obyek-obyek kars (kuppen/puncak bukit kars,telaga kars,dan lembah kering),kelurusan (kekar)dan penutup/penggunaan lahan.Analisis Sistem Informasi Geografi meliputi analisis kerapatan bukit kars, kerapatan telaga kars kerapatan lembah kering, dan kerapatan kekar. 

ANALISIS GEOMORFOLOGI DAERAH KARS MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT- 7 ETM DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

DI DAERAH KARS PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR

Page 10: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Berdasarkan hasil interpretasi citra dan analisis SIG di daerah kars Pacitan Propinsi Jawa Timur, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu ; 1 ) citra Landsat-7 ETM dapat diaplikasikan untuk menganalisis geomorfologi kars yang meliputi morfologi dan obyek-obyek kars yaitu bukit kars, dolin/telaga kars, lembah kering serta struktur kekar,2) kombinasi kanal terbaik untuk menampilkan kenampakan kars adalah 457,penambahan kanal 8 pada layer intensity, teknik perentangan kontras (contras stretching) dan ekualisasi histogram (histogram equalization) serta penggunaan filter highpass sharpen 11 mampu memperlihatkan morfologi kars dan obyek-obyek kars dengan lebih baik,3)hasil analisis geomorfologi, analisis kerapatan obyek-obyek kars, dan analisis spasial dapat menentukan klasifikasi kars berdasarkan tingkat perkembangannya, yaitu meliputi kars berkembang baik (K1), kars berkembang sedang (K2) dan kars tidak berkembang (K3). 

Penulis/Peneliti : Mawardi Nur,Suwarsono,Miftakul Huda E-mail : [email protected]

Page 11: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

ANALISIS

• Daerah kars telah menjadi obyek kajian menarik karena menyimpan potensi sumberdaya alam yang terpendam yaitu berupa kekayaan mineral batu gamping dan sumber-sumber air yang melimpah dari sungai-sungai bawah tanah.Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan aplikasi data inderaja dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk penyajian informasi spasial potensi-potensi yang terdapat pada daerah kars.Data yang digunakan adalah Citra Landsat-7 ETM+ dan dibantu dengan peta geologi.

• Metode yang digunakan meliputi analisis citra penginderaan jauh dan analisis dengan Sistem Informasi Geografi (SIG).Metode analisis citra meliputi pengolahan citra digital dan interpretasi citra.

Page 12: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Satelit IKONOS adalah satelit resolusi tinggi yang dioperasikan oleh GeoEye. Meliputi kemampuan menangkap multispektral 3.2m, Hampir-Infrared (NIR) / resolusi pankromatik 0.82m di titik nadir. Aplikasi mencakup pemetaan perkotaan dan pedesaan sumber daya alam dan bencana alam, pemetaan pajak, analisis pertanian dan kehutanan, pertambangan, teknik, konstruksi, dan deteksi perubahan. Hal ini dapat menghasilkan data yang relevan untuk hampir semua aspek studi lingkungan

IKONOS

Page 13: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Pembuatan Model Pengembangan Aplikasi Data Satelit Resolusi Tinggi IKONOS Untuk Kegiatan Perencanaan Tata Ruang Wilayah

• Berkaitan dengan penyediaan peta untuk tata ruang wilayah, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang hal ini, salah satunya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah. Proses penyusunan peta untuk penataan ruang diawali dengan ketersediaan peta dasar Indonesia. Khusus untuk daerah perkotaan ditetapkan bahwa ketelian peta yang harus dipenuhi adalah skala 1 : 25.000 atau 1 : 10.000. 

Page 14: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Ada tiga jenis data yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan tersebut diatas, yakni

data yang diperoleh melalui total stasion,

data yang diperoleh melalui pemotretan udara (foto udara), data yang diperoleh melalui satelit (citra satelit). 

Masing-masing cara memiliki keunggulan dan kelemahan. Penggunaan dua teknologi yang pertama sudah memiliki prosedur baku baik secara nasional maupun internasional dan sudah sejak lama dioperasionalkan. Sedangkan teknologi satelit walaupun perkembangannya sangat pesat namun belum memiliki standar aplikasi yang disepakati baik secara nasional maupuninternasional, terutama untuk citra satelit yang mempunyai resolusi spasial sangat tinggi ( < 5 m ). Hal tersebut seringkali menimbulkan polemik diantara para pelaku penyedia peta baik instansi pemerintah maupun perusahaan swasta yang tidak terlepas dari kepentingan masing-masing dalam memanfaatkan atau menolak teknologi tersebut.

Page 15: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menemukan model pemanfaatan citra satelit penginderaan jauh beresolusi tinggi IKONOS / SPOT untuk pemetaan tata ruang wilayah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) sehingga dapat mendukung kegiatan perencanaan penataan ruang, sedang sasarannya adalah tersedianya model pemanfaatan citra resolusi tinggi IKONOS / SPOT dan SIG untuk pemetaan tata ruang wilayah.

Page 16: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

ANALISIS

Berkaitan dengan penyediaan peta untuk tata ruang wilayah, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang hal ini, salah satunya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah. Tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menemukan model pemanfaatan citra satelit penginderaan jauh beresolusi tinggi IKONOS / SPOT untuk pemetaan tata ruang wilayah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) sehingga dapat mendukung kegiatan perencanaan penataan ruang, sedang sasarannya adalah tersedianya model pemanfaatan citra resolusi tinggi IKONOS / SPOT dan SIG untuk pemetaan tata ruang wilayah.

Page 17: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

TM

Page 18: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) sangat penting artinya

sebagai komoditi andalan untuk ekspor maupun komoditi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan harkat petani perkebunan serta transmigrasi Indonesia (Lubis A.U.1992). Menurut harian Kompas (2001), saat ini demam membuka perkebunan sawit tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan dunia akan produk minyak sawit mentah (CPO = crude palm oil) yang bisa menjadi bahan baku banyak barang kebutuhan manusia sehari-hari, mulai dari sabun, minyak goreng, sampai produk-produk kosmetika. Kebutuhan minyak sawit dunia tahun 2003-2007 diperkirakan mencapai 21,4 persen dari total konsumsi minyak nabati dunia sebesar 118.06 juta ton, atau sekitar 25,26 juta ton (Damanhuri, 1999). Tingginya permintaan dunia akan minyak sawit setiap tahunnya meningkat rata-rata 6,5 persen.

Kajian Data Landsat TM Untuk Prediksi Umur Tanaman Sawit

Page 19: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

• Secara umum produksi tanaman sawit berkaitan dengan umur tanaman, usia remaja dan dewasa lebih tinggi produksinya dibandingkan dengan usia muda dan tua. Perkembangan umur tanaman akan mengalami perubahan fisik biomassa dan kerapatan kanopi, sehingga dapat dipantau dengan data penginderaan jauh. Kajian yang dilakukan adalah membangun model empiris hubungan umur dengan band spektral maupun Indeks spektral yang dapat diturunkan dari data multi band Landsat. Manfaatnya, kajian model ini dapat memperkirakan umur tanaman sawit dengan menggunakan data Landsat, sehingga secara makro dapat prediksi produksi sawit semua Tanaman sawit di Indonesia. 

Page 20: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

Pengembangan Model Prediksi Umur Sawit 

Pengkajian dilakukan dengan menggunakan data satelit Landsat pada areal perkebunan PTPN V Pekan baru. Dari hasil overlay areal perkebunan dengan data Landsat dapat dianalisis reflektansi spektral maupun indeks spektral setiap tingkatan umur tanaman. Selanjutnya dapat dikembangakan model empiris hubungan umur dengan parameter yang dapat diturunkan dari data Landsat. Model yang dikembangkan di uji pada perkebunan sawit PTPN VII Lampung. Hasilnya menunjukkan pada umur dibawah 3 tahun model tidak bagus digunakan, karena pada umur tersebut kondisi penutup lahan sangat bervariasi, antara lain kanopi tanaman yang berdekatan belum menyambung sehingga reflektansi yang diterima satelit bukan hanya dari sawit, juga vegetasi tanaman sela yang sangat heterogen pertumbuhannya. Pada umur masa remaja sampai menjelang dewasa ( 3 - 14 tahun) model cukup bagus digunakan, sedangkan usia dewasa sampai tua ( > 14 Tahun) model tidak cukup bagus dalam memprediksi umur tanaman sawit. 

Page 21: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

*ANALISIS

*Memperkirakan umur tanaman sawit dengan menggunakan data Landsat, sehingga secara makro dapat prediksi produksi sawit semua Tanaman sawit di Indonesia.Pengkajian dilakukan dengan menggunakan data satelit Landsat pada areal perkebunan PTPN V Pekan baru.

*Pada umur masa remaja sampai menjelang dewasa ( 3 - 14 tahun) model cukup bagus digunakan, sedangkan usia dewasa sampai tua

*(> 14 Tahun) model tidak cukup bagus dalam memprediksi umur tanaman sawit. 

Page 22: Pemanfaatan INDRAJA (Pengindraan jauh)

*Kesimpulan

*Pemanfaatan citra pengindraan jauh kini telah menggalami perkembangan guna membantu memudahkan manusia.

*Citra indraja tidak hanya dimanfaatkan dalam kajian geografi saja.Namun dalam seluruh aspek kehidupan seperti : Pertanian,Perkebunan,Kesehatan,Lingkungan dll.

*Teknologi indaraja juga terus dikembangkan oleh LAPAN yaitu diantaranya:Sensor CCD Untuk Sistem Pencitra Pada Satelit Mikro

*Perancangan Spektroskop 4-Kanal Untuk Sistem Sensor Elektro-Optik

*Perancangan Spektroskop 4-Kanal untuk Sistem Sensor Elektro-Optik